Kemampuan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens) Sebagai Repellent Nyamuk Aedes aegypti Berdasarkan Lama Penggunaannya

(1)

KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN ZODIA (Evodia suaveolens) SEBAGAI REPELLENT NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN LAMA

PENGGUNAANNYA

SKRIPSI

Oleh:

NIM. 061000143

MELATI AGNES ANGGREINI SIANIPAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN ZODIA (Evodia suaveolens) SEBAGAI REPELLENT NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN LAMA

PENGGUNAANNYA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 061000143

MELATI AGNES ANGGREINI SIANIPAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul :

KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN ZODIA (Evodia suaveolens) SEBAGAI REPELLENT NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN LAMA

PENGGUNAANNYA

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM. 061000143

MELATI AGNES ANGGREINI SIANIPAR

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 15 Desember 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji Ketua Penguji

Ir. Evi Naria, M.Kes NIP. 19680320 199303 2 001

Penguji II

Penguji I

Ir. Indra Chahaya S., M.Si NIP. 19681101 199303 2 005

dr.Devi Nuraini Santi, M.Kes NIP. 19700219 199802 2 001

Penguji III

NIP. 19650109 199403 2 002 Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS

Medan, Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti. Sejak dilaporkan kasus DBD pada tahun 1968, penyakit ini telah menjadi endemis di Indonesia dan kasus dilaporkan setiap tahun. Salah satu cara pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan lotion anti nyamuk.yang umumnya dibuat dari bahan kimia sintetis. Oleh sebab itu perlu ditemukan bahan alami untuk mengendalikan nyamuk, salah satu bahan alami yang dapat digunakan adalah dari daun tanaman zodia (Evodia suaveolens) sebagai repellent.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa lama ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dengan konsentrasi 3% sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti.

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Pada percobaan ini, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dibuat dalam bentuk lotion dan dilakukan pada 4 ekor marmut. Dari 4 ekor marmut, 3 ekor marmut diolesi lotion dengan konsentrasi 3% dan diamati pada 0 jam; 0,5 jam; 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam; 3 jam; 3,5 jam; 4 jam; 4,5 jam; 5 jam; 5,5 jam; dan 6 jam sedangkan 1 ekor marmut tidak diolesi lotion. Marmut yang telah dicukur kemudian diletakkan di kotak percobaan yang masing-masing kotak telah diisi dengan 25 ekor nyamuk Ae. aegypti dewasa.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 6 jam percobaan yang dilakukan, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dengan konsentrasi 3% hanya dapat bertahan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti selama 1 jam pertama. Setelah itu, nyamuk yang hinggap pada kulit marmut cenderung fluktuatif.

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pada konsentrasi 3%, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) hanya dapat bertahan selama 1 jam sebagai repellent. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tanaman yang sama dengan beberapa konsentrasi yang berbeda.


(5)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disease is a contagious disease that caused by dengue virus and infected by Ae. aegypti. Since reported in 1968, this disease has become endemic and reported every yearin Indonesia. One of the way to avoid it by using anti mosquitoes lotion which generally made by synthetic chemistry. Therefore, it necessary to find natural substance to avoid mosquitoes, one of the natural substances that can use is from zodia leaves (Evodia suaveolens) as repellent.

The aim of this research is to know how long extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration as repellent of adult Ae. aegypti mosquitoes.

This research is a descriptive research. In this experiment, extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves changed into lotion and using 4 marmots. Three marmots is spread by lotion in 3% concentration and observed at 0 hour; o,5 hour; 1 hour; 1,5 hours; 2 hours; 2,5 hours; 3 hours; 3,5 hours; 4 hours; 4,5 hours; 5 hours; 5,5 hours; and 6 hours and one marmot doesn’t spread by lotion. Marmot’s hairs has shaved and they put in experiment boxes where each of boxes consists of 25 adult Ae. aegipty mosquito.

The result of this research show that extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration can used as Ae. aegypti repellent during 1 hour from 6 hours experiment. After that, the numbers of mosquitoes were perch on marmot skin tend to be fluctuate.

The conclusion of this research is extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration can used as Ae. aegypti repellent during 1 hour. Therefore, it necessary doing experiment with the same plant in different concentration.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Melati Agnes Anggreini Sianipar Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru / 08 Januari 1988

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Bersaudara : 4 Orang

Alamat Rumah : Jl. Garuda No. 9 Sigunggung, Labuh Baru, Pekanbaru

Riwayat Pendidikan

1. 1994-2000 : SD Santa Maria Pekanbaru 2. 2000-2003 : SLTP Santa Maria Pekanbaru 3. 2003-2006 : SMA Negeri 1 Pekanbaru


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kasih-Nya yang senantiasa berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul : “KEMAMPUAN EKSTRAK DAUN ZODIA

(Evodia suaveolens) SEBAGAI REPELLENT NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN LAMA PENGGUNAANNYA” yang merupakan salah satu

syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak sendirian. Ada banyak pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. R. Kintoko Rochadi, Drs., M.Kes , selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama melaksanakan perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Ir. Indra Chahaya, M.Si, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes selaku dosen pembimbing I dan Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku dosen pembimbing II, yang telah sabar membimbing, mendidik, dan memberi banyak masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

5. Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Bapak Ahadi Kurniawan, SSi, DAPE selaku Kepala Laboratorium Entomologi BTKL Medan yang telah memberi izin penulis untuk melakukan penelitian.

7. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah membantu dalam penyelesaian pendidikan dan skripsi ini.

8. Teristimewa kepada orangtua terkasih Ayahanda R. Sianipar dan Ibunda L. br Siregar, yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang dan juga yang tak henti-hentinya memberikan motivasi, nasehat dan doa pada penulis setiap saat, serta abang penulis Roy Hendri J.S., adik penulis Riduan Febri H.S. dan Ruth Tiarma E.S. yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat penulis (Asri, Eli, Lidya, Emme, Paulina, Wilma, Purnama, dan Herlina) yang telah memberikan dukungan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman di kos-kosan “Pak Batu” baik yang masih ada di kos maupun yang sudah merantau (Herna, Emme, K’Nila, K’Sastra Weasley, K’Annie Granger , K’Astri, Siska, dan Anna) yang telah banyak memberi dukungan baik dalam doa, pikiran ,dan tenaga pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(9)

11.Sahabat-sahabat penulis “KK Shining” (K’Eka, Emme, dan Maria) yang dengan setia mendengar serta memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman PBL (Purnama, Deri, K’Ayu, Vivi, dan B’Pian) dan LKP (Viviane, Dila, Leni, dan B’Yunus) yang telah memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Keluarga besar UKM KMK khususnya POMK Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

14.Teman-teman seperjuangan di peminatan Kesehatan Lingkungan serta rekan-rekan FKM 2006 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

15.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi, dan inspirasi bagi penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga membutuhkan banyak masukan dan kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkaya materi skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan masyarakat.

Medan, Desember 2010


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ...i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel dan Gambar ... xi

Daftar Lampiran ...xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1.Tujuan Umum ... 5

1.3.2.Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Gambaran Umum Nyamuk Ae. aegypti ... 7

2.1.1.Klasifikasi Nyamuk Ae. aegypti ... 7

2.1.2.Morfologi Nyamuk Ae. aegypti ... 7

2.1.3.Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti ... 10

2.1.4.Tata Hidup Nyamuk Ae. aegypti ... 10

2.1.5.Suhu ... 12

2.1.6.Kelembaban ... 12

2.2. Nyamuk Ae. aegypti sebagai Vektor Penyakit ... 13

2.2.1.Demam Berdarah Dengue ... 14

2.2.2.Perkembangan Penyakit Demam Berdarah Dengue ... 15

2.2.3.Penularan Demam Berdarah Dengue ... 16

2.3. Pengendalian Vektor ... 17

2.3.1.Pengendalian Vektor Secara Kimiawi ... 18

2.3.2.Pengendalian Vektor Secara Biologis/ Hayati ... 21

2.3.3.Pengendalian Vektor Secara Mekanik ... 22


(11)

2.4. Tanaman-Tanaman yang dapat Dijadikan Repellent ... 23

2.4.1.Gambaran Umum Zodia (Evodia suaveolens) ... 23

2.4.2.Kandungan Aktif ... 24

2.4.3.Kegunaan Zodia ... 25

2.5. Kerangka Konsep... 26

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis Penelitian ... 27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

3.2.1.Lokasi Penelitian ... 27

3.2.2.Waktu Penelitian... 27

3.3. Objek Penelitian ... 27

3.4. Subjek Penelitian ... 28

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 28

3.5.1.Data Primer ... 28

3.5.2.Data Sekunder ... 29

3.6. Alat dan Bahan Penelitian ... 28

3.6.1.Alat Penelitian ... 28

3.6.2.Bahan Penelitian ... 29

3.7. Cara Kerja Penelitian ... 30

3.7.1.Cara Mendapatkan Nyamuk Ae. aegypti ... 30

3.7.2.Cara Mendapatkan Lotion dari Ekstrak Daun Zodia ... 30

3.7.3.Cara Melakukan Pengenceran Konsentrasi Larutan Ekstrak Daun Zodia ... 31

3.7.4.Cara Pembuatan Kotak Pengamatan dan Kotak Pemeliharaan ... 32

3.8. Prosedur Penelitian ... 32

3.8.1.Prosedur yang Dilakukan oleh Subjek Test ... 32

3.8.2.Prosedur Percobaan... 32

3.9. Defenisi Operasional ... 33

3.10. Analisa Data ... 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 35

4.1. Jumlah Nyamuk yang Hinggap Setelah Diolesi Dengan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens)... 35

4.2. Suhu Udara ... 38


(12)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 40

5.1. Jumlah Nyamuk yang Hinggap Setelah Diolesi Dengan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens)... 40

5.2. Suhu Udara ... 43

5.3. Kelembaban ... 44

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

6.1. Kesimpulan ... 45

6.2. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 4.1. Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Pada Marmut Tanpa Olesan Lotion dan Marmut dengan Olesan Lotion Konsentrasi 3% ... 35 Gambar 4.1. Diagram Garis Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Pada Marmut Tanpa


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Letak Kotak Pengamatan Lampiran 2. Dokumentasi

Lampiran 3. Perbedaan sifat-sifat secara garis besar antara nyamuk Anopheles, Aedes, Culex, dan Mansonia

Lampiran 4 Surat Izin Melakukan Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Fakultas Farmasi USU

Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari BTKL-PPM Medan


(15)

ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti. Sejak dilaporkan kasus DBD pada tahun 1968, penyakit ini telah menjadi endemis di Indonesia dan kasus dilaporkan setiap tahun. Salah satu cara pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan lotion anti nyamuk.yang umumnya dibuat dari bahan kimia sintetis. Oleh sebab itu perlu ditemukan bahan alami untuk mengendalikan nyamuk, salah satu bahan alami yang dapat digunakan adalah dari daun tanaman zodia (Evodia suaveolens) sebagai repellent.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa lama ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dengan konsentrasi 3% sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti.

Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Pada percobaan ini, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dibuat dalam bentuk lotion dan dilakukan pada 4 ekor marmut. Dari 4 ekor marmut, 3 ekor marmut diolesi lotion dengan konsentrasi 3% dan diamati pada 0 jam; 0,5 jam; 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam; 3 jam; 3,5 jam; 4 jam; 4,5 jam; 5 jam; 5,5 jam; dan 6 jam sedangkan 1 ekor marmut tidak diolesi lotion. Marmut yang telah dicukur kemudian diletakkan di kotak percobaan yang masing-masing kotak telah diisi dengan 25 ekor nyamuk Ae. aegypti dewasa.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari 6 jam percobaan yang dilakukan, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) dengan konsentrasi 3% hanya dapat bertahan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti selama 1 jam pertama. Setelah itu, nyamuk yang hinggap pada kulit marmut cenderung fluktuatif.

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pada konsentrasi 3%, ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) hanya dapat bertahan selama 1 jam sebagai repellent. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tanaman yang sama dengan beberapa konsentrasi yang berbeda.


(16)

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disease is a contagious disease that caused by dengue virus and infected by Ae. aegypti. Since reported in 1968, this disease has become endemic and reported every yearin Indonesia. One of the way to avoid it by using anti mosquitoes lotion which generally made by synthetic chemistry. Therefore, it necessary to find natural substance to avoid mosquitoes, one of the natural substances that can use is from zodia leaves (Evodia suaveolens) as repellent.

The aim of this research is to know how long extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration as repellent of adult Ae. aegypti mosquitoes.

This research is a descriptive research. In this experiment, extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves changed into lotion and using 4 marmots. Three marmots is spread by lotion in 3% concentration and observed at 0 hour; o,5 hour; 1 hour; 1,5 hours; 2 hours; 2,5 hours; 3 hours; 3,5 hours; 4 hours; 4,5 hours; 5 hours; 5,5 hours; and 6 hours and one marmot doesn’t spread by lotion. Marmot’s hairs has shaved and they put in experiment boxes where each of boxes consists of 25 adult Ae. aegipty mosquito.

The result of this research show that extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration can used as Ae. aegypti repellent during 1 hour from 6 hours experiment. After that, the numbers of mosquitoes were perch on marmot skin tend to be fluctuate.

The conclusion of this research is extract of zodia (Evodia suaveolens) leaves in 3% concentration can used as Ae. aegypti repellent during 1 hour. Therefore, it necessary doing experiment with the same plant in different concentration.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, terjadi peningkatan kasus DBD di Indonesia dari tahun 2003 sampai 2007. Angka Incidence Rate (IR) per 100. 000 penduduk pada tahun 2003 sebesar 23,87; tahun 2004 sebesar 37,11; tahun 2005 sebesar 43,42; tahun 2006 sebesar 52,48; tahun 2007 sebesar 71,78. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2008, angka kesakitan (IR) DBD di Sumatera Utara sampai tahun 2007 mengalami peningkatan yakni sebesar 34,5/100.000 penduduk. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 33,74/100.000 penduduk, angka ini masih jauh dari target Indonesia Sehat 2010 yaitu 2/100.000 penduduk. Dibandingkan dengan tahun 2007, angka kesakitan (IR) tahun 2008 tidak menunjukkan penurunan yang signifikan sebaliknya angka kematian (CFR) mengalami peningkatan yaitu 0,83% menjadi 1,13%. Kota Medan adalah salah satu kabupaten/ kota di Sumatera Utara dengan angka kesakitan pada tahun 2008 sebesar 88,35/ 100.000 penduduk.

Pemanasan bumi secara bertahap diprediksikan meningkat yang akan berpengaruh terhadap percepatan pertumbuhan nyamuk. Siklus perkawinan dan pertumbuhan nyamuk yang sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban akan semakin cepat sehingga jumlah populasi meningkat dengan cepat. Pemanasan global yang mencairkan sebagian besar es di kutub akan besar pengaruhnya dalam menyediakan air sebagai tempat perindukan karena jentik nyamuk bersifat aquatik (Setiono, 1998).


(18)

Nyamuk Ae. aegypti adalah vektor utama penyakit DBD di daerah tropik. Di Asia, Ae. aegypti merupakan satu-satunya vektor yang efektif menularkan DBD karena tempat perindukan berada di sekitar rumah dan hidupnya tergantung pada darah manusia. Pada daerah yang penduduknya jarang, Ae. aegypti masih memiliki kemampuan penularan yang tinggi karena kebiasaan nyamuk tersebut menghisap darah manusia berulang-ulang pada siang hari (Chahaya, 2003).

Menurut Rui et al. (2003) dalam Kardinan (2007), menyatakan cara menghindari nyamuk yang paling baik adalah dengan pemakaian anti nyamuk berbentuk lotion, cream, ataupun pakaian yang dapat melindungi tubuh dari gigitan nyamuk. Hampir semua lotion anti nyamuk yang beredar di Indonesia berbahan aktif DEET (Diethyltoluamide) yang merupakan bahan kimia sintetis beracun dalam konsentrasi 10-15% (Kardinan, 2007). DEET (Diethyltoluamide) mempunyai daya repelan yang sangat bagus, tetapi dalam penggunaannya dapat menimbulkan reaksi hipersensitisasi dan iritasi (Yuliani, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Pediatric pada tahun 2003 menyatakan bahwa lotion yang mengandung 10% DEET hanya efektif dalam waktu 2 jam, sedangkan yang mengandung 24% DEET hanya dapat bertahan selama 5 jam. Di Indonesia, lotion anti nyamuk mengandung DEET 10-15% dan diklaim para produsennya (pada kemasan) dapat bertahan selama 6-8 jam. Peraturan Pemerintah melalui Komisi Pestisida Departemen Pertanian mensyaratkan bahwa suatu lotion anti nyamuk dapat dikatakan efektif apabila daya proteksinya paling sedikit 90% dan mampu bertahan selama 6 jam (Kardinan, 2007).


(19)

Selama 40 tahun terakhir, bahan kimia telah digunakan secara luas untuk mengontrol nyamuk dan serangga lainnya sebagai kepentingan kesehatan masyarakat. Sebagai akibatnya, Ae.aegypti dan vektor dengue lainnya di beberapa negara telah menjadi resisten terhadap insektisida yang umum digunakan, termasuk temephos, malathion, fenthion, permethrin, propoxur, dan fenitrothion (WHO, 1999). Dampak negatif penggunaan insektisida kimia ini perlu dihindarkan. Salah satu alternatif yang perlu dicoba adalah menggunakan insektisida nabati. Insektisida nabati merupakan bahan alami, bersifat mudah terurai di alam (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak karena residunya mudah hilang. Senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan diduga berfungsi sebagai insektisida di antaranya adalah golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid, dan minyak atsiri (Naria, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara (2007), beberapa tanaman yang dapat mengusir nyamuk yaitu zodia, rosemary, selasih, kenikir, dan inggu. Zodia merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari daerah Irian (Papua). Daun zodia dapat disuling untuk menghasilkan minyak atsiri (essential oil) yang mengandung bahan aktif evodiamine dan rutaecarpine (Kardinan, 2009). Tanaman yang mempunyai tinggi antara 50 cm hingga 200 cm ini dipercaya mampu mengusir nyamuk dan serangga lainnya dari sekitar tanaman (Kardinan, 2004).

Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun zodia


(20)

ini mengandung linalool (46%) dan a-pinene (13,26%). Linalool ini sudah sangat dikenal sebagai pengusir (repellent) nyamuk (Kardinan, 2004). Pada skrining fitokimia yang dilakukan pada daun zodia menunjukkan adanya beberapa golongan senyawa yang memberikan hasil yang positif yaitu alkaloida, tannin, flavonoida, steroida/triterpenoida, glikosida, dan minyak atsiri (Ernita, 2009).

Penelitian sebelumnya menggunakan tumbuhan sebagai repellent telah dilakukan oleh Hasibuan (2008). Dari hasil penelitian diketahui bahwa minyak atsiri serai wangi (Cymbopogon nardus) efektif digunakan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti sebesar 100%. Penelitian lain tentang repellent juga dilakukan oleh Darwis (2009). Dari hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak daun rosmery (Rosmarinus officinalis) efektif digunakan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti sebesar 5%.

Penelitian lain yang menggunakan selasih sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti dilakukan oleh Kardinan (2007) untuk melihat rata-rata daya proteksi terhadap nyamuk Ae. aegypti selama 6 jam dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Pada konsentrasi 2,5% daya proteksi terhadap nyamuk 34,18%, pada konsentrasi 5% rata-rata daya proteksi terhadap nyamuk 39,67%, konsentrasi 10% rata-rata daya proteksi terhadap nyamuk 45, 75% dan pada konsentrasi 20% rata-rata daya proteksinya 57,59%.

Penelitian mengenai ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) sebagai repellent telah dilakukan sebelumnya oleh Ernita (2009). Penelitian tersebut dilakukan selama 2 jam terhadap 10 orang responden. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dengan


(21)

konsentrasi 3%, ekstrak daun zodia efektif sebagai repellent selama 2 jam. Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk melanjutkan penelitian terhadap kemampuan ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) sebagai repellent nyamuk Aedes aegypti berdasarkan lama penggunaannya.

1.2. Perumusan Masalah

Sebagian besar repellent dalam bentuk lotion anti nyamuk yang beredar di Indonesia berbahan aktif DEET yang merupakan bahan kimia sintetis beracun dan dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas dan iritasi. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian repellent yang berasal dari bahan alami. Daun zodia diduga dapat dijadikan salah satu alternatif insektisida nabati karena mengandung linalool, minyak atsiri dengan bahan aktif evodiamine dan rutaecarpine, dan lainnya, dimana linalool sudah sangat dikenal sebagai pengusir (repellent) nyamuk . Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai kemampuan daun zodia sebagai repellent nyamuk Ae. aegypti berdasarkan lama penggunaannya.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun zodia (Evodia suaveolens) sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti berdasarkan lama penggunaannya.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap pada marmut tanpa olesan lotion.


(22)

2. Untuk mengetahui jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap setelah diolesi dengan ekstrak daun zodia pada konsentrasi 3% selama 5 menit setiap 30 menit selama 6 jam berturut-turut.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa zodia dapat digunakan sebagai alternatif repellent yang aman.

2. Masukan bagi para produsen dalam pemanfaatan daun zodia sebagai bahan baku produksi repellent dalam rangka pengendalian nyamuk Aedes aegypti. 3. Sebagai masukan bagi penulis dan mahasiswa FKM, khususnya mahasiswa


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Nyamuk Ae. aegypti 2.1.1. Klasifikasi Nyamuk Ae. aegypti

Kedudukan nyamuk Ae. aegypti dalam klasifikasi hewan, yaitu (Soegijanto, 2006) :

Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Bangsa : Diptera Suku : Culicidae Marga : Aedes

Jenis : Aedes aegypti L

2.1.2. Morfologi Nyamuk Ae. Aegypti

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran kecil bila dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain, berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayap. Pada bagian toraks bagian belakang terdapat garis-garis putih keperak-perakan. Pada bagian toraks ini terdapat sepasang kaki depan, sepasang kaki tengah, dan sepasang kaki belakang (Hasan, 2006). Sisik-sisik pada tubuh nyamuk umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua (Soegijanto, 2006).

Dalam hal ukuran, nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat


(24)

diamati dengan mata telanjang (Wikipedia, 2009). Morfologi nyamuk Ae. aegypti (Soegijanto, 2006).

1. Telur

Telur nyamuk Ae. Aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan polygonal, tidak memiliki alat pelampung, dan diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85% melekat di dinding TPA, sedangkan 15% lainnya jatuh ke permukaan air.

2. Larva

Larva nyamuk Ae. Aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada (thorax) belum jelas, dan corong pernafasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen).

Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Perut tersusun atas 8 ruas.


(25)

Larva Ae. Aegypti ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.

3. Pupa

Pupa nyamuk Ae. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh terdapat berjumbai panjang dan bulu di nomer 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat, posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air.

4. Dewasa

Nyamuk Ae. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose.


(26)

2.1.3. Siklus Hidup Nyamuk Ae. Aegypti

Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami metamorphosis sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa telur, larva (beberapa instar), pupa, dan dewasa (Sembel, 2009). Selama masa bertelur, seekor nyamuk betina mampu meletakkan 100-400 butir telur. Biasanya, telur-telur tersebut diletakkan di bagian yang berdekatan dengan permukaan air, misalnya di bak yang airnya jernih dan tidak berhubungan langsung dengan tanah (Kardinan, 2009).

Telur nyamuk Ae. aegypti di dalam air dengan suhu 20-400C akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air, dan kandungan zat makanan yang ada di dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari (Soegijanto, 2006).

2.1.4. Tata Hidup Nyamuk Ae. Aegypti

Nyamuk Ae. aegypti bersifat urban, hidup di perkotaan dan lebih sering hidup di dalam dan di sekitar rumah (domestik) dan sangat erat hubungannya dengan manusia. Tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti yaitu tempat di mana nyamuk Aedes meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di luar rumah (outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang paling utama adalah tempat-tempat penampungan air: bak air mandi, bak air WC, tendon air minum,


(27)

tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember, drum, vas tanaman hias, perangkap semut, dan lain-lain. Sedangkan tempat perindukan yang ada di luar rumah (halaman): drum, kaleng bekas, botol bekas, ban bekas, pot bekas, pot tanaman hias yang terisi oleh air hujan, tendon air minum, dan lain-lain (Soegijanto, 2006).

Ae. aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah (Wikipedia, 2009).

Nyamuk betina sangat sensitif terhadap gangguan sehingga memiliki kebiasaan menggigit berulang-ulang. Kebiasaan ini sangat memungkinkan penyebaran virus demam berdarah ke beberapa orang sekaligus (Kardinan, 2009). Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 (Depkes, 2005).

Ae. aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembap, dan tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tumbuhan, atau di tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan, permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitur, benda yang tergantung seperti baju dan korden, serta di dinding (WHO, 2005).


(28)

Penyebaran nyamuk Ae. aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dan lokasi kemunculan. Akan tetapi, penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter terutama untuk mencari tempat bertelur. Transportasi aktif dapat berlangsung melalui telur dan larva yang ada dalam penampungan (WHO, 2005).

2.1.5. Suhu

Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Di luar kisaran suhu tersebut, serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pada umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 150C, suhu optimum 250C, dan suhu maksimum 450C (Jumar, 2000). Menurut Yotopranoto, et al. dalam Yudhastuti (2005), dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 250 – 270C dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 100C atau lebih dari 400C.

2.1.6. Kelembaban

Kelembaban yang dimaksudkan adalah kelembaban tanah, udara, dan tempat hidup serangga dimana merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai, serangga biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrem (Jumar, 2000). Menurut Mardihusodo dalam Yudhastuti (2005), disebutkan bahwa kelembaban udara yang berkisar 81,5 - 89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi dan ketahanan hidup embrio nyamuk.


(29)

2.2. Nyamuk Ae. Aegypti Sebagai Vektor Penyakit

Vektor penyakit adalah serangga penyebar penyakit atau Arthropoda (Soemirat, 2007). Nyamuk merupakan anggota ordo Diptera yang berbentuk langsing, baik tubuhnya, sayap maupun proboscisnya. Ciri-ciri khas ordo Diptera, yaitu (Soedarto, 1992):

1. Kepala, toraks, dan abdomen berbatas jelas 2. Mempunyai sepasang antenna

3. Sepasang sayap selaput melekat pada segmen toraks yang kedua; pasangan sayap lainnya berubah bentuk menjadi alat keseimbangan

4. Mulut berfungsi untuk mengisap 5. Abdomen terdiri dari 10 segmen

Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit-penyakit arbovirus (demam berdarah, chikungunya, demam kuning, encephalitis, dan lain-lain), serta penyakit-penyakit nematoda (filariasis), riketsia, dan protozoa (malaria). Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk meskipun sebagian besar dari spesies-spesies nyamuk ini tidak berasosiasi dengan penyakit. Jenis-jenis nyamuk yang menjadi vektor utama, biasanya adalah Aedes spp., Culex spp., Anopheles spp., dan Mansonia spp (Sembel, 2009).

Aedes aegypti adalah vektor terpenting bagi virus demam kuning, dengue, dan chikungunya. Nyamuk ini terdistribusi antara 400 Lintang Utara dan 400 Lintang Selatan., tapi sangat rentan terhadap temperatur yang ekstrem (Harwood, 1979).


(30)

2.2.1. Demam Berdarah Dengue

Demam dengue dan dengue hemorrhagic fever (DHF) atau dikenal sebagai demam berdarah dengue disebabkan oleh salah satu dari empat antigen yang berbeda, tetapi sangat dekat satu dengan yang lain, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 dari genus Flavivirus. Demam berdarah dengue (DBD) adalah bentuk dengue yang parah, berpotensi mengakibatkan kematian (Sembel, 2009).

Gambaran klinik demam berdarah dengue sering kali tergantung dari umur penderita. Pada bayi dan anak biasanya didapatkan demam dengan ruam makulopapular saja. Pada anak besar dan dewasa mungkin hanya didapatkan demam ringan, atau gambaran klinis lengkap dengan panas tinggi mendadak, sakit kepala hebat, sakit bagian belakang kepala, nyeri otot dan sendi serta ruam. Tidak jarang ditemukan pendarahan kulit, biasanya didapatkan lekopeni dan kadang-kadang trombositopeni. Pada waktu wabah tidak jarang Demam Dengue dapat disertai pendarah hebat. Yang membedakan Demam Dengue disertai pendarahan dan DBD adalah kebocoran plasma yang terdapat pada DBD dan tidak pada demam Dengue (Soegijanto, 2006).

Orang yang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita demam dengue (DD) atau demam yang ringan dengan gejala dan tanda yang tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali (asimptomatis). Penderita DD biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5 hari pengobatan (Depkes, 2005).


(31)

DBD terjadi bilamana pasien mengidap virus dengue sesudah terjadi infeksi sebelumnya oleh tipe virus dengue yang lain. Jadi, imunitas sebelumnya terhadap tipe virus dengue yang lain adalah penting dalam menghasilkan penyakit DBD yang parah. Infeksi oleh salah satu serotipe ini tidak menimbulkan imunitas dengan protektif-silang sehingga seseorang yang tinggal di daerah endemik dapat terinfeksi oleh demam dengue selama hidupnya (Sembel, 2009).

Diagnosis klinis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO terdiri dari (Depkes, 2005):

1. Kriteria klinis

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan, sekurang-kurangnya uji Tourniquet (Rumple Leede) positif

c. Pembesaran hati d. Syok

2. Kriteria laboratories

a. Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/µl)

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20%.

2.2.2. Perkembangan Penyakit Demam Berdarah Dengue

Penyakit yang sekarang dikenal sebagai DHF pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953. Sindromnya secara etiologis berhubungan dengan virus dengue ketika serotipe 2, 3, dan 4 diisolasi dari pasien di Filipina pada tahun 1956. Dua tahun


(32)

kemudian virus dengue dari berbagai tipe diisolasi dari pasien selama epidemik di Bangkok, Thailand (WHO, 1999).

Tahun 1968, Demam Berdarah Dengue dilaporkan untuk pertama kalinya di Indonesia yaitu berupa kejadian luar biasa penyakit Demam Berdarah Dengue di Jakarta dan Surabaya mencatat 58 kasus DBD dengan 24 kematian (CFR= 41,5%). Pada tahun berikutnya kasus DBD menyebar ke lain kota yang berada di wilayah Indonesia dan dilaporkan meningkat setiap tahunnya. Kejadian luar biasa penyakit DBD terjadi di sebagian besar daerah perkotaan dan beberapa daerah pedesaan (Soegijanto, 2006).

2.2.3. Penularan Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (Lestari, 2007).

Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Oleh karena itu, nyamuk Ae. aegypti yang telah mengisap virus dengue menjadi penular (infektif)


(33)

sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes, 2005).

2.3. Pengendalian Vektor

Tujuan pengendalian vektor utama adalah upaya untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Ae. aegypti sampai serendah mungkin sehingga kemampuan sebagai vector menghilang. Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vektor yaitu dengan cara kimiawi, biologis, mekanik, dan radiasi (Soegijanto, 2006).

Pengendalian vektor penyakit sangat diperlukan bagi beberapa macam penyakit karena berbagai alasan (Soemirat, 2007):

1. Penyakit tadi belum ada obat ataupun vaksinnya, seperti hampir semua penyakit yang disebabkan oleh virus

2. Bila ada obat ataupun vaksinnya, tetapi kerja obat tadi belum efektif, terutama untuk penyakit parasit

3. Berbagai penyakit didapat pada banyak hewan selain manusia sehingga sulit dikendalikan

4. Sering menimbulkan cacat seperti filariasis dan malaria

5. Penyakit cepat menjalar, karena vektornya dapat bergerak cepat, seperti insekta yang bersayap


(34)

2.3.1. Pengendalian Vektor Secara Kimiawi 1. Insektisida

Insektisida berasal dari bahasa latin insectum yang mempunyai arti potongan, keratin, atau segmen tubuh, seperti kita lihat pada bagian tubuh serangga (Soemirat, 2005). Insektisida adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk memberantas serangga (Soedarto, 1992).

Pembagian insektisida berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh insektisida dibedakan menjadi tiga kelompok insektisida, yaitu racun lambung, racun kontak, dan racun pernapasan. Untuk mengendalikan serangga yang terbang(seperti nyamuk Ae. aegypti), insektisida yang digunakan adalah yang mengandung racun lambung atau racun kontak (Djojosumarto, 2000).

2. Larvasida

Saat ini larvasida yang paling luas digunakan untuk mengendalikan larva Aedes aegypti adalah temefos. Di Indonesia, temefos 1% (Abate 1SG) telah digunakan sejak 1976, dan sejak 1980 abate telah dipakai secara massal untuk program pemberantasan Aedes aegypti di Indonesia (Gafur, 2006).

Cara ini biasanya dengan menaburkan abate ke dalam bejana tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum, yang dapat mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan (Chahaya, 2003).

3. Repellent

Repellent adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan serangga atau


(35)

gangguan oleh serangga terhadap manusia. Repellent digunakan dengan cara menggosokkannya pada tubuh atau menyemprotkannya pada pakaian, oleh karena itu harus memenuhi beberapa syarat yaitu tidak mengganggu pemakainya, tidak melekat atau lengket, baunya menyenangkan pemakainya dan orang sekitarnya, tidak menimbulkan iritasi pada kulit, tidak beracun, tidak merusak pakaian dan daya pengusir terhadap serangga hendaknya bertahan cukup lama. DEET (N,N-diethyl-m-toluamide) adalah salah satu contoh repellent yang tidak berbau, akan tetapi menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka atau jaringan membranous (Soedarto, 1992).

Repellent yang berbeda bekerja melawan hama yang berbeda pula. Oleh sebab itu, penting untuk memperhatikan kandungan aktif dari suatu repellent pada label produknya. Repellent yang mengandung DEET (N,N-diethyl-m-toluamide), permethrin, IR3535 (3-[N-butyl-N-acetyl]-aminopropionic acid) atau picaridin (KBR 3023) merupakan repellent untuk nyamuk. DEET tidak boleh digunakan pada bayi yang berumur di bawah 2 bulan. Anak-anak yang berumur dua bulan atau lebih hanya dapat menggunakan produk dengan konsentrasi DEET 30% atau lebih (MDPH, 2008).

DEET diserap ke dalam tubuh melalui kulit. Penyerapannya melalui kulit tergantung dari konsentrasi dan pelarut dalam formulasi produk repellent tersebut. Konsentrasi DEET sebesar 15% dalam etanol akan diserap ke dalam tubuh rata-rata 8,4%. Penyerapannya ke dalam tubuh akan dimulai dalam 2 jam setelah penggunaan. Penyerapan DEET juga tergantung pada umur dan massa tubuh. Bayi yang berumur


(36)

<2 bulan memiliki rasio luas permukaan tubuh terhadap massa tubuh yang lebih besar sehingga lebih mudah terserap dan mudah mencapai konsentrasi plasma yang tinggi. Kandungan repellent seperti DEET merupakan bahan korosif. Walaupun telah ditambahkan dengan zat-zat lain yang berfungsi sebagai pelembab, zat ini tetap berbahaya (POM, 2010).

Petunjuk pemakaian repellent oleh EPA (Environmental Protection Agency ), yaitu:

a. Penggunaan repellent hanya di kulit yang terbuka dan/atau di pakaian (seperti petunjuk di label). Jangan digunakan di kulit yang terlindungi pakaian.

b. Jangan menggunakan repellent pada kulit yang terluka atau kulit yang iritasi. c. Jangan digunakan di mata atau mulut dan gunakan sesedikit mungkin di

sekitar telinga. Ketika menggunakan spray, jangan disemprotkan langsung ke wajah, tapi semprotkan terlebih dahulu ke tangan lalu sapukan ke wajah. d. Jangan biarkan anak-anak memegang produk repellent. Ketika menggunakan

pada anak-anak, letakkan terlebih dahulu pada tangan kita lalu gunakan pada anak.

e. Gunakan repellent secukupnya untuk kulit yang terbuka dan/ atau pakaian. Jika penggunaan repellent tadi tidak berpengaruh, maka tambahkan sedikit lagi.

f. Setelah memasuki ruangan, cuci kulit yang memakai repellent dengan sabun dan air atau segera mandi. Ini sangat penting ketika repellent digunakan secara berulang pada satu hari atau pada hari yang berurutan. Selain itu,


(37)

pakaian yang sudah terkena repellent juga harus dicuci sebelum dipakai kembali.

g. Jika kulit mengalami ruam/ kemerahan atau reaksi buruk lainnya akibat penggunaan repellent, berhentikan penggunaan repellent, bersihkan kulit dengan sabun dan air. Jika pergi ke dokter, bawa repellent yang digunakan untuk ditunjukkan pada dokter (CDC, 2008).

2.3.2. Pengendalian Vektor Secara Biologis/ Hayati

Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrate atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian hayati, dapat berperan sebagai pathogen, parasit atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Sebagai pathogen, seperti dari golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendali hayati larva nyamuk di tempat perindukannya (Soegijanto, 2006).

Beberapa keuntungan pengendalian hayati adalah (Jumar, 2000):

1. Aman, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, tidak menyebabkan keracunan pada manusia dan ternak

2. Tidak menyebabkan resistensi terhadap hama


(38)

4. Bersifat permanen, untuk jangka panjang dinilai lebih murah apabila keadaan lingkungan telah stabil atau telah terjadi keseimbangan antara hama dengan musuh alaminya.

2.3.3. Pengendalian Vektor Secara Mekanik

Pengendalian yang lain adalah dengan cara mekanik, yaitu mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan pakaian yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh, kecuali muka dan penggunaan net atau kawat kasa di rumah-rumah (Sembel, 2009).

Selain itu, yang sekarang digalakkan oleh pemerintah yaitu gerakan 3M (Soegijanto, 2006):

1. Menguras tempat-tempat penampungan air dengan menyikat bagian dinding dalam dan dibilas paling sedikit seminggu sekali

2. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa

3. menanam/ menimbun dalam tanah barang-barang bekas atau sampah yang dapat menampung air hujan.

2.3.4. Pengendalian Vektor Secara Radiasi

Di sini nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan dosis tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti akan berkopulasi dengan nyamuk betina tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil (Soegijanto, 2006).


(39)

2.4. Tanaman-Tanaman yang dapat Dijadikan Repellent

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik telah melakukan serangkaian penelitian terhadap potensi tanaman aromatik sebagai penghalau (repellent) nyamuk dan lalat dengan memanfaatkan tanaman aromatik dalam bentuk minyak atsiri (essential oil), antara lain: serai wangi, zodia, cengkeh, geranium, nilam, selasih yang mampu menghalau nyamuk Ae. aegypti (Kardinan, 2008).

2.4.1. Gambaran Umum Zodia (Evodia suaveolens)

Klasifikasi zodia (Evodia suaveolens) dalam klasifikasi tumbuhan adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Division : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rutales

Family : Rutaceae Genus : Evodia

Species : Evodia suaveolens (Tjitrosoepoma, 2000).

Zodia memiliki nama latin Evodia suaveolens, tetapi ada juga yang menyebut dengan Euodia suaveolens. Tanaman perdu ini berasal dari keluarga Rutaceae. Zodia diduga berasal dari Papua. Namun, saat ini sudah banyak tumbuh di Pulau Jawa, bahkan sering dijumpai ditanam di halaman rumah atau kebun sebagai tanaman hias (Kardinan, 2009).


(40)

Zodia mempunyai tinggi antara 50 cm hingga 200 cm (rata-rata 75 cm). Tanaman ini sangat mudah diperbanyak, yaitu melalui biji dan stek ranting. Biasanya apabila kita sudah memiliki tanaman yang sudah berbunga dan berbiji, maka bijinya akan jatuh dan tumbuh disekitar tanaman (Kardinan, 2004). Tanaman ini memiliki daun pipih panjang berwarna hijau kekuningan (Anonimous, 2010).

Zodia punya suatu keunikan, yaitu tanaman akan berubah warna daunnya bila ditempatkan di tempat yang mempunyai suhu yang berbeda. Bila ditanam di Bogor misalnya, zodia akan berdaun hijau muda terang. Akan berbeda dengan zodia yang ditanam di Jakarta, yang akan berdaun hijau tua. Untuk penanaman di Bogor, dari biji hingga setinggi 20 cm dibutuhkan waktu sekitar 8-9 bulan. Sedangkan untuk di daerah Jakarta memakan waktu yang lebih lama, biasanya hingga satu tahun. Hal ini dikarenakan udara di Bogor lebih lembab(Anonimous, 2008).

2.4.2. Kandungan Aktif

Daun zodia dapat disuling untuk menghasilkan minyak atsiri (essential oil) yang mengandung bahan aktif evodiamine dan rutaecarpine. Diduga, kedua bahan aktif inilah yang membuat nyamuk tidak menyukai tanaman ini (Kardinan, 2009).

Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun tanaman ini mengandung linalool (46%) dan a-pinene (13,26%) di mana linalool sudah sangat dikenal sebagai pengusir (repellent) nyamuk (Kardinan, 2004).

Pada skrining fitokimia yang dilakukan pada daun zodia menunjukkan adanya beberapa golongan senyawa yang memberikan hasil yang positif yaitu


(41)

alkaloida, tannin, flavonoida, steroida/triterpenoida, glikosida, dan minyak atsiri (Ernita, 2009).

2.4.3. Kegunaan Zodia

Daun zodia terasa pahit, kadang-kadang digunakan sebagai obat tradisional, antara lain sebagai tonik untuk menambah stamina tubuh, sementara rebusan batangnya bermanfaat sebagai pereda demam malaria. Oleh masyarakat papua, tanaman ini sudah lama digunakan sebagai penghalau serangga, khususnya nyamuk (Kardinan, 2009).

Dari beberapa literatur, tanaman ini bermanfaat sebagai anti-kanker. Selain itu, lengan yang digigit oleh nyamuk demam berdarah akan cepat sembuh (bentol dan gatal) apabila digosok dengan daun zodia (Kardinan, 2004).


(42)

2.5. Kerangka Konsep

Daun Zodia

Suhu

Repellent Daya proteksi formulasi

ekstrak daun zodia pada: a. Marmut tanpa olesan

lotion,

b. Marmut dengan olesan lotion konsentrasi3%, selama

−0 jam;

−0,5 jam;

−1 jam;

−1,5 jam;

−2 jam;

−2,5 jam;

−3 jam;

−3,5 jam;

−4 jam;

−4,5 jam;

−5 jam;

−5,5 jam; dan

− 6 jam

Jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap Kelembaban


(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk melihat kemampuan dari ekstrak daun zodia (Evodia suoveolens) sebagai repellent nyamuk Ae. aegypti berdasarkan lama penggunaannya. Percobaan dilakukan dengan menggunakan 4 ekor marmut dimana 1 ekor marmut tidak diolesi lotion dan 3 ekor marmut diolesi lotion dengan konsentrasi 3% dengan lama pemaparan 0 jam; 0,5 jam; 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam; 3 jam; 3,5 jam; 4 jam; 4,5 jam; 5 jam; 5,5 jam; dan 6 jam.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) dan pembuatan formula dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret - Mei 2010

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah nyamuk Ae. aegypti dewasa yang diambil dari kotak pemeliharaan dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm (p x l x t). Setelah itu dimasukkan ke dalam kotak-kotak pengamatan berukuran 40 cm x 27 cm x 25 cm (p x l x t). Masing-masing kotak berisi 25 ekor nyamuk dewasa. Jumlah nyamuk yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 ekor nyamuk dewasa.


(44)

3.4. Subjek Penelitian

Untuk menunjang proses penelitian ini diperlukan adanya subjek penelitian yaitu dengan menggunakan marmot. Jumlah marmot yang dibutuhkan adalah 4 ekor.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil percobaan yang akan dilakukan berupa data jumlah nyamuk yang hinggap pada marmut yang tidak diolesi lotion dan pada marmut yang diolesi lotion konsentrasi 3% dengan lama pemaparan 0 jam; 0,5 jam; 1 jam; 1,5 jam; 2 jam; 2,5 jam; 3 jam; 3,5 jam; 4 jam; 4,5 jam; 5 jam; 5,5 jam; dan 6 jam.

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku dan jurnal serta literatur-literatur yang mendukung sebagai bahan kepustakaan.

3.6. Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1. Alat Penelitian

1. Kotak pemeliharaan 2. Kotak pengamatan 3. Timbangan 4. Cawan porselin 5. Lumpang porselin 6. Penangas air


(45)

7. Spatula 8. Kain kasa

9. Wadah tempat larva 10. Peciduk jentik 11. Wadah untuk lotion 12. Rotary evaporator 3.6.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Formula Lotion 3%, yaitu:

a. Setil alkohol : 0,5 gr b. Asam Stearat : 3 gr c. Lanolin : 1 gr d. Gliserin : 2 gr e. Metil Paraben : 0,1 gr f. Trietanolamin : 0,75 gr g. Ekstrak Zodia : 3 gr

h. Aquadest : secukupnya sampai 100 gr 2. Jentik nyamuk

3. Nyamuk dewasa 4. Air gula


(46)

3.7. Cara Kerja Penelitian

3.7.1. Cara Mendapatkan Nyamuk Ae. aegypti

Untuk mendapatkan nyamuk Ae. aegypti dewasa dilakukan dengan memelihara larva nyamuk Aedes aegypti dengan cara sebagai berikut:

1. Larva Ae. aegypti dimasukkan ke dalam baskom kecil yang berisi air bersih dan diletakkan di dalam kotak pemeliharaan

2. Simpan di tempat yang sejuk dan terhindar dari cahaya matahari langsung 3. Amati kotak pemeliharaan dan apabila jentik telah berubah menjadi

kepompong, lalu masukkan air gula/ madu ke dalam kotak pemeliharaan untuk makanan nyamuk setelah keluar dari kepompong.

4. Setelah nyamuk dewasa maka nyamuk tersebut ditangkap dengan aspirator kemudian dipindahkan ke kotak pemeliharaan

5. Nyamuk tidak diberi makan/ dilaparkan 12 jam sebelum dilakukan penelitian. 6. Pada akhir penelitian, nyamuk dibunuh dengan menggunakan kloroform.

3.7.2. Cara Mendapatkan Lotion dari Ekstrak Daun Zodia

Prosedur pembuatan lotion dari ekstrak daun zodia didapat dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Daun zodia sebanyak 500 gr ditumbuk dengan penambahan 700 ml etanol, lalu diperas dengan kain kasa, hasil perasannya didiamkan. Maka akan terpisah endapan dan cairan (Cairan I).


(47)

2. Kemudian ampas dari perasan tersebut ditambahkan etanol 700 ml, lalu didiamkan satu malam. Setelah pendiaman, kemudian diperas kembali lalu didiamkan kembali (Cairan II).

3. Cairan I dan II diuapkan dengan rotary evaporator, lalu diuapkan di atas penangas air sampai kental (Cairan III).

4. Setil alkohol, asam stearat, lanolin ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin, dilebur di atas penangas air hingga suhu 750C (Bahan A). 5. Gliserin, metil paraben, trietanolamin dilarutkan dalam aquadest panas (Bahan

B).

6. Bahan A dimasukkan ke dalam lumpang porselin panas, lalu ditambahkan Bahan B, lalu ditambahkan Cairan III dan aduk rata.

7. Kemudian tambahkan aquadest dan aduk rata.

3.7.3. Cara Melakukan Pengenceran Konsentrasi Larutan Ekstrak Daun Zodia

Untuk mendapatkan konsentrasi larutan hasil ekstraksi daun zodia 3% dengan menggunakan rumus:

V1.N1 = V2.N2

Keterangan: V1 = Volume dari zat awal yang dibutuhkan

N1 = Konsentrasi awal

V2 = Volume yang diinginkan

N2 = Konsentrasi yang diinginkan

Contoh : Larutan 3 % dari ekstrak daun zodia dalam 100 ml aquadest Dik : N2 = 3 % V2 = 100 ml


(48)

N1 = 100%

Dit : V1 =……?

Jawab : V1.N1 = V2.N2

V1. 100% = 100 ml. 3 %

V1 = 3 ml

Artinya, 3 ml ekstrak pekat 100% diencerkan dalam labu takar dengan aquadest sampai volume 100 ml.

3.7.4. Cara Pembuatan Kotak Pengamatan dan Kotak Pemeliharaan

Kotak pemeliharaan berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm (p x l x t), dan kotak pengamatan dengan ukuran 40 cm x 27 cm x 25 cm (p x l x t). Tiap sisi kotak ditutup dengan kain kasa (kasa nyamuk).

3.8. Prosedur Penelitian

3.8.1. Prosedur yang dilakukan oleh subjek test

Subjek test yang digunakan dalam penelitian ini adalah marmut. Adapun prosedur yang dilakukan pada subjek test ini adalah:

1. Marmut yang telah dipelihara sebelumnya diberi makan

2. Sebelum penelitian dilakukan, cukur bagian tubuh marmot yang akan dijadikan objek gigitan nyamuk. Pilih bagian tubuh yang memiliki banyak otot karena terdapat banyak pembuluh darah.

3. Keempat kaki marmut diikat agar marmut tidak bergerak-gerak 4. Lalu letakkan marmut di tempat yang telah disediakan.


(49)

3.8.2. Prosedur percobaan

1 Dari kotak pemeliharaan, nyamuk dewasa diambil dengan alat aspirator dan dibagi ke dalam kotak-kotak pengamatan masing-masing sebanyak 25 ekor dan pada kotak percobaan masing-masing diberi tanda yaitu K, M1, M2, M3.

2 Setelah itu lakukan test dengan mengoleskan lotion dari ekstrak daun zodia pada kulit marmut yang telah dicukur dengan konsentrasi 3% dengan menggunakan kuas sebanyak 1 ml.

3 Letakkan marmut yang telah dicukur di tempat yang telah disediakan dengan arah kulit yang di cukur ke areal nyamuk menggigit selama 6 jam berturut-turut.

4 Selama percobaan, kulit marmut yang telah dicukur tidak dicuci dan perlakuan (lotion) tidak ditambah, hal ini untuk melihat daya tahan proteksi repellent.

5 Amati dan hitung jumlah nyamuk yang hinggap pada marmut. Dalam penelitian dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban.

6 Hasil data yang didapat dianalisa secara deskriptif, kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan sesuai dengan kepustakaan yang relevan.

3.9. Defenisi Operasional

1. Daun zodia adalah bagian tumbuhan berwarna hijau yang diambil dari tumbuhan zodia.


(50)

2. Daya proteksi formulasi ekstrak daun zodia adalah kemampuan ekstrak daun zodia untuk melindungi kulit dari gigitan nyamuk. Untuk mendapatkan ekstrak daun zodia, daun zodia ditumbuk dengan penambahan etanol kemudian diperas dengan kain kassa dan didiamkan lalu ditambahkan etanol dan didiamkan lagi. Setelah itu diencerkan dengan aquadest untuk mendapatkan konsentrasi 3% kemudian digunakan sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti selama 6 jam untuk melihat daya tahannya sebagai repellent.

3. Jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap adalah banyaknya nyamuk Ae. aegypti yang hinggap di tangan setelah perlakuan pemberian repellent hasil ekstrak daun zodia selama beberapa waktu penggunaannya.

4. Suhu adalah temperatur udara di tempat melakukan penelitian selama penelitian berlangsung yang diukur dengan menggunakan thermometer dan dinyatakan dalam derajat celcius.

5. Kelembaban adalah kandungan uap air di udara di tempat melakukan penelitian selama penelitian berlangsung yang diukur dengan menggunakan alat hygrometer dan dinyatakan dalam persen.

3.10. Analisa Data

Analisa terhadap data yang terkumpul dilakukan secara deskriptif, kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan sesuai dengan kepustakaan yang relevan.


(51)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Setelah Diolesi Dengan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens)

Penelitian dilakukan untuk mengetahui lamanya bertahan repellent dalam bentuk lotion yang dibuat dari ekstrak daun zodia. Konsentrasi yang diuji adalah 0% (tidak ada diolesi lotion) dan 3%. Marmut yang digunakan ada 4 ekor, yaitu 1 marmut tanpa diolesi lotion dan 3 ekor marmut dengan pengolesan lotion konsentrasi 3%. Marmut yang telah dicukur dan diolesi lotion dari ekstrak daun zodia diletakkan pada tempat yang telah disediakan di kotak percobaan selama 5 menit, selanjutnya dikeluarkan selama 30 menit dan diletakkan kembali di kotak percobaan selama 5 menit hingga 6 jam pengamatan. Hasil dari pengamatan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1. Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Pada Marmut Tanpa Olesan Lotion dan Marmut dengan Olesan Lotion Konsentrasi 3%

Penga matan Waktu Pengamatan (Pukul) Jam Setelah Pengolesan

Jumlah Nyamuk Yang Hinggap (Ekor) Marmut

tanpa diolesi lotion

Konsentrasi 3%

Marmut 1 Marmut 2 Marmut 3

1 11:00 - 11:05 0 4 0 0 0

2 11:25 - 11:30 0,5 2 0 0 0

3 11:55 - 12:00 1 4 0 0 0

4 12:25 - 12:30 1,5 1 2 3 2

5 12:55 - 13:00 2 1 0 2 1

6 13:25 - 13:30 2,5 3 6 3 3

7 13:55 - 14:00 3 6 7 4 3

8 14:25 - 14:30 3,5 3 5 2 2

9 14:55 - 15:00 4 1 3 3 4

10 15:25 - 15:30 4,5 2 8 3 6

11 15:55 - 16:00 5 3 1 4 2

12 16:25 - 16:30 5,5 11 5 3 3


(52)

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa pada 5 menit pengamatan 1 (0 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 4 ekor, pada marmut 1, marmut 2, dan marmut 3 dengan olesan lotion 3% tidak ada nyamuk yang hinggap pada kulit marmut. Pada 5 menit pengamatan 2 (0,5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 2 ekor, pada marmut 1, marmut 2, dan marmut 3 tidak ada nyamuk yang hinggap pada marmut. Pada 5 menit pengamatan 3 (1 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 4 ekor, pada marmut 1, marmut 2, dan marmut 3 tidak ada nyamuk yang hinggap pada marmut.

Pada 5 menit pengamatan 4 (1,5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 1 ekor, pada marmut 1 ada 2 ekor nyamuk, pada marmut 2 ada 3 ekor nyamuk yang hinggap, dan pada marmut 3 ada 2 ekor nyamuk. Pada 5 menit pengamatan 5 (2 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 1 ekor, pada marmut 1 tidak ada nyamuk yang hinggap, pada marmut 2 ada 1 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 1 ekor nyamuk. Pada 5 menit pengamatan 6 (2,5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 3 ekor, pada marmut 1 ada 6 ekor nyamuk yang hinggap, pada marmut 2 ada 3 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 3 ekor nyamuk.

Pada 5 menit pengamatan 7 (3 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 6 ekor, pada marmut 1 ada 7 ekor nyamuk yang hinggap, pada marmut 2 ada 5 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 3 ekor nyamuk. Pada 5 menit pengamatan 8 (3,5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada


(53)

marmut tanpa olesan ada 3 ekor nyamuk, pada marmut 1 ada 5 ekor nyamuk yang hinggap, pada marmut 2 ada 2 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 2 ekor nyamuk. Pada 5 menit pengamatan 9 (4 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 1 ekor, pada marmut 1 ada 3 ekor nyamuk yang hinggap, pada marmut 2 ada 3 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 4 ekor nyamuk.

Pada 5 menit pengamatan 10 (4,5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 2 ekor, pada marmut 1 ada 8 ekor nyamuk yang hinggap, pada marmut 2 ada 3 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 6 ekor nyamuk. Pada 5 menit pengamatan 11 (5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 3 ekor, pada marmut 1 ada 1 ekor nyamuk yang hinggap, pada marmut 2 ada 4 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 2 ekor nyamuk.

Pada 5 menit pengamatan 12 (5,5 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 11 ekor, pada marmut 1 ada 5 ekor nyamuk yang hinggap, pada marmut 2 ada 3 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 3 ekor nyamuk. Pada 5 menit pengamatan 13 (6 jam setelah pengolesan), nyamuk yang hinggap pada marmut tanpa olesan ada 3 ekor, pada marmut 1 ada 4 ekor nyamuk, pada marmut 2 ada 5 ekor nyamuk, dan pada marmut 3 ada 2 ekor nyamuk yang hinggap pada kulit marmut yang telah dicukur.


(54)

Gambar 4.1. Diagram Garis Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Pada Marmut Tanpa Olesan Lotion dan Marmut dengan Olesan Lotion Konsentrasi 3%

Dari gambar 4.1. dapat dilihat bahwa pada ekstrak daun zodia dengan konsentrasi 3%, nyamuk tidak hinggap pada jam ke 0; jam ke 0,5; dan jam ke 1. Setelah itu, jumlah nyamuk yang hinggap pada marmut cenderung fluktuatif yaitu pada marmut tanpa olesan, jumlah nyamuk yang hinggap paling banyak adalah pada jam ke 5,5 setelah pengolesan. Pada marmut 1, jumlah nyamuk yang hinggap paling banyak adalah pada jam ke 4,5 setelah pengolesan. Pada marmut 2, jumlah nyamuk yang hinggap paling banyak adalah pada jam ke 6 setelah pengolesan. Pada marmut 3, jumlah nyamuk yang hinggap paling banyak adalah pada jam ke 4,5 setelah pengolesan.

4.2. Suhu Udara

Pada saat penelitian dilakukan, suhu ruangan pada tempat melakukan percobaan diukur untuk mengetahui keadaan suhu yang mendukung atau tidaknya kelangsungan hidup nyamuk dalam melakukan percobaan. Selama penelitian, dilakukan pengukuran temperatur udara di ruangan yang diukur dengan


(55)

menggunakan thermometer yang digantung pada dinding ruangan. Dan suhu rata-rata dari hasil pengukuran yang didapatkan adalah 27,50C.

4.3. Kelembaban

Pada saat penelitian dilakukan, pengukuran kelembaban udara di ruangan untuk mengetahui apakah kelembaban udara pada ruangan melakukan percobaan mendukung atau tidaknya kelangsungan hidup nyamuk. Kelembaban udara yang diukur dengan alat hygrometer yang diletakkan/ digantung pada dinding ruangan. Dan kelembaban rata-rata dari hasil pengukuran yang didapatkan selama melakukan percobaan adalah rata-rata 79,2%.


(56)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Jumlah Nyamuk Yang Hinggap Setelah Diolesi Dengan Ekstrak Daun Zodia (Evodia suaveolens)

Hasil penelitian yang dilakukan mengenai kemampuan dari ekstrak daun zodia sebagai repellent terhadap nyamuk Ae. aegypti berdasarkan lama penggunaannya dengan menggunakan konsentrasi 0% (kontrol) dan konsentrasi 3% dengan 3 kali pengulangan, maka diperoleh jumlah nyamuk Ae. aegypti yang hinggap pada tiap konsentrasi dan pengulangan berbeda-beda. Selama percobaan berlangsung, kulit subjek test yang diolesi lotion tidak dicuci dan tidak ada penambahan lotion untuk melihat daya tahan repellent dari ekstrak daun zodia terhadap nyamuk Ae. aegypti.

Percobaan dilakukan pada marmut selama 5 menit dilihat berapa nyamuk yang hinggap kemudian istirahat selama 30 menit dan hal ini dilakukan berulang kali selama 6 jam. Selama istirahat, marmut di keluarkan dari kotak percobaan dan saat percobaan dilakukan, marmut diletakkan kembali di kotak percobaan.

Penelitian ini dilakukan pada siang hari dengan kondisi tempat yang terang dan cuaca yang cerah. Pada saat nyamuk hinggap, ada beberapa nyamuk yang menggigit hingga kenyang dan ada beberapa nyamuk yang hanya hinggap sebentar kemudian terbang karena gerakan dari marmut yang terganggu oleh gigitan nyamuk. Marmut-marmut tersebut cenderung diam tetapi karena terlalu sering dihinggapi dan digigit oleh nyamuk maka marmut mulai merasa terganggu dan gelisah.


(57)

Kondisi-kondisi tersebut yang mempengaruhi hasil penelitian ini menjadi cenderung fluktuatif.

Aedes aegypti biasanya menggigit pada siang hari saja, khususnya di tempat yang agak gelap (Waryono, 2004). Sebagai hewan diurnal, nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit dan beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim (WHO, 2005). Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (Soedarmo, 1988).

Kebiasaan menggigit nyamuk Ae. aegypti saat mencari makan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu didorong rasa lapar, bau yang dipancarkan oleh inang, temperatur, kelembaban, kadar karbondioksida, dan warna. Khan, dkk (1996) melaporkan bahwa untuk jarak yang lebih jauh, faktor bau memegang peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lain (Soegijanto, 2006).

Pada gambar diagram 4.1. dapat dilihat kondisi nyamuk menggigit yang cenderung fluktuatif pada hasil percobaan . Hal ini dapat disebabkan sifat nyamuk Ae. aegypti yang sangat sensitif dan mudah terganggu (Soedarmo, 1988).

Insektisida nabati merupakan bahan alami, bersifat mudah terurai di alam (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak karena residunya mudah hilang. Senyawa yang terkandung dalam tumbuhan dan diduga berfungsi sebagai insektisida di antaranya adalah golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid, dan minyak atsiri (Naria, 2005).


(58)

Senyawa lainnya yang dapat berpotensi sebagai repellent yaitu linalool, polifenol, kamper, limonene, sitronela, geraniol, sineol, eugenol, dll. Linalool, kamper, saponin, dan limonene dikenal sebagai zat penolak serangga sehingga zat tersebut juga berfungsi sebagai pengusir nyamuk (Kardinan, 2008).

Pada skrining fitokimia yang dilakukan pada daun zodia menunjukkan adanya beberapa golongan senyawa yang memberikan hasil yang positif yaitu alkaloida, tannin, flavonoida, steroida/triterpenoida, glikosida, dan minyak atsiri (Ernita, 2009). Menurut hasil analisa yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dengan gas kromatografi, minyak yang disuling dari daun tanaman ini mengandung linalool (46%) dan a-pinene (13,26%).

Pada tabel 4.1. dapat dilihat bahwa pada marmut dengan olesan lotion 3%, nyamuk tidak hinggap hanya pada jam ke 0; jam ke 0,5; dan jam ke 1. Pada jam-jam berikutnya, nyamuk mulai hinggap pada marmut. Ekstrak daun zodia dengan konsentrasi 3% ini hanya mampu bertahan selama 1 jam pertama sehingga kurang baik dijadikan sebagai repellent.

Penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Pediatric pada tahun 2003 menyatakan bahwa lotion yang mengandung 10% DEET hanya efektif dalam waktu 2 jam, sedangkan yang mengandung 24% DEET hanya dapat bertahan selama 5 jam. Di Indonesia, lotion anti nyamuk mengandung DEET 10-15% dan diklaim para produsennya (pada kemasan) dapat bertahan selama 6-8 jam. Peraturan Pemerintah melalui Komisi Pestisida Departemen Pertanian mensyaratkan bahwa


(59)

suatu lotion anti nyamuk dapat dikatakan efektif apabila daya proteksinya paling sedikit 90% dan mampu bertahan selama 6 jam (Kardinan, 2007).

Menurut Brown and Hebbert dalam Dewi (2009), menjelaskan bahwa repellent yang baik mempunyai daya penolak yang besar dan tepat serta tidak berbahaya bagi binatang dan manusia, murah harganya, mudah didapat dalam jumlah besar, mempunyai susunan kimia yang stabil, tidak mudah terbakar, mudah digunakan, dan dapat dicampur dengan berbagai macam bahan pelarut yang dapat digunakan untuk menolak nyamuk.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ernita tentang uji aktivitas nyamuk dari ekstrak zodia. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan perbedaan konsentrasi krim cair pada 10 orang sukarelawan yang berusia 19-24 tahun. Cara kerja yang dilakukan adalah dengan memasukkan tangan sukarelawan ke dalam kotak berisi nyamuk, dibiarkan selama 2 jam, dan dihitung jumlah gigitan nyamuk. Pada hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan jumlah gigitan nyamuk dimana pada konsentrasi 3% tidak ada bekas gigitan.

5.2. Suhu Udara

Selama penelitian berlangsung, dilakukan pengukuran suhu udara di ruangan dengan menggunakan thermometer yang digantung pada dinding ruangan, sehingga dapat diketahui berapa suhu udara pada saat perlakuan dilakukan. Suhu udara pada saat penelitian memiliki rata-rata 27,50C Menurut Yotopranoto, et al. dalam Yudhastuti (2005), dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan


(60)

nyamuk adalah 250 – 270C dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 100C atau lebih dari 400C. Berarti nyamuk berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk hidup dan beraktifitas pada saat melakukan percobaan.

5.3. Kelembaban

Kelembaban udara diukur dengan menggunakan hygrometer. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa kelembaban di tempat penelitian selama penelitian berlangsung memiliki rata-rata 79,2%. Menurut Mardihusodo dalam Yudhastuti (2005), disebutkan bahwa kelembaban udara yang berkisar 81,5 - 89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi dan ketahanan hidup embrio nyamuk. Berarti kondisi kelembaban pada ruang penelitian masih cukup sesuai dengan kebutuhan hidup nyamuk Ae. aegypti karena kelembaban udara di ruang penelitian tidak terlalu jauh dengan kelembaban optimal.


(61)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada ekstrak daun zodia dengan konsentrasi 3%, nyamuk tidak hinggap pada jam ke 0; jam ke 0,5; dan jam ke 1. Pada jam-jam berikutnya, nyamuk mulai hinggap pada kulit marmut dengan olesan lotion tersebut dan jumlah nyamuk yang hinggap pada marmut cenderung fluktuatif.

2. Ekstrak daun zodia dengan konsentrasi 3% ini kurang baik dijadikan sebagai repellent karena hanya mampu bertahan selama 1 jam pertama.

6.2. Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan meningkatkan konsentrasi ekstrak daun zodia sebesar 12%-15% untuk melihat keefektifannya dalam bentuk lotion anti nyamuk selama 6 jam.

2. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengujicobakan penelitian yang sama dengan menggunakan tanaman inggu dan kenikir.

3. Pada penelitian selanjutnya yang menggunakan marmut sebagai subjek test, sebaiknya jangan mengikat kaki marmut tapi menggunakan pengekang hewan percobaan untuk menahan marmut tidak bergerak dan setiap kali istirahat, marmut harus diberi makan sehingga marmut tidak lemas dan mati pada akhir percobaan.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2008. Zodia, Tanaman Anti Nyamuk. . Diakses 7 Januari 2010

---, 2010. Gunakan Tanaman Pengusir Nyamuk.

Balitbang Provinsi Sumatera Utara, 2007. Pemanfaatan Tanaman-Tanaman yang

Mempunyai Aktivitas sebagai Anti Nyamuk dalam Upaya Mengurangi Penyebaran Penyakit Menular di Provinsi Sumatera Utara. Medan

CDC, 2008. Updated Information Regarding Mosquito Repellents. 12 Februari 2010.

Chahaya, Indra, 2003. Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia. Januari 2010.

Depkes RI , Dirjen PP & PL, 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam

Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta

---, 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta

Dewi, Niken K., 2009. Pengaruh Formulasi Cetyl Alcohol Terhadap Sifat Fisik

dan Aktivitas Lotion Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Cananga adoratum) Sebagai Repelan Terhadap Nyamuk Anopheles aconitus Betina. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dinkes Sumatera Utara, 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun

2008. Medan

.

Djojosumarto, Panut, 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

EPA, 1999. Product Performance Test Guidelines: OPPTS 810.3700 Insect Repellents For Human Skin and Outdoor Premises. United States.


(63)

Ernita, 2009. Pembuatan Krim Cair dan Uji Aktivitas Anti Nyamuk dari

Ekstrak Zodia (Euodia hortensis J.R. & G. Forst). Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Gafur, Abdul, dkk, 2006. Kerentanan Larva Aedes Aegypti dari Banjarmasin

Utara terhadap Temefos.

Februari 2010.

Hanafiah, Kemas Ali, 2005. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Harwood, Robert F, 1979. Entomology in Human and Animal Health. Macmillan Publishing Co.,Inc. New York.

Hasan, Wirsal, 2006. Mengenal Nyamuk Aedes aegypti Vektor Demam Berdarah

Dengue. Info Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Volume X, Nomor 1, Juni 2006. Medan. Jumar, 2000. Entomologi Pertanian. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Kardinan, Agus, 2004. Zodia (Evodia suaveolens) Tanaman Pengusir Nyamuk. Diakses 25 September 2009.

---, 2007. Potensi Selasih Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes

aegypti. Jurnal Littri. Jakarta.

---, 2008. Prospek Tanaman Aromatik dalam Menanggulangi

Permasalahan Nyamuk dan Lalat. Warta Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, April 2008. Bogor.

---, 2009. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Keri, Lestari, 2007. Epidemiologi dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue

(DBD) di Indonesia. Farmaka, Vol. 5 No. 3, Desember 2007. Fakultas Farmasi Universitas Padjadajaran. Bandung.

Massachusetts Department of Public Health (MDPH), 2008. Mosquito Repellents.

Naria, Evi, 2005. Insektisida Nabati Untuk Rumah Tangga. Info Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Volume IX, Nomor 1, Juni 2005. Medan.


(64)

POM, 2010. Bahaya DEET Pada Insect. Desember 2010.

Sembel, D.T., 2009. Entomologi Kedokteran. C.V Andi Offset. Yogyakarta.

Soedarmo, Sumarmo, 1988. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. UI Press. Jakarta.

Soedarto, 1992. Atlas Entomologi Kedokteran. EGC. Jakarta. ---, 1992. Entomologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

Soegijanto, Soegeng, 2006. Demam Berdarah Dengue. Airlangga University Press. Surabaya.

Soemirat, Juli, 2007. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Setiono, Kusdwiratri dkk, 1998. Manusia, Kesehatan dan Lingkungan. Penerbit Alumni. Bandung.

Rizal, Molide, 2009. Pemanfaatan Tanaman Atsiri Sebagai Pestisida Nabati.

Wikipedia, 2009. Nyamuk Aedes Aegypti. Aedes Aegypti. Diakses 25 September 2009.

WHO, 1999. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan

Pengendalian. EGC. Jakarta.

---, 2005. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah

Dengue: Panduan Lengkap. EGC. Jakarta.

Yudhastuti, Ririh dan Anny Vidiyani, 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan,

Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.1, No.2, Januari 2005.

Surabaya.

Yuliani, Sri Hartati, 2005. Formulasi gel repelan minyak atsiri tanaman akar

wangi (Vetivera zizanioidesi (L) Nogh): Optimasi komposisi carbopol 3%.b/v.– propilenglikol. Majalah Farmasi Indonesia, 16(4), 197 – 203.


(65)

Lampiran 1

Letak Kotak Pengamatan

Keterangan:

K = Kontrol (Marmut tanpa olesan lotion) M1 = Marmut 1

M2 = Marmut 2 M3 = Marmut 3

M2

K M1


(66)

Lampiran 2


(67)

Gambar 3. Marmut yang telah dicukur


(68)

Gambar 5. Pembuatan Lotion


(1)

Ernita, 2009. Pembuatan Krim Cair dan Uji Aktivitas Anti Nyamuk dari Ekstrak Zodia (Euodia hortensis J.R. & G. Forst). Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Gafur, Abdul, dkk, 2006. Kerentanan Larva Aedes Aegypti dari Banjarmasin Utara terhadap Temefos. Februari 2010.

Hanafiah, Kemas Ali, 2005. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Harwood, Robert F, 1979. Entomology in Human and Animal Health. Macmillan Publishing Co.,Inc. New York.

Hasan, Wirsal, 2006. Mengenal Nyamuk Aedes aegypti Vektor Demam Berdarah Dengue. Info Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Volume X, Nomor 1, Juni 2006. Medan.

Jumar, 2000. Entomologi Pertanian. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Kardinan, Agus, 2004. Zodia (Evodia suaveolens) Tanaman Pengusir Nyamuk. Diakses 25 September 2009.

---, 2007. Potensi Selasih Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes

aegypti. Jurnal Littri. Jakarta.

---, 2008. Prospek Tanaman Aromatik dalam Menanggulangi Permasalahan Nyamuk dan Lalat. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, April 2008. Bogor.

---, 2009. Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Keri, Lestari, 2007. Epidemiologi dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Farmaka, Vol. 5 No. 3, Desember 2007. Fakultas Farmasi Universitas Padjadajaran. Bandung.

Massachusetts Department of Public Health (MDPH), 2008. Mosquito Repellents.

Naria, Evi, 2005. Insektisida Nabati Untuk Rumah Tangga. Info Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Volume IX, Nomor 1, Juni 2005. Medan.


(2)

POM, 2010. Bahaya DEET Pada Insect. Desember 2010.

Sembel, D.T., 2009. Entomologi Kedokteran. C.V Andi Offset. Yogyakarta.

Soedarmo, Sumarmo, 1988. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. UI Press. Jakarta.

Soedarto, 1992. Atlas Entomologi Kedokteran. EGC. Jakarta. ---, 1992. Entomologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

Soegijanto, Soegeng, 2006. Demam Berdarah Dengue. Airlangga University Press. Surabaya.

Soemirat, Juli, 2007. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Setiono, Kusdwiratri dkk, 1998. Manusia, Kesehatan dan Lingkungan. Penerbit Alumni. Bandung.

Rizal, Molide, 2009. Pemanfaatan Tanaman Atsiri Sebagai Pestisida Nabati.

Wikipedia, 2009. Nyamuk Aedes Aegypti. Aedes Aegypti. Diakses 25 September 2009.

WHO, 1999. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian. EGC. Jakarta.

---, 2005. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue: Panduan Lengkap. EGC. Jakarta.

Yudhastuti, Ririh dan Anny Vidiyani, 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.1, No.2, Januari 2005. Surabaya.

Yuliani, Sri Hartati, 2005. Formulasi gel repelan minyak atsiri tanaman akar wangi (Vetivera zizanioidesi (L) Nogh): Optimasi komposisi carbopol 3%.b/v.– propilenglikol. Majalah Farmasi Indonesia, 16(4), 197 – 203. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.


(3)

Lampiran 1

Letak Kotak Pengamatan

Keterangan:

K = Kontrol (Marmut tanpa olesan lotion) M1 = Marmut 1

M2 = Marmut 2 M3 = Marmut 3

M2

K M1


(4)

Lampiran 2

Gambar 1. Daun Zodia


(5)

Gambar 3. Marmut yang telah dicukur


(6)

Gambar 5. Pembuatan Lotion