Analisis Kandungan Nitrogen Dinding Sel pada Sumber Pakan Hijauan dan Hubungannya dengan Pencernaan Protein di Rumen secara in Vitro

ANALISIS KANDUNGAN NITROGEN DINDING SEL PADA
SUMBER PAKAN HIJAUAN DAN HUBUNGANNYA
DENGAN PENCERNAAN PROTEIN DI RUMEN
SECARA IN VITRO

SARI PUTRI DEWI

ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kandungan
Nitrogen Dinding Sel pada Sumber Pakan Hijauan dan Hubungannya dengan
Pencernaan Protein di Rumen secara in Vitro adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Sari Putri Dewi
NIM D24100004

ABSTRAK
SARI PUTRI DEWI. Analisis Kandungan Nitrogen Dinding Sel pada Sumber
Pakan Hijauan dan Hubungannya dengan Pencernaan Protein di Rumen secara in
Vitro. Dibimbing oleh MUHAMMAD RIDLA dan ANURAGA JAYANEGARA.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara kandungan
nitrogen dinding sel, proksimat, dan serat Van Soest dengan kecernaan protein
pakan di rumen. Hijauan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gamal,
trikantera, indigofera, kaliandra, daun pepaya, daun singkong, dan lamtoro.
Analisis yang dilakukan meliputi proksimat untuk mengukur kadar air, abu,
protein kasar, serat kasar, lemak kasar, Van Soest untuk mengukur NDF (Neutral
Detergent Fibre) dan ADF (Acid Detergent Fibre), NDICP (Neutral Detergent
Insoluble Crude Protein) dan ADICP (Acid Detergent Insoluble Crude Protein), in
vitro untuk mengukur DBK (degradasi bahan kering), DBO (degradasi bahan

organik), KCBK (kecernaan bahan kering), KCBO (kecernaan bahan organik),
KCPK (kecernaan protein kasar), NH3 (amonia), VFA (Volatile Fatty Acid). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa daun singkong memiliki protein kasar tertinggi,
kadar NDICP tertinggi, ADICP terendah serta KCPK yang cukup tinggi berarti
daun singkong merupakan sumber pakan hijauan yang baik untuk ruminansia.
Kata kunci: ADICP, KCPK, NDICP
ABSTRACT
SARI PUTRI DEWI. Cell Wall Nitrogen Content Analysis in Forages and
Its Correlation with Protein Digestion in Rumen by in Vitro Fermentation.
Supervised by MUHAMMAD RIDLA and ANURAGA JAYANEGARA.
The purpose of this experiment was to study regarding the correlation
between the nitrogen content of the cell wall, proximate components, and fibre
Van Soest components with feed protein digestibility in the rumen. The materials
which used in this research are leaves of gamal, trikantera, indigofera, kaliandra,
daun pepaya, daun singkong, and lamtoro. Proximate analysis is conducted to
measure the content of water, ash, crude protein, crude fibre, and crude fat that
contain in the sample. Van Soest analysis is conducted to measure the value of
NDF (Neutral Detergent Fibre), ADF (Acid Detergent Fibre), NDICP (Neutral
Detergent Insoluble Crude Protein), and ADICP (Acid Detergent Insoluble Crude
Protein). In vitro analysis is conducted to measure the degradation and

digestibility’s value of dry material and organic material, and also the value of
crude protein digestibility, NH3 and VFA (Volatile Fatty Acid) components. The
result of this research showed that cassava leaves (Manihot utilisima) has the
highest level of crude protein and NDICP, the lowest level of ADICP and also
high enough level of KCPK. It can be concluded that cassava leaves are the best
forage in this research for ruminant.
Key words: ADICP, KCPK, NDICP

ANALISIS KANDUNGAN NITROGEN DINDING SEL PADA
SUMBER PAKAN HIJAUAN DAN HUBUNGANNYA
DENGAN PENCERNAAN PROTEIN DI RUMEN
SECARA IN VITRO

SARI PUTRI DEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan


ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Kandungan Nitrogen Dinding Sel pada Sumber Pakan
Hijauan dan Hubungannya dengan Pencernaan Protein di Rumen
secara in Vitro
Nama
: Sari Putri Dewi
NIM
: D24100004

Disetujui oleh

Dr Ir Muhammad Ridla, MAgr
Pembimbing I


Dr Anuraga Jayanegara, SPt, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi Manu Hara Karti, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul Analisis Kandungan Nitrogen Dinding Sel pada Sumber Pakan Hijauan dan
Hubungannya dengan Pencernaan Protein di Rumen secara in Vitro berdasarkan
penelitian yang dilakukan penulis bulan September 2013 hingga April 2014 di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara kandungan
nitrogen dinding sel, komponen proksimat dan komponen serat Van Soest dengan

kecernaan protein pakan di rumen. Penelitian ini menggunakan tujuh jenis hijauan
antara lain gamal, trikantera, indigofera, kaliandra, daun pepaya, daun singkong
dan lamtoro. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan
memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Sari Putri Dewi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
MATERI DAN METODE

xii
xii
1
2


Materi
Bahan
Peralatan
Waktu dan Lokasi Penelitian
Prosedur
Persiapan Sampel

2
2
2
2
2
2

Analisis Proksimat
Kadar air (AOAC 2005)
Kadar abu (AOAC 2005)
Kadar protein kasar (AOAC 2005)
Kadar serat kasar (AOAC 2005)

Kadar lemak kasar (AOAC 2005)

3
3
3
3
4
4

Analisis Van Soest
Neutral Detergent Fibre (NDF) (Van Soest 1991)
Acid Detergent Fibre (ADF) (Van Soest 1991)
Neutral Detergent Insoluble Crude Protein (NDICP)
Acid Detergent Insoluble Crude Protein (ADICP)

4
4
5
5
5


Analisis in vitro
Fermentasi tahap I (Tilley dan Terry 1966)
Pengukuran konsentrasi NH3 (Tilley dan Terry 1966)
Pengukuran konsentrasi VFA (Tilley dan Terry 1966)
Pengukuran DBK dan DBO (Tilley dan Terry 1966)
Pengukuran KCBK dan KCBO (Tilley dan Terry 1966)

5
5
6
6
7
7

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Jenis Hijauan yang Digunakan
Peubah yang Diamati

8

8
8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Proksimat Bahan Pakan Hijauan
Analisis Van Soest Bahan Pakan Hijauan
Analisis Kecernaan Bahan Pakan Hijauan
Korelasi NDICP dan ADICP dengan KCPK
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

8
8
10
11
13
15
15
15


DAFTAR ISI (lanjutan)

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

15
18
25
25

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Hasil analisis proksimat bahan pakn hijauan
Hasil analisis Van Soest bahan pakan hijauan
Hasil analisis kecernaan bahan pakan hijauan
Produksi amonia dan VFA setelah fermentasi secara in vitro

8
10
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Hubungan NDICP dengan KCPK pada pakan hijauan
2 Hubungan antara ADICP dan KCPK pada pakan hijauan

14
14

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pengaruh kecernaan bahan kering terhadap hijauan
pengaruh kecernaan bahan organik terhadap hijauan
pengaruh kecernaan protein kasar terhadap hijauan
pengaruh degradasi bahan kering terhadap hijauan
pengaruh degradasi bahan organik terhadap hijauan
pengaruh amonia terhadap hijauan
pengaruh VFA terhadap hijauan

18
19
20
21
22
23
24

1

PENDAHULUAN
Pakan ternak dapat berupa bahan organik maupun anorganik yang
sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak dan
memiliki kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ternak (Sutardi 1980).
Salah satu kandungan nutrien penting dan harus tersedia dalam bahan pakan
adalah protein. Peran protein dalam pembentukan biomolekul lebih penting
dibandingkan dengan makronutrien lainnya seperti karbohidrat dan lemak, maka
protein dapat dipakai sebagai sumber energi ketika tubuh kekurangan energi
(Sudarmadji 1989). Protein memiliki unsur utama yaitu nitrogen yang merupakan
16% dari berat protein (NRC 2001). Namun untuk senyawa protein tertentu yang
telah diketahui kadar unsur N-nya, maka dapat digunakan angka yang lebih tepat
seperti susu, faktor perkalian yang digunakan adalah 6.38 (Sudarmadji 1989).
Kadar protein dalam pakan dapat ditera dengan menentukan jumlah nitrogen total
yang dikandung suatu bahan. Penentuan kadar protein dikembangkan Kjeldahl
pada tahun 1883 dan disebut dengan kadar protein kasar.
Pakan dengan kadar protein kasar tinggi diyakini sebagai pakan dengan
kualitas lebih baik dibandingkan dengan pakan yang mengandung kadar protein
kasar lebih rendah. Namun tidak selalu dapat dimanfaatkan oleh ternak, terutama
ruminansia. Ternak ruminansia dapat memanfaatkan protein asal pakan dan
mensintesis protein sendiri dengan bantuan mikroba di dalam rumen. Protein
pakan dan NPN yang dikonsumsi ruminansia sebagian mengalami degradasi di
dalam rumen menjadi ammonia dan sebagian protein lainnya tahan terhadap
degradasi rumen dan dapat mencapai pascarumen. Protein tahan degradasi rumen
yang dapat dicerna oleh enzim pencernaan pascarumen akan menyediakan asam
amino untuk diserap di dalam usus dan dimanfaatkan oleh ternak (Lee at al. 2001).
Kecernaan protein bergantung pada jenis bahan dan proses dari bahan
pakan tersebut. Bahan pakan sumber protein yang berkualitas namun memiliki
tingkat degradasi rumen yang terlalu tinggi perlu dilakukan perlindungan seperti
pelapisan tanin (Puastuti et al. 2006). Protein tahan degradasi rumen memiliki
kecernaan pascarumen yang rendah atau bahkan tidak dapat dicerna tidak akan
menyediakan asam amino untuk tubuh, sehingga menjadi kurang bermanfaat bagi
ternak yang mengkonsumsi (Puastuti 2005). Utilisasi protein pakan dapat
ditentukan apabila jumlah nitrogen yang terikat pada dinding sel pakan dianalisis
dan dikuantifikasi.
Metode Van Soest mengelompokkan komponen isi sel dan dinding sel.
NDF mewakili dinding sel yang terdiri atas lignin, selulosa, hemiselulosa, dan
protein yang berikatan dengan dinding sel. ADF terdiri atas selulosa dan lignin
dinding sel tanaman dan digunakan untuk evaluasi kualitas serat bahan pakan
(Van Soest 1991). Pada residu NDF uji protein kasar dilakukan untuk
mendapatkan nilai protein kasar yang masih terikat pada NDF sehingga disebut
dengan NDICP. Pada residu ADF uji protein kasar dilakukan untuk mendapatkan
nilai protein kasar yang masih terikat pada ADF sehingga disebut dengan ADICP.
NDICP dan ADICP merupakan protein tahan degradasi rumen, namun
perbedaannya terletak pada penggunaannya bagi ternak yaitu NDICP masih dapat
digunakan oleh ternak sedangkan ADICP tidak dapat digunakan oleh ternak
akibat kerusakan panas (Licitra et al. 1996).

2
Penelitian ini bertujuan melakukan analisis nitrogen dinding sel pada
sumber pakan hijauan, melakukan analisis kecernaan pakan melalui uji in vitro
menggunakan cairan rumen berbuffer, serta melakukan studi korelasi antara
kandungan nitrogen dinding sel, komponen proksimat, dan komponen serat Van
Soest dengan kecernaan protein pakan di rumen.

MATERI DAN METODE
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tujuh sampel
hijauan meliputi gamal (Gliricidia sepium), Trichantera gigantea, indigofera
(Indigofera sp.), kaliandra (Calliandra calothyrsus), daun pepaya (Carica
papaya), daun singkong (Manihot utilisima), dan lamtoro (Leucaena
leucocephala), larutan acid detergent solution (ADS), larutan neutral detergent
solution (NDS), larutan aseton, larutan McDougall, cairan rumen sapi berfistula
yang diperoleh dari LIPI Cibinong, larutan pepsin HCl 0.2%, larutan HgCl 2 jenuh,
larutan NaCO3 jenuh, larutan H2SO4 0.005 N, asam borat berindikator, larutan
HCl 0.5 N, larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0.5 N, larutan Indikator PP 0.1%,
vaselin tawar.
Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah oven, buret, gelas beaker, hot plate, tanur,
cawan porselen, labu destruksi, vacuum pump, termos, buret 50 mL, magnetic
stirrer, shaker bath, sentrifugasi, cawan Conway, gas CO2, tabung fermentor, labu
erlenmeyer.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,
Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan September 2013
sampai dengan April 2014.
Prosedur
Persiapan Sampel
Bahan pakan hijauan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi gamal
(Gliricidia sepium), Trichantera gigantea, indigofera (Indigofera sp.), kaliandra
(Calliandra calothyrsus), daun pepaya (Carica papaya), daun singkong (Manihot
utilisima), dan lamtoro (Leucaena leucocephala) dipanen di Laboratorium
Agrostologi Kandang B dan dikeringkan sinar matahari kemudian digiling, dari
hasil gilingan tersebut diambil masing-masing 2 kg bahan kering, yang kemudian
digunakan untuk pengujian.

3
Analisis Proksimat
Kadar air (AOAC 2005). Cawan sebelumnya telah dipanaskan sekitar 1 jam
pada oven 105 °C kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang berat
cawan. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam cawan, lalu
cawan dan sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven 105 °C selama sekitar 4-6
jam (sampai tercapai bobot tetap). Lalu cawan diangkat dan didinginkan dalam
eksikator. Setelah itu ditimbang beratnya. Kadar air ditentukan menggunakan
rumus :
Kadar air (%) = (

) x 100%

Kadar abu (AOAC 2005). Cawan sebelumnya telah dipanaskan pada tanur pada
tanur 400-600 °C, kemudian didinginkan dalam eksikator, lalu berat cawan
ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam cawan lalu
ditimbang. Sampel dibakar di atas hot plate sampai tidak berasap sekitar 3 jam,
lalu dimasukkan ke dalam tanur. Setelah itu diangkat dan didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang beratnya. Kadar abu ditentukan menggunakan rumus :
Kadar abu (%) = (

) x 100%

Kadar protein kasar (AOAC 2005). Sampel ditimbang sebanyak 0.3 g, lalu
ditambahkan 1.5 g katalis selenium mixture. Lalu dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl dan ditambahkan 20 mL H2SO4 pekat. Destruksi dilakukan sampai
warna larutan menjadi hijau-kekuningan-jernih, lalu didinginkan sekitar 15 menit,
kemudian ditambahkan 300 mL aquades dan didinginkan kembali. Setelah itu
ditambahkan 100 mL NaOH 40%, lalu dilakukan destilasi. Hasil destilasi
ditampung dengan dengan 10 mL H2SO4 0.1 N yang sudah ditambah 3 tetes
indikator campuran methylen blue dan methylen red. Setelah itu dilakukan titrasi
dengan NaOH 0.1 N sampai terjadi perubahan warna dari ungu menjadi birukehijauan. Penetapan blanko dengan cara dipipet 10 mL H2SO4 0.1 N dan
ditambah 2 tetes indikator PP, lalu dititrasi dengan NaOH 0.1 N. Kadar protein
kasar ditentukan menggunakan rumus :
Kadar protein kasar (%) = (

) x 100%

4
Kadar serat kasar (AOAC 2005). Sampel ditimbang sebanyak 1 g lalu
dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian dimasukkan ke alat heater extract.
Sebanyak 50 mL H2SO4 0.3 N dipanaskan selama 30 menit. Kertas saring yang
telah dipanaskan dalam oven 105 °C selama 1 jam kemudian ditimbang. Cairan
disaring menggunakan kertas saring ke dalam corong Buchner. Penyaringan
tersebut dilakukan dengan labu pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum
atau pancar air. Lalu dicuci berturut-turut menggunakan 50 mL air panas, 50 mL
H2SO4 0.3 N dan 25 mL aseton. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam
cawan porselen dan dimasukkan ke dalam oven 105 °C selama 1 jam. Setelah itu
diangkat dan didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang. Setelah itu
dimasukkan kembali cawan ke dalam tanur, diangkat, didinginkan, dan ditimbang.
Kadar serat kasar ditentukan menggunakan rumus :
Kadar serat kasar (%) =


(

) x 100%

Kadar lemak kasar (AOAC 2005). Labu penyari disiapkan dengan batu didih di
dalamnya yang sebelunya telah dipanaskan pada suhu 105 °C dan didinginkan di
dalam eksikator kemudian ditimbang labu penyari. Sampel ditimbang sebanyak 1
g, kemudian dimasukkan ke dalam selongsong penyari, lalu ditutup menggunakan
kapas tidak berlemak. Setelah itu selongsong penyari dimasukkan ke dalam alat
soxlet lalu disari menggunakan petroleum benzin. Selanjutnya eksikator
dihubungkan dengan kondensor. Proses ini dilakukan menggunakan alat FATEXS. Labu dimasukkan ke dalam oven 105 °C sampai bobot tetap (sekitar 4-6 jam),
diangkat dan didinginkan dalam eksikator. Bobot akhir ditimbang.
Kadar lemak kasar (%) = (



) x 100%

Analisis Van Soest
Neutral detergent fibre (NDF) (Van Soest 1991). Sampel ditimbang sebanyak
0.5-1 g (kering udara dan sudah digiling) lalu dimasukkan ke dalam gelas beaker
600 mL dan ditambahkan sebanyak 100 mL larutan detergen netral dan 2-3 tetes
dekalin. Setelah itu dipanaskan selama 5 sampai 6 menit sampai mulai panas
kemudian dihitung waktu pemanasannya selama 60 menit sambil di reflux dengan
aliran air. Setelah 60 menit pendidihan, beaker diambil dari pemanas dan
dibiarkan sebentar supaya bahan padatan mengendap di bawahnya. Gelas saring
disiapkan pada tempatnya dan dipanaskan dengan air mendidih. Bahan larutan
disaring secara pelan-pelan mulai dari bahan cairan yang terlarut dengan vakum
yang rendah dayanya. Pada bagian padatannya bisa dimasukkan ke saringan
sambil dibilas dengan air mendidih sampai semua sampel habis masuk ke gelas
saring.
Vakum bisa ditambah kekuatanya sesuai dengan kebutuhan. Sampel dicuci
sekitar 2 kali dengan air panas, 2 kali dengan aseton dan kemudian dapat
dikeringkan. Gelas penyaring dapat dikeringkan minimal selama 8 jam (atau

5
disimpan semalam apabila analisis dilanjutkan hari berikutnya) pada suhu 105 °C
dalam oven yang dilengkapi dengan sistem kipas. Setelah ditimbang akan
didapatkan berat kering residu NDF, kemudian sampel dibakar dalam tanur
500 °C cukup selama 3 jam. Pindahkan ke dalam oven sampai suhunya kembali
menjadi 105 °C kemudian ditimbang. Bahan yang tersisa pada gelas penyaring
adalah abu dari dinding sel.
NDF (%) = (



) x 100%

Acid detergent fibre (ADF) (Van Soest 1991). Prosedurnya sama dengan NDF
namun hanya berbeda pada pelarutnya. Pada ADF digunakan larutan detergen
asam.
ADF (%) = (



) x 100%

Neutral detergent insoluble crude protein (NDICP). Prosedur NDF dilakukan
terlebih dahulu, kemudian dilakukan uji protein kasar Kjeldahl pada residu NDF.
NDICP (BK%) = (

) x % NDF

NDICP (PK%) = (

) x 100%

Acid detergent insoluble crude protein (ADICP). Prosedur ADF dilakukan
terlebih dahulu, kemudian dilakukan uji protein kasar Kjeldahl pada residu ADF.
ADICP (BK%) = (
) x % ADF
ADICP (BK%) = (

) x 100%

Analisis in vitro
Fermentasi tahap I (Tilley dan Terry 1966). Tabung fermentor yang telah diisi
dengan 0.5 g sampel, ditambahkan 40 mL larutan McDougall. Tabung
dimasukkan ke dalam shaker bath dengan suhu 39 °C, kemudian diisi cairan
rumen 10 mL, tabung dikocok dengan dialiri CO2 selama 30 detik, dicek pH (6.5–
6.9) dan kemudian ditutup dengan karet berventilasi dan difermentasi selama 4
jam. Setelah 4 jam, tutup karet tabung fermentor dibuka, diteteskan 2-3 tetes
HgCl2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam
sentrifugasi, lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 4 ribu rpm selama 10 menit.
Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang
bening berada di bagian atas. Diambil supernatan untuk berbagai analisis berikut
(NH3 dan VFA). Supernatan dimasukkan ke botol film, apabila tidak dilakukan
analisis segera, sampel dapat disimpan di freezer.

6
Pengukuran konsentrasi NH3 (Tilley dan Terry 1966). Konsentrasi NH3 dalam
cairan rumen menggunakan metode mikrodifusi Conway (General Laboratory
Procedure 1966). Bibir cawan Conway dan tutup cawan diolesi dengan vaselin.
Supernatan yang berasal dari proses fermentasi diambil 1.0 mL kemudian
ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway. Larutan Na 2CO3 jenuh
sebanyak 1.0 mL ditempatkan pada salah satu ujung cawan Conway bersebelahan
dengan supernatan (tidak boleh campur). Larutan asam borat berindikator
sebanyak 1.0 mL ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan
Conway. Cawan conway yang sudah diolesi vaselin ditutup rapat hingga kedap
udara, larutan Na2CO3 dicampur dengan supernatan hingga merata dengan cara
menggoyang–goyangkan dan memiringkan cawan tersebut. Setelah itu dibiarkan
selama 24 jam dalam suhu kamar. Setelah 24 jam suhu kamar dibuka, asam borat
berindikator dititrasi dengan H2SO4 0.005 N sampai terjadi perubahan warna dari
biru menjadi merah.
N NH3 ( mM ) =
Pengukuran konsentrasi VFA (Tilley dan Terry 1966). Konsentrasi total VFA
ditentukan menggunakan Steam Destilation Method (General Laboratory
Procedure 1966). Presscooker diisi dengan aquades sampai tanda MAX.
Kemudian dipastikan air dari kran mengalir yang berfungsi sebagai pendingin.
Kompor gas dinyalakan, sehingga aquades yang ada dalam panic presscooker
tersebut mendidih dan menghasilkan uap yang akan masuk ke tabung-tabung
destilasi, hal ini menandakan bahwa kita bisa memulai analisis VFA. Supernatan
yang sama dengan analisis NH3 diambil sebanyak 5 mL, kemudian dimasukkan ke
dalam tabung destilasi. Setelah itu ditempatkan labu erlenmeyer yang berisi 5 mL
NaOH 0.5 N di bawah selang tampungan. Sebanyak 1 mL H2SO4 15%
ditambahkan ke tabung destilasi yang sudah ada larutan sampel, kemudian segera
ditutup penutup kacanya, kemudian dibilas dengan aquades secukupnya. Uap air
panas akan mendesak VFA dan akan terkondensasi dalam pendingin. Air yang
terbentuk ditampung labu erlenmeyer yang berisi 5 mL NaOH 0.5N sampai
mencapai 300 mL. Indikator PP (Phenol Pthalin) ditambah sebanyak 2–3 tetes dan
dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai warna titrat berubah dari merah menjadi merah
muda seulas. Catatan : HCl 0,5 N sebagai titran harus distandarisasi sehingga
didapat konsentrasi dengan 4 digit dibelakang koma.
mM VFA total =
Keterangan :
a = volume HCl blanko pereaksi (hanya H2SO4 dan NaOH saja, tanpa sampel)
b = volume HCl sampel

7
Pengukuran DBK dan DBO (Tilley dan Terry 1966). Pengukuran DBK dan
DBO menggunakan metode Tilley dan Terry (1966). Tabung fermentor yang telah
diisi dengan 0.5 g sampel, ditambahkan 40 mL larutan McDougall. Tabung
dimasukkan ke dalam shaker bath dengan suhu 39 °C, kemudian diisi cairan
rumen 10 ml, tabung dikocok dengan dialiri CO2 selama 30 detik, dicek pH (6.5–
6.9) dan kemudian ditutup dengan karet berventilasi dan difermentasi selama 48
jam. Setelah 48 jam, dibuka tutup karet tabung fermentor dan diteteskan 2-3 tetes
HgCl2 untuk membunuh mikroba. Tabung fermentor dimasukkan ke dalam
sentrifugasi, dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 4 ribu rpm selama 10 menit.
Substrat akan terpisah menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang
bening berada di bagian atas. Substrat atau residu dimasukkan ke dalam cawan.
Setelah 24 jam, cawan porselen dan residu dikeluarkan, dimasukkan ke dalam
eksikator dan ditimbang untuk mengetahui kadar bahan keringnya. Selanjutnya
bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur listrik selama 6 jam
pada suhu 450–600 °C, kemudian ditimbang untuk mengetahui kadar bahan
organiknya.
DBK (%) = (

) x 100%

DBO (%) =
(

)x100%

Pengukuran KCBK dan KCBO (Tilley dan Terry 1966). Kecernaan Bahan
Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) mengacu pada metode Tilley dan
Terry (1966). Tabung fermentor yang telah diisi dengan 0.5 g sampel,
ditambahkan 40 mL larutan McDougall. Tabung dimasukkan ke dalam shaker
bath dengan suhu 39 °C, kemudian diisi cairan rumen 10 mL, tabung dikocok
dengan dialiri CO2 selama 30 detik, dicek pH (6.5–6.9), kemudian ditutup dengan
karet berventilasi, dan difermentasi selama 48 jam. Setelah 48 jam, dibuka tutup
karet tabung fermentor, diteteskan 2-3 tetes HgCl2 untuk membunuh mikroba.
Tabung fermentor dimasukkan ke dalam sentifugasi kemudian dilakukan
sentrifugasi dengan kecepatan 4 ribu rpm selama 10 menit. Substrat akan terpisah
menjadi endapan di bagian bawah dan supernatan yang bening berada di bagian
atas. Supernatan dibuang dan endapan hasil sentrifugasi pada kecepatan 4 ribu
rpm selama 15 menit ditambahkan 50 mL larutan pepsin-HCl 0.2%. Campuran ini
lalu diinkubasi kembali selama 48 jam tanpa tutup karet. Sisa pencernaan disaring
dengan kertas saring Whatman no. 41 (yang sudah diketahui bobotnya) dengan
bantuan pompa vakum. Endapan yang ada di kertas saring dimasukkan ke dalam
cawan porselen, setelah itu dimasukkan ke dalam oven 105 °C selama 24 jam.
Setelah 24 jam, cawan porselen dan kertas saring dan residu dikeluarkan,
dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui kadar bahan
keringnya. Selanjutnya bahan dalam cawan dipijarkan atau diabukan dalam tanur
listrik selama 6 jam pada suhu 450–600 °C, kemudian ditimbang untuk
mengetahui kadar bahan organiknya. Sebagai blanko dipakai residu asal
fermentasi tanpa bahan pakan.
) x 100%
% KCBK
=(

8
% KCBO

=(

) x 100%

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Bahan pakan yang diuji dengan analisis proksimat, Van Soest dan analisis
nitrogen dinding sel menggunakan analisis data secara deskriptif.
Analisis in vitro menggunakan rancangan acak kelompok dengan 7 jenis
bahan pakan dan 3 kali ulangan untuk setiap peubah yang diamati, dengan rumus :
Yij = μ + τi + βj+ εij
Keterangan:
Yij
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
μ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
εij
= Error (galat) perlakuan ke-i kelompok ke-j
Jenis Hijauan yang Digunakan
1. Gamal (Gliricidia sepium)
2. Trikantera (Trichantera gigantea)
3. Indigofera (Indigofera sp.)
4. Kaliandra (Calliandra calothyrsus)
5. Daun pepaya (Carica papaya)
6. Daun singkong (Manihot utilisima)
7. Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi komposisi kimia yang
terdiri atas berat kering (BK), kadar abu, protein kasar (PK), serat kasar (SK),
lemak kasar (LK), NDF, ADF, NDICP, ADICP dan komponen kecernaan yang
terdiri dari degradasi bahan kering (DBK), degradasi bahan organik (DBO),
kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), kecernaan
protein kasar (KCPK), amonia (NH3), dan Volatile Fatty Acid (VFA). Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan Excell untuk data analisis proksimat dan Van
Soest. Analisis ragam ANOVA untuk analisis in vitro, jika menunjukkan
perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Analisis korelasi
dan regresi untuk melihat hubungan kandungan nitrogen dinding sel dengan
kecernaan protein pakan di rumen.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Proksimat Bahan Pakan Hijauan
Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan kadar air, abu, protein
kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen dalam suatu
bahan pakan. Hasil analisis proksimat bahan pakan hijauan disajikan pada Tabel
1. Kadar air dalam bahan pakan dapat diketahui apabila bahan pakan tersebut
dipanaskan pada suhu 105 °C sampai tercapai bobot tetap. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa bahan kering pada hijauan yang digunakan berkisar antara
88% sampai 90%.

9
Tabel 1. Hasil analisis proksimat bahan pakan hijauan
Jenis Hijauan
Gamal
Trikantera
Indigofera
Kaliandra
Daun pepaya
Daun singkong
Lamtoro

BK
(%)
89.77
±1.49
88.72
±1.72
88.94
±1.45
90.72
±1.13
89.47
±1.49
89.62
±1.04
88.21
±1.61

ABU
(%BK)
4.83
±0.11
10.64
±0.27
7.44
±0.02
8.61
±0.03
12.34
±0.20
7.72
±0.06
20.21
±1.54

PK
(%BK)
20.09
±2.35
24.12
±1.11
28.33
±1.88
23.12
±1.05
24.03
±0.24
33.02
±0.38
19.58
±0.98

SK
(%BK)
12.44
±2.45
13.91
±0.57
10.31
±0.42
16.64
±1.02
12.31
±0.21
11.61
±1.99
13.71
±0.34

LK
(%BK)
2.27
±0.25
3.58
±0.58
1.85
±0.16
3.99
±1.43
5.87
±0.35
2.69
±1.15
4.51
±0.42

BETN
(%BK)
60.37
±0.46
47.75
±2.53
52.07
±2.12
47.64
±1.43
45.46
±0.12
44.96
±3.47
41.99
±1.33

BK= bahan kering, PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar, BETN = bahan
ekstrak tanpa nitrogen.

Hal ini berarti bahan kering hijauan yang digunakan pada penelitian
tergolong tinggi dan memiliki kadar air yang rendah. Bahan kering hijauan yang
tinggi disebabkan oleh sampel hijauan pada penelitian ini berasal dari hijauan
dengan pengeringan terlebih dahulu oleh sinar matahari lalu digiling setelah itu
dilakukan analisis. Sehingga kadar bahan kering sampel akan berbeda bila
dibandingkan bahan kering pada kondisi segar. Analisis kadar abu bertujuan
memisahkan bahan organik dan bahan anorganik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kadar abu yang terkandung dalam hijauan cukup tinggi dan hijauan dengan
kadar abu paling tinggi adalah lamtoro. Menurut (FAO 2007) lamtoro memiliki
kadar abu sekitar 19% dan paling tinggi dibandingkan dengan hijauan lain.
Analisis proksimat kadar protein mengacu pada protein kasar. Protein
kasar adalah banyaknya kandungan nitrogen yang terkandung dalam bahan
tersebut dikali dengan 6.25. Angka 6.25 diperoleh dengan asumsi bahwa nitrogen
mengandung 16% dari protein. Hasil penelitian menunjukkan daun singkong
memiliki kadar protein kasar tertinggi yaitu 33.02% BK. Phuc et al. (2008)
menyatakan bahwa protein kasar yang terkandung oleh daun singkong sebesar
33.3% BK. Ravindran (1992) menyatakan hampir 85% dari fraksi protein kasar
merupakan protein murni. Secara keseluruhan kadar protein hijauan termasuk
tinggi karena hijauan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hijauan
sumber protein. Serat kasar merupakan fraksi yang tersisa setelah dicerna dengan
larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida (Suparjo 2010). Serat kasar
merupakan bagian dari karbohidrat yang sebagian besar berasal dari sel dinding
tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa serat kasar hijauan yang diperoleh berkisar antara 10%-16%
BK. Angka tersebut lebih rendah dari kisaran normal hijauan pakan ternak yaitu
lebih dari 18% BK. Hal ini disebabkan oleh tanaman hijauan yang digunakan
dalam penelitian masih berumur muda. Peningkatan konsentrasi serat sejalan
dengan umur tanaman. Semakin tua umur tanaman maka kandungan serat atau
komponen dinding sel suatu hijauan semakin tinggi (Givens et al. 2000). Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa hijauan yang memiliki serat kasar tertinggi

10
adalah kaliandra dan yang terendah adalah indigofera. Hassen et al. (2007)
menyatakan indigofera memiliki serat yang rendah yaitu 10%-15%. Hendrawan
(2002) mengungkapkan serat kasar kaliandra berkisar 30%-75% sehingga mampu
mengungguli hijauan pakan ternak lainnya seperti gamal dan lamtoro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa indigofera memiliki kadar lemak
paling rendah dibandingkan hijauan lain pada penelitian ini. Bahan tersebut selain
mempunyai kandungan lemak yang rendah juga kandungan serat yang cukup
tinggi sehingga ikatan partikel lignin di dalamnya sulit terlarut dalam petroleum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gamal memiliki kadar Bahan Ekstrak Tanpa
Nitrogen yang paling tinggi.
Analisis Van Soest Bahan Pakan Hijauan
Metode analisis Van Soest mendefinisikan serat kasar sebagai bahan yang
masih tertinggal setelah bahan pakan direbus dalam asam dan basa. Serat kasar
mengandung fraksi-fraksi selulosa, hemiselulosa dan lignin yang dikategorikan
sebagai fraksi penyusun dinding sel tanaman. Analisis Van Soest membagi fraksi
hijauan berdasarkan kelarutan dalam detergen yang terdiri atas 2 bagian yaitu (1)
sistem netral untuk mengukur total serat atau serat yang tidak larut dalam detergen
netral (NDF), (2) sistem detergen asam digunakan untuk mengisolasi selulosa
tidak larut dan lignin serta beberapa komponen lain yang terikat dengan keduanya
(ADF). Hasil analisis Van Soest bahan pakan hijauan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa nilai ADF hijauan lebih kecil
dibandingkan dengan nilai NDF. Hal ini karena ADF merupakan bagian dari NDF
yang terdiri dari lignin dan selulosa. Selain itu pada ADF tidak terdapat
hemiselulosa.
Tabel 2. Hasil analisis Van Soest bahan pakan hijauan
Jenis Hijauan

NDF
NDICP
ADF
ADICP
(% BK)
(% PK)
(% BK)
(% PK)
Gamal
46.04
62.96
39.42
28.95
Trikantera
61.59
45.96
40.73
25.51
Indigofera
72.47
48.49
56.74
33.83
Kaliandra
56.41
39.59
46.64
28.55
Daun papaya
69.30
50.89
57.55
37.53
Daun singkong
89.15
72.33
30.72
12.78
Lamtoro
56.10
52.53
33.08
30.04
NDF = neutral detergent fibre, ADF = acid detergent fibre, NDICP = neutral detergent
insoluble crude protein, ADICP = acid detergent insoluble crude protein.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun singkong memiliki kandungan
NDF tertinggi sedangkan gamal memiliki NDF terrendah. NDF dalam bahan
pakan dapat menyebabkan bahan pakan tersebut sulit dicerna. Nilai ADF
berkorelasi negatif dengan kecernaan pakan yaitu semakin tinggi kandungan ADF
dalam pakan maka kecernaan pakan akan menurun (Schroeder 2004). Nilai ADF
tertinggi diperoleh daun pepaya berarti kecernaan daun pepaya kecil, hal ini
diduga karena adanya tanin dalam hijauan tersebut. Daryatmo et al. (2010)
menyatakan daun pepaya mengandung tanin sebesar 1.5% sehingga protein pakan
terlindungi dan tidak mampu didegradasi oleh mikroba rumen secara optimal.

11
Neutral Detergent Insoluble Crude Protein (NDICP) merupakan protein
dalam residu NDF, termasuk protein tahan degradasi rumen yang tersedia untuk
ternak. Selain itu merupakan komponen serat yang dapat dicerna dari NDF. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa daun singkong memiliki nilai NDICP tertinggi,
berarti kandungan protein yang dimiliki daun singkong tahan terhadap degradasi
rumen. Ravindran (1992) mengungkapkan daun singkong memiliki hampir 85%
dari fraksi protein kasar merupakan protein murni. Snifen et al. (1992)
menjelaskan bahwa senyawa protein murni termasuk ke dalam kelompok yang
tidak larut dan terdegradasi lebih lambat (fraksi B2). Acid Detergent Insoluble
Crude Protein (ADICP) merupakan protein terikat untuk fraksi ADF pakan atau
dapat juga dikatakan sebagai fraksi protein tidak larut yang tidak tersedia untuk
hewan karena kerusakan panas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daun
pepaya memiliki nilai ADICP tertinggi artinya daun pepaya memiliki protein yang
terikat di dinding sel paling banyak dan protein yang lebih tahan terhadap
degradasi rumen dibandingkan dengan hijauan lain.
Analisis Kecernaan Bahan Pakan Hijauan
Metode in vitro Tilley dan Terry (1966) menggunakan sistem pencernaan
dua tahap yaitu pertama dengan simulasi pencernaan fermentatif dalam rumen dan
simulasi pencernaan di dalam organ pencernaan pascarumen. Analisis in vitro
untuk menentukan kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, degradasi
bahan kering, degradasi bahan organik, serta kecernaan protein kasar disajikan
pada Tabel 3. Tabel 3 memperlihatkan nilai kecernaan bahan kering yang
bervariasi pada kisaran 41.80%–76.24%. Perbedaan nilai kecernaan bahan kering
pakan dipengaruhi kadar protein bahan karena setiap fraksi protein memiliki
kelarutan dan degradasi yang berbeda sehingga mempengaruhi perombakan
protein tersebut dalam rumen dan mengakibatkan perbedaan kecernaan dalam
rumen serta organ pascarumen (Sutardi 1979). Hasil penelitian menunjukkan
kecernaan bahan kering tertinggi diperoleh daun pepaya. Hal ini karena daun
pepaya mengandung enzim papain yang berfungsi hampir sama dengan enzim
protease dalam saluran pencernaan (Sarjuni 2006). Daun pepaya memiliki protein
tahan degradasi rumen tinggi sehingga mikroba rumen belum mampu
mendegradasinya.
Daun pepaya memiliki enzim papain dan kimopapain yang dapat
mencerna protein bahan menjadi senyawa yang lebih sederhana ketika lolos dari
degradasi rumen yaitu pada organ pencernaan pasca rumen (usus halus) sehingga
meningkatkan kecernaan bahan kering. Umphrey dan Staples (2003) menyatakan
bahwa bagian yang terpenting dari pencernaan pasca rumen terjadi di dalam
abomasum dan usus halus. Produk fermentasi yang tidak diabsorpsi oleh dinding
rumen akan dicerna pada organ pasca rumen yang berfungsi sama dengan
lambung yaitu melalui mekanisme pencernaan enzimatis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik tertinggi adalah daun pepaya.
Sutardi (2001) mengatakan peningkatan kecernaan bahan kering seiring dengan
meningkatnya kecernaan bahan organik. Berdasarkan analisis ragam, kecernaan
bahan kering dan kecernaan bahan organik tidak dipengaruhi oleh pengambilan
cairan rumen yang berbeda. Namun perbedaan jenis hijauan memberi pengaruh
yang nyata terhadap nilai kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.

12

Tabel 3. Hasil analisis kecernaan bahan pakan hijauan secara in vitro
Jenis Hijauan

KCBK
KCBO
DBK
DBO
KCPK
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
Gamal
41.80
31.26
44.11
26.15
63.65
±3.81a
±4.63a
±13.57ab
±18.92c
±17.76ab
Trikantera
63.56
54.23
49.15
21.83
80.68
±2.53d
±2.27c
±6.00bc
±11.32bc
±10.72c
Indigofera
71.61
64.25
57.10
36.10
75.42
±1.96e
±1.30d
±9.51de
±14.66de
±13.10bc
Kaliandra
47.16
36.18
39.52
14.24
69.33
±1.78b
±1.13b
±6.91a
±10.24ab
±14.37abc
Daun pepaya
76.24
69.84
62.69
41.80
80.05
±2.13f
±1.24e
±8.65e
±14.20e
±13.37bc
Daun singkong
57.92
51.08
49.64
29.61
74.64
±1.50c
±2.10c
±9.43bc
±13.57cd
±14.05bc
Lamtoro
57.95
39.58
53.34
6.71
55.98
±0.81c
±1.56b
±2.09cd
± 2.54a
±25.76a
Huruf berbeda pada setiap kolom untuk satu hasil penelitian menunjukkan berbeda nyata (P