Efektivitas Ekstrak Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai Larvasida Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MUNDU
(Garcinia dulcis) SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK
Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti

SHOVIA HAIRANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Ekstrak
Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai Larvasida Nyamuk Culex
quinquefasciatus dan Aedes aegypti adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Shovia Hairani
NIM B04100020

ABSTRAK
SHOVIA HAIRANI. Efektivitas Ekstrak Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai
Larvasida Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti. Dibimbing oleh SUSI
SOVIANA dan SUPRIYONO.

Nyamuk merupakan jenis serangga yang merugikan manusia karena
perannya sebagai vektor penyakit. Penggunaan zat sintetik sebagai pengendalian
nyamuk menyebabkan terjadinya resistensi terhadap senyawa ini dan
menimbulkan pencemaran/keracunan pada hewan dan manusia. Oleh sebab itu,
saat ini dikembangkan insektisida berbahan nabati. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mundu (Garcinia dulcis) sebagai
larvasida nyamuk Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti. Penelitian ini dilakukan
dua tahap, tahap pertama pengujian fitokimia secara kualitatif dan ekstraksi daun
mundu dengan etanol 70%. Tahap kedua adalah pengujian terhadap larva dengan
perlakuan konsentrasi ekstrak daun mundu dan lama kontak. Hasil uji efektivitas

menunjukkan bahwa pada konsentrasi 2 000 ppm dengan lama kontak 72 jam
menyebabkan 85% kematian larva Cx. quinquefasciatus dan 100% larva Ae.
aegypti. Peningkatan mortalitas larva seiring dengan peningkatan kosentrasi dan
waktu kontak. Nilai LC50 pada Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti adalah
280,13 ppm dan 157,88 ppm dengan lama kontak 72 jam. Ekstrak daun mundu
lebih efektif terhadap larva Ae. aegypti dibandingkan Cx. quinquefasciatus.
Kata kunci : Aedes aegypti, Culex. quinquefasciatus, Garcinia dulcis, larvasida

ABSTRACT
SHOVIA HAIRANI. Effectiveness of Mundu (Garcinia dulcis) Leaf Extract as
Mosquito Larvicide Againts Culex quinquefasciatus and Aedes aegypti.
Supervised by SUSI SOVIANA and SUPRIYONO.
Mosquitoes are insects that harm for humans because of its role as vectors
of disease. The use of synthetic substances as insecticide causing mosquitoes
resistance to these compounds and cause pollution/poisoning in animals and
humans. Therefore, nowadays there are many plant were developed as
bioinsecticide. The purpose of this research is to measure effectiveness of mundu
leaf (Garcinia dulcis) as mosquito larvicides to Cx. quinquefasciatus and Ae.
aegypti. This research conducted in two phase, the first phase was qualitative
testing of phytochemical and extracting of mundu leaf with 70% ethanol. The

second phase was efficacy test of mosquitoes larvae by treatment concentration
and duration of contact the mundu leaf extract. The result showed that 85% Cx.
quinquefasciatus larvae and 100% Ae. aegypti larvae were death in 2000 ppm
concentration of mundu leaf extract and 72 hours contact. The increasing
mortality of larvae get along with the increasing of consentration and contact
time. LC50 of Cx. quinquefasciatus and Ae. aegypti larvae were about 280,13 ppm
and 157,88 ppm at 72 hours of contact time. Mundu leaf extract was more
effective against larvae of Ae. aegypti than Cx. quinquefasciatus.
Keywords : Aedes aegypti, Culex. quinquefasciatus, Garcinia dulcis, larvicide

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MUNDU
(Garcinia dulcis) SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK
Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti

SHOVIA HAIRANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Efektivitas Ekstrak Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai
Larvasida Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti
Nama
: Shovia Hairani
NIM
: B04100020

Disetujui oleh

Dr Drh Susi Soviana, MSi
Pembimbing I

Drh Supriyono, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan FKH-IPB

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah insektisida
nabati, dengan judul Efektivitas Ekstrak Daun Mundu (Garcinia dulcis) sebagai
Larvasida Nyamuk Culex quinquefasciatus dan Aedes aegypti.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Drh Susi Soviana, MSi dan
Bapak Drh Supriyono, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi masukan
dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf
Laboratorium Entomologi IPB yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Otong Bustomi, Ibunda

Devi Kania dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih
saya juga sampaikan kepada sahabat saya (Dini, Shine, Amanda, Faisal, Gamma,
Iwan, Hida, Risti, Harini, Laras) dan keluarga Acromion 47 yang senantiasa
membantu dan mendukung saya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga
penulis sangat menghargai untuk saran yang diberikan. Semoga skripsi ini
bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Shovia Hairani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Mundu (Garcinia dulcis)

2

Nyamuk Culex quinquefasciatus

3

Nyamuk Aedes aegypti

4

Insektisida Nabati

6


METODE

7

Waktu dan Tempat

7

Persiapan Daun Mundu

7

Pembuatan Ekstrak Daun Mundu

7

Uji Fitokimia

7


Persiapan Larva Nyamuk

8

Uji Aktivitas Larvasida

8

Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Ekstraksi dan Fitokimia Ekstrak Daun Mundu

9


Efektivitas Ekstrak Daun Mundu terhadap Mortalitas
larva Cx. quinquefasciatus

9

LC50 Ekstrak Daun Mundu terhadap larva Cx. quinquefasciatus

10

Efektivitas Ekstrak Daun Mundu terhadap Mortalitas larva Ae. aegypti

11

LC50 Ekstrak Daun Mundu terhadap larva Ae. aegypti

12

SIMPULAN DAN SARAN

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

20

DAFTAR TABEL
1 Hasil uji kualitatif fitokimia ekstrak etanol 70% daun mundu
2 Persentase kematian larva Cx. quinquefasciatus terhadap berbagai
konsentrasi ekstrak dan lama kontak dengan daun mundu
3 Persentase kematian larva Ae. aegypti terhadap berbagai konsentrasi
ekstrak dan lama kontak dengan daun mundu

9
10
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Pohon mundu dan daun mundu
Larva Cx. quinquefasciatus dan nyamuk dewasa
Larva Ae. aegypti dan nyamuk dewasa
Nilai LC50 ekstrak daun mundu terhadap larva Cx. quinquefasciatus
pada kontak 24, 48 dan 72 jam
5 Nilai LC50 ekstrak daun mundu terhadap larva Ae. aegypti
pada kontak 24, 48 dan 72 jam

2
3
5
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil uji ANOVA Cx. quinquefasciatus
Hasil uji ANOVA Ae. aegypti
Duncan Post hoc Cx. quinquefasciatus
Duncan Post hoc Ae. aegypti

16
17
18
19

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang mempunyai kelembaban
dan suhu optimal yang mendukung bagi kelangsungan hidup serangga. Nyamuk
merupakan satu diantara jenis serangga yang dapat merugikan manusia karena
perannya sebagai vektor penyakit. Beberapa jenis penyakit seperti filariasis,
encephalitis, dan dirofilariasis ditularkan melalui nyamuk Culex sp. serta penyakit
demam berdarah dengue (DBD) oleh Aedes aegypti (Manalu 2008; Hadi dan
Koesharto 2006).
Upaya pengendalian untuk mencegah penyakit yang ditularkan melalui
nyamuk baik secara kimia maupun alami telah dilakukan dengan memutus kontak
antara nyamuk dengan manusia. Berbagai jenis larvasida dan insektisida telah
digunakan untuk mengendalikan nyamuk. Insektisida sintetik lebih disukai karena
mudah didapat, praktis mengaplikasikannya, hasilnya relatif cepat dan harganya
lebih murah. Penggunaan insektisida sintetik tersebut tidak hanya menimbulkan
dampak positif tetapi juga memberikan dampak negatif. Insektisida tersebut
berbahaya karena dapat merusak kehidupan biota sekitar dan menyebabkan
resistensi nyamuk. Insektisida nabati digunakan sebagai alternatif untuk
mengurangi penggunaan insektisida kimiawi. Insektisida nabati memiliki daya
kerja yang tinggi, ramah lingkungan, mudah terurai, toksisitas rendah dan
keamanan yang lebih tinggi (Kardinan 2005).
Berbagai jenis tumbuhan yang merupakan bahan pestisida nabati dapat
dimanfaatkan untuk pengendalian serangga hama. Lebih dari 40 jenis tumbuhan di
Indonesia berpotensi sebagai pestisida nabati. Famili tumbuhan yang potensial
sebagai insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae,
dan Rutaceae (Heyne 1987). Beberapa contoh tanaman yang berpotensi sebagai
larvasida yaitu daun pandan wangi, dandang gendis, sumbang colok, dan tapak
dara (Susanna et al. 2003; Andriani 2008; Assidiqi 2012; Rohananto 2013).
Tanaman mundu yang termasuk dalam famili Clusiaceae juga berpotensi
sebagai insektisida nabati. Menurut Hariana (2006) tanaman mundu mengandung
saponin, renin, tanin, antikuinon, xanton, kumarin, biflavonoid, dan benzofenon.
Senyawa-senyawa seperti sianida, saponin, tanin, flavonoid, steroid, dan alkaloid
diduga dapat berfungsi sebagai pestisida nabati yang dapat mengendalikan hama
(Aminah 1995). Namun demikian, efektivitas tanaman mundu sebagai insektisida
nabati belum banyak diteliti secara ilmiah. Oleh karena itu dilakukan penelitian
menggunakan ekstrak daun mundu sebagai larvasida nyamuk Cx.
quinquefasciatus dan Ae. aegypti.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mundu
(Garcinia dulcis) sebagai larvasida nyamuk Cx. quinquefasciatus dan Ae.aegypti

2
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pengaruh
ekstrak daun mundu (Garcinia dulcis) terhadap mortalitas Cx. quinquefasciatus
dan Ae. aegypti sehingga dapat dimanfaatkan sebagai larvasida nabati yang ramah
lingkungan.

TINJAUAN PUSTAKA
Mundu (Garcinia dulcis)
Mundu atau Garcinia dulcis merupakan sejenis pohon buah-buahan yang
langka yang berkerabat dekat dengan manggis (Garcinia mangostana). Klasifikasi
daun mundu adalah :
Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Magnoliophyta
: Magnoliopsida
: Theales
: Clusiaceae
: Garcinia
: Garcinia dulcis

Beberapa daerah menyebut mundu sebagai baros dan kledeng (Jawa),
jawura dan golodog panto (Sunda), dan patung (Makasar). Mundu tumbuh liar di
pulau Jawa bagian timur pada ketinggian tanah kurang dari 500 m dari permukaan
laut dan daerah yang tidak terlalu kering. Sebagai tumbuhan liar mundu sudah ada
yang memanfaatkan sebagai pohon buah (Tohir 1978). Ukuran tanaman mundu
dewasa tingginya mencapai 10-12 meter dengan diameter 0,20 meter. Tumbuhan
ini memiliki kanopi sedang, batang utama lurus dengan cabang-cabang bersudut
(Gambar 1a). Letak daun berpasang-pasangan, berbentuk bujur, menyempit,
permukaan atas daun licin dengan panjang 22-45 cm, dan sistem perakaran lebih
kuat dibanding jenis lainnya dalam genus Garcinia (Gambar 1b) (Heyne 1987).
Tanaman mundu berbunga pada bulan April-September dan buah akan
matang sekitar Juli-November. Tumbuhan mundu di alam ada yang tidak berbuah,
ada kemungkinan pohon tersebut adalah jantan sehingga tidak menghasilkan buah

Gambar 1 Pohon mundu (Garcinia dulcis) (1a) dan daun mundu (1b)

3
(Tohir 1978). Manfaat tanaman mundu mulai dari kulit batangnya yang berguna
sebagai pewarna pada anyam-anyaman dan getah buah untuk pewarna kuning jika
dicampur temulawak dan tawas. Selain itu, buah yang matang dapat dimakan dan
dibuat selai, sedangkan bijinya jika dilumatkan dengan cuka dan garam dapat
digunakan sebagai obat pada bengkak-bengkak kelenjar (Heyne 1987).
Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam biji dan daun mundu
diantaranya saponin, flavonoid, dan tanin. Efek farmakologis mundu diantaranya
anti-inflamasi dan antipiretik (Hariana 2006). Selain itu, menurut Hafid (1987),
kulit buah Garcinia mangostana yang berkerabat dengan mundu mengandung
pigmen, saponin, resin, tanin, antikuinon, xanton, dan kumarin.
Nyamuk Culex quinquefasciatus
Cx. quinquefasciatus memiliki ciri-ciri yang spesifik yaitu tidak memiliki
gelang putih pada probosisnya, memiliki tergit belang hitam-putih, toraks
berwarna coklat pudar dan integument pleuron berwarna pucat merata (Gambar
2b). Pupa berbentuk oval dengan ujung abdomen seperti ekor dan memiliki
sepasang tabung udara. Larva Culex (Gambar 2a) memiliki sifon yang tumbuh
langsing, pekten yang berbentuk sempurna dan umumnya mempunyai lebih dari
satu kelompok rambut (hair tuft) . Telur nyamuk diletakkan bisa secara berderetderet seperti rakit dipermukaan air (Hadi dan Koesharto 2006).
Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna mulai dari stadium telur, larva,
pupa dan dewasa. Nyamuk Cx. quinquefasciatus meletakan telurnya di atas
permukaan air secara bergerombol dan bersatu membentuk rakit. Telur akan
menetas menjadi larva. Stadium larva terdiri atas empat instar dan berlangsung 68 hari. Setelah larva instar IV terbentuk, akan berkembang menjadi pupa yang
merupakan stadium dari nyamuk sebelum dewasa. Stadium pupa merupakan
stadium inaktif dan tidak memerlukan makanan. Stadium pupa berlangsung
selama 2-3 hari. Pupa akan menjadi nyamuk dan nyamuk dewasa yang muncul
akan melakukan perkawinan kemudian mencari darah vertebrata (Clements 2000).
Nyamuk Cx. quinquefasciatus merupakan nyamuk yang menggigit manusia
dan hewan. Habitat larvanya adalah saluran air yang kotor, septik teng, got,
daerah urban dan suburban. Nyamuk ini aktif pada malam hari dan puncaknya
pada jam 22.00-02.00. Setelah nyamuk menggigit manusia dan hewan, nyamuk

Gambar 2 Larva Cx. quinquefasciatus (2a) dan nyamuk Cx. quinquefasciatus dewasa (2b)
Sumber : ICPMR 2002

4
akan beristirahat selama 2-3 hari. Kebiasaan dari nyamuk ini yaitu beristirahat di
rumah sehingga sering disebut nyamuk rumah (Hadi dan Koesharto 2006).
Berbagai agen penyakit yang dapat ditularkan oleh nyamuk seperti virus
Japanese Encephalitis penyebab radang otak ditularkan oleh Cx.
tritaeniorhynchus, dan berbagai jenis cacing filaria seperti Wucheria brancofti dan
Brugia malayi penyebab Filariasis (penyakit kaki gajah) ditularkan oleh Cx.
quinquefasciatus. Selain itu nyamuk genus ini juga mengganggu hewan dan
menularkan penyakit cacing jantung anjing (Dirofilaria immitis) (Hadi dan
Koesharto 2006).
Japanese Encephalitis (JE) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
flavivirus yang patogen pada manusia. Infeksi JE diperlukan adanya reservoir
yaitu babi dan unggas air, selain itu amplifier host untuk memperbanyak virus
pada babi. Nyamuk Culex merupakan vektor yang menyebarkan virus JE.
Penyakit ini memunculkan tanda-tanda klinis encephalitis pada manusia yang
terinfeksi dan dapat berakibat fatal (OIE 2010). Indonesia termasuk dalam
wilayah yang endemis. Kejadian ini banyak di laporkan di daerah Bali (Yamanka
et al. 2010).
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing dengan vektor
nyamuk Culex. Cacing tersebut hidup dalam saluran dan kelenjar getah bening.
Manifestasi gejala akut berupa demam berulang 3-5 hari dan peradangan pada
kelenjar dan saluran getah bening. Stadium lanjut menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin (Palumbo 2008).

Nyamuk Aedes aegypti
Ae. aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran
nyamuk rumah (Cx. quinquefasciatus), memiliki corak hitam putih pada bagianbagian toraks (dada), abdomen (perut), dan tungkai (kaki). Bentuk morfologi yang
khas dikenal sebagai nyamuk yang mempunyai gambaran lira (lire-shaped)
berwarna putih pada dorsal dada (punggung) yaitu ada dua garis melengkung
vertikal di bagian kiri dan kanan (Gambar 3b). Telur Aedes yang berwarna hitam
dan oval diletakan satu-persatu pada dinding bejana yang berisi air. Telur ini dapat
tahan hidup dalam waktu lama tanpa air, meskipun harus tetap dalam lingkungan
yang lembab. Larva Ae. aegypti memiliki bentuk sifon yang tidak langsing dan
hanya memiliki satu pasang hair tuft serta pekten yang tumbuh tidak sempurna
(Gambar 3a). Pupa nyamuk berbentuk seperti koma. Kepala dan dadanya bersatu
dilengkapi dengan sepasang terompet pernafasan (Hadi dan Koesharto 2006).
Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna. Nyamuk betina meletakkan
telur pada permukaan air bersih secara individual, terpisah satu dengan yang lain,
dan menempel pada dinding tempat perindukannya. Ae. aegypti berkembang biak
dalam wadah penyimpanan air, pot bunga, ban bekas, drum, kaleng bekas, dan
tempat air minum hewan peliharaan (CDC 2012). Seekor nyamuk betina dapat
meletakkan rata-rata sebanyak seratus butir telur tiap kali bertelur. Telur bisa
dorman selama beberapa minggu atau bahkan bulan. Ketika wadah air tersebut
berisi air lagi dan menutupi seluruh bagian telur, maka telur akan menetas menjadi
larva. Larva dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari,
dan berubah menjadi pupa (kepompong). Stadium pupa ini adalah stadium tidak

5
makan. Dalam waktu kurang lebih dua hari, dari pupa akan munculah nyamuk
dewasa. Siklus hidup bisa diselesaikan dalam waktu 9-12 hari (Hadi dan
Koesharto 2006).
Ae. aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan
penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena nyamuk betina membutuhkan
darah manusia untuk memenuhi kebutuhan protein dalam proses pematangan
telurnya. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang yaitu menggigit
beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena
nyamuk Ae. aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Perilaku inilah yang
meningkatkan potensi nyamuk sebagai vektor penyakit (CDC 2012).
Penyakit yang disebarkan oleh nyamuk Ae. aegypti diantaranya adalah
demam berdarah dengue (DBD) dan chikungunya. Ae. aegypti merupakan vektor
utama penyakit DBD, karena tempat perindukkannya berada di sekitar rumah dan
hidupnya tergantung pada darah manusia, sehingga spesies ini berhubungan erat
dengan habitat manusia. DBD disebabkan oleh virus Dengue, yang termasuk
dalam genus Flavivirus, terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4. Tanda yang paling sering berupa demam, nyeri pada otot dan nyeri
sendi. Gambaran penyakit ini sangat bervariasi mulai dari yang paling ringan
sampai yang paling berat dengan tanda-tanda demam tinggi, perdarahan pada kulit
mungkin juga pada gusi dan cenderung terjadinya shock. Masa inkubasi dengue
antara 5-8 hari dapat juga sampai 15 hari. Sampai sekarang penyakit DBD belum
ditemukan obat maupun vaksinnya, sehingga satu-satunya cara untuk mencegah
terjadinya penyakit ini dengan memutuskan rantai penularan yaitu dengan
pengendalian vektor (CDC 2011).
Chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Chikungunya
(CHIKV). Virus ini termasuk virus RNA dengan genus Alphavirus dan famili
Togaviridae. Rata-rata masa inkubasi penyakit Chikungunya adalah sekitar 2-12
hari tetapi umumnya 3-7 hari. Gejala klinis yang muncul pada penderita
chikungunya adalah nyeri sendi (arthralgia) dan otot (myalgia). Penyakit
chikungunya bersifat self limiting diseases yang berarti dapat sembuh dengan
sendirinya tanpa pemberian obat dan membutuhkan waktu relatif lama (CDC
2011).

Gambar 3 Larva Ae. aegypty (3a) dan nyamuk Ae. aegypti dewasa (3b)
Sumber : ICPMR 2002

6
Insektisida Nabati
Insektisida nabati berasal dari bahan tumbuhan yang diekstraksi kemudian
diproses menjadi konsentrat dengan tidak mengubah struktur kimianya.
Insektisida nabati bersifat hit and run, yaitu apabila diaplikasikan akan
membunuh hama pada saat itu dan setelah hamanya terbunuh maka residunya
akan cepat menghilang di alam (Kardinan 2005). Pestisida nabati ini relatif aman
bagi lingkungan, mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang
terbatas. Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas
(pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. Keuntungan penggunaan pestisida
nabati antara lain bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari
lingkungan dan relatif aman bagi manusia atau ternak peliharaan (Retno 2006).
Cara insektisida memberikan pengaruh terhadap titik tangkap (target site) di
dalam tubuh serangga disebut mode of action. Titik tangkap pada serangga
biasanya berupa enzim atau protein. Beberapa jenis insektisida dapat
mempengaruhi lebih dari satu titik tangkap pada serangga. Cara kerja insektisida
terbagi dalam 5 kelompok yaitu mempengaruhi sistem saraf, menghambat
produksi energi, mempengaruhi sistem endokrin, menghambat produksi kutikula
dan menghambat keseimbangan air. Senyawa yang merusak sistem saraf bekerja
menurunkan enzim asetilkolineterase. Enzim ini bertugas menghantarkan pesan
atau impuls dari saraf otot melalui sinaps (Fradin dan Day 2002). Sementara itu,
mode of entry adalah cara insektisida masuk ke dalam tubuh serangga, dapat
melalui kutikula (racun kontak), alat pencernaan (racun perut), atau lubang
pernafasan (racun pernafasan) (Kemenkes 2012). Meskipun demikian suatu
insektisida dapat mempunyai satu atau lebih cara masuk ke dalam tubuh serangga.
Pestisida nabati tidak hanya mengandung satu jenis bahan aktif, tetapi
beberapa jenis bahan aktif. Bahan aktif dapat bervariasi baik dalam hal komposisi
maupun konsentrasi pada tanaman sejenis, bergantung pada bagian tanaman yang
digunakan, umur tanaman, iklim dan kondisi tanah. Bahan aktif kemungkinan
merupakan campuran dari beberapa bahan aktif yang bekerja secara sinergis. Data
mengenai toksikologi dan ekotoksikologi pestisida nabati sangat terbatas dan
standar untuk menganalisis bahan aktif dari pestisida alami relatif sulit (Retno
2006). Hasil penelitian menunjukan bahwa beberapa jenis pestisida nabati cukup
efektif terhadap beberapa jenis hama, baik hama di lapangan, rumah tangga
(nyamuk dan lalat), maupun di gudang. Saat ini sudah dirintis produksi massal
anti nyamuk demam berdarah dengan bahan aktif dari tanaman (pestisida nabati)
(Kardinan 2005).
Contoh tanaman yang berpotensi sebagai larvasida adalah daun pandan
wangi terhadap larva nyamuk Ae. aegypti dengan nilai LC50 2 198,4655 ppm
(Susanna et al. 2003). Selain itu, tanaman lain seperti dandang gendis
(Clinacanthus nutans) diketahui memiliki aktivitas larvasida terhadap Ae. aegypti
dengan nilai LC50 444,48 ppm (Andriani 2008). Nilai LC50 terhadap Ae. aegypti
dan Cx. quenquefasciatus tanaman sambang colok (Aerva sanguinolenta) sebesar
494,47 dan 234,22 ppm (Assidiqi 2012). Daun tapak dara (Catharanthus roseus)
menunjukkan nilai LC50 terhadap Cx. quinquefasciatus sebesar 3 469 ppm
(Rohananto 2013). Nilai LC50 pada insektisida nabati diperoleh sangat tinggi
dibandingkan terhadap insektisida sintetik. Penelitian insektisida sintetik telah
banyak dilakukan, satu diantaranya pengaruh pemberian Altosid® terhadap larva

7
nyamuk Ae. aegypti diperoleh nilai LC50 sebesar 2,1 ppm. Altosid® merupakan
salah satu larvasida yang menggunakan bahan aktif methoprene dan bekerja
menghambat pertumbuhan pada stadium sebelum dewasa sehingga larva gagal
berkembang menjadi nyamuk (Shinta et al. 2011).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Insektarium Laboratorium Entomologi Kesehatan
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan Uji Fitokimia dilakukan
di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Cimanggu Bogor.
Penelitian ini berlangsung mulai bulan Maret sampai dengan Juli 2013.
Persiapan Daun Mundu
Sampel yang digunakan adalah daun mundu dengan tidak membedakan
pemilihan daun muda atau tua yang diambil dari kawasan agrowisata di Tajur,
Kabupaten Bogor. Sampel yang diperoleh dicuci terlebih dahulu dan dipisahkan
antara batang dengan daun, setelah itu diambil daunnya.
Pembuatan Ekstrak Daun Mundu
Daun mundu yang tersedia dicuci dan dipisahkan dengan batangnya, setelah
itu dipilih daun yang baik dan dikeringkan. Daun yang sudah kering dihaluskan
untuk mendapatkan serbuk daun mundu. Serbuk daun mundu kering diekstraksi
secara maserasi dengan etanol 70% dan dilakukan remaserasi hingga filtrat tidak
berwarna hijau lagi. Ekstrak kemudian disaring dan dilakukan proses evaporasi
untuk menguapkan etanol sehingga menjadi kental.
Uji Fitokimia
Uji Alkaloid
Sebanyak 1 gram serbuk daun mundu dilarutkan dalam 10 mL kloroform
dan 4 tetes NH4OH kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam tabung
reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 6 mL
H2SO4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi yang lain.
Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Meyer,
Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut
putih, coklat, dan merah jingga (Harborne 1996).
Uji Saponin dan Flavanoid
Sebanyak 1 gram serbuk daun mundu dimasukkan ke dalam gelas piala
kemudian ditambahkan 100 mL air panas dan didihkan selama 5 menit. Setelah itu,
disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji saponin, 10 mL filtrat

8
dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup kemudian dikocok selama 10 detik
dan dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya
buih yang stabil. Sebanyak 10 mL filtrat yang lain ditambahkan 0,5 gram serbuk
Mg, 2 mL alkohol klorhidrat (campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan
perbandingan v/v 1:1), dan 20 mL alkohol kemudian dikocok dengan kuat.
Terbentuknya warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan amil alkohol
menunjukkan adanya flavanoid (Harborne 1996).
Uji Tanin
Sebanyak 5 gram sampel dilarutkan dalam akuades kemudian dipanaskan
selama 5 menit, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 mL
filtrat hasil penyaringan ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%. Terbentuknya warna biru tua
atau hitam kehijauan menunjukkan terdapat senyawa tanin (Harborne 1996).
Uji Triterpenoid dan Steroid
Sebanyak 2 gram sampel dilarutkan dengan 25 mL etanol dan disaring
kedalam pinggan porselin kemudian diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan 1
mL dietil eter dan dihomogenasikan. Selanjutnya ekstrak dipindahkan ke dalam
lempeng tetes lalu ditambahkan 1 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H 2SO4 pekat.
Warna merah atau ungu menunjukkan kandungan triterpenoid sedangkan warna hijau
atau biru menunjukkan kandungan steroid (Harborne 1996).

Persiapan Larva Nyamuk
Telur nyamuk Cx. quinquefasciatus dan Ae. aegypti ditetaskan dalam
nampan plastik yang berisi air. Setelah telur menetas menjadi larva diberi makan
pelet ikan atau hati ayam. Telur tersebut akan menetas dan menjadi larva instar I
sekitar 24 jam atau lebih. Instar II berkembang setelah 2-3 hari, dan instar III
terjadi setelah 3-4 hari. Perubahan tiap instar ditunjukkan dengan terjadinya
ecdysis (pelepasan kulit). Larva yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
larva instar III.
Uji Aktivitas Larvasida
Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 125, 250, 500, 1000,
dan 2 000 ppm. Kontrol positif menggunakan senyawa Temephos sesuai dengan
anjuran pada leaflet yaitu kosentrasi 1 ppm sedangkan kontrol negatif
menggunakan akuades. Sebanyak 20 larva instar III Cx. quinquefasciatus dan Ae.
aegypti dimasukan ke dalam gelas plastik yang berisi 200 mL larutan ekstrak daun
mundu. Pengamatan kematian larva dilakukan pada 24, 48, dan 72 jam setelah
perlakuan. Percobaan dilakukan dengan tiga kali ulangan (WHO 2013).
Analisis Data
Pengujian aktivitas Larvasida dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yaitu analisis probit dan ANOVA (WHO 2013).

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Fitokimia Ekstrak Daun Mundu
Pengujian efektivitas larvasida pada ekstrak daun mundu belum pernah
dilakukan sebelumnya. Hasil ekstrak daun mundu diperoleh 149,6 gram dari berat
kering 593 gram, dengan rendemen 25,23%. Perhitungan rendemen ekstrak kasar
dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat terekstrak oleh pelarut
tertentu. Ekstrak tersebut kemudian dilakukan uji fitokimia secara kualitatif. Hasil
uji fitokimia tersebut menunjukan daun mundu mengandung senyawa saponin,
alkaloid, tanin, fenolik, flavonoid, triterfenoid, steroid, dan glikosida (Tabel 1).
Senyawa golongan saponin dan alkaloid diketahui berpotensi sebagai insektisida
nabati karena sifat toksiknya (Aminah 1995). Senyawa-senyawa bioaktif ini
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva nyamuk.
Menurut Cania dan Setyaningrum (2010), alkaloid merupakan garam yang
dapat mendegradasi dinding sel dan merusak sel, serta mengganggu sistem kerja
syaraf larva nyamuk. Senyawa alkaloid ini menyebabkan terjadinya perubahan
warna pada tubuh larva menjadi lebih transparan dan gerakan tubuh larva yang
melambat bila dirangsang dengan sentuhan. Saponin mempunyai mekanisme kerja
dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan, penyerapan makanan, dan
mempunyai kemampuan untuk merusak membran sel. Saponin juga memiliki
fungsi sebagai antijamur, antibakteri, antivirus dan antiprotozoa (Turk 2006).
Tanin dapat mengganggu serangga dalam mencerna makanan karena tanin
akan mengikat protein dalam sistem pencernaan, sehingga proses penyerapan
protein dalam sistem pencernaan menjadi terganggu (Hagerman 2002). Gejala
klinis dari individu yang mengalami keracunan tanin yaitu anoreksia, depresi,
adanya ulkus di saluran pencernaan, tergantung seberapa besar tanin yang masuk
ke dalam tubuh individu (Frutos et al. 2004). Flavonoid bekerja dengan masuk ke
dalam tubuh larva melalui sistem pernafasan yang kemudian akan menimbulkan
kerusakan pada sistem pernafasan (Cania dan Setyaningrum 2013).
Efektivitas Ekstrak Daun Mundu terhadap Mortalitas
Larva Cx. quinquefasciatus
Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak daun mundu terhadap larva nyamuk
Cx. quinquefasciatus dan lama kontak terhadap persentase kematian larva nyamuk
Tabel 1 Uji kualitatif fitokimia ekstrak etanol 70% daun mundu
Jenis pengujian fitokimia
Saponin
Alkaloid
Tanin
Fenolik
Flavonoid
Triterfenoid
Steroid
Glikosida
- Tidak mengandung senyawa yang diuji
+ Mengandung senyawa yang diuji

Hasil pengujian
+
+
+
+
+
+
+
+

10
Tabel 2

Persentase kematian larva Cx. quinquefasciatus terhadap berbagai
konsentrasi ekstrak dan lama kontak dengan daun mundu

Konsentrasi
(ppm)
125

Mortalitas (%)
24 jam
5

ab

48 jam
15

72 jam

bcd

30e

250

10abc

20cde

50fg

500

15bcd

45f

65h

1000

20cde

55fgh

75i

30de

60gh

85i

100j

100j

100j

2000
Kontrol positif
(Temephos)

Kontrol negatif
0a
0a
0a
Huruf superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda
nyata pada taraf 5% (p