Pengembangan Bionanokomposit Film Berbasis Tapioka/Nanopartikel Perak dan Tapioka/Nanopartikel Seng Oksida dengan Plasticizer Gliserol.

app
PENGEMBANGAN
BIONANOKOMPOSIT FILM BERBASIS
TAPIOKA/NANOPARTIKEL PERAK DAN
TAPIOKA/NANOPARTIKEL SENG OKSIDA DENGAN
PLASTICIZER GLISEROL

MELITA INTAN RAHADIAN

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan

Bionanokomposit Film Berbasis Tapioka/Nanopartikel Perak dan
Tapioka/Nanopartikel Seng Oksida dengan Plasticizer Gliserol adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Melta Intan Rahadian
NIM F24110065

ii

ABSTRAK
MELITA INTAN RAHADIAN. Pengembangan Bionanokomposit Film
Berbasis Tapioka/Nanopartikel Perak dan Tapioka/Nanopartikel Seng
Oksida dengan Plasticizer Gliserol. Dibimbing oleh NUGRAHA EDHI

SUYATMA.
Pati tapioka dapat dibentuk menjadi film bioplastik yang transparan
sebagai film plastik sintetis. Namun film pati tapioka masih memiliki
kelemahan yaitu relatif mudah retak, permeabilitas terhadap uap air yang
tinggi, sensitif terhadap kelembaban, dan sifat mekanis yang kurang baik.
Penambahan nanopartikel di film berguna untuk meningkatkan elongasi dan
kuat tarik, stabil terhadap kelembaban dan memberikan aktivitas
antimikroba film. Sementara itu, penambahan gliserol berguna untuk
meningkatkan keplastisan film sehingga tidak mudah retak. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menguraikan karakteristik kemasan fungsional
film dari berbagai formulasi pembuatan film bionanokomposit yang terbuat
dari tapioka dengan nanopartikel perak (Ag-Np) dan nanopartikel seng
oksida (ZnO-Np) serta gliserol sebagai pemlastis. Penambahan nanopartikel
dilakukan pada jumlah 0%, 0,5%, dan 1% berat pati, sedangkan gliserol
digunakan sebesar 0% dan 20% berat padatan (hanya pati atau
pati+nanopartikel). Nilai transimisi uap air menurun secara signifikan akibat
penambahan Ag-Np dan ZnO-Np hingga konsentrasi 1% (dari 18,0569
g/hm2 menjadi 12,0574 g/hm2) sehingga meningkatkan kemampuan film
untuk menghambat penyerapan air sebagai pengemas. Penambahan Ag-Np
dan ZnO-Np hingga konsentrasi 1% dengan gliserol 20% juga mampu

meningkatkan nilai elongasi (dari 1,2% menjadi 88,8%), namun
menurunkan nilai kuat tarik (dari 22,93 MPa menjadi 4,03 MPa).
Penambahan gliserol memberikan efek yang bertentangan untuk kuat tarik
karena menghasilkan nilai kuat tarik yang rendah. Selain itu, hasil
menunjukkan bahwa film yang dibuat dengan ZnO-Np memiliki aktivitas
antimikroba lebih kuat daripada yang dibuat dengan Ag-Np untuk kedua
bakteri, gram negatif positif dan gram negatif. Secara keseluruhan,
tampaknya formulasi ZnO-Np 1% adalah formulasi terbaik untuk
mengembangkan film bionanokomposit berbasis pati tapioka.
Kata kunci: Bionanokomposit Film, Nanopartikel Perak (Ag-Np),
Nanopartikel Seng Oksida (ZnO-Np), Pati Tapioka, Film Antibakteri.

iv

ABSTRACT
MELITA INTAN RAHADIAN. Development of Bionanocomposite Film
Made from Cassava Starch/Silver Oxide Nanoparticles and Cassava
Starch/Zinc Oxide Nanoparticles with Glycerol as Platicizer. Supervised by
NUGRAHA EDHI SUYATMA.
Cassava starch can be formed into bioplastic film which is

transparance as synthetic plastic films. However, pure cassava starch film
has some drawbacks such as brittle, poor barrier to water vapour, sensitive
to humidity and not stable during the application. The addition of
nanoparticles in film was intended to increase the elongation and tensile
strength, moisture stability and to provide antimicrobial activity.
Meanwhile, the addition of glycerol was intended to increase the plasticity
of films so they will not be easily cracked. The main purpose of this
research is to elaborate the functional packaging characteristics of
bionanocomposites films made from cassava starch with or without silver
nanoparticles (Ag-Np) of zinc oxide nanoparticles (ZnO-Np) with glycerol
as plasticizer. The addition of nanoparticles was conducted at the amount of
0%, 0,5%, and 1% by weight of the starch, whereas glycerol was used at the
amount of 0% and 20% by weight of the solids (starch only or
starch+nanoparticles). The value of water vapor transmission decreased
significantly with the addition of Ag-Np and ZnO-Np at the concentration of
1% (from 18,0569 g/hm2 to 12,0574 g/hm2) so it enhance the water barrier
of the films as packaging materials. The addition of Ag-Np and ZnO-Np at
the amount of 1% with 20% of glycerol was also able to inreased the value
of elongation (from 1,2% to 88,8%), but decreased the value of tensile
strength (from 22,93 MPa to 4,03 MPa). The addition of glycerol gave

contrary effect to the tensile strength because it produces low tensile
strength values. Moreover, the results show that films made with ZnO-Np
had a stronger antimicrobial activity than those made with Ag-Np for both
gram positive and gram negative bacteria. In overall, it seems that the
formulation of 1% ZnO-Np is the best formulation for developing
bionanocomposite film based on cassava starch.
Keywords: Bionanocomposite Films, Silver Nanoparticle (Ag-Np), Zinc
Oxide Nanoparticle (ZnO-Np), Cassava Starch, Antibacterial Films.

PENGEMBANGAN BIONANOKOMPOSIT FILM BERBASIS
TAPIOKA/NANOPARTIKEL PERAK DAN
TAPIOKA/NANOPARTIKEL SENG OKSIDA DENGAN
PLASTICIZER GLISEROL

MELITA INTAN RAHADIAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vi

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015
dengan judul Pengembangan Bionanokomposit Film Berbasis
Tapioka/Nanopartikel Perak dan Tapioka/Nanopartikel Seng Oksida dengan
Plasticizer Gliserol.
Atas terselesaikannya kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini,

penulis mengucapkan terimkasih kepada:
1. Papa Unteano Maryanto, Mama Midiah Sulastry, Ilham Yudha,
Eyang Sri Sulastry serta keluarga yang selalu memberi semangat,
dukungan, nasehat, dan doa bagi penulis sehingga dapat
menyelesaikan studi pada tingkat sarjana.
2. Bapak Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.TP,DEA. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan gagasan, ide, saran, arahan
dan bimbingan selama kuliah, penelitian, hingga tersusunnya
skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Budiatman
Satiawihardja, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberi
masukan dan perbaikan bagi penulis.
4. Pak Iyas, Mas Edhi, Pak Yahya, Mba Nurul, Bu Antin, dan Pak
Rojak selaku laboran yang telah banyak membantu dan memberi
saran dalam kegiatan analisis dan staff UPT yang membantu
penulis dalam mengurus dokumen-dokumen penulis.
5. Errick Emerseon dan Samsul Wahidin sebagai rekan mahasiswa
satu bimbingan yang telah banyak membantu penulis dan
bekerjasama dengan baik.
6. Gilang Megan Wibisono dan “GCS” Luni, Nicky, Olivia, Tassa,

Tasha, Winda, Steven, Anand, Eka, Nikola, Muksin serta temanteman ITP 48 yang membantu penelitan, memberikan dukungan,
hingga skripsi ini selesai.
7. Ayu Annisa Charantia, Tyas Atika Permatasari, dan Tania Putri
Amalia yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada
penulis.
8. Bang Uje, Mas Bayu, Meaw, dan Nurain yang telah banyak
membatu dan memberikan masukan penulis saat analisis hingga
skripsi ini selesai.
Semoga skripsi tugas akhir ini bermanfaat. Terima kasih.

Bogor, Agustus 2015
Melita Intan Rahadian

x

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

xi


DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Tapioka dan Film Berbasis Tapioka

2

Nanopartikel Perak

3

Nanopartikel Seng Oksida

5


Plasticizer

6

METODOLOGI PENELITIAN

7

Alat dan Bahan

7

Pembuatan Film

8

Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
13

Aktivitas Air

13

Water Absorption

13

Water Vapour Transmition Rate (WVTR)

14

Warna

15

Kuat Tarik

16

Elongasi

17

Scanning Electron Microscope (SEM)

18

Antimikroba

20

SIMPULAN DAN SARAN

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

35

xii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Penelitian mengenai pengaruh penambahan Ag-Np
Penelitian yang menggunakan ZnO-Np
Penelitian efek penggunaan plasticizer terhadap film
Formulasi pembuatan bionanokomposit film
Hasil pengamatan antimikroba (mm)

5
6
7
9
20

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Pati tapioka
Bionanokomposit film pati tapioka
Nanopartikel perak
Ilustrasi mekanisme aktivitas antimikroba nanopartikel perak
(Wong dan Liu 2010)
Nanopartikel seng oksida
Diagram alir proses pembuatan bionanokomposit film
Diagram alir uji antimikroba film
Hasil pengamatan aktivitas Air (Aw)
Hasil pengamatan water absorption (%)
Hasil pengukuran water vapour transmition rate (g/hm2)
Hasil pengamatan warna (∆E)
Hasil pengukuran kuat tarik (MPa)
Hasil pengukuran elongasi (%)
Mikrostruktruktur SEM (a) Ag0Zn0G0, (b) Ag1G0, (c) Ag1G20,
(d) Zn1G0, (e) Zn1G20

2
3
4
4
6
8
12
13
14
15
16
17
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Gambar bionanokomposit film
Hasil ANOVA nilai aktivitas air
Hasil ANOVA nilai water absorption
Hasil ANOVA nilai water vapour transmition rate
Hasil ANOVA nilai intensitas warna
Hasil ANOVA nilai kuat tarik
Hasil ANOVA nilai elongasi
Hasil ANOVA daya hambat mikroba S Aureus
Hasil ANOVA daya hambat mikroba E coli

26
27
28
29
30
31
32
33
34

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya permintaan konsumen terhadap kualitas dan keamanan yang
lebih baik, mendorong digunakannya bahan kemasan yang tidak hanya
memberikan perlindungan, namun juga dapat memperpanjang umur simpan suatu
produk makanan. Jenis pengemas yang umum digunakan adalah kemasan plastik
sintetik yang berasal dari minyak bumi yang bersifat non biodegradable dan dapat
mencemari produk makanan yang dikemas. Hal ini menyebabkan permasalahan
kesehatan dan lingkungan di waktu mendatang, sehingga perlu dilakukan
pengembangan bahan pengemas yang memiliki karakter biodegradable yang
bersifat ramah lingkungan (Keshwani et al 2015).
Salah satu alternatif membuat plastik biodegradable adalah penggunaan pati
tapioka. Tapioka digunakan karena ketersediaan bahan yang mudah diperoleh,
murah, serta bersifat edible dan biodegradable (Rodriguez 2006). Tapioka
mengandung 83% amilopektin dan 17% amilosa (Liu et al 2005). Film yang
dibuat dari pati saja bersifat mudah retak, sehingga perlu ditambahakan plasticizer
agar lebih lentur. Menurut penelitian Tang et al (2008), tapioka yang telah
ditambahkan plasticizer gliserol membentuk film dengan sifat mekanis yang baik,
homogen, fleksibel, dan mudah ditangani. Namun, penambahan gliserol
menjadikan film yang dibuat dari tapioka memiliki sifat higroskopis yang tinggi,
sehingga film menjadi tidak stabil terhadap kelembaban (Harris 2001).
Salah satu cara untuk memperbaiki performa film tapioka adalah dengan
mencampurkan filler berukuran nano ke dalam biopolimer sehingga terbentuk
polimer nanokomposit (Yoksan dan Chiracanchai 2010). Polimer nanokomposit
adalah material baru yang mengandung matriks polimer dan partikel filler dalam
skala nano (≤100 nm). Struktur nano diketahui dapat meningkatkan sifat
fungsional, morfologi, serta stabilitas dari matriks polimer yang digunakan
sebagai film (Slavutsky dan Bertuzzi 2014). Distribusi partikel nano dalam
matriks polimer serta interaksi interfasialnya dengan polimer dapat meningkatkan
sifat mekanis, barrier, dan termal dari polimer komposit (Yadollahi et al 2014).
Logam seperti perak (Ag-Np) dan seng oksida (ZnO-Np), dapat digunakan
sebagai bahan pengisi untuk meningkatkan sifat fungsional kemasan lebih jauh.
Pembuatan film dari bionanokomposit dengan penambahan nanopartikel dari film
tapioka diharapkan dapat memiliki sifat antimikroba, sehingga kemasan film yang
dihasilkan dari bionanokomposit ini dapat menjadi salah satu bentuk kemasan
aktif sebagai antimikroba (Paula 2012).
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan sifat fungsional
kemasan dari film tapioka dengan penambahan nanopartikel (Ag-Np atau ZnONp). Secara spesifik, penilitian ini bertujuan untuk menguraikan karakteristik sifat
fungsional film dari berbagai formulasi pembuatan bionanokomposit tapioka
dengan penambahan Ag-Np, ZnO-Np, serta gliserol, sehingga akan didapatkan

2

formulasi yang tepat dengan meningkatnya sifat fungsional kemasan, seperti sifat
mekanis, barrier, dan aktivitas antimikroba pada film.

TINJAUAN PUSTAKA
Tapioka dan Film Berbasis Tapioka
Singkong dapat diolah menjadi tepung atau pati tapioka. Pati sering
digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan
polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan mudah diperoleh
(Bourtoom 2007). Pati memiliki rumus molekul (C6H10O5)n yang bersifat mudah
terdegradasi dan dapat diperbarui. Pati terdiri atas dua komponen, yaitu amilosa
dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer rantai linear dari glukosa dan
dihubungkan oleh ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin merupakan
polimer bercabang dari glukosa dengan ikatan glikosidik α-(1,4)-D-glukosa dan α(1,6) (Chaplin 2006). Ikatan glikosidik dapat terurai dengan adanya air panas yang
memisahkan dua fraksi, yaitu fraksi terlarut yaitu amilosa dan fraksi tidak larut
yaitu amilopektin.

Gambar 1 Pati tapioka
Tapioka memiliki kandungan pati tertinggi dibandingkan dengan sumber
pati lainnya yaitu mencapai 90% dari berat total pati yang dihasilkan. Kadar
amilosa pati tapioka berkisar 20-27%, sedangkan amilopektin berkisar 70-80%
(Chaplin 2006). Amilopektin pada pati menyebabkan pasta yang terbentuk
menjadi bening dan mengurangi terjadi retrogradasi. Pati yang memiliki kadar
amilosa tinggi akan membentuk film yang kuat, karena struktur amilosa
memungkinkan pembentukan ikatan hidrogen antar molekul glukosa penyusun
dan selama pemanasan mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang dapat
memerangkap air, sehingga menghasilkan gel yang kuat. Menurut Phillips dan
Williams (2000), ukuran granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut
dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 6273 0C, sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63 0C. Berdasarkan data FAO
(2007) menunjukkan Indonesia berada pada peringkat keempat di dunia
(20.834.241 ton) sebagai penghasil pati tapioka.
Pembuatan nanokomposit merupakan salah satu cara untuk mengatasi
kelemahan polimer alam yang diketahui memiliki sifat mekanis dan barrier yang
buruk. Pencampuran homogen antara berbagai jenis biopolimer dengan berbagai
macam material pengisi (filler) berukuran nano menghasilkan peningkatan sifat

3

fisik, mekanis serta barrier terhadap gas pada film yang terbentuk (Yoksan dan
Chirachancai 2010). Hal ini disebabkan adanya interaksi interfasial yang kuat
antara material pengisi, yang memiliki luas permukaan yang besar, dengan
matriks polimer.
Penelitian film berbahan tapioka telah banyak dikembangkan. Menurut
Krochta (1992) pembentukan film berbasis tapioka memiliki sifat tidak berbau,
tidak berasa, tidak berwarna, tidak beracun, dapat diurai secara biologi, memiliki
tingkat kejernihan yang tinggi, namun masih memiliki kelemahan yaitu mudah
retak, sehingga diperlukan tambahan plasticizer untuk memperbaiki sifat
fungsional tersebut. Penelitian Hasanah (2012) membuat film tapioka dengan
gliserol dan dihasilkan film yang bersifat tidak rapuh, transparan, homogen,
namun kekuatan mekanis masih rendah. Begitu pula dengan penelitian Ulfiah
(2013) yang memodifikasi film tapioka terplastisasi gliserol dengan alginat, film
yang dihasilkan transparan, fleksibel, homogen, kekuatan mekanis film
meningkat, namun morfologi film kurang baik. Pembuatan film dari tapioka
memiliki karakteristik yang cukup baik walaupun laju transmisi terhadap uap air
cukup tinggi. Hal ini disebabkan bahan baku yang digunakan termasuk kelompok
hidrokoloid yang bersifat higroskopis (Harris 2001).
Gliserol diduga dapat berinteraksi kuat dengan amilosa dan amilopektin
sehingga dapat meningkatkan sifat mekanis film, tidak rapuh, homogen, dan
transparan (Myllärinen et al 2002). Kemasan film tapioka dapat ditambahkan
bahan baku seperti antimikroba. Kemasan antimikroba adalah kemasan yang
mampu mengurangi, menghambat, atau memperlambat pertumbuhan
mikroorganisme patogen dan mengurangi kontaminasi permukaan makanan.

Gambar 2 Bionanokomposit film pati tapioka
Nanopartikel Perak
Nanopartikel perak (Ag-Np) memiliki potensi yang luas untuk
dikembangkan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah antimikroba yang
efektif untuk menahan pertumbuhan mikroba patogen dalam kemasan makanan
(Llorens et al 2012). Selain itu, Ag-Np memiliki sifat kimia dan fisik yang unik,
termasuk stabilitas termal yang baik dan memiliki aktivitas antimikroba (Yoksan
dan Chirachancai 2010). Luas permukaan yang besar dari Ag-Np meningkatkan
efektivitasnya sebagai antibakteri lebih dari 150 jenis mikroba (An et al 2008).
Ag-Np memiliki keunggulan yang dapat digunakan untuk suatu kemasan produk
pangan, terutama untuk makanan-makanan yang rentan terhadap mikroba
pembusuk, ataupun mikroba patogen yang dapat mengkontaminasi makanan.

4

Gambar 3 Nanopartikel perak
Berbagai mekanisme aktivitas antimikroba dari nanopartikel perak dapat
dilihat pada Gambar 4. Ion Ag+ dapat berinteraksi dengan gugus tiol dalam
protein yang kemudian menginaktifasi enzim respiratori serta memproduksi ROS
(reactive oxygen species) (Matsumura et al 2003). Selain itu, ion Ag+ mampu
bereaksi dengan gugus sulfhidril dalam protein sehingga mencegah replikasi
DNA. Degradasi molekul lipopolisakarida oleh nanopartikel perak berpengaruh
pada stuktur dan permeabilitas membran sel (Feng et al 2000).

Gambar 4 Ilustrasi mekanisme aktivitas antimikroba nanopartikel perak (Wong
dan Liu 2010)
Penambahan Ag-Np kedalam larutan film harus diperhatikan. Batas
kandungan ion perak dalam makanan menurut regulasi EFSA (2005) yaitu 0,05
mg/kg, sedangkan menurut WHO (2003) dan USEPA (2001) level maksimum
kontaminan ion perak dalam air minum harus kurang dari 0,1 mg/L dimana
NOAEL (No Adverse Effect Level/level tidak terdeteksi efek buruk) yang
ditetapkan sebesar 0,005 mg/kg BB/hari. Beberapa penelitian terdahulu mengenai
pengaruh penambahan Ag-Np sebagai filler dan polimer nanokomposit dapat
dilihat pada Tabel 1.

5

Tabel 1 Penelitian mengenai pengaruh penambahan Ag-Np
Sitasi
Yoksan dan
Chirachanchai
(2010)

Maity et al
(2012)

Rhim dan
Wang (2014)

Polimer
Kitosan-patinano perak
(0,07-0,29%)

Hasil
 Kuat tarik film meningkat dari 66,88
MPa menjadi 74,55 Mpa (0,29%)
 Elongasi meningkat dari 4,60% menjadi
7,23% (0,15%)
 WVTR meningkat dari 47,60 g/m2 h
menjadi 59,21 g/m2 h (0,29%)
 Inkorporasi nano Perak menghambat
pertumbuhan E. coli, S. aureus dan B.
cereus (± 30 mm)
Metil selulosa-  Kuat tarik film meningkat hingga 35,58%
nano perak
 Elongasi meningkat dari 13,31% menjadi
23,92%
 Inkorporasi 0,2 mg/ml nano Perak
menghambat pertumbuhan B. subtilis
(28mm), B. cereus (24 mm), E. coli (18
mm) dan P. aeruginosa (17 mm)
Karagenan Kuat tarik film meningkat 14-26%
nano perak
 WVP menurun sebesar 12-27%
 Inkorporasi nano Perak pada film
menghambat pertumbuhan E. coli dan L.
monocytogenes
Nanopartikel Seng Oksida

Penggunaan nanopartikel seng oksida (ZnO-Np) banyak diaplikasikan pada
bidang pangan karena sifatnya yang aman dikonsumsi (GRAS), mudah terurai
menjadi ion-ion setelah masuk ke dalam tubuh (FDA 2011), dan memiliki
efektifitas antimikroba. ZnO merupakan sumber untuk suplementasi Zn dan
fortifikasi yang aman, karena akan terurai menjadi ion Zn setelah konsumsi.
Selain memliki fungsi sebagai sumber fortifikasi, ZnO juga dapat digunakan
untuk memperpanjang self life produk pangan. Sifat antimikroba pada kemasan
makanan dapat berinteraksi dengan produk pangan utuk mengurangi pertumbuhan
mikroorganisme yang ada pada permukaan bahan makanan (Kanmani dan Rhim
2014). Batas maksimal ZnO yang dapat dikonsumsi manusia adalah 40 mg / hari /
50 kg berat badan.
Mekanisme antibakteri pada ZnO-Np adalah dengan menghancurkan
membran sel bakteri, sehingga sitoplasma dan berbagai organ sel keluar dari sel
yang menyebabkan pertumbuhan sel terhambat atau mati (Brayner et al 2006).
Mekanisme lainnya yaitu kerusakan yang terjadi kerena ZnO-Np termasuk dalam
golongan logam yang masuk melalui membran, lalu merusak jalur metabolisme
sel dan dideteksi sebagai kofaktor ataupun koenzim, sehingga merusak struktur
stabilizer dari sel (Gaballa dan Helman 1998). Aplikasi ZnO-Np pada film dapat
memperbaiki sifat barrier dan mekanis dari film dengan cara menghambat laju
transmisi uap air serta memberi struktur padatan pada film sehingga akan

6

meningkatkan kuat tarik. Beberapa penelitian terdahulu mengenai struktur dan
karakteristik ZnO nanopartikel dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 5 Nanopartikel seng oksida
Tabel 2 Penelitian yang menggunakan ZnO-Np
Sitasi
Ma et al
(2009)

Polimer
Pati kacang-nano
ZnO

Hasil
 Kuat tarik film meningkat dari 3,94 MPa
menjadi 10,80 MPa
 WVP menurun dari 4.76 x 10-10 g/m.s.Pa
menjadi 2.18x10 - 10g/m.s.Pa

Chae dan
Kim (2006)

Polyacrylonitrile
-nano ZnO

 Puncak kristalisasi menurun dari 285,4
0
C menjadi 272,1 0C
 Kuat tarik meningkat dari 55,3 Mpa
menjadi 56,6 MPa
 Elongasi menurun dari 11,64% menjadi
10,61%

Jin et al
(2009)

Polivinproldionnano ZnO

 Memiliki sifat antimikroba menghambat
pertumbuhan mikroba patogen L.
monocytogenes, S. enteritidis, dan E. coli
O157:H7 dalam cairan putih telur dan
media kultur

Plasticizer
Pembuatan film dengan tapioka bersifat relatif mudah retak, sehingga
perlu penambahan plasticizer yang dapat meningkatkan sifat mekanis agar lebih
lentur dan kuat. Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non volatil yang
mempunyai titik didih tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan
mengubah sifat fisik dan mekanis senyawa tersebut (Krochta 1992). Penambahan
plasticizer dapat menurunkan gaya intermolekuler dan meningkatkan fleksibilitas
film dengan memperlebar ruang kosong molekul dan melemahkan ikatan
hidrogen rantai polimer, yang mengakibatkan peningkatan elongasi dan
penurunan kuat tarik seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Penurunan
interaksi intermolekuler dan peningkatan mobilitas molekul akan memfasilitasi

7

migrasi molekul uap air (Rodriguez et al 2006). Penggunaan plasticizer juga harus
diminimalkan karena penambahan plasticizer dapat memberikan pengaruh buruk
pada sifat film, seperti menurunkan nilai kuat tarik dan menurunkan kemampuan
film untuk menarik air.
Menurut Suppakul (2006) jenis plasticizer yang paling umum
digunakan pada pembuatan film hidrofilik adalah gliserol, sorbitol, dan polietilen
glikol. Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film hidrofilik, seperti
pati, pektin, gelatin dan modifikasi pati, maupun pembuatan film berbasis protein.
Gliserol memiliki sifat mudah larut dalam air, mengikat air, menurunkan aw, dan
meningkatkan viskositas larutan. Gliserol merupakan senyawa golongan alkohol
polihidrat yang memiliki tiga buah gugus hidroksil dengan rumus kimia C H₈O .
Nama kimia gliserol adalah 1,2,3 propanatriol dengan berat molekul 92,1, massa
jenis 1,23 g/cm², titik didihnya 209 0C, dan kelarutan tinggi yaitu 71 g/100 g air
pada suhu 25 0C (Winarno 1997). Beberapa penelitian mengenai efek penggunaan
plasticizer terhadap film dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Penelitian efek penggunaan plasticizer terhadap film
Sitasi

Jenis Plasticizer

Suyatma et al
(2005)

Gliserol, EG,
PEG, PG

Bourtoom
(2008)

Sorbitol,
gliserol dan
PEG

Silva et al
(2009)

Gliserol
(1-15% w/v)

Hasil
 Gliserol dan PEG (20% w/w) memiliki
efisiensi dan stabilitas sebagai plasticizer
film kitosan lebih baik dibanding EG dan
PG
 Film dengan Sorbitol cenderung rapuh,
memiliki kuat tarik (26,06 MPa) paling
tinggi dan WVP (5,45 g.mm/m2.h.kPa)
paling rendah
 Film dengan Gliserol dan PEG cenderung
fleksibel, memiliki kuat tarik (14,31 dan
16,14 MPa) rendah serta WVP (14,52 dan
14,69 g.mm/m2.h.kPa) tinggi
 Semakin tinggi konsentrasi gliserol,
semakin menurunkan kuat tarik dan
semakin meningkatkan solubilitas, kadar
air serta elongasi dari film
 Konsentrasi gliserol yang
direkomendasikan 5-10%

METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cetakan film, gelas
kimia, neraca analitik, magnetic sterer, hot plate, oven, desikator, Shibaura WA360 aw meter, mikrometer sekrup, Universal Testing Machine Shimadzu,

8

Desikator, kaleng WVTR, JEOL Model JSM 5310 LV Scanning Microsccope,
Minolta Chromatometer 300, refrigator, cawan petri, ose, tabung reaksi,
erlenmeyer, pipet, botol semprot, inkubator 37 0C, dan oven.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ag-Np (15± 5 nm,
Xuancheng Jingrui New Material Co Ltd, China) dan ZnO-Np (20 nm, Wako Pure
Chemical Industries Ltd, Jepang) serta pati tapioka dengan merek “Cap Gunung
Mas”. Bahan kimia yang digunakan antara lain akuades, gliserol, garam jenuh
Mg(NO3)2, KCl,
, dan alumunium foil. Bahan-bahan yang digunakan untuk
uji aktivitas antimikroba, yaitu Nutrient Agar, Nutrient Broth, etanol 70% dan
kultur uji yang merupakan koleksi SEAFAST CENTER IPB yaitu Eschericia coli
(ATCC 25922) dan Staphylococcus aureus (ATCC 25923). Bahan kimia lain dan
pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah technical grade.
Pembuatan Film

Ag-Np atau ZnO-Np :
akuades
((0: 0,03: 0,06 g) : 150
ml)

Pati : akuades
(6g : 150 ml)

Pengadukan dengan homoginizer

Peanasan dan pengadukan,
magnetic sterer

Suspensi jernih,
suhu 70 0C

Gliserol
(0: 1,2 ml)

Pencetakan
Pengeringan (30-40 0C), 24 jam
Bionanokomposit
Film
Penyimpanan
Gambar 6 Diagram alir proses pembuatan bionanokomposit film

9

Tahap pertama penelitian adalah pembentukan bionanokomposit film
menggunakan bahan tapioka/nanopartikel perak (Ag-Np) dan tapioka/nanopartikel
seng oksida (ZnO-Np) dengan gliserol diberi perlakuan pemanasan dan
pengadukan. Formulasi film dapat dilihat pada Tabel 4.
Film pati tapioka - Ag-Np atau ZnO-Np masing-masing dibuat dengan cara
nanopartikel disuspensikan dalam 150 ml akuades. Langkah selanjutnya suspensi
nanopartikel tersebut dihomogenisasi selama 3 menit dengan kecepatan
maksimum. Pati tapioka ditimbang sebanyak 6 gram lalu ditambahkan 150 ml
akuades lalu dicampurkan, dipanaskan, dan diaduk menggunakan magnetic sterer
di atas hot plate.
Gliserol ditambahkan pada larutan film dari berat pati, lalu ditambahkan
suspensi nanopartikel. Selanjutnya larutan dipanaskan hingga berwarna jernih
dengan suhu berkisar 70 0C. Langkah selanjutnya suspensi pati dituang kedalam
cetakan yang telah di semprotkan etanol 70%. Suspensi pati yang berada di
cetakan lalu dimasukan ke dalam oven pada suhu 30-40 0C. Film yang sudah
kering kemudian dilepas dari cetakan, dibungkus dengan alumunium foil dan
dimasukkan ke dalam desikator untuk menjaga kelembabannya untuk dilakukan
analisis.
Film yang dihasilkan dilakukan untuk tahap kedua, yaitu analisis dengan
menguji secara fisik dan aktivitas antimikroba. Parameter fisik yang diuji adalah
Aw, laju transmisi uap air, water absorption, warna, kuat tarik, elongasi, dan
mikrostruktur. Pengamatan antimikroba dilakukan dengan metode sumur
menggunakan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Tabel 4 Formulasi pembuatan bionanokomposit film
Plasticizer
(Gliserol)
(%w/w solid)
0

Jenis
Nanopartikel
Ag
ZnO

20

Ag
ZnO

Konsentrasi
Nanopartikel
(%w/w solid)
0
0,5
1,0
0
0,5
1,0
0
0,5
1,0
0
0,5
1,0

Pati
Tapioka
(%)
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

Sampel
Ag0Zn0G0
Ag0.5G0
Ag1G0
Ag0Zn0G0
Zn0.5G0
Zn1G0
Ag0Zn0G20
Ag0.5G20
Ag1G20
Ag0Zn0G20
Zn0.5G20
Zn1G20

10

Metode Penelitian
Aktivitas Air (AOAC 1984)
Aktivitas air dari film diukur dengan menggunakan Aw-meter Shibaura
WA-360. Sebelum dilakukan pengukuran, chamber Aw-meter terlebih dahulu
dibersihkan menggunakan tissue. Sampel yang digunakan dalam pengukuran
mempunyai luasan 2 x 2 cm.
Water Absorption
Water absorption adalah kemampuan film dalam menyerap uap air yang ada
di lingkungan. Kemampuan ini dimiliki karena sifat dari film yang mudah
menyerap air (higroskopis) sampai batas tertentu. Film yang dihasilkan memang
bersifat higroskopis sehingga akan mudah dalam menyerap air. Metode yang
digunakan untuk water absorption seperti yang dikembangkan oleh Cao et al
(2007) yang sudah dimodifikasi. Film terlebih dahulu dipersiapkan dengan luas 2
x 2 cm dan ditimbang hingga beratnya konstan (selama 4 hari). Potongan film
dimasukkan kedalam desikator yang berisi air. Perhitungan water absorption
dilakukan dengan cara:
Water Absorption= [(W2 – W1)/W1)] × 100%
W2 = Berat sampel akhir
W1 = Berat sampel awal
Water Vapour Transmition Rate (WVTR) (ASTM E96-95)
Water vapour transmition adalah salah satu kemampuan dari film dalam
melewatkan uap air. Nilai WVTR dapat diukur berdasarkan prinsip perbedaan RH
suatu lingkungan sehingga dapat diketahui kemampuan daya lewat uap. Film
digunakan sebagai penutup pada kaleng lalu di rekatkan menggunakan parafin.
Nilai WVTR dapat diketahui dengan melihat perbedaan berat kaleng yang telah
diisi CaCl pada kondisi RH tinggi seperti desikator yang telah diberi KCl yang
bersifat higroskopis akan mampu menyerap uap air dari luar sehingga beratnya
akan bertambah. Setiap kaleng ditimbang dengan interval waktu 1 jam pada
periode 6 jam. Adapun rumus untuk mencari WVTR adalah

WVTR
Slope
A



= water vapour transmition rate (g/hm²)
= fungsi linier penambahan berat dan waktu (g/h)
= luas area film (m²)

Kuat Tarik dan Elongasi (ASTM D 882-09)
Nilai kuat tarik dan elongasi dari film diukur menggunakan universal
testing machine Shimadzu. Persiapan sampel dilakukan dengan menyiapkan film
dengan lebar 2 cm dan panjang 7 cm kemudian dipotong dan dimasukan ke grip
pengunci. Alat kemudian dijalankan dan dihentikan ketika film tepat putus

11

sehingga dapat diketahui gaya tarik ketika film putus. Nilai elongasi didasarkan
atas pemanjangan film saat film putus dan kuat tarik ditentukan berdasarkan
beban maksimum pada saat film putus.

L1 = panjang awal film (m)
L2 = panjang film ketika putus (m)


N = Gaya saat film putus (Newton)
A = Luas area film (m²)
Warna
Warna dari film diamati menggunakan alat Minolta CR 300
Chromatometer yang bekerja berdasarkan prinsip pengukuran warna yang
dipantulkan oleh permukaan sampel. Hasil pengukuran chromatometer dikonversi
dalam sistem CIE yang mempunyai lambang L*, a*, dan b*. Nilai skala L* a* b*
ini dapat dirubah menjadi nilai ∆E dengan rumus ∆E = (L*² + a*² + b*²)½.
Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Mikroscope (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop
elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan profil
permukaan benda. Sampel beberapa miligram yang telah disiapkan terlebih
dahulu dilakukan coating dengan emas agar lebih tahan terhadap panas lalu
diamati permukaannya. Adapun energi yang digunakan dalam pengamatan adalah
20 kV. Pengamatan dilakukan menggunakan SEM yang terdapat pada Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Uji Antibakteri Metode Difusi Sumur
Pengujian antimikroba metode sumur ini dilakukan menggunakan dua
bakteri indikator patogen yaitu Escherichia coli (ATCC 25922) dan
Staphylococcus aureus (ATCC 25923).
Langkah awal yang dilakuakan adalah persiapan media bakteri yaitu NA
(Nutrient Agar) yang telah diinokulasikan bakteri uji sebanyak lima ose. Media
yang telah siap, lalu dituangkan kedalam cawan petri secara aspetis dan ditunggu
sampai memadat. Setelah memadat, dilakukan pembuatan lubang sumur
menggunakan cone khusus dari pipet dan dilakukan penuangan film yang akan
diuji aktivitas antimikroba nya. Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu 37
0
C, langkah selanjutnya dilakukan pengamatan untuk melihat aktivitas
antimikroba.
Perhitungan zona hambat diukur berdasarkan jari-jari penghambatan berupa
area bening di sekeliling sumur uji. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka

12

sorong pada beberapa sisi sumur uji lalu diambil rata-ratanya. Adapun rumus yang
digunakan adalah

r’
r1
r2
rn
n

=
=
=
=
=

jari-jari rata-rata
jari-jari sisi ke 1
jari-jari sisi ke 2
jari-jari sisi ke n
banyaknya pengukuran

Kultur Bakteri
Inokulasi pada 10 ml NB
Inkubasi 37 0C, 24 jam
Kultur Uji
Inokulasi pada 200 ml NA

Penuangan pada cawan 20 ml
Pendinginan
Pembuatan dan penuangan 0,1 ml larutan film
pada sumur
Inkubasi 37 0C, 24 jam
Pengamatan
Gambar 7 Diagram alir uji antimikroba film
Rancangan Percobaan
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan bionanokomposit film tapioka
dengan penambahan gliserol dan Ag-Np dan ZnO-Np dengan rancangan acak
lengkap faktorial. Selanjutnya dilakukan analisis statistika menggunakan ANOVA
dan uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf signifikansi p≤0,05.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Air

0,76
0,75
0,74
0,73
0,72
0,71
0,70
0,69
0,68
0,67
0,66

0,76

Ag+G0
Ag+G20

0,74

0,74
0,72

0,72
0,73

Aw

Aw

Aktivitas air (aw) film adalah parameter penting yang mempengaruhi umur
simpan produk dari bahan pengemas yang akan diaplikasikan (Veiga-Santos et al
2005). Nilai aw film sangat menentukan kualitas dari film tersebut. Nilai aw harus
lebih rendah dari batas minimumnya untuk mendukung pencegahan aktivitas
antimikroba pada film. Bakteri dapat tumbuh pada aw 0,90, khamir pada aw 0,800,90, dan kapang dapat tumbuh pada aw 0,70, sehingga nilai aw dibawah 0,70 akan
mampu menghambat pertumbuhan jumlah mikroba serta mempunyai potensi yang
baik dalam melindungi makanan yang akan dikemas. Hasil pengamatan aktivitas
air dapat dilihat pada Gambar 8.
Berdasarkan hasil pengamatan aw, semakin tinggi konsentrasi ZnO-Np dan
Ag-Np yang ditambahkan, maka menurukan nilai aw secara signifikan (p