. Model Optimasi Dan Manajemen Risiko Pada Saluran Distribusi Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Di Sumatera Barat Dan Sumatera Utara

(1)

MODEL OPTIMASI DAN MANAJEMEN RISIKO PADA

SALURAN DISTRIBUSI RANTAI PASOK SAYURAN

DATARAN TINGGI DI SUMATERA BARAT DAN

SUMATERA UTARA

YUVIANI KUSUMAWARDHANI

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Optimasi dan Manajemen Risiko pada Saluran Distribusi Sayuran Dataran Tinggi di Sumatera Barat dan Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Yuviani kusumawardhani NIM H251120434


(3)

RINGKASAN

YUVIANI KUSUMAWARDHANI. Model Optimasi dan Manajemen Risiko pada Saluran Distribusi Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi di Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Dibimbing oleh MUHAMMAD SYAMSUN dan ANGGRAINI SUKMAWATI.

Sektor pertanian khususnya pada sayuran dataran tinggi dianggap memiliki potensi dan prospek dalam mendukung diversifikasi pangan sehingga harus memiliki nilai keunggulan yang komparatif. Keunggulan komparatif diperoleh dengan manajemen rantai pasok dan manajemen risiko maka dari itu diperlukan sebuah model optimasi. Namun seringkali dalam kegiatan pertanian sering ditemui risiko yang muncul khususnya pada saluran distribusi rantai pasok. Pengelolaan risiko sangat penting untuk minimisasi risiko yang merupakan bagian dari manajemen rantai pasok. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis aliran saluran distribusi sayuran dataran tinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kemudian merancang model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara, dan terakhir adalah menganalisis minimisasi risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Aliran saluran distribusi sayuran dataran tinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara dilakukan dengan analisis deskriptif menggunakan snowball sampling. Model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi sayuran dataran tinggi di kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara dirancang menggunakan AHP (Analytic Hierarchy Process) dan (Intrepretive Structural Modelling) untuk minimisasi risiko.

Aliran saluran distribusi sayuran dataran tinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat terdiri dari tiga model saluran distribusi, sedangkan aliran saluran distribusi di Kabupaten Karo, Sumatera Utara terdiri dari empat model saluran distribusi. Hasil model optimasi dan manajemen risiko yang telah dirancang adalah dalam upayanya meningkatkan kualitas sayuran, maka PEMDA setempat memberikan suatu program pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan keterampilan SDM (petani) yang masih menjadi kendala utama dengan mengikutsertakan seluruh pemilik lahan yang dimana seluruh pemilik lahan merupakan sekaligus berprofesi sebagai petani yang tergabung di Gapoktan Bersaudara. Minimisasi risiko dilakukan dengan menggabungkan variabel yang berada pada bottom level dengan model optimasi dan manajemen risiko yang sudah dirancang. Subelemen pada setiap elemen di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara akan dilakukan pembenahan pada setiap subelemen atau variabel yang berada pada bottom level terlebih dahulu, sehingga mampu meminimisasi risiko dan meningkatkan kinerja variabel atau subelemen yang berada pada bottom level dalam memberikan dampaknya pada variabel yang berada diatasnya dari masing-masing elemen.


(4)

SUMMARY

YUVIANI KUSUMAWARDHANI. Optimization and Risk Management Model Analysis in Distribution Channels Highlands Vegetables Supply Chain in West Sumatera and North Sumatera. Supervised by MUHAMMAD SYAMSUN and ANGGRAINI SUKMAWATI.

Agricultural sector, especially highland vegetables are considered to have the potential and prospects of supporting diversification. It should have a comparative advantage. Comparative advantages are obtained with supply chain management and risk management therefore needs a model of optimization. But often the common agricultural activities appear particularly at risk of supply chain distribution channel. Risk management is essential to minimize the risks and part of the supply chain management. The purpose of this study is to analyze distribution channel of highland vegetable in Agam Regency, West Sumatra and Karo Regency, North Sumatera, then creating the optimization and risk management model of supply chain distribution channel highland vegetable in Agam Regency, West Sumatra and Karo Regency, North Sumatra, and the last is analyze to minimize risk in supply chain distribution channels highland vegetable in Agam Regency, West Sumatra and Karo Regency, North Sumatra.

The distribution channels flow of highland vegetable in Agam Regency, West Sumatra and Karo Regency, North Sumatera, done with descriptive analysis using snowball sampling. Optimization and risk management model on supply chain distribution channels of highland vegetable in Agam Regency, West Sumatra and Karo Regency, North Sumatera designed by AHP (Analytic Hierarchy Process) and (Interpretive Structural Modeling) for the minimization of risk.

The distribution channels flow of highland vegetables in Agam Regency, West Sumatera consists of three models of distribution channels. Whereas distribution channel flow of highland vegetable in Karo Regency, North Sumatra consists of four models of distribution channels. The results of the optimization and risk management models that have been created is in its efforts to improve vegetables quality, then the local authorities to give a training and education programs to improve the skills of human resources (farmers) including all owners of land who as farmer members in farmers community. Risk minimization is done by combining variables that are on the bottom level with optimization and risk management models. Sub-element on each element in Agam regency, West Sumatra and Karo Regency, North Sumatra improvements will be made on any sub-element or variables that are on the bottom level first, so as to minimize risk and improve performance variables or sub-element who are at the bottom level in giving effect on variables that are above of each element.

Keyword: AHP, ISM, optimization model, supply chain, supply chain management


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

MODEL OPTIMASI DAN MANAJEMEN RISIKO PADA

SALURAN DISTRIBUSI RANTAI PASOK

SAYURAN DATARAN TINGGI DI

SUMATERA BARAT DAN

SUMATERA UTARA

YUVIANI KUSUMAWARDHANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(7)

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ialah model optimasi, dengan judul Model Optimasi dan Manajemen Risiko pada Saluran Distribusi Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi di Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr Ir Muhammad Syamsun, MSc dan Ibu Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM selaku dosen pembimbing dan pada Dr Ir Ma’mun Sarma, MS, M.Ec selaku dosen penguji. Di samping itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Alim Setiawan, S.TP, MSi dan tim yang telah mengizinkan penulis bergabung dalam penelitian. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Skema Hibah Strategis Nasional yang di danai oleh DIKTI dengan nomor kontrak 134/SP2H/PL/Dit.Litabmas/V/2013 tanggal 13 Mei 2013. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Jon Ismedi selaku Ketua UPT. BP4K2P Kecamatan Baso, Bapak M. Ridwan St. Rajo Endah selaku Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bersaudara, Bapak Gusdanur Dt. Itam selaku Wali Nagari Koto Tinggi, Ibu Gusneti dari PPL Koto Tinggi, yang telah membantu selama pengumpulan data, ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan dukungan semangatnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Pengertian Rantai Pasok 6

Manajemen Rantai Pasokan 7

Manajemen Risiko Rantai Pasokan 10

Risiko Rantai Pasok 10

Siklus Manajemen Risiko 11

Identifikasi Risiko 11

Pengukuran Risiko 12

Pemetaan Risiko 12

Model Pengelolaan Risiko 13

Monitoring dan Pengendalian Risiko 13

Interpretative Structural Modelling (ISM) 13

Analytic Hierarchy Process (AHP) 15

Keuntungan Penerangan AHP 16

Prinsip-prinsip Dasar AHP 16

Penelitian Terdahulu 17

3 METODE PENELITIAN 19

Kerangka Pemikiran 19

Tahapan Penelitian 20

Lokasi dan Waktu Penelitian 22

Jenis dan Metode Penelitian 22

Teknik Pengambilan Sampel 22

Pengolahan dan Analisis Data 23

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) 23

Interpretive Structural Modeling (ISM) 24

4 PEMBAHASAN UMUM 29

Analisis Aliran Saluran Distribusi Rantai Pasok Sayuran Dataran

Tinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat 29

Analisis Aliran Saluran Distribusi Rantai Pasok Sayuran Dataran


(10)

Model Optimasi dan Manajemen Resiko pada Saluran Distribusi Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Wilayah Sumatera dengan

Menggunakan Analytic Hierarchy Proccess (AHP) 32

Hasil Pengolahan dengan AHP 34

Model Optimasi dan Manajemen Risiko 35

Minimisasi Risiko dengan ISM (Interpretive Structural Modeling) 35 Hasil Minimisasi Risiko pada Kabupaten Agam, Sumatera Barat

dengan Menggunakan ISM (Interpretive Structural Modelling) 37 Minimisasi Risiko pada Elemen Kendala di Kabupaten Agam,

Sumatera Barat 38

Minimisasi Risiko pada Elemen Tujuan di Kabupaten Agam,

Sumatera Barat 39

Minimisasi Risiko pada Elemen Pelaku di Kabupaten Agam,

Sumatera Barat 39

Minimisasi Risiko pada Elemen Segmen Masyarakat Terdampak di

Kabupaten Agam, Sumatera Barat 40

Hasil Minimisasi Risiko pada Kabupaten Karo, Sumatera Utara

Menggunakan ISM (Interpretive Structural Modelling) 41 Minimisasi Risiko pada Elemen Kendala di Kabupaten Karo,

Sumatera Utara 42

Minimisasi Risiko pada Elemen Tujuan di Kabupaten Karo,

Sumatera Utara 43

Minimisasi Risiko pada Elemen Pelaku di Kabupaten Karo,

Sumatera Utara 44

Analisis Subelemen pada Elemen Segmen Masyarakat Terdampak di

Kabupaten Karo, Sumatera Utara 44

Implikasi Manajerial 46

5 SIMPULAN DAN SARAN 49

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 52


(11)

DAFTAR TABEL

1 Tingkat pertumbuhan sektor pertanian tahun 2013 pada wilayah

Sumatera dan Jawa 3

2 Karakteristik pasokan 9

3 Penelitian terdahulu 17

4 Elemen dan subelemen berdasarkan ISM (Interpretive Structural

Modeling) 28

5 Peran anggota rantai pasok sayuran dataran tinggi 30 6 Hasil prioritas dan bobot variabel dari setiap hirarki 34 7 Hasil prioritas yang paling berpengaruh pada masing-masing

hirarki 35

8 Elemen dan subelemen berdasarkan ISM 36

9 Hasil minimisasi risiko di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten

Karo, Sumatera Utara 45

DAFTAR GAMBAR

1 Pola aliran material (Arnold dan Chapman Dirujuk Maghfiroh 2010) 7 2 Struktur rantai pasokan (Anatan dan Elitan 2008) 8 3 Diagram pemetaan risiko (Djohanputro, 2008) 12

4 Kerangka pemikiran penelitian 20

5 Tahapan penelitian 21

6 Struktur hirarki model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi wilayah Sumatera 27 7 Aliran saluran distribusi sayuran dataran tinggi pada Gapoktan UPT

BP4K2P Kecamatan Baso, Kabupaten Agam (2013) 29

8 Saluran distribusi sayuran dataran tinggi di Desa Gurusinga, Kecamatan

Brastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara 31

9 Struktur hirarki model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi wilayah Sumatera 33

10 Model dasar interaksi antar elemen pada ISM 37

11 Model dasar interaksi antar subelemen kendala pada ISM 38 12 Model dasar interaksi antar subelemen tujuan pada ISM 39 13 Model dasar interaksi antar subelemen pelaku pada ISM 40 14 Model dasar interaksi antar subelemen segmen masyarakat terdampak

pada ISM 41

15 Model dasar interaksi antar subelemen kendala pada ISM 43 16 Model dasar interaksi antar subelemen tujuan pada ISM 43 17 Model dasar interaksi antar subelemen pelaku pada ISM 44 18 Model dasar interaksi antar subelemen segmen masyarakat terdampak


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi wilayah Sumatera Barat dan

Sumatera Utara dengan pendekatan AHP 52

2 Kuisioner model optimasi dan manajemen pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi wilayah Sumatera Barat dan Sumatera Utara dengan pendekatan ISM (Interpretive Structural Modeling) 56 3 Perincian langkah-langkah dalam menerapkan AHP (Analisis Hirarki

Proses) 66

4 Hasil pengolahan minimisasi risiko dengan ISM di Kabupaten Agam,

Sumatera Barat 72

5 Hasil pengolahan minimisasi risiko dengan ISM di Kabupaten Karo,


(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Memasuki era percepatan, yang menyebabkan globalisasi di segala sektor termasuk sektor pertanian dituntut untuk memiliki nilai unggulan yang komparatif. Hasil pertanian Indonesia diharapkan dapat bersaing dengan hasil pertanian yang berasal dari luar negeri (impor). Seringkali pada komoditas pertanian memiliki risiko yang cukup tinggi. Risiko yang tinggi memerlukan pengelolaan yang disebut dengan manajemen risiko. Manajemen risiko membantu menurunkan tingkat probabilitas ketidakpastian yang dikuantitaskan dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahapan, yaitu identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, model pengelolaan risiko, monitor, dan pengendalian. Dalam mengurangi risiko pasar, meningkatkan nilai tambah, efisiensi, dan keunggulan komparatif, serta menyusun strategi pengembangan produk dan memasuki pasar baru merupakan tujuan manajemen rantai pasok pertanian (Saptana et al. 2006). Analisis risiko merupakan bagian dari manajemen rantai pasok yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kegagalan berbisnis dalam kondisi yang penuh dengan ketidakpastiaan.

Keunggulan komparatifselain didapat dengan manajemen risiko juga didapat dengan manajemen rantai pasok. Manajemen rantai pasok merupakan siklus lengkap usaha produksi, mulai dari kegiatan pengelolaan di setiap mata rantai aktivitas produksi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai/user. Supply Chain Management (SCM) menegaskan adanya interaksi antar fungsi produksi, pemasaran pada suatu perusahaan. Memanfaatkan kesempatan untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen dan penurunan biaya yang dapat dilakukan melalui koordinasi dan kerjasama antara pengadaan bahan baku dan pendistribusiaanya (Siagian 2005). Manajemen rantai pasok merupakan pendekatan untuk pengelolaanpersediaan dan distribusi secara terintegrasi antara pemasok, produsen, distributor, dan pengecer untuk minimasi biaya sistem secara keseluruhan. Manajemen rantai pasok dapat dibedakan dalam tiga aspek yaitu: aspek pemasok dan pembeli, aspek produksi dan distribusi, dan aspek persediaan dan distribusi.

Sistem rantai pasok adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengefisienkan secara integral antara pemasok, pengolah, gudang, dan konsumen akhir sehingga barang atau jasa diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, dan pada waktu yang tepat dengan tujuan meminimalkan biaya ketika terdapat permintaan terhadap kepuasan konsumen (Levi et al. 2000). Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran produk dan jasa tersebut.

Rantai pasok pertanian memiliki dua tipe, yaitu produk segar dan produk yang diproses. Produk segar dapat berupa buah, sayuran, dan sejenisnya yang tidak membutuhkan proses pengolahan khusus atau proses transformasi kimia. Produk pertanian yang diproses membutuhkan proses transformasi kimia atau perubahan


(14)

bentuk. Rantai pasok untuk produk pertanian yang diproses akan melibatkan beberapa pemain, di antaranya petani atau perkebunan, pengolah atau pabrik, distributor, dan pengecer (retail). Setiap perusahaan diposisikan dalam sebuah lapisan jaringan dan keterlibathan minimal satu rantai pasok. Dalam jaringan rantai pasok pertanian, lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis yang dapat diidentifikasi. Dalam satu waktu, proses paralel dan berurutan dapat terjadi dalam rantai pasok pertanian.

Sektor pertanian masih menjadi unggulan bagi suatu negara untuk mensejahterakan negaranya. Pemerintah Indonesia saat ini berfokus pada sektor pertanian. Hal tersebut dapat dilihat pada tahun 2012, kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional Indonesia berdasarkan besarnya peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB), yaitu atas dasar harga berlaku sebesar Rp 1091,4 triliun meningkat menjadi Rp 1190,4 Triliun. Pada tahun 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 3,97 persen (BPS 2012). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Tiga sektor utama yaitu Sektor Industri Pengolahan (23,94%), Sektor Pertanian dan Perdagangan (14,44%), Hotel dan Restoran (13,90%) memiliki peranan dalam memberikan kontribusi terhadap PDB.

Salah satu komoditas pertanian adalah hortikultura. Hortikultura menempati posisi yang penting sebagai produk pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Komoditas hortikultura di Indonesia sangat beragam, terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat.Sayuran dataran tinggi dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada daerah dataran tinggi diatas 700 meter dpl. Kubis, kol, buncis, cabai, terong, kentang, wortel merupakan sayuran yang termasuk ke dalam sayuran dataran tinggi. Pertanian memiliki peran strategis dalam perekonomian Nasional dan Daerah, bahkan dalam era Reformasi ini diharapkan dapat berperan di garis depan dalam mengatasi krisis Ekonomi. Sektor pertanian di wilayah Sumatera mengalami kenaikan pada tahun 2013 dibandingkan dengan wilayah Jawa yang mengalami penurunan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Sektor pertanian di wilayah Jawa mengalami penurunan. Hal ini disebabkan dalam budi daya sayuran dataran tinggi, petani di pulau Jawa umumnya tidak menerapkan teknik konservasi tanah untuk mengendalikan erosi, padahal lahan sayuran terletak pada topografi dengan bentuk wilayah bergelombang, berbukit sampai bergunung, sehingga tanahnya akan sangat mudah tererosi. Indikasi terjadinya erosi pada lahan sayuran dataran tinggi adalah besarnya kandungan sedimen tanah dalam air sungai yang senantiasa keruh sepanjang tahun, seperti Sungai Serayu, Citanduy, Citarum, dan lain-lain. Pengelolaan lahan pada budi daya sayuran dataran tinggi umumnya sederhana dan bersifat tradisional, dicirikan oleh penggunaan benih atau bibit yang kurang bermutu menyebabkan produktivitasnya terus menurun. Penyebab lain menurunnya produktivitas sayuran adalah akibat para petani tidak menerapkan teknik konservasi tanah dalam usaha taninya, sehingga tanah yang hilang dari lahan budi daya cukup besar.


(15)

Tabel 1 Tingkat pertumbuhan sektor pertanian tahun 2013 pada wilayah Sumatera dan Jawa

Sumber: BPS (2013)

Pertumbuhan sektor pertanian di Sumatera mengalami peningkatan. Peningkatan ini mendapat sumbangan terbesar dari Kabupaten Agam dan Kabupaten Karo dengan sumbangan nilai tambah dari sektor pertanian dengan PDRB tahun 2013 mencapai 39,72%, dengan laju pertumbuhan sebesar 7,01% (BPS 2013). Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara juga merupakan wilayah yang sangat potensial sebagai daerah penghasil komoditas hortikultura terutama sayuran. Terbentang pada ketinggian 500—1.400 meter di atas permukaan laut dengan topografi tersebut tidak mengherankan jika kedua kabupaten berpenduduk lebih dari 42 ribu jiwa ini masih mengandalkan sektor pertanian sebagai kegiatan ekonomi. Buktinya, sekitar 75% lapangan usaha masyarakat bekerja di sektor pertanian.Sebagai salah satu daerah pusat penghasil sayuran, Kabupaten Agam dan Kabupaten Karo memiliki kontribusi yang cukup besar dalam memasok sayuran dataran tinggi seperti kol, buncis, kentang, cabai, tomat, wortel, dansayuran dataran tinggi lainnya. Kegiatan ekspor sayuran juga dilakukan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang terus mengalami kenaikan pada akhir tahun 2012.

Perumusan masalah

Sektor pertanian dalam globalisasi harusbersifat komparatif. Sehingga hasil pertanian Indonesia memiliki nilai (value) yang tidak kalah dengan hasil pertanian negara lainnya. Keunggulan komparatif diperoleh dengan menerapkan manajemen rantai pasok dan model optimasi dari alternatif rantai yang berada di sepanjang rantai pasok. Manajemen rantai pasokan merupakan siklus lengkap usaha produksi, mulai dari kegiatan pengelolaan di setiap mata rantai aktivitas produksi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai/user. Sayuran dataran tinggi merupakan tanaman sayuran yang berpotensi dan memiliki prospek yang baik untuk mendukung program diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan. Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara merupakan penyumbang angka PDRB terbesar untuk Sumatera. Kedua wilayah ini pun terkenal sebagai penghasil sayuran dataran tinggi terbesar untuk wilayah Sumatera. Namun pada saluran distribusi rantai pasok komoditas sayuran dataran tinggi, banyak sekali risiko yang terjadi seperti jalur distribusi pada rantai pasok yang terlalu panjang, masa simpan produk yang pendek, modal usaha yang terbatas, kepastian harga yang kurang jelas, faktor cuaca yang tidak menentu dan kurangnya keterampilan petani dalam menangani hasil panen. Oleh karena itu dalam upaya menyediakan kebutuhan

Wilayah Pertumbuhan tahun 2012 (persentase)

Pertumbuhan tahun 2013 (presentase)

Sumatera 21,19 24.05


(16)

pangan, serta peningkatan kesejahteraan petani maka dilakukan peningkatan produksi dan produktifitas. Peningkatan produksi maupun produktifitas usahatanidilakukan dengan pengembangan dan peningkatan efisiensi suatu usahatani. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya penelitian mengenai ―Model Optimasi dan Manajemen Risiko pada Saluran Distribusi Sayuran Dataran Tinggi di Sumatera Barat dan Sumatera Utara‖

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana saluran distribusi sayuran dataran tinggi Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara?

2. Bagaimana model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi sayuran rantai pasok dataran tinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara?

3. Bagaimana minimisasi risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis saluran distribusi pada sayuran dataran tinggi Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kemudian merancang model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara, dan terakhir menganalisis minimisasi risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan, referensi, dan solusi dengan adanya model optimasi dan manajemen risiko untuk meminimalisir risiko pada rantai pasok sayuran dataran tinggi di Sumatera Barat dan Sumatera Utara. 2. Memberikan masukan mengenai model optimasi dan manaemen risiko

pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi yang dapat di aplikasikan juga pada wilayah pertanian selain diluar wilayah Sumatera.

Ruang lingkup Penelitian

Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini dibatasi, agar lebih terarah dan mudah dipahami. Penelitian dilakukan di daerah dataran tinggi Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara yang difokuskan pada


(17)

kajian model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi sayuran dataran tinggi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kajian yang dimaksud adalah menganalisis saluran distribusi sayuran dataran tinggi, merancang model optimasi dan manajemen risiko, dan meminimisasi risiko yang timbul pada saluran distribusi.


(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Rantai Pasok

Menurut Hadiguna (2010), rantai pasok adalah jejaring fisik dan aktivitas yang terkait dengan aliran bahan dan informasi di dalam atau melintasi batas-batas perusahaan. Sebuah rantai pasok akan terdiri dari rangkaian proses pengambilan keputusan dan eksekusi yang berhubungan dengan aliran bahan, informasi, dan uang. Proses dari rantai pasok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mulai dari produksi sampai konsumen akhir. Rantai pasok bukan hanya terdiri dari produsen dan pemasoknya tetapi mempunyai ketergantungan dengan aliran logistik, pengangkutan, penyimpanan atau gudang, pengecer, dan konsumen itu sendiri.

Berdasarkan konsep supply chain terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk suatu physical distribution (Marimin dan Maghfiroh 2010). Aliran material tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Pola aliran material pada Gambar 1 menunjukkan bahwa bahan mentah didistribusikan kepada supplier dan manufacture yang melakukan pengolahan, sehingga menjadi barang jadi yang siap didistribusikan kepada customer melalui distributor.Aliran produk terjadi mulai dari supplier hingga ke konsumen, sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran permintaan dan informasi.Permintaan dari customer diterjemahkan oleh distributor dan distributor menyampaikan pada manufacture, selanjutnya manufacture menyampaikan informasi tersebut pada supplier.Rantai pasokan mencakup keseluruhan interaksi antara pemasok, perusahaan manufaktur, distributor, dan konsumen (Siagian 2005).

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), mekanisme rantai pasok produk pertanian secara alami dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri.Pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, mekanisme rantai pasok produk pertanian dicirikan dengan lemahnya produk pertanian dan komposisi pasar. Kedua hal tersebut akan menentukan kelangsungan mekanisme rantai pasok. Mekanisme rantai pasok produk pertanian dapat bersifat tradisional ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Mekanisme rantai pasok modern terbentuk oleh beberapa hal, antara lain mengatasi kelemahan karakteristik dari produk pertanian, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk yang berkualitas, dan memperluas pangsa pasar yang ada.


(19)

Gambar 1 Pola aliran material (Arnold dan Chapman Dirujuk Maghfiroh 2010) Pada rantai pasok modern, petani sebagai produsen dan pemasok pertama produk pertanian membentuk kemitraan berdasarkan perjanjian atau kontrak dengan manufaktur, eksportir, atau langsung dengan pasar sebagai ritel, sehinggga petani memiliki posisi tawar yang baik (Marimin dan Maghfiroh 2010).

Manajemen Rantai Pasokan

Manajemen rantai pasokan berawal dari konsep Porter tentang value chain (rantai nilai) (Haming dan Nurnajamuddin, 2007). Rantai nilai merupakan konsep yang mengajarkan bahwa tujuan utama usaha bisnis untuk mewujudkan laba diproses dan diwujudkan melalui kerja sama antara para aparatur operasi dan aparatur penunjang. Heizer dan Render (2010), mendefinisikan manajemen rantai pasokan adalah integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi, dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembeliaan dan pangalihdayaan, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor.

Manajemen rantai pasokan mencakup aktivitas untuk menetukan (1) penyedia transportasi, (2) transfer uang secara kredit dan tunai, (3) para pemasok, (4)distributor, (5) utang dan piutang usaha, (6) pergudangan dan persediaan, (7) pemenuhan pesanan, serta (8) berbagi informasi pelanggan, prediksi dan produksi. Tujuannya adalah untuk membangun sebuah rantai pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Persaingan bukan lagi antar perusahaan, melainkan antar rantai pasokan dan rantai pasokan itu bersifat global. Menurut Prawirosentono (2007), tujuan dari manajemen rantai pasokan adalah memenuhi kebutuhan para konsumen dengan menjual barang pada saat yang tepat, barang yang sesuai dengan kebutuhan, dan dengan harga yang logis. Sedangkan menurut Hadiguna (2010), tujuan dari manajemen rantai pasok adalah memperbaiki kepercayaan dan kolaborasi sejumlah mitra rantai pasok sekaligus perbaikan persediaan yang terlihat dan kecepatan peningkatan persediaan dan titik awalnya adalah persediaan yang perlu disiasati sehingga kinerja sistem secara

Physical Supply Manufacturing Planning and Controlling S U P P L I E R C U S T O M E R S U P P L I E R

MANUFACTURE DISTRIBUTION SISTEM

Physical Distribution


(20)

keseluruhan bisa lebih baik yang diukur dari berbagai sudut pandang para pemangku kepentingan.

Menurut Ma’Arif dan Tanjung (2003), manajemen rantai pasokan merupakan suatu perluasan dari logistic management di perusahaan. Dalam manajemen rantai pasokanyang dibahas adalah dimulai dari perusahaan, pemasok, pelanggan, grosir, pengecer, diintegrasikan menjadi satu. Tujuannya adalah supaya lebih efisien. Menurut Ma’Arif dan Tanjung (2003), keuntungan manajemen rantai pasokan adalah persiapan diri dalam menghadapi persaingan bebas, di mana perusahaan kelas dunia akan bertempur di Indonesia dalam tujuan-tujuan global. Dalam manufaktur, 50% - 80% biaya terkait dengan kegiatan manajemen rantai pasokan, apabila manajemen rantai pasokan tidak baik, organisasi tidak akan sanggup menghadapi tujuan global.

Menurut William et al dirujuk Anatan dan Ellitan (2008) mendefinisikan manajemen rantai pasokan sebagai pengelolaan atau manajemen organisasi yang saling berkaitan dan saling berhubungan satu sama lain baik dengan konsumen maupun pemasok dalam suatu proses untuk menghasilkan nilai produk dan jasa bagi konsumen. Prinsip manajemen rantai pasokan pada dasarnya merupakan sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan aliran material/produk, baik yang ada dalam suatu organisasi maupun antar organisasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur rantai pasokan (Anatan dan Elitan 2008) Menurut Tunggal (2009), Supply Chain Management (SCM) terdiri dari tiga elemen yang saling terikat satu sama lain, yaitu:

1. Struktur jaringan supply chain

Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota supply chain lainnya.

2. Proses bisnis supply chain

Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.

3. Komponen manajemen supply chain

Variabel-variabel manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang supply chain.

Manufak tur

Supplier Distribution Center

Whole saler

Retailer End Customer

Aliran Produk Aliran Biaya Aliran Informasi


(21)

Menurut Tunggal (2009), ada dua anggota supply chain, yaitu: 1. Primary members (anggota primer)

Semua perusahaan/unit bisnis strategik yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar.

2. Secondary members (anggota sekunder)

Perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer di supply chain.

Menurut Austin (1992) dan Brown (1994) menyadur Marimin dan Maghfiroh (2010), manajemen rantai pasok pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena:

1. Produk pertanian bersifat mudah rusak

2. Proses pananaman, pertumbuhan, pemanenan tergantung pada iklim dan musim

3. Hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi

4. Produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani.

Seluruh faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam desain manajemen rantai pasok produk pertanian karena kondisi rantai pasok produk pertanian lebih kompleks daripada rantai pasok pada umumnya.Selain lebih kompleks, manajemen rantai pasok produk pertanian juga bersifat probabilistik dan dinamis.

Perusahaan yang dapat menjalankan kegiatan supply chain akan mendapatkan keuntungan tidak hanya jangka pendek, bahkan juga jangka panjang seperti kemungkinan peningkatan profit dari adanya kerja sama yang berkepanjangan dengan berbagai pihak, perluasan pangsa pasar, dan kepuasaan konsumen. Ada dua hal penting yang menjadi ide pokok supply chain management yaitu pertama, SCM merupakan kolaborasi hasil usaha bersama antar setiap bagian atau proses dalam siklus produk. Kedua, SCM harus dapat meng-cover seluruh kegiatan siklus produk.Kunci SCM yang efektif adalah penyeimbangan arus produksi dengan permintaan konsumen yang selalu berubah-ubah (Siagian, 2005).

Hadiguna (2010) merumuskan karakteristik pasokan berdasarkan fenomena stabil dan berkembang yang diringkas pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik pasokan

Stabil Berkembang

Breakdown kurang Hasil stabil dan tinggi Masalah mutu berkurang Sumber pasokan banyak Pemasok handal

Perubahan proses kurang Kendala kapasitas kurang Sangat mudah dipertukarkan Fleksibel

Bergantung waktu ancang

Mudah breakdown Hasil variabel dan rendah Potensial masalah mutu Sumber pasokan terbatas Pemasok kurang handal Banyak perubahan proses Potensial kendala kapasitas Sulit dipertukarkan

Tidak fleksibel

Waktu ancang menjadi variable


(22)

Manajemen Risiko Rantai Pasokan

Risiko Rantai Pasok

Risiko adalah seluruh hal yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan (Muslich 2007). Menurut Djohanputro (2008), risiko diartikan sebagai ketidakpastiaan yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya atau ketidakpastiaan yang bisa dikuantitaskan yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Risiko juga dapat diartikan penyebaran dan atau penyimpangan dari target, sasaran, atau harapan.

Menurut Cavinato dirujuk Hadiguna (2010), pada dasarnya terdapat lima aliran yang bisa dianalisa dalam manajemen risiko rantai pasokan, yaitu risiko operasional, risiko finansial atau risiko keuangan, risiko informasi, risiko relasional, dan risiko inovasional. Manajemen risiko rantai pasokan pada umumnya fokus pada pada risiko operasional. Misalnya risiko dalam penerimaan pesanan, risiko dalam pembeliaan barang, risiko dalam persediaan, risiko dalam produksi, risiko dalam perencanaan, risiko dalam hubungan antara agen serta prinsipal dan beberapa kejadian lain yang sangat banyak dalam proses bisnis suatu perusahaan.

Djohanputro (2008), risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau faktor lain. Risiko operasional dapat terjadi pada dua tingkatan yaitu teknis dan organisasi.Pada tataran teknis, risiko operasional dapat terjadi apabila sistem informasi, kesalahan mencatat, informasi yang tidak memadai, dan pengukuran risiko yang tidak akurat dan tidak memadai.Pada tataran organisasi, risiko operasional dapat muncul karena sistem pemantauan dan pelaporan, sistem dan prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana mestinya.Risiko operasional dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu manusia (sumber daya manusia), teknologi, sistem dan prosedur, kebijakan, dan stuktur organisasi.Risiko operasional merupakan salah satu risiko rantai pasok.

Menurut Muslich (2007), risiko operasional mempunyai dimensi yang luas dan kompleks dengan sumber risiko yang merupakan gabungan dari berbagai sumber yang ada dalam organisasi, proses dan kebijakan, sistem dan teknologi, orang, dan faktor-faktor lainnya. Demikian pula besaran kerugian risiko operasional juga semakin meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan semakin kompleksnya bisnis perusahaan dan teknologinya. Risiko operasional merupakan potensi kerugian yang disebabkan oleh lima hal. Risiko operasional merupakan kerugian finansial yang disebabkan oleh kegagalan proses internal perusahaan, kesalahan sumber daya manusia, kegagalan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, dan kerugian karena pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku.

Risiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai kerugian yang dikaji dari sisi kemungkinan terjadinya, sisi kemungkinan penyebabnya, dan sisi akibatnya dalam rantai pasok sebuah perusahaan dan lingkungannya. Dalam suatu rantai pasok, jika satu pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok, maka akan berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung kepada mitra dalam jaringan rantai pasoknya (Marimin dan Maghfiroh 2010).


(23)

Menurut Djohanputro (2008), tujuan memahami risiko adalah untuk mengelola risiko. Manajemen risiko operasional merupakan salah satu kegiatan manajemen risiko rantai pasokan. Proses manajemen risiko operasional adalah proses penanganan risiko yang dimulai dari proses pengenalan risiko operasional sampai mengendalikan risiko operasional (Muslich, 2007).

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), analisis risiko rantai pasok merupakan bagian dari manajemen rantai pasok yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kegagalan berbisnis dalam kondisi yang penuh dengan ketidakpastiaan. Menurut Schoenher (2008) dirujuk Marimin dan Maghfiroh (2010), kategori risiko rantai pasok terbagi menjadi 17 macam, yaitu risiko komplain standarisasi, risiko kualitas produk, risiko biaya produksi, risiko biaya persaingan, risiko permintaan, risiko pemenuhan pasokan, risiko penggudangan, risiko ketepatan waktu kirim, risiko ketepatan budget pengiriman, risiko pemenuhan pesanan, risiko salah mitra, risiko jarak, risiko pemasok, risiko manajemen pemasok, risiko rekayasa dan inovasi, risiko transportasi, risiko bencana serta risiko produk asing.

Siklus Manajemen Risiko

Menurut Djohanputro (2008), siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahapan, yaitu identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, model pengelolaan risiko, monitor, dan pengendalian.

Identifikasi Risiko

Pada tahap ini, analis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan tidak selalu menghadapi seluruh risiko tersebut.Ada risiko yang dominan dan risiko yang minor.Dengan melakukan identifikasi risiko, maka dapat terkumpul informasi tentang kejadian risiko, informasi tentang penyebab risiko, dan informasi tentang dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut.

Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara yaitu analisis data historis, pengamatan dan survei, pengacuan (benchmarking), dan pendapat ahli. Prinsip dari analisis data historis adalah menggunakan berbagai informasi atau data mengenai segala sesuatu yang pernah terjadi, baik data primer maupun data sekunder. Prinsip dari pengamatan dan survei adalah melakukan investigasi secara langsung, pengamatan atau survei, on the spot. Prinsip dari pengacuan (benchmarking) adalah pertama-tama memilih acuan atau benchmark. Benchmark atau acuan adalah obyek yang memiliki kesamaan dengan obyek yang sedang diamati berkaitan dengan keberadaan risiko. Metode ini dapat diterapkan untuk melengkapi identifikasi risiko menggunakan metode analisis data historis dan metode pengamatan dan survei. Metode dengan menggunakan pendapat ahli dapat diperoleh dengan cara wawancara kepada satu orang, kepada sekelompok orang, atau melalui diskusi kelompok khusus, atau focus group discussion (FGD).


(24)

Pihak yang diwawancarai atau dilibatkan dalam FGD adalah orang yang dianggap ahli. Pada dasarnya, identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari keempat metode atau digunakan secara bersama-sama supaya saling melengkapi.

Pengukuran Risiko

Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitas risiko dan faktor kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya. Menurut Halikas et al (2004) dirujuk Marimin dan Maghfiroh (2010), dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar (bersifat subjektif) dan metode pengukuran risiko secara statistik (bersifat objektif).

Pemetaan Risiko

Sebuah manajemen akan mampu menilai risiko dengan adanya pengelompokkan terhadap risiko. Pemetaan risiko pada prinsipnya merupakan penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter-karakter dari masing-masing risiko dan menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing risiko (Djohanputro 2008). Risiko selalu terkait dengan dua dimensi, pemetaan yang paling tepat juga menggunakan dua dimensi yang sama. Kedua dimensi yang dimaksud adalah probabilitas terjadinya risiko dan dampaknya bila risiko terjadi. Diagram pemetaan risiko seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Kunci tahap pemetaan menurut Scandizzo (2005) adalah mengidentifikasi kegiatan kunci, menganalisis pemicu risiko yaitu people, process, system, dan external; menganalisis faktor-faktor risiko (kuantitas, kualitas, kondisi kritis, kegagalan); mengidentifikasi risiko; mengidentifikasi dan menganalisis kerugian; mengidentikasi dan menganalisis Key Risk Indicators (KRIs).

Gambar 3 Diagram pemetaan risiko (Djohanputro 2008) Risiko II Risiko I Risiko yang berbahaya yang

jarang terjadi

Mengancam pencapaian tujuan perusahaan

Risiko IV Risiko III

Risiko tidak berbahaya Risiko yang terjadi secara rutin

Rendah Tinggi

Rendah Tinggi

Probabilitas Sedang


(25)

Model Pengelolaan Risiko

Pengelolaan risiko dapat dilakukan secara konvensional, penetapan model risiko dan struktur organisasi pengelolaan risiko. Tahap ini adalah tahap memilih metode manajemen yang akan digunakan untuk mencegah atau mengurangi risiko yang akan terjadi, baik secara parsial atau menyeluruh, sehingga mampu meminimalkan dampak terhadap pengoperasian rantai pasok.

Monitoring dan Pengendalian Risiko

Status sebuah risiko dapat berubah-ubah sesuai kondisi, sehingga faktor-faktor risiko harus dimonitor untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan mengidentifikasi adanya risiko yang baru maupun berubah dari kemungkinan dan konsekuensinya. Monitoring dan pengendalian risiko bertujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana, cukup efektif, dan untuk memantau perkembangan terhadap kecendrungan-kecendrungan berubahnya profil risiko. Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis merubah prioritas risiko.

Interpretive Structural Modelling (ISM)

Menurut Raessi et al (2013) ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hirarki.Elemen-elemen yang dianalisis pada rantai pasok ini adalah kendala, tujuan, pelaku, dan segmen masyarakat terdampak dalam rantai pasok. Deskripsi singkat langkah-langkah ISM adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan sub-elemen kendala, tujuan, pelaku dan segmen masyarakat terdampak dalam rantai pasok yang diperoleh dari para pakar.

2. Analisis hubungan kontekstual bahwa satu sub-elemen (sub-elemen i) mendukung keberadaan sub elemen lain (sub-elemen j). Hubungan kontekstual antar sub-elemen i dan j ini diperoleh dari para pakar yang memberikan pendapatnya melalui pengisian kuesioner dengan simbol sebagai berikut:

V: sub-elemen i mendukung keberadaan sub-elemen j, tetapi tidak sebaliknya

A: sub-elemen j mendukung keberadaan sub-elemen i, tetapi tidak sebaliknya

X: sub-elemen i dan sub-elemen j saling mendukung keberadaannya O: sub-elemen i dan sub-elemen j tidak saling behubungan

3. Penyusunan Structural Self Interaction Matrix (SSIM).

Matriks ini mewakili elemen persepsi responden terhadap elemen hubungan yang dituju (Rajesh, Nikhil, Vivek 2013).


(26)

Pada langkah ini, SSIM ditransformasikan ke dalam bentuk matriks biner yang disebut matriks reachability awal dengan cara menggantikan V, A, X, O dengan angka 0 dan 1 sesuai peraturan sebagai berikut (Rajesh, Nikhil, Vivek 2013):

Jika sub-elemen (i,j) pada SSIM diisi V, maka sub-elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi 1 dan sub-elemen (j,i) pada matriks reachability menjadi 0

Jika sub-elemen (i,j) pada SSIM diisi A, maka sub-elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi 0 dan sub-elemen (j,i) pada matriks reachability menjadi 1

Jika sub-elemen (i,j) pada SSIM diisi X, maka sub-elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi 1 dan sub-elemen (j,i) pada matriks reachability menjadi 1

Jika sub-elemen (i,j) pada SSIM diisi O, maka sub-elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi 0 dan sub-elemen (j,i) pada matriks reachability menjadi 0.

Transivitas hubungan kontekstual tersebut kemudian diperiksa (jika sub-elemen i mendukung keberadaan sub sub-elemen j mendukung keberadaan sub-elemen k, maka sub-elemen i seharusnya mendukung sub-elemen k) untuk memperoleh matriks reachability akhir yang menunjukkan seluruh direct reachability dan indirect reachability. Pada matriks akhir tersebut, kekuatan penggerak elemen ditunjukkan melalui penjumlahan sub-elemen (i,j) pada tiap baris dan keterkaitan antar sub-sub-elemen ditunjukkan melalui penjumlahan sub-elemen (j,i) pada tiap kolom.

5. Penilaian tingkat partisipasi menurut Shahabadkar, Hebbal, Prashant(2012) dalam mengklasifikasikan elemen-elemen dalam tingkat-tingkat struktur ISM yang berbeda. Pengelompokan elemen-elemen dalam tingkat yang sama dengan mengembangkan Canonical Matrix. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan Directional Graph (digraph). Kelompok reachability dan kelompok antecedent untuk setiap sub-elemen diperoleh dari matriks reachability akhir. Kelompok reachability mencakup satu sub-elemen dan sub-elemen lain yang mungkin keberadaannya didukung oleh satu sub-elemen tersebut. Kelompok antecedent mencakup satu sub-elemen dan sub-elemen lain yang mendukung keberadaan satu sub-elemen tersebut. Perpotongan antara kedua kelompok tersebut kemudian diturunkan untuk seluruh sub-elemen. Sub-elemen dengan reachability dan perpotongan yang sama merupakan tingkat atas pada hirarki ISM. Sub-elemen tingkat atas dalam hirarki tidak akan mendukung keberadaan sub-elemen lain di tingkat atasnya. Sub-elemen dipisahkan dari sub-elemen lain setelah sub-elemen tingkat atas teridentifikasi. Proses yang sama kemudian diulang untuk memperoleh sub-elemen lain pada tingkat berikutnya.

6. Pembuatan digraph, yaitu grafik elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung dan tingkat hirarki. Digraph awal dibuat berdasarkan Canonical Matrix kemudian semua komponen yang transitif dipindahkan untuk membentuk digraph akhir. Model struktural dapat dibuat dari matriks akhir reachability. Jika terdapat hubungan antar sub-elemen i dan


(27)

j, maka anak panah dibuat dari sub-elemen i ke sub-elemen j. Gambar ini disebut directed graph (digraph). Setelah transitivitas dihilangkan, digraph dikonversikan ke dalam model berdasarkan ISM.

7. Pembangkitan ISM dengan cara seluruh jumlah elemen dipindahkan menjadi deskripsi elemen aktual sehingga ISM memberikan gambaran elemen-elemen sistem dan alur hubungannya secara jelas.

8. Kekuatan penggerak dan ketergantungan setiap elemen ditunjukkan pada matriks reachability akhir. Kekuatan penggerak setiap elemen merupakan penjumlahansemua elemen yang mungkin mempengaruhi. Ketergantungan setiap elemen merupakan penjumlahan semua elemen yang mungkin terpengaruh. Kekuatan penggerak dan ketergantungan ini akan digunakan dalam analisis MIC-MAC (Matrice d’Impact Croisés–Multiplication Appliqueé à un Classement atau Matrix of Cross Impact – Multiplications Applied to Classification) yang mengklasifikasikan elemen ke dalam 4 kelompok, yaitu elemen autonomous, dependent, linkage, dan independent.

Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic Hierarchy Process adalah satu model luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Proses ini juga memungkinkan orang menguji kepekaan hasilnya terhadap perubahan informasi. Dirancang untuk lebih menampung sifat alamiah manusia daripada memaksa seseorang ke cara berpikir yang mungkin berlawanan dengan hati nurani, AHP merupakan proses yang ampuh untuk menanggulangi berbagai persoalan politik dan sosio-ekonomi yang kompleks. AHP memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah dan pada logika, intuisi, dan pengalaman untuk memberi pertimbangan. Setelah diterima dan diikuti, AHP menunjukkan bagaimana menghubungkan elemen-elemen dari suatu bagian masalah dengan elemen-elemen dari bagian lain untuk memperoleh hasil gabungan.Prosesnya adalah mengidentifikasi, memahami, dan menilai interaksi-interaksi (Saaty 1990).

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan akan diselesaikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya (Marimin & Maghfiroh 2010).


(28)

Keuntungan Penerapan AHP

Menurut Saaty (1990), ada beberapa keuntungan yang didapat dari penerapan AHP, diantaranya adalah :

1) Kesatuan. AHP memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.

2) Kompleksitas. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

3) Saling ketergantungan. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

4) Penyusunan hirarki. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5) Pengukuran. AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan

metode untuk menetapkan prioritas.

6) Penilaian dan konsensus. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda.

7) Tawar-menawar. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan tertentu.

8) Sintesis.AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

9) Konsistensi. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. Prinsip-prinsip Dasar AHP

Terdapat tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan menggunakan AHP (Marimin dan Maghfiroh 2010). Ketiga prinsip tersebut adalah :

Penyusunan Hirarki

Penyusunan hirarki dilakukan dengan cara mengidentifikasi pengetahuan atau informasi yang sedang diamati.Penyusunan tersebut dimulai dari permasalahan kompleks yang diuraikan menjadi elemen pokoknya.Kemudaian elemen pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hirarki. Penilaian setiap level hirarki dinilai melalui perbandingan berpasangan.

Penentuan Prioritas

Untuk setiap level hirarki perlu dilakukan perbandingan berpasangan untuk menentukan prioritas. Sepasang elemen dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas preferensi antarelemen.Hubungan antarelemen dari setiap tingkatan hirarki ditetapkan dengan membandingkan elemen itu dalam pasangan. Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif elemen pada tingkat hirarki terhadap setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, elemen pada tingkat yang tinggi tersebut berfungsi sebagai


(29)

suatu kriteria yang disebut sifat. Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor prioritas atau tingkat kepentingan relatif elemen terhadap setiap sifat. Perbandingan berpasangan diulangi lagi untuk semua elemen dalam tiap tingkat. Langkah terakhir adalah dengan memberi bobot setiap vektor dengan prioritas sifatnya.

Konsistensi Logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.Penilaian yang mempunyai konsistensi tinggi sangat diperlukan dalam persoalan nyata, konsistensi sempurna sukar dicapai. Jika buah apel lebih disukai daripada jeruk dan jeruk lebih disukai daripada pisang maka dalam hubungan yang konsisten sempurna, apel seharusnya lebih disukai daripada pisang, tetapi dengan orang yang sama, dapat kadangkala lebih menyukai pisang daripada apel, tergantung waktu dan kondisi tertentu.Konsistensi sampai batas tertentu dalam menetapkan prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata.AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi.Nilai rasio konsistensi harus 10 persen atau kurang.Jika lebih dari 10 persen, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.

Penelitian Terdahulu

Agar penelitian ini lebih terarah pada masalah pokok yang akan ditelaah, dalam penelitian ini, ada beberapa tinjauan hasil penelitian terdahulu yang dijelaskan oleh Tabel 3 untuk menjadi referensi bagi peneliti dalam mengembangkan analisis.

Tabel 3 Penelitian terdahulu

No Peneliti Topik penelitian

1. Astuti (2012)

Eksplorasi pada rantai pasok buah manggis dengan analisis deskriptif. Identifikasi peran masing-masing pelaku dalam rantai pasok dan analisis elemen kunci struktur rantai pasok yang berperan dalam membentuk rantai pasok buah manggis. Keterkaitan antara sub elemen dalam tiap elemen kunci struktur tersebut dikaji menggunakan Intepretative Structural Modeling (ISM). Indikator kinerja kunci dan risiko kemudian diidentifikasi dengan menggunakan metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP). Dalam pengembangan rantai pasok ini, kinerja rantai pasok diukur menggunakan model Supply Chain Operations Reference (SCOR) dan nilai tambah juga dianalisis menggunakan metode Hayami. Pengukuran kinerja dan analisis nilai tambah dilakukan pada rantai pasok yang dikelola oleh KBU Al-Ihsan dan saluran pemasaran buah manggis di luar rantai pasok tersebut.


(30)

Lanjutan Tabel 3 Penelitian terdahulu

No Peneliti Topik Penelitian

2. Raeesi et al (2013)

Bagaimana menjembatani kesenjangan kewirausahaan dengan meninjau literatur yang paling relevan dan tersedia untuk memperoleh hambatan umum utama untuk kewirausahaan. Sebelas hambatan umum untuk kewirausahaan diidentifikasi dan didukung oleh literatur terkait. Karena hambatan-hambatan ini tidak independen dan tidak berhubungan, namun saling terkait dan interaktif. Memahami interaksi di antara hambatan dapat membantu para pengambil keputusan dalam menentukan langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi hambatan. Model interaksi ini, peneliti menggunakan penafsiran pemodelan struktural (ISM) yang telah terbukti efisien menjadi pendekatan untuk menganalisis interaksi sistematis antara hambatan.

3. Indrawanto (2009)

elemen apa saja yang harus menjadi prioritas untuk diperhatikan dalam pengembangan industri akar wangi Indonesia. Industri akar wangi Indonesia dapat berkembang dengan baik dengan memperhatikan dan memperbaiki kondisi elemen yang terpilih. Dengan memperhatikan dan memperbaiki kondisi elemen yang terpilih diharapkan industri akar wangi Indonesia dapat berkembang dengan baik.

4.

Manoharan dan Muralidharan (2012)

Mengembangkan metode inovatif dari penilaian kinerja yang akan berguna untuk merancang program pelatihan terstruktur. Metodologi atau pendekatan penilaian kinerja karyawan dilakukan menggunakan pendekatan analisis data envelopment dan model terintegrasi. Model interpretasi struktural digunakan untuk merancang program pelatihan bagi karyawan. Temuan penilaian kinerja dengan menggunakan analisis data envelopment fokus pada peningkatan output, sementara model Fuzzy terintegrasi dengan menggunakan fungsi kualitas penyebaran (QFD) dan multi-atribut pengambilan keputusan berfokus pada peningkatan input. Untuk perbaikan secara keseluruhan dan terus menerus pengetahuan, keterampilan karyawan dan atribut model komposit ini memberikan analisis mendalam dan juga menawarkan cara untuk merancang program pelatihan yang terstruktur dan efektif melalui pemodelan struktural.

5 Tang (2006)

Meninjau berbagai model kuantitatif untuk mengelola risiko rantai pasokan. Penelitian ini mengembangkan kerangka kerja terpadu untuk mengklasifikasikan artikel SCRM. Kemudian diharapkan penelitian ini dapat berfungsi sebagai panduan praktis bagi beberapa peneliti dan menyoroti kesenjangan antara teori dan praktek, sehingga dapat memotivasi para peneliti lain untuk untuk mengembangkan model baru untuk mengurangi risiko rantai pasokan.

6. Singh (2011)

Pengembangan kerangka kerja untuk meningkatkan koordinasi dalam rantai pasokan dan pengembangan indeks untuk koordinasi. Peneliti menggunakan pendekatan model struktural interpretif (ISM) untuk mengembangkan hubungan struktural antara faktor-faktor yang berbeda koordinasi dan responsif dalam rantai pasokan untuk mengambil keputusan strategis. Kerangka kerja ini juga digunakan untuk mengevaluasi indeks koordinasi bagi suatu organisasi.


(31)

3 METODE

Kerangka Pemikiran

Sayuran masih menjadi produk yang memiliki potensi untuk pengembangan pasar domestik maupun ekspor di masa yang akan datang. Indonesia masih mengunggulkan sektor pertanian dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, diperlukan keunggulan komparatif untuk sektor pertanian yang didapat dengan rantai pasok. Sayuran dataran tinggi dinilai memiliki prospek yang baik dan memiliki nilai strategi dalam mendukung program diversifikasi pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan. Risiko pada sayuran dataran tinggi cukup tinggi, seperti risiko gagal panen, sayuran yang cepat rusak dan busuk, jalur distribusi pada rantai pasok sayuran dataran tinggi yang terlalu panjang, masa simpan produk yang pendek, modal usaha yang terbatas, kepastian harga yang kurang jelas, faktor cuaca yang tidak menentu dan kurangnya keterampilan petani dalam menangani hasil panen. Risiko ini pun masih terjadi pada rantai pasok sayuran dataran tinggi di Sumatera Barat dan Sumatera Utara walaupun data menunjukkan Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara memberikan angka PDRB terbesar.

Berdasarkan permasalahan yang ada maka penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi bagaimana aliran saluran distribusi sayuran dataran tinggi di Sumatera, khususnya di daerah dataran tinggi Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara melalui wawancara dengan para pelaku yang berada sepanjang saluran distribusi sayuran dataran tinggi. Selain itu dilakukan perancangan model optimasi dan manajemen risiko dengan menggunakan metode AHP (Analytic Hierarchy Process). Setelah model optimasi dirumuskan, maka dilakukan minimisasi risiko dengan ISM (Interpretive Structural Modelling). Sehingga akan didapat suatu model optimasi dan manajemen risiko saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi di Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Model ini diharapkan dapat memberikan suatu keunggulan komparatif pada sektor pertanian di Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Gambar 4 menyajikan bagan kerangka pemikiran dalam penelitian ini.


(32)

Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu pra penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penutup. Pada tahap pra penelitian terdiri dari identifikasi minat penelitian, pemilihan topik penelitian dan studi pustaka, penentuan topik penelitian, perumusah masalah, dan rancangan pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan Analytic Hierarchy Process maka perlu dilakukan pairwise comparison. Setelah dilakukan pairwise comparison, tahap selanjutnya adalah membuat kerangka AHP, menghitung bobot dari AHP dan menentukan kekonsistenan dari hasil AHP. Dari hasil AHP, maka akan diperoleh model optimasi pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi wilayah Sumatera. Kemudian untuk minimisasi risiko dilakukan analisis dengan menggunakan Interpretive Structural Modeling (ISM) sehingga pada tahap akhir yaitu sebagai penutup terbentuklah suatu model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi wilayah Sumatera untuk mencapai keunggulan komparatif pada kesimpulan dan saran. Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 5.

Identifikasi struktur rantai pasokan sayuran dataran tinggi Sumatera Barat dan Sumatera Utara

Merumuskan Model Optimasi dan Manajemen Risiko

Nilai strategis sayuran Permasalahan sayuran dataran tinggi di Sumatera

Model Optimasi dan Manajemen Risiko Saluran Distribusi Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Wilayah Sumatera Barat dan Sumatera Utara

Minimisasi Risiko


(33)

Gambar 5 Tahapan penelitian Penentuan topik penelitian Identifikasi minat penelitian

Pemilihan topik penelitian Studi pustaka dan diskusi

Perumusan Masalah

1. Bagaimana aliran rantai pasok sayuran dataran tinggi kabupaten Agam, sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara?

2. Bagaimana model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran di daerah dataran tinggi Kabupaten Agam dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara?

3. Bagaimana meminimalkan risiko pada saluran distribusi sayuran dataran tinggi di daerah Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara?

Pra penelitian

Rancangan Pengumpulan Data

Identifikasi kebutuhan data, metode pengumpulan data, dan pemilihan analisis data

Pengumpulan data

Analisis data Studi pendahuluan, Studi pustaka, Opini pakar

Pairwise Comparison Pengumpulan data lapangan

Nilai Eigen Vektor

Hitung CI dan CR Kerangka AHP

AHP

Konsisten

? Ya Tidak

Minimisasi Risiko dengan ISM (Interpretive Structural

Modelling)

Kesimpulan dan Saran Bobot prioritas tiap elemen Model Optimasi dan Manajemen

Risiko pada Saluran Distribusi Rantai Pasok Sayuran Dataran


(34)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Agam, Sumatera barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan September hingga November 2013. Kemudian dilanjutkan dengan penelitian lanjutan pada bulan Februari hingga Maret 2014.

Jenis dan Metode Penelitian

Data yang dibutuhkan pada penelitian berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara, dan penyebaran kuisioner. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dengan cara studi pustaka.

Metode pengumpulan data atau informasi dapat dilakukan melalui beberapa teknik, diantaranya adalah:

a. Observasi

Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung objek penelitian untuk mengidentifikasi anggota rantai pasokan dan mengetahui mekanisme rantai pasokan produk dan komoditas sayuran dataran tinggi.

b. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan pihak yang terkait dengan topik yaitu petani, koperasi, bandar, dan pakar. Alat bantu yang digunakan dalam wawancara yaitu kuisioner yang ditujukan kepada pakar.

c. Opini Pakar

Opini pakar diperoleh dari para pakar yang terkait dengan topik penelitian. d. Studi Pustaka

Studi pustaka diperoleh dari literatur tentang konsep rantai pasokan, hasil-hasil penelitian terdahulu, dan data-data dari Unit Pelaksana Teknis Balai Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan Kecamatan Baso, Kabupaten Agam.

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling, yaitu snowball sampling dan purposive sampling. Snowball sampling digunakan untuk mengidentifikasi anggota pada saluran distribusi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Kabupaten Karo, Sumatera Utara sehingga penulis dapat mengidentifikasi semua anggota yang berada pada saluran distribusi. Purposive sampling diambil berdasarkan beberapa kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Pakar berperan penting dalam memberikan penilaian terhadap permasalahan yang ada. Pakar yang digunakan pada penelitian ini sebanyak lima orang dari masing-masing daerah, yaitu petani, penyuluh, pengumpul, pedagang pasar, dan kepala UPT untuk pengolahan data ISM. Kemudian diambil lagi dua orang pakar untuk


(35)

pengolahan data AHP dari masing-masing daerah yaitu ketua kelompok tani dan penyuluh yang secara langsung aktif selalu memberikan penyuluhan pada para petani.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data menggunakan pendekatan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi wilayah Sumatera. Interpretive Structural Modelling (ISM) digunakan untuk minimisasi risiko yang ada pada saluran distribusi rantai pasok sayuran datara tinggi wilayah Sumatera. Pada proses pengolahan ISM digunakan software Transitive Closure.

Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP digunakan untuk menghitung bobot kinerja rantai pasok pada masing-masing tingkat hirarki dan mengetahui faktor atau elemen yang mempunyai pengaruh terbesar dalam satu tingkat hirarki. Perhitungan AHP dapat diselesaikan dengan menggunakan software Expert Choice. Adapun tahapan yang dilakukan dalam AHP adalah:

a. Penyusunan Prioritas

Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Tujuan adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau sistem secara keseluruhan. Perincian langkah dalam penyusunan prioritas terdapat pada lampiran 3.

b. Eigen Value dan Eigen Vector

Apabila pengambil keputusan sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria-kriteria yang berada dalam satu level (tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan, maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level (tingkatan). Pembahasan lebih lanjut mengenai eigen value dan eigen vector dijelaskan pada lampiran 3.

c. Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan yang lainnya adalah syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi decision maker sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama jika harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka decision maker dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.Pengukuran konsistensi dijelaskan pada lampiran 3. Model struktur hirarki AHP dapat dilihat pada gambar 6. Hirarki pertama pada model struktur AHP adalah variabel kendala, kemudian pada hirarki kedua adalah variabel tujuan. Hirarki ketiga adalah variabel pelaku dan hirarki keempat adalah variabel segmen masyarakat terdampak. Urutan


(36)

hirarki pada model AHP ini dimodifikasi berdasarkan prioritas dari goal AHP

yaitu untuk merancang ―model optimasi dan manajemen risiko pada saluran

distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi di Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Kendala ditempatkan pada hirarki pertama karena, pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi di Sumatera Barat dan Sumatera Utara menjadi prioritas yang sangat diperhatikan. Tujuan ditempatkan pada hirarki kedua, karena setelah diketahui kendala apa saja yang harus diatasi maka timbul tujuan-tujuan yang ingin dicapai agar kendala yang ada dapat di minimalisir bahkan dapat hilang dengan tercapainya tujuan-tujuan ini. Pelaku pada hirarki ketiga berperan sebagai alat yang mendorong untuk tercapainya tujuan. Segmen masyarakat terdampak pada hirarki keempat sebagai sasaran yang dituju dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai.

d. Analisis Sensitivitas Pada AHP

Analisis sensitivitas pada AHP dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi perubahan yang cukup besar, misalnya tejadi perubahan bobot prioritas dan kriteria karena adanya perubahan kebijaksanaan sehingga muncul usulan pertanyaan bagaimana urutan prioritas alternatif yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Dalam suatu hirarki tiga level, level dua dari hirarki tersebut dapat disebut sebagai variabel eksogen sedangkan level tiganya adalah variabel endogen. Analisis sensitivitas dari hirarki tersebut adalah melihat pengaruh dan perubahan pada variabel eksogen terhadap kondisi variabel endogen.

Apabila dikaitkan dengan suatu periode waktu maka dapat dikatakan bahwa analisis sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya penilaian yang dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu jangka waktu tertentu dan adanya perubahan kebijaksanaan atau tindakan yang cukup dilakukan dengan analisis sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi. Analisis sensitivitas ini juga akan menemukan stabil tidaknya sebuah hirarki. Makin besar deviasi atau perubahan prioritas yang terjadi maka makin tidak stabil hirarki tersebut. Meskipun begitu, suatu hirarki yang dibuat haruslah tetap mempunyai sensitivitas yang cukup, artinya jika ada perubahan pada variabel eksogen, minimal ada perubahan bobot prioritas pada variabel endogen meskipun tidak terlalu besar.

Interpretive Structural Modeling (ISM)

Interpretive Structural Modeling (ISM), merupakan kerangka kerja terarah yang dapat menyelesaikan masalah kompleks, dan memberikan gambaran realistis yang jelas pada pengambil keputusan mengenai sistem dan variabel yang terlibat

(Wang et al 2008 & Chandramowli et al 2011). Metode ini merupakan metode

interpretif karena menilai kelompok apakah dan bagaimana memutuskan elemen yang terkait, berdasarkan pada hubungan yangdiidentifikasi dalam menyediakan model digraph dari hubungan tertentu dan struktur keseluruhan. ISM diperkenalkan oleh Warfield (1974) sebagai teknik pemodelan untuk menganalisis dampak dari satu elemen pada unsur-unsur lain dan untuk mendapatkan wawasan


(37)

domain yang berbeda dari ilmu pengetahuan, dan untuk berbagai tujuan, sebagai metode menarik yang memberikan struktur untuk interaksi yang kompleks antara

hambatan yang menghalangi keberhasilan sistem. Langkah-langkah identifikasi

hubungan antar sub elemen dalamsuatu sistem yang komplek dengan metode ISM adalah :

1. Identifikasi elemen-elemen sistem.

Elemen-elemen sistem dan sub elemennya sistem diidentifikasi dan didaftar.Kegiatan ini dapat dilakukan melalui penelitian, brainstorming atau lainnya.Elemen dan sub elemen pada penelitianini dapat dilihat pada tabel 4.

2. Penetapan hubungan kontekstual antar elemen.

Hubungan kontekstual antar elemen atau sub elemen ditetapkan sesuai dengan tujuan dari pemodelan.

3. Pembentukan Structural Self Interaction Matrix (SSIM).

Matriks ini merupakan hasil persepsi pakar responden terhadap hubungan kontekstual antar elemen atau antar sub elemen. Empat macam simbol untuk menyajikan tipe hubungan yang ada adalah:

a. Simbol V untuk menyatakan adanya hubungan kontekstualyang telah ditetapkan diatas antara elemen Ei terhadap elemenEj, tetapi tidak sebaliknya.

b. Simbol A untuk menyatakan adanya hubungan kontekstualyang telah ditetapkan diatas antara elemen Ej terhadap elemenEi, tetapi tidak sebaliknya.

c. Simbol X untuk menyatakan adanya hubungan kontekstualyang telah ditetapkan diatas secara timbal balik antara elemenEi dengan elemen Ej

d. Simbol O untuk menyatakan tidak adanya hubungankontekstual yang telah ditetapkan diatas antara elemen Ei danelemen Ej.

4. Pembentukan Reachability Matrix (RM)

Matriks ini adalah matriks biner hasil konversi dari SSIM. Aturankonversi dari SSIM menjadi RM adalah:

a. Jika simbol dalam SSIM adalah V, maka nilai Eij = 1 dannilai Eji = 0 dalam RM

b. Jika simbol dalam SSIM adalah A, maka nilai Eij = 0 dan nilai Eji = 1 dalam RM

c. Jika simbol dalam SSIM adalah X, maka nilai Eij = 1 dan nilai Eji = 1 dalam RM

d. Jika simbol dalam SSIM adalah O, maka nilai Eij = 0 dan nilai Eji = 0 dalam RM

Matriks RM awal perlu dimodifikasi untuk menunjukkan direct dan indirect reachability, yaitu kondisi dimana jika Eij = 1 dan Ejk = 1 maka Eik = 1. Eij adalah kondisi hubungan kontekstual antara elemen Ei terhadap elemen Ej. Dari matriks RM yang telah dimodifikasi didapat nilai Driver Power (DP) dan nilai dependence (D). Berdasarkan nilai DP dan D, elemen-elemen dapat diklasifikasikan ke dalam 4 sektor, yaitu:

a. Sektor autonomous yaitu sektor dengan nilai DP rendah dan nilai D rendah. Elemen-elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau memiliki hubungan sedikit.


(38)

b. Sektor dependent yaitu sektor dengan nilai DP rendah dan nilai D tinggi. Elemen yang masuk dalam sektor ini elemen yang tidak bebas dalam sistem dan sangat tergantung pada elemen lain.

c. Sektor linkage yaitu sektor dengan nilai DP tinggi dan nilai D tinggi. Elemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati karena perubahan pada elemen tersebut akan berdampak pada elemen lainnya dan yang pada akhirnya akan kembali berdampak pula pada elemen tersebut.

d. Sektor independent yaitu sektor dengan nilai DP tinggi dan nilai D rendah. Elemen yang masuk dalam sektor ini dapat dianggap sebagai elemen bebas. Setiap perubahan dalam elemen ini akan berimbas pada elemen lainnya sehingga elemen-elemen dalam sektor ini juga harus dikaji secara hati-hati.

5. Pembuatan level partitioning.

Elemen-eleman diklasifikasikan ke dalam level yang berbeda dari struktur ISM yang akan dibentuk. Untuk tujuan ini dua perangkat diasosiasikan dengan setiap elemen dalam sistem, yaitu reachability set (Ri) yang merupakan set elemen-elemen yang dapat dicapai oleh elemen Ei, dan antecedent set (Ai) yang merupakan set elemen-elemen dimana elemen Ei dapat dicapai.

6. Pembentukan canonical matrix.

Pada matriks ini elemen-elemen dengan level yang sama dikelompokkan. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan digraph.

7. Digraph.

Digraph adalah sebuah grafik dari elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung, dan level hirarki.

8. Membangkitkan ISM dengan memindahkan seluruh jumlah elemen dengan deskripsi elemen aktual. ISM memberikan deskripsi yang sangat jelas dari elemen-elemen sistem beserta alur hubungannya.


(39)

Gambar 6 Struktur hirarki model optimasi dan manajemen risiko pada saluran distribusi rantai pasok sayuran dataran tinggi di Sumatera

Model Optimasi dan Manajemen Risko pada Saluran Distribusi Rantai

Pasok Sayuran Dataran TinggiWilayah Sumatera Barat dan Sumatera Utara Fokus Bahan baku kurang baik Keteram pilan SDM kurang baik Alat pertanian kurang baik Penanga nan distribusi kurang baik Sistem pemesanan dan pembaya ran kurang jelas Peningka Tan biaya transporta si Kendala

Tujuan Peningkatan

mutu petani Peningkatan mutu sayuran Peningka tan akses ke sumber daya Peningka tan kesejahtera an petani Pelaku LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Pemerintah daerah (PEMDA) Bank dan lembaga keuangan terkait Universitas Pemilik lahan Segmen masyarakat terdampak Pengusaha/

UKM Buruh tani

Gabungan kelompok


(40)

Tabel 4 Elemen dan subelemen berdasarkan ISM (Interpretive Structural Modeling)

Elemen Sub elemen

Kendala

1. Keterampilan SDM yang terbatas 2. Mutu bahan baku yang kurang baik 3. Mutu alat pertanian yang kurang baik 4. Keterlambatan waktu pengiriman 5. Jumlah sayuran yang dikirim tidak sesuai

6. Penanganan distribusi pasca panen yang kurang baik 7. Kenaikan BBM mempengaruhi biaya transportasi 8. Sistem pembayaran dan pemesanan yang kurang jelas

Tujuan

1. Peningkatan kualitas SDM

2. Peningkatan kualitas sayuran dataran tinggi

3. Peningkatan akses ke sumberdaya (modal, bahan baku, dan teknologi)

4. Peningkatan kesejahteraan petani 5. Kemandirian petani

Aktor

1. PEMDA

2. Bank dan lembaga keuangan 3. Universitas

4. Lembaga penjamin keuangan khusus petani 5. LSM

6. Lembaga Pendidikan dan Keterampilan (LPK) Segmen Masyarakat

Terdampak

1. PEMDA 2. Pemilik lahan

3. Pengusaha/UKM di sektor pertanian 4. Pengusaha/UKM di sektor informal 5. Buruh petani


(1)

Lampiran 4 Hasil pengolahan minimisasi risiko dengan ISM di Kabupaten Agam, Sumatera Barat Reachability set Antecedent set Intersection Level

1 1,2,4 1,2,4,6 1,2,4 II

2 1,2,4 1,2,4,6 1,2,4 II

4 1,2,4 1,2,4,6 1,2,4 II

6 1,2,4,6 6 6

Reachability set Antecedent set Intersection Level

6 6 6 6 III

Elemen Segmen Masyarakat Terdampak

Reachability set Antecedent set Intersection Level 1 1,2,3,5 1,2,3,5,6 1,2,3,5 2 1,2,3,5 1,2,3,5,6 1,2,3,5

1,2,4

5 3,6

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6

LINKAGE BARRIERS

AUTONOMOUS BARRIERS

DEPENDENT BARRIERS

INDEPENDENT


(2)

Reachability set Antecedent set Intersection level

6 6 6 6 III

4

1,2,3,5 6

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6

LINKAGE BARRIERS

AUTONOMOUS BARRIERS

DEPENDENT BARRIERS

INDEPENDENT


(3)

Lampiran 5 Hasil pengolahan minimisasi risiko dengan ISM di Kabupaten Karo, Sumatera Utara

Elemen Kendala

Reachability set Antecedent set Intersection Level

1 1,2,5 1,2,6 1,2

2 1,2,5 1,2,6 1,2

3 3 3 3 I

4 4 4 4 I

5 5 1,2,5,6 5 I

6 1,2,5,6 6 6

7 7 7 7 I

8 8 8 8 I

Reachability set Antecedent set Intersection Level

1 1,2 1,2,6 1,2 II

2 1,2 1,2,6 1,2 II

6 1,2,6 6 6

reachability set antecedent set intersection level

6 6 6 6 III

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6 7

LINKAGE BARRIERS

AUTONOMOUS BARRIERS

DEPENDENT BARRIERS

INDEPENDENT

BARRIERS


(4)

Reachability set Antecedent set Intersection Level

2 2 2 2 II

Elemen Pelaku

Reachability set Antecedent set Intersection Level

1 1 1 1 I

2 2 2 2 I

3 3 3 3 I

4 4 4,5 4 I

5 4,5 5 5

6 6 6 6 I

Reachability set Antecedent set Intersection Level

1 5 5 5 II

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5

LINKAGE BARRIERS

AUTONOMOUS BARRIERS

DEPENDENT BARRIERS

INDEPENDENT


(5)

Lampiran 5 Hasil pengolahan minimisasi risiko dengan ISM di Kabupaten Karo, Sumatera Utara

Elemen Segmen Masyarakat Terdampak

Reachability set Antecedent set Intersection Level

1 1,6 1 1 I

2 2 2 2 I

3 3 3 3 I

4 4 4 4 I

5 5 5 5

6 1 6 6 I

Reachability set Antecedent set Intersection Level

5 5 5 5 II

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 2 3 4 5 6

LINKAGE BARRIERS

AUTONOMOUS BARRIERS

DEPENDENT BARRIERS

INDEPENDENT

BARRIERS

5 6 7 8 9

LINKAGE BARRIERS

INDEPENDENT


(6)

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 11 Juni 1990 sebagai anak sulung

dari pasangan Junandar Avianto dan Neneng Heryani. Tahun 2008 penulis lulus

dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk

Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan

diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Pendidikan Sarjana di tempuh selama 3,5 tahun dan lulus pada tahun 2012. Pada

tahun yang sama memiliki kesempatan untuk melanjutkan ke Program

Pascasarjana dan diterima di Program Studi Ilmu Manajemen Pascasarjana IPB.

Selama mengikuti perkuliahan Pascasarjana, penulis menjadi asisten

praktikum manajemen keuangan pada tahun ajaran 2012/2013. Sebuah artikel

yang berjudul ―Model Optimasi dan Manajemen Risiko Saluran Distribusi

Sayuran Dataran Tinggi di Su

matera Barat dan Sumatera Utara‖ akan di terbitkan

di jurnal Magister Profesional Indsustri Kecil Menengah (MPI) volume 9 no 2,

periode September 2014 yang merupakan bagian dari tesis S-2 penulis.