Risiko produksi anggrek dendrobium pada dede anggrek kecamatan cibitung kabupaten bekasi

RISIKO PRODUKSI ANGGREK DENDROBIUM PADA DEDE
ANGGREK KECAMATAN CIBITUNG KABUPATEN BEKASI

TISETYA MEYLINE PRAHANG TAMANDALA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Risiko Produksi
Anggrek Dendrobium Pada Dede Anggrek Kecamatan Cibitung Kabupaten
Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

TISETYA MEYLINE PRAHANG TAMANDALA
H34114088

i

ABSTRAK
TISETYA MEYLINE PRAHANG TAMANDALA. Risiko Produksi Anggrek
Dendrobium Pada Dede Anggrek Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi.
Dibimbing oleh POPONG NURHAYATI.
Dede Anggrek adalah salah satu usaha budidaya agribisnis yang
memproduksi anggrek Dendrobium. Fluktuasi produktivitas sering kali terjadi
pada kegiatan produksi anggrek Dendrobium di setiap periode produksinya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sumber risiko yang dihadapi untuk
kemudian dihitung probabilitas dan dampak risikonya, sehingga dapat diketahui

strategi penanganan yang sesuai. Sumber risiko yang dihadapi meliputi kesalahan
SDM, media tanam, kualitas bibit, iklim, serta hama dan penyakit. Probabilitas
kemungkinan terjadinya risiko tertinggi bersumber dari hama dan penyakit yaitu
sebesar 59.09%. Sedangkan dampak risiko yang mungkin terjadi juga bersumber
dari hama dan penyakit yaitu sebesar Rp 879 799,- . Strategi penanganan risiko
secara preventif dapat dilakukan untuk semua sumber risiko produksi. Sedangkan
strategi penanganan secara mitigasi dapat dilakukan untuk sumber risiko produksi
hama dan penyakit.
Kata kunci: Dendrobium, produksi, risiko

ABSTRACT
TISETYA MEYLINE PRAHANG TAMANDALA. Risk production dendrobium
Orchid on dede anggrek sub-district cibitung bekasi. Supervised by POPONG
NURHAYATI.
Dede Anggrek is one of the agribusiness cultivation business that producing
Dendrobium. Fluctuating of productivity almost done in production activities in
each period of production. The research was conducted to determine the source of
risk and then to calculated the probability and the impact of the risk, so that to
know the appropriate strategy. The sources of risk are errors of human resources,
growing media, quality of seed, climate, and also pests and diseases. The highest

probability of risk is because pests and diseases in the amount of 59.09 %. The
highest impact of risk is also because pests and diseases in the amount of Rp 879
799,-. Preventive risk management strategy can be performed for all sources of
production risk. Whereas, mitigation risk management strategy can be performed
for the sources of production risk of pests and diseases.
Keywords

: Dendrobium, production, risk,

RISIKO PRODUKSI ANGGREK DENDROBIUM PADA DEDE
ANGGREK KECAMATAN CIBITUNG KABUPATEN BEKASI

TISETYA MEYLINE PRAHANG TAMANDALA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

Judul Skripsi : Risiko Produksi Anggrek Dendrobium Pada Dede Anggrek
Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi
Nama
: Tisetya Meyline Prahang Tamandala
NIM
: H34114088

Disetujui oleh

Ir Popong Nurhayati, MM
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April hingga Juni 2013 ini ialah
Risiko Produksi Anggrek Dendrobium Pada Dede Anggrek Kecamatan Cibitung
Kabupaten Bekasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Popong Nurhayati, MS selaku
pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dede
Harmini selaku pemilik Dede Anggrek, dan pengurus Taman Anggrek Indonesia
Permai (TAIP) yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2014

Tisetya Meyline Prahang Tamandala

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang ..................................................................................................1
Perumusan Masalah ..........................................................................................4
Tujuan ...............................................................................................................6
Manfaat .............................................................................................................6
Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA
7
Penelitian Terdahulu .......................................................................................12
KERANGKA PEMIKIRAN
15
Kerangka Pemikiran Teoritis ..........................................................................15
Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................................19
METODE PENELITIAN
21
Lokasi dan Waktu ...........................................................................................21
Jenis dan Sumber Data ....................................................................................21
Metode Pengumpulan Data .............................................................................22
Metode Analisis Data ......................................................................................22
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
34
Identifikasi Sumber Risiko .............................................................................34
Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi ...............................................42
Analisis Dampak Risiko Produksi ..................................................................46

Pemetaan Sumber Risiko Produksi .................................................................49
Strategi Penanganan Sumber Risiko Produksi ................................................50
SIMPULAN DAN SARAN
51
Simpulan .........................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA
53
LAMPIRAN
55

vi

DAFTAR TABEL
1 Target Produksi Hortikultura Tahun 2012

1

2 Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2007-2011 (tangkai)

2


3 Produksi tanaman Anggrek menurut Provinsi (tangkai) Tahun 20092011

3

4 Produksi Tanaman Hias di Jawa Barat Komoditi Anggrek Tahun 20072011 (tangkai)

3

5 Data jumlah input (seedling) dan output yang dihasilkan pada tahun
2011(pot)

5

6 Kematian bibit akibat sumber risiko kesalahan SDM

36

7 Kematian bibit akibat sumbe risko kesalahan media tanam


37

8 Kematian anggrek akibat sumber risiko kualitas bibit

38

9 Jumlah Kegagalan Produksi yang disebabkan oleh iklim

39

10 Jumlah Kegagalan Produksi yang disebabkan oleh hama dan penyakit

42

11 Hasil perhitungan probabilitas sumber risiko produksi Dede Anggrek

43

12 Hasil perhitungan probabilitas risiko kualitas bibit pada 12 periode


43

13 Hasil perhitungan probabilitas risiko hama dan penyakit pada 12 periode

44

14 Hasil perhitungan probabilitas risiko media tanam pada 12 periode

44

15 Hasil perhitungan probabilitas risiko iklim pada 12 periode

45

16 Hasil perhitungan probabilitas risiko SDM pada 12 periode

46

17 Hasil perhitungan dampak risiko produksi Dede Anggrek

46

18 Hasil perhitungan dampak risiko kualitas bibit pada Dede Anggrek

47

19 Hasil perhitungan dampak risiko hama dan penyakit pada Dede Anggrek

47

20 Hasil perhitungan dampak risiko media tanam pada Dede Anggrek

48

21 Hasil perhitungan dampak risiko iklim pada Dede Anggrek

48

22 Hasil perhitungan dampak risiko SDM pada Dede Anggrek

49

23 Hasil perhitungan status risiko produksi pada Dede Anggrek

49

DAFTAR GAMBAR
1 Tingkat kelangsungan hidup anggrek Dendrobium tahun 2013
2 Peta risiko
3 Kerangka pemikiran operasional analisis risiko produksi Anggrek
Dendrobium pada Dede Anggrek

5
18
21

vii

4 Penanganan Risiko (Preventif)
5 Penanganan mitigasi risiko
6 (a) Akar busuk akibat penyiraman berlebihan oleh SDM (b) Kecepatan
tumbuh tanaman melambat akibat kekurangan dan kelebihan pemupukan
7 Media Tanam (a) keadaan baik (b) keadaan rusak dan lapuk
8 Media tanam yang terlalu lama (a) media tanam yang terkena lumut dan
jamur (b)
9 Bibit seedling (a) keadaan sehat (b) tidak tumbuh
10 Sumber risiko curah hujan membuat media berlumut dan akar tanaman
busuk
11 Sumber risiko hama dan penyakit tanaman remaja akibat (a) terserang
tungau merah (b) terserang jamur
12 Pemetaan sumber risiko produksi Dede Anggrek

25
26
35
36
37
38
39
42
50

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Pelaku usaha anggrek tahap seedling hingga remaja di seluruh indonesia
Segmentasi usaha anggrek dendrobium pada dede anggrek
Lay out usaha dede anggrek
Pola tanam anggrek dendrobium seedling hingga remaja pada dede
anggrek
Jadwal kegiatan unit produksi dede anggrek
Poses pemindahan bibit
Jadwal pemupukan dan penyemprotan pestisida dede anggrek per bulan
Proses pemupukan pada dede anggrek
Proses penyiraman pada dede anggrek

56
57
58
59
59
60
60
61
61

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang beriklim tropis.
Indonesia yang beriklim tropis, membuat kondisi agroklimat Indonesia
memungkinkan berbagai jenis tanaman dapat tumbuh dengan baik termasuk
bunga dan tanaman hias. Sebagai negara agraris, sektor pertanian dibagi menjadi
beberapa subsektor, salah satunya yaitu subsektor hortikultura. Subsektor
hortikultura merupakan salah satu subsektor yang berpotensi untuk dikembangkan
di Indonesia melalui berbagai macam jenis komoditi. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Kementrian Pertanian tahun 2011 ada beberapa komoditas utama
hortikultura yang memiliki potensi pasar dalam negeri dan ekspor yang baik
antara lain manggis, mangga, bawang merah, cabai merah, dan anggrek. Potensi
pengembangan subsektor hortikultura tersebut didukung dengan adanya target
produksi hortikultura pada tahun 2012 yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Target Produksi Hortikultura Tahun 2012
No

Komoditas

1
2
3
4

Buah
Sayuran
Tanaman Obat
Tanaman Florikultura

Target Produksi (ton)
18 671 100
11 591 900
454 200
942 355 314

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)

Berdasarkan data pada Tabel 1 diketahui bahwa target produksi tanaman
florikultura memiliki potensi untuk dikembangkan dengan produksi terbesar
diantara target produksi beberapa komoditi hortikultura lainnya. Hal tersebut
dapat dilihat dari adanya ketertarikan dan minat sebagian besar masyarakat
Indonesia terhadap tanaman florikultura yang semakin meningkat. Adanya
ketertarikan dan minat yang dilakukan dalam bentuk penghijauan di area
pekarangan atau halaman rumah, dapat memberikan manfaat baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap kelestarian lingkungan. Komoditas tanaman
florikultura itu sendiri terdiri dari berbagai jenis tanaman bunga potong dan
tanaman hias. Adapun data beberapa komoditas tersebut disajikan pada Tabel 2.

2

Tabel 2 Produksi Tanaman Hias di Indonesia Tahun 2007-2011 (tangkai)
No

Jenis

1
2

Anggrek
Anthurium
Bunga
Anyelir
Garbera
Gladiol
Heliconia
Krisan
Mawar
Sedap Malam

3
4
5
6
7
8
9

Tahun
2007
9 484 393
2 198 990

2008
15 309 964
2 627 498

2009
16 205 949
3 833 100

2010
14 050 445
7 655 542

2011
15 490 256
4 724 730

1 901 509
4 931 441
11 271 385
1 427 048
66 979.260
59 492 699
21 687 493

3 024 558
4 101 631
8 581 395
5 278 477
101 777 126
39 265 696
25 598 314

5 320 824
5 185 586
9 775 500
4 124 174
107 847 072
60 191 362
51 047 807

7 607 588
9 693 487
10 064 082
2 961 385
185 232 970
82 351 332
59 298 954

5 130 332
10 543 445
5 448 740
2 791 257
305 867 882
74 319 773
62 535 465

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2013)

Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa terdapat tanaman hias
seperti krisan, mawar, sedap malam, garbera dan anggrek yang memiliki jumlah
produksi terbesar dan selalu mengalami peningkatan jumlah produksi. Semakin
meningkatnya minat dan ketertarikan masyarakat terhadap tanaman florikultura
juga membuat jumlah hobiis dan pengusaha tanaman hias semakin banyak. Selain
digunakan sebagai bentuk penghijauan, tanaman hias juga seringkali secara
sengaja digunakan sebagai salah satu dekorasi untuk memperindah interior
maupun eksterior rumah. Salah satu jenis tanaman hias yang banyak diproduksi
dengan tujuan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah tanaman anggrek.
Tanaman anggrek memiliki daya tarik untuk diminati oleh masyarakat
karena keindahannya serta tanaman anggrek lebih mudah beradaptasi dengan
lingkungan dibandingkan dengan tanaman hias lainnya. Lingkungan yang cukup
memadai dapat menjadikan anggrek memiliki syarat tumbuh yang baik.
Data pada Tabel 2 menunjukkan jumlah perkembangan anggrek dari tahun
2007-2011 selalu mengalami peningkatan meskipun pada tahun 2010 mengalami
penurunan. Pada tahun 2007 sampai 2008 jumlah produksi anggrek mengalami
peningkatan sebesar 61.42 persen. Perkembangan produksi terus terjadi dari tahun
2008 sampai 2009 yaitu sebesar 5.85 persen namun terjadi jumlah penurunan dari
tahun 2009 ke tahun 2010 yaitu sebesar 13.30 persen. Meskipun demikian jumlah
produksi dari tahun 2010 ke tahun 2011 mengalami peningkatan kembali yaitu
sebesar 10.25 persen. Persentase peningkatan jumlah produksi tersebut merupakan
salah satu alasan lain bahwa anggrek memiliki potensi untuk dikembangkan
menjadi salah satu usaha budidaya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2013
tercatat 5 provinsi penghasil anggrek terbanyak di Indonesia. Provinsi Jawa Barat
merupakan salah satu provinsi dengan jumlah produksi anggrek terbesar diantara
ke-5 provinsi penghasil anggrek lainnya yang ada di Indonesia. Jumlah produksi
anggrek disetiap daerah tersebut disajikan secara terperinci dalam Tabel 3

3

Tabel 3 Produksi tanaman Anggrek menurut Provinsi (tangkai) Tahun 2009-2011
No
1
2
3
4
5

Provinsi
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Banten

Tahun
2009
1 258 047
5 582 076
985 222
2 180 521
1 453 304

2010
1 305 565
2 412 619
452 886
3 430 362
2 189 988

2011
1 683 623
4 085 935
3 673 559
50 335
1 952 960

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil tanaman
anggrek terbesar di Indonesia, sesuai dengan data yang disajikan pada Tabel 3.
Peningkatan jumlah produksi tanaman anggrek terjadi sebesar 69.38 persen dari
tahun 2010 ke tahun 2011. Namun, jumlah produksi tersebut sempat mengalami
penurunan dari tahun 2009 ke 2010 sebesar 56.78 persen. Penurunan jumlah
produksi tersebut tetap menjadikan provinsi Jawa Barat sebagai daerah penghasil
anggrek terbesar. Salah satu daerah penghasil anggrek di provinsi Jawa Barat
adalah Kabupaten Bekasi. Produksi setiap daerah tersebut disajikan secara
terperinci dalam Tabel 4.
Tabel 4 Produksi Tanaman Hias di Jawa Barat Komoditi Anggrek Tahun 20072011 (tangkai)
No
1
2
3
4
5

Kabupaten/kota
Bogor
Cianjur
Sukabumi
Kabupaten Bekasi
Kota Bekasi

2007
540 171
550 258
48 075
150
5 090

2008
688 175
3 811
16 610
650
4 590

Tahun
2009
3 093 879
19 522
8 680
2 555
1 718

2010
1 546 334
367
1 250
1 410
7 840

2011
2 659 782
645
5 150
1 711
17 390

Sumber : Dinas Pertanian (2013)

Jumlah produksi anggrek di Kabupaten Bekasi terbilang masih sedikit
dibandingkan dengan daerah-daerah lain yang ada di jawa barat. Meskipun
demikian produksi anggrek di Kabupaten Bekasi selalu mengalami peningkatan
setiap tahun. Penurunan produksi anggrek di Kabupaten Bekasi sempat
mengalami penurunan dari tahun 2009 ke tahun 2010.
Hal tersebut
mengindikasikan adanya risiko pada budidaya anggrek pada saat mengalami
penurunan yang secara langsung mempengaruhi jumlah produksinya. Ada
beberapa pelaku usaha anggrek anggrek di Indonesia yang membudidayakan
tanaman anggrek baik dari bibit seedling hingga tanaman dewasa. Pelaku usaha
budidaya anggrek tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Jumlah produksi
tanaman anggrek di Kabupaten Bekasi yang masih mengalami penurunan
dikarenakan produksi yang dihasilkan masih sedikit. Hal tersebut dapat
dikarenakan juga karena jumlah pelaku usaha budidaya anggrek masih sedikit
yaitu sebanyak dua pelaku usaha budidaya tanaman anggrek.
Salah satu pelaku usaha budidaya anggrek di Kabupaten Bekasi yaitu
Dede Anggrek. Salah satu jenis anggrek yang dibudidayakan oleh Dede Anggrek
sebagai komoditi usahanya adalah anggrek dengan jenis Dendrobium. Pada Dede
Anggrek alasan membudidayakan jenis anggrek Dendobium karena pemeliharaan

4

relatif mudah dibandingkan dengan jenis anggrek lainnya, penanaman di daerah
panas membuat Dendrobium tumbuh maksimal, tanaman Dendrobium mudah dan
rajin berbunga dan harga Dendrobium yang terjangkau. Pada umumnya terdapat
beberapa segmen dalam usaha budidaya anggrek Dendrobium yaitu botolan,
kompot, seedling, tanaman remaja, dan tanaman dewasa. Tetapi pada usaha
budidaya anggrek yang dilakukan dede Anggrek pada jenis komoditi Dendrobium
memfokuskan pada segmen seedling hingga tanaman remaja lalu proses
pemeliharaan dari tanaman remaja ke tanaman dewasa. Segmen tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 2. Segmen yang paling memiliki risiko terbesar ialah pada
saat seedling, kerena pada masa ini tanaman lebih rentan mengalami kegagalan
dalam produksi dibandingkan tanaman dewasa yang hanya membutuhkan proses
pemeliharaan.
Perumusan Masalah
Dede Anggrek merupakan perusahaan agribisnis yang mengusahakan
tanaman hias anggrek Dendrobium. Dede Anggrek berdiri sejak tahun 2002 yang
berlokasi di Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Perusahaan ini
bergerak di bidang usaha pembesaran dari bibit hingga pembungaan yang
berbentuk pot plant. Luas areal usaha pada Dede Anggrek adalah 1250 m² dengan
persentase 80 persen anggrek Dendrobium, 20 persen anggrek lain seperti vanda,
cattleya, oncidium golden flower serta anggrek bulan. Dede Anggrek mengalami
risiko dalam menjalankan usaha budidaya anggreknya. Hal ini yang akan
berdampak pada penerimaan dan keuntungan yang akan diterima oleh Dede
Anggrek serta lebih berpengaruh terhadap perkembangan usaha dari Dede
anggrek itu sendiri. Saat ini dalam menjalankan kegiatan usahanya Dede Anggrek
menghasilkan tanaman pot plant dengan menggunakan bibit seedling, kemudian
dibesarkan hingga tanaman mencapai remaja, lalu proses budidaya terakhir yaitu
memelihara anggrek remaja hingga berbunga dan siap dijual. Total pot saat ini
yang ada di areal usaha terdapat kurang lebih sekitar 10000 pot dengan jumlah
produksi per periode kira-kira sekitar 400 pot.
Dede Anggrek dalam menjual tanamannya sudah memiliki pelanggan
tetap seperti para pedangang keliling yang datang langsung ke Dede Anggrek
serta harga pada dede anggrek tergolong tetap dan stabil. Penyebab adanya
penurunan penerimaan yang diterima oleh Dede Anggrek di duga karena adanya
risiko produksi dalam budidaya anggrek Dendrobium. Hal tersebut dapat dilihat
dengan adanya jumlah produksi yang masih berfluktuasi. Berikut ini jumlah input
bibit seedling dan output yang dihasilkan oleh Dede Anggrek pada tahun 2011
disajikan dalam Tabel 5

5

Tabel 5 Data jumlah input (seedling) dan output yang dihasilkan pada tahun
2011(pot)
Periode
Seedling
1
400
2
450
3
400
4
250
5
150
6
300
7
200
8
300
9
150
10
250
11
330
12
500
Sumber : Dede Anggrek (2013)

Remaja
246
278
251
161
92
187
124
175
89
158
210
322

SR (S-R) (%)
61
62
63
64
61
62
62
58
59
63
64
64

Dewasa
216
244
222
145
80
166
109
161
79
135
181
284

SR (R-D) (%)
88
88
88
90
87
89
88
92
89
85
86
88

Berdasarkan Tabel 5, Dalam pengelolaan usahanya beberapa faktor yang
mempengaruhi penerimaan pada Dede Anggrek adalah tingkat kelangsungan
hidup, dimana tingkat kelangsungan hidup itu menunjukkan persentase jumlah
output yang dihasilkan dibandingkan dengan input yang digunakan pada anggrek
Dendrobium. Fluktuasi tingkat kelangsungan hidup anggrek Dendrobium pada
dede anggrek dapat dilihat pada Gambar 1 :
%
100
90

SR (tk. kelangsungan
hidup S--R

80

SR (tk. Kelangsungan
hidup R--D

70
60

Periode Penanaman
50
1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12

Sumber : Dede Anggrek (2013)

Gambar 1 Tingkat kelangsungan hidup anggrek Dendrobium tahun 2013
Berdasarkan Gambar 1, diketahui tingkat kelangsungan hidup anggrek
Dendrobium lebih rendah pada tahap seedling ke remaja dibandingkan tahap
remaja ke dewasa. Grafik tingkat kelangsungan hidup menunjukkan adanya
fluktuasi yang terjadi tiap bulan, fluktuasi tersebut mengindikasikan adanya
risiko produksi pada usaha budidaya tanaman anggrek Dendrobium. Oleh karena
itu, penelitian ini akan membahas risiko produksi yang dialami dari bibit seedling
hingga tanaman remaja dikarenakan pada segmen ini yang paling menunjukan
adanya risiko yang paling besar.
Tingkat mortalitas dapat mempengaruhi jumlah produksi. Jumlah produksi
yang berkurang dapat menyebabkan pendapatan petani berkurang bahkan
kerugian bagi petani. Agar kerugian tidak terjadi atau berkurang maka diperlukan

6

identifikasi sumber risiko yang dihadapi. Setelah proses identifikasi maka
dilakukan pengukuran dampak risiko sehingga dapat dilakukan penanganan
terhadap risiko yang dihadapi. Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja yang menjadi sumber risiko produksi dalam usaha budidaya anggrek
dendrobium di Dede Anggrek ?
2. Berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber-sumber risiko produksi
dalam usaha budidaya anggrek dendrobium di Dede Anggrek ?
3. Bagaimana alternatif strategi penanganan risiko produksi yang dapat
dilakukan oleh Dede Anggrek?
Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
penelitian ini ditujukan untuk :
1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko pada usaha budidaya anggrek
dendrobium pada Dede Anggrek.
2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumbersumber risiko produksi pada usaha budidaya anggrek dendrobium pada Dede
Anggrek.
3. Menganalisis alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam penanganan
risiko produksi pada usaha budidaya anggrek dendrobium pada Dede
Anggrek.
Manfaat
Penelitian mengenai analisis risiko produksi budidaya anggrek pada Dede
Anggrek diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
1. Peneliti, bagi peneliti sebagai bentuk bakti serta kontribusi terhadap kemajuan
agribisnis selain itu untuk menambah wawasan ilmu serta mengaplikasikan
teori selama perkuliahan.
2. Pengusaha atau petani anggrek, sebagai bahan informasi dan masukan untuk
pengambilan keputusan dalam miminimalkan risiko yang dihadapi pada
pembudidayaan anggrek
3. Pembaca dan masyarakat lainnya, sebagai bentuk karya tulisan yang dapat
bermanfaat untuk memperkaya informasi terkait tanaman anggek Dendrobium,
sebagai referensi serta untuk acuan penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Dede Anggrek Kecamatan Cibitung
Kabupaten Bekasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar risiko yang
dihadapi pada pembudidayaan anggrek. Penelitian ini menggunakan beberapa
metode seperti wawancara, observasi, dan diskusi yang dilakukan dengan pemilik
dan pengelola Dede Anggrek dengan mengajukan kuisioner. Responden yang
digunakan dalam penelitian ini ialah satu orang pembudidaya anggrek sekaligus

7

pemilik usaha budidaya anggrek. Penelitian ini menggunakan alat analisis
deskriptif dan alat analisis risiko. Alat analisis deskriptif yaitu dengan
mengidentifikasikan sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Dede
Anggrek dan alat analisis risiko yang digunakan adalah Z score dan Value at Risk
(VaR) untuk mengetahui probabilitas dan dampak risiko produksi anggrek
Dendrobium akibat adanya sumber-sumber risiko. Pada penelitian ini hanya
meneliti pada fase seedling hingga remaja.

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Anggrek Dendrobium
Tanaman anggrek sama halnya dengan manusia anggrek akan tumbuh dan
berkembang dengan baik apabila habitat dan tempat tumbuhnya memiliki suhu
yang sesuai. Untuk pertumbuhan dendrobium, suhu udara rata-rata 25-27˚C. Suhu
udara minimum 21-23˚C dan maksimum 31-34˚C. Pada jenis anggrek
Dendrobium suhu udara yang cocok yaitu pada siang hari 27-32˚C dan pada
malam hari 21-24˚C. Pada anggrek suhu udara berhubungan erat dengan cahaya
matahari. Pada pertumbuhan Dendrobium cahaya yang dibutuhkan yaitu dari
sedang sampai terang. Serta kelembapan udara untuk jenis Dendrobium berkisar
dari 60-85 %. Penyiraman pada Dendrobium sebaiknya dilakukan ketika media
tanam mulai mengering. Apabila tanaman memasuki fase istirahat sebaiknya
kegiatan penyiraman dikurangi agar tetap terjaga adanya sirkulasi udara yang
dapat menyebabkan serangan penyakit dan hama dari bakteri dan jamur.
Sedangkan pada pemupukan pada tanaman anggrek Dendrobium sebaiknya
dilakukan satu minggu sekali sama halnya dengan penyiraman sebaiknya hindari
pemupukan ketika tanaman memasuki fase istirahat.
Karakteristik Anggrek
Karakteristik anggrek dapat dilihat dari daun, batang, akar, bunga dan buah,
yaitu sebagai berikut :
1. Akar
Pada umumnya akar anggrek berbentuk silindris, berdaging, lunak dan
mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin, dan sedikit lengket. Dalam
keadaan kering akar akan tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya
bagian ujung akar saja yang berwarna hijau kekuningan. Akar yang sudah tua
akan kelihatan coklat dan kering.
2. Batang
Bentuk batang anggrek beraneka ragam, ada yang ramping, gemuk
berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa
umbi semu (pseudoblub). Berdasarkan pertumbuhannya batang anggrek
dibedakan menjadi:
a. Simpodial, pada umumnya anggrek ini berumbi semu dengan pertumbuhan
ujung batang terbatas. Pertumbuhan baru dilanjutkan oleh anggrek anakan
yang tumbuh di sampingnya. Contoh anggrek tipe ini adalah Cattleya,
Oncidium, dan Dendrobium.

8

b. Monopodial, anggrek ini mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak
terbatas. Bentuk batangnya ramping tidak berumbi semu. Tangkai bunga akan
keluar di antara 2 ketiak daun. Contohnya Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis.
3. Daun
Bentuk daun anggrek bermacam-macam ada yang tebal ada yang tipis. Ada
yang berbentuk agak bulat, lonjong, sampai lanset. Tebal daun juga beragam, dari
tipis sampai bedaging, rata dan kaku. Daun anggrek tidak bertangkai, sepenuhnya
duduk pada batang. Tepinya tidak bergerigi (rata). Daun memanjang, ujungnya
berbelah, tulang daun sejajar dengan tepi daun hingga ke ujung daun. Susunan
daun berselang-seling atau berhadapan. Dilihat dari pertumbuhan daunnya,
anggrek digolongkan menjadi dua kelompok sebagai berikut :
a. Evergreen (tipe daun tetap segar/hijau), yaitu helaian-helaian daun tidak gugur
secara serentak.
b. Decidous (tipe gugur), yaitu semua helaian-helaian daun gugur dan tanaman
mengalami masa istirahat.
4. Bunga
Bunga anggrek akan tersusun dalam karangan bunga. Jumlah kuntum pada
satu karangan bunga terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Bunga anggrek
memiliki lima bagian utama yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota),
stemen (benang sari), pistil (putik), dan ovari (bakal buah). Sepal anggrek
berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal dorsal, sedangkan dua
lainnya disebut sepal lateral.
5. Buah
Buah anggrak berbentuk kapsular yang di dalamnya terdapat biji yang
sangat banyak dan berukuran sangat kecil dan halus seperti tepung. Biji-biji
anggrek tersebut tidak memiliki endosperm (cadangan makanan) sehingga dalam
perkecambahannya diperlukan nutrisi dari luar atau lingkungan sekitarnya
(Widiastoety, 2003).
Kedudukan anggrek Dendrobium dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
menurut Sutiyoso dan Sarwono (2002) sebagai berikut :
Kingdom
: Planthae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Orchidales
Famili
: Orchidaceae
Sub famili
: Epidendroidae
Genus
: Dendrobium
Spesies
: D. bifale, D. macrophyllum, D. affine, D. phalaenopsis
Sejarah Anggrek
Anggrek merupakan tanaman bunga hias berupa benalu yang bunganya
indah. Anggrek sudah dikenal sejak 200 tahun lalu dan sejak 50 tahun terakhir
mulai dibudidayakan secara luas di Indonesia. Anggrek dikenal sebagai tanaman
hias populer yang dimanfaatkan bunganya. Bunga anggrek sangat indah dan
variasinya hampir tidak terbatas. Anggrek biasa dijual sebagai tanaman pot
maupun sebagai bunga potong Anggrek bulan adalah bunga pesona bangsa
Indonesia. Anggrek juga menjadi bunga nasional Singapura dan Thailand.

9

Sihotang (2010) menyatakan bahwa dilihat dari tempat tumbuh dan
habitatnya tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi lima pengelompokan jenis,
yaitu :
1. Anggrek epifit (ephytis), adalah jenis anggrek yang menumpang pada batang /
pohon lain tetapi tidak merusak / merugikan tanaman yang ditumpangi
(tanaman inang). Alat yang dipakai untuk menempel adalah akarnya,
sedangkan akar yang fungsinya untuk mencari makanan adalah akar udara.
Anggrek epifit membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Di habitat aslinya,
anggrek ini kerap menempel dipohon-pohon besar dan rindang. Contoh
anggrek epifit antara lain : Dendrobium, Cattleya, Ondocidium, dan
Phalaenopsis.
2. Anggrek semi epifit, adalah jenis anggrek yang juga menempel pada pohon /
tanaman lain yang tidak merusak yang ditumpangi. Pada anggrek semi epifit,
selain untuk menempel pada media, akar lekatnya juga berfungsi seperti akar
udara yaitu untuk mencari makanan untuk berkembang. Contoh anggrek semi
epifit antara lain : Epidendrum, Leila, dan Brassavola
3. Anggrek tanah (anggrek terrestris), adalah jenis anggrek yang hidup di atas
permukaan tanah. Anggrek jenis ini membutuhkan cahaya matahari penuh atau
cahaya matahari langsung. Contoh anggrek teresterial antara lain : Vanda,
Renanthera, Arachnis dan Aranthera.
4. Anggrek saprofit, adalah anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung
humus atau daun-daun kering. Anggrek saprofit ini dalam pertumbuhannya
membutuhkan sedikit saja cahaya matahari. Contoh jenis ini antara lain:
Goodyera sp.
5. Anggrek litofit, adalah jenis anggrek yang tumbuh pada batu-batuan. Anggrek
jenis ini biasanya tumbuh dibawah sengatan cahaya matahari penuh. Contoh
jenis ini antara lain : Dendrobium dan Phalaenopsis.
Keunggulan Anggrek
Bunga anggrek memiliki keunggulan dibandingkan dengan bunga lainnya,
keunggulan tersebut diantaranya (Sandra, 2003) :
1. Anggrek merupakan salah satu tanaman hias unggulan nasional.
2. Mempunyai keragaman atau variasi bunga, baik bentuk, ukuran maupun
warna.
3. Mempunyai masa berbunga yang cukup lama, yaitu sekitar satu sampai tiga
bulan.
4. Banyak digunakan untuk berbagai kegiatan seperti pernikahan, parcel,
rangkaian bunga, bunga potong, pot dan anggrek koleksi.
5. Anggrek mempunyai penggemar yang telah terhimpun dalam perhimpunan
anggrek yang levelnya sampai tingkat internasional.
6. Mempunyai pemasaran yang cukup luas dan beragam, baik dari pasar nasional
maupun internasional.
7. Anggrek merupakan tanaman eksotik, langka, beraneka ragam bentuk dan
warna , indah dan menarik.
8. Anggrek tersebar diseluruh pelosok dunia kecuali di daerah Kutub Utara atau
kutub Selatan. Ada sekitar 25 ribu species dan 100 ribu hibrida baru per tahun.

10

Budidaya Anggrek Dendrobium
Proses budidaya anggrek Dendrobium membutuhkan penyesuaian daerah
(iklim), media tumbuh yang tepat, teknik penanaman, pemeliharaan, serta
pengendalian hama dan penyakit tanaman secara tepat agar risiko produksi
produksi dapat diminimalisir. Proses budidaya anggrek adalah sebagai berikut :
1. Syarat Tumbuh
Anggrek dendrobium dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bila
ditumbuhkan pada lingkungan atau tempat, antara lain :
a. Cahaya Matahari, intensitas yang dibutuhkan berkisar 35-45 persen dan
sisanya terhalang oleh penaung.
b. Suhu, suhu siang antara 27°-32° C dengan suhu malam 21°-24° C, dengan
sirkulasi udara yang baik. bila suhu udara meningkat sangat tinggi, lakukan
penyemprotan atau penyiraman air di sekitar tempat penanaman.
c. Kelembaban, yaitu antara 60-85 persen. Untuk menjaga kelembaban agar
tetap tinggi, sebaiknya lokasi di sekitar tempat pertanaman anggrek disiram
air atau lakukan semprotan berkabut
d. Ketinggian tempat, umumnya dendrobium menyukai daerah panas
dibandingkan daerah dingin dengan kisaran ketinggian 0-700 m dpl.
Idealnya, lokasi berketinggian dibawah 400 m dpl
2. Media Tumbuh
Digunakan sebagai tempat melekatnya akar atau berdirinya tanaman.
Dengan berdiri tegak, tanaman dapat memanfaatkan cahaya matahari serta udara
disekitarnya dengan leluasa. Selain itu berperan juga sebagai penyimpanan air dan
hara, serta penjaga kelembaban.
Beberapa syarat media tumbuh yang baik, yaitu tahan lama, tidak menjadi
sumber penyakit, aerasi dan drainase baik, mampu mengikat atau menyimpan air
dan hara dengan baik, serta mudah diperoleh dan harga terjangkau. Berbagai
media tumbuh yang umum digunakan antara lain : pakis, moss, sabut kelapa,
arang, kulit pinus, dan sejenisnya. Dengan media tumbuh apapun yang digunakan,
yang penting faktor penyiraman dan pemupukan yang tepat untuk setiap jenis
anggrek.
3. Teknik Penanaman
Bibit anggrek botolan yang telah berusia 1 tahun atau daunnya sudah
mencapai 1 cm dan sudah muncul 2-3 helai akar. Anggrek dikeluarkan dari botol
menggunakan kawat yang dibengkokkan pada bagian ujungnya. Anggrek yang
baru dikeluarkan di tanam dalam pot plastik. Tiga bulan kemudian, tanaman
dipindahkan ke pot yang lebih kecil yaitu ukuran 8 cm atau 10 cm dan ditanami 35 tanaman. Pot diisi 2/3 bagian,kemudian masukkan larutan fungisida Atasi 2ml/l
dan larutan pupuk organik Suburi 2ml/l. Setelah 3 bulan dilakukan pemindahan
tanaman (repotting), ke dalam pot yang lebih besar yaitu ukuran 18 cm dan
ditanami 1 tanaman saja. Setiap 6-8 bulan sekali media diganti dengan yang baru.
4. Penyiraman
Rata-rata penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari sekitar pukul
06.00-07.00 dan sore hari sekitar pukul 17.00-18.00 dengan cara menyemprot
seluruuh bagian tanaman terutama bagian bawah permukaan daun. Frekuensi
penyiraman dapat dikurangi bila hari tampak terlihat mendung atau hujan dan
ditambah bila suhu udara sangat tinggi, caranya sekitar lokasi tempat pertanaman
anggrek tersebut disiram air atau lakukan pemberian semprotan berkabut.

11

5. Pemupukan
Kualitas dan kuantitas pupuk dapat mengatur keseimbangan pertumbuhan
vegetative dan generative tanaman. Pada fase pertumbuhan vegetative untuk
tanaman yang masih muda (bibit), perbandingan pemberian pupuk majemuk NPK
adalah dengan komposisi undur N yang lebih besar dibandingkan P dan K
(misalnya NPK = 30 : 10 : 10). Pada fase pertumbuhan tanaman berukuran
remaja, perbandingan pemberian pupuk majemuk NPK adalah dengan komposisi
NPK seimbang (misalnya NPK = 10 : 10 : 10). Sedangkan pada fase pertumbuhan
tanaman dewasa (generative) yaitu untuk merangsang pembungaan, perbandingan
pemberian pupuk majemuk NPK adalah dengan komposisi unsur P dan K yang
lebih tinggi dibandingkan N (misalnya NPK = 10 : 30 : 30).
Pemberian pupuk majemuk yang telah dilarutkan dalam air diberikan dua
kali seminggu atau sesuai dengan anjuran yang tertera pada kemasannya. Wkatu
penyemprotan dilakukan pagi hari seitar pukul 06.00-07.00 atau sore hari sekitar
pukul 17.00-18.00. Di samping itu penggunaan pupuk NPK granula yang melarut
secara perlahan-lahan dapat diberikan sebagai tambahan setiap 1-3 bulan sekali
atau sesuai petunjuk kemasan. Caranya dengan meletakan butir-butir pupuk
tersebut diatas media tumbuhya.
6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Beberapa cara pengendalian hama dan penyakit, antara lain :
a. Mekanis
Pengendalian secara mekanis dilakukan bila hama dijumpai dalam jumlah
yang masih terbatas. Misalnya : kumbang gajah atau sejenisnya dapat dijepit atau
ditekan dengan jari tangan dan dimatikan, kutu perisai atau sejenisnya pada daun
atau batangnya dapat didorong dengan kuku dan dimatikan, keong besar dapat
ditangkap dan di musnahkan.
b. Sanitasi
Dengan membersihkan lingkungan di sekitar tempat pertanaman dari
tumpukan sampah dan gulam, keong atau tikus tidak mempunyai kesempatan
untuk bersarang dan bersembunyi. Oleh karena itu dikondisikan di daerah sekitar
tempat pertanaman selalu bersih dangan sirkulasi udara yang bersih.
c. Kultur teknis
Pemeliharaan tanaman yang baik dan tepat dapat meningkatkan kesehatan
tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh lebih subur. Penyiranman, pemupukan,
pengendalian hama dan penyakit serta penambahan atau penggantian media
tumbuh dapat meningkatkan pertumbuhan. Disertai dengan penanaman dan
penempatan tanaman pada lingkungan yang cocok. Secara tidak langsung
pemeliharaan yang berkelanjutan dapat memantau keadaan tanaman dari serangan
hama dan penyakit.
d. Kimiawi
Pengendalian hama secara kimiawi yaitu dengan menggunakan pestisida.
Pestisida yang digunakan harus tepat dan sesuai dengan organisme pengganggu
tanaman yang akan dikendalikan. Beberapa jenis pestisida yang sering digunakan
untuk pengendalian atau pemberantasan organisme pengganggu dalam perawatan
atau pemeliharaan tanaman anggrek antara lain :
 Insektisida untuk serangga
 Akarisida untuk hama tungau
 Fungisida untuk cendawan

12

 Bakterisida untuk bakteri
 Molusida untuk hama keong
 Nematisida untuk sejenis cacing
Formulasi pestisida yang diberikan dapat berupa cairan emulsi, tepung,
pasta maupun granula. Konsentrasi dan dosis penggunaannya biasanya
dicantumkan pada setiap keasan
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis risiko dalam suatu usaha telah dilakukan
sebelumnya oleh beberapa peneliti. Hal ini menandakan bahwa risiko merupakan
hal yang penting untuk diperhitungkan dalam menjalankan suatu usaha, sehingga
penting untuk dikaji, ditelusuri, dan dipelajari sumber-sumber, dampak, strategi
penanganan risiko, serta hal-hal lain yang terkait dengan risiko tersebut. Terutama
dalam sektor agribisnis yang merupakan usaha dengan makhluk hidup sebagai
objek usaha yang sangat membutuhkan penanganan risiko yang efektif.
Indikasi risiko dalam suatu usaha berdasarkan penelitian terdahulu secara
umum diketahui dari adanya fluktuasi yang cukup signifikan atau bersifat negatif
dalam bentuk penurunan nilai tertentu yang dialami perusahaan dalam periode
tertentu usahanya. Risiko adalah suatu kondisi yang berpotensi menghasilkan
kerugian bagi usaha, sehingga penting untuk diperhitungkan dan dikelola dengan
baik untuk meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi. Terdapat beberapa
penelitian yang menganalisis risiko seperti Nasti (2013), Yamin (2012),
Sitangganng (2012), Mandasari (2012), Panggabean (2011), Sianturi (2011),
Zebua (2011), dan Wisdya (2009) yang masing masing menemukan sumber risiko
pada produksi krisan potong, sumber risiko produksi pada tomat cherry, tomat dan
caisin, tomat dan cabai merah, risiko usaha diversifikasi anggrek Dendrobium,
risiko produksi tanaman hias, bunga adenium, risiko produksi pada tanaman
anggrek teknik seedling dan mericlone.
Sumber-Sumber Risiko Agribisnis
Menurut Panggabean (2011), sumber risiko usaha yang dihadapi pada usaha
diversifikasi pada anggrek Dendrobium terdiri dari dua bagian yaitu, risiko pra
penjualan dan risiko dalam pasar. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya,
sumber risiko pra penjualan berasal dari tidak teraturnya persediaan Dendrobium
karena adanya perubahan iklim dan cuaca serta serangan hama dan penyakit.
Sedangkan, sumber risiko pada pasar meliputi perubahan selera konsumen,
fluktuasi harga jual dan kerusakan pada saat proses transportasi dan distribusi.
Menurut Sianturi (2011), berdasarkan penelitian yang dilakukannya pada PT.
Saung Mirwan sumber risiko yang dihadapi dalam mengusahakan berbagai jenis
bunga antara lain kondisi cuaca atau iklim, hama dan penyakit, bibit, peralatan
dan bangunan, tenaka kerja dan harga produk.
Menurut Zebua (2011), Perusahaan Anisa Adenium menghadapi beberapa
sumber risiko dalam mengusahakan berbagai varietas adenium. Sumber risiko
tersebut meliputi kondisi cuaca atau iklim, hama dan penyakit, teknik
perbanyakan, peralatan dan bangunan, serta tenaga kerja. Berdasarkan penelitian
yang dilakukannya karakteristik setiap jenis tanaman hias turut menentukan jenis
dan sumber risiko yang dihadapi.

13

Menurut Yamin (2012), berdasarkan penelitian yang telah dilakukannya
terdapat lima sumber risiko produksi pada budidaya tomat cherry yaitu perubahan
cuaca, serangan hama, penyakit, kualitas bibit dan sumber daya manusia. Menurut
Sitanggang (2012), berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam
mengusahakan tomat dan caisin petani di desa Citapen maka sumber risiko yang
paling berpengaruh yaitu cuaca yang tidak dapat diprediksi dan hama dan
penyakit serta penggunaan input yang tidak sesuai dengan standar operasional
prosedur sehingga mengakibatkan penurunan tingkat produktivitas dan
pendapatan perusahaan. Menurut Mandasari (2012), berdasarkan penelitian yang
telah dilakukannya dalam mengusahakan tomat dan cabai merah terdapat sumber
risiko yang dialami meliputi adanya kondisi iklim dan cuaca yang sulit diprediksi,
serangan hama dan penyakit serta kondisi kesuburan lahannya.
Menurut Wisdya (2009), berdasarkan penelitian yang telah dilakukannya
dalam kegiatan spesialisasi risiko produksi bahwa persentase keberhasilan
produksi pada tanaman anggrek teknik seedling dan mericlone bahwa yang
mengalami risiko paling tinggi adalah tanaman anggrek teknik seedling karena
memiliki variasi pertumbuhan yang tinggi. Sedangkan risiko berdasarkan
pendapatan bersih perusahaan diperoleh risiko produksi yang paling tinggi dari
kedua tanaman anggrek adalah tanaman anggrek teknik seedling karena harganya
yang lebih rendah daripada tanaman anggrek teknik mericlone.
Menurut Nasti (2013), dalam penelitiannya pada Natalia Nursery dalam
usahanya krisan potong terdapat sumber-sumber yang menyebabkan risiko
produksi yaitu perubahan cuaca dan iklim, serangan hama dan penyakit yang sulit
untuk dihindarkan, dan kinerja tenaga kerja yang tidak konsisten terhadap
pekerjaannya.
Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai risiko produksi. Dapat diketahui
bahwa pada umumnya risiko produksi yang terjadi pada pelaku usaha untuk
komoditas hortikultura adalah pengaruh perubahan cuaca, serangan hama dan
penyakit tanaman serta tenaga kerja.
Metode Analisis Risiko
Pengukuran risiko dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode
analisis seperti, Variance, Standar Deviation, dan Coeffisience Variation. Alat
pengukuran tersebut digunakan untuk mengukur seberapa besar risiko yang
dihadapi pada objek penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Selain itu,
juga terdapat alat analisis lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya
risiko yang dihadapi suatu objek penelitian. Alat ukur tersebut meliputi standar
deviasi, z-score, dan Value at Risk (VaR).
Penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (2011) pada Permata Anggrek
dikota Bogor menggunakan alat analisis berupa Variance, Standar Deviation, dan
Coeffisience Variation. Alat analisis tersebut juga digunakan oleh Sianturi (2011)
dalam penelitiannya mengenai analisis risiko pengusahaan bunga pada PT. Saung
Mirwan Kabupaten Bogor. Penelitian yang dilakukan oleh Zebua (2011)
mengenai analisis risiko produksi tanaman hias adenium di perusahaan Anisa
Adenium Bekasi Timur juga menggunakan alat analisis serupa dengan penelitian
yang dilakukan oleh Panggabean (2011) dan Sianturi (2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Sitanggang (2012) mengenai analisis risiko
produksi tomat dan caisin di Desa Citapen Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

14

menggunakan alat ukur berupa Variance, Standar Deviation, dan Coeffisience
Variation untuk mengukur besarnya risiko. Penelitian yang dilakukan oleh
Mandasari (2012) juga menggunakan alat analisis berupa Variance, Standar
Deviation, dan Coeffisience Variation untuk mengukur risiko produksi tomat dan
cabai merah di Desa Perbawati Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi.
Penelitian yang dilakukan oleh Yamin (2012) menggunakan alat analisis
risiko yang berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya. Alat analisis yang
digunakan Yamin (2012) untuk mengukur risiko produksi tomat cherry pada PD
Pacet Segar Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur adalah standar deviasi, zscore, dan Value at Risk (VaR).
Penelitian yang dilakukan oleh Wisdya (2009) menggunakan analisis risiko
dengan mencari nilai Variance, Standar Deviation, dan Coeffisience Variation
pada kegiatan spesialisasi dan portofolio untuk mengukur risiko produksi anggrek
phalaenopsis pada P. T. Ekakarya Graha Flora, di Cikampek Jawa Barat.
Penelitian yang dilakukan oleh Nasti (2013) pada perusahaan Natalia
Nursery di Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor pada kegiatan spesialisasi
menghasilkan nilai Coeffisience Variation sebesar 0,11 pada krisan tipe spay dan
0,30 pada krisan tipe standar yang menunjukkan bahwa produksi krisan tipe
standar pada Natalia Nursery mengalami risiko produksi yang lebis besar
dibangkan pada krisan tipe spray. Sedangkan pada kegiatan diversifikasi
menunjukkan nilai Coeffisience Variation 0,12. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan kegiatan diversifikasi dapat mengurangi risiko produksi yang terjadi
dibandingkan pengusahaan krisan secara spesialisasi.
Berdasarkan referensi dari beberapa penelitian terdahulu diketahui bahwa
alat analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis risiko produksi adalah
Variance, Standar Deviation, dan Coeffisience Variation, selai itu terdapat alat
analisis lainnya seperti z-score, dan Value at Risk (VaR).
Strategi Pengelolaan Risiko
Menurut Panggabean (2011), upaya pengendalian risiko pengusahaan
Dendrobium dapat dilakukan dengan cara pencegahan dan pengendalian serangan
hama dan penyakit untuk mengurangi jumlah tanaman yang mati, dan merespon
dengan baik perubahan dan permintaan. Selain itu juga dilakukan strategi
integrasi vertical untuk mengurangi risiko yang ada pada tahapan pemeliharaan.
Menurut Sianturi (2011), diversifikasi pada beberapa komoditas bunga yang
diusahakan pada PT. Saung Mirwan dapat menekan risiko, meskipun tidak
selamanya diversifikasi dapat menekan risiko. Menurut Zebua (2011), strategi
penanganan yang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan Anisa Adenium adalah
dengan melakukan diversifikasi. Selain itu strategi yang diterapkan oleh
perusahaan Anisa berdasarkan sumber risiko yang ada adalah dengan
memperhatikan cuaca dan iklim serta memperhatikan tenaga kerja yang
digunakan.
Menurut Yamin (2012), alternative strategi yang dapat dilakukan untuk
menekan dampak risiko dapat dilakukan dengan melakukan pemberian fungisida
ganda pada tanaman tomat, melakukan budidaya dengan menggunakan
greenhouse, dan melakukan kerjasama dalam pengadaan bibit. Menurut
Sitanggang (2012), strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan oleh para
petani di desa Citapen adalah dengan melakukan strategi preventif dan strategi

15

mitigasi. Menurut Mandasari (2012), alternatif yang dapat mengurangi tingkat
risiko produksi selain diversifikasi yaitu dengan melakukan pencegahan melalui
perbaikan sistem pola tanam, pengendalian hama dan penyakit yang bersifat
alami, pengelolaan lahan yang baik, dan melakukan pembukuan untuk melakukan
perencanaan produksi.
Menurut Wisdya (2009), menunjukkan bahwa diversifikasi dapat
meminimalkan risiko produksi pada kegiatan diversifikasi pada tanaman anggrek
teknik seedling dan mericlone. Selain itu manajemen risiko yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan alat bantu berupa peta risiko. Menurut Nasti (2013),
strategi penanganan risiko produksi yang dilakukan pada perusahaan Natalia
Nursery antara lain strategi preventif, strategi mitigasi, strategi pengendalian OPT,
pengembangan sumber daya manusia dan membangun hubungan kemitraan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Definisi Risiko
Menurut Djohanputro (2008) definisi risiko terkait dengan keadaan adanya
ketidakpastian dan ketidakpastiannya terukur secara kuantitatif. Untuk
menghitung tingkat ketidakpastiaan dapat dengan memperoleh informasi. Yang
membedakan risiko dan ketidakpastian adalah informasi. Tetapi apabila terdapat
informasi untuk menghitung probabilitas kejadian masing-masing scenario maka
ketidakpastian dapat berubah menjadi risiko. Sedangkan definisi yang paling
mendasar risiko dapat diartikan sebagai ketidakpastian yang telah diketahui
tingkat probabilitas kejadiannya. Pengertian lain risiko juga dapat diartikan
ketidakpastian yang bisa dikuantitaskan yang dapat menyebabkan kerugian atau
kehilangan.
Menurut Vaughan (1978) dalam Darmawi (2004) definisi risiko ialah :
a. Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian), yaitu suatu keadaan
dimana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau suatu
kemungkinan kerugian.
b. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian) hal ini
didefinisikan bahwa “possibility” berarti probabilitas suatu peristiwa berada di
antara nol dan satu. Definisi ini tidak cocok dipakai dalam analisis secara
kuantitatif.
c. Risk is Uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian) dimana ada kesepakatan
bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian yaitu adanya risiko karena
adanya ketidakpastian.
Menurut Kountur (2008) mengartikan secara sederhana bahwa risiko yaitu
kemungkinan kejadian yang merugikan. Bahwa ada tiga unsur penting dari
sesuatu yang dianggap sebagai risiko, yaitu merupakan suatu kejadian, kejadian
yang masih merupakan kemungkinan jadi bisa saja terjadi dan bisa tidak terjadi,
jika sampai terjadi akan menimbulkan kerugian. Agar tidak berdampak pada
kerugian dalam sebuah usaha diperlukan pemahaman mengenai sumber risiko
yang dapat terjadi. Agar dapat mengetahui sumber risiko yang dihadapi sebuah
usaha, salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan mengidentifikasi risiko.

16

Selanjutnya dapat diketahui