Pemberian Ekstrak Rebusan Daun Sirih Sebagai Pengganti Perak Nitrat Dalam Larutan Pengawet Bunga Potong Dendrobium ‘Sonia’

KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN DAN
KESEHATAN NELAYAN BAGAN DI PALABUHANRATU
SUKABUMI, JAWA BARAT

ADINDA GENI SARASATI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Tingkat
Pendidikan dan Kesehatan Nelayan Bagan di Palabuhanratu Sukabumi, Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, Maret 2015

Adinda Geni Sarasati
NIM C44110026

ABSTRAK
ADINDA GENI SARASATI. Karakteristik Tingkat Pendidikan dan Kesehatan
Nelayan Bagan di Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh
MUSTARUDDIN dan SUGENG HARI WISUDO.
Alat tangkap bagan di Palabuhanratu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun, dalam pengoperasiannya hanya satu atau dua orang nelayan dalam satu unit
bagan, tetapi jumlah alat tangkap bagan terus meningkat. Mengingat pentingnya
peran nelayan dalam bekerja yang terkadang kurang memperhatikan faktor
pendidikan dan kesehatan, sehingga akan mempengaruhi karakteristik nelayan
bagan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis karakteristik tingkat
pendidikan dan kesehatan pada nelayan bagan di Palabuhanratu yang diukur
berdasarkan tingkat pendidikan formal, pendidikan informal, serta kesehatan dan
menganalisis keterkaitan karakteristik nelayan dengan kegiatan perikanan bagan
di Palabuhanratu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yang

masuk ke dalam kategori metode penelitian deskriptif dengan menggunakan
analisis korelasi. Hasil dari analisis ini menunjukkan karakteristik tingkat
pendidikan nelayan bagan dilihat dari pendidikan formal sebagian besar masih
memiliki pendidikan yang rendah yaitu Sekolah Dasar (46%), pendidikan
informal nelayan menganggap pelatihan cukup penting untuk dilaksanakan (63%),
dan dilihat dari aspek kesehatan menunjukkan nelayan sering mengalami jatuh
sakit (63%). Sebanyak 50% nelayan memiliki akses yang cukup jauh dengan
pelayanan kesehatan yaitu >5 km, dan nelayan menganggap biaya berobat cukup
mahal (34%). Faktor yang terkait karakteristik mempunyai pengaruh positif
signifikan terhadap perikanan bagan adalah dana pendidikan (K = 0,477, P =
0,008), sedangkan faktor yang berpengaruh positif tetapi tidak signifikan adalah
urgensi pelatihan (K = 0,281, P = 0,132), dan kesehatan memiliki pengaruh yang
negatif terhadap perikanan bagan (K = -0,041).
Kata kunci: bagan, karakteristik, korelasi, nelayan

ABSTRACT
ADINDA GENI SARASATI. Characteristics Education and Health of Lift Net
Fishermen in Palabuhanratu, Sukabumi West Java. Supervised by
MUSTARUDDIN and SUGENG HARI WISUDO.
Lift Net fishing gear number in Palabuhanratu increased over the years. In

operation, there is only one or two fishermen in a lift net unit, but the amount of
lift net continues to increase. Fisherman instrumental in working and less attention
to education and health, this may affect characteristics of the lift net fishermen.
The purpose of this study is to analyze characteristics of the group of lift net
fishermen in Palabuhanratu as measured by the levels of formal education, nonformal education, and health and the connection of fishermen's characteristics
with fish net activities in Palabuhanratu. The writer uses a survey method which is
in the category of descriptive research method with a correlation analysis. The
results of this analysis indicate characteristics of lift net fishermen in the terms of
formal education most of them still have lower education that is primary schools
(46%), in the terms of informal education fishermen consider training is important
to be implemented (63%), and in the term of health shows fishermen often fall ill
(63%). As many as 50% of fishermen have to travel far to access the health
services which is >5 km, and some of them consider medical costs is too
expensive (34%). The factors related to characteristics that have a significant
positive effect on the using of lift net is education fund (K = 0.477, P = 0.008),
whereas factors that have positive but not significant effect is the urgency of
training (K = 0.281, P = 0.132), and in other hand, health have negative effect on
lift net activities (K = -0.041).
Keywords: characteristics, correlation, fishermen, lift net


KARAKTERISTIK TINGKAT PENDIDIKAN DAN
KESEHATAN NELAYAN BAGAN DI PALABUHANRATU
SUKABUMI, JAWA BARAT

ADINDA GENI SARASATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini adalah
Karakteristik Tingkat Pendidikan dan Kesehatan Nelayan Bagan di Palabuhanratu
Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai
dengan Oktober 2014 di PPN Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat.
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1) Dr Mustaruddin, STP dan Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama pengerjaan
penelitian ini.
2) Ibu (Yuni Astuti) dan Bapak (Selamet Warsito) serta seluruh keluarga yang
senantiasa memberikan doa, semangat, dan moril.
3) Primaloka Widya Puri yang telah memberikan semangat bagi saya untuk
segera menyelesaikan skripsi ini.
4) Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu beserta staf yang telah
memberikan izin dan kemudahan dalam melakukan penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015


Adinda Geni Sarasati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Alat Penelitian
Metode Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Korelasi
Hipotesis dan Tingkat Signifikansi (p)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kondisi Perikanan Bagan PPN Palabuhanratu
Karakteristik Tingkat Pendidikan dan Kesehatan Nelayan Bagan
Pembahasan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
1
1
2

2
2
3
3
3
4
4
4
5
5
6
6
6
8
9
14
18
18
18
18

20
24

DAFTAR TABEL
1 Jumlah prasarana pendidikan di Kecamatan Palabuhanratu tahun 2013
2 Jumlah fasilitas kesehatan di Kecamatan Palabuhanratu tahun 2013
3 Keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan formal dengan
kegiatan perikanan bagan
4 Keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan informal dengan
kegiatan perikanan bagan
5 Keterkaitan karakteristik tingkat kesehatan dengan
kegiatan perikanan bagan

7
7
12
13
13

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Peta lokasi penelitian
Jumlah alat tangkap bagan tahun 2009-2013
Jumlah nelayan perikanan bagan tahun 2009-2013
Umur responden nelayan bagan
Tingkat pendidikan nelayan bagan
Tingkat urgensi pendidikan informal (pelatihan / kursus)
Kesehatan nelayan bagan
Kemudahan nelayan bagan mendapatkan pelayanan kesehatan
Tingkat biaya berobat nelayan bagan


2
8
9
9
10
10
11
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Konstruksi alat tangkap bagan di Palabuhanratu
2 Analisis Korelasi
3 Dokumentasi penelitian

20
21
22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan salah satu
pusat aktivitas perikanan di Kabupaten Sukabumi dan memiliki hasil produksi
yang cukup tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan produksi hasil tangkapan
yang mencapai 12.721.650 kg pada tahun 2013 (Statistik PPN Palabuhanratu
2014). Alat penangkapan ikan yang terus berkembang di PPN Palabuhanratu salah
satunya adalah alat tangkap bagan. Menurut data statistik PPN Palabuhanratu
(2014), alat tangkap bagan menghasilkan produksi ikan mencapai 299.553 kg
pada tahun 2009 dan meningkat hasil produksinya pada tahun 2013 mencapai
413.772 kg. Armada perikanan bagan pada tahun 2009 berjumlah 164 unit dan
pada tahun 2013 meningkat menjadi 201 unit.
Produksi hasil tangkapan yang terus meningkat tidak lepas dari peran
nelayan bagan sebagai salah satu pelaku utama perikanan tangkap di
Palabuhanratu. Nelayan juga menjadi sasaran pembangunan perikanan
berkelanjutan yang diarahkan pada keharmonisan antara kesejahteraan,
pemerataan, dan pertumbuhan. Mengingat pentingnya peran nelayan bagan dalam
menaikkan produksi hasil tangkapan, maka perlu diketahui mengenai karakteristik
tingkat pendidikan dan kesehatan yang ada pada nelayan bagan.
Karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan merupakan suatu
keadaan yang ada dan terjadi dalam kehidupan nelayan sebagai masyarakat sosial.
Karakteristik ini dapat diukur dengan ketersediaan sarana dan prasarana, tingkat
pendidikan nelayan, dan kondisi kesehatan nelayan (Herdian 2003). Karakteristik
yang menjadi ciri-ciri sosial masyarakat nelayan adalah memiliki semangat kerja
tinggi, memanfaatkan kemampuan diri terhadap keahlian, terbuka dan memiliki
solidaritas sosial yang tinggi. Kelompok nelayan termasuk yang mengoperasikan
alat tangkap bagan memiliki perbedaan dalam karakteristik dan kependudukan.
Perbedaan tersebut diantaranya dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan tingkat
pelayanan kesehatan.
Pentingnya peran nelayan dalam bekerja, beberapa nelayan termasuk
nelayan bagan terkadang kurang memperhatikan faktor pendidikan dan kesehatan.
Nelayan tersebut beranggapan bahwa memiliki fisik yang kuat merupakan
penentu utama keberhasilan penangkapan ikan. Sedangkan karakteristik yang
mereka miliki juga berperan penting dalam operasi penangkapan ikan. Terkait
dengan hal tersebut dirasa perlu untuk dilakukan penelitian mengenai karakteristik
tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan bagan di Palabuhanratu.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1) Menganalisis karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan pada nelayan
bagan di PPN Palabuhanratu.
2) Menganalisis keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan
nelayan dengan kegiatan perikanan bagan.

2
Manfaat Penelitian
Berikut merupakan beberapa manfaat bagi pihak-pihak terkait:
1) Memberikan informasi kepada pengusaha atau nelayan terkait agar dapat
menunjang kegiatan perikanan di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Palabuhanratu.
2) Menambah dan memperkaya wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti
mengenai karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan bagan.
3) Menyediakan informasi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
menentukan kebijakan atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam
meningkatkan karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan bagan di
Palabuhanratu.
4) Menambah dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
bagi kalangan akademisi.

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat (Gambar 1). Waktu penelitian dilaksanakan
pada bulan Agustus sampai Oktober 2014.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

3
Alat Penelitian

1)
2)
3)
4)
5)

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Alat tulis
Kamera digital
Kuesioner
Microsoft excel
Software pengolah data statistik

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Metode survei adalah
penyelidikan yang dilakukan untuk mendapatkan fakta dari gejala yang ada dan
mencari keterangan dari suatu daerah atau suatu kelompok yang dilakukan secara
faktual (Nazir 1988). Metode ini termasuk dalam kategori metode penelitian
deskriptif, dengan pendekatan studi kasus. Satuan kasus yang digunakan yaitu
nelayan bagan yang melakukan operasi penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan
Nusantara Palabuhanratu.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari informasi nelayan
yang menjadi responden dan melalui pengamatan langsung. Data primer yang
dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu:
1) Data terkait pendidikan formal:
(1) Tingkat pendidikan
(2) Urgensi pendidikan
(3) Dana pendidikan
2) Data terkait pendidikan informal:
(1) Urgensi pelatihan
3) Data terkait kesehatan:
(1) Urgensi kesehatan
(2) Dana kesehatan
(3) Biaya berobat
(4) Jarak berobat
(5) Biaya berobat
Lingkup data yang digunakan untuk melakukan pengukuran karakteristik
dari setiap data terkait tersebut mengacu kepada Herdian (2003).
Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya dokumentasi dan
studi literatur melalui hasil penelitian sebelumnya, dapat berupa jurnal, skripsi,
tesis, disertasi, makalah, informasi dari internet dan karya ilmiah lainnya, serta
laporan tahunan dari Badan Pusat Statistik Daerah serta Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Sukabumi.

4
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah purposive sampling.
Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan penyebaran kuesioner,
wawancara terbuka dan melalui pengamatan langsung. Penyebaran kuesioner
dilakukan kepada kelompok nelayan bagan yang terdapat di Palabuhanratu.
Langkah yang dilakukan yaitu langsung menemui atau menghubungi unit
penarikan sampel yang mudah dijumpai dan bersedia untuk dijadikan responden.
Penentuan jumlah responden nelayan bagan didasarkan pada pedoman
penentuan sampel, ukuran minimal dari sampel adalah 30 sampel menurut Roscoe
(1975) dan diacu dalam Sekaran (2009). Hal tersebut juga didukung bahwa
penentuan jumlah sampel berdasarkan jumlah minimal 30 responden yang secara
empiris jumlah sampel tersebut memiliki distribusi peluang rata-rata akan
mengikuti distribusi normal dan sampel tersebut sudah cukup besar (Siagian
dalam Herawati 2013). Sampel sebanyak 30 orang yang menjadi responden adalah
sampel yang memenuhi persyaratan sehingga dapat mengurangi bias penelitian.
Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh lebih akurat dan detail dengan kondisi
nelayan bagan di Palabuhanratu.
Wawancara terbuka terkait hal-hal lain yang ada dalam penelitian dan
dilakukan kepada kelompok nelayan bagan untuk mendapatkan informasi lain
terkait karakteristik nelayan bagan. Pengamatan langsung dilakukan untuk
mengumpulkan data yang bersifat dokumentatif.
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui telaah pustaka terhadap data
statistik ataupun buku statistik, laporan kegiatan, hasil penelitian sejenis di
perguruan tinggi, dan diperoleh dari Badan Pusat Statistik Daerah serta Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, meliputi:
1) Alat tangkap dan jumlah nelayan bagan.
2) Keadaan umum daerah penelitian berupa letak geografis, jumlah sarana
pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Sukabumi.
Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan analisis korelasi. Analisis deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan kondisi umum penelitian dan karakteristik tingkat pendidikan
dan kesehatan nelayan. Analisis korelasi bertujuan untuk menganalisis keterkaitan
karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan dengan kegiatan perikanan bagan.
1)

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan metode dalam suatu sistem pemikiran atau
kelas peristiwa pada masa sekarang, meneliti suatu objek, dan kondisi sekelompok
manusia (Cohran 1991). Analisis ini dilakukan dengan cara pengumpulan data
melalui wawancara kepada nelayan bagan dengan mengacu pada kuesioner yang
telah dibuat. Hasil dari wawancara tersebut dapat diketahui karakteristik tingkat
pendidikan berdasarkan tingkat pendidikan formal dan pendidikan informal serta
kesehatan nelayan bagan di Palabuhanratu. Analisis ini digunakan pula untuk
mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk informasi yang lebih ringkas
dan mudah dipahami.

5
2)

Analisis Korelasi
Analisis korelasi dalam kegiatan perikanan bagan ini diwakili oleh tingkat
pendapatan dari nelayan bagan yang melakukan operasi penangkapan ikan.
Sedangkan karakteristik nelayan bagan di Palabuhanratu yang dilihat dari tingkat
pendidikan formal, pendidikan informal, serta kesehatan. Besarnya nilai korelasi
berkisar antara +1 s/d -1. Analisis korelasi menunjukkan kekuatan (strength)
hubungan, jika analisis korelasi positif maka kedua variabel mempunyai
hubungan searah, artinya jika nilai variabel X tinggi, maka menurut Sarwono
(2011) nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefesien korelasi
negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Jika nilai variabel X
tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah dan berlaku sebaliknya. Untuk
memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua
variabel, kriteria analisis korelasi sebagai berikut:
0
>0 – 0,25
>0,25 – 0,5
>0,5 – 0,75
>0,75 – 0,99
1

: Tidak ada korelasi antara dua variabel
: Korelasi sangat lemah
: Korelasi cukup
: Korelasi kuat
: Korelasi sangat kuat
: Korelasi sempurna

Hipotesis dan Tingkat Signifikansi (p)
Signifikansi memberikan gambaran mengenai bagaimana hasil penelitian
mempunyai kesempatan untuk benar. Secara umum dapat menggunakan angka
signifikansi sebesar 0,01; 0,05 dan 0,1. Pertimbangan penggunaan angka tersebut
didasarkan pada tingkat kepercayaan (confidence interval). Angka signifikansi
sebesar 0,01 mempunyai pengertian bahwa tingkat kepercayaan untuk
memperoleh kebenaran dalam hasil penelitian adalah sebesar 99%. Jika angka
signifikansi sebesar 0,05, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 95%. Jika
angka signifikansi sebesar 0,1, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 90%
(Sarwono 2011).
Pertimbangan lain ialah menyangkut jumlah data atau sampel yang akan
digunakan dalam penelitian. Semakin kecil angka signifikansi, maka ukuran
sampel akan semakin besar. Sebaliknya semakin besar angka signifikansi, maka
ukuran sampel akan semakin kecil. Untuk memperoleh angka signifikansi yang
baik, biasanya diperlukan ukuran sampel yang besar. Untuk pengujian digunakan
kriteria sebagai berikut:
฀ Jika angka signifikansi hasil penelitian < 0,05, maka hubungan / korelasi
kedua variabel dapat dipercaya secara nyata.
฀ Jika angka signifikansi hasil penelitian > 0,05, maka hubungan / korelasi
kedua variabel tidak nyata.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Kondisi Umum Geografi dan Topografi Palabuhanratu
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten pesisir di wilayah
selatan Provinsi Jawa Barat. Secara astronomis wilayah Palabuhanratu berada
pada 106º31' BT-106º37' BT dan antara 6°57' LS-7°04' LS, secara keseluruhan
mempunyai 10 kecamatan pesisir. Kecamatan pesisir yang dimaksud adalah
kecamatan yang sebagian atau seluruh wilayahnya yang berbatasan langsung
dengan lautan, lautan yang dimaksud adalah Samudera Hindia. Kecamatan
Pesisir tersebut antara lain Kecamatan Palabuhanratu, Cisolok, Ciemas,
Simpenan, Surade, Cibitung, Tegalbuleud, Ciracap, Cikakak dan Simpenan (BPS
Kabupaten Sukabumi 2009). Secara geografis, wilayah pesisir Teluk
Palabuhanratu terletak pada posisi 6º 97’-7º 2’ LS dan 106º 49’–107º 00’ dengan
luas wilayah 4.127 km2 dan ketinggian 0-50 m dari permukaan laut (Departemen
Pertanian 2006). Batas wilayah administratif Kabupaten Sukabumi adalah:
1) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur
2) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudera Hindia
Palabuhanratu memiliki panjang garis pantai sekitar 105 km. Satuan
morfologi penyusun pantai di wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu terdiri dari
perbukitan dan daratan merupakan ciri utama pantai selatan dengan pantai yang
terjal dan perbukitan yang bergelombang serta mempunyai kemiringan 40% dan
disusun oleh sedimen tua (Bappeda Kabupaten Sukabumi 2009).
Keadaan Iklim dan Musim
Kegiatan penangkapan ikan di Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh
keadaan musim, yaitu musim barat dan musim timur. Pada bulan Maret sampai
dengan bulan Mei terjadi musim peralihan. Pada musim barat kondisi di Teluk
Palabuhanratu ditandai dengan angin yang sangat kencang disertai ombak yang
besar dan intensitas hujan yang sangat tinggi. Hal ini menyebabkan pada musim
ini sebagian besar nelayan tidak pergi melaut. Pada bulan Mei sampai September
terjadi musim timur, kondisi ini menyebabkan perairan relatif tenang, ombak
relatif kecil, jarang terjadi hujan sehingga memungkinkan nelayan untuk pergi
melaut. Oleh karena itu musim timur dikatakan sebagai musim puncak ikan.
Penduduk
Penduduk di Kecamatan Palabuhanratu pada tahun 2014 berjumlah 110.562
jiwa. Kepadatan tertinggi dengan jumlah penduduk sebanyak 16.765 jiwa terdapat
di Desa Palabuhanratu, sedangkan penduduk dengan jumlah terendah yaitu
sebanyak 2.376 jiwa terdapat di Desa Buniwangi. Jumlah penduduk perempuan
pada tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki
yaitu sebanyak 55.573 jiwa dan penduduk laki-laki sebanyak 54.989 jiwa.

7
Komposisi jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian yang dijalani
sebagai nelayan di Kecamatan Palabuhanratu sebanyak 2.149 jiwa (Monografi
Kecamatan Palabuhanratu 2014).
Pendidikan
Sarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Palabuhanratu telah tersedia
dari tingkat dasar hingga pendidikan lanjutan atas. Jumlah sarana pendidikan di
Kecamatan Palabuhanratu secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Jumlah prasarana pendidikan di Kecamatan Palabuhanratu tahun 2013
Rasio
Jumlah Pengajar Murid pengajar
No Sarana Pendidikan
(unit)
(orang)
(orang) dan
murid
1
Taman Kanak-kanak
5
15
500
1 : 33
2
SD
- SD Negeri
33
231
6.873
1 : 29
- Madrasah/Ibtidaiyah Negeri 12
72
3.487
1 : 48
- SD Swasta Umum
1
7
200
1 : 28
3
SLTP
- SLTP Negeri
3
65
1.114
1 : 17
- Madrasah/Tsanawiyah
Negeri
8
80
4.249
1 : 53
- SLTP Swasta Umum
8
50
600
1 : 12
4
SMU
- SMU Negeri
1
30
712
1 : 23
- Madrasah/Aliyah Negeri
1
16
680
1 : 42
5
Perguruan Tinggi
- Perguruan Tinggi Negeri
- Perguruan Tinggi Swasta 5
15
130
1:8
Sumber: Monografi Kecamatan Palabuhanratu 2013

Kesehatan
Sarana kesehatan yang sudah tersedia di Kecamatan Palabuhanratu terdiri
dari 6 jenis fasilitas kesehatan. Jumlah sarana kesehatan di Kecamatan
Palabuhanratu secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Jumlah fasilitas kesehatan di Kecamatan Palabuhanratu tahun 2013
No
Jenis Fasilitas
Jumlah
1
2
Rumah Bersalin (unit)
2
2
Puskesmas (unit)
2
Dokter (orang)
6
Perawat (orang)
9
Bidan (orang)
3
6
Puskesmas Pembantu (unit)

8
Dokter (orang)
Perawat (orang)
Bidan (orang)
Prakterk Dokter
Dokter Umum (orang)
Dokter Anak (orang)
Dokter Kebidanan (orang)
Dokter Kulit/Kelamin (orang)
Dokter Ahli Lainnya (orang)
Dukun Khitan/Sunat
Dukun Bayi
Apotik/Depot obat

4

5
6
7

6
6
6
1
1
1
1
25
5

Sumber: Monografi Kecamatan Palabuhanratu 2013

Kondisi Perikanan Bagan PPN Palabuhanratu

Jumlah Alat Tangkap
Bagan

Alat Tangkap Bagan
Alat perikanan bagan di PPN Palabuhanratu mengalami perubahan jumlah
di setiap tahunnya. Jumlah alat tangkap bagan mengalami kenaikan dari tahun
2009 yaitu sebanyak 164 unit dan meningkat menjadi 201 unit pada tahun 2013.
Perkembangan alat tangkap perikanan bagan di PPN Palabuhanratu tahun 20092013 secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2, dan gambar desain konstruksi alat
tangkap bagan dapat dilihat pada Lampiran 1.

250

201

200
150
100
50
0
2009

2010

2011

2012

2013

Gambar 2 Jumlah alat tangkap bagan tahun 2009-2013
Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2009-2013 (Diolah)

Kondisi Nelayan Bagan
Kenaikan jumlah alat tangkap bagan akan berdampak pula pada kenaikan
jumlah nelayan bagan. Jumlah nelayan bagan di PPN Palabuhanratu yang
menggunakan kapal motor tempel meningkat dari tahun 2009 sebanyak 216 orang
menjadi 285 orang pada tahun 2013. Perkembangan jumlah nelayan bagan di PPN
Palabuhanratu tahun 2009-2013 secara rinci dapat dilihat pada Gambar 3, dan
kelengkapan peralatan perikanan nelayan bagan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Jumlah Nelayan
Bagan

9
285

300
200
100
0
2009

2010

2011

2012

2013

Gambar 3 Jumlah nelayan perikanan bagan tahun 2009-2013
Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2009-2013 (Diolah)

Karakteristik Tingkat Pendidikan dan Kesehatan Nelayan Bagan
Nelayan dalam penelitian ini adalah nelayan yang mengoperasikan alat
penangkapan ikan bagan di PPN Palabuhanratu. Berikut merupakan penjelasan
lebih rinci mengenai karakteristik tingkat pendidikan dan kesehatan nelayan
bagan:
1) Umur
Menurut Badan Pusat Statistik (2003), umur produktif manusia berkisar
antara umur 15-64 tahun. Nelayan bagan di Palabuhanratu dapat dikelompokkan
menjadi lima kelompok umur, yaitu umur kurang dari 30 tahun, 30-34 tahun, 3539 tahun, 40-44 tahun dan diatas 45 tahun. Umur tertua nelayan bagan yaitu 55
tahun, sedangkan umur termuda nelayan bagan yaitu 20 tahun. Mayoritas nelayan
bagan berusia 40-44 tahun yaitu sebanyak 30%. Sebaran nelayan bagan
berdasarkan umur dapat dilihat secara rinci pada Gambar 4.
>45
13%

5 km

3 - 5 km

< 3 km

Gambar 8 Kemudahan nelayan bagan mendapatkan pelayanan kesehatan
Sumber: Hasil olahan data (2015)

12

Nelayan Bagan (Orang)

Biaya berobat yang harus dikeluarkan oleh nelayan, sebanyak 4 orang
nelayan bagan (13%) menyatakan bahwa biaya berobat sangat mahal, sebanyak 9
orang nelayan bagan (30%) menyatakan biaya berobat mahal, sebanyak 10 orang
nelayan bagan (34%) menyatakan biaya berobat cukup mahal sedangkan sisanya
(23%) menyatakan biaya berobat sudah terjangkau. Tingkat biaya berobat nelayan
bagan dapat dilihat secara rinci pada Gambar 9.

12
10
9

10

7

8
6

4

4
2
0
Sangat mahal

Mahal

Cukup mahal

Murah

Gambar 9 Tingkat biaya berobat nelayan bagan
Sumber: Hasil olahan data (2015)

Aspek Tingkat Pendidikan Nelayan terhadap Kegiatan Perikanan Bagan
Pengaruh karakteristik tingkat pendidikan nelayan terhadap kegiatan
perikanan bagan dapat dilihat berdasarkan aspek pendidikan (formal dan
informal). Faktor yang mempengaruhi karakteristik tingkat pendidikan nelayan
ditentukan menggunakan metode analisis korelasi. Interpretasi mengenai kekuatan
hubungan antara dua variabel, kriteria tidak ada korelasi antara dua variabel (0),
korelasi sangat lemah (>0 – 0,25), korelasi cukup (>0,25 – 0,5), korelasi kuat
(>0,5 – 0,75), korelasi sangat kuat (>0,75 – 0,99), dan korelasi sempurna
diberikan nilai 1 (Sarwono 2011). Tabel analisis korelasi karakteristik tingkat
pendidikan dan kesehatan nelayan bagan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Keterkaitan karakteristik pendidikan formal dan informal nelayan bagan secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3 Keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan formal dengan kegiatan
perikanan bagan
No

Pendapatan

Pendidikan Formal
Korelasi

Signifikan (P)

N

1

Tingkat Pendidikan

0,101

0,596

30

2

Urgensi Pendidikan

-0,51

0,788

30

0,477

0,008

30

3
Dana Pendidikan
Sumber: Hasil olahan data (2015)

13
Tingkat pendidikan yang dijalani oleh nelayan bagan memperoleh nilai
korelasi (K = 0,101). Namun korelasi tersebut masih lemah / rendah (K = 0,00 –
0,25) dan belum dinyatakan signifikan (P = 0,596). Urgensi pendidikan
memperoleh nilai korelasi (K = -0,51). Korelasi tersebut termasuk kategori kuat
yaitu berkisar antara (K = 0,50 – 0,75), tetapi belum dinyatakan signifikan (P =
0,788). Dana pendidikan memperoleh nilai korelasi (K = 0,477), korelasi tersebut
termasuk kategori cukup / sedang (K = 0,25 – 0,50), dan sudah dinyatakan
signifikan karena (P > 0,05 yaitu P = 0,008), maka hubungan / korelasi tersebut
dapat dipercaya secara nyata.
Tabel 4 Keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan informal dengan kegiatan
perikanan bagan
Pendapatan
No
1

Pendidikan Informal
Urgensi Pelatihan

Korelasi

Signifikan (P)

N

0,281

0,132

30

Sumber: Hasil olahan data (2015)

Tingkat pendidikan informal yang di tempuh oleh nelayan bagan
memperoleh nilai korelasi (K = 0,281). Korelasi tersebut termasuk dalam kategori
sedang / cukup yaitu berkisar antara (K = 0,25 – 0,5) dan masih belum dinyatakan
signifikan karena (P > 0,05, P = 0,132), sehingga dampaknya belum terasa secara
luas di kalangan nelayan bagan.
Aspek Tingkat Kesehatan Nelayan terhadap Kegiatan Perikanan Bagan
Pengaruh karakteristik tingkat kesehatan nelayan terhadap kegiatan
perikanan bagan akan dilihat berdasarkan urgensi kesehatan, kondisi tidak sehat,
tempat berobat, jarak berobat, dan biaya berobat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi karakteristik kesehatan nelayan ditentukan dengan menggunakan
metode analisis korelasi.
Tabel 5 Keterkaitan karakteristik tingkat kesehatan dengan kegiatan perikanan
bagan
Pendapatan
No

Kesehatan
Korelasi

Signifikan (P)

N

1

Urgensi Kesehatan

-0,041

0,831

30

2

Kondisi Tidak Sehat

-0,018

0,924

30

3

Tempat Berobat

0,383

0,037

30

4

Jarak Berobat

0,180

0,342

30

0,074

0,698

30

5
Biaya Berobat
Sumber: Hasil olahan data (2015)

14
Urgensi kesehatan dengan pendapatan nelayan menghasilkan nilai korelasi
(K = -0,041). Korelasi tersebut termasuk dalam kategori rendah / sangat lemah (K
= 0,00 - 0,25), dan masih belum dinyatakan signifikan (P = 0,831). Kondisi tidak
sehat / sakit yang dialami oleh nelayan bagan menghasilkan nilai korelasi (K = 0,018), korelasi tersebut termasuk dalam kategori rendah / sangat lemah (K = 0,00
– 0,25), dan belum dinyatakan signifikan (P = 0,924). Tempat berobat
menghasilkan nilai korelasi (K = 0,383) dan korelasi tersebut termasuk kategori
sedang / cukup (K = 0,25 – 0,5). Jarak berobat yang ditempuh oleh nelayan
memiliki nilai korelasi (K = 0,180), korelasi tersebut termasuk kategori rendah /
sangat lemah (K = 0,00 – 0,25), dan belum dinyatakan signifikan (P = 0,342).
Biaya berobat memiliki nilai korelasi (K = 0,074), korelasi tersebut termasuk
dalam kategori rendah karena berada pada (K = 0,00 – 0,25), dan belum
dinyatakan signifikan (P > 0,05, P = 0,698).
Pembahasan
Unit penangkapan ikan bagan apung yang dioperasikan oleh nelayan di
Palabuhanratu sebagian besar dibuat oleh nelayan itu sendiri, dengan keterampilan
dan keahlian yang sudah mereka miliki secara turun-temurun. Bagan apung yang
ada di Palabuhanratu terdiri dari berbagai ukuran, tetapi mempunyai bentuk dan
konstruksi yang sama. Pengalaman yang mereka miliki selama ini untuk membuat
satu unit bagan apung diperlukan waktu 7-10 hari dengan jumlah tenaga kerja 3-5
orang sampai bagan siap untuk dioperasikan (Raharja 2013). Menurut Badan
Standardisasi Nasional (2005), alat tangkap bagan apung terdiri dari tiga bagian
utama yaitu panggung bagan, jaring bagan atau waring dan alat bantu
penangkapan. Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan
untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan dalam rangka memenuhi
permintaan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap (Nelwan et al. 2012)
Operasi penangkapan ikan yang ada dalam pelaksanaannya masih belum optimal
ditambah dengan masalah dari luar seperti persaingan dengan alat tangkap lain,
cuaca yang buruk, dan jumlah alat tangkap bagan yang semakin meningkat.
Armada perikanan bagan di Palabuhanratu merupakan salah satu armada
yang penggunaannya terus meningkat selama 5 tahun terakhir. Tahun 2009 jumlah
alat tangkap bagan sebanyak 164 unit dan meningkat menjadi 201 unit pada tahun
2013 (Statistik PPN Palabuhanratu 2014). Kenaikan armada ini juga diimbangi
dengan kenaikan jumlah nelayan bagan. Menurut nelayan bagan Palabuhanratu,
penggunaan alat tangkap bagan yang meningkat salah satunya disebabkan oleh
mudahnya cara pengoprasian bagan yang dilakukan secara one day fishing pada
malam hari kecuali saat terang bulan dan strategisnya lokasi teluk Palabuhanratu
yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia sehingga meningkat pula
usaha dalam memperoleh hasil tangkapan. Berdasarkan data umur nelayan bagan,
semua nelayan bagan Palabuhanratu termasuk dalam umur produktif manusia,
dimana menurut Badan Pusat Statistik (2003), umur produktif manusia berkisar
antara umur 15-64 tahun. Sebanyak 17% nelayan bagan di Palabuhanratu berumur
5 km) dan ada pula nelayan yang mengaku jika di dekat tempat
tinggalnya masih belum ada tempat untuk berobat, sehingga menyulitkan anggota
keluarga nelayan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Hasil uji statistik dengan analisis korelasi pada bagian hasil uji nilai korelasi
menunjukkan besarnya koefisien determinasi yang berfungsi untuk mengetahui
besarnya variabilitas variabel tergantung pada tingkat pendapatan yang dapat
diterangkan dengan menggunakan variabel bebas yaitu tingkat pendidikan,
urgensi pelatihan, dan tingkat kesehatan. Kegiatan perikanan bagan diwakili oleh
pendapatan nelayan yang menjalankannya dengan intensitas kegiatan perikanan
bagan yang meningkat cenderung menghasilkan pendapatan yang meningkat pula,
begitu juga sebaliknya.
Pendidikan formal yang di tempuh oleh nelayan bagan memiliki hubungan /
keterkaitan yang unik terhadap pendapatannya dalam mengusahakan perikanan
bagan. Tingkat pendidikan yang dijalani oleh nelayan berkorelasi positif dengan
pendapatannya dalam mengusahakan bagan (K = 0,101). Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dijalani oleh nelayan maka
pendapatannya cenderung lebih baik. Namun korelasi tersebut masih rendah /
sangat lemah (K berada antara r = 0,00 – 0,25) dan masih belum dinyatakan
signifikan (nilai P > 0,05, yaitu 0,596), sehingga dampaknya belum terasa secara
luas di kalangan nelayan bagan.
Urgensi pendidikan mempunyai korelasi negatif dengan pendapatan nelayan
bagan (K = -0,51). Korelasi negatif ini memberi indikasi bahwa semakin mereka
sibuk dengan kegiatan melaut dan pendapatan akan terus meningkat maka mereka
semakin meremehkan urgensi pendidikan dalam hidupnya. Meskipun korelasi
tersebut termasuk kategori tinggi / kuat (K berada pada r = 0,50 – 0,75), tetapi
belum dapat dinyatakan signifikan (P > 0,05, yaitu 0,788) sehingga pengaruhnya
tidak terasa luas di kalangan nelayan bagan. Namun demikian terkait dana
pendidikan, mempunyai korelasi positif dengan pendapatan nelayan bagan (K =
0,477) dan korelasi tersebut termasuk kategori cukup / sedang karena nilai K
berada (r = 0,25 – 0,50). Artinya meskipun ada diantara mereka yang
meremehkan urgensi pendidikan dalam hidupnya, tetapi mereka akan
mengalokasikan dana untuk pendidikan anak-anaknya, dimana semakin tinggi
pendapatannya maka semakin banyak dana pendidikan yang dialokasikan. Hal ini
terasa nyata di kalangan nelayan bagan Palabuhanratu dengan nilai (P = < 0,05
yaitu 0,008, signifikan).
Pendidikan informal yang di tempuh oleh nelayan bagan memiliki hubungan
/ keterkaitan yang unik terhadap pendapatannya dalam mengusahakan perikanan
bagan. Urgensi pendidikan yang dijalani oleh nelayan berkorelasi positif dengan
pendapatannya dalam mengusahakan perikanan bagan (K = 0,281). Hal ini
menunjukan bahwa semakin mereka sering melakukan pelatihan dan memiliki
pengalaman dalam bekerja maka pendapatannya cenderung lebih baik dan
meningkat. Korelasi tersebut termasuk dalam kategori sedang / cukup (K berada
antara r = 0,25 – 0,5) dan masih belum dinyatakan signifikan (nilai P > 0,05 yaitu
0,132), sehingga dampaknya belum terasa secara luas di kalangan nelayan bagan.
Sosial kesehatan yang dijalani oleh nelayan bagan memiliki hubungan /
keterkaitan yang unik terhadap pendapatannya dalam mengusahakan perikanan

17
bagan. Urgensi kesehatan berkorelasi negatif dengan pendapatannya dalam
mengusahakan bagan (K = -0,041). Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya
kesadaran nelayan akan pentingnya kesehatan dalam hidup mereka. Jika nelayan
tersebut sakit dan tidak dapat bekerja maka tidak akan memperoleh pendapatan.
Korelasi tersebut termasuk dalam kategori rendah (K berada pada r = 0,00-0,25),
dan masih belum dikatakan signifikan (nilai P > 0,05, yaitu 0,831), sehingga
dampaknya belum terasa secara luas di kalangan nelayan bagan.
Kondisi tidak sehat yang dialami oleh nelayan bagan memiliki korelasi
negatif dengan pendapatannya (K = -0,018). Korelasi ini memberi indikasi bahwa
semakin mereka sering mengalami jatuh sakit, maka nelayan tidak bisa melaut /
bekerja sehingga tidak menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Korelasi tersebut termasuk dalam kategori rendah (K berada pada r =
0,00 – 0,25), dan belum dinyatakan signifikan (P > 0,05, yaitu 0,924) sehingga
pengaruhnya tidak terasa luas di kalangan nelayan bagan. Tempat berobat yang
harus di tempuh oleh nelayan bagan memiliki korelasi positif dengan
pendapatannya (K = 0,383) dan korelasi tersebut termasuk kategori sedang karena
nilai K berada pada (r = 0,25 – 0,5). Artinya jika nelayan sakit dan langsung pergi
ke tempat berobat maka akan mendapatkan perawatan, sakit yang dialami nelayan
tidak akan berlarut-larut sehingga nelayan bisa kembali bekerja agar mendapatkan
penghasilan. Hal ini terasa nyata di kalangan nelayan bagan Palabuhanratu dengan
nilai (P = 0,05, yaitu 0,342), sehingga dampaknya belum terasa secara luas
di kalangan nelayan bagan. Biaya berobat memiliki nilai keterkaitan yang postif
dengan pendapatannya (K = 0,074) dan korelasi tersebut termasuk dalam kategori
rendah karena nilai K berada pada (r = 0,00 – 0,25). Hal ini menunjukkan bahwa
biaya berobat yang mahal masih menjadi kendala bagi nelayan jika pergi ke
puskesmas atau rumah sakit, masih ada diantara nelayan yang enggan
menggunakan hasil pendapatannya untuk biaya berobat, karena masih banyak
kebutuhan lain yang harus dipenuhi, dan nilai korelasi tersebut belum signifikan
(P > 0,05, yaitu 0,698), sehingga dampaknya belum terasa secara luas di kalangan
nelayan bagan.

18

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1) Karakteristik tingkat pendidikan nelayan bagan dilihat dari aspek pendidikan
formal dan informal menunjukkan bahwa sebagian besar nelayan masih
memiliki pendidikan yang rendah / Sekolah Dasar (46%), nelayan bagan juga
menganggap pelatihan cukup penting untuk dilaksanakan (63%). Sedangkan
jika dilihat dari karakteristik tingkat kesehatan umumnya nelayan bagan sering
mengalami kondisi sakit (63%), memiliki akses yang cukup jauh dari rumah
sakit (>5 km), dengan pelayanan kesehatan (50%), dan menganggap biaya
berobat cukup mahal (34%).
2) Keterkaitan karakteristik tingkat pendidikan dengan kegiatan perikanan bagan
yang mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap perikanan bagan adalah
dana pendidikan (K = 0,477, P = 0,008), sedangkan faktor yang berpengaruh
postif tetapi tidak signifikan adalah urgensi pelatihan (K = 0,281, P = 0,132),
terkait tingkat kesehatan yang cenderung memiliki pengaruh negatif terhadap
perikanan bagan adalah urgensi kesehatan (K = -0,041, P = 0,831).
Pemenuhan kesehatan nelayan bagan, berkorelasi positif dengan
pendapatannya dilihat dari tempat berobat, jarak tempat berobat, biaya
berobat, dengan nilai K masing-masing 0,383, 0,180, dan 0,074.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan yaitu perlu
dibangun pos pelayanan kesehatan di sekitar tempat tinggal nelayan, karena pos
pelayanan kesehatan yang tersedia saat ini masih dianggap terlalu jauh terutama
untuk anggota keluarga nelayan. Kemudian perlu adanya pelatihan / kursus yang
intensif dan tepat untuk nelayan agar mereka memiliki keterampilan dan tidak
meremehkan pendidikan guna dapat meningkatkan pendapatan nelayan.

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta (ID):
Biro Pusat Statistik. 230 hlm.
[BPS] Biro Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi. 2009. Kabupaten Sukabumi
dalam Angka 2009. Sukabumi: Kerjasama Bappeda Kabupaten Sukabumi
dengan BPS Kabupaten Sukabumi. 289 hal.
Cohran WG. 1991. Teknik Penarikan Sampel Edisi Ketiga. Jakarta(ID): UI Press.
488 hal.
Departemen Pertanian. 2006. Keadaan Geografis Kabupaten Sukabumi [internet].
[diunduh 2015 Januari 23]. http://www..deptan.go.id/udm/jabar/sukabumi
/index.htm.

19
Herawati N. 2013. Analisis Perilaku Konsumen dalam Pengambilan Keputusan
Pembelian dan Kepuasan Konsumen Rumah Makan Nasi Timbel Saung
Merak. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Herdian D. 2003. Karakteristik Sosial Ekonomi dan Pola Hubungan Patron-Klien
Masyarakat Nelayan. Bogor: Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Kecamatan Palabuhanratu. 2013. Monografi Kecamatan Palabuhanratu Tahun
2013. Kecamatan Palabuhanratu: Sukabumi.
Nazir M. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Hlm 63-68
Nelwan AFP, Susaniati W, Kurnia M. 2012. Produktivitas Daerah Penangkapan
Ikan Bagan Tancap yang Berbeda Jarak dari Pantai di Perairan Kabupaten
Jeneponto. Jurnal Akuatika. 4(1): 68-79
PPN Palabuhanratu. 2013. Statistik Perikanan PPN Palabuhanratu Tahun 2013.
PPN Palabuhanratu: Sukabumi.
Raharja P. 2013. Optimalisasi Operasi Penangkapan Ikan Bagan Apung di Teluk
Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Ridwan L, Lucky L, Rose OSEM. 2014. Perikanan Tangkap Bagan dan
Keberlanjutannya pada Komunitas Nelayan Lokal di Provinsi Sulawesi
Utara. Jurnal Ilmiah Platax Vol. 2 No. 1 Tahun 2014.
Sarwono J. 2011. Mengenal SPSS Statistik 20 Aplikasi untuk Riset
Eksperimental.Jakarta : Kompas Gramedia.
Sekaran U. 2009. Metode Penelitian untuk Bisnis. Jakarta (ID): Salemba Empat.

20

LAMPIRAN
Lampiran 1 Konstruksi alat tangkap bagan di Palabuhanratu

Sumber: (Raharja 2013)

21
Lampiran 2 Analisis Korelasi

Pearson
Correlation
pendapatan Sig. (2tailed)
N
Pearson
Correlation
tingkat
Sig. (2pendidikan
tailed)
N
Pearson
Correlation
urgensi
Sig. (2pendidikan
tailed)
N
Pearson
Correlation
dana
Sig. (2pendidikan
tailed)
N

pendapatan

tingkat
pendidikan

urgensi
pendidikan

dana
pendidikan

1

.101

-.051

.477**

.596

.788

.008

30

30

30

30

.101

1

.173

.237

.361

.207

.596
30

30

30

30

-.051

.173

1

.015

.788

.361

30

30

30

30

.477**

.237

.015

1

.008

.207

.939

30

30

30

.939

30

urgensi
pelatihan

Pendapatan

Pearson
Correlation
Sig. (2tailed)
N

.281
.132
30

urgensi
kesehatan

pendapata
n

kondisi
tempat
jarak
biaya
tidak
berobat berobat berobat
sehat

Pearson
Correlation

-.041

-.018

.383*

.180

.074

Sig. (2tailed)

.831

.924

.037

.342

.698

30

30

30

30

30

N

22
Lampiran 3 Dokumentasi penelitian kegiatan perikanan bagan di Palabuhanratu

Alat tangkap bagan

Mesin Diesel

Saung nelayan

Roller