Pembuatan Pelapis Bionanokomposit Dari Tapioka, Nanopartikel Zno, Asam Stearat Serta Aplikasinya Pada Mangga Terolah Minimal

PEMBUATAN PELAPIS BIONANOKOMPOSIT DARI TAPIOKA,
NANOPARTIKEL ZnO DAN ASAM STEARAT SERTA
APLIKASINYA PADA MANGGA TEROLAH MINIMAL

ATA ADITYA WARDANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pembuatan Pelapis
Bionanokomposit dari Tapioka, Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat serta
Aplikasinya pada Mangga Terolah Minimal adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016

Ata Aditya Wardana
F251130361

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
ATA ADITYA WARDANA. Pembuatan Pelapis Bionanokomposit dari Tapioka,
Nanopartikel ZnO, Asam Stearat serta Aplikasinya pada Mangga Terolah Minimal.
Dibimbing oleh NUGRAHA EDHI SUYATMA, TIEN R. MUCHTADI dan SRI
YULIANI.
Pelapis edibel merupakan salah satu bahan pelapis untuk menekan
penurunan mutu pangan. Pati merupakan polimer alami yang potensial untuk
pembuatan pelapis edibel karena renewable, ramah lingkungan, melimpah dan
murah. Pemanfaatan lemak atau lipida seperti asam stearat pada pelapis edibel

dapat memperbaiki sifat barrier terhadap uap air. Akhir-akhir ini, penelitian di
bidang pelapis edibel telah berkembang dengan menggunakan bionanokomposit.
Nanopartikel ZnO (NP-ZnO) sebagai filler banyak digunakan di bidang pangan
karena aman, sumber suplemen Zn dan fortifikasi serta memiliki kemampuan
antimikroba. Mangga terolah minimal memiliki potensi tinggi untuk dipasarkan
karena banyaknya permintaan konsumen terhadap makanan segar dan siap santap.
Namun pengolahan minimal tersebut menyebabkan penurunan mutu buah semakin
cepat karena peningkatan respirasi, kehilangan air dan aktivitas mikroba. Oleh
karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik pelapis
bionanokomposit dari tapioka, NP-ZnO dan asam stearat, serta mengkaji pengaruh
aplikasi pelapis bionanokomposit terpilih terhadap mutu mangga terolah minimal
selama penyimpanan.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan film
bionanokomposit dan aplikasi pelapisan bionanokomposit formulasi terpilih pada
mangga terolah minimal dimana masing-masing menggunakan rancangan acak
lengkap faktorial (NP-ZnO: 0, 1, 2% dan asam stearat: 0, 30% (b/b tapioka) dan
rancangan acak kelompok lengkap. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam (α=
5%) dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).
Penambahan NP-ZnO dan asam stearat dapat memperbaiki beberapa
karakteristik film bionanokomposit. Keberadaan NP-ZnO tidak terlihat dengan

jelas dan struktur permukaan film dengan penambahan asam stearat terlihat lebih
halus. Struktur kristalinitas dengan XRD menunjukkan peningkatan pada film yang
terbuat dari tapioka (28%) serta tapioka + asam stearat + NP-ZnO 2% (24.35%).
Tiga formulasi yang terpilih digunakan untuk aplikasi pelapisan pada mangga
terolah minimal. Pelapisan bionanokomposit mampu menekan perubahan susut
bobot, browning index, kekerasan, total asam, total padatan terlarut, laju produksi
CO2 dan total mikroba dibandingkan kontrol. Penghambatan penurunan mutu
terbaik dimiliki oleh mangga terolah minimal dengan pelapisan tapioka + asam
stearat + NP-ZnO 2%. Selain itu pada hari ke-6 mangga dengan perlakuan tapioka
+ NP-ZnO 2% dan tapioka + asam stearat + NP-ZnO 2% (4.84 ± 0.02 dan 4.80 ±
0.07 log cfu/g) memiliki cemaran mikroba yang masih di bawah ambang batas
aman cemaran mikroba. Sedangkan pada sampel kontrol dan pelapisan tapioka
(5.38 ± 0.04 dan 5.41 ± 0.04 log cfu/g) hampir mencapai ambang batas cemaran
mikroba.
Kata kunci: pelapis edibel, bionanokomposit, nanopartikel ZnO, mangga, terolah
minimal

SUMMARY
ATA ADITYA WARDANA. Fabrication of Edible Coating Bionanocomposites
from Tapioca, ZnO Nanoparticles and Stearic Acid and Its Application on

Minimally Processed Mango. Supervised by NUGRAHA EDHI SUYATMA,
TIEN R. MUCHTADI and SRI YULIANI.
Edible coating is a material that can help to maintain food quality. Starch is
a potential natural polymer for manufacturing edible coating because of renewable,
ecofriendly, abundant and low cost. Utilization of fatty acid such as stearic acid can
improve the water vapor barrier properties. Recently, research on edible coatings
have evolved into the development of bionanocomposites. ZnO nanoparticles (NPZnO) as a polymer filler agent has been interesting material in the food field because
ZnO is a safe chemical substance and has been used as a source for Zn supplement
and fortification and has antimicrobial activities. Minimally processed mango has
a rapidly growing sector in the market because of increased consumer demand for
fresh ready to eat. However, minimal processing causes a faster decrease in fruit
quality due to increase of respiration, loss of water and microbial activities.
Therefore, the aims of this research were to study the characteristic of
bionanocomposite films made from tapioca, ZnO nanoparticles and stearic acid;
and to study the effect of selected edible coating application on minimally processed
mango during storage.
The study was conducted in two stages: fabrication of bionanocomposite
films using completely randomized factorial design (NP-ZnO: 0, 1, 2% and stearic
acid: 0, 30% by weight of tapioca), and application of selected edible coatings on
minimally processed mango using completely randomized block design. Data were

analyzed by analysis of variance (α = 5%) and continued with DMRT (Duncan
Multiple Range Test).
The addition of NP-ZnO and stearic acid could improve some
characteristics of the bionanocomposite films. The presence of NP-ZnO by using
SEM was not observed clearly and the film surface structure with the addition of
stearic acid was relatively smooth. The intensity of crystalline structure by using
XRD showed an increase in the both cassava starch (28%) and cassava starch +
stearic acid films + NP-ZnO 2% (24.3%). Three formulations were selected for
coating on minimally processed mango. Bionanocomposite coatings were able to
maintain a change in weight loss, browning index, hardness, total acidity, total
soluble solids, CO2 production and microbial counts compared to the control. The
best treatment was a minimally processed mango with cassava starch + stearic acid
films + NP-ZnO 2%. Moreover on the sixth day, the mango coated with both
cassava starch + NP-ZnO 2% and cassava starch + stearic acid films + NP-ZnO 2%
(4.84 ± 0.02 and 4.80 ± 0.07 log cfu/g) have microbial counts below the threshold
microbial contamination (5.70 log cfu/g). While, both control and cassava starch
coating (5.38 ± 0.04 and 5.41 ± 0.04 log cfu/g) almost reached the threshold for
microbial contamination.
Keywords: edible coating, bionanocomposite, ZnO nanoparticles, mango,
minimally processed


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMBUATAN PELAPIS BIONANOKOMPOSIT DARI
TAPIOKA, NANOPARTIKEL ZnO DAN ASAM STEARAT
SERTA APLIKASINYA PADA MANGGA TEROLAH MINIMAL

ATA ADITYA WARDANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Budiatman Satiawihardja, MSc

Judul Tesis : Pembuatan Pelapis Bionanokomposit dari Tapioka, Nanopartikel
ZnO dan Asam Stearat serta Aplikasinya pada Mangga Terolah
Minimal
Nama
: Ata Aditya Wardana
NIM
: F251130361

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA
Ketua

Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS
Anggota

Dr Sri Yuliani, MT
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian: 15 April 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala pujian terbaik dan syukur hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih pada
penelitian ini yaitu teknologi pengemasan, dengan judul Pembuatan Pelapis
Bionanokomposit dari Tapioka, Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat serta
Aplikasinya pada Mangga Terolah Minimal.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA,
Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS dan Dr Sri Yuliani, MT atas bimbingan dan saran
membangun yang telah diberikan. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada
Balai Besar Litbang Pascapanen yang telah memfasilitasi serta membiayai
penelitian ini melalui program Konsorsium Agro - Nanoteknologi Indonesia
2014/2015. Ungkapan terimakasih setinggi - tingginya juga disampaikan kepada
kedua orang tua Drs H Sumantri dan Hj Umi Mar’ah, Spd, adik Ita Dwi Wulandari,
guru - guru saya Ajengan Hj Sumirat Afandi Qudsi, Prof Dr Kyai H Achmad
Mudlor, SH, Kyai H Syuyuti Syakuri serta semua dosen ilmu pangan IPB atas
bimbingan, kesabaran, doa, dukungan dan nasihatnya. Selain itu, penghargaan

penulis sampaikan kepada teman - teman mahasiswa ilmu pangan, teknisi
laboratorium nanoteknologi balitbang pasca panen dan rekayasa ilmu dan teknologi
pangan IPB, serta semua yang telah membantu penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016
Ata Aditya Wardana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangga Terolah minimal

Pelapis Bionanokomposit Edibel
Hasil-hasil Penelitian Mangga Terolah Minimal
Potensi Pelapis Bionanokomposit pada Mangga Terolah Minimal
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Bahan dan Peralatan
Metode
Diagram Alir Penelitian
Prosedur Analisis
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Film Bionanokomposit
Aplikasi Pelapis Bionanokomposit pada Mangga Terolah Minimal
5 SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
3
3
4
8
11
13
13
13
13
14
16
19
19
23
31
33
38
51

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Kandungan kimia daging buah mangga arumanis
Hasil penelitian edible coating pada buah terolah minimal
Aplikasi nanokomposit dan nanopertikel sebagai antimikroba
Aplikasi edible coating dengan memanfaatkan inkorporasi
NP-ZnO
Karakteristik fisik film bionanokomposit
Penilaian pelapis bionanokomposit terbaik
Nilai L* a* b* mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC
Total mikroba mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC

3
4
5
11
19
23
24
29

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Ilustrasi perbaikan barrier bionanokomposit
Variasi mekanisme antimikroba oleh material nano
Diagram alir pembuatan film bionanokomposit
Diagram alir pembuatan mangga terolah minimal
dan pelapisan bionanokomposit
Film bionanokomposit
Karakteristik mekanis film bionanokomposit
Morfologi film bionanokomposit
Susut bobot mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC
Browning index mangga terolah minimal selama
penyimpanan 8oC
Kekerasan mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC
Total asam mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC
TPT mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC
Laju produksi CO2 buah mangga terolah minimal selama
penyimpanan 8oC
Penampakan visual mangga terolah minimal pada hari ke-0 dan
hari ke-12

5
7
14
15
19
21
22
23
25
26
27
27
28
30

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Analisis statistik film bionanokomposit
Analisis statistik pelapisan bionanokomposit pada mangga
terolah minimal
Perhitungan pemilihan film bionanokomposit terbaik

39
43
50

1
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pelapisan edibel merupakan salah satu alternatif metode untuk menekan
penurunan mutu pangan. Kelebihan yang dimiliki pelapis edibel yaitu layak
dikonsumsi dan permukaan produk terjaga dari pencemaran luar. Bahan dasar
pembuatan pelapis edibel digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid
(protein dan polisakarida), lipida (asam lemak dan wax) dan komposit. Pati
merupakan polimer alami yang potensial untuk pembuatan pelapis edibel karena
renewable, ramah lingkungan, melimpah dan murah. Karbohidrat dan turunannya
memiliki barrier (ketahanan) terhadap gas O2 dan CO2, sifat fisik yang baik, namun
lemah terhadap ketahanan transfer uap air karena bersifat hidrofilik (suka air).
Pemanfaatan lemak atau lipida seperti asam stearat pada pelapis edibel dapat
digunakan untuk memperbaiki sifat barrier terhadap uap air.
Beberapa penelitian aplikasi pelapis edibel pada buah terolah minimal
diantaranya Nongtaudum dan Jangchud (2009) dengan bahan kitosan 0.8% dapat
mempertahankan mutu mangga terolah minimal hingga 7 hari. Peneliti lain juga
melaporkan bahwa pelapisan edibel dari tapioka 1% dan nanopartikel ZnO (NPZnO) 1% mampu mempertahankan mutu salak pondoh terolah minimal selama
penyimpanan 14 hari serta memiliki aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus (Marpaung et al. 2015).
Penelitian - penelitian di bidang pelapis edibel telah berkembang dengan
aplikasi teknologi nano. Bionanokomposit merupakan generasi baru dari
nanokomposit yang memanfaatkan bahan polimer alami dan bahan pengisi (filler)
nanopartikel baik organik atau anorganik (Darder et al. 2007; Ma et al. 2009).
Pengisi berskala nano menunjukkan perbaikan sifat fisik dan mekanik (Sorrentino
et al. 2007; Shi dan Gunasekaran 2008; Avella 2009). Pemanfaatan NP-ZnO
banyak digunakan di bidang pangan karena aman, sumber suplemen Zn dan
memiliki kemampuan antimikroba (Shi dan Gunasekaran 2008; Suyatma et al.
2014).
Tuntutan pekerjaan serta kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
konsumsi buah-buahan menyebabkan bergesernya gaya hidup. Gaya hidup
masyarakat terhadap konsumsi buah-buahan yang sedang berkembang saat ini
adalah menginginkan buah - buahan yang cepat saji, segar, praktis dan berkualitas.
Untuk memenuhi keinginan tersebut maka dikembangkan produk - produk buah
terolah minimal. Buah terolah minimal merupakan buah yang mengalami
serangkaian perlakuan untuk menghilangkan bagian yang tidak dikonsumsi dan
ukurannya diperkecil (Lee et al. 2003).
Mangga terolah minimal memiliki potensi tinggi untuk dipasarkan karena
banyaknya permintaan konsumen terhadap makanan segar dan siap santap (Souza
et al. 2006). Produksi mangga di Indonesia menempati posisi terbesar kedua setelah
pisang. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) (2014) melaporkan
proyeksi produksi mangga nasional tahun 2014 - 2019 cenderung meningkat
berkisar antara 2.3 - 2.8 juta ton. Namun pengolahan minimal tersebut
menyebabkan penurunan mutu buah semakin cepat karena peningkatan respirasi,
kehilangan air dan aktivitas mikroba (Laurila dan Ahvenainen 2002; Rojas et al.

2
2009). Oleh karena itu dengan kelebihan yang dimiliki pelapis bionanokomposit
membuka peluang aplikasinya pada manga terolah minimal.
Perumusan Masalah
Pelapis bionanokomposit merupakan komposit yang tersusun dari matriks
polimer alami dan pengisi berupa materi dalam ukuran nanometer. Pada penelitian
ini, pelapis bionanokomposit terbuat dari tapioka, NP-ZnO dan asam stearat.
Tapioka memiliki barrier terhadap gas dan sifat fisik yang baik, namun lemah
terhadap ketahanan transfer uap air. Penambahan asam stearat diharapkan mampu
memperbaiki sifat barrier terhadap uap air tersebut karena cenderung bersifat
hidrofobik. Selain itu, pada penelitian ini juga ditambahkan NP-ZnO untuk
memperbaiki sifat fungsional pelapis bionanokomposit. Penelitian - penelitian
terdahulu telah membuktikan bahwa NP-ZnO memiliki aktivitas antimikroba.
Dengan perbaikan sifat fungsional yang dimiliki bionanokomposit membuka
peluang pemanfaatannya sebagai pelapis mangga terolah minimal. Hal ini
dikarenakan gaya hidup masyarakat terhadap konsumsi buah yang sedang
berkembang saat ini cenderung menginginkan buah yang cepat saji, segar dan
praktis. Namun, penurunan mutu mangga terolah minimal lebih cepat jika
dibandingkan mangga utuh karena adanya peningkatan reaksi fisiologis, biokimia
serta mikrobiologis akibat proses perlukaan. Oleh karena itu aplikasi pelapis
bionanokomposit pada penelitian ini diharapkan mampu menghambat penurunan
mutu tersebut.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik fisik, mekanis
dan struktur film bionanokomposit dari tapioka, NP-ZnO dan asam stearat, serta
mengkaji pengaruh aplikasi pelapis bionanokomposit terpilih terhadap mutu
mangga terolah minimal selama penyimpanan.

Manfaat Penelitian
Penggunaan tapioka, NP-ZnO dan asam stearat diharapkan mampu
memperbaiki karakteristik pelapis bionanokomposit yang dihasilkan serta mampu
menghambat penurunan mutu mangga arumanis terolah minimal sebagai produk
siap konsumsi.

Hipotesis Penelitian
Pemanfaatan tapioka, NP-ZnO dan asam stearat mampu memperbaiki
karakteristik pelapis bionanokomposit edibel yang dihasilkan serta aplikasinya
mampu menghambat penurunan mutu mangga arumanis terolah minimal.

3
2 TINJAUAN PUSTAKA

Mangga Terolah Minimal
Dalam bahasa botani, mangga disebut Mangifera indica L., yang berarti
tanaman mangga berasal dari India (Pracaya 2011). Sebagian besar masyarakat
dunia menjuluki buah manga sebagai king of the fruits. Di Indonesia varietas
mangga yang ideal untuk diekspor adalah Arumanis karena memiliki daging buah
yang tebal dengan biji tipis, berserta, rasa, aroma, tekstur yang disukai konsumen,
serta daya simpan yang baik (Rebin et al. 2012). Berdasarkan proyeksi data dari
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2014), produksi mangga di Indonesia
selama tahun 2014 - 2019 mengalami peningkatan hingga 2.8 juta ton per tahun.
Sentra produksi utama mangga di Indonesia yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Sulawesi Selatan. Kandungan kimia daging buah mangga arumanis
per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan kimia daging buah mangga arumanis
Komponen
Jumlah
Komponen
Jumlah
Karbohidrat
11.9 9
Zat besi
0.2 mg
Protein
0.4 g
Vitamin A
1200 IU
Lemak
0.2 g
Vitamin B1
0.08 mg
Kalsium
15 mg
Vitamin C
6 mg
Fosfor
9 mg
Air
86.6 g
Sumber: Direktorat Bina Produksi Hortikultura (1989)

Mangga terolah minimal
Saat ini banyak dikembangkan produk mangga terolah minimal karena
banyaknya permintaan konsumen terhadap makanan segar dan siap santap (Souza
et al. 2006). Proses pengolahannya dilaksanakan secara minimal seperti
pengupasan (trimming), pemotongan (cutting), dan perendaman (dipping) untuk
berbagai keperluan seperti aplikasi disinfektan, karbonasi, edible coating, serta
pengemasan menggunakan sistem modifikasi atmosfir.
Pengupasan dan pemotongan mengakibatkan terjadinya perubahan yang
tidak diinginkan karena keutuhan sel produk berkurang, peningkatan laju
respirasi, laju produksi etilen, degradasi membran lipid, reaksi pencoklatan, laju
penguapan air dan aktivitas mikroba (Laurila dan Ahvenainen 2002; Rojas et al.
2009). Produk buah potong, akan terus melakukan respirasi dengan memanfaatkan
gula dan komponen asam-asam organik yang meningkatkan karbon dioksida dan
produksi etilen yang berkontribusi pada sintesis enzim yang berperan pada proses
pematangan buah, juga menyebabkan gangguan fisiologis seperti pelunakan
daging buah. Aktivitas respirasi produk juga menjadi lebih cepat dari bahan
segarnya, peningkatan mencapai 20 - 70% tergantung dari jenis produk, tingkat
pemotongan dan suhu proses dan penyimpanan (Sugiar dan Ayustaningwarno
2012). Perlukaan jaringan bahan selama proses pengolahan minimal menyebabkan
banyak sel didalam bahan menjadi rusak dan komponen intraselulernya seperti
enzim pengoksidasi keluar. Polifenol oksidase merupakan enzim terpenting pada
buah dan sayur yang diolah minimal, penyebab pencoklatan produk. Enzim

4
penting lainnya adalah lipooksidase yang mengkatalisis peroksidasi menyebabkan
pembentukan komponen aldehid dan keton yang baunya tidak enak (Sugiar dan
Ayustaningwarno 2012). Selain itu, ketersediaan gula yang banyak dan
permukaan buah yang dipotong merupakan media yang baik bagi perkembangan
mikroorganisme yang membahayakan kesehatan. Corbo et al. (2010) menyatakan
bahwa mikroflora yang berpotensi terdapat pada buah potong diantaranya bakteri
(seperti Pseudomonas, Erwinia, Enterobacter, Lactobacillus spp.), fungi
(Rhizopus, Aspergillus, Penicillium, Eurotium, Wallemia), yeast (Saccharomyces,
Zygosaccharomyces, Hanseniaspora, Candida, Debaryomyces, Pichia), virus dan
parasit.

Pelapis Bionanokomposit Edibel
Pelapis edibel adalah lapisan tipis yang dapat dimakan yang digunakan
pada makanan. Pelapis edibel berfungsi sebagai barrier terhadap transfer massa,
carrier bahan makanan dan aditif, serta untuk memudahkan penanganan makanan.
Dapat diaplikasikan dengan berbagai cara seperti pencelupan, penyemprotan,
penetesan, dan pembuihan. Bahan dasar pembuatan pelapis edibel dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida),
lipida (asam lemak dan wax) dan komposit. Selain itu untuk memperbaiki sifat
mekanik juga digunakan bahan tambahan seperti pemlastis dan emulsifier.
Menurut Baldwin (1994) polisakarida lebih unggul dalam menahan perpindahan
gas O2 dan CO2, meningkatkan kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap air
sangat rendah akibat sifat hidrofiliknya.
Tabel 2. Hasil penelitian edible coating pada buah terolah minimal
Jenis buah
Perlakuan
Suhu
Lama
Referensi
simpan

d’Anjou
pears
Acerola
fruits
Pumpkin

Formosa
papaya

Pepaya
Salak
pondoh

Chitosan coatings

4oC

12 hari

Nanoreinforced alginate - acerola
puree coatings
Glycerol - xanthan gum - guar chitosan coatings
Whitemouth croaker (Mi
cropogonias furnieri)
protein isolate and organo - clay
nanocomposite
Bacteriocin - incorporated
alginate coating
Pektin dan pati - NPZnO

6oC

7 hari

4oC

12 hari

5oC

12 hari

4oC

3
minggu
14 hari

10oC

Xiao et al.
(2011)
Azeredo et al.
(2012)
Cortez-Vega et
al. (2014)
Cortez-Vega et
al. (2014)

Narsaiah et
al.(2015)
Marpaung et
al. (2015)

Produk-produk terolah minimal perlu mendapat perlakuan pascaproses
untuk memperpanjang kesegaran dan menjaga kestabilan produk. Perlakuan
pascaproses seperti pengemasan primer, pengemasan sekunder, penyimpanan
pada suhu rendah atau atmosfir termodifikasi, reduksi aktivasi air, iradiasi ringan,

5
penggunaan bahan aktif dan penggunaan edible coating. Edible coating sangat
membantu kelancaran pemasaran buah dan sayuran segar terolah minimal.
Sumber Bionanokomposit
Komposit memiliki dua komponen yaitu reinforcement atau filler dan
matriks. Reinforcement berfungsi sebagai penguat atau pengeras material dari
suatu komposit sedangkan matriks berfungsi untuk menjaga bahan penguat agar
tetap pada tempatnya di dalam struktur (Harper 1996; Saputra 2011).
Bionanokomposit merupakan komposit yang tersusun dari matriks polimer alami
dan pengisi berupa materi dalam skala nanometer.
Tabel 3. Aplikasi nanokomposit dan nanopertikel sebagai antimikroba
Material
Jenis Mikroba
Diameter zona
Referensi
hambat (mm)
Chitosan-silver
oxide
nanocomposite
(chitosan-Ag2O)

Escherichia coli
Staphylococcus aureus
Bacillus subtilis
Pseudomonas aeruginosa

14-16
19-20
22-24
22-23

Tripathi et
al. (2011)

Silver-Titanium
dioxide
nanocomposite
(Ag-TiO2)

E. coli

25-70

Yu et al.
(2011)

Zinc oxide
nanoparticles

B. subtilis
B. megaterium
S. aureus
Sarcina lutea
E.coli
P. aeruginasa
K. pneumonia
Prot. Vulgaris
C. albigans
A. niger

24
20
22
18
24
22
16
14
18
14

Yousef dan
Danial
(2012)

Gambar 1 Ilustrasi perbaikan barrier bionanokomposit (Duncan 2011)
Pengisi yang berskala nano sangat mempengaruhi sifat-sifat komposit
yang dihasilkan dan menunjukkan perbaikan pada sifat barrier, sifat fisik dan
mekanis seperti tensile strength, kestabilan jika dibandingkan dengan material

6
konvensional lainnya. Selain itu pengisi nanopartikel yang terbuat dari oksida
logam dengan ukuran kurang dari 100 nm menunjukkan aktivitas antimikroba
(Marpaung et al. 2015). Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa nanopartikel
seperti NP-ZnO, NP-Ag, NP-Au, NP-TiO2 memiliki kemampuan antimikroba
(Tabel 3).
Tapioka dan asam stearat sebagai polimer bionanokomposit
Pati sampai saat ini merupakan polimer alami yang paling dipromosikan
dalam pembuatan pelapis edibel maupun dalam pembuatan material
biodegradabel karena sumbernya dapat diperbarui terus menerus (renewable),
ramah lingkungan, ketersediaannya yang sangat melimpah, murah (Yu et al.
2009) dan memiliki sifat mekanik yang bagus. Selain itu pati dapat berfungsi
sebagai penghalang uap air, gas, dan zat terlarut lainnya dengan baik. Pada
komposit pati juga dapat berperan sebagai pembawa bahan fungsional seperti
agen antimikroba sehingga meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur
simpan buah-buahan dan sayuran segar terolah minimal (Marpaung et al. 2015).
Tapioka mempunyai amilopektin tinggi, tidak mudah menggumpal, daya
lekatnya tinggi, tidak mudah pecah, atau rusak dan mempunyai suhu gelatinasasi
relatif rendah. Tapioka memiliki kadar amilosa 11.6% dan amilopektin 76.2%
(Zulfa 2011). Pendapat lain menyebutkan bahwa tapioka mengandung 83%
amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil
kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Chan 1983).
Beberapa hasil penelitian pemanfaatan tapioka sebagai matriks komposit
diantaranya Chiumarelli et al. (2012) melaporkan bahwa optimasi terbaik yang
didapat yaitu 3 g tapioka / 100 g larutan, 1.5 g gliserol / 100 g larutan, carnauba
wax: asam lemak stearat dengan rasio 0.2 : 0.8 g / 100 g larutan. Hasil dari
penelitian Zhong et al. (2008) menunjukkan bahwa pelapis edibel dari kitosan,
tapioka (50, 100, 150 g / 100 g kitosan), gelatin (0, 25, 50 g / 100 g kitosan) dan
gliserol (21, 42, 63 g/100 g kitosan) memiliki interaksi dan molecular miscibility
antar komponen, serta menghambat pertumbuhan pitopatogen.
Asam stearat atau asam oktadekanoat adalah asam lemak jenuh
dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH dan berwujud padat pada suhu ruang.
Asam stearat diproses dengan memperlakukan lemak hewan dengan air pada suhu
dan tekanan tinggi juga dari hidrogenasi minyak nabati.
Fungsi utama lipid adalah untuk sebagai barrier kelembaban karena
kepolaritasannya yang rendah. Namun, karakteristik hidrofobik dari lipid dapat
membentuk lapisan film yang lebih tebal dan lebih rapuh, menyebabkan kondisi
anaerob pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi dan tidak menempel pada
permukaan hidrofilik. Lipid yang umum digunakan dalam pembuatan coating
untuk produk terolah minimal adalah asam stearat, asam palmitat dan beberapa
minyak nabati, seperti kedelai dan bunga matahari (Chiumarelli et al. 2012)
Schmidt et al (2013) telah meneliti bahwa penambahan asam stearat untuk
film pati dapat mempengaruhi sifat mekanik. Selain itu, komposit dengan 4 g
asam stearat dan 24 g gliserol / 100 g pati menunjukkan penurunan dalam water
vapor permeability (WVP = 1.93 × 10-7 g m / m2 Pa h). Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa penambahan asam stearat untuk film bisa menjadi alternatif
untuk mengurangi kelarutannya dalam air dan permeabilitas uap air.

7
Nanopartikel ZnO sebagai filler bionanokomposit
Pengisi yang berskala nano sangat mempengaruhi sifat-sifat komposit
yang dihasilkan dan menunjukkan perbaikan pada sifat fisik dan mekanik jika
dibandingkan dengan material konvensional lainnya (Avella 2009). Aktivitas
antimikroba dari nanopartikel berhubungan dengan beberapa mekanisme.
Nanopartikel dapat secara langsung berinteraksi dengan sel-sel mikroba, misalnya
mengganggu transmembran transfer elektron, mengganggu/menembus membran
sel, atau oksidasi komponen sel, atau menghasilkan produk sekunder (misalnya
reactive oxygen species (ROS) atau ion-ion logam berat terlarut yang
menyebabkan kerusakan (Li et al. 2008).

Gambar 2 Variasi mekanisme antimikroba oleh material nano (Emamifar et al. 2010)
Dalam bidang pangan, material nano yang paling sering digunakan untuk
adalah NP-ZnO dikarenakan senyawa kimia yang aman, sebagai sumber suplemen
Zn atau fortifikasi pada industri pangan dan memiliki kemampuan antimikroba.
Penelitian yang memanfaatkan nanopartikel ZnO sebagai filler dalam pembuatan
nanokomposit diantaranya Liu et al. (2009) yang melaporkan bahwa NP-ZnO
pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 3 mmol/l secara signifikan dapat
menghambat pertumbuhan E. coli, dibandingkan dengan kontrol, Nafchi et al.
(2012) menggunakan pati sagu - NP-ZnO (1-5%) dapat menghambat pertumbuhan
S. aureus, Kanmani dan Rhim (2014) menggunakan agar, karagenan, CMC - NPZnO dapat menghambat pertumbuhan E. coli dan L. monocytogenes.
Hasil-Hasil Penelitian Mangga Terolah Minimal
Pengaruh perlakuan proses persiapan (pretreatment)
Ngarmsak et al. (2005) melaporkan bahwa pencucian mangga utuh Chok
Anun di air hangat (50oC) atau dingin (12oC) chlorin (100 ppm) selama 5 menit
secara signifikan dapat mengurangi jumlah populasi mikroba pada kulit dan
batang mangga. Populasi mikroba pada irisan mangga dari buah yang tanpa dicuci
secara signifikan lebih tinggi daripada yang dicuci setelah 7 hari di 5oC.
Perlukaan (wounding) dapat meningkatkan kehilangan air, pelunakan, dan
kecoklatan. Menggunakan alat yang sangat tajam untuk mengupas mangga dan
memotong dagingnya dapat mengurangi kerusakan sel dan mengurangi kebocoran
isi sel dan pencoklatan enzimatis dimediasi oleh enzim polifenol oksidase dan

8
fenol oksidase. Selain itu, kekakuan (rigid) kemasan penting untuk mengurangi
kehilangan air dan kerusakan mekanis selama distribusi. Chantanawarangoon
(2000) menemukan bahwa mangga kupas memiliki tingkat respirasi dan produksi
etilen tertinggi kemudian diikuti oleh mangga utuh dan irisan mangga (cube)
masing-masing. Mangga utuh yang dikupas memiliki respirasi yang lebih rendah
dan tingkat produksi etilen yang mirip dibandingkan dengan cube mangga.
Tingkat produksi C2H4 dan CO2 dari mangga utuh sekitar 1.5 - 2 kali lebih tinggi
dibandingkan mangga utuh yang dikupas. Hasil ini menunjukkan bahwa mangga
kupas merupakan kontributor utama produksi C2H4 dan CO2 buah mangga.
Tingkat produksi CO2 cube mangga adalah sekitar 1.5 kali lebih tinggi
dibandingkan mangga utuh kupas, yang menunjukkan bahwa pemotongan
menyebabkan respirasi mangga menjadi meningkat. Namun, tingkat produksi CO2
dan C2H4 dari mangga utuh sekitar 1.5 kali lebih tinggi daripada cube mangga. Ini
berarti bahwa langkah-langkah persiapan cube mangga, termasuk pengupasan dan
pemotongan, mengakibatkan pengurangan tingkat produksi CO2 dan C2H4. Gil et
al (2006) merekomendasikan pengupasan kulit mangga seluruhnya dengan pisau
atau pengupas yang sangat tajam untuk menghindari perubahan warna coklat dari
jaringan kulit yang tersisa, yang muncul lebih cepat dibandingkan perubahan
coklat jaringan daging mangga.
Pengaruh perlakuan kalsium untuk retensi kekerasan tekstur mangga
Pada 5°C, umur simpan cube mangga yang diberi perlakuan air suling
(kontrol), 0.5% CaCl2 dan 1% CaCl2 adalah masing-masing sekitar 5, 7 dan 9 hari
(Chantanawarangoon 2000). Kubus mangga yang diberi perlakuan 1% CaCl2
memiliki ketegasan daging dan kandungan kalsium yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan 0.5% CaCl2 atau air (kontrol). Kekerasan kubus
mangga di semua perlakuan menurun selama penyimpanan. Namun, kekerasan
kubus mangga yang diberi perlakuan dengan 1% CaCl2 secara signifikan lebih
tinggi daripada 0.5% CaCl2 atau air (kontrol). Kekerasan pada hari 9 dari kubus
mangga dengan 1% CaCl2 menurun sekitar 25% dari kekerasan awal.
Trindade et al. (2003) menyimpulkan bahwa kondisi yang paling cocok
untuk mempertahankan kualitas mangga potong Tommy Atkins adalah dengan
perendaman dalam larutan kalsium klorida 3.5% pada 35oC selama 20 menit dan
dekemas dengan active modified atmosphere (5% oksigen + 5% karbon dioksida).
Dengan kondisi tersebut, mutu mangga potong dapat dipertahankan selama 5 hari
di 5oC. Umur simpan yang relatif singkat mungkin dikarenakan jangka waktu
antara panen di Brazil dan pengolahan di Portugal yang panjang.
Pengaruh suhu penyimpanan dan kelembaban relatif
Menjaga keutuhan dan kesegaran buah potong pada rentang suhu dan
kelembaban relatif yang optimal adalah faktor yang paling penting dalam menjaga
kualitas dan meminimalkan kerugian pascapanen. Setiap peningkatan suhu 10°C
mempercepat kerusakan dan tingkat kehilangan mutu gizi sebanyak 2 - 3 kali
lipat. Penundaan antara waktu panen dan pendinginan atau pengolahan dapat
mengakibatkan kerugian kuantitatif (akibat kehilangan air dan pembusukan) dan
kerugian kualitatif (kerugian dalam rasa dan kualitas gizi) (Kader 2008).
Chantanawarangoon (2000) menemukan bahwa tingkat produksi CO2
kubus mangga yang disimpan pada 5oC lebih tinggi dibanding kubus mangga
yang disimpan pada 2oC dan 0oC. Namun, produksi C2H4 kubus mangga yang

9
disimpan pada 0oC adalah sekitar 2.5 kali lebih tinggi daripada 5oC dan 2oC.
Umumnya, semakin rendah suhu maka produksi CO2 dan C2H4 juga lebih rendah.
Namun, pada suhu dingin banyak buah-buahan dan sayuran yang sensitif dingin
menunjukkan peningkatan tingkat produksi respirasi dan etilen. Oleh karena itu,
semakin tinggi produksi C2H4 potongan kubus mangga yang disimpan pada 0oC
bisa menjadi tanda chilling injury. Gejala chilling injury dengan jelas teramati
pada hari 13 dengan adanya warna gelap permukaan.Tak satu pun dari potongan
kubus mangga yang disimpan pada 0, 2 atau 5°C memiliki juice leakage selama
13 hari penyimpanan. Kualitas visual secara keseluruhan potongan kubus mangga
yang disimpan pada 2°C sedikit lebih baik daripada mangga yang disimpan pada
suhu 5°C atau 0°C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 2°C sampai 5°C
adalah kisaran suhu optimal untuk penyimpanan mangga potong sedangkan
penyimpanan pada 0°C selama lebih dari 10 hari dapat menyebabkan chilling
injury.
Maciel et al. (2004) mengamati bahwa karakteristik sensorik dari mangga
Espada terolah minimal secara signifikan berubah selama penyimpanan dengan
waktu penyimpanan 4 hari di 7oC dan kelembaban relatif 61%.
Dea et al. (2008) menemukan bahwa umur simpan mangga potong Kent
adalah 3 sampai 4 hari di 12oC dan 5 sampai 6 hari di 5oC. Masih belum jelas
apakah masa penyimpanan di 5oC ini menyebabkan chilling injury pada mangga
potong karena tidak ada gejala chilling injury yang terlihat. Namun, berkurangnya
kandungan asam askorbat dan meningkatnya pelunakan pada 5oC diduga karena
mangga potong mengalami chilling stress.
Pengaruh perlakuan anti browning
Reaksi pencoklatan (browning) terjadi akibat oksigen yang berhubungan
langsung dengan poliphenol dan dikatalisa oleh enzim poliphenol oksidase
membentuk senyawa melanin berwarna cokelat. Oksigen dapat berhubungan
dengan poliphenol bila terdapat sel atau jaringan yang terbuka akibat luka.
Chantanawarangoon (2000) melaporkan bahwa selama penyimpanan pada suhu
5°C, potongan kubus mangga tanpa perlakuan pencelupan dan pencelupan ke
dalam air memiliki skor kualitas visual yang secara signifikan lebih rendah
dibandingkan mangga yang diberi perlakuan dengan berbagai larutan kimia Pada
hari 12 penyimpanan, potongan kubus mangga yang diberi perlakuan dengan 1%
CaCl2 + 1% asam askorbat + 0.5% L-sistein, 1% CaCl2 + 1% asam sitrat + 0.5%
N-asetilsistein atau 1% CaCl2 + 1% asam askorbat memiliki skor kualitas visual
yang lebih tinggi daripada yang dicelupkan ke dalam air. Tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam kekerasan kubus mangga yang diberi perlakuan dengan
semua larutan kimia yang memiliki 1% CaCl2. Kekerasan potongan kubus
mangga yang tanpa dicelupkan dan dicelupkan ke dalam air secara signifikan
lebih rendah dibandingkan dengan mangga yang diberi perlakuan berbagai solusi
kimia yang mengandung 1% CaCl2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1%
CaCl2 sangat penting untuk menjaga keteguhan mangga potong.
Berdasarkan kekerasan dan penampakan, jelas bahwa 1% CaCl2 adalah
senyawa esensial yang harus diterapkan untuk menjaga kekencangan dan
memperpanjang umur simpan mangga potong terlepas dari periode pemasaran.
Namun, jika periode pemasaran adalah lebih dari 6 hari, penambahan bahan
kimia, seperti asam askorbat 1% + 0.5% L-sistein atau 1% asam sitrat + 0.5% N-

10
asetilsistein, harus diterapkan disamping 1% CaCl2 untuk menunda kecoklatan.
Dalam hal biaya dan ketersediaan bahan kimia yang foodgrade, asam askorbat
sebanding dengan sitrat. Namun, L-sistein lebih murah dan lebih tersedia daripada
N-asetilsistein. Oleh karenanya, campuran asam askorbat dan L-sistein dengan
penambahan 1% CaCl2 mungkin menjadi pilihan yang lebih baik untuk menjaga
kualitas batu mangga potong (Chantanawarangoon 2000).
Plotto et al. (2004) membandingkan pengaruh aplikasi edible coating
untuk menjaga kualitas mangga potong Tommy Atkins yang disimpan di 5oC atau
10oC. Potongan mangga yang dicelupkan selama 30 detik di 5ppm klorin
dioksida, 2% kalsium askorbat dan 0.5% N-asetil-L-sistein (antioksidan) atau
dilapisi dengan 1% karboksimetilselulosa (CMC) dan 0.5% maltodekstrin
(CMM). Potongan mangga yang dilapisi dan mangga yang diberi perlakuan
antioksidan dapat mempertahankan kualitas visual yang baik hingga 21 hari di
5oC atau 14 hari di 10oC. Penelitian ini menegaskan perlunya untuk
memperlakukan mangga potong dengan antioksidan untuk mencegah warna gelap.
Suhu penyimpanan 5oC dapat mempertahankan kualitas visual mangga potong,
tapi
secara
keseluruhan
senyawa
volatil
mengalami
penurunan.
Karboksimetilselulosa saja atau dalam kombinasi dengan maltodekstrin dapat
memperbaiki mangga potong.
Kehilangan nutrisi pada mangga terolah minimal
Gil et al. (2006) melaporkan bahwa potongan kubus mangga Ataulfo dapat
mempertahankan kualitas visual yang baik dan tidak ada perubahan yang
signifikan pada parameter total padatan terlarut, total asam tertitrasi, dan pH
hingga 9 hari, 5oC. Kandungan vitamin C awal adalah 80 mg / 100 g berat basah
dan berkurang sekitar 10% pada hari ke-9, 5oC. Penurunan total konten karotenoid
hingga hari ke-9 ketika adalah sekitar 25%. Ada sedikit penurunan total fenolik
setelah 3 hari di 5oC, tetapi pada hari berikutnya hingga hari ke-9 tidak ditemukan
penurunan. Secara umum, visual mangga potong rusak sebelum hilangnya nutrisi
yang signifikan.
Gonzalez-Aguilar et al. (2007) melaporkan bahwa iradiasi ultraviolet C
(UV-C) selama 10 menit menjadi teknik yang baik untuk meningkatkan total
kapasitas antioksidan oleh peningkatan kandungan fenolik dan flavonoid mangga
Tommy Atkins terolah minimal yang disimpan selama 15 hari di 5oC. Namun,
perlakuan tersebut dapat menurunkan kandungan vitamin C dan karotenoid.
Mikroba pada mangga terolah minimal
Umumnya, terdapat korelasi positif antara semakin lamanya masa simpan
buah terolah minimal dan angka lempeng total, khususnya yeast dan kapang. Oleh
karena itu, sangat penting untuk menghindari sumber kontaminasi mikroba dan
mencuci buah sebelum pemotongan.
Narciso dan Plotto (2005) menunjukkan bahwa metode sanitasi buah utuh
berperan dalam menentukan kebersihan buah. Penggunaan asam peroksiasetat
(100 ppm) untuk membersihkan mangga Keitt utuh diikuti oleh 30 detik
perendaman pada asam peroksiasetat (50 ppm) atau natrium hipoklorit (200 ppm)
secara efektif mengurangi pertumbuhan mikroba dan menjaga jumlah mikroba
tetap rendah pada permukaan potongan buah selama 21 hari.
Acidified sodium chlorite adalah agen pembersih yang saat ini telah
disetujui oleh FDA dengan perendaman atau penyemprotan pada makanan,

11
termasuk buah-buahan segar dan terolah minimal, sayuran, dan telah
menunjukkan kemampuan yang kuat untuk mengendalikan patogen. Dea et al.
(2008) mengkorelasikan kemampuan antibrowning sodium chlorite (3 mM) dalam
menginaktivasi polifenol oksidase secara langsung dan mendegradasi oksidatif
substansi fenolik.

Potensi Pelapis Bionanokomposit pada Mangga Terolah Minimal
Dari penejelasan di atas dapat diketahui bahwa tapioka memiliki
kemampuan sebagai penghalang uap air, gas, dan zat terlarut lainnya dengan baik
sebagai bahan dasar pembuatan nanokomposit. Marpaung et al. (2015)
melaporkan bahwa nanokomposit dari tapioka 1% + NP-ZnO 1% mampu
mempertahankan mutu salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan 14
hari,serta memiliki aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Namun bagaimanapun juga, sifat material yang hanya
berbasis pati hasilnya kurang memuaskan dibandingkan dengan komposit dari
berbagai bahan.
Tabel 4. Aplikasi edible coating dengan memanfaatkan inkorporasi NP-ZnO
Jenis buah
Perlakuan
Hasil
Referensi
Fresh-Cut
Kiwifruit
Salak
pondoh
terolah
minimal
Salak
pondoh
utuh

Ultrasound NP-ZnO
coating
Pektin dan pati
- NP-ZnO

Pektin - NPZnO

Mampu menurunkan produksi etilen,
CO2, susut bobot dan tekstur

Meng et al.
(2013)

Memiliki aktivitas antimikroba
terhadap Escherichia coli,
Staphylococcus aureus dan dapat
memperpanjang umur simpan hingga 6
hari dibandingkan kontrol
Secara nyata mampu mengurangi susut
bobot dan menghambat pertumbuhan
mikroba.

Marpaung et
al. (2015)

Sabarisman
et al. (2015)

Penambahan bahan lipida komposit dapat memeperbaiki kekurangan yang
dimiliki pati yaitu berfungsi sebagai penghambat transfer uap air. Salah satu lipida
yang paling efektif untuk diinkorporasikan dalam pembuatan edible coating
adalah asam stearat. Sabarisman et al. (2015) telah melakukan studi terhadap
larutan nanocoating dari NP-ZnO (2% b/b pektin) dan asam stearat (1% b/b
pektin) ke dalam larutan pektin (1% b/v aquades) dan mampu menekan susut
bobot, menghambat pertumbuhan mikroba buah salak.
Mekanisme aktivitas antimikroba ZnO telah dilaporkan oleh Yousef et al.
(2012), ketika ZnO diaktifkan oleh UV dan cahaya tampak, maka akan dihasilkan
e- + h+. Kemudian memecah molekul H2O (dari suspensi ZnO) menjadi OH- dan
H+. Molekul oksigen terlarut diubah menjadi anion superoksida radikal (•O2-),
kemudian pada gilirannya bereaksi dengan H+ untuk menghasilkan radikal,
(HO2•), setelah tabrakan berikutnya dengan elektron menghasilkan anion hidrogen
peroksida (HO2-). Kemudian bereaksi dengan ion hidrogen untuk menghasilkan
molekul H2O2. H2O2 yang dihasilkan dapat menembus membran sel dan
membunuh bakteri.

12

Pendapat lain menyebutkan bahwa mekanisme antimikroba dapat dilihat
dari interaksi NP-ZnO dengan gugus fosfor dalam DNA, mengakibatkan
inaktivasi DNA replikasi, bereaksi dengan sulfur yang mengandung protein,
sehingga menyebabkan penghambatan fungsi enzim pada bakteri (Fanny dan
Silvia 2012).

13
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 - Desember 2015 di
Laboratorium Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
FATETA IPB dan Laboratorium Nanoteknologi Balitbang Pertanian, Bogor.
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan yaitu mangga cv. Arumanis diperoleh dari kelompok
tani buah (desa Munjul, kecamatan Astanajapura, Cirebon) yang berumur sekitar
90 hari setelah berbunga, NP-ZnO ukuran partikel 20 ± 5 nm dari Wako Pure
Chemical Industries Ltd (Jepang), tapioka diperoleh dari sentra industri kecil
tapioka (desa Ciluar, kecamatan Bogor Utara, Bogor), NaCl diperoleh dari Fisher
Scientific, asam stearat, gliserol, CaCl2, media PCA dan tween 80 diperoleh dari
Merck. Peralatan yang digunakan yaitu stirring hot plate dari Fisher Scientific,
ultraturrax digital IKA T-25, hand-held refractometer Atago N1, chromameter
Minolta CR-300, oven, micrometer digital Kincrome, microcomputer controlled
universal testing machine model WDW 5E, X-ray diffractometer (XRD) 7000
Shimadzu, scanning electron microscopy (SEM) Zeiss EVO MA 10, analytical
balance Sartorius model BSA 224, textur analyzer CT V1.2 Brookfield, CO2 meter
Lutron GCH dan beberapa alat pendukung analisis.
Metode
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan film
bionanokomposit edibel dan aplikasi pelapisan bionanokomposit pada mangga
terolah minimal. Pembuatan film bionanokomposit edibel dilakukan dengan
menambahkan NP-ZnO sebanyak 0, 1 dan 2% (b/b tapioka) ke dalam aquades (500
ml) dan didispersikan dengan ultraturrax 15000 rpm selama 10 menit. Sebanyak
10 g tapioka + asam stearat 0 dan 30% (b/b tapioka) ditambahkan sedikit demi
sedikit dan diaduk dengan magnetic stirrer. Gliserol 30% (b/b tapioka) dan tween
80 75% (b/b tapioka) masing-masing ditambahkan sebagai pemlastis dan
pengemulsi. Larutan dipanaskan dan tetap diaduk hingga berwarna jernih dengan
suhu sekitar 90oC selama 10 menit atau telah tergelatinisasi. Untuk mendapatkan
film bionanokomposit, sebanyak 30 ml larutan dilakukan pencetakan pada cawan
petri plastik diameter 80 mm dan dikeringkan pada oven dengan suhu 50oC (14 15 jam). Karakteristik yang diamati meliputi sifat fisik, struktur dan mekanis film
bionanokomposit. Tiga formulasi terbaik dipilih untuk diaplikasikan pada manga
terolah minimal.
Pembuatan mangga terolah minimal dilakukan secara aseptis untuk
meminimalisir kontaminasi. Sekitar 90 hari setelah pembuahan, mangga cv.
Arumanis dipanen dan diseleksi dengan parameter tidak rusak fisik dan
keseragaman berat (350 - 400 g). Kemudian mangga dicuci, dikupas dan dipotong
bentuk kubus secara manual dengan ukuran 1.5 - 2 cm3. Potogan mangga direndam
dalam larutan CaCl2 1% selama 5 menit dan ditiriskan. Pelapisan bionanokomposit
dilakukan dengan mencelupkan potongan mangga ke dalam larutan
bionanokomposit selama 30 detik dan dikeringanginkan. Selanjutnya mangga

14
terolah minimal tersebut dikemas dalam PET plastic tray ukuran 11 x 8 cm. Untuk
meminimalisir terjadinya kontaminasi, mangga terolah minimal dimasukkan dalam
box plastik dan disimpan pada ruangan pendingin yang bersuhu 8oC. Pengamatan
dilakukan setiap 3 hari hingga hari ke-12.
Diagram Alir Penelitian
Akuades (500 mL)

Penambahan NP-ZnO (0%, 1%, 2% (b/btapioka)

Homogenisasi dengan ultraturrax 15000 rpm 10 menit

Penambahan tapioka 10 g, gliserol 30% (b/btapioka)

Penambahan tween 80 75% (b/btapioka),

Penambahan asam stearat (0%, 30% (b/btapioka)

Pemanasan dan pengadukan (90oC selama 10 menit)

Pencetakan menggunakan cawan diameter 80 mm

Pengeringan menggunakan oven 50oC, 14 - 15 jam

Pendinginan suhu ruang 5 menit

Film bionanokomposit

Pengukuran
karakteristik
fisik, struktur
dan mekanis

Gambar 3 Diagram alir pembuatan film bionanokomposit

15

Buah mangga
Pencucian
Pengupasan
Pemotongan 1.5 - 2 cm3

Perendaman dalam larutan CaCl2 1% selama 5 menit
Penirisan
Pencelupan ke dalam larutan bionanokomposit selama 30 detik
Penirisan dan dikeringanginkan
Pengemasan dalam PET plastic tray
ukuran 11 cm x 8 cm
Penyimpanan pada cold room 8oC

Pengamatan hari ke-0, ke-3, ke-6,
ke-9, ke-12

-Susut bobot
-TPT
-Laju produksi CO2
-Total mikroba

-Kekerasan
-Total asam
-Browning index

Gambar 4 Diagram alir pembuatan mangga terolah minimal dan pelapisan
bionanokomposit

16
Prosedur Analisis
Pengukuran karakteristik fisik film bionanokomposit
Ketebalan film diukur dengan menggunakan micrometer digital dengan
akurasi 0.01 mm. Pengukuran dilakukan 5 kali pada tempat yang berbeda.
Karakteristik warna diuji menggunakan chromameter untuk menentukan
perbedaan warna (ΔE) dengan sistem CIE (Kanmani dan Rhim 2014). Instrumen
dikalibrasi dengan standar putih L*= 100.00, a*= -0.23 dan b*= 0.34. Pengukuran
dilakukan pada 3 titik.
ΔE= (ΔL*2 + Δa*2 + Δb*2)1/2
Laju transmisi uap air film atau water vapor transmission rate (WVTR) diukur
menggunakan metode ASTM D1249-90 (1993). Film dikondisikan dalam ruangan
dengan RH 75% selama 24 jam. Bahan penyerap uap air sebanyak ± 8 g
ditempatkan dalam cawan dan ditutup dengan sampel sedemikian rupa sehingga
film tersebut tidak terdapat celah pada tepinya. Cawan disimpan dalam wadah (RH
75%) dan ditimbang tiap periode dengan ketelitian 0.0001 g.
WVTR=
Axt
Keterangan: W= perubahan berat, A= luas area film (m2), t= waktu (24 jam).
Pengukuran sifat mekanis film bionanokomposit
Sifat mekanis film diukur berdasarkan metode uji standar ASTM D 638-99
(1999). Kuat tarik dan elongasi diuji menggunakan microcomputer controlled
universal testing machine. Kuat tarik dihitung berdasarkan beban maksimum saat
film putus sedangkan elongasi berdasarkan selisih perpanjangan film awal dan saat
putus.

x 100%
Kuat tarik= F/A , % Elongasi=
Keterangan: F= gaya kuat tarik (N), A= luas penampang bidang gaya (mm2),
a= panjang awal (m), b= panjang akhir (m).
Pengukuran karakteristik struktur film bionanokomposit
Struktur kristalinitas film dianalisis menggunakan instrumen X-ray
diffractometer. Film dengan ukuran 2.5 cm2 ditempatkan pada obyek gelas dan
spektra dicatat menggunakan radiasi Cu-Kα dengan tegangan 40 kV. Scanning
dilakukan pada 2θ= 3 - 60o.
Pengamatan struktur morfologi film bionanokomposit dilakukan dengan
menggunakan SEM. Dioperasikan dengan tegangan 10 kV. Sampel dipasang pada
penampang visualisasi perunggu dengan menggunakan double-side tape.
Permukaan sampel dilapisi dengan lapisan emas tipis. Sampel dimasukkan ke
dalam alat SEM dan diamati permukaannya.
Penentuan formulasi film bionanokomposit terbaik
Formulasi terbaik ditentukan metode multiple attribute (Zeleny 1982).
Prosedur penilaian pemilihan perlakuan terbaik yaitu:
1. Menentukan nilai ideal pada masing-masing parameter. Nilai ideal ditentukan
berdasarkan nilai maksimum atau minimum. Untuk parameter dengan rerata
semakin tinggi semakin baik, maka nilai maksimum adalah nilai terbaik dan
sebaliknya.

17
2. Menghitung derajat kerapatan (dk). Derajat kerapatan dihitung berdasarkan
nilai ideal dari masing-masing parameter.
� ��
�����
Bila nilai ideal adalah nilai minimal, maka: dk =
Bila nilai ideal adalah nilai maksimal, maka: dk =

� �� � �
� �� � �

� ��

�����

3. Menghitung jarak kerapatan (Lp). Dengan asumsi bahwa semua parameter
penting, jarak ke