Analisis Risiko Usaha Diversifikasi Anggrek Dendrobium pada ..Permata ..Anggrek di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat

(1)

i

ANALISIS RISIKO USAHA DIVERSIFIKASI ANGGREK

DENDROBIUM PADA PERMATA ANGGREK DI KOTA

BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

WELFRIN CHANRILO PANGGABEAN H34087032

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ii RINGKASAN

WELFRIN CHANRILO PANGGABEAN. Analisis Risiko Usaha Diversifikasi Anggrek Dendrobium pada Permata Anggrek di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI).

Anggrek merupakan salah satu kelompok komoditas tanaman hias yang memiliki prospek yang cukup baik. Jumlah produksi anggrek sejak tahun 2005 rata-rata meningkat sebesar 22,94 persen tiap tahunnya. Tingginya jumlah produksi tanaman anggrek ini disebabkan oleh semakin meningkatnya produktivitas usaha budidaya anggrek disertai dengan kemajuan yang terjadi pada bagian hilir yaitu proses pemasaran dan distribusi. Namun tingginya jumlah produksi tanaman hias ini tidak selalu berada pada level yang konstan, melainkan berfluktuasi. Fenomena ini merupakan salah satu indikator terdapatnya risiko dalam pengusahaan anggrek, khusunya dendrobium.

Permata Anggrek merupakan sebuah perusahaan yang fokus usahanya adalah pada pemeliharaan dan penjualan dendrobium. Sejak tahun 2008 Permata Anggrek mulai melakukan diversifikasi usaha yaitu dengan melakukan penjualan terhadap tiga kelompok dendrobium, yaitu dendrobium campur besar, sedang dan kecil. Upaya diversifikasi yang dilakukan perusahaan ini adalah dalam rangka mengurangi besarnya risiko dalam pengusahaan satu kelompok dendrobium. Permasalahan yang dihadapi oleh Permata Anggrek adalah bahwa upaya diversifikasi yang sedang dilakukan juga ternyata tidak mampu sepenuhnya menghilangkan risiko yang ada. Usaha diversifikasi pengusahaan tiga kelompok dendrobium dihadapkan kepada dua sumber risiko yang sama yaitu risiko pra penjualan dan risiko dalam pasar. Salah satu sumber risiko pra penjualan diindikasikan oleh banyaknya jumlah tanaman yang mati pada proses pemeliharaan. Dalam satu tahun terakhir yaitu pada bulan Maret 2010 hingga Maret 2011 tercatat ada 717 pot tanaman dendrobium yang mati. Rata-rata kematian tanaman perbulan adalah sekitar 59-60 pot tanaman.

Sumber risiko dalam pasar yang terlihat jelas dihadapi melalui diversifikasi usaha dendrobium adalah risiko harga jual yang ditunjukkan oleh fluktuasi harga jual, Dendrobium campur besar, sedang dan kecil menghadapi fluktuasi harga jual yang berbeda-beda. Masing-masing tiap pot tanaman memiliki range yaitu: dendrobium campur besar (Rp 18.500 – Rp 23.500), dendrobium campur sedang (Rp 14.500 – Rp 20.000) dan dendrobium campur kecil (Rp 11.000 – Rp 15.000). Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis usaha diversifikasi yang dilakukan oleh Permata Anggrek dalam upaya menurunkan risiko, dan (2) mengkaji alternatif bentuk penanganan risiko pengusahaan anggrek dendrobium pada Permata Anggrek.

Penelitian ini dilaksanakan di Permata Anggrek yang berlokasi di Jalan Lodaya C No 10, Komplek BPPB Pasir Mulya Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Jawa Barat merupakan sentra produksi anggrek. Pengambilan data dilaksanakan mulai bulan Februari-April 2011. Penelitian ini menggunakan metode analisis risiko yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variation serta melihat pengaruh diversifikasi untuk mengurangi risiko.


(3)

iii

Indikasi adanya risiko dalam usaha pemeliharaan dan penjualan dendrobium terlihat dari nilai penjualan yang berfluktuasi. Sumber risiko pada tahapan pra penjualan ini disebabkan oleh perubahan iklim dan cuaca serta serangan hama yang dapat menurunkan jumlah persediaan. Risiko dalam penjualan (pasar) disebabkan oleh fluktuasi harga jual, kerusakan tanaman pada proses pengiriman dan selera konsumen yang tidak sesuai dengan jenis anggrek yang dijual. Berdasarkan hasil penilaian risiko tunggal menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa usaha penjualan kelompok dendrobium campur sedang Permata Anggrek menghadapi risiko sebesar 0,764. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil penjualan yang diperoleh Permata Anggrek, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,764 satuan. Nilai ini merupakan nilai risiko tertinggi dibandingkan dengan nilai risiko kelompok dendrobium lainnya.

Hasil analisis risiko usaha diversifikasi antara dua kelompok dan tiga kelompok dendrobium menghasilkan kombinasi dendrobium campur besar dengan sedang merupakan kombinasi yang paling tinggi nilai risikonya dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Nilai coefficient variation kombinasi dendrobium campur besar dan sedang sebesar 0,737, sedangkan nilai risiko yang paling rendah dimiliki oleh kombinasi dendrobium campur besar dengan kecil. Nilai coefficient variation kombinasi dendrobium campur besar dengan kecil sebesar 0,433.

Diversifikasi pada beberapa kelompok dendrobium dapat menekan risiko namun diversifikasi tidak serta merta juga dapat menghilangkan risiko. Saran yang direkomendasikan adalah usaha diversifikasi yang dilakukan oleh Permata Anggrek dari sudut pandang penilaian dan analisis risiko sudah cukup baik. Namun, hal itu belumlah cukup, dibutuhkan pengendalian risiko yang lebih baik. Beberapa bentuk strategi penanganan risiko yang dapat diterapkan oleh Permata Anggrek yaitu: integrasi vertikal, diversifikasi usaha, kontrak pemasaran dan perbaikan sarana serta prasarana produksi. Hal yang cukup penting juga untuk diterapkan adalah strategi kontrak pemasaran, yaitu untuk mengurangi besarnya pengaruh risiko harga dalam pengusahaan dendrobium. Disamping itu juga usaha pengendalian risiko yang telah dilakukan sebelumnya oleh Permata Anggrek juga perlu untuk dipertahankan dan diperbaiki lagi dalam penerapannya. Salah satunya ialah dengan tetap menecegah serangan hama dan penyakit yang dapat mematikan tanaman.


(4)

iv

ANALISIS RISIKO USAHA DIVERSIFIKASI ANGGREK

DENDROBIUM PADA PERMATA ANGGREK DI KOTA

BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

WELFRIN CHANRILO PANGGABEAN H34087032

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

v

Judul Skripsi : Analisis Risiko Usaha Diversifikasi Anggrek Dendrobium pada ..Permata ..Anggrek di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat Nama : Welfrin Chanrilo Panggabean

NIM : H34087032

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi

NIP. 19640921 199003 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002


(6)

vi PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Risiko

Usaha Diversifikasi Anggrek Dendrobium pada Permata Anggrek di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Welfrin Chanrilo Panggabean H34087032


(7)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Berastagi Kabupaten Karo, Sumatera Utara pada tanggal 16 Januari 1988. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H.M Panggabean dengan Ibunda R.K Silalahi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri No 1 Muaramulia Tanah Jawa pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta Karya Bakti dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan Sekolah Menengah Atas diselesaikan oleh penulis pada tahun 2005 di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tanah Jawa.

Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Keahlian Manajemen Agribisnis, Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui jalur Reguler. Pada tahun 2009 penulis diterima di program sarjana penyelenggaraan khusus Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.


(8)

viii KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Risiko

Usaha Diversifikasi Anggrek Dendrobium pada Permata Anggrek di Kota Bogor,

Provinsi Jawa Barat”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko yang dihadapi perusahaan pada upaya diversifikasi anggrek dendrobium Permata Anggrek. Analisis risiko juga dilakukan dengan memberikan strategi penanganan risiko yang sesuai dengan keadaan perusahaan.

Segala upaya dan kerja keras dengan optimal telah dilakukan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Bogor, Juli 2011


(9)

ix UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing, atas bimbingan, arahan dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Popong Nurhayati, MM yang menjadi dosen penguji utama dan pembimbing akademik.

3. Dra. Yusalina, MSi selaku perwakilan komisi akademik dalam memberikan masukan berupa kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritikan dan saran demi perbaikan skripsi ini. 5. Trismadi Nurbayuto yang bersedia menjadi pembahas seminar yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini

6. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta, kasih dan doa yang diberikan. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang terbaik.

7. Ir. Roslina Yuniar, MM selaku pemilik Permata Anggrek atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.

8. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan VI atas semangat dan motivasi selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Juli 2011


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Gambaran Umum Anggrek ... 11

2.2 Analisis Risiko Komoditi Hortikultura ... 14

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.1.1 Risiko Agribisnis ... 20

3.1.2 Risiko Portofolio dalam Diversifikasi ... 24

3.1.3 Strategi Pengelolaan Risiko ... 27

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 29

IV. METODE PENELITIAN ... 31

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 32

4.3 Teknik Pengumpulan Data ... 33

4.4 Metode Analisis Data ... 34

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 35

4.4.2 Analisis Risiko ... 35

4.4.2.1 Analisis Risiko Tunggal ... 35

4.4.2.2 Analisis Risiko pada Usaha Diversifikasi ... 39

4.4.3 Analisis Strategi Pengelolaan Risiko ... 41

4.5 Defenisi Operasional ... 41

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 43

5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 43

5.2 Organisasi dan Manajemen Perusahaan ... 45

5.3 Sumberdaya Usaha Permata Anggrek ... 47

5.3.1 Tenaga Kerja ... 47

5.3.2 Sumberdaya Fisik ... 49

5.3.3 Sumberdaya Modal ... 49

5.4 Unit Bisnis ... 50

5.5 Gambaran Budidaya Anggrek Dendrobium Permata Anggrek .. 53


(11)

xi

5.5.2 Pemilihan Media Tanam ... 56

5.5.3 Pemupukan ... 57

5.5.4 Pengendalian Hama dan Penyakit ... 58

5.5.5 Pembungaan Anggrek ... 59

5.6 Pemasaran Anggrek Dendrobium ... 60

5.7 Deskripsi Penerimaan ... 62

VI. ANALISIS RISIKO PADA PERUSAHAAN ... 67

6.1 Identifikasi Risiko ... 67

6.1.1 Sumber Risiko Pra Penjualan ... 71

6.1.2 Sumber Risiko dalam Pasar ... 74

6.2 Analisis Risiko ... 77

6.2.1 Analisis Risiko Tunggal ... 78

6.2.2 Analisis Risiko Diversifikasi ... 80

6.3 Strategi Penanganan Risiko ... 87

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

LAMPIRAN ... 96


(12)

xii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Struktur Produk Domestik Bruto Menurut

Lapangan Usaha Tahun 2000-2009 (persen) ... 1 2. Perkembangan Produk Domestik Bruto Menurut

Komoditas Hortikultura Indonesia Berdasarkan

Harga Berlaku Periode 2004-2008 ... 2 3. Studi Terdahulu Yang Berkaitan Dengan Penelitian ... 19 4. Sentra Produksi Tanaman Hias Unggulan di Jawa Barat

pada Tahun 2007 ... 31 5. Pengelompokan Peluang berdasarkan Persentase

Penjualan Dendrobium Campur Besar,

Sedang dan Kecil pada Permata Anggrek ... 37 6. Rincian Biaya Investasi yang Dikeluarkan oleh Permata

Anggrek pada Tahun 2008 ... 62 7. Rincian Biaya Tetap Bulanan Usaha Anggrek Dendrobium

pada Permata Anggrek ... 63 8. Rincian Biaya Variabel Usaha Pembesaran Anggrek

Dendrobium Campur Kecil pada Permata Anggrek untuk

100 Pot Tanaman ... 64 9. Rincian Biaya Variabel Usaha Pemeliharaan Anggrek

Dendrobium Campur Besar, Sedang dan Kecil pada Bulan Pertama Pengusahaan ... 65 10.Penjualan Anggrek Dendrobium Campur Besar,

Sedang dan Kecil pada Permata Anggrek

Periode Agustus 2009 sampai Maret 2011 ... 68 11.Rata-rata Realisasi Penjualan Fisik dan Nilai Penjualan

Permata Anggrek dalam Memperoleh Penjualan Tertinggi, Normal dan Terendah pada Anggrek Dendrobium Campur Besar, Sedang dan kecil ... 70 12.Perbandingan antara Curah Hujan Kota Bogor dan

Jumlah Anggrek Dendrobium yang Mati periode

Maret hingga Desember 2010 ... 73


(13)

xiii

13.Penilaian Expected Return Berdasarkan Nilai Penjualan

Anggrek Dendrobium Campur Besar, Sedang dan Kecil .... 77 14.Penilaian Risiko Permata Anggrek Berdasarkan

Nilai Penjualan pada Dendrobium Campur Besar,

Sedang dan Kecil ... 79 15.Penilaian Risiko Portofolio pada Kelompok Dendrobium

Campur Besar, Sedang dan Kecil Permata Anggrek ... 81 16.Penilaian Risiko Portofolio pada Kelompok Dendrobium

Campur Besar, Sedang dan Kecil Permata Anggrek ... 86


(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Lima Komoditi Tertinggi Produksi Tanaman

Hias Indonesia ... 4

2. Perkembangan Volume Ekspor-Impor Anggrek Tahun 2004-2008 ... 5

3. Keuntungan Permata Anggrek Periode Juli 2009-Maret 2011 ... 7

4. Harga Jual DendrobiumCampur Besar, Sedang dan Kecil periode Agustus 2009 – Maret 2011 ... 8

5. Hubungan Antara Expected Income dan Income Variance ... 24

6. Skema Langkah-Langkah Kerangka Berpikir Operasional Analisis Risiko Usaha Diversifikasi pada Permata Anggrek ... 30

7. Gambar Dendrobium Campur Besar ... 51

8. Gambar Dendrobium Campur Sedang ... 52

9. Gambar Dendrobium Campur Kecil ... 52

10.Tahapan Pemeliharaan Anggrek Dendrobium ... 53

11.Saluran Pemasaran Anggrek Dendrobium Permata Anggrek ... 61


(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Gambar Jenis Pestisida dan Pupuk yang Digunakan

Untuk Tanaman Dendrobium Permata Anggrek ... 97 2. Rincian Perhitungan Peluang, Expected Return,

Standard Deviation dan Coefficient Variation pada Analisis Risiko Tunggal Dendrobium Campur Besar,

Sedang dan Kecil ... 98 3. Penentuan Nilai Persentase Penjualan Periode

Agustus 2009-Maret 2011 ... 99


(16)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dikawasan Asia Tenggara yang memiliki kekuatan ekonomi pada ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang sangat melimpah. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 berjumlah 237.556.363 jiwa dan luas wilayah (termasuk perairan) seluas 1.919.440 km2. Jumlah ini jauh lebih luas dibandingkan dengan negara Singapura yang hanya memiliki luasan wilayah seluas 692,7 km2 (CIA The world Factbook 2010). Gambaran ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara besar yang sangat berpotensi menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia khususnya di kawasan Asia Tenggara. Salah satu sektor yang menjadi unggulan dan basis perekonomian Indonesia adalah sektor pertanian. Peran dan pertumbuhan sektor pertanian Indonesia dalam kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Struktur Produk Domestik Bruto di Indonesia Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005–2009 (persen)

Lapangan Usaha Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian, Peternakan Kehutanan dan

Perikanan 13,1 13,0 13,7 14,4 15,3

Pertambangan dan Penggalian 11,1 11,0 11,2 11,0 10,5

Industri Pengolahan 27,4 27,5 27,1 27,9 26,4

Listrik Gas dan Air Bersih 1,0 0,9 0,9 0,8 0,8

Konstruksi 7,0 7,5 7,7 8,4 9,9

Perdagangan, Hotel dan Restoran 15,6 15,0 14,9 14,0 13,4

Pengangkutan dan Komunikasi 6,5 6,9 6,7 6,3 6,3

Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 8,3 8,1 7,7 7,4 7,2

Jasa-jasa 10,0 10,1 10,1 9,8 10,2

PDB 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)

Pada kurun waktu tahun 2005-2009 terdapat tiga sektor ekonomi yang memiliki kontribusi besar dalam pertumbuhan PDB. Ketiga sektor tersebut adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Ketiga


(17)

2

sektor ini memiliki kontribusi sekitar 50 persen dari total pertumbuhan PDB yaitu rata-rata 55,74 persen tiap tahunnya.

Tabel 1 menunjukkan pertumbuhan sektor pertanian dalam hal ini adalah pertanian secara keseluruhan yang meliputi pertanian (usahatani), peternakan, kehutanan dan perikanan mengalami pertumbuhan yang positif selama empat tahun terakhir. Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDB tahun 2005-2007 menempati urutan nomor tiga tertinggi, dan pada tahun 2008-2009 meningkat menjadi urutan nomor dua tertinggi diantara kesembilan sektor penyusun PDB. Fenomena ini merupakan gambaran dan bukti dari kesuksesan petani Indonesia dalam program swasembada pangan khususnya beras dalam negeri.

Salah satu subsektor pertanian yang saat ini juga berkembang dengan baik adalah subsektor hortikultura. Hortikultura berasal dari kata “hortus” ( kebun) dan

colere” (budidaya). Hortikultura mencakup budidaya, pemrosesan, dan penjualan buah-buahan, kacang-kacangan, sayuran, tanaman hias dan bunga (Reiley dan Shry, 2002). Perkembangan subsektor ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Produk Domestik Bruto Komoditas Hortikultura Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Periode Tahun 2004-2008

Kelompok Komoditi

Nilai PDB (Milyar Rp)

2004 2005 2006 2007 20081

Buah-buahan 30.765 31.694 35.448 42.362 42.660

Sayuran 20.749 22.629 24.694 25.587 27.423

Tanaman

Biofarmaka 722 2.806 3.762 4.105 4.118

Tanaman Hias 4.609 4.662 4.734 4.741 6.091

Hortikultura 56.845 61.791 68.639 76.795 80.292

Keterangan : 1angka sementara

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010)

Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan PDB komoditas hortikultura Indonesia tiap tahunnya menunjukkan pertumbuhan yang positif dari setiap kelompok komoditi. Secara keseluruhan pertumbuhan bidang hortikultura mengalami peningkatan tiap tahunnya, yaitu: 8,70 persen (2005); 11,08 persen (2006); 11,88 persen (2007) dan 4,55 persen (2008).


(18)

3

Salah satu kelompok komoditi hortikultura yang menunjukkan perkembangan dengan baik adalah kelompok komoditi tanaman hias. Pada Tabel 2 terlihat bahwa kontribusi kelompok komoditi tanaman hias memiliki kontribusi yang semakin meningkat tiap tahunnya terhadap nilai PDB Indonesia. Persentase pertumbuhan komoditi tanaman hias sejak tahun 2004 berada pada kisaran nilai 1,15 – 1,54 persen. Nilai pertumbuhan ini diprediksi lebih baik lagi jika melihat angka pertumbuhan sementara tahun 2008, yaitu meningkat sekitar 28,47 persen dari tahun sebelumnya. Tanaman hias merupakan salah satu komoditas yang memberikan nilai tambah bagi pembangunan nasional karena dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Perkembangan agribisnis tanaman hias dalam lima tahun terakhir sejak tahun 2005 tergolong cukup menarik untuk diamati, karena ada beberapa jenis tanaman hias yang perkembangannya positif namun ada juga yang perkembangannya negatif. Pada periode tahun 2005 hingga 2008 terdapat lima jenis komoditi tanaman hias yang jumlah produksinya paling tinggi di Indonesia yaitu: bunga mawar, krisan, sedap malam, melati dan anggrek. Komoditi yang produksinya paling tinggi adalah tanaman krisan dan trennya juga sangat prospektif. Sedangkan jumlah produksi yang paling rendah dari kelima komoditi tersebut dimiliki oleh tanaman anggrek. Namun apabila dilihat dari jumlah produksinya, tiap tahun tanaman anggrek memiliki tren yang positif. Perkembangan produksi kelima tanaman hias ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Anggrek sebagai salah satu tanaman hias yang trennya positf, menjadi perlu untuk diamati. Tanaman yang sering digunakan untuk menghias (mendekorasi) ruangan ini umumnya terdiri dari tiga bentuk, yaitu: bunga potong, bunga hidup (community pot), dan akhir-akhir ini yang banyak dikembangkan adalah bunga kering1. Pada Gambar 1 terlihat bahwa per tahunnya jumlah produksi tanaman anggrek menunjukkan tren yang meningkat, yaitu rata-rata sebesar 22,94 persen pertahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah produksi tanaman anggrek memiliki kontribusi juga terhadap peningkatan jumlah PDB di subsektor hortikultura. Dengan demikian, pertumbuhan produksi tanaman anggrek berkontribusi juga terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia khususnya dalam bidang pertanian.

1

Wisnu P Jati. Peluang Usaha Pengeringan Bunga Anggrek Dendrobium. Pimnas 2006 [8 Desember 2009]


(19)

4 Gambar 1. Lima Komoditi Tertinggi Produksi Tanaman Hias Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)

Produksi anggrek yang demikian tinggi juga tidak terlepas dari peran bidang penjualan dan distribusi yang menyalurkan anggrek dari produsen hingga sampai ke tangan konsumen. Gambar 2 merupakan gambaran perdagangan luar negeri komoditi anggrek yang mengindikasikan bahwa nilai ekspor anggrek Indonesia sejak tahun 2005 mengalami penurunan. Hal ini diduga akibat dari pasarnya yang tidak dapat dikendalikan dan ditambah juga oleh mahalnya biaya karantina yang ditetapkan pemerintah 1.

Fenomena penurunan jumlah ekspor anggrek Indonesia ini tidaklah terlalu mengkhawatirkan karena jumlah impor produk anggrek dari luar Indonesia juga menunjukkan tren yang semakin menurun. Sebagian besar impor anggrek Indonesia yang umumnya bersumber dari negara Thailand adalah anggrek-anggrek muda atau indukan. Akan tetapi kondisi aktivitas ekspor-impor komoditi anggrek yang berfluktuatif ini menjadi sebuah gambaran bahwa dalam proses distribusi dan perdagangan ada banyak faktor eksternal yang turut berperan menjadikan usaha produksi dan distribusi anggrek menjadi berisiko.

1

RR Ariyani. 2007. Ekspor Anggrek Indonesia Masih Minim. www.tempointeraktif.com [25 November 2010]


(20)

5 Gambar 2. Perkembangan Volume Ekspor-Impor Anggrek Tahun 2004-2008

Sumber : Departemen Pertanian (2010)

Selera konsumen anggrek yang sangat bervariasi dan dinamis berkembang menuju kesempurnaan baik dari sisi warna, bentuk dan ukuran serta daya tahan menjadikan jenis anggrek cukup beragam di pasar. Saat ini anggrek yang cukup dominan diminati masyarakat adalah jenis Dendrobium (34 persen), Oncidium Golden Shower (26 persen), Catleya (20 persen) dan Vanda (17 persen) serta anggrek lainnya (3 persen) 1. Tingginya permintaan masyarakat terhadap anggrek dendrobium dikarenakan jenis dendrobium sering digunakan sebagai rangkaian bunga.

Namun usaha produksi dan distribusi anggrek dendrobium yang demikian prospektif juga dihadapkan pada permasalahan risiko yang diindikasikan dari fluktuasi tingkat produktivitas. Produktivitas tanaman anggrek khususnya anggrek potong pada periode tahun 2003 hingga 2008 sangat berfluktuasi yaitu pada kisaran 5 tangkai/ m2 hingga 15 tangkai/m2 tiap tahunnya 2. Salah satu penyebab variasi jumlah produksi tersebut adalah akibat dari perbedaan penggunaan teknologi dalam proses produksi serta pengaruh eksternal seperti perubahan kondisi lingkungan. Usaha produksi dan penjualan anggrek dendrobium yang

1

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2010. Road Map Pasaca Panen dan Pemasaran Anggrek 2005-2010. Jakarta. Hlm 5.

2

Jurnal Litbang Pertanian. 2010. Potensi Anggrek Dendrobium dalam Meningkatkan Variasi dan Kualitas Anggrek Bunga Potong.


(21)

6

dilakukan oleh petani anggrek umumnya dihadapkan pada dua sumber risiko utama yaitu: risiko produksi (risiko pra penjualan) dan risiko dalam pasar. Risiko produksi merupakan risiko yang muncul pada tahapan proses produksi, sumbernya berupa perubahan cuaca, serangan hama, dan kegagalan dalam hal teknis produksi. Sedangkan risiko dalam pasar muncul melalui fluktuasi harga jual. Diversifikasi merupakan salah satu bentuk solusi yang sering digunakan oleh para petani anggrek untuk mengurangi risiko yang ada. Bentuk diversifikasi dalam pengusahaan anggrek umumnya terdiri dari kombinasi pengusahaan antara sesama anggrek dendrobium dan dendrobium dengan jenis anggrek lain seperti: vanda, cattleya, oncidium dan phalaenopsis.

Strategi pengelolaan risiko melalui diversifikasi yang bertujuan untuk menekan dampak risiko dalam usaha dendrobium menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian mengenai risiko diversifikasi usaha tanaman dendrobium penting untuk dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

Permata Anggrek merupakan sebuah perusahaan agribisnis yang menjadikan tanaman hias sebagai komoditas utama usahanya. Kegiatan utama perusahaan yang berdiri sejak tahun 2004 ini terdiri dari usaha pembesaran dan penyediaan tanaman anggrek yang berbentuk pot plant. Berdasarkan 5000 jenis anggrek yang terdapat di Indonesia, Permata Anggrek hanya memfokuskan usahanya pada anggrek-anggrek yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah Bogor, antara lain: dendrobium, phalaenopsis, vanda, cattleya, oncidium dan spesies. Selain itu, Permata Anggrek juga mengusahakan perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan dalam perawatan tanaman anggrek. Namun dalam pengusahaannya, Permata Anggrek lebih memfokuskan usahanya pada anggrek dendrobium. Besarnya proporsi usaha pada dendrobium beserta perbandingannya dengan anggrek lainnya terlihat dari besarnya keuntungan yang diperoleh Permata Anggrek dalam kurun waktu Juli 2009 hingga Maret 2010, seperti yang terlihat pada Gambar 3.


(22)

7 Gambar 3. Keuntungan Permata Anggrek Periode Juli 2009-Maret 2011

Sumber : Permata Anggrek (2011)

Permata Anggrek merupakan sebuah perusahaan yang fokus usahanya adalah pada usaha penyediaan dan penjualan dendrobium. Sejak tahun 2008 Permata Anggrek mulai melakukan diversifikasi usaha yaitu dengan melakukan penjualan terhadap tiga kelompok dendrobium, yaitu dendrobium campur besar, sedang dan kecil. Upaya diversifikasi yang dilakukan perusahaan ini adalah dalam rangka mengurangi besarnya risiko dalam pengusahaan satu kelompok dendrobium.

Diversifikasi usaha yang dilakukan Permata Anggrek pada awalnya ditujukan untuk mengurangi risiko pada usaha dendrobium campur kecil. Namun ternyata usaha diversifikasi melalui pengusahaan tiga kelompok dendrobium dihadapkan pada sumber risiko yang sama yaitu risiko pra penjualan dan risiko dalam pasar. Salah satu sumber risiko pra penjualan diindikasikan oleh banyaknya jumlah tanaman yang mati pada proses pemeliharaan. Dalam satu tahun terakhir yaitu pada bulan Maret 2010 hingga Maret 2011 tercatat ada 717 pot tanaman dendrobium yang mati. Rata-rata kematian tanaman perbulan adalah sekitar 59-60 pot tanaman.

Sumber risiko dalam pasar yang terlihat jelas dihadapi melalui diversifikasi usaha adalah risiko harga jual yang ditunjukkan oleh fluktuasi harga jual, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Dendrobium campur besar, sedang dan


(23)

8

kecil menghadapi fluktuasi harga jual yang berbeda-beda. Masing-masing tiap pot tanaman memiliki range yaitu: dendrobium campur besar (Rp 18.500 – Rp 23.500), dendrobium campur sedang (Rp 14.500 – Rp 20.000) dan dendrobium campur kecil (Rp 11.000 – Rp 15.000).

Gambar 4. Harga Jual Dendrobium Campur Besar, Sedang dan Kecil Periode Agustus 2009 - Maret2011

Sumber : Permata Anggrek (2011)

Penerapan diversifikasi dalam upaya mengurangi risiko merupakan sesuatu yang menarik untuk diteliti, karena ditengah-tengah kondisi yang demikian Permata Anggrek masih tetap mampu melakukan usaha penjualan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah diversifikasi pengusahaan tiga kelompok dendrobium dapat mengurangi risiko nilai penjualan pada Permata Anggrek?

2. Apa bentuk usaha yang dilakukan oleh Permata Anggrek dalam mengatasi permasalahan risiko?


(24)

9 1.3 Tujuan

Berdasarakan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini ditujukan untuk:

1. Menganalisis usaha diversifikasi yang dilakukan oleh Permata Anggrek dalam upaya mengurangi risiko.

2. Mengkaji alternatif bentuk penanganan risiko pengusahaan anggrek dendrobium pada Permata Anggrek.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti, petani atau pengusaha anggrek, akademisi, masyarakat dan pembaca lainnya yang tertarik untuk mengetahui tentang risiko pada usaha diversifikasi anggrek dendrobium. Bagi petani dan pengusaha anggrek, sebagai bahan informasi dan masukan untuk proses pengambilan keputusan dalam mewaspadai risiko sehingga dapat meminimalisasi kerugian. Bagi penulis, sebagai bentuk bakti dan kontribusi terhadap kemajuan agribisnis Indonesia, disamping untuk menambah wawasan penulis sendiri dalam menerapkan teori dan menajamkan kemampuan analisisnya. Bagi pembaca dan masyarakat lainnya, merupakan sebuah bentuk karya tulisan yang dapat memperkaya khazanah informasi terkait tanaman anggrek dendrobium.

1. 5 Ruang Lingkup Penelitian

1. Diversifikasi usaha dalam penelitian ini adalah diversifikasi produksi dan penjualan berbagai kelompok anggrek dendrobium. Kelompok dendrobium yang diusahakan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: dendrobium campur besar, dendrobium campur sedang dan dendrobium campur kecil.

2. Keseluruhan kelompok anggrek dendrobium yang diteliti adalah jenis dendrobium hasil rekayasa. Dendrobium hasil rekayasa merupakan jenis dendrobium yang dihasilkan melalui rekayasa genetika. Bentuknya berupa hasil silangan dengan dendrobium lainnya (generativ) dan tindakan perbanyakan vegetatif.


(25)

10

3. Pengelompokkan anggrek dendrobium yang terdiri atas tiga kelompok tersebut dilakukan mengikuti dasar pengelompokkan yang dilakukan oleh Permata Anggrek. Dasar pengelompokkan ditentukan berdasarkan bentuk dan ukuran fisik dendrobium yang beragam.


(26)

11 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Anggrek

Anggrek merupakan salah satu kelompok tanaman hias dengan keberagaman spesies yang sangat banyak. Diperkirakan jumlahnya saat ini berada pada kisaran 15.000-20.000 jenis di seluruh dunia. Sarwono (2002) menyatakan bahwa Indonesia memiliki 5000 jenis spesies yang tersebar di seluruh nusantara. Dan jika dibandingkan dengan jumlah jenis tanaman anggrek, Indonesia memiliki 25 - 33,33 persen dari total jenis anggrek di seluruh dunia. Keberagaman jenis anggrek yang cukup bervariasi ini disebabkan oleh kemampuan anggrek dalam beradaptasi di berbagai iklim dan lingkungan. Semakin berkembangnya ilmu genetika dan persilangan tanaman, dipercaya juga sebagai penyebab beragamnya jenis anggrek di dunia.

Bagi para penikmat dan pecinta tanaman hias, tanaman anggrek dianggap memiliki keunikan tersendiri. Hal ini dikarenakan karakteristik fisik bunganya yang cukup indah dan memiliki bibir (labellum). Bibir ini jugalah yang menjadi salah satu faktor yang digunakan sebagai dasar dalam pengelompokan jenis tanaman anggrek. Tanaman anggrek juga dianggap lebih menarik dibandingkan dengan tanaman hias lainnya, ini disebabkan karena keragamannya dan kemudahan dalam pemeliharaannya. Dalam perkembangannya bunga anggrek tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk bunga hidup (dalam pot), melainkan dalam bentuk bunga potong dan bunga kering juga.

Secara fisik tanaman anggrek sering dianggap sebagai tanaman parasit. Namun faktanya tanaman anggrek adalah tanaman epifit dan bukan parasit. Dikatakan epifit karena pada habitat aslinya tanaman anggrek hidup dengan cara menempel pada tanaman lain, tetapi tidak merugikan tanaman yang ditumpangi tersebut. Berdasarkan tempat tumbuhnya sifat tumbuh anggrek dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu: anggrek epifit yang hidup pada tumbuhan lain (penopang), anggrek semi epifit yang sebagian akarnya menempel pada tanaman lain, anggrek semiterestrik yang hidup diatas permukaan tanah, anggrek terestrik yang hidup di atas tanah dan media yang hampir sama dengan tanah dan anggrek saprofit yang dapat hidup pada media organik.


(27)

12

Dalam pemasarannya tidak semua jenis anggrek memiliki tingkat permintaan yang cukup tinggi. Sekitar 5000 jenis anggrek yang ada di Indonesia, hanya ada lima jenis yang cukup diminati di pasar yaitu: dendrobium, phalaenopsis, vanda, cattleya, dan oncidium. Kelebihan dari kelima jenis anggrek ini adalah kemudahan dalam hal pembudidayaan dan pemeliharaannya.

Struktur tanaman anggrek hampir sama dengan struktur tanaman lainnya, yakni terdiri dari akar, batang, daun dan bunga. Sifat-sifat khas tanaman dari famili anggrek-anggrekan terlihat jelas pada karakter akar, batang, daun, bunga buah dan bijinya. Akar tanaman anggrek berfungsi untuk mengambil, menyerap dan mendistribusikan unsur-unsur hara ke seluruh bagian tanaman. Namun disamping itu, akar tanaman anggrek juga berfungsi untuk menempelkan diri pada media tumbuh. Serta pada tanaman-tanaman tertentu akar juga berfungsi untuk menyerap air dari udara dan juga dapat berfotosintesis.

Menurut Sarwono (2002), setiap bunga tanaman anggrek memiliki struktur tiga plus tiga yang terdiri dari tiga sepal luar (daun kelopak) dan tiga petal dalam (daun mahkota). Namun, tipe sepal dan petal dari masing-masing jenis anggrek berbeda berdasarkan bentuk, warna dan ukurannya. Secara umum berdasarkan tipe pertumbuhannya batang tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi dua bagian. Monopodial yang batang utamanya terus tumbuh dan tidak terbatas panjangnya dan simpodial yang batang utamanya tersusun atas ruas-ruas tahunan dan pertumbuhan batangnya terbatas. Disamping kedua jenis batang tersebut, tanaman anggrek juga memiliki umbi semu pada batang atau ujung pangkal daunnya yang berfungsi untuk menyimpan air, karbohidrat dan unsur hara.

Keragaman jenis anggrek yang cukup banyak juga menyebabkan variasi bentuk daun anggrek yang cukup beragam. Biasanya bentuk daun anggrek menunjukkan habitat tempat tinggal anggrek itu sendiri. Tulang daun anggrek sejajar dengan helaian daun. Bentuk daun ada yang bulat panjang seperti pensil, sempit atau lebar mirip palem, berdaging tipis atau tebal, permukaan halus atau kasar, bahkan ada jenis anggrek yang tidak berdaun.

Dendrobium berasal dari bahasa Yunani dan terdiri dari kata dendro yang berarti pohon dan bios yang berarti hidup. Jika digabungkan akan memiliki arti pohon kehidupan. Anggrek dendrobium dapat tumbuh baik bila lingkungannya


(28)

13

mempunyai intensitas cahaya sekitar 35-50 persen (3.500-5.000 fc). Kelembapan relatif (RH) yang dibutuhkan anggrek dendrobium sekitar 60-80 persen. Suhu udara yang diperlukan pada siang hari sekitar 27-300 C, sedangkan pada malam hari sekitar 20-230 C (Setiawan, 2005).

Berdasarkan sisi genus yang ada anggrek dendrobium tergolong popular dibandingkan dengan jenis anggrek lainnya. Hal ini dikarenakan plasma nutfahnya banyak tersedia dan mudah didapat. Hal ini juga menyebabkan potensi untuk merekayasa melalui perkawinan silang menjadi lebih besar. Keberagaman jenis anggrek dendrobium ini mengakibatkan tingginya permintaan produk ini di pasar. Menurut Setiawan (2005), anggrek dendrobium memiliki pangsa pasar sekitar 50 persen dibandingkan semua jenis anggrek di pasar lokal.

Besarnya pangsa pasar anggrek dendrobium antara lain disebabkan oleh beberapa hal berikut (Setiawan, 2005):

1. Bunga anggrek dendrobium mempunyai aneka macam bentuk, ukuran dan warna. Warna dasar yang telah ditemukan yaitu putih, ungu, merah, kuning, hijau, biru, hitam, cokelat, dan kombinasi dari warna-warna dasar tersebut. 2. Bunga anggrek dendrobium yang telah mekar dapat bertahan lebih dari 30 hari

(masih berada di dalam pot) dan setiap tangkainya memiliki lebih dari 20 kuntum bunga yang tersusun rapi dan indah.

3. Tanaman dendrobium hampir semuanya mudah berbunga. Jika telah dewasa dan telah berbunga yang ketiga kalinya, dendrobium dapat mengeluarkan lebih dari dua tangkai bunga pada waktu bersamaan dan tidak mengenal musim (sepanjang tahun).

4. Pemeliharaannya cukup mudah karena mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Sebagai contoh, intensitas sinar yang dibutuhkan dendrobium dewasa sekitar 35-100 persen. Bila diperlukan intensitas sinar 100 persen terus, mula-mula anggrek dendrobium akan mengalami shock (daun terbakar), tetapi setelah keluar tunas baru berikutnya, tanaman akan segera menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

5. Pertumbuhan anggrek dendrobium akan optimal pada lokasi kurang dari 400 m dpl. Meskipun demikian, pemeliharaan di daerah lebih dari 400 m dpl masih tetap bisa bertumbuh dan berbunga, tetapi tidak optimum.


(29)

14

6. Harga jual anggrek dendrobium relatif murah jika dibandingkan dengan jenis anggrek lain.

Rantai budidaya tanaman anggrek dendrobium dibedakan berdasarkan media tanamnya, yaitu dengan pot dan dengan tanpa pot. Secara keseluruhannya sebenarnya hampir sama, perbedaanya hanya terletak pada tahapan persiapan media tanamnya. Untuk budidaya berdasarkan pot persiapan media tanamnya dimulai dari tahapan pembuatan atau penyediaan pot, pembuatan rak, penyusunan media tanam dan penanaman. Sedangkan budidaya anggrek dengan tanpa pot, tahapan persiapan media tanamnya dimulai dari kegiatan pembuatan bedengan, pembuatan media tanam dan penanaman. Selanjutnya baik dengan sistem pot atau dengan tanpa pot adalah tahapan pemupukan, penyiraman, pengendalian hama penyakit tanaman, dan diakhiri oleh tahapan pemanenan.

2.2 Analisis Risiko Komoditi Hortikultura

Usaha pertanian sering dihadapkan pada kondisi ketidakpastian dari faktor luar yang tidak dapat dikendalikan dengan baik oleh para pelaku usaha. Kondisi demikian menyebabkan usaha pertanian menjadi cukup berisiko. Hortikultura sebagai salah satu bidang atau bagian pertanian juga dihadapkan pada kondisi demikian. Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis tentang risiko pada komoditi hortikultura diantaranya: Arfah (2009), Ginting (2009), Safitri (2009), Tarigan (2009) dan Fariyanti (2008).

Arfah (2009) menjelaskan risiko penjualan anggrek phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan risiko penjualan dalam pengembangan usahanya. Dijelaskan bahwa penyebab munculnya risiko penjualan adalah dikarenakan adanya klaim penjualan oleh para pembeli lokal dan pembeli dari luar negeri. Dalam menganalisis permasalahan risiko ini, Arfah (2009) menggunkan alat pengukuran analisis risiko berupa: expected return, variance, standard deviation dan coefficient variation. Disamping itu Arfah juga menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisis manajemen risiko.

Hasilnya adalah risiko penjualan pada pasar luar negeri lebih tinggi dari pada pasar lokal. Hasil perhitungan coefficient variation menunjukkan nilai risiko penjualan berdasarkan realisasi penjualan pada pembeli luar negeri bernilai


(30)

15

0,114832332 dan nilai risiko penjualan pasar lokal adalah senilai 0,099549102. Namun jika menggunakan acuan nilai pendapatan bersih, maka risiko penjualan anggrek phalaenopsis memiliki nilai tertinggi pada pembeli lokal, yaitu senilai 0,249112134 dibandingkan pembeli luar negeri yang nilai risiko penjualannya 0,170427671.

Ginting (2009) dalam skripsinya membahas permasalahan risiko produksi jamur tiram yang bersumber dari fluktuasi produksi tanaman jamur tiram. Jika dilihat lebih rinci, penyebab fluktuasi produksi ini dikarenakan serangan hama dan kondisi iklim yang juga tidak menentu. Penelitian ini juga menggunakan alat analisis risiko berupa expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation.

Ginting (2009) menyebutkan dari hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran coefficient variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan. Untuk mengatasi tingginya risiko produksi ini Ginting memberikan solusi penanganan risiko produksi dengan tindakan preventif (pencegahan).

Penelitian Safitri (2009) mengenai risiko produksi daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri bersumber dari ketidakstabilan jumlah produksi daun potong. Perubahan cuaca yang tidak dapat diprediksi dan serangan hama yang sulit diduga merupakan sumber risiko produksi pada usaha produksi daun potong. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian Safitri (2009) merupakan gabungan dari analisis deskriptif dan analisis risiko. Analisis risiko menggunakan expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Dalam pembahasannya komoditi yang dikaji hanya dibatasi dalam dua komoditi saja, yaitu Asparagus bintang dan Philodendron marble.

Analisis risiko yang digunakan oleh Safitri (2009) menggunakan model analisis tunggal (spesialisasi) dan analisis portofolio (diversifikasi). Dengan menggunakan model tunggal (spesialisasi), Philodendron marble memiliki risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan tanaman Asparagus bintang jika acuannya adalah produktifitas. Tetapi jika menggunakan acuan pendapatan bersih


(31)

16

maka tanaman yang memiliki risiko produksi tertinggi adalah komoditas Asparagus bintang. Namun hasil penghitungan model portofolio ternyata memberikan hasil yang jauh lebih baik dalam hal pengelolaan risiko, yaitu risiko produksi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan model tunggal (spesialisasi). Tarigan (2009) menganalisis risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati Organic Farm yang berada di Bogor. Risiko diidentifikasi berdasarkan tingkat produksi sayuran organik yang berfluktuasi. Hasil penelitian menyebutkan bahwa risiko produksi disebabkan oleh kerentanan tanaman sayuran organik terhadap perubahan cuaca, dan serangan hama yang mengakibatkan turunnya jumlah produksi. Untuk melihat besaran risiko yang dihadapi Permata Hati Organic Farm digunakan pengukuran risiko yaitu dengan analisis risiko yang terdiri dari expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Model penghitungan risiko menggunakan model spesialisasi dan model portofolio. Model penghitungan risiko spesialisasi hanya dikhususkan terhadap komoditi brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting. Sedangkan untuk model penghitungan portofolio menggunakan kombinasi komoditi tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli.

Hasil penelitian Tarigan (2009) menunjukkan bahwa pada model penghitungan spesialisasi berdasarkan produktifitas, tanaman bayam hijau memiliki nilai risiko produksi tertinggi dibandingkan komoditas lainnya. Dalam angka disebutkan nilai coefficient variation-nya sebesar 0,225. Artinya setiap satu satuan yang dihasilkan memiliki risiko produksi sebesar 0,225. Dan tanaman dengan risiko produksi terendah dimiliki oleh cabai keriting yang nilai coefficient variation-nya hanya 0,048. Setelah diteliti ternyata komoditas bayam hijau merupakan tanaman yang paling sering diserang hama khususnya pada musim penghujan. Tetapi jika menggunakan nilai pendapatan bersih sebagai dasar penghitungan risiko tunggalnya, maka tanaman yang paling tinggi risikonya adalah tanaman cabai keriting dan yang paling rendah risikonya adalah tanaman brokoli. Analisis risiko dengan model penghitungan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko.


(32)

17

Penanganan risiko yang dilakukan di Permata Hati Organic Farm menggunakan teknik diversifikasi pada lahan yang ada. Dengan adanya diversifikasi usaha, diharapkan dapat menutupi kegagalan pada usaha yang merugi. Selain itu model kemitraan dengan para petani sayuran dan dengan lembaga penyedia sarana produksi pertanian juga merupakan alternatif lain yang dimaksimalkan agar risiko produksi pada Permata Hati Organic Farm dapat diminimalisir. Dari sisi internal perusahaan dilakukan juga perombakan dan perbaikan fungsi masing-masing lembaga yang ada, agar tercipta kerjasama dan kesatuan kerja yang lebih baik.

Penelitian Fariyanti (2008) mengenai risiko produksi dan harga kentang dan kubis dianalisis dengan menggunakan analisis risiko model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (1,1) dengan menggunakan data cross section dengan 143 rumahtangga petani sayuran sebagai sampel. Analisis risiko digunakan data panel untuk tiga musim tanam. Berdasarkan analisis risiko diperoleh bahwa risiko produksi kentang yang diindikasikan oleh fluktuasi produksi disebabkan oleh risiko produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input pupuk dan tenaga kerja. Sedangkan lahan, benih, dan obat-obatan menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi. Pada komoditas kubis, lahan dan obat-obatan menjadi faktor yang menimbulkan risiko. Sementara benih, pupuk dan tenaga kerja menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi.

Risiko produksi pada komoditas kentang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas kubis. Namun risiko harga malah terjadi sebaliknya yaitu, risiko harga tanaman kubis lebih tinggi daripada tanaman kentang. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku rumah tangga petani dengan adanya risiko produksi dan harga produk tergolong risk aversion dengan melakukan pengurangan penggunaan luas lahan garapan, benih, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Pengurangan tertinggi ditemukan pada input, produksi, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga akibat peningkatan risiko produksi dan harga produk serta upah.


(33)

18

Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan menjadi sebuah gambaran umum yang dapat digunakan sebagai acuan dan bahan pembanding dengan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan kelima bahan penelitian dapat ditarik sebuah hubungan yang menjadi kesamaan penelitian yaitu, didapatkan bahwa hampir semua risiko produksi diindikasikan oleh fluktuasi jumlah produksi komoditi pertanian. Keseluruhan penelitian yang menganalisis risiko produksi komoditas tanaman yaitu: Ginting (2009), Safitri (2009), Tarigan (2009) dan Fariyanti (2008) disebabkan oleh pengaruh cuaca yang tidak dapat diprediksi serta serangan hama dan penyakit yang tidak dapat dicegah dengan baik. Begitu juga halnya dengan risiko penjualan yang diteliti oleh Arfah (2009), risiko juga diindikasikan oleh fluktuasi nilai penjualan. Kesimpulan lainnya adalah bahwa risiko yang dihadapi dalam usaha hortikultura berada pada kisaran 15 persen hingga 35 persen. Dalam analisis risiko sebahagian besar menggunakan alat ukur expected return, variance, standard deviation, dan coefficient variation. Hanya penelitian Fariyanti (2008) yang menggunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Analisis risiko portofolio yang dilakukan pada perusahaan dengan metode diversifikasi ternyata dapat mengurangi besaran risiko pada komoditi tunggal.

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada lokasi dimana penelitian dilakukan dan jenis komoditi yang menjadi objek penelitian. Kajian penelitian ini akan difokuskan terhadap risiko usaha penjualan komoditi anggrek dendrobium melalui usaha diversifikasi. Bahan penelitian yang sebelumnya juga dirasa sudah cukup untuk digunakan sebagai bahan referensi dalam penelitian ini. Bahan-bahan penelitian terdahulu yang menjadi bahan acuan dalam penelitian ini ditampilkan dalam Tabel 3.


(34)

19 Tabel 3. Studi Terdahulu Yang Berkaitan Dengan Penelitian

No Penulis Judul Penelitian Metode Analisis

1 Arfah (2009) Analisis Risiko Penjualan Anggrek Phalaenopsispada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat.

Analisis deskriptif dan analisis risiko

2 Ginting (2009) Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Analisis deskriptif dan analisis risiko

3 Safitri (2009) Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Analisis deskriptif dan analisis risiko

4 Tarigan (2009) Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik Pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat

Analisis deskriptif dan analisis risiko

5 Fariyanti (2008)

Perilaku Ekonomi

Rumahtangga Petani Sayuran Dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung

Analisis risiko model GARCH dan

menghitung nilai varian


(35)

20 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini, berasal dari penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian. Pengertian risiko, analisis risiko, dan manajemen risiko merupakan teori-teori yang dianggap memiliki keterkaitan sangat erat dalam hal permasalahan penelitian. Oleh karena itu akan dijabarkan secara spesifik pada sub bab-sub bab berikut.

3.1.1 Risiko Agribisnis

Agribisnis merupakan sebuah konsep dan paradigma baru dalam dunia pertanian. Saragih (1998), menyebutkan bahwa Agribisnis dicetuskan oleh Davis dan Goldberg pada tahun 1957 di Universitas Harvard. Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and all distribution of farm supplies; production activities on the farm, and the storage processing and distribution of farm commodities and items made from them. Dari defenisi tersebut agribisnis dapat dibagi ke dalam tiga subsistem yaitu: subsistem input (off-farm hulu), budidaya (on farm) dan output (off-farm hilir) .

Penggunaan risiko dalam bahasa sehari-hari merupakan sebuah bukti bahwa risiko adalah sebuah kosakata yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Risiko dapat diartikan sebagai sebuah kondisi dimana hasil yang ingin dicapai dari suatu usaha tidak 100 persen pasti. Pilihannya adalah suatu kejadian itu memiliki manfaat positif (untung) atau sebaliknya adalah manfaat negatif (merugi). Namun itu baru pengertian risiko secara sederhana, pendapat para ahli berikut ini diharapkan dapat membantu untuk mendapatkan pengertian risiko yang lebih lengkap dan jelas.

Harwood et al. (1999) mengartikan risiko sebagai kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian. Dalam ruang lingkup perusahaan risiko tampak dalam kejadian-kejadian berikut: kegagalan penjualan barang yang sudah diproduksi, kenaikan harga bahan baku yang cukup tinggi secara mendadak, piutang-piutang yang tidak dapat ditagih, kebocoran kas perusahaan akibat ketidakjujuran karyawan, kegagalan produksi karena kerusakan mesin, dan hal-hal


(36)

21

lainnya. Risiko juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi adanya kemungkinan deviasi (penyimpangan) terhadap hasil yang diinginkan atau diharapakan. Jika menggunakan bahasa statistik hal ini dapat diartikan menjadi derajat penyimpangan sesuatu nilai di sekitar posisi sentral atau disekitar titik rata-rata.

Ketidakpastian memiliki keeratan hubungan dengan risiko. Risiko dapat diartikan sebagai ketidakpastian (risk is uncertainity) yang mungkin melahirkan kerugian. Beberapa defenisi juga menyebutkan bahwa ketidakpastian merupakan sumber atau penyebab suatu kondisi dikatakan berisiko. Namun sebenarnya kedua kondisi ini memiliki pengertian yang berbeda. Ketidakpastian lebih tepat disebutkan kepada kondisi yang peluangnya terjadinya belum dapat diukur dengan baik berbeda dengan konsep risiko. Debertin (1986) mengatakan bahwa risiko merupakan kondisi dimana peluang terjadinya suatu kejadian sudah dapat diperhitungkan dengan baik oleh si pembuat keputusan. Robison dan Barry (1987) menyebutkan ketidakpastian menunjukkan peluang suatu kejadian yang tidak dapat diketahui oleh pembuat keputusan. Peluang kejadian yang tidak diketahui secara kuantitatif dikarenakan tidak ada informasi atau data pendukung untuk menghitung nilai peluangnya. Sehingga selama peluang suatu kejadian tidak dapat diukur maka kejadian tersebut termasuk kedalam kategori ketidakpastian.

Risiko sering dikaitkan juga dengan dampak atau akibat dari suatu kejadian yang dirasakan mengandung risiko. Menurut Darmawi (2010) risiko berdasarkan kemungkinan akibatnya dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu: risiko spekulatif dan risiko murni. Risiko spekulatif diartikan sebagai risiko yang memiliki kemungkinan mengalami kerugian atau kegagalan tetapi disamping itu terdapat juga kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan risiko murni merupakan risiko yang hanya bergerak ke satu arah saja yaitu ke arah kemungkinan kerugian. Kedua jenis risiko ini sering dibahas dalam konsep ekonomi perusahaan. Karena berpengaruh terhadap proses penanganan risiko, contohnya jenis risiko yang dapat diasuransikan hanyalah risiko murni.

Petani dan peternak selalu dihadapkan dengan kondisi ketidakpastian setiap harinya. Mulai dari ketidakpastian cuaca, serangan hama, dan harga input maupun output. Ketidakpastian ini menyebabkan bidang agribisnis menjadi sangat riskan dengan kerugian. Perubahan struktur pola usaha pertanian ke arah industri


(37)

22

juga mengharuskan para pelaku usaha untuk menerapkan strategi pengendalian risiko1. Menurut Harwood et al. (1999), sumber-sumber risiko pertanian dapat diklasifikasikan kedalam lima bagian yaitu: risiko pasar (market risk), risiko produksi (yield risk), risiko kelembagaan (institutional risk), risiko keuangan (financial risk), dan risiko sumber daya manusia (personal risk).

1. Risiko pasar yaitu risiko pergerakan harga yang berdampak negatif terhadap perusahaan. Risiko pasar yang lebih dikenal dengan market risk atau price risk ini merupakan risiko yang terjadi akibat dari tidak stabilnya harga komoditi baik yang digunakan sebagai sumber daya atau input dan output sebagai hasil dari usaha. Namun selain itu risiko pasar juga dipengaruhi oleh penurunan permintaan terhadap output perusahaan, mutu produk yang tidak sesuai, persaingan antar sesama produsen, kegagalan strategi pemasaran, kelemahan daya tawar perusahaan dibandingkan dengan pembeli.

2. Risiko produksi merupakan kegagalan yang terjadi dalam proses budidaya atau proses menghasilkan suatu komoditas yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Bentuknya umumnya berhubungan dengan keadaan alam seperti curah hujan yang tidak menentu, perubahan cuaca yang tidak sesuai perkiraan, serta serangan hama dan gulma yang tidak terkontrol.

3. Risiko institusi merupakan risiko yang disebabkan oleh perubahan kebijakan-kebijakan makro dan mikro oleh pemerintah atau lembaga pembuat kebijakan-kebijakan dalam bidang pertanian. Perubahan kebijakan ini dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan usaha perusahaan, contohnya berupa kebijakan harga bibit tanaman, kebijakan harga jual, kebijakan penggunaan pupuk kimia maupun kebijakan ekspor dan impor. 4. Risiko finansial merupakan bentuk-bentuk risiko yang dihadapi perusahaan

terkait dengan bidang keuangan khususnya dalam hal permodalan. Jika perusahaan memiliki modal yang berasal dari pinjaman bank maka akan berhadapan dengan tingkat suku bunga kredit. Selain itu kenaikan Upah

1

Sarah A. Drolette. Januari 2009. Managing Marketing Risk in Agriculture. Utah State University. www.extension.usu.edu. Hlm 1.


(38)

23

Minimum Regional (UMR), piutang hutang yang macet, aliran uang yang rendah juga merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan dihadapkan pada risiko finansial.

5. Risiko sumber daya manusia, yaitu risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang berkaitan dengan perilaku manusia dalam melakukan kegiatan usaha. Risiko yang disebabkan oleh sumber daya manusia ini dapat menyebabkan kerugian contohnya ketika melakukan kesalahan pencatatan data, kelalaian dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, pencurian, rusaknya fasilitas produksi, mogok kerja ataupun meninggalnya tenaga kerja pada saat menjalankan tugas.

Dalam menghadapi risiko setiap pelaku bisnis atau pengusaha memiliki perilaku yang berbeda-beda. Secara umum perilaku individu dalam menghadapi risiko dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu: risk averse, risk neutral dan risk preferer. Berdasarkan teori utilitas perilaku ini dapat dijelasakan melalui Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan hubungan antara expected income dan income variance. Income variance merupakan ukuran tingkat risiko, sedangkan expected income merupakan tingkat kepuasan para pembuat keputusan.

Perilaku individu atau pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut:

1. Pembuat keputusan yang takut akan risiko (Risk Averse), yaitu perilaku individu yang berusaha untuk menghindari risiko. Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (income variance) yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi dengan menaikkan expected income. 2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral), yaitu perilaku

individu yang apabila terjadi kenaikan income variance (ukuran tingkat risiko) tidak akan diimbangi dengan menaikkan expected income. Artinya, jika income variance semakin tinggi, maka expected income akan tetap.


(39)

24

3. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (Risk Preferer), yaitu perilaku individu yang menyukai risiko. Sikap ini menunjukkan bahwa jika adanya kenaikan income variance akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediannya menerima expected income lebih rendah. Risk preferer cenderung menganggap risiko sebagai sesuatu hal yang tidak perlu dikhawatirkan.

Gambar 5.Hubungan Antara Expected Income dan Income Variance

Sumber: Debertin (1986)

3.1.2 Risiko Portofolio dalam Diversifikasi

Pengukuran risiko menjadi sangat penting dalam tahapan analisis risiko karena tahapan ini dapat menentukan relatifitas penting atau tidaknya risiko tersebut untuk ditangani dan untuk memperoleh informasi yang akan menolong

Expected Income

Income Variance

Risk Averse

Expected Income

Income Variance

Risk Preferer

Expected Income

Income Variance


(40)

25

dalam menetapkan kombinasi strategi manajemen risiko. Untuk menentukan banyaknya kejadian yang dianggap berisiko dapat menggunakan konsep perhitungan peluang. Hasil dari perhitungan peluang ini akan menunjukkan seberapa sering perusahaan menghadapi periode atau hasil yang sesuai dengan harapan, melebihi harapan dan tidak sesuai dengan harapan.

Pengukuran risiko juga mencakup proses penilaian risiko. Menurut Elton dan Grubber (1995) terdapat beberapa penilaian risiko yaitu: perhitungan nilai varian (variance), standar baku (standard deviation) dan koefisien variasi (coefficient variation). Ketiga alat ukur penilaian risiko ini saling berkaitan satu sama lain dengan nilai varian sebagai dasar perhitungan untuk pengukuran lainnya. Standar baku merupakan akar kuadrat dari perhitungan nilai varian sedangkan koefisien variasi merupakan rasio antara nilai standar baku dengan nilai expected return. Expected return merupakan nilai atau hasil yang diharapkan oleh pengusaha atau pelaku usaha. Expected return dapat berbentuk jumlah produksi, jumlah penjualan dan penerimaan atau pendapatan.

Alat penilaian risiko dengan model varian dan standar baku sering sekali dianggap kurang tepat apabila dibandingkan dengan penerimaan (return). Varian dan standar baku hanya menunjukkan nilai risiko secara absolut. Khususnya apabila dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dalam manajemen perusahaan, model perhitungan dengan varian dan standar baku tidak layak. Untuk mengatasi hal itu model perhitungan dengan menggunakan koefisien variasi merupakan model yang paling sesuai. Koefisien variasi sudah memperhitungkan antara nilai risiko yang dihadapi sebuah perusahaan dan perbandingannya dengan setiap satu satuan penerimaan (return) yang diperoleh

oleh perusahaan. Sehingga pada akhirnya pernyataan yang mengatakan „high risk

high return’ dapat diuji dan dilihat kebenarannya dalam kasus yang dihadapi perusahaan.

Pelaku bisnis mempunyai banyak alternatif dalam melakukan investasi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan pelaku bisnis dalam menginvestasikan dananya dengan melakukan kombinasi dari beberapa kegiatan usaha atau aset. Kombinasi dari beberapa kegiatan usaha atau aset dinamakan dengan diversifikasi. Teori portofolio merupakan teori yang menjelaskan penyaluran


(41)

26

modal ke dalam berbagai macam investasi dengan tujuan menekan risiko. Teori portofolio membahas portofolio yang optimum yaitu portofolio yang memberikan hasil pengembalian tertinggi pada suatu tingkatan risiko tertentu atau tingkat risiko paling rendah dengan suatu hasil tertentu.

Teori portofolio membantu manajemen dalam pengambilan keputusan mengenai kombinasi investasi yang paling aman dikaitkan dengan tingkat risiko yang dihadapi. Dasar teori ini adalah pada kenyataannya investor tidak menginvestasikan seluruh dana hanya untuk satu jenis investasi tetapi melakukan diversifikasi dengan tujuan menekan risiko. Fluktuasi tingkat keuntungan akan berkurang karena saling menghilangkan jika memiliki beberapa jenis investasi. Menurut Diether (2009) perhitungan expected return pada risiko portofolio adalah:

E(rp) = w1E(r1) + w2E(r2) +… + wnE(rn)

Dimana proporsi dari masing-masing aset adalah: w1 + w2 + … + wn = 1

Sedangkan rumusan perhitungan variance untuk risiko portofolio adalah:

σp2

= w1σ2(r1) + w2σ2(r2) + ∙∙∙ + wnσ2(rn) + 2w1w2cov (r1,r2) + 2w1w3cov

(r1,r3) + ∙∙∙ + 2w1wncov (r1,rn) + 2w2w3cov (r2,r3) + 2w2w4cov (r2,r4) + ∙∙∙ + 2w2wncov (r2,rn)

Keterangan:

E (rp) : Expected returndari keseluruhan usaha diversifikasi (1,2,…, n)

w1, w2, …, wn : Fraction (proporsi) penggunaan masing-masing aset (1,2,…,n)

σp2

: Variance portofolio untuk masing-masing investasi (1,2,…, n) cov (r1,r2;…; r1,rn; r2,r3;…; r2,rn): Covariance antara masing-masing aset (r1,r2;…; r1,rn;

r2,r3;…; r2,rn)

Dalam perhitungan nilai covariance pada analisis risiko portofolio perlu diperhatikan juga nilai koefisien korelasi. Koefisien korelasi merupakan alat ukur statistik mengenai hubungan dari serial data yang menunjukkan pergerakan bersamaan relatif (relative comovements) antara serial data tersebut. Jika serial data bergerak dengan arah yang sama disebut dengan korelasi positif, sebaliknya jika bergerak dengan arah berlawanan disebut korelasi negatif.


(42)

27

Nilai koefisien korelasi investasi aset i dan j (ρij) mempunyai nilai maksimum positif (+1) dan minimum negatif satu (-1). Berapa kemungkinan korelasi diantara dua aset diantaranya adalah sebagai berikut (Elton dan Gruber, 1986):

1. Nilai koefisien korelasi positif satu (+1) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua aset i dan j selalu bergerak sama-sama.

2. Nilai koefisien korelasi negatif satu (-1) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua aset i dan j selalu bergerak berlawanan arah.

3. Nilai koefisien korelasi sama dengan nol (0) mempunyai arti bahwa kombinasi dari dua aset i dan j tidak ada hubungan satu dengan yang lain.

Dalam penelitian ini koefisien korelasi diasumsikan memiliki nilai (+1) atau memiliki korelasi positif diantara komoditas yang digabungkan. Penilaian berupa peningkatan investasi melalui penambahan modal usaha untuk melakukan perluasan lahan dan pengendalian hama dan penyakit dalam usaha penjualan dendrobium. Hal ini akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diterima dengan harapan risiko yang ditimbulkan akan menjadi lebih kecil.

3.1.3 Strategi Pengelolaan Risiko

Strategi pengelolaan risiko merupakan langkah lanjutan dari proses identifikasi dan pengukuran risiko. Strategi pengelolaan risiko berbentuk langkah-langkah yang ditujukan untuk mengurangi tingkat kerugian dari suatu kondisi yang dianggap berisiko. Penanganan risiko dapat dimasukkan ke dalam fungsi-fungsi manajemen. Sehingga fungsi-fungsi-fungsi-fungsi manajemen yang dikenal dengan planning, organizing, actuating dan controlling (POAC) bertambah satu, yaitu fungsi penanganan risiko (Kountur, 2008). Menurut Lam (2008), beberapa alasan pentingnya manajemen risiko yaitu: mengelola risiko adalah tugas manajemen, manajemen risiko dapat mengurangi volalitas pendapatan, manajemen risiko dapat memaksimalkan nilai aset pemegang saham, dan manajemen risiko dapat memperbesar peluang kerja dan jaminan finansial.

Kountur (2004) menjelaskan bahwa manajemen risiko merupakan bentuk langkah atau cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani risiko. Manajemen risiko juga menjadi sangat penting dalam lingkup perusahaan karena dapat membantu untuk menjamin pencapaian tujuan, memperkecil kemungkinan


(43)

28

bangkrut, meningkatkan keuntungan perusahaan, dan memberikan keamanan pekerjaan. Pendapat Kountur juga hampir sama dengan konsep manajemen risiko yang dikemukakan oleh Darmawi (2010), yaitu bahwa manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Darmawi (2010) juga berpendapat bahwa ada lima manfaat yang dapat diperoleh perusahaan melalui penerapan manajemen risiko yaitu: manajemen risiko dapat mencegah perusahaan dari kegagalan, pengurangan pengeluaran, peningkatan laba, pengurangan fluktuasi laba tahunan dan aliran kas, serta secara tidak langsung menolong public image karena manajemen risiko melindungi perusahan dari hal-hal buruk yang dapat merugikan perusahaan.

Kountur (2008) menyebutkan ada beberapa bentuk pilihan-pilihan penanganan risiko. Pilihan-pilihan ini didasarkan pada tingkatan atau status risiko. Langkah-langkah penanganan risiko disesuaikan dengan tingkat besaran risiko yang akan ditangani. Beberapa strategi penanganan risiko yang dijelaskan oleh Kountur (2008), yaitu:

1. Strategi Menghindar

Strategi menghindar merupakan strategi yang dilakukan jika dihadapkan pada kondisi risiko yang terlalu besar. Artinya kemungkinan terjadinya sangat besar dan akibat yang ditimbulkan juga sangat besar. Risiko yang dihadapi tidak dapat dikendalikan oleh manajemen dan tidak dapat ditangani dengan strategi-strategi penanganan lain.

2. Strategi Mencegah

Strategi pencegahan adalah strategi untuk membuat kemungkinan terjadinya risiko sekecil-kecilnya. Sasarannya adalah bagaimana agar kemungkinan atau probabilitas terjadinya suatu yang merugikan itu dapat dibuat sekecil-kecilnya.

3. Strategi Pengurangan Kerugian Risiko

Strategi pengurangan kerugian risiko ini dilakukan untuk mengurangi akibat dari risiko. Diharapkan akibat dari kerugian dapat ditekan menjadi sekecil mungkin. Ada beberapa teknik untuk mengurangi kerugian akibat risiko yaitu


(44)

29

dengan teknik penyebaran, menggabungkan dan memperbaiki sarana pelaksanaan usaha.

4. Strategi Pengalihan Risiko

Strategi berdasarkan akibat dan kemungkinan terjadinya dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu: risiko yang dapat dikendalikan dan risiko yang tidak dapat dikendalikan. Strategi pengalihan risiko idelnya dilakukan pada risiko yang tidak dapat dikendalikan perusahaan. Namun untuk yang dapat dikendalikan juga dapat diterapkan jika memiliki akibat risiko yang cukup besar. Bentuk pengalihan risiko ini berupa pelimpahan risiko kepada pihak lain yaitu melalui program asuransi, hedging, leasing, factoring, dan outsorcing.

5. Strategi Mendanai Risiko

Strategi mendanai risiko ini merupakan bentuk pencegahan perusahaan dari kebangkrutan atau keterpurukan pada saat perusahaan terkena kerugian akibat dari kejadian yang berisiko. Hal ini sangat tepat apabila diterapkan pada risiko-risiko kecil yang peluang terjadinya sangat kecil dan akibatnya juga kecil. Bentuk pendanaan risiko ini berupa penggunaan kas kecil dan penyediaan dana cadangan.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Permata Anggrek telah melakukan usaha diversifikasi pengusahaan dendrobium sejak tahun 2008, yaitu dengan mengusahakan tiga kelompok dendrobium. Usaha diversifikasi yang dilakukan oleh Permata Anggrek bertujuan untuk menekan risiko pada pengusahaan satu kelompok dendrobium. Namun ternyata upaya diversifikasi yang dilakukan oleh Permata Anggrek tidak serta merta mampu menghilangkan risiko.

Upaya diversifikasi Permata Anggrek dihadapkan pada dua sumber risiko utama yaitu: risiko pra penjualan dan risiko dalam pasar. Risiko pra penjualan merupakan risiko yang bersumber dari proses pemeliharaan sebelum anggrek dendrobium dijual, bentuknya berupa perubahan iklim dan cuaca serta serangan hama. Sedangkan risiko dalam pasar diartikan sebagai risiko yang terjadi pada saat produk anggrek dendrobium dijual. Sumber risikonya adalah perubahan harga jual, perubahan selera dan kerusakan tanaman pada proses distribusi. Keseluruhan risiko ini mengakibatkan nilai penjualan Permata Anggrek menjadi berfluktuasi.


(45)

30

Untuk mengatasi risiko pada usaha diversifikasi ini Permata Anggrek sebagai pelaku usaha harus memiliki solusi penanganan yang tepat. Dalam merumuskan solusi penanganan risiko dibutuhkan sebuah studi dan analisis yang komprehensif. Bentuk studinya akan dirumuskan dalam bentuk kerangka berpikir operasional yang terdiri dari beberapa langkah, yaitu: identifikasi risiko, perhitungan risiko, dan penanganan risiko melalui penerapan strategi penanganan risiko. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Skema Langkah-Langkah Kerangka Berpikir Operasional Analisis Risiko Usaha Diversifikasi pada Permata Anggrek

Usaha Permata Anggrek

Risiko Pra Penjualan:

 Perubahan cuaca dan iklim

 Serangan hama dan penyakit

Risiko dalam Pasar:

 Fluktuasi Harga Jual

 Perubahan Selera Konsumen

 Kerusakan Pada Proses distribusi Diversifikasi

Dendrobium

Analisis Risiko: 1. Expected Return 2. Ragam (variance)

3. Simpangan Baku (standard deviation)

4. Koefisien Variasi (coefficient variation)

Analisis Deskriptif

Strategi Penanganan Risiko Fluktuasi Nilai Penjualan

Usaha Permata Anggrek

Risiko Pra Penjualan:

 Perubahan cuaca dan iklim

 Serangan hama dan penyakit

Risiko dalam Pasar:

 Fluktuasi Harga Jual

 Perubahan Selera Konsumen

 Kerusakan Pada Proses distribusi


(46)

31 IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Permata Anggrek yang berlokasi di Jalan Lodaya C No 10, Komplek BPPB Pasir Mulya Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Jawa Barat merupakan sentra produksi anggrek. Dalam skala nasional, Jawa Barat merupakan produsen anggrek terbesar pada periode tahun 2000-2008. Tahun 2000 jumlah produksi anggrek potong di Jawa Barat berjumlah 1.498.535 tangkai. Jumlah ini mengalami peningkatan yang sangat tinggi, tepatnya pada tahun 2008 jumlah produksi anggrek potong menjadi 5.617.993 tangkai (Dinas Pertanian Jawa Barat, 2010).

Tabel 4. Sentra Produksi Tanaman Hias Unggulan di Jawa Barat pada Tahun 2007

No Komoditas Kabupaten/Kota Produksi

(tgk) Kecamatan Utama

1 Anggrek

Bogor 1.878.403 Gunung Sindur

Karawang 553.422 Cikampek

Cirebon 160.950 Sawangan

2 Krisan

Bandung 16.378.091 Parompong,

Lembang,Cisarua Cianjur 5.907.463 Sukaresmi, Pacet,

Cugenang, Cipanasa

Sukabumi 2.543.150 Nangrak, Cibadak

3 Sedap Malam

Bandung 5.803.664 Banjaran, Soreang

Cianjur 1.834.953 Warungkondong,

Sukalayu Kota

Tasikmalaya 592.000 Indihiang 4

Mawar

Bandung 4.907.037

Parompong, Lembang,Cisarua

Cianjur 324.183 Cipanas, Sukaresmi

Sumber : Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat (2010)

Departemen Pertanian Bidang Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat menyebutkan bahwa Jawa Barat mempunyai empat komoditas unggulan khusus tanaman hias yaitu anggrek, sedap malam, mawar dan krisan. Keempat komoditas ini tergolong komoditas yang sudah diterima di pasar internasional. Pada Tabel 4


(47)

32

terlihat bahwa daerah Bogor merupakan salah satu produsen anggrek yang terbesar di Jawa Barat. Pada tahun 2007 Bogor memproduksi anggrek sebanyak 1.878.403 tangkai. Proporsi produksi anggrek daerah Bogor sebesar 72,44 persen dari total produksi anggrek Jawa Barat, Karawang 21,34 persen dan Cirebon sebesar 6,21 persen. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan tanaman anggrek secara umum berkembang dengan baik di daerah Bogor.

Dinas Pertanian Kota Bogor mencatat ada empat perusahaan yang memfokuskan usahanya dalam usaha budidaya dan penjualan tanaman anggrek dendrobium, yaitu: Puspa Pesona, Tyas Orchids, Pesona Anggrek dan Permata Anggrek. Penelitian ini akan dikhususkan pada Permata Anggrek dikarenakan pengalaman perusahaan yang sudah mengusahakan tanaman anggrek dendrobium sejak tahun 2004. Permata Anggrek juga telah diakui oleh Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) sebagai salah satu anggota pada regional Bogor. Permata Anggrek juga merupakan salah satu mitra Dinas Pertanian Kota Bogor untuk menjadi pendamping bagi sebuah kelompok tani anggrek yang berada di daerah Pasir Mulya. Disamping itu pihak pemerintah khususnya Departemen Pertanian juga sering mengunjungi perusahaan ini untuk mengadakan pelatihan dan transfer pengetahuan terkait budidaya dan distribusi tanaman anggrek. Pengambilan data pada Permata Anggrek dilaksanakan pada bulan Februari-April 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan jenisnya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif merupakan data yang bentuknya berupa keterangan dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan penelitian yang bukan angka (non numerik). Dalam penelitian ini data kualitatif terdiri dari fakta-fakta tentang perkembangan anggrek dendrobium, teknis pelaksanan usaha, kondisi usaha, peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam usaha anggrek dendrobium, dan hal lainnya yang terkait dengan penelitian. Berbeda dengan data kualitatif, dalam data kuantitatif bentuknya merupakan fakta dan informasi tentang usaha anggrek dendrobium yang sudah disusun dan lebih terukur. Data kuantitatif ini terdiri dari informasi tentang omzet perusahaan, jumlah penjualan, dan perkembangan harga jual anggrek.


(48)

33

Berdasarkan sumbernya data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui proses wawancara yang dilakukan dengan bagian pemilik perusahaan, karyawan perusahaan, konsumen dan pihak-pihak yang terkait dengan topik penelitian khususnya dalam bidang penjualan anggrek dendrobium. Data primer ini merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian, sehingga dalam pencariannya banyak menggunakan wawancara, teknik observasi, pengamatan, dan studi kasus di Permata Anggrek. Data sekunder merupakan data pendukung yang tidak langsung ditemukan oleh peneliti, data ini diperoleh melalui studi literatur dan penelusuran dari berbagai literatur yang ada di Permata Anggrek, Badan Pusat Statistik, Dinas Hortikultura Departemen Pertanian, Perpustakaan Institut Pertanian Bogor, website internet, buku-buku dan jurnal yang terkait dengan perkembangan tanaman anggrek dendrobium. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung penelitian agar lebih jelas dan spesifik.

4.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu disesuaikan dengan subjek yang akan dicari informasinya. Bentuk-bentuk teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Wawancara dan diskusi yang digunakan untuk memperoleh data yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya terjadi (memeriksa kebenaran). Namun wawancara juga diperlukan untuk menggali informasi yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini banyak dilakukan di lingkungan Permata Anggrek, mulai dari pemilik perusahaan, karyawan, dan para konsumen serta penyedia kebutuhan produksi dan penjualan anggrek dendrobium.

2. Observasi atau pengamatan yang digunakan untuk penggalian informasi dengan melihat secara langsung suatu proses atau kegiatan yang sulit dijelaskan dengan teknik wawancara. Observasi juga dibutuhkan untuk melihat lebih detil dan spesifik tahapan penjualan anggrek dendrobium pada Permata Anggrek.

3. Kuesioner yang digunakan untuk mengarahkan pertanyaan agar sesuai dengan topik sehingga tidak keluar dari kajian. Selain itu, kuesioner juga


(1)

94

DAFTAR PUSTAKA

Arfah S. 2009. Analisis Risiko Penjualan Anggrek Phalaenopsis Pada PT Ekakarya Graha Flora Di Cikampek, Jawa Barat [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Data Strategis BPS 2009. [8 Desember 2009] . 2010. Berita Resmi Statistik. http://www.bps.go.id//

[25 November 2010].

Saragih B. 1998. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Bogor : Yayasan Mulia Persada Indonesia.

Darmawi H. 2010. Manajemen Risiko. Bumi Aksara. Jakarta.

Debertin DL. 1986. Agricultural Production Economics. New York: Macmillan Publishing Company.

Departemen Pertanian. 2010. Perkembangan Volume Ekspor-Impor Anggrek Tahun 2004-2008. http://www.deptan.go.id// [25 November 2010]

Diether KB. 2009. Mean Variance Analysis A Portfolio of Three Risky Assets. Fisher College of Business.

http://fisher.osu.edu/~diether_1/b822/mv_analysis_2up.pdf [20 Desember 2010]

Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat.2010. Sentra Produksi Tanaman Hias Unggulan di Jawa Barat pada Tahun 2007.

http://diperta.jabarprov.go.id/ [25 November 2010]

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Perkembangan PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2008. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2005. Road Map Pasaca Panen dan Pemasaran Anggrek 2005-2010. Jakarta.

Elton EJ dan Gruber MJ. 1995. Modern Portfolio Theory And Investment Analysis. Fifth Edition. New York: John Wiley and Sons Inc.

Fariyanti A. 2008. Perilaku ekonomi rumahtangga petani sayuran dalam menghadapi risiko produksi dan harga produk di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.


(2)

95 Ginting L. 2009. Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Harwood J.R. Heifner, K. Coble, T. Perry, dan A. Somwaru. 1999. Managing Risk in Farming : Concepts, Research and Analysis, Agricultural Economics Report No.774. US Department of Agriculture.

Kountur R. 2004. Manajemen Risiko Operasional: Memahami Cara Mengelola Risiko Perusahaan. Jakarta: PPM

Kountur R. 2008. Manajemen Risiko. Jakarta: Abdi Tandur.

Lam J. 2008. Enterprise Risk Management. Jakarta Pusat: PT Ray Indonesia. Reiley HE dan Shry Jr CL. 2002. Introductory Horticulture. Sixth Edition.

Albany: Thomson Learning Inc

Robison LJ dan Barry PJ. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. London: Macmillan Publisher.

Ruky SA. 2002. Sukses Sebagai Manajer Profesional Tanpa Gelar MM atau MBA. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Safitri NA. 2009. Analisis Risiko Produksi Daun Potong Di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Sarwono B. 2002. Merawat Anggrek. Jakarta: Penebar Swadaya.

Setiawan H. 2005. Usaha Pembesaran Anggrek. Jakarta: Penebar Swadaya. Sutiyoso Y. 2003. Anggrek Potong Dendrobium. Jakarta: Penebar Swadaya. Tarigan PES. 2009. Analisis risiko produksi sayuran organik pada Permata Hati

Organic Farm di Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Wisdya S. 2009. Analisis Risiko Produksi Anggrek Phalaenopsis Pada PT Ekakarya Graha Flora Di Cikampek, Jawa Barat [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(3)

96


(4)

97

Lampiran 1. Gambar Jenis Pestisida dan Pupuk yang Digunakan Untuk Tanaman Dendrobium Permata Anggrek

Pupuk Hyponex Fungisida Dithane M-45

Insektisida Confidor 20 WP Insektisida Decis-25 EC


(5)

98

Lampiran 2. Rincian Perhitungan Peluang, Expected Return, Standard Deviation dan Coefficient Variation pada Analisis Risiko Tunggal Dendrobium Campur Besar, Sedang dan Kecil

Komoditas Kondisi Peluang Expected

Return (ER-Ri)^2 Pi(ER-Ri)^2 Variance

Standard Deviation

Coefficient Variation D. Campur

Besar

Tertinggi 0.11 6,159,505 356,414,970,025 39,205,646,703 14,382,117,812,475 3792376.275 0.616

Normal 0.52 11,968,105,655,025 6,223,414,940,613

Terendah 0.37 21,944,587,095,025 8,119,497,225,159

D. Campur Sedang

Tertinggi 0.07 18,289,957 91,890,565,215,211 6,126,037,681,014 195,342,919,160,290 13976513.126 0.764

Normal 0.46 304,905,495,581,878 140,256,527,967,664

Terendah 0.27 183,601,325,668,544 48,960,353,511,612

D. Campur Kecil

Tertinggi 0.30 30,410,150 94,494,924,722,500 28,348,477,416,750 162,086,721,452,500 12731328.346 0.419

Normal 0.50 17,383,479,422,500 8,691,739,711,250


(6)

98

Lampiran 3. Penentuan Nilai Persentase Penjualan Periode Agustus 2009-Maret 2011

Tahun Bulan Penjualan

D.C. Besar (pot) % D.C. Sedang (pot) % D.C. Kecil (pot) % Total (pot)

2009 Agustus 136 151 281 62 325 65 742

September 19 21 235 52 83 17 337

Oktober 57 63 335 74 149 30 541

November 33 37 491 109 124 25 648

Desember 43 48 293 65 145 29 481

2010 Januari 7 8 0 0 320 64 327

februari 8 9 0 0 475 95 483

Maret 24 27 0 0 438 88 462

April 26 29 0 0 478 96 504

Mei 5 6 80 18 609 122 694

Juni 64 71 266 59 489 98 819

Juli 8 9 162 36 353 71 523

Agustus 62 69 121 27 370 74 553

September 39 43 20 4 302 60 361

Oktober 0 0 0 0 438 88 438

November 134 149 184 41 269 54 587

Desember 0 0 214 48 188 38 402

2011 Januari 16 18 85 19 124 25 225

Februari 56 62 85 19 184 37 325