Formulasi Dan Evaluasi Secara In Vitro Kompleks Nanopartikel Alginat-Kitosan Yang Mengandung Amoksisilin Dan Bovine Serum Albumin
FORMULASI DAN EVALUASI SECARA IN VITRO
KOMPLEKS NANOPARTIKEL ALGINAT-KITOSAN
YANG MENGANDUNG AMOKSISILIN DAN
BOVINE SERUM ALBUMIN
SKRIPSI
OLEH:
LUSIANA JUWITA
NIM 111501093
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
FORMULASI DAN EVALUASI SECARA IN VITRO
KOMPLEKS NANOPARTIKEL ALGINAT-KITOSAN
YANG MENGANDUNG AMOKSISILIN DAN
BOVINE SERUM ALBUMIN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
LUSIANA JUWITA
NIM 111501093
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
anugerah dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang
berjudul “Formulasi dan Evaluasi secara In Vitro Kompleks Nanopartikel
Alginat-Kitosan yang Mengandung Amoksisilin dan Bovine Serum Albumin”. Skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt., dan Bapak
Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian dan
penulisan skripsi ini berlangsung, kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra,
Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan fasilitas dan masukan selama masa pendidikan dan penelitian.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Kasmirul
Ramlan Sinaga, M.S., Apt., Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., dan Ibu Dra.
Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini serta kepada Bapak Prof. Dr.
Karsono, Apt. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu membimbing
selama masa pendidikan. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU
Medan yang telah mendidik selama perkuliahan. Bapak kepala Laboratorium
Farmasi Fisik yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis
(4)
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan
tak terhingga kepada Ayahanda Kie Tjien Tono dan Ibunda Rasna Taslim yang
tiada hentinya mendoakan, memberikan semangat, dukungan dan berkorban
dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, kepada Abangku Herman,
teman-teman di Laboratorium Farmasi Fisik, dan sahabat-sahabatku yang selalu
memberikan dorongan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaannya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi dan berguna bagi alam semesta.
Medan, Mei 2015 Penulis,
Lusiana Juwita 111501093
(5)
PENGESAHAN SKRIPSI
FORMULASI DAN EVALUASI SECARA IN VITRO
KOMPLEKS NANOPARTIKEL ALGINAT-KITOSAN
YANG MENGANDUNG AMOKSISILIN DAN
BOVINE SERUM ALBUMIN
OLEH: LUSIANA JUWITA
NIM 111501093
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 22 Mei 2015
Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt . Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 195406081983031005 NIP 195504241983031003
Pembimbing II, Drs. Agusmal Dalimunthe, M.S., Apt. NIP 195406081983031005
Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195201171980031002 NIP 195404121987012001
Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. NIP 195503121983032001
Medan, Juni 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001
(6)
FORMULASI DAN EVALUASI SECARA IN VITRO KOMPLEKS NANOPARTIKEL ALGINAT-KITOSAN YANG MENGANDUNG
AMOKSISILIN DAN BOVINE SERUM ALBUMIN ABSTRAK
Latar Belakang: Pada masa sekarang, nanopartikel polimer diteliti untuk penghantaran obat, karena dapat menghantarkan obat ke tempat aksi, memperpanjang pelepasan obat, dan melindungi obat dari kerusakan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Tween 80 dan pH terhadap diameter, persen penjeratan, dan pelepasan obat pada nanopartikel alginat-kitosan. Amoksisilin (berat molekul rendah) dan bovine serum albumin (berat molekul tinggi) digunakan sebagai model obat.
Metode: Nanopartikel alginat-kitosan dibuat dengan metode gelasi ionik. Nanopartikel yang mengandung amoksisilin dibuat pada pH 4,8 sedangkan nanopartikel yang mengandung bovine serum albumin dibuat pH 4,8 dan 6,2. Pengaruh konsentrasi Tween 80 (0%-0,01%) diamati untuk nanopartikel yang mengandung amoksisilin, sedangkan pengaruh pH diamati untuk nanopartikel yang mengandung bovine serum albumin. Ukuran partikel diamati dengan
Particle Size Analyzer. Pelepasan obat dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan diuji dengan metode dialisis dalam medium lambung buatan pH 1,2 untuk amoksisilin dan medium NaCl 0,9% untuk bovine serum albumin. Konsentrasi amoksisilin dan bovine serum albumin diukur secara spektofotometri masing-masing pada panjang gelombang 229 nm dan 278 nm. Morfologi nanopartikel diamati dengan Scanning Electron Microscope.
Hasil: Semakin besar konsentrasi Tween 80 hingga 0,003%, ukuran partikel nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung amoksisilin semakin kecil, tetapi setelah melebihi 0,003%, ukuran partikel semakin besar. Hal ini disebabkan adanya deaggregasi dan aggregasi partikel. Semakin tinggi konsentrasi Tween 80, jumlah amoksisilin yang terjerat semakin besar. Nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung bovine serum albumin pada pH 6,2 memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dibanding pH 4,8; tetapi jumlah bovine serum albumin yang terjerat pada pH 4,8 (91,71 %) lebih banyak dibanding pH 6,2 (58,12%). Pelepasan baik amoksisilin maupun bovine serum albumin dari nanopartikel alginat-kitosan mengikuti pelepasan orde nol.
Kesimpulan: Nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung amoksisilin dan
bovine serum albumin dapat diformulasikan dan menghasilkan pelepasan diperpanjang.
(7)
FORMULATION AND IN VITRO EVALUATION OF ALGINATE-CHITOSAN NANOPARTICLES COMPLEX CONTAINING AMOXICILLIN AND BOVINE SERUM ALBUMIN
ABSTRACT
Background: In the present, polymer nanoparticles are researched for drugs delivery, because they deliver drugs to specific site, sustain the drug release, and can protect drugs from degradation.
Purpose: the aim of this study was to evaluate the effect of Tween 80 concentration and pH against diameter, entrapment percentage, and drug release of alginate-chitosan nanoparticles. Amoxicillin (low molecular weight) and bovine serum albumin (high molecular weight) were used as drug model.
Methods: Alginate-chitosan nanoparticles were prepared by ionic-gelation method. Nanoparticles containing amoxicillin were prepared at pH 4.8, whereas nanoparticles containing bovine serum albumin were prepared at pH 4.8 and 6.2. The effect of Tween 80 (0%-0.01%) concentration was observed to nanoparticles containing amoxicillin whereas the effect of pH was observed to nanoparticles containing bovine serum albumin. Particle size was observed by using particle size analyzer. Drug released from complex nanoparticles alginate-chitosan was tested by dialysis method in simulated gastric fluid medium pH 1.2 for amoxicillin and NaCl 0.9% medium for bovine serum albumin. Concentration of amoxicillin and bovine serum albumin were measured by spectrophotometry at wavelength 229 nm and 278 nm respectively. Morphology of nanoparticles was observed by Scanning Electron Microscope.
Results: As concentration of Tween 80 increased until 0.003%, the particle size of alginate-chitosan nanoparticles complex containing amoxicillin decreased, but after more than 0.003%, the particle size increased. It was caused by deaggregation and aggregation of particles. Increasing of Tween 80 concentration increased the entrapment of amoxicillin. Nanoparticles alginate-chitosan containing bovine serum albumin at pH 6.2 had smaller particle size than at pH 4,8; but the entrapment of bovine serum albumin at pH 4.8 (91.71 %) was more than at pH 6.2 (58.12%). The release of both amoxicillin and bovine serum albumin from alginate-chitosan nanoparticles followed zero order release.
Conclusion: Alginate-chitosan nanoparticles containing amoxicillin and bovine serum albumin can be formulated, and result a sustained release.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 5
1.3 Perumusan Masalah ... 6
1.4 Hipotesis Penelitian ... 6
1.5 Tujuan Penelitian ... 7
1.6 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Nanopartikel ... 9
2.1.1 Pengenalan umum nanopartikel ... 9
2.1.2 Pembuatan nanopartikel ... 10
2.1.2.1 Dispersi dari polimer ... 12
(9)
2.1.2.3 Metode koaservasi atau gelasi ionik ... 13
2.1.3 Efek sifat nanopartikel terhadap penghantaran obat ... 14
2.1.3.1 Ukuran partikel ... 14
2.1.3.2 Sifat permukaan nanopartikel ... 16
2.1.3.3 Drug loading ... 17
2.1.3.4 Pelepasan obat ... 18
2.2 Teknik Dialisis ... 20
2.3 Nanopartikel Alginat ... 22
2.4 Nanopartikel Kitosan ... 23
2.5 Amoksisilin ... 24
2.5.1 Uraian bahan ... 24
2.5.2 Efek farmakologi amoksisilin ... 24
2.6 Bovine Serum Albumin ... 25
2.7 Tween 80 ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Alat ... 28
3.2 Bahan ... 28
3.3 Prosedur Penelitian ... 29
3.3.1 Pembuatan pereaksi ... 29
3.3.1.1 Pembuatan akuades bebas karbon dioksida ... 29
3.3.1.2 Pembuatan asam klorida 1 N ... 29
3.3.1.3 Pembuatan natrium hidroksida 1 N ... 29
3.3.1.4 Pembuatan kalsium klorida 18mM ... 29
(10)
3.3.1.6 Pembuatan larutan natrium alginat 0,063%
pH 4,9 ... 29
3.3.1.7 Pembuatan larutan natrium alginat 0,063% pH 6,2 ... 29
3.3.1.8 Pembuatan larutan kitosan 0,05% pH 4,6 ... 30
3.3.1.9 Pembuatan larutan kitosan 0,05% pH 6,2 ... 30
3.3.1.10 Pembuatan larutan Tween 80 0,1% ... 30
3.3.1.11 Pembuatan medium lambung buatan pH 1,2 ... 30
3.3.1.12 Pembuatan natrium klorida 0,9% ... 30
3.3.2 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi amoksisilin 30
3.3.2.1 Pembuatan larutan induk baku amoksisilin ... 30
3.3.2.2 Pembuatan kurva serapan larutan amoksisilin dalam medium cairan lambung buatan (medium pH 1,2) ... 30
3.3.2.3 Pembuatan kurva kalibrasi larutan amoksisilin dalam medium cairan lambung buatan (medium pH 1,2) ... 31
3.3.3 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi bovine serum albumin ... 31
3.3.3.1 Pembuatan larutan induk baku bovine serum albumin ... 31
3.3.3.2 Pembuatan kurva serapan larutan bovine serum albumin dalam medium NaCl 0,9% ... 31
3.3.3.3 Pembuatan kurva kalibrasi larutan bovine serum albumin dalam medium NaCl 0,9% ... 31
3.3.4 Pembuatan Nanopartikel ... 32
3.3.4.1 Pembuatan nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung amoksisilin pH 4,8 ... 32
3.3.4.2 Pembuatan nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung bovine serum albumin pH 4,8 ... 33
(11)
3.3.4.3 Pembuatan nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung bovine serum albumin pH 6.2 ... 33
3.3.5 Pengujian ukuran partikel pada nanopartikel alginat -kitosan ... 34
3.3.6 Pengukuran pH ... 34
3.3.7 Pengujian efisiensi penjeratan obat dalam nanopartikel alginat-kitosan ... 34
3.3.8 Pengujian pelepasan amoksisilin secara in vitro ... 34
3.3.9 Pengujian pelepasan bovine serum albumin secara in vitro ... 35
3.3.10 Pengujian morfologi permukaan nanopartikel alginat– kitosan ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1 Pembuatan Nanopartikel Alginat-kitosan ... 37
4.2 Pengaruh Konsentrasi Tween 80 Terhadap Ukuran Partikel Amoksisilin dalam Kompleks Nanopartikel Alginat-kitosan .... 38
4.3 Pengaruh pH Terhadap Ukuran Partikel Bovine Serum Albumin
dalam Kompleks Nanopartikel Alginat-kitosan ... 40
4.4 Pengaruh Konsentrasi Tween 80 Terhadap Persentase Amoksisilin yang Terjerat dalam Nanopartikel Alginat- kitosan ... 41
4.5 Pengaruh pH Terhadap Persen Penjeratan Bovine Serum Albumin dalam Kompleks Nanopartikel Alginat-kitosan ... 42
4.6 Uji Pelepasan Obat ... 43
4.6.1 Uji pelepasan amoksisilin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 43
4.6.2 Uji pelepasan bovine serum albumin dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan dalam medium NaCl 0,9% . 44 \
4.7 Kinetika Orde Pelepasan ... 46
(12)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
5.1 Kesimpulan ... 50
5.2 Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 52
LAMPIRAN ... 63
(13)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Komposisi formula alginat-kitosan tanpa dan dengan berbagai konsentrasi Tween 80 dan variasi pH ... 33
Tabel 4.1 Tabel pengaruh konsentrasi Tween 80 terhadap ukuran partikel amoksisilin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan ... 39
Tabel 4.2 Tabel pengaruh pH terhadap ukuran partikel bovine serum albumin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan ... 41
Tabel 4.3 Tabel pengaruh konsentrasi Tween 80 terhadap persentase amoksisilin yang terjerat dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan ... 41
Tabel 4.4 Tabel pengaruh pH terhadap persentase bovine serum albumin yang terjerat dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan ... 42
Tabel 4.5 Kinetika orde pelepasan amoksisilin dari kompleks nanopartikel alginat- kitosan ... 46
Tabel 4.6 Kinetika orde pelepasan bovine serum albumin dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan pH 6,2 ... 47
(14)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5
Gambar 2.1 Teknik dialisis biasa ... 21
Gambar 2.2 Rumus bangun amoksisilin ... 24
Gambar 2.3 Rumus bangun Tween 80 ... 26
Gambar 3.1 Skema uji pelepasan obat secara in vitro ... 36
Gambar 4.1 Pengaruh konsentrasi Tween 80 terhadap ukuran partikel amoksisilin dalam kompleks nanopartikel alginat- kitosan ... 40
Gambar 4.2 Pengaruh konsentrasi Tween 80 terhadap persentase amoksisilin yang terjerat dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan ... 42
Gambar 4.3 Profil pelepasan amoksisilin dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan dengan konsentrasi Tween 80 0,003% dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 43
Gambar 4.4 Profil pelepasan bovine serum albumin dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan dengan konsentrasi Tween 80 0,003% pH 4,8 dalam medium NaCl 0,9% ... 44
Gambar 4.5 Profil pelepasan bovine serum albumin dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan dengan konsentrasi Tween 80 0,003% pH 6,2 dalam medium NaCl 0,9% ... 45
Gambar 4.6 Grafik kinetika orde pelepasan amoksisilin dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan dengan konsentrasi Tween 80 0,003% dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 47
Gambar 4.7 Kinetika orde pelepasan bovine serum albumin dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan dengan konsentrasi Tween 80 0,003% pH 6,2 dalam medium NaCl 0,9% ... 48
Gambar 4.8 Gambar SEM amoksisilin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan dengan konsentrasi Tween 80 0,003% dengan perbesaran 20000X ... 49
(15)
Gambar 4.9 Gambar SEM bovine serum albumin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan dengan konsentrasi Tween 80 0,003% pH 6.2 dengan perbesaran 30000X ... 49
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data ukuran nanopartikel amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan tanpa menggunakan Tween 80 ... 63
Lampiran 2. Data ukuran nanopartikel amoksisilin dalam kompleks alginat - kitosan dengan menggunakan Tween 80 0,0015% ... 65
Lampiran 3. Data ukuran nanopartikel amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 80 0,003% ... 67
Lampiran 4. Data ukuran nanopartikel amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 80 0,006% ... 69
Lampiran 5. Data ukuran nanopartikel amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 80 0,008% ... 71
Lampiran 6. Data ukuran nanopartikel amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 80 0,01% ... 73
Lampiran 7. Data ukuran nanopartikel bovine serum albumin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 80 0,003% dengan pH 4.8 ... 75
Lampiran 8. Data ukuran nanopartikel bovine serum albumin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 80 0,003% dengan pH 6.2 ... 77
Lampiran 9. Kurva serapan larutan amoksisilin dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 79
Lampiran 10. Kurva kalibrasi larutan amoksisilin dalam medium lambung buatan pH 1.2 ... 80
Lampiran 11. Kurva serapan larutan bovine serum albumin dalam medium NaCl 0,9% ... 81
Lampiran 12. Kurva kalibrasi larutan bovine serum albumin dalam medium NaCl 0,9% ... 82
(17)
Lampiran 13. Tabel konsentrasi amoksisilin tanpa jeratan kompleks alginat- kitosan (blanko) ... 83
Lampiran 14. Tabel persen penjeratan amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan tanpa menggunakan Tween 80 ... 84
Lampiran 15. Tabel persen penjeratan amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 80 0.0015% 85
Lampiran 16. Tabel persen penjeratan amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 0.003% ... 86
Lampiran 17. Tabel persen penjeratan amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 0.006% ... 87
Lampiran 18. Tabel persen penjeratan amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 0.008% ... 88
Lampiran 19. Tabel persen penjeratan amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan dengan menggunakan Tween 0.01% ... 89
Lampiran 20. Data pelepasan amoksisilin dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan pada formula 3 dalam medium lambung buatan pH 1,2 ... 90
Lampiran 21. Data rata-rata % kumulatif pelepasan amoksisilin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan ... 96
Lampiran 22. Tabel konsentrasi bovine serum albumin tanpa jerapan kompleks alginat-kitosan (blanko) ... 97
Lampiran 23. Data pelepasan bovine serum albumin dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan pada formula8 dalam medium NaCl 0,9% ... 98
Lampiran 24. Data rata-rata % kumulatif pelepasan bovine serum albumin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan (formula 8) ... 104
Lampiran 25. Data pelepasan bovine serum albumin dari kompleks nanopartikel alginat - kitosan pada formula 9 dalam medium NaCl 0,9% ... 105
Lampiran 26. Data rata-rata % kumulatif pelepasan bovine serum albumin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan (formula 9) ... 111
(18)
FORMULASI DAN EVALUASI SECARA IN VITRO KOMPLEKS NANOPARTIKEL ALGINAT-KITOSAN YANG MENGANDUNG
AMOKSISILIN DAN BOVINE SERUM ALBUMIN ABSTRAK
Latar Belakang: Pada masa sekarang, nanopartikel polimer diteliti untuk penghantaran obat, karena dapat menghantarkan obat ke tempat aksi, memperpanjang pelepasan obat, dan melindungi obat dari kerusakan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Tween 80 dan pH terhadap diameter, persen penjeratan, dan pelepasan obat pada nanopartikel alginat-kitosan. Amoksisilin (berat molekul rendah) dan bovine serum albumin (berat molekul tinggi) digunakan sebagai model obat.
Metode: Nanopartikel alginat-kitosan dibuat dengan metode gelasi ionik. Nanopartikel yang mengandung amoksisilin dibuat pada pH 4,8 sedangkan nanopartikel yang mengandung bovine serum albumin dibuat pH 4,8 dan 6,2. Pengaruh konsentrasi Tween 80 (0%-0,01%) diamati untuk nanopartikel yang mengandung amoksisilin, sedangkan pengaruh pH diamati untuk nanopartikel yang mengandung bovine serum albumin. Ukuran partikel diamati dengan
Particle Size Analyzer. Pelepasan obat dari kompleks nanopartikel alginat-kitosan diuji dengan metode dialisis dalam medium lambung buatan pH 1,2 untuk amoksisilin dan medium NaCl 0,9% untuk bovine serum albumin. Konsentrasi amoksisilin dan bovine serum albumin diukur secara spektofotometri masing-masing pada panjang gelombang 229 nm dan 278 nm. Morfologi nanopartikel diamati dengan Scanning Electron Microscope.
Hasil: Semakin besar konsentrasi Tween 80 hingga 0,003%, ukuran partikel nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung amoksisilin semakin kecil, tetapi setelah melebihi 0,003%, ukuran partikel semakin besar. Hal ini disebabkan adanya deaggregasi dan aggregasi partikel. Semakin tinggi konsentrasi Tween 80, jumlah amoksisilin yang terjerat semakin besar. Nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung bovine serum albumin pada pH 6,2 memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dibanding pH 4,8; tetapi jumlah bovine serum albumin yang terjerat pada pH 4,8 (91,71 %) lebih banyak dibanding pH 6,2 (58,12%). Pelepasan baik amoksisilin maupun bovine serum albumin dari nanopartikel alginat-kitosan mengikuti pelepasan orde nol.
Kesimpulan: Nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung amoksisilin dan
bovine serum albumin dapat diformulasikan dan menghasilkan pelepasan diperpanjang.
(19)
FORMULATION AND IN VITRO EVALUATION OF ALGINATE-CHITOSAN NANOPARTICLES COMPLEX CONTAINING AMOXICILLIN AND BOVINE SERUM ALBUMIN
ABSTRACT
Background: In the present, polymer nanoparticles are researched for drugs delivery, because they deliver drugs to specific site, sustain the drug release, and can protect drugs from degradation.
Purpose: the aim of this study was to evaluate the effect of Tween 80 concentration and pH against diameter, entrapment percentage, and drug release of alginate-chitosan nanoparticles. Amoxicillin (low molecular weight) and bovine serum albumin (high molecular weight) were used as drug model.
Methods: Alginate-chitosan nanoparticles were prepared by ionic-gelation method. Nanoparticles containing amoxicillin were prepared at pH 4.8, whereas nanoparticles containing bovine serum albumin were prepared at pH 4.8 and 6.2. The effect of Tween 80 (0%-0.01%) concentration was observed to nanoparticles containing amoxicillin whereas the effect of pH was observed to nanoparticles containing bovine serum albumin. Particle size was observed by using particle size analyzer. Drug released from complex nanoparticles alginate-chitosan was tested by dialysis method in simulated gastric fluid medium pH 1.2 for amoxicillin and NaCl 0.9% medium for bovine serum albumin. Concentration of amoxicillin and bovine serum albumin were measured by spectrophotometry at wavelength 229 nm and 278 nm respectively. Morphology of nanoparticles was observed by Scanning Electron Microscope.
Results: As concentration of Tween 80 increased until 0.003%, the particle size of alginate-chitosan nanoparticles complex containing amoxicillin decreased, but after more than 0.003%, the particle size increased. It was caused by deaggregation and aggregation of particles. Increasing of Tween 80 concentration increased the entrapment of amoxicillin. Nanoparticles alginate-chitosan containing bovine serum albumin at pH 6.2 had smaller particle size than at pH 4,8; but the entrapment of bovine serum albumin at pH 4.8 (91.71 %) was more than at pH 6.2 (58.12%). The release of both amoxicillin and bovine serum albumin from alginate-chitosan nanoparticles followed zero order release.
Conclusion: Alginate-chitosan nanoparticles containing amoxicillin and bovine serum albumin can be formulated, and result a sustained release.
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel padat
dengan jarak ukuran 1 - 1000 nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan
diikat dalam matriks nanopartikel. Bergantung pada metode pembuatan,
nanopartikel, nanospheres dan nanokapsul dapat diperoleh. Nanokapsul
merupakan sistem dimana obat berada dalam rongga yang dikelilingi oleh
membrane polimer yang unik, sedangkan nanospheres merupakan sistem matriks
dimana obat terdispersi secara fisik dan secara merata. Dalam tahun-tahun terakhir
ini, nanopartikel polimerik terbiodegradasi, terutama yang dilapisi dengan polimer
hidrofilik digunakan sebagai alat penghantaran obat yang potensial karena
kemampuannya untuk bersirkulasi dalam waktu yang diperpanjang dalam organ
target, sebagai pembawa DNA dalam terapi gen, dan kemampuannya untuk
menghantarkan protein, peptida dan gen (Langer, 2000; Bhadra, et al., 2000;
Kommareddy, et al., 2005; Lee dan Kim, 2005).
Tujuan utama dalam mendesain nanopartikel sebagai sistem penghantaran
adalah untuk mengontrol ukuran partikel, sifat permukaan dan pelepasan bahan
aktif secara farmakologi untuk mencapai aksi spesifik target dari obat dengan
kecepatan terapeutik yang optimal dan dosis regimen. Walaupun liposom telah
digunakan sebagai pembawa potensial dengan keuntungan yang unik seperti
melindungi obat dari degradasi, bertarget ke tempat aksi dan mengurangi efek
(21)
bermasalah seperti efisiensi enkapsulasi yang rendah, obat yang larut air mudah
lepas dengan cepat dalam komponen darah, dan stabilitas penyimpanan yang
rendah. Di lain pihak, nanopartikel polimerik memiliki beberapa keuntungan
spesifik dibanding liposom. Sebagai contoh, nanopartikel polimerik membantu
meningkatkan stabilitas dari obat dan protein dan menghasilkan sifat pelepasan
terkontrol (Vila, et al., 2002; Mu dan Feng, 2003).
Alginat merupakan polisakarida yang linear dan tidak bercabang yang
mengandung rantai dari guluronat dan asam mannuronat (Tonnesen, et al., 2002).
Dalam media air, ion natrium dari garam anionik ini, heteropolimer bertukaran
dengan kation divalen, seperti kalsium membentuk gel yang tidak larut dalam air
(Rajaonarivory, et al., 1993). Karena dengan kondisi pembuatan yang baik ,
alginat yang merupakan pembawa yang ideal untuk oligonukleotida (Gonzalez, et
al., 1998), peptida, protein (Wee dan Gombotz, 1998), obat yang larut air, atau
obat yang terdegradasi dalam pelarut organik. Alginat bersifat non-immunogenik
dan tersedia memiliki kisaran berat molekul yang lebar sebagai karaktersasi dari
viskositas. Alginat nanopartikel disiapkan dengan cara memasukkan larutan
natrium alginat melalui jarum berlubang kecil, ke dalam larutan dari agen
kationik, seperti ion kalsium, kitosan atau poly-L-lysine. Kation cross-link dengan
asam guluronat dan asam manuronat untuk membentuk struktur egg-box yang
membentuk inti dari matriks gel. In vivo, agen terapeutik dilepaskan ketika
matriks terlarut yang disebabkan oleh perubahan yang reversibel pada kation
divalen dengan ion monovalen, terutama natrium yang tersedia dalam cairan
fisiologis. Kerugian dari nanopartikel alginat adalah bersifat pertukaran ion secara
(22)
satu metode untuk menghasilkan pelepasan yang diperpanjang dengan melapisi
mereka dengan polimer kationik, seperti poly-L-lysine atau kitosan. Aplikasi ini,
rasio massa dari alginat terhadap polimer kationik menjadi tahap yang kritis pada
sifat pelepasan dan ukuran partikel (De dan Robinson, 2003).
Kitosan merupakan polimer natural yang didapat dari deasetilasi dari kitin,
komponen dari cangkang kepiting. Kitosan merupakan polisakarida kationik yang
mengandung linear �(1,4) linked-D-glucosamine. Terdapat metode yang bervariasi untuk menyiapkan nanopartikel berbasis kitosan dan aplikasi mereka
telah ditinjau secara luas (Agnihotri, et al., 2004). Kitosan dapat menjerat obat
dengan mekanisme yang banyak termasuk pembentukan cross-linking ionik
(Prabaharan dan Mano, 2005).
Natrium alginat dan kitosan selalu digunakan untuk enkapsulasi obat
dengan tujuan pelepasan diperpanjang. Ini merupakan polimer polisakarida (baik
berupa mono atau disakarida) yang bergabung bersama yang dijembatani dengan
ikatan glikosidik (Varki, et al., 2008). Kedua polimer tersebut memiliki sifat
sebagai pembawa yang ideal untuk penghantaran obat, karena bersifat
biokompatibel, biodegradable, tidak toksik serta harganya murah (Angshuman, et
al., 2010).
Bentuk kompleks poli-ionik alginat-kitosan melalui gelasi ionik berupa
interaksi antara gugus karboksil dari alginat dan gugus amina dari kitosan.
Kompleks melindungi partikel yang dienkapsulasi, bersifat biokompatibel dan
biodegradable, dan membatasi pelepasan obat yang dienkapsulasi menjadi lebih
efektif dibandingkan pemakaian alginat dan kitosan secara terpisah (Yan, et al.,
(23)
alginat dengan dua tahap. Ini dilakukan dengan penambahan ion kalsium untuk
membentuk pre-gel, kemudian penambahan larutan polikationik seperti larutan
kitosan untuk membentuk suatu lapisan kompleks polielektrolit (Shafie dan
Hadeel, 2013).
Belum lama ini, berdasarkan penelitian yang dikerjakan oleh Arianto, et
al. (2014) berupa pembuatan dan perbandingan pengembangan, mukoadesif, dan
pelepasan ranitidine dari matriks berbentuk bola dari alginat, kitosan,
alginat-kitosan, dan kalsium alginat-kitosan dalam cairan lambung buatan untuk
mendapatkan sistem penghantaran obat gastroretentive yang bertarget secara
spesifik pada lambung dan pelepasan obat secara terus menerus dan terkontrol
jadi memberikan keuntungan untuk meningkatkan efikasi dari obat. Dalam
penelitian tersebut membahas tentang pembuatan pengembangan, mukoadesif dan
sifat pelepasan Ranitidine dari matriks alginat, kitosan, alginat-kitosan, dan
kalsium alginat-kitosan dalam cairan lambung buatan.
Amoksisilin merupakan antibiotik beta laktam, berspektrum luas untuk
pengobatan infeksi bakteri yang luas, termasuk Helicobacter pylori. Studi klinis
menggunakan amoksisilin menunjukkan paling sedikit resisten dibandingkan
dengan klaritromisin atau metronidazol terhadap Helicobacter pylori (Murakami,
et al., 2006). Eradikasi yang tidak sempurna terhadap Helicobacter pylori
disebabkan karena konsentrasi sub-bakterisida dari antibiotik dalam bagian
mukosa lambung, baik dari lumen lambung maupun dari pasokan lambung. Oleh
sebab itu, difusi lokal dalam mukosa lambung sangat penting untuk efikasi
(24)
penghantaran amoksisilin pada lapisan mukus bagian dalam dekat dengan tempat
berkembangnya Helicobacter pylori (Motwani, et al., 2008).
Protein sering kali tidak stabil dan sangat mudah rusak. Nanopartikel
alginat meningkatkan stabilitas metabolik pada ikatan antisense oligonukleotida
dan melindunginya dari degradasi pada bovine serum dan modifikasi biodistribusi
setelah pemberian intravena (Vauthier, et al., 1998; Aynie, et al., 1999; Lambert,
et al., 2001). Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, peneliti tertarik untuk
meneliti tentang formulasi kompleks nanopartikel alginat-kitosan yang
mengandung amoksisilin (BM 419,45) sebagai model obat dengan berat molekul
kecil dan untuk pemberian secara oral, sedangkan Bovine Serum Albumin (BM
66.430) sebagai model obat dengan berat molekul besar dan untuk pemberian
secara parenteral.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Secara skematis, kerangka pikir penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.1.
Latar belakang Penyelesaian Variabel bebas Variabel terikat Parameter
.
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Penghantaran
obat yang tidak efektif yang disebabkan oleh kerja obat yang singkat, tidak bertarget ke tempat aksi dan sifat obat yang tidak stabil dan mudah rusak. Formulasi nanopartikel alginate-kitosan yang dapat melepaskan obat secara terkontrol, bertarget ketempat aksi dan meningkatkan stabilitas obat. Konsentrasi Tween 80 pH Distribusi ukuran partikel penjeratan obat Pelepasan obat Morfologi nanopartikel alginat-kitosan Diameter ukuran Jumlah obat yang terjerat Jumlah obat yang terlepas
(25)
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah variasi konsentrasi Tween 80 dapat mempengaruhi ukuran partikel
kompleks nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung amoksisilin?
b. Apakah variasi konsentrasi Tween 80 dapat mempengaruhi persentase
penjeratan amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan?
c. Apakah variasi pH pembuatan dapat mempengaruhi ukuran partikel
kompleks nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung bovine serum
albumin?
d. Apakah variasi pH pembuatan dapat mempengaruhi persentase penjeratan
bovine serum albumin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan?
e. Apakah sediaan kompleks nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung
amoksisilin dapat memberikan pelepasan obat yang optimal dalam
medium lambung buatan pH 1,2?
f. Apakah sediaan kompleks nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung
bovine serum albumin dapat memberikan pelepasan obat yang optimal
dalam medium NaCl 0,9%?
1.4 Hipotesis penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Variasi konsentrasi Tween 80 dapat mempengaruhi ukuran partikel
(26)
b. Variasi konsentrasi Tween 80 dapat mempengaruhi persentase penjeratan
amoksisilin dalam kompleks alginat-kitosan.
c. Variasi pH pembuatan dapat mempengaruhi ukuran partikel kompleks
nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung bovine serum albumin.
d. Variasi pH pembuatan dapat mempengaruhi persentase penjeratan bovine
serum albumin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan.
e. Sediaan kompleks nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung
amoksisilin dapat memberikan pelepasan obat yang optimal dalam
medium lambung buatan pH 1,2.
f. Sediaan kompleks nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung bovine
serum albumin dapat memberikan pelepasan obat yang optimal dalam
medium NaCl 0,9%.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi Tween 80 terhadap ukuran
partikel kompleks nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung
amoksisilin.
b. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi Tween 80 terhadap persentase
penjeratan amoksisilin dalam kompleks nanopartikel alginat-kitosan.
c. Mengetahui pengaruh pH pembuatan terhadap ukuran partikel kompleks
nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung bovine serum albumin.
d. Mengetahui pengaruh pH pembuatan terhadap persentase penjeratan
(27)
e. Mengetahui pelepasan obat sediaan kompleks nanopartikel alginat-kitosan
yang mengandung amoksisilin dalam medium lambung buatan pH 1,2.
f. Mengetahui pelepasan obat sediaan kompleks nanopartikel alginat-kitosan
yang mengandung bovine serum albumin dalam medium NaCl 0,9%.
1.6 Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat digunakan sebagai informasi
dalam pengembangan sediaan nanopartikel alginat-kitosan yang dapat
menghasilkan pelepasan obat secara terkontrol dan dapat meningkatkan stabilitas
bahan obat, sehingga dapat menjadi salah satu bentuk sistem penyampaian obat
(28)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nanopartikel
2.1.1 Pengenalan umum nanopartikel
Perhatian dalam nanoteknologi meningkat secara pesat dalam bidang
ilmiah termasuk penghantaran obat, nanoimaging, dan aplikasi yang berhubungan
dengan medis lainnya. Nanopartikel dapat dibuat dalam banyak bentuk dan
ukuran yang berbeda-beda dengan menggunakan material organik dan inorganik.
Akan tetapi, secara defenisi, partikel ini harus berada dalam kisaran ukuran
1-1000 nm. Karena penggunaan nanopartikel dalam penghantaran obat dan
nanomedicine selalu dibutuhkan untuk pemberian secara parenteral, yang telah
ada dan terus menjadi kebutuhan utama pada penggunaan pembawa polimer baik
bersifat biokompatibel dan biodegradabel. Ulasan ini akan fokus pada aplikasi
dari nanoteknologi untuk menghantarkan agen terapetik dan diagnostik
menggunakan nanopartikel polimer biodegradabel untuk penghantaran sistemik,
lokal dan bertarget (Chakravarthi dan Dennis, 2008).
Keuntungan menggunakan nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat
adalah sebagai berikut (Mohanraj dan Chen, 2006):
1. Ukuran partikel dan sifat permukaan dari nanopartikel dapat dimanipulasi
dengan mudah untuk mencapai target obat baik secara aktif maupun pasif
setelah pemberian secara parenteral.
2. Nanopartikel penghantar obat dapat mengontrol dan memperpanjang
(29)
distribusi organ dari obat, dan berikutnya mempengaruhi klirens dari obat
sehingga dapat mencapai peningkatan efikasi terapetik obat dan mengurangi
efek samping.
3. Pelepasan secara terkontrol dan sifat degradasi partikel dapat diatur sesuai
dengan pemilihan jenis matriks. Drug loading secara relatif tinggi dan obat
dapat dimasukkan ke dalam sistem tanpa reaksi kimia, ini merupakan faktor
penting untuk memelihara aktivitas obat.
4. Mengarahkan obat ke organ target dapat dicapai dengan melekatkan ligan
target pada permukaan partikel atau menggunakan tuntunan magnet.
5. Sistem dapat diberikan dalam berbagai rute seperti oral, nasal, parenteral,
intraokular dan lain-lain.
Disamping keuntungan tersebut, nanopartikel memiliki keterbatasan.
Sebagai contoh, ukurannya yang kecil dan area permukaan yang luas dapat
menyebabkan agregasi, menyebabkan penanganan fisik nanopartikel sangat sulit
dalam bentuk cair dan padat. Sebagai tambahan ukuran partikel yang kecil dan
area permukaan yang luas menghasilkan keterbatasan drug loading dan pelepasan
yang cepat. Masalah ini harus ditanggulangi sebelum nanopartikel digunakan
secara klinis atau dibuat secara komersial (Mohanraj dan Chen, 2006).
2.1.2 Pembuatan nanopartikel
Nanopartikel dapat dibuat dari beberapa material seperti protein,
polisakarida, dan polimer sintetik. Pemilihan material matriks bergantung pada
banyak faktor seperti (Mohanraj dan Chen, 2006):
1. Ukuran nanopartikel yang dibutuhkan
(30)
3. Karakteristik permukaan seperti muatan dan permeabilitas
4. Tingkat biodegradasi, biokompatibilitas, dan toksisitas
5. Profil pelepasan obat yang diinginkan
6. Antigenitas pada produk akhir
Pembuatan nanopartikel secara luas dapat diklasifikasikan secara luas
menjadi dua kategori yaitu:
1. Proses top-down
Proses top-down terdiri atas pengurangan ukuran partikel dari partikel obat
yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan menggunakan teknik
penggilingan yang bervariasi seperti penggilingan media, mikrofluidisasi dan
homogenisasi tekanan tinggi. Tidak ada pelarut keras yang digunakan dalam
teknik ini. Walaupun demikian, semua proses penggilingan media
membutuhkan energi yang tinggi dan tidak efisien. Pertimbangan terhadap
banyaknya panas yang dihasilkan dalam metode ini membuat pengolahan
material yang termolabil menjadi sulit (Parrol, 1990).
2. Proses bottom-up
Pembuatan bottom-up berupa pembentukan nanostruktur atom demi atom atau
molekul demi molekul. Pada pendekatan bottom-up, obat dilarutkan dalam
pelarut organik dan kemudian diendapkan pada penambahan antisolvent
dalam adanya stabilizer (Date dan Patravale, 2004).
Nanopartikel paling banyak dibuat dengan 3 metode ini yaitu:
1. Dispersi dari polimer
2. Polimerisasi dari monomer
(31)
Tetapi, terdapat metode lain seperti teknologi supercritical fluid (Reverchon dan
Adami, 2006) dan juga dideskripsikan dalam literatur pada produksi nanopartikel.
Yang terakhir ini diklaim memiliki kontrol mutlak terhadap ukuran partikel,
bentuk dan komposisi, yang dapat dijadikan contoh untuk produksi nanopartikel
secara masal dalam industri (Mohanraj dan Chen, 2006).
2.1.2.1 Dispersi dari polimer
Dispersi dari polimer merupakan teknik umum yang digunakan untuk
membuat nanopartikel polimer biodegradabel dari poly lactic acid (PLA); Poly
(D,L glycolide) (PLG); Poly (D, L-lactide-co-glycolide) (PLGA) dan Poly
(Cyanoacrylate) (PCA) (Ravi, et al., 2004; Li, et al., 2001; Kwon, et al., 2001).
Teknik ini dapat digunakan dengan beberapa cara sebagai berikut:
1. Metode evaporasi pelarut: dalam metode ini, polimer dilarutkan dalam larutan
organik seperti diklorometana, kloroform dan etil asetat, yang juga digunakan
sebagai pelarut untuk melarutkan obat hidrofobik. Campuran dari polimer dan
larutan obat kemudian diemulsifikasikan dalam larutan air yang mengandung
surfaktan agen pengemulsi untuk membentuk emulsi minyak dalam air (o/w).
setelah terbentuk emulsi yang stabil, pelarut organik dievaporasi dengan
menurunkan tekanan atau dengan pengadukan secara berkala. Ukuran partikel
yang terbentuk dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi dari stabilizer, kecepatan
homogenizer dan konsentrasi polimer. Untuk memproduksi ukuran partikel
yang kecil, diperlukan homogenasi atau ultrasonikasi (Zambaux, et al., 1998).
2. Metode emulsifikasi spontan atau difusi pelarut: metode ini merupakan versi
modifikasi dari metode evaporasi pelarut (Niwa, et al., 1993). Dalam metode
(32)
organik yang tidak bercampur air digunakan sebagai fase minyak. Karena
adanya difusi spontan dari pelarut, turbulensi antarmuka yang terbentuk antara
2 fase yang mengarah pada pembentukan partikel kecil. Seiring meningkatnya
pelarut yang bercampur air, maka penurunan ukuran partikel dapat dicapai.
2.2.1.2Metode polimerisasi
Pada metode ini, monomer dipolimerisasi menjadi bentuk nanopartikel
dalam larutan air. Obat dicampur dalam medium polimerisasi atau diadsorpsi
dalam nanopartikel setelah polimerisasi terbentuk. Suspensi nanopartikel
kemudian dimurnikan untuk menghilangkan stabilizer dan surfaktan yang
digunakan untuk polimerisasi melalui sentrifugasi dan re-suspending partikel
dalam medium isotonik bebas surfaktan. Teknik ini biasanya digunakan untuk
membuat nanopartikel polybutylcyanoacrylate atau poly (alkylcyanoacrylate)
(Zhang, et al., 2001; Boudad, et al., 2001). Pembentukan nanokapsul dan ukuran
partikel bergantung pada konsentrasi surfaktan dan stabilizer yang digunakan
(Puglisi, et al., 1995).
2.1.2.3 Metode koaservasi dan gelasi ionik
Banyak peneliti fokus pada penyiapan nanopartikel menggunakan polimer
hidrofilik biodegradabel seperti kitosan, gelatin dan natrium alginat. Calvo dan
pekerjanya mengembangkan metode untuk menyiapkan nanopartikel kitosan
hidrofilik dengan gelasi ionik (Calvo, et al., 1997). Metode ini meliputi campuran
dari 2 fase air, yang satu berupa polimer kitosan, di-block co-polymer ethylene
oxide atau polypropylene oxide dan yang lain berupa polianion natrium
trypolyphosphate. Dalam metode ini, gugus asam amino yang bermuatan positif
(33)
membentuk koaservat yang berukuran nanometer. Koaservat terbentuk dari hasil
interaksi elektrostatik antara 2 fase air, sedangkan gelasi ionik meliputi material
yang mengalami transisi dari cairan menjadi gel karena kondisi interaksi ionik
pada suhu ruang (Mohanraj dan Chen, 2006).
2.1.3 Efek sifat nanopartikel pada penghantaran obat 2.1.3.1 Ukuran partikel
Ukuran partikel dan distribusi ukuran merupakan sifat yang paling penting
pada sistem nanopartikel. Mereka menentukan distribusi in vivo, nasib biologi,
toksisitas dan kemampuan bertarget pada sistem nanopartikel. Sebagai tambahan,
mereka juga mempengaruhi drug loading, pelepasan obat dan stabilitas pada
nanopartikel (Mohanraj dan Chen, 2006).
Banyak studi telah mendemostrasikan bahwa ukuran submikron
nanopartikel memiliki sejumlah keuntungan pada sistem penghantaran obat
(Panyam dan V, 2003). Secara umum nanopartikel memiliki uptake intraselular
yang relatif lebih tinggi dibanding dengan mikropartikel dan tersedia jarak yang
lebar pada target biologis dan mobilitas relatif. Desai, et al., (1996), menemukan
bahwa nanopartikel 100 nm memiliki uptake yang lebih besar dibandingkan
dengan mikropartikel 1 mikrometer dalam sel Caco-2. Dalam studi yang
selanjutnya, nanopartikel berpenetrasi melalui lapisan submukosa dalam model
usus in situ pada tikus, ketika mikropartikel lebih banyak terlokalisasi dalam
lapisan epitel. Hal ini juga dilaporkan bahwa nanopartikel dapat melewati sawar
darah otak diikuti dengan pembukaan ikatan ketat oleh manitol hiperosmotik,
yang menyediakan penghantaran yang diperpanjang dari agen terapetik untuk
(34)
yang melapisi nanopartikel ditunjukkan dapat melewati sawar darah otak
(Kreuter, et al., 2003). Dalam lapisan sel, hanya nanopartikel submikron dapat
diambil secara efisien tapi bukan mikropartikel ukuran yang lebih besar (Zauner,
et al., 2001).
Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Partikel yang lebih kecil
memiliki luas permukaan yang besar, oleh karena itu, kebanyakan obat
dihubungkan dengan dekat dengan permukaan partikel, menyebabkan pelepasan
obat yang cepat. Dimana, partikel yang lebih besar mempunyai inti yang besar
yang menyebabkan obat lebih terenkapsulasi dan lambat difusi keluar (Redhead,
et al., 2001). Partikel yang lebih kecil juga memiliki resiko yang lebih besar untuk
mengalami agregasi selama penyimpanan dan transportasi dispersi nanopartikel.
Nanopartikel menjadi tantangan untuk formulasi dengan ukuran yang sekecil
mungkin tetapi memiliki stabilitas yang maksimum (Mohanraj dan Chen, 2006).
Degradasi polimer juga mempengaruhi dipengaruhi oleh ukuran partikel.
Sebagai contoh, kecepatan degradasi polimer PLGA meningkat dengan
bertambahnya ukuran partikel in vitro (Dunne, et al., 2000). Hal itu dianggap
bahwa dalam partikel yang lebih kecil, produk degradasi dari PLGA yang
terbentuk, lebih mudah difusi keluar dari partikel, dan ketika berada dalam
partikel besar, produk degradasi yang lebih cenderung tetap dalam matriks
polimer dalam periode yang lama untuk menyebabkan degradasi autokatalitik dari
material polimer. Oleh karena itu, dapat dihipotesis bahwa partikel yang lebih
besar menyebabkan degradasi polimer yang lebih besar sebanding dengan
(35)
kisaran ukuran yang berbeda dan ditemukan laju degradasi in vitro tidak terlalu
berbeda untuk partikel dengan ukuran yang berbeda.
Sekarang ini, metode yang paling cepat dan paling banyak digunakan
untuk menentukan ukuran partikel adalah dengan photon correlation spectroscopy
atau dynamic light scattering. Photon correlation spectroscopy menyediakan
pengukuran viskositas medium dan menentukan diameter pada partikel melalui
gerakan Brownian dan sifat penghamburan cahaya (Swarbrick and Boylan, 2002).
Hasil yang didapat dari photon correlation spectroscopy selalu dibuktikan oleh
scanning atau transmission electron microscopy.
2.1.3.2 Sifat permukaan nanopartikel
Ketika nanopartikel diberikan secara intravena, mereka sangat mudah
dikenali oleh sistem imun tubuh dan kemudian dibersihkan oleh fagosit yang
terdapat dalam sirkulasi (Mueller, et al., 1993). Terlepas dari ukuran dari
nanopartikel, hidrofobisitas permukaannya menentukan jumlah yang teradsorbsi
komponen darah, terutama protein (opsonin). Hal ini pada gilirannya
mempengaruhi nasib in vivo dari nanopartikel (Mueller, et al., 1993; Brigger, et
al., 2002). Perlekatan opsonin pada permukaan nanopartikel dikenal dengan aksi
opsonisasi sebagai jembatan antara nanopartikel dengan fagositosis.
Penggabungan obat dengan dengan pembawa konvensional menyebabkan
modifikasi pada profil biodistribusi obat, sebagai penghantaran utama pada
mononuclear phagocytes system (MPS) seperti hati, limpa, paru-paru dan
sum-sum tulang. Walaupun, ketika di dalam aliran darah, permukaan nanopartikel
(36)
cepat dan dibersihkan besar-besaran oleh makrofag dari organ yang kaya MPS
(Grislain, et al., 1983).
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemungkinan target obat oleh
nanopartikel, hal ini diperlukan untuk memperkecil opsonisasi dan
memperpanjang sirkulasi nanopartikel in vivo. Hal ini dapat dicapai dengan
(Mohanraj dan Chen, 2006):
a. Penyalutan permukaan nanopartikel dengan menggunakan polimer hidrofilik
atau surfaktan.
b. Formulasi nanopartikel dengan kopolimer biodegradabel dengan segmen
hidrofilik seperti polyethylene glycol (PEG), polietilen oksida, polyoxamer,
tween 80.
Potensial zeta dari nanopartikel secara umum digunakan untuk
mengkaraktersiasi muatan permukaan dari nanopartikel (Couvreur, et al., 2002).
Hal ini menunjukkan potensial elektrik dari partikel dan dipengaruhi oleh
komposisi partikel dan medium pendispersi. Nanopartikel dengan potensial zeta di
atas (+/-) 30 mV menunjukkan suspensi yang stabil, sebagai muatan permukaan
yang mencegah terjadinya agregasi dari partikel. Potensial zeta dapat juga
digunakan untuk menentukan material aktif permukaan yang dienkapsulasi berada
pada pusat nanokapsul atau diadsorbsi pada permukaan.
2.1.3.3 Drug loading
Secara ideal, sistem nanopartikulat yang sukses harus mempunyai
kapasitas muatan obat yang tinggi sehingga mengurangi kuantitas material
matriks untuk pemberian. Drug loading dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:
(37)
2. Absorpsi obat setelah pembentukan nanopartikel dengan inkubasi pembawa
dengan larutan obat jenuh (teknik adsorpsi dan absorpsi).
Drug loading dan efisiensi penjerapan sangat dipengaruhi oleh tingkat-padat
kelarutan obat dalam material matriks atau polimer (disolusi padat atau dispersi),
yang dihubungkan pada komposisi polimer, berat molekul, interaksi obat-polimer
dan adanya gugus fungsional (ester dan karboksil) (Govender, et al., 1999;
Govender, et al., 2000; Panyam, et al., 2004). PEG tidak mempuyai atau sedikit
efek pada drug loading (Peracchia, et al., 1997). Makromolekul atau protein
menunjukkan efisiensi muatan yang tinggi ketika dia dimuat dan dekat dengan
titik isoelektrik dimana ia mempunyai kelarutan yang rendah dan adsorpsi
maksimum, untuk molekul kecil, studi menunjukkan bahwa penggunaan interaksi
ionik antara obat dengan material matriks dapat menjadi cara yang lebih efektif
untuk meningkatkan drug loading (Chen, et al., 1994; Chen, et al., 2003).
2.1.3.4Pelepasan obat
Untuk mengembangkan sistem nanopartikulat, baik pelepasan obat dan
biodegradasi polimer merupakan faktor pertimbangan yang penting. Secara
umum, laju pelepasan obat dipengaruhi oleh:
1. Kelarutan obat
2. Desorpsi pada permukaan/ obat teradsorpsi
3. Difusi obat melalui nanopartikel matriks
4. Erosi/degradasi matriks nanopartikel
5. Kombinasi dari proses erosi/ difusi
Jadi, kelarutan, difusi, dan biodegradasi dari material matriks mempengaruhi
(38)
Dalam kasus nanosferis, dimana obat terdistribusi secara merata,
pelepasan terjadi oleh difusi atau erosi matriks di bawah kondisi sink. Jika difusi
obat lebih cepat dari erosi matriks, mekanisme pelepasan lebih banyak dikontrol
oleh proses difusi. Pelepasan yang cepat paling utama disebabkan oleh lemahnya
ikatan atau obat diadsorbsi pada permukaan besar nanopartikel (Magenheim, et
al., 1993). Ini terbukti bahwa metode penggabungan memiliki efek pada profil
pelepasan. Jika obat yang dimuat dengan metode penggabungan, sistem memiliki
efek pelepasan yang kecil dan memiliki sifat sustained release (Fresta, et al.,
1995). Jika nanopartikel dilapisi dengan polimer, pelepasan dikontrol dengan
difusi obat dari inti melewati membran polimer. Lapisan membran bertindak
sebagai penghalang untuk pelepasan, oleh karena itu, kelarutan dan difusivitas
obat dalam polimer membran menjadi faktor penentu dalam pelepasan obat. Lebih
lanjut, kecepatan pelepasan juga dapat dipengaruhi oleh interaksi ionik antara obat
dan penambahan bahan pembantu. Ketika obat dilibatkan dalam interaksi dengan
bahan pembantu untuk membentuk kompleks yang sedikit larut dalam air,
kemudian pelepasan obat dapat menjadi lebih lambat dengan hampir tidak terjadi
efek pelepasan (Chen, et al., 1994); sedangkan jika penambahan bahan pembantu
seperti penambahan ethylene oxide-propylene oxide block copolymer (PEO-PPO)
sampai kitosan, mengurangi interaksi dari model obat bovine serum albumin
(BSA) dengan material matriks (kitosan) karena interaksi kompetitif elektrostatik
dari PEO-PPO dengan kitosan, kemudian meningkatkan pelepasan obat (Calvo, et
(39)
Variasi metode yang dapat digunakan untuk studi pelepasan in vitro obat,
yaitu:
1. Sel difusi berdampingan dengan membran biologis maupun buatan
2. Teknik dialysis bag diffusion
3. Teknik reverse dialysis bag
4. Agitasi diikuti dengan ultrasentrifugasi/sentrifugasi
5. Teknik ultrafiltrasi atau ultrafiltrasi sentrifugasi.
Biasanya studi pelepasan dilakukan oleh agitasi terkontrol diikuti dengan
sentrifugasi. Karena memakan waktu dan kesulitan teknis yang dihadapi dalam
pemisahan nanopartikel dari media pelepasan, teknik dialisis secara umum lebih
disukai (Mohanraj dan Chen, 2006).
2.2 Teknik Dialisis
Dari semua metode yang digunakan untuk memeriksa jumlah obat yang
terlepas dari bentuk sediaan yang berukuran nano, metode dialisis yang paling
sering digunakan dan popular. Dalam metode ini, pemisahan fisika dari bentuk
sediaan dapat dicapai dengan menggunakan membran dialisis yang memudahkan
sampling pada interval waktu tertentu. Dari berbagai jenis teknik dialisis yang
digunakan, teknik yang paling sering digunakan adalah dialysis bag (dialisis
biasa), dan adaptasi lain seperti reverse dialysis, dan side by side dialysis
(Chidambaram dan Burgess, 1999; Yan, et al., 2010; Calvo, et al., 1996). Pada
teknik dialisis biasa, nanopartikel dimasukkan ke dalam ke dalam dialysis bag
yang berupa media pelepasan (kompartemen/ media dalam), yang kemudian
ditutup dan ditempatkan dalam wadah besar yang berisi medium pelepasan
(40)
tidak teraduk (Kumar, et al., 2011; Muthu dan Singh., 2009). Secara umum,
volume yang dimasukkan ke dalam dialysis bag (media dalam) lebih kecil
dibandingkan dengan media luar. Sebagai contoh, volume media dalam yang
dilaporkan dalam literatur berkisar 1-10 ml, sedangkan volume media luar lebih
besar, yaitu sekitar 40-100 ml (Kumar, et al., 2011; Yan, et al., 2010; Muthu dan
Singh., 2009). Oleh karena itu, ukuran wadah dipengaruhi oleh volume total dari
medium pelepasan yang dibutuhkan untuk studi pelepasan secara in vitro. Dalam
teknik dialisis biasa, jumlah obat yang terlepas dari nanopartikel berdifusi melalui
membran dialisis menuju kompartemen luar dimana sampel diambil untuk
dianalisis (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Gambar teknik dialisis biasa (D’Souza dan De Luca, 2006)
Kemudahan untuk mendesain dan sampling dengan metode dialisis
membuatnya menjadi teknik yang paling simpel dan mudah untuk studi pelepasan
obat dari berbagai jenis bentuk sediaan nano seperti nanosferis, liposom, emulsi,
nanosuspensi dan lain-lain (Yan, et al., 2010; Calvo, et al., 1996; Muthu dan
Singh., 2009). Akan tetapi, terdapat persoalan yang dilaporkan mengenai teknik
(41)
dan bentuk sediaan dialysis bag. Data pelepasan obat akan tidak sempurna jika
adanya kondisi nonsink dan waktu equilibrium yang tinggi (Heng, et al., 2008).
2.3 Nanopartikel Alginat
Nanopartikel alginat telah digunakan untuk memformulasi berbagai obat.
Karena mereka disiapkan dalam lingkungan berair di bawah kondisi sejuk,
nanopartikel alginat terutama cocok untuk formulasi protein, peptida dan
oligonukleotida (Lambert, et al., 2001). Selanjutnya, selain bersifat biodegradabel,
alginat juga nonimunnogenik. Untuk mengurangi tingkat pertukaran dari kation
seperti Ca2+ dengan ion monovalen dalam medium disolusi, alginat anionik sering
digabung dengan molekul kationik seperti kitosan, poly-l-lysine, atau
tripolyphosphate. Beberapa contoh dari berbagai aplikasi dari nanopartikel
berbasis alginat telah dijelaskan. Nanopartikel alginat disiapkan dengan
tripolyphosphate digunakan untuk penghantaran oral (Bodmeier, et al., 1989).
Studi dari sifat fisik menunjukkan bahwa nanopartikel alginat-kitosan cocok
untuk penghantaran DNA (Douglas dan Tabrizian, 2005). Nanopartikel alginat
yang dilapisi dengan kitosan meningkatkan stabilitas dan menurunkan pelepasan
cepat dari ovalbumin (Borges, et al., 2005). Studi melaporkan bahwa nanopartikel
alginat yang distabilkan dengan kitosan dapat meningkatkan bioavailabilitas dan
pelepasan diperpanjang dari obat antijamur dibandingkan dengan nanopartikel
PLGA (Pandey, et al., 2005). Walaupun sebagian besar digunakan untuk
pemberian oral, nanopartikel alginat inhalasi meningkatkan bioavailabilitas dari
obat antituberkulosis (Zahoor, et al., 2005). In vivo, nanopartikel alginat
terakumulasi dalam sel Kupffer, sel parenkim dalam hati dan fagosit dalam limpa
(42)
dilaporkan untuk diabsorbsi pada Peyer’s patches, memberi kesan bahwa ini akan
meningkatkan kemampuan target pada mukosa usus (Borges, et al., 2006). Di
dalam tubuh, alginat terdegradasi oleh hidrolisis asam pada segmen guluronic dan
mannuronic (Holtan, et al., 2006).
2.4 Nanopartikel Kitosan
Selain untuk obat yang memiliki berat molekul rendah dan nutrasetikal,
nanopartikel kitosan, banyak digunakan untuk penghantaran makromolekul
seperti DNA dan small interfering Ribonucleic acid (siRNA) (Chen dan Subirade,
2005). Selain pelepasan yang diperpanjang dari makromolekul, nanopartikel
kitosan melindungi mereka dari nuklease. Nanopartikel kitosan placebo memiliki
aktivitas antibakteri untuk beberapa mikroba seperti Escherichia coli (Qi, et al.,
2004). Permukaan nanopartikel kitosan dimodifikasi secara hidrofobik dengan
asam linoleat untuk penghantaran tripsin (Liu, et al., 2005). Aplikasi lain dari
kitosan seperti penghantaran paru-paru (Grenha, et al., 2005) dan mata (Enriquez,
et al., 2006). Gugus amina primer pada posisi kedua dapat dimodifikasi untuk
menyesuaikan kitosan untuk aplikasi yang spesifik. Sebagai contoh, konjugasi
kimia dari gugus amina menjadi gugus metoksi-PEG meningkatkan kelarutan air
(Saito, et al., 2003). Thiolasi dari kitosan meningkatkan permeasi dari
nanopartikel (Bernkop-Schnurch, 2000). Modifikasi secara hidrofobik glikol
kitosan menjadi nanopartikel telah digunakan untuk menghantarkan doksorubisin
(Hyung Park, et al., 2006). Target nanopartikel kitosan pada reseptor folat pada
permukaan sel meningkatkan efisiensi transfeksi DNA (Mansouri, et al., 2006).
Tidak terdapat efek yang ditemukan pada nanopartikel kitosan. Pada pemberian
(43)
2.5 Amoksisilin 2.5.1 Uraian bahan
a. Rumus bangun:
Gambar 2.2 Rumus bangun amoksisilin (Ditjen POM, 1995) b. Rumus molekul: C16H19N3O5S.
c. Berat molekul: 419,45.
d. Nama kimia: Asam (2S, 5R, 6R)-6-[(R)-(-)-2-amino-2-
(hidroksifenil)asetamido]-3,3-dimetil-7-okso-4 tia-1-azabisiklo[3,2,0]- heptana-2-karboksilat trihidrat.
e. Pemerian: Serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau.
f. Kelarutan: Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut dalam benzena,
dalam karbontetraklorida dan dalam kloroform.
2.5.2 Efek farmakologi amoksisilin
Amoksisilin termasuk dalam antibiotik golongan Beta laktam. Mekanisme
kerja beta laktam dapat diringkas dengan urutan sebagai berikut (Istiantoro dan
Gan, 2007):
1. Obat bergabung dengan penicillin-binding protein (PBPs) pada kuman.
2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidasi
(44)
3. Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada sel dinding.
2.6Bovine Serum Albumin
Uraian bahan adalah sebagai berikut:
a. Sinonim: Bovine Plasma Albumin
b. Struktur: berat molekul dari BSA kebanyakan disebutkan 66.120 (Frank,
1975) atau 66.267 (Reed, 1980), tapi direvisi pada tahun 1990 menjadi 66.430
(Hirayama, 1990). Ketiga nilai didasarkan pada rangkaian asam amino yang
terdapat pada saat publikasi. BSA merupakan rantai polipeptida yang
mengandung sekitar 583 gugus asam amino dan tidak mengandung
karbohidrat. Pada pH 5-7, mengandung 17 rantai disulfida dan 1 gugus
sulfidril (Frank, 1975; Reed, 1980).
c. Kelarutan/stabilitas larutan: albumin bersifat larut dalam air dan hanya dapat
diendapkan oleh konsentrasi tinggi pada garam netral seperti ammonium
sulfat. Stabilitas larutan BSA sangat tinggi (terutama jika larutan disimpan
sebagai aliquot dingin). Secara nyata, albumin sering digunakan sebagai
stabilizer atau protein pengsolubilisasi lain. Tetapi, albumin mudah
terkoagulasi dengan adanya panas (Lewis, 1993). Dengan pemanasan pada
50oC atau diatasnya, albumin mudah membentuk agregat hidrofobik yang
tidak akan kembali menjadi monomer ketika didinginkan. Pada suhu rendah
agregasi juga mungkin terjadi, tetapi dengan kecepatan yang lebih lama.
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul
protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan
bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa) daya reaksi berbagai
(45)
gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah)
gugus amino akan bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Bila
pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan bergerak ke arah
katoda. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi
sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga molekul protein akan bergerak ke
anoda. Pada pH tertentu yang disebut sebagai titik isoelektrik (pI), muatan gugus
amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan
nol. Tiap jenis protein mempunyai titik isoelektrik yang berlainan. Pengendapan
paling cepat terjadi pada titik isoelektrik ini. Lapisan molekul protein pada bagian
dalam yang bersifat hidrofobik berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang
bersifat hidrofil terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi khususnya
bila larutan protein telah mendekati pH isoelektrik dan akhirnya protein mulai
menggumpal dan mengendap (Winarno, 1982).
2.7Tween 80
Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama
kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C64H124O26
dan rumus strukturnya adalah sebagai berikut:
(46)
Pada suhu 25ºC, Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan dan
berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Larut dalam air dan
etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Tween 80 secara luas digunakan dalam
produk kosmetik dan makanan. Kegunaan Tween 80 antara lain sebagai: zat
pendispersi, emulgator, dan peningkat kelarutan, pensuspensi dan pembasah
(Rowe, et al., 2009). Selain itu, Tween 80 dapat mencegah aglomerasi dan
(47)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
Magnetic stirrer (Wina), batangan magnet, spektrofotometer (UV-1800
Shimadzu Spectrophotometer), pH meter (Hanna), sonikator (Branson), penunjuk
waktu (stopwatch), neraca analitik (Ohaus), gelas silinder berjaket (Daiichi) ,
membran (Cellophane Tubing Seamless), alat sentrifuge (Hitachi CF 16 R X II),
tabung sentrifuge (Pyrex), particle size analyser (Vascoγ), scanning electron
microscopy (JSM-6360), lumpang dan stamfer, gelas ukur 50 ml (Pyrex), beaker
glass 500 ml (Pyrex), labu tentukur 100 ml (Pyrex), labu tentukur 25 ml (Pyrex),
maat pipet 1 ml (Pyrex), termostat (MGW Lauda), termometer, bola penghisap,
statif, klem, pendingin balik, gelas arloji, batang pengaduk, selang air, karet,
kertas perkamen dan alat-alat gelas lain.
3.2 Bahan
Amoksisilin (PT. Mutifa), Bovine Serum Albumin (Merck), natrium alginat
500-600 cP (Wako pure chemical industries, Ltd Japan), kitosan (Fukanoshi Co.,
Ltd), kalsium klorida dihidrat (Merck), natrium klorida (Merck), asam klorida
(Merck), natrium hidroksida(Merck), Tween 80 (Merck), asam asetat (Merck),
(48)
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan pereaksi
3.3.1.1 Pembuatan air bebas karbon dioksida
Akuades dididihkan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan
sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbon dioksida dari udara (Ditjen POM,
1979).
3.3.1.2 Pembuatan larutan asam klorida 1 N
Asam klorida pekat sebanyak 82,8 ml dilarutkan dengan akuades hingga
1000 ml (Ditjen POM, 1979).
3.3.1.3 Pembuatan larutan natrium hidroksida 1 N
Natrium hidroksida sebanyak 40 gram dilarutkan dalam air bebas
karbondioksida hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1979).
3.3.1.4 Pembuatan larutan kalsium klorida 18mM
Kalsium klorida sebanyak 2 gram dilarutkan dalam air bebas karbon
dioksida hingga 1000 mL.
3.3.1.5 Pembuatan larutan asam asetat 1% v/v
Pipet 10 mL asam asetat glasial P encerkan dengan air hingga 1000 mL.
3.3.1.6 Pembuatan larutan natrium alginat 0,063% pH 4,9
Larutkan 0,0945 gram natrium alginat dalam 150 mL akuades, kemudian
tambahkan HCl 1N hingga pH 4,9.
3.3.1.7 Pembuatan larutan natrium alginat 0,063% pH 6,2
Larutkan 0,0945 gram natrium alginat dalam 150 mL akuades, kemudian
(49)
3.3.1.8 Pembuatan larutan kitosan 0,05% pH 4,6
Larutkan 0,05 gram kitosan dalam 100 mL asam asetat 1%, kemudian
tambahkan NaOH 1N hingga pH 4,6.
3.3.1.9 Pembuatan larutan kitosan 0,05% pH 6,2
Larutkan 0,05 gram kitosan dalam 100 mL asam asetat 1%, kemudian
tambahkan NaOH 1N hingga pH 6,2.
3.3.1.10 Pembuatan larutan Tween 80 0,1%
Larutkan 0,1 gram Tween 80 dalam 100 mL akuades.
3.3.1.11 Medium cairan lambung buatan tanpa enzim (medium pH 1,2)
Larutkan 2 gram natrium klorida dalam 7 ml asam klorida pekat dan
akuades secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995).
3.3.1.12 Pembuatan natrium klorida 0,9%
Larutkan 9 gram natrium klorida dalam 1000 ml air.
3.3.2 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi amoksisilin 3.3.2.1 Pembuatan larutan induk baku amoksisilin
Ditimbang sebanyak 25 mg amoksisilin. Kemudian dimasukkan kedalam
labu tentukur 100 ml dan dilarutkan dengan medium cairan lambung buatan pH
1,2. Dicukupkan dengan medium cairan lambung buatan pH 1,2 sampai garis
tanda dan dikocok homogen. Diperoleh konsentrasi 250 mcg/ml (250 ppm).
3.3.2.2 Pembuatan kurva serapan larutan amoksisilin dalam medium cairan lambung buatan (medium pH 1,2)
Dipipet sebanyak 1,9 ml larutan induk baku, kemudian dimasukkan
kedalam labu tentukur 25 ml. Dicukupkan dengan medium cairan lambung buatan
pH 1,2 sampai garis tanda dan dikocok homogen. Serapan diukur dengan
(50)
3.3.2.3 Pembuatan kurva kalibrasi larutan amoksisilin dalam medium cairan lambung buatan (medium pH 1,2)
Larutan induk baku dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 9; 11; 13; 15;
17; 19; 21; 23; 25 dan 27 ppm, dengan cara memipet larutan induk baku
masing-masing sebanyak 0,9; 1,1; 1,3; 1,5; 1,7; 1,9; 2,1; 2,3; 2,5 dan 2,7 ml. Kemudian
dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan medium cairan
lambung buatan pH 1,2 sampai garis tanda. Dikocok homogen, kemudian diukur
menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum yang
telah ditentukan sebelumnya.
3.3.3 Pembuatan kurva serapan dan kurva kalibrasi bovine serum albumin 3.3.3.1 Pembuatan larutan induk baku bovine serum albumin
Ditimbang sebanyak 100 mg Bovine Serum Albumin. Kemudian
dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml dan dilarutkan dengan medium NaCl
0,9%. Dicukupkan dengan medium NaCl 0,9% sampai garis tanda dan dikocok
homogen. Diperoleh konsentrasi 1000 mcg/ml (1000 ppm).
3.3.3.2 Pembuatan kurva serapan larutan bovine serum albumin dalam medium NaCl 0,9%
Dipipet sebanyak 17,5 ml larutan induk baku, kemudian dimasukkan
kedalam labu tentukur 25 ml. Dicukupkan dengan medium NaCl 0,9% sampai
garis tanda dan dikocok homogen. Serapan diukur dengan menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm.
3.3.3.3 Pembuatan kurva kalibrasi larutan bovine serum albumin dalam medium NaCl 0,9%
Larutan induk baku dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu 10; 20; 30;
40; 50; 60; 70; 80; 90; 100; 150; 200 ppm, dengan cara memipet larutan induk
(51)
3,75; 5 ml. Kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan
dengan medium NaCl 0,9% sampai garis tanda. Dikocok homogen, kemudian
diukur menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum
yang telah ditentukan sebelumnya.
3.3.4 Pembuatan nanopartikel
3.3.4.1 Pembuatan nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung amoksisilin pH 4.8
Nanopartikel alginat kitosan disiapkan dalam dua langkah yaitu pre-gelasi
ionotropik dengan kalsium klorida diikuti dengan cross-linking oleh polikationik
(Rajaonarivony, et al., 1993), dimodifikasi berdasarkan rasio stoikiometri
pre-gelasi ideal dan waktu untuk penggabungan obat (Sarmento, et al., 2005). Jadi, 7,5
ml dari larutan diteteskan selama 60 menit (kecepatan 30 tetes/menit dengan spuit
1 ml) ke dalam gelas beaker yang berisi 117,5 ml larutan natrium alginat 0,063%
sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 450 rpm
dan diameter batangan magnet 2 cm. Amoksisilin 0,04% dan Tween 80
(0,001%-0.01%) terhadap jumlah larutan natrium alginat, ditambahkan ke dalam larutan
natrium alginat sebelum penambahan kalsium klorida untuk menghasilkan
pre-gelasi alginat. Kemudian dalam asam asetat 1% ditambahkan setetes demi setetes
dalam pre-gelasi sambil diaduk selama 120 menit (kecepatan 30 tetes/menit
dengan spuit 1 ml). Kemudian dilanjutkan dengan sonikasi selama 15 menit. Hasil
akhir campuran larutan alginat-kitosan menghasilkan pH 4,8 yang diukur dengan
(52)
3.3.4.2 Pembuatan nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung bovine serum albumin pH 4,8
Metodenya sama dengan metode pembuatan nanopartikel alginat-kitosan
yang mengandung amoksisilin (metode 3.3.4.1), tapi dengan menggunakan bahan
obat bovine serum albumin dengan konsentrasi 0,04% dan menggunakan Tween
80 dengan konsentrasi 0,003%.
3.3.4.3 Pembuatan nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung bovine serum albumin pH 6,2
Metodenya sama dengan metode pembuatan nanopartikel alginat-kitosan
yang mengandung amoksisilin (metode 3.3.4.1), tapi dengan menggunakan bahan
obat bovine serum albumin dengan konsentrasi 0,04% dan menggunakan Tween
80 dengan konsentrasi 0,003%. pH dari larutan natrium alginat dan kitosan pada
awalnya masing-masing diatur 6,2 dan 6,2 untuk menyediakan dispersi kolodial
sehingga menghasilkan pH akhir 6,2.
Tabel 3.1 Komposisi formula alginat-kitosan dengan variasi konsentrasi Tween 80 dan variasi pH
Nama
bahan Formula
F1 F2 F3 F4 F5 F6 F8 F9
Amox
(%) 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 BSA
(%) 0,04 0,04
Natrium Alginat (%)
0,063 0,063 0,063 0,063 0,063 0,063 0,063 0,063
Kitosan
(%) 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 CaCl2
(mM) 18 18 18 18 18 18 18 18
Tween 80 (%)
0,0015 0,003 0,006 0,008 0,01 0,003 0,003
pH akhir campuran
alginat-kitosan
(53)
3.3.5 Pengujian ukuran partikel pada nanopartikel alginat-kitosan
Ukuran partikel pada nanopartikel alginat-kitosan dapat diukur dengan
menggunakan Particle Size Analyzer (PSA).
3.3.6 Pengukuran pH
pH pada sediaan nanopartikel diukur dengan menggunakan pH meter
Hanna.
3.3.7 Pengujian efisiensi penjeratan obat dalam nanopartikel alginat-kitosan
Jumlah obat yang terjerat dalam nanopartikel alginat-kitosan dari
formulasi yang berbeda ditentukan dengan cara sentrifugasi 30 ml dispersi
nanopartikel alginat kitosan pada kecepatan selama 90 menit. Dipipet cairan
supernatan, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, kemudian dicukupkan
dengan medium yang sesuai. Jumlah obat yang terdapat dalam cairan supernatan
diukur pada panjang gelombang maksimum obat (panjang gelombang maksimum
amoksisilin adalah 229 nm dan panjang gelombang maksimum bovine serum
albumin adalah 278 nm) dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
Efisiensi enkapsulasi dapat ditentukan dengan cara:
Efisiensi enkapsulasi =jumlah total obat tanpa dijerat−jumlah obat yang dijerat
jumlah total obat tanpa dijerat x 100%
3.3.8 Pengujian pelepasan amoksisilin secara in vitro
Pelepasan obat secara in vitro dengan metode dialisis dengan
menggunakan membran selofan (Cellophane Tubing Seamless) dari berbagai
formulasi yang berbeda. Medium lambung buatan pH 1,2 sebanyak 100 ml
dimasukkan ke dalam gelas silinder berjaket, suhu medium lambung buatan pH
1,2 diatur pada suhu 37ºC dengan menggunakan termostat selama percobaan.
(54)
diambil endapannya, kemudian dimasukkan ke dalam membran. Kedua ujung
membran diikat dan digantungkan terhadap klem kemudian dicelupkan hingga
endapan terendam ke dalam medium. Kecepatan pengadukan diatur dengan
kecepatan rpm. Pada interval waktu tertentu diambil aliquot sebanyak 2 ml
kemudian diganti dengan mediumnya dengan jumlah yang sama untuk menjaga
volume medium disolusi tetap konstan. Aliquot kemudian dimasukkan kedalam
labu tentukur 10 ml dan ditambahkan dengan medium sampai garis tanda.
Konsentrasi amoksisilin diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 229 nm. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali.
3.3.9 Pengujian pelepasan bovine serum albumin secara in vitro
Metode pengujiannya sama dengan metode pengujian pelepasan
amoksisilin secara in vitro (metode 2.3.8) tetapi menggunakan bahan obat bovine
serum albumin dan medium NaCl 0,9% yang diukur dengan panjang gelombang
(55)
termometer Statif
Klem
Alat disolusi
Air keluar kembali ke termostat
Medium Membran selofan
yang berisi sampel Air masuk dari
termostat
Batangan magnet
Magnetic stirrer
Gambar 3.1. Skema uji pelepasan obat secara in vitro
3.3.10 Pengujian morfologi permukaan nanopartikel alginat-kitosan
Nanopartikel alginat-kitosan yang mengandung obat dapat dilihat
morfologi permukaannya dengan menggunakan Scanning Electron Microscope
(SEM).
+
(56)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Nanopartikel Alginat-kitosan
Larutan natrium alginat dan kitosan disiapkan dengan cara melarutkan
polimer dalam akuades. pH dalam larutan natrium alginat dibuat sampai 4,9
dengan menggunakan asam klorida 1M. Larutan kitosan disiapkan dengan
melarutkan sejumlah kitosan dalam asam asetat 1%. pH larutan kitosan dibuat
sampai pH 4,6 dengan menggunakan NaOH 1M. Metode yang digunakan untuk
menyiapkan nanopartikel alginat-kitosan dinamakan dengan gelasi ionik. Terdapat
dua langkah dalam menyiapkan nanopartikel alginat-kitosan. Tahap pertama
berupa penambahan ion kalsium ke dalam larutan natrium alginat untuk
membentuk pre-gelasi. Tahap kedua berupa penambahan larutan kitosan
(polikationik) kedalam hasil pre-gelasi kalsium alginat untuk membuat penyalutan
kompleks polielektrolit. Bentuk kompleks poli-ionik alginat-kitosan melalui
interaksi antara gugus karboksil dari alginat dan gugus amin dari kitosan (Shafie
dan Hadeel, 2013).
pH campuran larutan natrium alginat dan larutan kitosan menghasilkan pH
akhir 4,8. Berdasarkan penelitian Sarmento, et al., (2006), menunjukkan bahwa
kisaran pH yang dipilih dapat mempengaruhi muatan yang berlawanan dari
polielektrolit untuk menyediakan pembentukan nanopartikel. Pengurangan pH
dari 5,2 sampai 4,7 sedikit menurunkan ukuran partikel rata-rata pada
nanopartikel yang terbentuk, tetapi menunjukkan efek yang berlawanan dengan
(1)
Lampiran 25
(Lanjutan)
b.
Data pelepasan
bovine serum albumin
dalam kompleks nanopartikel
alginat-kitosan
Waktu (menit) Abs
Conc. (mcg/ ml) Conc. x FP (mcg/ml) [BSA] dalam 2 ml (mcg) [BSA] dalam 100 ml (mcg) Faktor Penambahan [BSA] yang terlarut (mcg) % Kumulatif
0 0 0,00 0,00 0 0 0 0 0,00
5 0,003 4,89 24,47 2447 48,94 0 2447 9,32 10 0,003 5,26 26,28 2627,5 52,55 48,94 2676,44 10,19 15 0,003 5,68 28,39 2838,5 56,77 101,49 2939,99 11,19 30 0,005 10,20 50,99 5098,5 101,97 158,26 5256,76 20,01 60 0,006 10,89 54,45 5445 108,9 260,23 5705,23 21,72 90 0,007 13,75 68,76 6876 137,52 369,13 7245,13 27,58 120 0,008 15,77 78,86 7885,5 157,71 506,65 8392,15 31,95 150 0,009 16,52 82,62 8262 165,24 664,36 8926,36 33,98 180 0,009 18,03 90,16 9015,5 180,31 829,6 9845,1 37,48 210 0,01 19,81 99,05 9904,5 198,09 1009,91 10914,41 41,55 240 0,01 19,93 99,65 9964,5 199,29 1208 11172,5 42,53 270 0,011 21,29 106,43 10642,5 212,85 1407,29 12049,79 45,87 300 0,012 22,37 111,85 11185 223,7 1620,14 12805,14 48,75 330 0,014 27,34 136,71 13670,5 273,41 1843,84 15514,34 59,06 360 0,015 28,37 141,83 14183 283,66 2117,25 16300,25 62,05 390 0,015 29,33 146,65 14665 293,3 2400,91 17065,91 64,97 420 0,016 31,56 157,80 15780 315,6 2694,21 18474,21 70,33 450 0,016 31,74 158,70 15870 317,4 3009,81 18879,81 71,87 480 0,017 32,71 163,53 16352,5 327,05 3327,21 19679,71 74,92 510 0,017 33,22 166,09 16608,5 332,17 3654,26 20262.76 77,14 540 0,018 34,51 172,57 17256,5 345,13 3986,43 21242,93 80,87 570 0,019 36,35 181,76 18175,5 363,51 4331,56 22507,06 85,68 600 0,019 37,38 186,88 18687,5 373,75 4695,07 23382,57 89,01 630 0,02 38,10 190,49 19049 380,98 5068,82 24117,82 91,81 660 0,02 38,49 192,45 19245 384,9 5449,8 24694,8 94,01 690 0,02 39,94 199,68 19968 399,36 5834,7 25802,7 98,23 720 0,02 39,97 199,83 19983 399,66 6234,06 26217,06 99,80
FP = Faktor pengenceran
FP =
Volume medium untuk mencukupkan sampel (ml )Volume cuplikan sampel (ml )
=
10(2)
Lampiran 26.
Data rata-rata % kumulatif pelepasan
bovine serum albumin
dalam
kompleks nanopartikel alginat-kitosan (formula 9)
Waktu (menit) % Kumulatif 1 % Kumulatif 2 % Kumulatif 3 Rata-rata % Kumulatif
0
0,00
0,00
0,00
0,00
5
17,04
11,63
9,32
12,66
10
19,15
12,03
10,19
13,79
15
18,85
12,66
11,19
14,24
30
19,37
23,84
20,01
21,07
60
35,77
24,36
21,72
27,28
90
39,58
28,43
27,58
31,86
120
45,64
36,24
31,95
37,94
150
46,13
40,07
33,98
40,06
180
48,07
42,34
37,48
42,63
210
48,00
51,45
41,55
47,00
240
49,17
58,76
42,53
50,15
270
49,92
63,50
45,87
53,10
300
62,64
65,20
48,75
58,86
330
63,53
67,20
59,06
63,26
360
63,89
71,13
62,05
65,69
390
69,44
72,81
64,97
69,07
420
70,03
74,10
70,33
71,48
450
75,55
76,74
71,87
74,72
480
78,09
78,07
74,92
77,03
510
79,51
79,27
77,14
78,64
540
84,11
85,33
80,87
83,44
570
84,72
89,11
85,68
86,50
600
89,42
92,10
89,01
90,18
630
96,02
93,99
91,81
93,94
660
98,19
95,72
94,01
95,97
690
99,74
97,23
98,23
98,40
(3)
Lampiran 27.
Gambar alat
a.
Alat pembuatan nanopartikel
Magnetic stirrer
Sonikator
(4)
Lampiran 27
(Lanjutan)
b.
Alat uji ukuran partikel
Particle Size Analyzer
(PSA)
c.
Alat uji penjeratan obat
Sentrifuge
Tabung sentrifuge
(5)
Lampiran 27
(Lanjutan)
Spektrofotometer UV/VIS
d.
Alat uji pelepasan obat
Gelas silinder berjaket
Termostat
(6)