Pengaruh Budaya Organisasi dan Integrasi Rantai Pasok Terhadap Kinerja Petani Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanah Karo
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INTEGRASI
RANTAI PASOK TERHADAP KINERJA PETANI SAYURAN
DATARAN TINGGI DI KABUPATEN TANAH KARO
BRAMA SIPAHUTAR
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Budaya
Organisasi dan Integrasi Rantai Pasok Terhadap Kinerja Petani Sayuran Dataran
Tinggi di Kabupaten Tanah Karo adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Brama Sipahutar
NIM H24100122
ABSTRAK
BRAMA SIPAHUTAR, Pengaruh Budaya Organisasi dan Integrasi Rantai Pasok
Terhadap Kinerja Petani Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanah Karo.
Dibimbing oleh ANGGRAINI SUKMAWATI.
Budaya organisasi pada kelompok tani merupakan salah satu hal yang
berperan penting untuk meningkatkan kinerja petani dalam rantai pasok sayuran.
Integrasi rantai pasok yang dilakukan petani merupakan kegiatan yang
menciptakan suatu hubungan timbal balik antar pihak di dalam rantai pasok yang
bertujuan untuk memperoleh manfaat dan keuntungan bersama. Penelitian ini
dilakukan di Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara yang bertujuan untuk : 1)
Menganalisis budaya organisasi pada kelompok tani di daerah Kabupaten Tanah
Karo, Sumatera Utara; 2) Menganalisis kinerja petani yang tergabung dalam
kelompok tani di daerah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara; 3) Menganalisis
integrasi rantai pasok petani di daerah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara; 4)
Menganalisis pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai pasok terhadapa
kinerja petani yang tergabung dalam kelompok tani di daerah Kabupaten Tanah
Karo, Sumatera Utara. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 45 responden
dimana responden tersebut adalah petani yang tergabung di kelompok tani.
Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara, observasi, studi literatur, dan
internet. Pada penelitian ini, data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode
analisis deskriptif dan Structural Equation Modeling (SEM) dengan pendekatan
Smart Partial Least Square 2.0. Hasil analisis menyatakan bahwa budaya
organisasi dan integrasi rantai pasok berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja petani dimana budaya organisasi sebagai variabel moderasi sehingga
hubungan antara integrasi rantai pasok dengan kinerja akan semakin baik apabila
peranan budaya organisasi berjalan dengan baik.
Kata kunci: budaya organisasi, integrasi rantai pasok, kinerja petani.
ABSTRACT
BRAMA SIPAHUTAR, Influence of Organizational Culture and The Supply
Chain Integration on Highland Vegetable Farmer’s Performance in Tanah Karo
Regency. Supervised by ANGGRAINI SUKMAWATI.
Organizational culture is one of the necessary thing to increase farmer
performance in the supply chain of vegetable. The supply chain integration that
the farmer do is the activity to make interrelationship among supply chain parties
in which it has got a purpose to get a benefit and profitability. This research was
conducted in Tanah Karo Regency, Sumatera Utara, that intent on : 1) To analyze
organizational culture in the farmer groups in Tanah Karo Regency, Sumatera
Utara; 2) To analyze farmer performance in Tanah Karo Regency, Sumatera
Utara; 3) To analyze supply chain integration of the farmer in Tanah Karo,
Sumatera Utara; 4) To analyze influence of organizational culture and supply
chain integration on performanace of the farmer who is involved in the farmer
groups in Tanah Karo Regency, Sumatera Utara. The number of samples in this
research is 45 respondents in which they are the farmer who is involved in
the farmer groups. The data collection methods are using interviews,
observation, literature study, and internet. This research, the data is
analyzed with the descriptive analysis and Structural Equation Modeling
(SEM) with Smart Partial Least Square 2.0 approach. The result of
analysis suggest that organizational culture and supply chain integration
have a positive and significant influence on famer’s performance in which
organizational culture as a moderating variable so the correlation between
supply chain integration and performance will be reinforced well if it has a
good organizational culture.
Keywords: farmer’s performance, organizational culture, supply chain integration.
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INTEGRASI
RANTAI PASOK TERHADAP KINERJA PETANI SAYURAN
DATARAN TINGGI DI KABUPATEN TANAH KARO
BRAMA SIPAHUTAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengaruh Budaya Organisasi dan Integrasi Rantai Pasok Terhadap
Kinerja Petani Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanah Karo
Nama
: Brama Sipahutar
NIM
: H24100122
Disetujui oleh
Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Mukhamad Najib, STP, MM
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang dilaksanakan pada bulan
September 2013 yang berjudul Pengaruh Budaya Organisasi dan Integrasi Rantai
Pasok Terhadap Kinerja Petani Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanah Karo.
Penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak oleh karena
itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada program HIBAH
STRATEGI NASIONAL 2013. Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada
Ibu Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM selaku dosen pembimbing, Ibu Lindawati
Kartika, SE. MSi. dan Bapak R. Dikky Indrawan, MM yang telah banyak
membantu dan mengarahkan pada saat pengumpulan data di lapangan. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Alm. Ibunda Arni, Ayahanda Ir.
Kamal Sipahutar, Kakanda Ervina Sari Sipahutar, SH, MH , Kakanda Anjani
Sipahutar, SH, MH dan Adinda Siva Fadillah Sipahutar serta seluruh pihak atas
doa dan kasih sayangnya. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Brama Sipahutar
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE PENELITIAN
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Karakteristik Responden
8
Persepsi Petani Terhadap Integrasi Rantai Pasok
13
Persepsi Petani Terhadap Kinerja
16
Persepsi Petani Budaya Organisasi Kelompok Tani
17
Pengaruh Budaya Organisasi dan Integrasi Rantai Pasok Terhadap Kinerja
Petani
19
Implikasi Manajerial
24
SIMPULAN DAN SARAN
25
Simpulan
25
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
43
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Persepsi petani terhadap integrasi pelanggan
Persepsi petani terhadap integrasi pemasok
Persepsi petani terhadap integrasi internal
Persepsi petani terhadap kinerja operasional
Persepsi petani terhadap kinerja bisnis
Persepsi petani terhadap orientasi kontrol-fleksibilitas
Persepsi petani terhadap fokus internal-eksternal
Hasil evaluasi outer model dan inner model dari model I dan model II
Implikasi Manajerial
14
15
15
16
17
18
19
21
24
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian
2 Model pertama pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai pasok
terhadap kinerja petani
3 Model kedua pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai pasok
terhadap kinerja petani
4 Jumlah petani berdasarkan usia
5 Jumlah petani berdasarkan tingkat pendidikan
6 Jumlah petani berdasarkan status pernikahan
7 Jumlah petani berdasarkan daerah asal
8 Jumlah petani berdasarkan pengalaman bertani
9 Jumlah petani berdasarkan luas lahan pertanian
10 Jumlah petani berdasarkan pendapatan bertani
11 Jumlah petani berdasarkan jumlah tanggungan
12 Jumlah petani berdasarkan pekerjaan di bidang tani lainnya
13 Jumlah petani berdasarkan usaha selain bertani
14 Jumlah petani berdasarkan pendapatan usaha selain bertani
15 Outer model terpilih
16 Inner model terpilih
4
7
7
8
9
9
10
10
11
11
12
12
13
13
21
22
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lampiran 1 uji validitas dan uji reliabilitas
2 Lampiran 2 hasil pengolahan SPLS
3 Lampiran 3 kuesioner
28
30
40
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mayoritas penduduk Indonesia memiliki sumber mata pencaharian dari
kegiatan-kegiatan di bidang pertanian oleh sebab itu Negara Indonesia disebut
Negara Agraris. Sebagai Negara Agraris, Indonesia seharusnya dapat memenuhi
kebutuhan pangannya dari produksi dalam negeri. Kabupaten Tanah Karo
merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan pertanian yang cukup potensial
dan ditargetkan menjadi ikon pada bidang pertanian di Indonesia, hal tersebut
sejalan dengan program pemerintah di bidang ketahanan pangan.
Ditinjau dari kondisi topografinya, daerah Kabupaten Tanah Karo terletak
di dataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah 140 m di atas permukaan
laut dan yang tertinggi adalah 2.451 m di atas permukaan laut. Dengan kondisi
tersebut, Kabupaten Tanah Karo memiliki potensi sebagai daerah penghasil
komoditas hortikultura. Tentu saja hal tersebut menjadi salah satu faktor kegiatan
ekonomi masyarakat yang mengutamakan sektor pertanian dalam membuka
lapangan usaha.
Kabupaten Tanah Karo merupakan daerah yang potensial di sektor
pertanian sehingga daerah tersebut memiliki kesempatan untuk melakukan
ekspansi pasar melalui kegiatan ekspor-impor di sektor pertanian. Di tengah
derasnya serbuan komoditas sayur-mayur impor ke Indonesia termasuk Sumatera
Utara, namun pada saat yang bersamaan aktivitas ekspor komoditas sayur-mayur
Sumatera Utara melalui terminal peti kemas Belawan International Container
Terminal (BICT) justru meningkat tajam. Berdasarkan data dari kementrian
BUMN pada bulan Juli 2012 volume ekspor komoditas sayur-mayur Sumatera
Utara yang produksinya didominasi oleh petani Kabupaten Tanah Karo sudah
mencapai 28.773 ton. Sementara pada periode yang sama di tahun 2011 volume
ekspornya sebanyak 15.593 ton atau meningkat sekitar 84,52%.
Berdasarkan penjelasan di atas, Kabupaten Tanah Karo memiliki peluang
yang baik dalam melakukan proses bisnisnya, tetapi hal tersebut tidak menutup
kemungkinan bahwa dalam melakukan kegiatan bisnis terdapat beberapa kendala
yang menghambat proses tersebut. Kendalanya yaitu kinerja petani dalam
melakukan pengembangan bisnis secara umum masih rendah. Pengembangan
bisnis tersebut akan menjadi efektif dan efisien dengan membentuk suatu
kelompok kerja sama antar petani yang berbentuk suatu organisasi berupa
kelompok tani. Suatu organisasi dapat berjalan secara optimal dengan menerapkan
budaya organisasi yang baik. Schein (1992) mengungkapkan bahwa budaya
organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan
memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan
lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Menurut Stephens
(1996), fungsi budaya organisasi yaitu mempermudah timbulnya komitmen pada
sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. Budaya
organisasi memiliki dua dimensi yaitu orientasi fleksibilitas-kontrol dan fokus
internal-eksternal (Denison dan Spreitzer, 1991; Cameron dan Quinn, 1999).
Selain budaya organisasi yang baik, perusahaan dituntut pula menciptakan suatu
integrasi rantai pasok yang baik pula dimana menurut Mitra dan Singhal (2008),
2
terdapat hubungan positif antara integrasi rantai pasok dengan produktifitas
karena di dalam integrasi rantai pasok tersebut perusahaan akan berbagi informasi
yang lebih, bekerja sama dengan penyedia dan pelanggan utama mereka untuk
mengurangi biaya serta berkolaborasi dalam memperbaiki produk dan
pelayanannya. Hal tersebut tentu saja mengacu pada kinerja bisnis dimana
pengukuran kinerja dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu kinerja
operasional dan kinerja bisnis (Flynn et al., 2010). Kedua kriteria tersebut dapat
dijadikan sebagai dasar dalam pengukuran kinerja dan kesuksesan bisnis di sektor
pertanian yang dilakukan oleh petani.
Petani yang menjadi anggota kelompok tani di Kabupaten Tanah Karo
umumnya belum cukup kuat dan mandiri sehingga belum memiliki kemampuan
memasuki dan membentuk pasar. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan
tujuan dan kemauan dari masing-masing anggota yang terkait dengan budaya
organisasi yang diterapkan. Perencanaan strategi sumber daya manusia yang baik
dapat meningkatkan kinerja para petani di rantai pasok sayuran dataran tinggi
dalam menemukan solusi pengembangan bisnis yang efektif dan efisien. Selain itu,
budaya organisasi dan integrasi rantai pasok yang baik perlu dilakukan untuk
menciptakan kinerja yang optimal sehingga tujuan organisasi tercapai. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana budaya organisasi dan integrasi rantai
pasok mempengaruhi kinerja petani sehingga diharapkan dapat memberikan suatu
gagasan yang berbentuk implikasi manajerial. Berdasarkan hal tersebut, penulis
tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi dan
Integrasi Rantai Pasok Terhadap Kinerja Petani Sayuran Dataran Tinggi di
Kabupaten Tanah Karo.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah mengenai
pengaruh budaya organisasi di kelompok tani dan integrasi rantai Pasok terhadap
kinerja petani sayuran dataran tinggi di Kabupaten Tanah Karo. Berdasarkan hal
tersebut, permasalahan dapat dikembangkan melalui beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana budaya organisasi pada kelompok tani di daerah Kabupaten
Tanah Karo?
2. Bagaimana kinerja petani yang tergabung dalam kelompok tani di daerah
Kabupaten Tanah Karo?
3. Bagaimana integrasi rantai pasok petani di daerah Kabupaten Tanah Karo?
4. Bagaimana pengaruh budaya organisasi pada kelompok tani dan integrasi
rantai pasok terhadap kinerja petani sayuran dataran tinggi di daerah
Kabupaten Tanah Karo?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, adapun tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis budaya organisasi pada kelompok tani di daerah Kabupaten
Tanah Karo.
3
2.
3.
4.
Menganalisis kinerja petani yang tergabung dalam kelompok tani di daerah
Kabupaten Tanah Karo.
Menganalisis integrasi rantai pasok petani di daerah Kabupaten Tanah Karo.
Menganalisis pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai pasok
terhadap kinerja petani yang tergabung dalam kelompok tani di daerah
Kabupaten Tanah Karo.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah bagi kelompok tani, hasil dari
penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi para petani dalam meningkatkan
kinerjanya melalui penerapan budaya organisasi yang baik. Bagi pemerintah
daerah Tanah Karo, hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk pemerintah
daerah setempat untuk dijadikan referensi dalam upaya peningkatan daya saing
petani komoditas sayuran dataran tinggi. Bagi umum, hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan
yang berkaitan dengan strategi sumber daya manusia melalui analisis pengaruh
budaya organisasi terhadap kinerja petani.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis pengaruh budaya
organisasi dan integrasi rantai pasok terhadap kinerja petani di daerah Kabupaten
Tanah Karo, Sumatera Utara. Dimana ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya
pada budaya organisasi kelompok tani dan kinerja petani yang memiliki indikator
kinerja operasional dan kinerja bisnis. Penelitian ini juga menjelaskan integrasi
rantai pasok petani yang memiliki indikator integrasi pelanggan, integrasi
pemasok, dan integrasi internal.
METODE
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pada penelitian mengenai pengaruh budaya organisasi
terhadap kinerja petani di wilayah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara dapat
dilihat pada Gambar 1. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan dari literatur yang ada dan disesuaikan dengan kondisi dan keadaan di
lapangan. Variabel budaya organisasi dijelaskan melalui dua indikator yaitu
orientasi fleksibilitas-kontrol dan fokus internal-eksternal. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, penelitian ini juga menjelaskan tentang integrasi rantai
pasok petani dimana variabel integrasi rantai pasok tersebut dijelaskan melalui
tiga indikator seperti internal, pelanggan, dan pemasok (Flynn et al., 2010).
Sedangkan pada variabel kinerja memiliki dua indikator yaitu kinerja operasional
dan kinerja bisnis.
4
Petani dalam POKTAN (Kelompok Tani) di Kabupaten
Tanah Karo, Sumatera Utara
Strategi Sumber Daya
Manusia
Budaya Organisasi
(Denison dan Spreitzer,
1991; Cameron dan
Quinn, 1999).
Orientasi
fleksibilitas-kontrol
Fokus internaleksternal
Kinerja Petani
(Flynn et al.,
2010)
Operasional
Bisnis
Integrasi Rantai Pasok
(Flynn et al., 2010)
Internal
Pelanggan
pemasok
Analisis pengaruh budaya organisasi dan integrasi
rantai pasok terhadap kinerja petani dengan
Structural Equation Modeling (SEM)
Implikasi Manajerial
Petani berkinerja tinggi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Kelompok tani di Kabupaten Tanah Karo merupakan suatu organisasi
yang berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan para petani, oleh sebab itu
dibutuhkannya suatu strategi sumber daya manusia yang prima. Strategi sumber
daya manusia dapat dikembangkan melalui penciptaan budaya organisasi
kelompok tani dan integrasi rantai pasok yang baik sehingga dapat meningkatkan
kinerja para petani. Berdasarkan hal tersebut, pengaruh budaya organisasi dan
integrasi rantai pasok terhadap kinerja petani sayuran dataran tinggi di Kabupaten
Tanah Karo perlu diketahui dan dianalisis dengan menggunakan aplikasi
Structural Equation Modeling (SEM). Penelitian mengenai budaya organisasi
pada kelompok tani dan integrasi rantai pasok petani di Kabupaten Tanah Karo
diharapkan memiliki manfaat dan juga masukan yang berbentuk implikasi
manajerial dalam upaya peningkatan kinerja petani.
5
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus-September 2013 di kelompok
tani yang terdapat di daerah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Penelitian
ini dilaksanakan atas kesediaan Dinas Pertanian dan Perkebunan di daerah
tersebut sehingga terdapat adanya keinginan untuk melakukan penelitian tentang
pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai pasok serta kinerja petani.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu
data primer dan data sekunder.
1.
Data primer
Diperoleh dari observasi, kuesioner, dan wawancara kepada para
petani yang tergabung dalam poktan (Kelompok Tani).
2.
Data sekunder
Berupa teori-teori mengenai budaya organisasi, integrasi rantai
pasok, dan kinerja diperoleh dari literatur-literatur seperti buku dan
internet. Data yang mengenai informasi tentang Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara diperoleh dari situs
resmi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tanah Karo, Sumatera
Utara.
Metode Pengambilan Sampel
Teknik untuk melakukan pengambilan sampel merupakan salah satu faktor
yang penting. Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel yang digunakan
yaitu teknik sampel secara nonprobabilitas yaitu teknik pengambilan sampel yang
ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti atau menurut pertimbangan pakar,
teknik sampling nonprobabilitas yang dipakai yaitu convenience sampling.
Menurut Sugiyono (2009) convenience sampling merupakan teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan aksesbilitas kenyamanan dan kedekatan dengan
peneliti. Hal tersebut disebabkan pada saat proses penelitian terjadi diperolehnya
sampel yang tidak direncanakan terlebih dahulu, melainkan secara kebetulan,
yaitu unit atau subjek tersedia bagi peneliti pada saat pengumpulan data dilakukan.
Responden dari penelitian ini terdiri dari 45 petani yang merupakan 10% dari
populasi yang ada.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pada penelitian ini, data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode
Analisis Deskriptif dan Analisis Structural Eqution Modeling (SEM) dengan
pendekatan Smart Partial Least Square 2.0. Analisis data dari 45 responden
melalui Uji Validitas dan Uji Reliabilitas.
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Validitas berarti sejauh mana kecermatan atau ketepatan alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya sedangkan reliabilitas berasal dari kata reliable yang
6
artinya dapat dipercaya, keajegan, konsisten, keandalan, kestabilan. Suatu tes dapat
dikatakan reliabel jika tes tersebut menunjukkan hasil yang dapat dipercaya dan
tidak bertentangan. Pada penelitian ini, pengujian validitas dan reabilitas akan
dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 16. Data dapat dikatakan valid
ketika nilai signifikansi (2-tailed) < 0,05 sehingga data secara keseluruhan dapat
dikatakan valid karena berada pada nilai yang disarankan. Sedangkan, uji
reliabilitas akan dilihat dari nilai cronbach’s alpha. Reliabilitas kurang dari 0,6
adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima, dan di atas 0,8 adalah baik.
Secara keseluruhan pertanyaan dari penelitian ini dapat dikatakan reliabel karena
hasil uji reliabilitas kuesioner pada penelitian ini menyatakan bahwa nilai
cronbach’s alpha berada pada nilai yang disarankan.
Analisis Deskriptif
Suliyanto (2005) mengungkapkan bahwa analisis deskriptif adalah statistik
yang digunakan untuk menyusun dan menyajikan data yang telah dikumpulkan
dalam penelitian. Data yang telah dikumpulkan dapat disajikan dalam bentuk tabel
maupun grafik, serta pengukuran nilai-nilai statistik.
SEM (Structural Equation Modeling)
Kusnedi (2008) mengungkapkan bahwa SEM adalah metode analisis data
multivariat yang bertujuan menguji model pengukuran dan model struktural
variabel laten. Pada penelitian ini, alat analisis SEM (Structural Equation
Modeling) melalui pendekatan Partial Least Squares (PLS) digunakan untuk
menjelaskan pengaruh antara variabel eksogen dan endogen. Adapun model dari
penelitian ini menggunakan dua variable laten independen (eksogen) yaitu budaya
organisasi dan integrasi rantai pasok serta kinerja sebagai variabel laten dependen
(endogen). Variabel budaya organisasi memiliki dua indikator yaitu orientasi
fleksibilitas-kontrol dan fokus internal-eksternal. Penelitian untuk integrasi rantai
pasok terdiri dari tiga indikator yaitu integrasi pelanggan, integrasi pemasok, dan
integrasi internal sedangkan untuk kinerja memiliki dua indikator seperti kinerja
operasional dan bisnis.
Model yang diuji pada penelitian ini terdiri dari dua model yang akan
menganalisis pengaruh dari variabel budaya organisasi dan integrasi rantai pasok
terhadap kinerja petani. Pada model pertama melihat pengaruh dari integrasi rantai
pasok dan budaya organisasi terhadap kinerja petani di Kabupaten Tanah Karo,
Sumatera Utara dimana variabel integrasi rantai pasok sebagai variabel bebas,
variabel kinerja sebagai variabel terikat, sedangkan variabel budaya organisasi
dijadikan sebagai moderating variable. Moderating variable merupakan variabel
yang mempengaruhi (Memperkuat dan Memperlemah) hubungan antara Variabel
Bebas dan Variabel Terikat (Syahputra 2012). Model pertama dapat dilihat pada
Gambar 2.
Khoirusmadi (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh
kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai dengan budaya
organisasi sebagai intervening variable. Intervening variable merupakan variabel
penyela/antara yang terletak diantara variabel bebas dan variabel terikat, sehingga
Variabel bebas tidak secara langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya
7
variabel terikat (Syahputra 2012). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa budaya
organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Gambar 2 Model pertama pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai
pasok terhadap kinerja petani
Gambar 3 Model kedua pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai
pasok terhadap kinerja petani
Pada model kedua yang terlihat pada Gambar 3 menjelaskan analisis
pengaruh dari budaya organisasi dan integrasi rantai pasok terhadap kinerja petani.
Integrasi rantai pasok sebagai variabel bebas, kinerja sebagai variabel terikat, dan
budaya organisasi sebagai intervening variable.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini adalah para petani yang tergabung di dalam
kelompok tani di daerah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara dengan jumlah
45 responden. Karakteristik responden terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, pekerjaan, pekerjaan tani lainnya, pengalaman bertani, status pernikahan,
jumlah tanggungan keluarga, luas lahan pertanian, pendapatan/ bulan dari bertani,
pendapatan/bulan selain bertani, dan daerah asal.
Usia
Mayoritas petani yang dijadikan responden pada penelitian ini berusia 4150 tahun yaitu sebesar 49%, selanjutnya petani yang berusia 31-40 tahun sebesar
29%, petani yang berusia 51-60 tahun sebesar 16%, petani yang berusia ≤ 30
tahun sebesar 4%, sedangkan persentase jumlah responden terkecil pada
penelitian ini adalah petani yang berusia diatas 60 tahun sebesar 2% (Gambar 4).
Para petani yang berusia 41-50 tahun merupakan para petani yang dapat dikatakan
cukup produktif di daerah tersebut walaupun pada umumnya masa produktif
seseorang adalah pada saat berusia 31-40 tahun, hal tersebut disebabkan oleh
faktor kondisi dan keadaan dari lingkungan eksternal maupun internal petani.
16%
2%
4%
≤ 30 tahun
29%
31-40 tahun
41-50 tahun
49%
51-60 tahun
>61 tahun
Gambar 4. Jumlah Petani berdasarkan Usia
Jenis Kelamin
Mayoritas petani yang dijadikan responden ialah petani yang berjenis
kelamin laki-laki sebesar 71% dan berjenis kelamin perempuan sebesar 29%
sehingga jumlah petani yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan
dengan jumlah petani yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan
bahwa petani yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak berpartisipasi dan ikut
serta di dalam kegiatan kelompok tani dibandingkan dengan petani yang berjenis
kelamin perempuan.
Tingkat Pendidikan
Mayoritas petani yang berpendidikan sarjana sebesar 58%, selanjutnya
petani yang berpendidikan SMA sederajat sebesar 36%, kemudian petani yang
9
berpendidikan Diploma sebesar 4%, dan jumlah yang terkecil adalah petani yang
berpendidikan SMP sebesar 2% (Gambar 5). Berdasarkan data yang diperoleh,hal
tersebut menunujukkan bahwa petani di daerah Kabupaten Tanah Karo memiliki
latar belakang pendidikan yang cukup baik yaitu dengan melihat jumlah petani
yang berpendidikan sarjana sebesar 58%, serta hal tersebut juga dapat
mengindikasikan para petani yang memiliki pendidikan sarjana masih menaruh
perhatiannya untuk membuka lahan bisnis di sektor pertanian dibandingkan pada
sektor lainnya.
2%
4%
Diploma
Sarjana
36%
58%
SMA
SMP
Gambar 5. Jumlah Petani berdasarkan Tingkat Pendidikan
Status Pernikahan
Mayoritas petani telah menikah yaitu sebesar 91% dari jumlah responden
yang ada sedangkan petani yang belum menikah sebesar 9% (Gambar 6).
9%
Menikah
91%
Belum
Menikah
Gambar 6. Jumlah Petani Berdasarkan Status Pernikahan
Daerah Asal
Mayoritas petani berasal dari daerah kabupaten Tanah Karo yaitu sebesar
96% dari jumlah responden yang ada, sedangkan petani yang berasal dari daerah
lainnya sebesar 4% dimana petani tersebut merupakan orang pendatang yang
berasal dari kota Medan (Gambar 7).
10
4%
medan
karo
96%
Gambar 7. Jumlah Petani berdasarkan Daerah Asal
Pengalaman Bertani
Jumlah petani yang memiliki pengalaman bertani selama 7-12 tahun
sebesar 38%, sedangkan petani yang memiliki pengalaman bertani selama 13-18
tahun sebesar 29%, kemudian jumlah petani yang memiliki pengalaman bertani
selama 19-24 tahun sebesar 18%, jumlah petani yang memiliki pengalaman
bertani selama ≤ 6 tahun sebesar 11%, lalu petani yang memiliki pengalaman
bertani selama ≥ 25 tahun sebesar 4% (Gambar 8). Jumlah petani yang terbesar
berdasarkan pengalaman bertani yaitu petani yang berpengalaman selama 7-12
tahun sedangkan jumlah petani yang terkecil adalah petani yang berpengalaman
selama ≥ 25 tahun.
4% 11%
18%
≤ 6 tahun
7-12 tahun
13-18 tahun
29%
38%
19-24 tahun
≥ 25 tahun
Gambar 8. Jumlah Petani berdasarkan Pengalaman Bertani
Luas Lahan Pertanian
Mayoritas petani memiliki luas lahan pertanian berkisar 0,6 – 1,7 hektar
yaitu sebesar 54%, kemudian jumlah petani yang memiliki luas lahan pertanian ≤
0,5 hektar sebesar 20%, jumlah petani yang memiliki luas lahan pertanian 3 – 4,1
hektar sebesar 13%, lalu jumlah petani yang memiliki luas lahan pertanian 1,8 –
2,9 hektar sebesar 11%, sedangkan petani yang memiliki luas lahan pertanian >
4,2 hektar sebesar 2% (Gambar 9). Luas lahan pertanian yang dimiliki para petani
tersebut sebagian besar telah menjadi kepemilikan pribadi petani, tetapi terdapat
beberapa petani yang belum memiliki hak kepemilikan lahan pertanian sehingga
mereka melakukan kegiatan produksinya dengan menyewa lahan pertanian, hal
tersebut dipicu oleh sumber daya modal/kapital yang dimiliki para petani dalam
membeli suatu lahan pertanian, namun jumlah petani tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan sendiri.
11
13%
2%
20%
≤ 0,5 hektar
0,6-1,7 hektar
11%
1,8-2,9 hektar
54%
3-4,1 hektar
> 4,2 hektar
Gambar 9. Jumlah Petani berdasarkan Luas Lahan Pertanian
Pendapatan Bertani
Mayoritas petani memiliki pendapatan dari proses kegiatan usaha taninya
berkisar Rp 2,1 – Rp 4,1 juta per bulan yaitu sebesar 67%, selanjutnya jumlah
petani yang memiliki pendapatan Rp 4,2 – Rp 6,2 juta sebesar 15%, lalu jumlah
petani yang memiliki pendapatan ≤ Rp 2 juta sebesar 11%, sedangkan jumlah
petani yang memiliki pendapatan > Rp 6,3 juta sebesar 7% (Gambar 10). Hal
tersebut menjelaskan bahwa pada umumnya petani memiliki jumlah pedapatan
sebesar Rp 2,1 – Rp 4,1 juta per bulan dari proses kegiatan usaha taninya dan
hanya sedikit petani yang memiliki pendapatan diatas Rp 6,3 juta per bulan.
Perbedaan pendapatan tersebut tidak semua didasari pada luas lahan pertanian
yang dimiliki namun hal tersebut disebabkan beberapa faktor seperti perbedaan
komoditas pertanian serta keadaan dan kondisi lingkungan bisnis yang sangat
kompetitif. Perbedaan komoditas pertanian yang ditawarkan para petani kepada
pelanggannya seperti kol, kentang, bawang putih, bawang merah, dan komoditas
pertanian lainnya. Hal tersebut tentu saja mengakibatkan adanya perbedaan
pendapatan antar petani karena masing-masing komoditas memiliki harga jual dan
permintaan yang berbeda.
7% 11%
≤ 2 juta
15%
2,1-4,1 juta
67%
4,2-6,2 juta
> 6,3 juta
Gambar 10. Jumlah Petani berdasarkan Pendapatan Bertani
Jumlah Tanggungan
Mayoritas petani memiliki jumlah tanggungan 5 orang yaitu sebesar 33%,
jumlah tersebut sama besarnya dengan jumlah petani yang memiliki tanggungan 4
orang yaitu sebesar 33%, selanjutnya petani yang memiliki jumlah tanggungan 3
orang sebesar 16%, petani yang tidak memiliki tanggungan sebesar 9%, lalu
petani yang memiliki jumlah tanggungan 6 orang sebesar 5%, sedangkan petani
yang memiliki jumlah tanggungan 7 orang sebesar 4% (Gambar 11). Para petani
12
umumnya memiliki jumlah tanggungan 3-5 orang tetapi petani yang memiliki
jumlah tanggungan empat dan lima orang lebih dominan dibandingkan dengan
jumlah yang lainnya, tentu saja hal tersebut dapat mempengaruhi kesejahteraan
dan perekonomian keluarga para petani terutama dalam pemenuhan kebutuhan
primer maupun sekunder.
5% 4% 9%
0
16%
3 orang
4 orang
33%
5 orang
33%
6 orang
7 orang
Gambar 11. Jumlah Petani berdasarkan Jumlah Tanggungan
Pekerjaan di Bidang Tani Lainnya
Petani yang tergabung dalam kelompok tani di daerah Kabupaten Tanah
Karo umumnya tidak memiliki pekerjaan tani lainnya tetapi terdapat beberapa
petani yang memiliki pekerjaan di bidang tani lainnya seperti melakukan kegiatan
peternakan. Petani yang melakukan kegiatan peternakan sebesar 20% sedangkan
jumlah petani yang tidak melakukan pekerjaan tani lainnya sebesar 80% (Gambar
12). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya petani belum memiliki
perhatian dan minat pada pekerjaan tani lainnya misalnya melakukan kegiatan
peternakan.
Tidak
melakukan
pekerjaan tani
lainnya
20%
80%
peternakan
Gambar 12. Jumlah Petani berdasarkan Pekerjaan di Bidang Tani Lainnya
Usaha Selain Bertani
Beberapa petani di Kabupaten Tanah Karo melakukan kegiatan usaha
selain bertani. Usaha selain bertani tersebut yaitu dengan membuka usaha
rumahan seperti membuka toko. Mayoritas petani belum memiliki ketertarikan
dan minat untuk membuka usaha selain bertani, tetapi terdapat beberapa petani
yang melakukan kegiatan usaha tersebut yang bertujuan untuk menambah
penghasilan rumah tangganya. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 13 yang
menjelaskan bahwa mayoritas petani tidak membuka usaha selain bertani yaitu
13
sebesar 82% sedangkan petani lainnya membuka usaha selain bertani yaitu
sebesar 18%.
membuka
usaha selain
bertani
18%
tidak
membuka
usaha selain
bertani
82%
Gambar 13. Jumlah Petani berdasarkan Usaha Selain Bertani
Pendapatan Usaha Selain Bertani
Pendapatan yang diperoleh para petani tidak hanya bersumber dari
kegiatan bertani tetapi juga bersumber dari kegiatan lainnya seperti membuka
toko yang merupakan usaha rumahan. Berdasarkan Gambar 14 mayoritas petani
tidak melakukan kegiatan usaha selain bertani yaitu sebesar 82%. Petani yang
melakukan usaha tersebut memperoleh pendapatan sebesar Rp 0,8 juta per bulan
dengan jumlah petani sebesar 5%, jumlah tersebut sama dengan jumlah petani
yang memiliki pendapatan Rp 0,7 juta per bulan, kemudian ada beberapa petani
dengan jumlah kecil sebesar 2% yang memiliki pendapatan dari kegiatan selain
bertani sebesar Rp 0,6 juta per bulan, sedangkan petani lainnya memiliki
pendapatan sebesar Rp 1 juta dan Rp 1,5 juta per bulan yang dieroleh dari usaha
selain bertani dengan jumlah 2 %.
2% 2%
5%
2%
5%
2%
0
0,6 juta
0,7 juta
0,8 juta
1 juta
82%
1,5 juta
2 juta
Gambar 14. Jumlah Petani berdasarkan Pendapatan Selain Bertani
Persepsi Petani Terhadap Integrasi Rantai Pasok Sayuran
Penerapan integrasi rantai pasok petani sayuran dataran tinggi di daerah
Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara tidak selalu dilakukan dimana integrasi
rantai pasok terdiri dari integrasi pelanggan, integrasi pemasok, dan integrasi
internal yang merupakan beberapa kriteria yang dijadikan indikator-indikator dari
14
integrasi rantai pasok petani sayuran pada penelitian ini. Adapun hasil integrasi
rantai pasok tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Persepsi Petani terhadap Integrasi Pelanggan
Berdasarkan Tabel 1 terdapat jaringan informasi yang menimbulkan
tingkat komunikasi yang cukup tinggi dengan pelanggan yang didukung dengan
frekuensi pertemuan yang sering dilakukan. Para petani menganggap bahwa
dengan menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan merupakan salah satu
kunci kesuksesan dalam berbisnis. Adapun pelanggan tersebut terdiri dari
masyarakat dan pedagang pengumpul dimana produk tersebut akan
didistribusikan ke pedagang pasar induk Kecamatan Berastagi dan Perusahaan
eksportir.
Tabel 1. Persepsi petani terhadap integrasi pelanggan
Integrasi Pelanggan
Tingkat komunikasi dengan pelanggan
utama
Sistem penegakan kecepatan
pemesanan dengan pelanggan utama
Frekuensi periode/waktu hubungan
dengan pelanggan utama
Rata-Rata
Jawaban (%)
KadangSering
Kadang
Tidak
Pernah
Jarang
Sangat
Sering
-
2,2
26,7
71,1
-
-
42,2
46,7
11,1
-
-
2,2
24,5
73,3
-
-
15,53
32,64
51,83
-
Sistem pemesanan yang diterapkan para petani pada umumnya tidak
menggunakan sistem komputerisasi karena para petani menganggap hal tersebut
belum perlu dilakukan sehingga mereka masih menerapkan sistem manual dalam
pemesanannya. Sistem penegakan kecepatan pemesanan pun tidak selalu
diterapkan secara optimal yang disebabkan oleh kekhawatiran petani dengan
kondisi dan ketersediaan produknya yang terbatas dalam memenuhi kebutuhan
dan kepuasan pelanggan.
Persepsi Petani terhadap Integrasi Pemasok
Secara keseluruhan terdapat pertukaran informasi yang dilakukan antara
petani dengan pemasok. Kegiatan tersebut dilaksanakan hanya beberapa periode
waktu tertentu sehingga tingkat hubungan antara kedua pihak kurang terlaksana.
Hal ini disebabkan pertemuan hanya dilakukan pada proses transaksi jual beli saja.
Pertukaran informasi yang dilakukan kedua belah pihak tersebut terkait dengan
masalah ketersediaan produk pemasok, kualitas produk pemasok, sarana
pendukung pertanian yang baik, dan hal-hal lain seputar kegiatan pertanian.
Pemasok menyediakan bibit tanaman, pupuk, dan sarana pertanian lainnya.
Pemasok umumnya tidak berpartisipasi dalam kegiatan produksi tetapi
hanya memberikan saran dan motivasi kepada petani yang menjadi pelanggan
utamanya. Beberapa petani melakukan pembibitan sendiri untuk menghemat biaya
produksi sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bibit dari
pemasok. Petani yang melakukan integrasi pemasok dengan baik memiliki
pengetahuan yang lebih luas tentang sarana-sarana pertanian dibandingkan petani
lainnya (Tabel 2).
15
Tabel 2. Persepsi petani terhadap integrasi pemasok
Integrasi Pemasok
Tingkat hubungan/persekutuan strategis
dengan penyedia utama
Usaha dalam memperoleh kestabilan
melalui jaringan dengan penyedia utama
Tingkat partisipasi penyedia utama
dalam perolehan dan produksi
Rata-Rata
Tidak
Pernah
Jawaban (%)
KadangJarang
Sering
Kadang
Sangat
Sering
-
15,6
64,4
20
-
-
17,8
80
2,2
-
31,1
46,7
17,8
4,4
-
10,37
26,7
54,06
8,87
-
Persepsi Petani terhadap Integrasi Internal
Berdasarkan Tabel 3 integrasi internal yang dilakukan para petani dalam
kegiatan bisnisnya tidak selalu dilakukan. Integrasi data dan aplikasi usaha
tersebut dilakukan oleh para petani yang memiliki tenaga kerja dalam proses
produksinya. Pekerja tersebut merupakan orang yang diutus oleh petani untuk
membantu petani dalam peningkatan produktivitas bisnisnya, tetapi terdapat juga
petani yang tidak melakukan hal tersebut sehingga mereka memakai tenaga kerja
yang berasal dari hubungan persekutuan keluarga.
Aplikasi usaha yang dilakukan di lingkungan internal usaha petani terkait
dengan tata cara berproduksi, memanen, dan pemanfaatan sarana pertanian yang
efektif dan efisien. Integrasi data yang dilakukan petani di lingkungan internal
bisnisnya terkait dengan penggabungan data berupa laporan produktivitas, laporan
penjualan, dan laporan tentang penggunaan dan pemanfaatan sarana pertanian.
Tabel 3. Persepsi petani terhadap integrasi internal
Integrasi Internal
Integrasi/penggabungan data diantara
fungsi internal
Integrasi aplikasi usaha diantara fungsi
internal
Pemanfaatan pertemuan antar anggota
diantara fungsi internal
Rata-Rata
Tidak
Pernah
Jawaban (%)
KadangJarang
Sering
Kadang
Sangat
Sering
8,9
44,4
42,2
2,2
2,2
-
17,8
64,4
15,6
2,2
-
2,2
26,7
71,1
-
2,97
21,47
44,47
29,63
1,46
Salah satu faktor umum penyebab ketidakrutinan penggabungan data
tersebut adalah para petani yang menganggap data tersebut merupakan rahasia
bisnis yang hanya perlu diketahui oleh beberapa pihak saja untuk mencegah
penyebaran informasi yang tidak diinginkan. Hal tersebut merupakan anggapan
petani yang memiliki pekerja dari luar yang tidak memiliki persekutuan keluarga.
Petani yang memiliki pekerja yang berasal dari persekutuan keluarga memiliki
kepercayaan terhadap pekerjanya sehingga penggabungan data internal dan
aplikasi bisnisnya penting dilakukan untuk sebagai informasi seputar
kelangsungan bisnisnya sehingga pemanfaatan pertemuan antar pekerja dan petani
sering dilakukan.
16
Persepsi Petani Terhadap Kinerja
Pada penelitian ini yang dijadikan indikator-indikator untuk variabel
kinerja meliputi kinerja operasional dan kinerja bisnis. Pada umumnya, kinerja
para petani sayuran dataran tinggi di daerah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera
Utara dalam waktu tiga tahun terakhir relatif stabil. Beberapa indikator tersebut
dapat dijelaskan melalui tabel-tabel berikut ini.
Persepsi Petani terhadap Kinerja Operasional
Perbandingan kinerja operasional para petani di daerah kabupaten Tanah
Karo dalam kurun waktu tiga tahun terakhir umumnya relatif stabil. Komponen
yang dijadikan landasan dari penurunan ataupun peningkatan kinerja operasional
meliputi modifikasi produk, perkenalan produk, pemenuhan pemesanan yang
tepat waktu, dan tingkat pelayanan yang tinggi kepada pelanggan.
Berdasarkan Tabel 4 terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kinerja
operasional petani dalam menjalankan bisnisnya yaitu kemampuan dan motivasi
petani yang relatif rendah dalam meningkatkan kinerja operasionalnya, keadaan
dan kondisi lingkungan bisnis yang kompetitif, pergantian musim yang
mempengaruhi kondisi iklim dan cuaca sehingga dapat berdampak terhadap
produktivitas, serta fluktuasi permintaan yang bervariasi sehingga para petani sulit
untuk memprediksinya. Untuk mengantisipasi hal tersebut petani menjaga
persediaan bahan/material untuk menanggapi perubahan permintaan. Hal ini
mempengaruhi sikap dan perilaku petani dalam memenuhi dan memuaskan
kebutuhan pelanggan. Dalam menjalankan bisnisnya, petani berusaha untuk
memenuhi dan memuaskan pelanggannya dengan menyediakan produk dan
layanan yang baik.
Tabel 4. Persepsi petani terhadap kinerja operasional
Kinerja Operasional
Bisnis mampu secara cepat
memodifikasi/mengubah produk untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan
Bisnis mampu secara cepat
memperkenalkan produk baru ke pasar
Bisnis mampu secara cepat menanggapi
perubahan permintaan pasar
Bisnis memiliki kepercayaan/ketenaran
dalam pemenuhan pemesanan yang tepat
waktu kepada pelanggan utama
Waktu pesanan dalam memenuhi pesanan
pelanggan
Bisnis menyediakan tingkat pelayanan
yang tinggi kepada pelanggan utama
Rata-Rata
Lebih
Buruk
Jawaban (%)
Biasa
Buruk
Baik
Saja
Lebih
Baik
2,2
15,6
62,2
20
-
2,2
17,8
68,9
11,1
-
2,2
15,5
55,6
26,7
-
2,2
4,4
82,3
11,1
-
2,2
-
82,2
15,6
-
2,2
4,4
42,2
51,2
-
2,2
9,62
65,57
22,61
-
Beberapa petani di daerah kabupaten Tanah Karo tidak hanya fokus pada
satu produk komoditas pertanian saja tetapi mereka menyesuaikannya dengan
jenis produk yang permintaannya tinggi di pasar. Hal tersebut dilakukan petani
17
dengan tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi sehingga petani tersebut
berusaha untuk memperkenalkan dan mengubah produknya dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan.
Persepsi Petani terhadap Kinerja Bisnis
Berdasarkan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa kinerja bisnis pada tiga
tahun terakhir ini yang dilakukan para petani Kabupaten Tanah Karo relatif stabil.
Pertumbuhan keuntungan/profit dari kegiatan usaha tani tersebut cenderung
memiliki performa yang buruk. Hal ini seiring dengan pertumbuhan pangsa
pasarnya yang tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan.
Tabel 5. Persepsi petani terhadap kinerja bisnis
Kinerja Bisnis
Pertumbuhan keuntungan/profit
Pertumbuhan pangsa pasar
Rata-Rata
Lebih
Buruk
8,9
4,45
Jawaban (%)
Biasa
Buruk
Saja
42,3
44,4
17,8
64,4
31,1
53,35
Baik
2,2
15,6
8,9
Lebih
Baik
2,2
2,2
2,2
Kondisi lingkungan internal dan eksternal bisnis yang tidak baik dapat
berdampak negatif terhadap kinerja bisnis petani dalam meningkatkan keuntungan
dan pangsa pasarnya, sehingga berpotensi mengalami penurunan keuntungan.
Lingkungan internal bisnis yang dihadapi petani berhubungan dengan kemampuan
dan keterampilan dalam menjalankan bisnisnya. Kemampuan dan keterampilan
tersebut tidak didasari tingkat pendidikan yang dimiliki petani tetapi umumnya
diperoleh dari pengalaman petani dalam berbisnis. Petani di daerah Kabupaten
Tanah Karo umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan pengalaman
bertani yang cukup lama, berdasarkan Tabel 5 kinerja bisnis yang dilakukan
petani relatif stabil. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan
pengalaman bertani tidak dapat dijadikan sebagai jaminan dalam mengembangkan
dan meningkatkan kinerja bisnis petani. Hal lain yang harus dipertimbangkan
yaitu lingkungan eksternal bisnis petani. Lingkungan eksternal tersebut
berhubungan dengan persaingan yang tinggi di pasar. Bisnis yang digeluti para
petani tersebut umumnya tidak memiliki pertumbuhan pangsa pasar yang
signifikan karena pemenuhan kebutuhan dan pelayanan konsumen yang belum
optimal sehingga pertumbuhannya konsisten dari tahun ke tahun.
Persepsi Petani Terhadap Budaya Organisasi Kelompok Tani
Pada variabel budaya organisasi terdapat dua kriteria yang dijadikan
landasan dari penerapan budaya organisasi pada kelompok tani yaitu orientasi
kontrol-fleksibilitas dan fokus internal-eksternal, dimana penjelasannya dari
masing-masing indikator tersebut sebagai berikut.
Persepsi Petani terhadap Orientasi Kontrol-Fleksibilitas
Pada Tabel 6 terlihat bahwa secara keseluruhan skala pada masing-masing
statement memiliki jumlah persentase tertinggi pada skala 3. Hal tersebut
18
menerangkan bahwa penerapan budaya organisasi pada kelompok tani memiliki
kecenderungan melakukan penerapan sistem budaya organisasi yang berorientasi
kontrol.
Tabel 6. Persepsi petani terhadap orientasi kontrol-fleksibilitas
Orientasi Kontrol
Pengikat/pengerat yang
menghubungi organisasi kami
bersama adalah peraturanperaturan formal dan kebijakankebijakan. Menaati peraturan
adalah hal yang penting.
Organisasi menekankan
ketetapan dan stabilitas.
Efisiensi adalah hal yang
penting.
Organisasi adalah tempat yang
sangat terkontrol dan terstruktur.
Prosedur formal biasanya
menentukan apa yang dilakukan
anggota.
Kepemimpinan di dalam
organisasi biasanya
dipertimbangkan dengan
mengkoordinasi,
mengorganisasi, atau efisiensi
yang tepat.
Gaya manajemen pada
organisasi dikarakteristikkan
dengan keamanan pekerja,
kemampuan peramalan, dan
stabilitas dalam hubungan.
1
-
-
-
-
-
2
20
20
8,9
13,3
24,4
Persentase Jawaban (%)
3
4
5
55,6
51,1
48,9
60
55,6
8,9
17,8
33,3
22,5
15,6
11,1
6,7
6,7
4,4
4,4
6
4,4
4,4
2,2
-
-
7
Orientasi Fleksibilitas
-
Pengikat/pengerat yang
menghubungi organisasi kami
bersama adalah komitmen
untuk inovasi dan
perkembangan. Terdapat
tekanan menjadi yang pertama
dengan produk dan layanan.
-
Organisasi sangat dinamis dan
tempat usaha. Anggotanya rela
berkorban dan mengambil
resiko.
-
Organisasi menekankan
pertumbuhan dengan
mengembangkan ide-ide baru.
Membangkitkan produk baru
dan layanan adalah hal yang
penting.
-
Kepemimpinan di dalam
organisasi biasanya
dipertimbangkan dengan sifat
kewirausahawan, berinovasi
dan berani mengambil resiko.
-
Gaya manajemen pada
organisasi dikarakteristikkan
dengan berani mengambil
resiko, berinovasi, kebebasan,
dan keunikan.
Persepsi Petani terhadap Fokus Internal-Eksternal
Secara keseluruhan skala pada masing-masing statement memiliki jumlah
persentase tertinggi di skala 3. Hal ini dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi
pada kelompok tani memiliki kecenderungan menerapkan sistem budaya
organisasi yang berfokus pada lingkungan internal. Kabupaten Tanah
Karo,Sumatera Utara dimanfaatkan anggotanya sebagai sarana dan prasarana
untuk meningkatkan kemampuan internal anggota dalam menciptakan Kedua
tabel yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa penerapan budaya
organisasi kelompok tani di wilayah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara lebih
cenderung berorientasi kontrol dan fokus internal (Tabel 7).
McDermott dan Stock (1999) mengungkapkan bahwa suatu organisasi
berkemungkinan besar memiliki kombinasi budaya yang berbeda tetapi organisasi
tersebut diharapkan memiliki satu tipe budaya yang dominan dibandingkan
dengan tipe lainnya, berdasarkan perolehan data yang terdapat pada Tabel 6 dan
Tabel 7, tipe organisasi kelompok tani tersebut memiliki tipe organisasi hirarki
yang sesuai dengan kerangka budaya organisasi dimana tipe hirarki tersebut
memiliki beberapa karakter seperti (1) gaya kepemimpinan yang berperan sebagai
19
koordinator, monitor, dan organisator, (2) penggerak nilai (value drivers)
cenderung pada ketepatan waktu, konsistensi, dan keseragaman, (3) penekanan
strategis yang mengarah pada stabilitas dan keseimbangan (Denison dan Spreitzer,
1991; Cameron dan Quinn, 1999).
Tabel 7. Persepsi petani terhadap fokus internal-eksternal
Fokus Internal
1
2
Persentase Jawaban (%)
3
4
5
6
7
Organisasi adalah tempat yang
sangat pribadi. Ini seperti
hubungan keluarga. Anggota
satu sama lain berbagi untuk
diri mereka.
-
37,8
53,3
8,9
-
-
-
Organisasi mengartikan sukses
berdasarkan perkembangan
sumber daya manusia, kerja
tim, komitmen pekerja, dan
perhatian pada anggota.
-
22,2
66,7
6,7
4,4
-
-
Pengikat/pengerat yang
menghubungi organisasi kami
bersama adalah kesetiaan.
Komitmen untuk berorganisasi
tinggi.
2,2
17,8
42,2
24,4
11,2
2,2
-
Kepemimpinan di dalam
organisasi biasanya
dipertimbangkan dengan
menasehati/mentoring,
memfasilitasi, atau mengasuhi.
4,5
44,4
44,4
6,7
-
-
-
Gaya manajemen pada
organisasi dikarakteristikkan
dengan persetujuan
khusus/konsensus.
17,8
60
22,2
-
-
-
-
Fokus Eksternal
Organisasi sangat berorientasi
hasil. Perhatian utama adalah
menyelesaikan tugas.
Anggota sangat bersaing dan
berorientasi prestasi.
Organisasi mengartikan
sukses berdasarkan
kemenangan di pasar dan
melebihi kompetisi.
Kepemimpinan pasar
persaingan adalah kunci.
Pengikat/pengerat yang
menghubungi organisasi kami
bersama adalah tekanan
dalam pencapaian dan tujuan
prestasi. Sikap agresif dan
menang adalah hal yang
biasa.
Kepemimpinan di dalam
organisasi biasanya
dipertimbangkan dengan
sungguh-sungguh, agresif,
dan berfokus orientasi hasil.
Gaya manajemen pada
organisasi dikarakteristikkan
dengan
hubungan/persekutuan dan
pencapaian di pasar.
Organisasi kelompok tani di Kabupaten Tanah Karo dapat menimbulkan
suatu benefit dan keuntungan positif terhadap kinerja dan produktivitas
anggotanya. Hal tersebut dilakukan dengan adanya kegiatan mentoring, sharing,
dan memfasilitasi anggotanya yang terkait dalam bidang pertanian, tentu saja
dalam melaksanakan kegiatan
RANTAI PASOK TERHADAP KINERJA PETANI SAYURAN
DATARAN TINGGI DI KABUPATEN TANAH KARO
BRAMA SIPAHUTAR
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Budaya
Organisasi dan Integrasi Rantai Pasok Terhadap Kinerja Petani Sayuran Dataran
Tinggi di Kabupaten Tanah Karo adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Brama Sipahutar
NIM H24100122
ABSTRAK
BRAMA SIPAHUTAR, Pengaruh Budaya Organisasi dan Integrasi Rantai Pasok
Terhadap Kinerja Petani Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanah Karo.
Dibimbing oleh ANGGRAINI SUKMAWATI.
Budaya organisasi pada kelompok tani merupakan salah satu hal yang
berperan penting untuk meningkatkan kinerja petani dalam rantai pasok sayuran.
Integrasi rantai pasok yang dilakukan petani merupakan kegiatan yang
menciptakan suatu hubungan timbal balik antar pihak di dalam rantai pasok yang
bertujuan untuk memperoleh manfaat dan keuntungan bersama. Penelitian ini
dilakukan di Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara yang bertujuan untuk : 1)
Menganalisis budaya organisasi pada kelompok tani di daerah Kabupaten Tanah
Karo, Sumatera Utara; 2) Menganalisis kinerja petani yang tergabung dalam
kelompok tani di daerah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara; 3) Menganalisis
integrasi rantai pasok petani di daerah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara; 4)
Menganalisis pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai pasok terhadapa
kinerja petani yang tergabung dalam kelompok tani di daerah Kabupaten Tanah
Karo, Sumatera Utara. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 45 responden
dimana responden tersebut adalah petani yang tergabung di kelompok tani.
Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara, observasi, studi literatur, dan
internet. Pada penelitian ini, data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode
analisis deskriptif dan Structural Equation Modeling (SEM) dengan pendekatan
Smart Partial Least Square 2.0. Hasil analisis menyatakan bahwa budaya
organisasi dan integrasi rantai pasok berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja petani dimana budaya organisasi sebagai variabel moderasi sehingga
hubungan antara integrasi rantai pasok dengan kinerja akan semakin baik apabila
peranan budaya organisasi berjalan dengan baik.
Kata kunci: budaya organisasi, integrasi rantai pasok, kinerja petani.
ABSTRACT
BRAMA SIPAHUTAR, Influence of Organizational Culture and The Supply
Chain Integration on Highland Vegetable Farmer’s Performance in Tanah Karo
Regency. Supervised by ANGGRAINI SUKMAWATI.
Organizational culture is one of the necessary thing to increase farmer
performance in the supply chain of vegetable. The supply chain integration that
the farmer do is the activity to make interrelationship among supply chain parties
in which it has got a purpose to get a benefit and profitability. This research was
conducted in Tanah Karo Regency, Sumatera Utara, that intent on : 1) To analyze
organizational culture in the farmer groups in Tanah Karo Regency, Sumatera
Utara; 2) To analyze farmer performance in Tanah Karo Regency, Sumatera
Utara; 3) To analyze supply chain integration of the farmer in Tanah Karo,
Sumatera Utara; 4) To analyze influence of organizational culture and supply
chain integration on performanace of the farmer who is involved in the farmer
groups in Tanah Karo Regency, Sumatera Utara. The number of samples in this
research is 45 respondents in which they are the farmer who is involved in
the farmer groups. The data collection methods are using interviews,
observation, literature study, and internet. This research, the data is
analyzed with the descriptive analysis and Structural Equation Modeling
(SEM) with Smart Partial Least Square 2.0 approach. The result of
analysis suggest that organizational culture and supply chain integration
have a positive and significant influence on famer’s performance in which
organizational culture as a moderating variable so the correlation between
supply chain integration and performance will be reinforced well if it has a
good organizational culture.
Keywords: farmer’s performance, organizational culture, supply chain integration.
PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN INTEGRASI
RANTAI PASOK TERHADAP KINERJA PETANI SAYURAN
DATARAN TINGGI DI KABUPATEN TANAH KARO
BRAMA SIPAHUTAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengaruh Budaya Organisasi dan Integrasi Rantai Pasok Terhadap
Kinerja Petani Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanah Karo
Nama
: Brama Sipahutar
NIM
: H24100122
Disetujui oleh
Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Mukhamad Najib, STP, MM
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang dilaksanakan pada bulan
September 2013 yang berjudul Pengaruh Budaya Organisasi dan Integrasi Rantai
Pasok Terhadap Kinerja Petani Sayuran Dataran Tinggi di Kabupaten Tanah Karo.
Penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak oleh karena
itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada program HIBAH
STRATEGI NASIONAL 2013. Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada
Ibu Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM selaku dosen pembimbing, Ibu Lindawati
Kartika, SE. MSi. dan Bapak R. Dikky Indrawan, MM yang telah banyak
membantu dan mengarahkan pada saat pengumpulan data di lapangan. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Alm. Ibunda Arni, Ayahanda Ir.
Kamal Sipahutar, Kakanda Ervina Sari Sipahutar, SH, MH , Kakanda Anjani
Sipahutar, SH, MH dan Adinda Siva Fadillah Sipahutar serta seluruh pihak atas
doa dan kasih sayangnya. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Brama Sipahutar
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE PENELITIAN
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Karakteristik Responden
8
Persepsi Petani Terhadap Integrasi Rantai Pasok
13
Persepsi Petani Terhadap Kinerja
16
Persepsi Petani Budaya Organisasi Kelompok Tani
17
Pengaruh Budaya Organisasi dan Integrasi Rantai Pasok Terhadap Kinerja
Petani
19
Implikasi Manajerial
24
SIMPULAN DAN SARAN
25
Simpulan
25
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
28
RIWAYAT HIDUP
43
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Persepsi petani terhadap integrasi pelanggan
Persepsi petani terhadap integrasi pemasok
Persepsi petani terhadap integrasi internal
Persepsi petani terhadap kinerja operasional
Persepsi petani terhadap kinerja bisnis
Persepsi petani terhadap orientasi kontrol-fleksibilitas
Persepsi petani terhadap fokus internal-eksternal
Hasil evaluasi outer model dan inner model dari model I dan model II
Implikasi Manajerial
14
15
15
16
17
18
19
21
24
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian
2 Model pertama pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai pasok
terhadap kinerja petani
3 Model kedua pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai pasok
terhadap kinerja petani
4 Jumlah petani berdasarkan usia
5 Jumlah petani berdasarkan tingkat pendidikan
6 Jumlah petani berdasarkan status pernikahan
7 Jumlah petani berdasarkan daerah asal
8 Jumlah petani berdasarkan pengalaman bertani
9 Jumlah petani berdasarkan luas lahan pertanian
10 Jumlah petani berdasarkan pendapatan bertani
11 Jumlah petani berdasarkan jumlah tanggungan
12 Jumlah petani berdasarkan pekerjaan di bidang tani lainnya
13 Jumlah petani berdasarkan usaha selain bertani
14 Jumlah petani berdasarkan pendapatan usaha selain bertani
15 Outer model terpilih
16 Inner model terpilih
4
7
7
8
9
9
10
10
11
11
12
12
13
13
21
22
DAFTAR LAMPIRAN
1 Lampiran 1 uji validitas dan uji reliabilitas
2 Lampiran 2 hasil pengolahan SPLS
3 Lampiran 3 kuesioner
28
30
40
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mayoritas penduduk Indonesia memiliki sumber mata pencaharian dari
kegiatan-kegiatan di bidang pertanian oleh sebab itu Negara Indonesia disebut
Negara Agraris. Sebagai Negara Agraris, Indonesia seharusnya dapat memenuhi
kebutuhan pangannya dari produksi dalam negeri. Kabupaten Tanah Karo
merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan pertanian yang cukup potensial
dan ditargetkan menjadi ikon pada bidang pertanian di Indonesia, hal tersebut
sejalan dengan program pemerintah di bidang ketahanan pangan.
Ditinjau dari kondisi topografinya, daerah Kabupaten Tanah Karo terletak
di dataran tinggi bukit barisan dengan elevasi terendah 140 m di atas permukaan
laut dan yang tertinggi adalah 2.451 m di atas permukaan laut. Dengan kondisi
tersebut, Kabupaten Tanah Karo memiliki potensi sebagai daerah penghasil
komoditas hortikultura. Tentu saja hal tersebut menjadi salah satu faktor kegiatan
ekonomi masyarakat yang mengutamakan sektor pertanian dalam membuka
lapangan usaha.
Kabupaten Tanah Karo merupakan daerah yang potensial di sektor
pertanian sehingga daerah tersebut memiliki kesempatan untuk melakukan
ekspansi pasar melalui kegiatan ekspor-impor di sektor pertanian. Di tengah
derasnya serbuan komoditas sayur-mayur impor ke Indonesia termasuk Sumatera
Utara, namun pada saat yang bersamaan aktivitas ekspor komoditas sayur-mayur
Sumatera Utara melalui terminal peti kemas Belawan International Container
Terminal (BICT) justru meningkat tajam. Berdasarkan data dari kementrian
BUMN pada bulan Juli 2012 volume ekspor komoditas sayur-mayur Sumatera
Utara yang produksinya didominasi oleh petani Kabupaten Tanah Karo sudah
mencapai 28.773 ton. Sementara pada periode yang sama di tahun 2011 volume
ekspornya sebanyak 15.593 ton atau meningkat sekitar 84,52%.
Berdasarkan penjelasan di atas, Kabupaten Tanah Karo memiliki peluang
yang baik dalam melakukan proses bisnisnya, tetapi hal tersebut tidak menutup
kemungkinan bahwa dalam melakukan kegiatan bisnis terdapat beberapa kendala
yang menghambat proses tersebut. Kendalanya yaitu kinerja petani dalam
melakukan pengembangan bisnis secara umum masih rendah. Pengembangan
bisnis tersebut akan menjadi efektif dan efisien dengan membentuk suatu
kelompok kerja sama antar petani yang berbentuk suatu organisasi berupa
kelompok tani. Suatu organisasi dapat berjalan secara optimal dengan menerapkan
budaya organisasi yang baik. Schein (1992) mengungkapkan bahwa budaya
organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan
memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan
lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Menurut Stephens
(1996), fungsi budaya organisasi yaitu mempermudah timbulnya komitmen pada
sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. Budaya
organisasi memiliki dua dimensi yaitu orientasi fleksibilitas-kontrol dan fokus
internal-eksternal (Denison dan Spreitzer, 1991; Cameron dan Quinn, 1999).
Selain budaya organisasi yang baik, perusahaan dituntut pula menciptakan suatu
integrasi rantai pasok yang baik pula dimana menurut Mitra dan Singhal (2008),
2
terdapat hubungan positif antara integrasi rantai pasok dengan produktifitas
karena di dalam integrasi rantai pasok tersebut perusahaan akan berbagi informasi
yang lebih, bekerja sama dengan penyedia dan pelanggan utama mereka untuk
mengurangi biaya serta berkolaborasi dalam memperbaiki produk dan
pelayanannya. Hal tersebut tentu saja mengacu pada kinerja bisnis dimana
pengukuran kinerja dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu kinerja
operasional dan kinerja bisnis (Flynn et al., 2010). Kedua kriteria tersebut dapat
dijadikan sebagai dasar dalam pengukuran kinerja dan kesuksesan bisnis di sektor
pertanian yang dilakukan oleh petani.
Petani yang menjadi anggota kelompok tani di Kabupaten Tanah Karo
umumnya belum cukup kuat dan mandiri sehingga belum memiliki kemampuan
memasuki dan membentuk pasar. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan
tujuan dan kemauan dari masing-masing anggota yang terkait dengan budaya
organisasi yang diterapkan. Perencanaan strategi sumber daya manusia yang baik
dapat meningkatkan kinerja para petani di rantai pasok sayuran dataran tinggi
dalam menemukan solusi pengembangan bisnis yang efektif dan efisien. Selain itu,
budaya organisasi dan integrasi rantai pasok yang baik perlu dilakukan untuk
menciptakan kinerja yang optimal sehingga tujuan organisasi tercapai. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana budaya organisasi dan integrasi rantai
pasok mempengaruhi kinerja petani sehingga diharapkan dapat memberikan suatu
gagasan yang berbentuk implikasi manajerial. Berdasarkan hal tersebut, penulis
tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi dan
Integrasi Rantai Pasok Terhadap Kinerja Petani Sayuran Dataran Tinggi di
Kabupaten Tanah Karo.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah mengenai
pengaruh budaya organisasi di kelompok tani dan integrasi rantai Pasok terhadap
kinerja petani sayuran dataran tinggi di Kabupaten Tanah Karo. Berdasarkan hal
tersebut, permasalahan dapat dikembangkan melalui beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Bagaimana budaya organisasi pada kelompok tani di daerah Kabupaten
Tanah Karo?
2. Bagaimana kinerja petani yang tergabung dalam kelompok tani di daerah
Kabupaten Tanah Karo?
3. Bagaimana integrasi rantai pasok petani di daerah Kabupaten Tanah Karo?
4. Bagaimana pengaruh budaya organisasi pada kelompok tani dan integrasi
rantai pasok terhadap kinerja petani sayuran dataran tinggi di daerah
Kabupaten Tanah Karo?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, adapun tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis budaya organisasi pada kelompok tani di daerah Kabupaten
Tanah Karo.
3
2.
3.
4.
Menganalisis kinerja petani yang tergabung dalam kelompok tani di daerah
Kabupaten Tanah Karo.
Menganalisis integrasi rantai pasok petani di daerah Kabupaten Tanah Karo.
Menganalisis pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai pasok
terhadap kinerja petani yang tergabung dalam kelompok tani di daerah
Kabupaten Tanah Karo.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah bagi kelompok tani, hasil dari
penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi para petani dalam meningkatkan
kinerjanya melalui penerapan budaya organisasi yang baik. Bagi pemerintah
daerah Tanah Karo, hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk pemerintah
daerah setempat untuk dijadikan referensi dalam upaya peningkatan daya saing
petani komoditas sayuran dataran tinggi. Bagi umum, hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan
yang berkaitan dengan strategi sumber daya manusia melalui analisis pengaruh
budaya organisasi terhadap kinerja petani.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis pengaruh budaya
organisasi dan integrasi rantai pasok terhadap kinerja petani di daerah Kabupaten
Tanah Karo, Sumatera Utara. Dimana ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya
pada budaya organisasi kelompok tani dan kinerja petani yang memiliki indikator
kinerja operasional dan kinerja bisnis. Penelitian ini juga menjelaskan integrasi
rantai pasok petani yang memiliki indikator integrasi pelanggan, integrasi
pemasok, dan integrasi internal.
METODE
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pada penelitian mengenai pengaruh budaya organisasi
terhadap kinerja petani di wilayah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara dapat
dilihat pada Gambar 1. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan dari literatur yang ada dan disesuaikan dengan kondisi dan keadaan di
lapangan. Variabel budaya organisasi dijelaskan melalui dua indikator yaitu
orientasi fleksibilitas-kontrol dan fokus internal-eksternal. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, penelitian ini juga menjelaskan tentang integrasi rantai
pasok petani dimana variabel integrasi rantai pasok tersebut dijelaskan melalui
tiga indikator seperti internal, pelanggan, dan pemasok (Flynn et al., 2010).
Sedangkan pada variabel kinerja memiliki dua indikator yaitu kinerja operasional
dan kinerja bisnis.
4
Petani dalam POKTAN (Kelompok Tani) di Kabupaten
Tanah Karo, Sumatera Utara
Strategi Sumber Daya
Manusia
Budaya Organisasi
(Denison dan Spreitzer,
1991; Cameron dan
Quinn, 1999).
Orientasi
fleksibilitas-kontrol
Fokus internaleksternal
Kinerja Petani
(Flynn et al.,
2010)
Operasional
Bisnis
Integrasi Rantai Pasok
(Flynn et al., 2010)
Internal
Pelanggan
pemasok
Analisis pengaruh budaya organisasi dan integrasi
rantai pasok terhadap kinerja petani dengan
Structural Equation Modeling (SEM)
Implikasi Manajerial
Petani berkinerja tinggi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Kelompok tani di Kabupaten Tanah Karo merupakan suatu organisasi
yang berusaha untuk mewujudkan kesejahteraan para petani, oleh sebab itu
dibutuhkannya suatu strategi sumber daya manusia yang prima. Strategi sumber
daya manusia dapat dikembangkan melalui penciptaan budaya organisasi
kelompok tani dan integrasi rantai pasok yang baik sehingga dapat meningkatkan
kinerja para petani. Berdasarkan hal tersebut, pengaruh budaya organisasi dan
integrasi rantai pasok terhadap kinerja petani sayuran dataran tinggi di Kabupaten
Tanah Karo perlu diketahui dan dianalisis dengan menggunakan aplikasi
Structural Equation Modeling (SEM). Penelitian mengenai budaya organisasi
pada kelompok tani dan integrasi rantai pasok petani di Kabupaten Tanah Karo
diharapkan memiliki manfaat dan juga masukan yang berbentuk implikasi
manajerial dalam upaya peningkatan kinerja petani.
5
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus-September 2013 di kelompok
tani yang terdapat di daerah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Penelitian
ini dilaksanakan atas kesediaan Dinas Pertanian dan Perkebunan di daerah
tersebut sehingga terdapat adanya keinginan untuk melakukan penelitian tentang
pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai pasok serta kinerja petani.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu
data primer dan data sekunder.
1.
Data primer
Diperoleh dari observasi, kuesioner, dan wawancara kepada para
petani yang tergabung dalam poktan (Kelompok Tani).
2.
Data sekunder
Berupa teori-teori mengenai budaya organisasi, integrasi rantai
pasok, dan kinerja diperoleh dari literatur-literatur seperti buku dan
internet. Data yang mengenai informasi tentang Dinas Pertanian dan
Perkebunan Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara diperoleh dari situs
resmi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tanah Karo, Sumatera
Utara.
Metode Pengambilan Sampel
Teknik untuk melakukan pengambilan sampel merupakan salah satu faktor
yang penting. Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel yang digunakan
yaitu teknik sampel secara nonprobabilitas yaitu teknik pengambilan sampel yang
ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti atau menurut pertimbangan pakar,
teknik sampling nonprobabilitas yang dipakai yaitu convenience sampling.
Menurut Sugiyono (2009) convenience sampling merupakan teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan aksesbilitas kenyamanan dan kedekatan dengan
peneliti. Hal tersebut disebabkan pada saat proses penelitian terjadi diperolehnya
sampel yang tidak direncanakan terlebih dahulu, melainkan secara kebetulan,
yaitu unit atau subjek tersedia bagi peneliti pada saat pengumpulan data dilakukan.
Responden dari penelitian ini terdiri dari 45 petani yang merupakan 10% dari
populasi yang ada.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pada penelitian ini, data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode
Analisis Deskriptif dan Analisis Structural Eqution Modeling (SEM) dengan
pendekatan Smart Partial Least Square 2.0. Analisis data dari 45 responden
melalui Uji Validitas dan Uji Reliabilitas.
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Validitas berarti sejauh mana kecermatan atau ketepatan alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya sedangkan reliabilitas berasal dari kata reliable yang
6
artinya dapat dipercaya, keajegan, konsisten, keandalan, kestabilan. Suatu tes dapat
dikatakan reliabel jika tes tersebut menunjukkan hasil yang dapat dipercaya dan
tidak bertentangan. Pada penelitian ini, pengujian validitas dan reabilitas akan
dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 16. Data dapat dikatakan valid
ketika nilai signifikansi (2-tailed) < 0,05 sehingga data secara keseluruhan dapat
dikatakan valid karena berada pada nilai yang disarankan. Sedangkan, uji
reliabilitas akan dilihat dari nilai cronbach’s alpha. Reliabilitas kurang dari 0,6
adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima, dan di atas 0,8 adalah baik.
Secara keseluruhan pertanyaan dari penelitian ini dapat dikatakan reliabel karena
hasil uji reliabilitas kuesioner pada penelitian ini menyatakan bahwa nilai
cronbach’s alpha berada pada nilai yang disarankan.
Analisis Deskriptif
Suliyanto (2005) mengungkapkan bahwa analisis deskriptif adalah statistik
yang digunakan untuk menyusun dan menyajikan data yang telah dikumpulkan
dalam penelitian. Data yang telah dikumpulkan dapat disajikan dalam bentuk tabel
maupun grafik, serta pengukuran nilai-nilai statistik.
SEM (Structural Equation Modeling)
Kusnedi (2008) mengungkapkan bahwa SEM adalah metode analisis data
multivariat yang bertujuan menguji model pengukuran dan model struktural
variabel laten. Pada penelitian ini, alat analisis SEM (Structural Equation
Modeling) melalui pendekatan Partial Least Squares (PLS) digunakan untuk
menjelaskan pengaruh antara variabel eksogen dan endogen. Adapun model dari
penelitian ini menggunakan dua variable laten independen (eksogen) yaitu budaya
organisasi dan integrasi rantai pasok serta kinerja sebagai variabel laten dependen
(endogen). Variabel budaya organisasi memiliki dua indikator yaitu orientasi
fleksibilitas-kontrol dan fokus internal-eksternal. Penelitian untuk integrasi rantai
pasok terdiri dari tiga indikator yaitu integrasi pelanggan, integrasi pemasok, dan
integrasi internal sedangkan untuk kinerja memiliki dua indikator seperti kinerja
operasional dan bisnis.
Model yang diuji pada penelitian ini terdiri dari dua model yang akan
menganalisis pengaruh dari variabel budaya organisasi dan integrasi rantai pasok
terhadap kinerja petani. Pada model pertama melihat pengaruh dari integrasi rantai
pasok dan budaya organisasi terhadap kinerja petani di Kabupaten Tanah Karo,
Sumatera Utara dimana variabel integrasi rantai pasok sebagai variabel bebas,
variabel kinerja sebagai variabel terikat, sedangkan variabel budaya organisasi
dijadikan sebagai moderating variable. Moderating variable merupakan variabel
yang mempengaruhi (Memperkuat dan Memperlemah) hubungan antara Variabel
Bebas dan Variabel Terikat (Syahputra 2012). Model pertama dapat dilihat pada
Gambar 2.
Khoirusmadi (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh
kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pegawai dengan budaya
organisasi sebagai intervening variable. Intervening variable merupakan variabel
penyela/antara yang terletak diantara variabel bebas dan variabel terikat, sehingga
Variabel bebas tidak secara langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya
7
variabel terikat (Syahputra 2012). Hasil penelitiannya menyatakan bahwa budaya
organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Gambar 2 Model pertama pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai
pasok terhadap kinerja petani
Gambar 3 Model kedua pengaruh budaya organisasi dan integrasi rantai
pasok terhadap kinerja petani
Pada model kedua yang terlihat pada Gambar 3 menjelaskan analisis
pengaruh dari budaya organisasi dan integrasi rantai pasok terhadap kinerja petani.
Integrasi rantai pasok sebagai variabel bebas, kinerja sebagai variabel terikat, dan
budaya organisasi sebagai intervening variable.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini adalah para petani yang tergabung di dalam
kelompok tani di daerah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara dengan jumlah
45 responden. Karakteristik responden terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, pekerjaan, pekerjaan tani lainnya, pengalaman bertani, status pernikahan,
jumlah tanggungan keluarga, luas lahan pertanian, pendapatan/ bulan dari bertani,
pendapatan/bulan selain bertani, dan daerah asal.
Usia
Mayoritas petani yang dijadikan responden pada penelitian ini berusia 4150 tahun yaitu sebesar 49%, selanjutnya petani yang berusia 31-40 tahun sebesar
29%, petani yang berusia 51-60 tahun sebesar 16%, petani yang berusia ≤ 30
tahun sebesar 4%, sedangkan persentase jumlah responden terkecil pada
penelitian ini adalah petani yang berusia diatas 60 tahun sebesar 2% (Gambar 4).
Para petani yang berusia 41-50 tahun merupakan para petani yang dapat dikatakan
cukup produktif di daerah tersebut walaupun pada umumnya masa produktif
seseorang adalah pada saat berusia 31-40 tahun, hal tersebut disebabkan oleh
faktor kondisi dan keadaan dari lingkungan eksternal maupun internal petani.
16%
2%
4%
≤ 30 tahun
29%
31-40 tahun
41-50 tahun
49%
51-60 tahun
>61 tahun
Gambar 4. Jumlah Petani berdasarkan Usia
Jenis Kelamin
Mayoritas petani yang dijadikan responden ialah petani yang berjenis
kelamin laki-laki sebesar 71% dan berjenis kelamin perempuan sebesar 29%
sehingga jumlah petani yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi dibandingkan
dengan jumlah petani yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan
bahwa petani yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak berpartisipasi dan ikut
serta di dalam kegiatan kelompok tani dibandingkan dengan petani yang berjenis
kelamin perempuan.
Tingkat Pendidikan
Mayoritas petani yang berpendidikan sarjana sebesar 58%, selanjutnya
petani yang berpendidikan SMA sederajat sebesar 36%, kemudian petani yang
9
berpendidikan Diploma sebesar 4%, dan jumlah yang terkecil adalah petani yang
berpendidikan SMP sebesar 2% (Gambar 5). Berdasarkan data yang diperoleh,hal
tersebut menunujukkan bahwa petani di daerah Kabupaten Tanah Karo memiliki
latar belakang pendidikan yang cukup baik yaitu dengan melihat jumlah petani
yang berpendidikan sarjana sebesar 58%, serta hal tersebut juga dapat
mengindikasikan para petani yang memiliki pendidikan sarjana masih menaruh
perhatiannya untuk membuka lahan bisnis di sektor pertanian dibandingkan pada
sektor lainnya.
2%
4%
Diploma
Sarjana
36%
58%
SMA
SMP
Gambar 5. Jumlah Petani berdasarkan Tingkat Pendidikan
Status Pernikahan
Mayoritas petani telah menikah yaitu sebesar 91% dari jumlah responden
yang ada sedangkan petani yang belum menikah sebesar 9% (Gambar 6).
9%
Menikah
91%
Belum
Menikah
Gambar 6. Jumlah Petani Berdasarkan Status Pernikahan
Daerah Asal
Mayoritas petani berasal dari daerah kabupaten Tanah Karo yaitu sebesar
96% dari jumlah responden yang ada, sedangkan petani yang berasal dari daerah
lainnya sebesar 4% dimana petani tersebut merupakan orang pendatang yang
berasal dari kota Medan (Gambar 7).
10
4%
medan
karo
96%
Gambar 7. Jumlah Petani berdasarkan Daerah Asal
Pengalaman Bertani
Jumlah petani yang memiliki pengalaman bertani selama 7-12 tahun
sebesar 38%, sedangkan petani yang memiliki pengalaman bertani selama 13-18
tahun sebesar 29%, kemudian jumlah petani yang memiliki pengalaman bertani
selama 19-24 tahun sebesar 18%, jumlah petani yang memiliki pengalaman
bertani selama ≤ 6 tahun sebesar 11%, lalu petani yang memiliki pengalaman
bertani selama ≥ 25 tahun sebesar 4% (Gambar 8). Jumlah petani yang terbesar
berdasarkan pengalaman bertani yaitu petani yang berpengalaman selama 7-12
tahun sedangkan jumlah petani yang terkecil adalah petani yang berpengalaman
selama ≥ 25 tahun.
4% 11%
18%
≤ 6 tahun
7-12 tahun
13-18 tahun
29%
38%
19-24 tahun
≥ 25 tahun
Gambar 8. Jumlah Petani berdasarkan Pengalaman Bertani
Luas Lahan Pertanian
Mayoritas petani memiliki luas lahan pertanian berkisar 0,6 – 1,7 hektar
yaitu sebesar 54%, kemudian jumlah petani yang memiliki luas lahan pertanian ≤
0,5 hektar sebesar 20%, jumlah petani yang memiliki luas lahan pertanian 3 – 4,1
hektar sebesar 13%, lalu jumlah petani yang memiliki luas lahan pertanian 1,8 –
2,9 hektar sebesar 11%, sedangkan petani yang memiliki luas lahan pertanian >
4,2 hektar sebesar 2% (Gambar 9). Luas lahan pertanian yang dimiliki para petani
tersebut sebagian besar telah menjadi kepemilikan pribadi petani, tetapi terdapat
beberapa petani yang belum memiliki hak kepemilikan lahan pertanian sehingga
mereka melakukan kegiatan produksinya dengan menyewa lahan pertanian, hal
tersebut dipicu oleh sumber daya modal/kapital yang dimiliki para petani dalam
membeli suatu lahan pertanian, namun jumlah petani tersebut lebih kecil
dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan sendiri.
11
13%
2%
20%
≤ 0,5 hektar
0,6-1,7 hektar
11%
1,8-2,9 hektar
54%
3-4,1 hektar
> 4,2 hektar
Gambar 9. Jumlah Petani berdasarkan Luas Lahan Pertanian
Pendapatan Bertani
Mayoritas petani memiliki pendapatan dari proses kegiatan usaha taninya
berkisar Rp 2,1 – Rp 4,1 juta per bulan yaitu sebesar 67%, selanjutnya jumlah
petani yang memiliki pendapatan Rp 4,2 – Rp 6,2 juta sebesar 15%, lalu jumlah
petani yang memiliki pendapatan ≤ Rp 2 juta sebesar 11%, sedangkan jumlah
petani yang memiliki pendapatan > Rp 6,3 juta sebesar 7% (Gambar 10). Hal
tersebut menjelaskan bahwa pada umumnya petani memiliki jumlah pedapatan
sebesar Rp 2,1 – Rp 4,1 juta per bulan dari proses kegiatan usaha taninya dan
hanya sedikit petani yang memiliki pendapatan diatas Rp 6,3 juta per bulan.
Perbedaan pendapatan tersebut tidak semua didasari pada luas lahan pertanian
yang dimiliki namun hal tersebut disebabkan beberapa faktor seperti perbedaan
komoditas pertanian serta keadaan dan kondisi lingkungan bisnis yang sangat
kompetitif. Perbedaan komoditas pertanian yang ditawarkan para petani kepada
pelanggannya seperti kol, kentang, bawang putih, bawang merah, dan komoditas
pertanian lainnya. Hal tersebut tentu saja mengakibatkan adanya perbedaan
pendapatan antar petani karena masing-masing komoditas memiliki harga jual dan
permintaan yang berbeda.
7% 11%
≤ 2 juta
15%
2,1-4,1 juta
67%
4,2-6,2 juta
> 6,3 juta
Gambar 10. Jumlah Petani berdasarkan Pendapatan Bertani
Jumlah Tanggungan
Mayoritas petani memiliki jumlah tanggungan 5 orang yaitu sebesar 33%,
jumlah tersebut sama besarnya dengan jumlah petani yang memiliki tanggungan 4
orang yaitu sebesar 33%, selanjutnya petani yang memiliki jumlah tanggungan 3
orang sebesar 16%, petani yang tidak memiliki tanggungan sebesar 9%, lalu
petani yang memiliki jumlah tanggungan 6 orang sebesar 5%, sedangkan petani
yang memiliki jumlah tanggungan 7 orang sebesar 4% (Gambar 11). Para petani
12
umumnya memiliki jumlah tanggungan 3-5 orang tetapi petani yang memiliki
jumlah tanggungan empat dan lima orang lebih dominan dibandingkan dengan
jumlah yang lainnya, tentu saja hal tersebut dapat mempengaruhi kesejahteraan
dan perekonomian keluarga para petani terutama dalam pemenuhan kebutuhan
primer maupun sekunder.
5% 4% 9%
0
16%
3 orang
4 orang
33%
5 orang
33%
6 orang
7 orang
Gambar 11. Jumlah Petani berdasarkan Jumlah Tanggungan
Pekerjaan di Bidang Tani Lainnya
Petani yang tergabung dalam kelompok tani di daerah Kabupaten Tanah
Karo umumnya tidak memiliki pekerjaan tani lainnya tetapi terdapat beberapa
petani yang memiliki pekerjaan di bidang tani lainnya seperti melakukan kegiatan
peternakan. Petani yang melakukan kegiatan peternakan sebesar 20% sedangkan
jumlah petani yang tidak melakukan pekerjaan tani lainnya sebesar 80% (Gambar
12). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya petani belum memiliki
perhatian dan minat pada pekerjaan tani lainnya misalnya melakukan kegiatan
peternakan.
Tidak
melakukan
pekerjaan tani
lainnya
20%
80%
peternakan
Gambar 12. Jumlah Petani berdasarkan Pekerjaan di Bidang Tani Lainnya
Usaha Selain Bertani
Beberapa petani di Kabupaten Tanah Karo melakukan kegiatan usaha
selain bertani. Usaha selain bertani tersebut yaitu dengan membuka usaha
rumahan seperti membuka toko. Mayoritas petani belum memiliki ketertarikan
dan minat untuk membuka usaha selain bertani, tetapi terdapat beberapa petani
yang melakukan kegiatan usaha tersebut yang bertujuan untuk menambah
penghasilan rumah tangganya. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 13 yang
menjelaskan bahwa mayoritas petani tidak membuka usaha selain bertani yaitu
13
sebesar 82% sedangkan petani lainnya membuka usaha selain bertani yaitu
sebesar 18%.
membuka
usaha selain
bertani
18%
tidak
membuka
usaha selain
bertani
82%
Gambar 13. Jumlah Petani berdasarkan Usaha Selain Bertani
Pendapatan Usaha Selain Bertani
Pendapatan yang diperoleh para petani tidak hanya bersumber dari
kegiatan bertani tetapi juga bersumber dari kegiatan lainnya seperti membuka
toko yang merupakan usaha rumahan. Berdasarkan Gambar 14 mayoritas petani
tidak melakukan kegiatan usaha selain bertani yaitu sebesar 82%. Petani yang
melakukan usaha tersebut memperoleh pendapatan sebesar Rp 0,8 juta per bulan
dengan jumlah petani sebesar 5%, jumlah tersebut sama dengan jumlah petani
yang memiliki pendapatan Rp 0,7 juta per bulan, kemudian ada beberapa petani
dengan jumlah kecil sebesar 2% yang memiliki pendapatan dari kegiatan selain
bertani sebesar Rp 0,6 juta per bulan, sedangkan petani lainnya memiliki
pendapatan sebesar Rp 1 juta dan Rp 1,5 juta per bulan yang dieroleh dari usaha
selain bertani dengan jumlah 2 %.
2% 2%
5%
2%
5%
2%
0
0,6 juta
0,7 juta
0,8 juta
1 juta
82%
1,5 juta
2 juta
Gambar 14. Jumlah Petani berdasarkan Pendapatan Selain Bertani
Persepsi Petani Terhadap Integrasi Rantai Pasok Sayuran
Penerapan integrasi rantai pasok petani sayuran dataran tinggi di daerah
Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara tidak selalu dilakukan dimana integrasi
rantai pasok terdiri dari integrasi pelanggan, integrasi pemasok, dan integrasi
internal yang merupakan beberapa kriteria yang dijadikan indikator-indikator dari
14
integrasi rantai pasok petani sayuran pada penelitian ini. Adapun hasil integrasi
rantai pasok tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Persepsi Petani terhadap Integrasi Pelanggan
Berdasarkan Tabel 1 terdapat jaringan informasi yang menimbulkan
tingkat komunikasi yang cukup tinggi dengan pelanggan yang didukung dengan
frekuensi pertemuan yang sering dilakukan. Para petani menganggap bahwa
dengan menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan merupakan salah satu
kunci kesuksesan dalam berbisnis. Adapun pelanggan tersebut terdiri dari
masyarakat dan pedagang pengumpul dimana produk tersebut akan
didistribusikan ke pedagang pasar induk Kecamatan Berastagi dan Perusahaan
eksportir.
Tabel 1. Persepsi petani terhadap integrasi pelanggan
Integrasi Pelanggan
Tingkat komunikasi dengan pelanggan
utama
Sistem penegakan kecepatan
pemesanan dengan pelanggan utama
Frekuensi periode/waktu hubungan
dengan pelanggan utama
Rata-Rata
Jawaban (%)
KadangSering
Kadang
Tidak
Pernah
Jarang
Sangat
Sering
-
2,2
26,7
71,1
-
-
42,2
46,7
11,1
-
-
2,2
24,5
73,3
-
-
15,53
32,64
51,83
-
Sistem pemesanan yang diterapkan para petani pada umumnya tidak
menggunakan sistem komputerisasi karena para petani menganggap hal tersebut
belum perlu dilakukan sehingga mereka masih menerapkan sistem manual dalam
pemesanannya. Sistem penegakan kecepatan pemesanan pun tidak selalu
diterapkan secara optimal yang disebabkan oleh kekhawatiran petani dengan
kondisi dan ketersediaan produknya yang terbatas dalam memenuhi kebutuhan
dan kepuasan pelanggan.
Persepsi Petani terhadap Integrasi Pemasok
Secara keseluruhan terdapat pertukaran informasi yang dilakukan antara
petani dengan pemasok. Kegiatan tersebut dilaksanakan hanya beberapa periode
waktu tertentu sehingga tingkat hubungan antara kedua pihak kurang terlaksana.
Hal ini disebabkan pertemuan hanya dilakukan pada proses transaksi jual beli saja.
Pertukaran informasi yang dilakukan kedua belah pihak tersebut terkait dengan
masalah ketersediaan produk pemasok, kualitas produk pemasok, sarana
pendukung pertanian yang baik, dan hal-hal lain seputar kegiatan pertanian.
Pemasok menyediakan bibit tanaman, pupuk, dan sarana pertanian lainnya.
Pemasok umumnya tidak berpartisipasi dalam kegiatan produksi tetapi
hanya memberikan saran dan motivasi kepada petani yang menjadi pelanggan
utamanya. Beberapa petani melakukan pembibitan sendiri untuk menghemat biaya
produksi sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bibit dari
pemasok. Petani yang melakukan integrasi pemasok dengan baik memiliki
pengetahuan yang lebih luas tentang sarana-sarana pertanian dibandingkan petani
lainnya (Tabel 2).
15
Tabel 2. Persepsi petani terhadap integrasi pemasok
Integrasi Pemasok
Tingkat hubungan/persekutuan strategis
dengan penyedia utama
Usaha dalam memperoleh kestabilan
melalui jaringan dengan penyedia utama
Tingkat partisipasi penyedia utama
dalam perolehan dan produksi
Rata-Rata
Tidak
Pernah
Jawaban (%)
KadangJarang
Sering
Kadang
Sangat
Sering
-
15,6
64,4
20
-
-
17,8
80
2,2
-
31,1
46,7
17,8
4,4
-
10,37
26,7
54,06
8,87
-
Persepsi Petani terhadap Integrasi Internal
Berdasarkan Tabel 3 integrasi internal yang dilakukan para petani dalam
kegiatan bisnisnya tidak selalu dilakukan. Integrasi data dan aplikasi usaha
tersebut dilakukan oleh para petani yang memiliki tenaga kerja dalam proses
produksinya. Pekerja tersebut merupakan orang yang diutus oleh petani untuk
membantu petani dalam peningkatan produktivitas bisnisnya, tetapi terdapat juga
petani yang tidak melakukan hal tersebut sehingga mereka memakai tenaga kerja
yang berasal dari hubungan persekutuan keluarga.
Aplikasi usaha yang dilakukan di lingkungan internal usaha petani terkait
dengan tata cara berproduksi, memanen, dan pemanfaatan sarana pertanian yang
efektif dan efisien. Integrasi data yang dilakukan petani di lingkungan internal
bisnisnya terkait dengan penggabungan data berupa laporan produktivitas, laporan
penjualan, dan laporan tentang penggunaan dan pemanfaatan sarana pertanian.
Tabel 3. Persepsi petani terhadap integrasi internal
Integrasi Internal
Integrasi/penggabungan data diantara
fungsi internal
Integrasi aplikasi usaha diantara fungsi
internal
Pemanfaatan pertemuan antar anggota
diantara fungsi internal
Rata-Rata
Tidak
Pernah
Jawaban (%)
KadangJarang
Sering
Kadang
Sangat
Sering
8,9
44,4
42,2
2,2
2,2
-
17,8
64,4
15,6
2,2
-
2,2
26,7
71,1
-
2,97
21,47
44,47
29,63
1,46
Salah satu faktor umum penyebab ketidakrutinan penggabungan data
tersebut adalah para petani yang menganggap data tersebut merupakan rahasia
bisnis yang hanya perlu diketahui oleh beberapa pihak saja untuk mencegah
penyebaran informasi yang tidak diinginkan. Hal tersebut merupakan anggapan
petani yang memiliki pekerja dari luar yang tidak memiliki persekutuan keluarga.
Petani yang memiliki pekerja yang berasal dari persekutuan keluarga memiliki
kepercayaan terhadap pekerjanya sehingga penggabungan data internal dan
aplikasi bisnisnya penting dilakukan untuk sebagai informasi seputar
kelangsungan bisnisnya sehingga pemanfaatan pertemuan antar pekerja dan petani
sering dilakukan.
16
Persepsi Petani Terhadap Kinerja
Pada penelitian ini yang dijadikan indikator-indikator untuk variabel
kinerja meliputi kinerja operasional dan kinerja bisnis. Pada umumnya, kinerja
para petani sayuran dataran tinggi di daerah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera
Utara dalam waktu tiga tahun terakhir relatif stabil. Beberapa indikator tersebut
dapat dijelaskan melalui tabel-tabel berikut ini.
Persepsi Petani terhadap Kinerja Operasional
Perbandingan kinerja operasional para petani di daerah kabupaten Tanah
Karo dalam kurun waktu tiga tahun terakhir umumnya relatif stabil. Komponen
yang dijadikan landasan dari penurunan ataupun peningkatan kinerja operasional
meliputi modifikasi produk, perkenalan produk, pemenuhan pemesanan yang
tepat waktu, dan tingkat pelayanan yang tinggi kepada pelanggan.
Berdasarkan Tabel 4 terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kinerja
operasional petani dalam menjalankan bisnisnya yaitu kemampuan dan motivasi
petani yang relatif rendah dalam meningkatkan kinerja operasionalnya, keadaan
dan kondisi lingkungan bisnis yang kompetitif, pergantian musim yang
mempengaruhi kondisi iklim dan cuaca sehingga dapat berdampak terhadap
produktivitas, serta fluktuasi permintaan yang bervariasi sehingga para petani sulit
untuk memprediksinya. Untuk mengantisipasi hal tersebut petani menjaga
persediaan bahan/material untuk menanggapi perubahan permintaan. Hal ini
mempengaruhi sikap dan perilaku petani dalam memenuhi dan memuaskan
kebutuhan pelanggan. Dalam menjalankan bisnisnya, petani berusaha untuk
memenuhi dan memuaskan pelanggannya dengan menyediakan produk dan
layanan yang baik.
Tabel 4. Persepsi petani terhadap kinerja operasional
Kinerja Operasional
Bisnis mampu secara cepat
memodifikasi/mengubah produk untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan
Bisnis mampu secara cepat
memperkenalkan produk baru ke pasar
Bisnis mampu secara cepat menanggapi
perubahan permintaan pasar
Bisnis memiliki kepercayaan/ketenaran
dalam pemenuhan pemesanan yang tepat
waktu kepada pelanggan utama
Waktu pesanan dalam memenuhi pesanan
pelanggan
Bisnis menyediakan tingkat pelayanan
yang tinggi kepada pelanggan utama
Rata-Rata
Lebih
Buruk
Jawaban (%)
Biasa
Buruk
Baik
Saja
Lebih
Baik
2,2
15,6
62,2
20
-
2,2
17,8
68,9
11,1
-
2,2
15,5
55,6
26,7
-
2,2
4,4
82,3
11,1
-
2,2
-
82,2
15,6
-
2,2
4,4
42,2
51,2
-
2,2
9,62
65,57
22,61
-
Beberapa petani di daerah kabupaten Tanah Karo tidak hanya fokus pada
satu produk komoditas pertanian saja tetapi mereka menyesuaikannya dengan
jenis produk yang permintaannya tinggi di pasar. Hal tersebut dilakukan petani
17
dengan tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi sehingga petani tersebut
berusaha untuk memperkenalkan dan mengubah produknya dalam memenuhi
kebutuhan pelanggan.
Persepsi Petani terhadap Kinerja Bisnis
Berdasarkan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa kinerja bisnis pada tiga
tahun terakhir ini yang dilakukan para petani Kabupaten Tanah Karo relatif stabil.
Pertumbuhan keuntungan/profit dari kegiatan usaha tani tersebut cenderung
memiliki performa yang buruk. Hal ini seiring dengan pertumbuhan pangsa
pasarnya yang tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan.
Tabel 5. Persepsi petani terhadap kinerja bisnis
Kinerja Bisnis
Pertumbuhan keuntungan/profit
Pertumbuhan pangsa pasar
Rata-Rata
Lebih
Buruk
8,9
4,45
Jawaban (%)
Biasa
Buruk
Saja
42,3
44,4
17,8
64,4
31,1
53,35
Baik
2,2
15,6
8,9
Lebih
Baik
2,2
2,2
2,2
Kondisi lingkungan internal dan eksternal bisnis yang tidak baik dapat
berdampak negatif terhadap kinerja bisnis petani dalam meningkatkan keuntungan
dan pangsa pasarnya, sehingga berpotensi mengalami penurunan keuntungan.
Lingkungan internal bisnis yang dihadapi petani berhubungan dengan kemampuan
dan keterampilan dalam menjalankan bisnisnya. Kemampuan dan keterampilan
tersebut tidak didasari tingkat pendidikan yang dimiliki petani tetapi umumnya
diperoleh dari pengalaman petani dalam berbisnis. Petani di daerah Kabupaten
Tanah Karo umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan pengalaman
bertani yang cukup lama, berdasarkan Tabel 5 kinerja bisnis yang dilakukan
petani relatif stabil. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan
pengalaman bertani tidak dapat dijadikan sebagai jaminan dalam mengembangkan
dan meningkatkan kinerja bisnis petani. Hal lain yang harus dipertimbangkan
yaitu lingkungan eksternal bisnis petani. Lingkungan eksternal tersebut
berhubungan dengan persaingan yang tinggi di pasar. Bisnis yang digeluti para
petani tersebut umumnya tidak memiliki pertumbuhan pangsa pasar yang
signifikan karena pemenuhan kebutuhan dan pelayanan konsumen yang belum
optimal sehingga pertumbuhannya konsisten dari tahun ke tahun.
Persepsi Petani Terhadap Budaya Organisasi Kelompok Tani
Pada variabel budaya organisasi terdapat dua kriteria yang dijadikan
landasan dari penerapan budaya organisasi pada kelompok tani yaitu orientasi
kontrol-fleksibilitas dan fokus internal-eksternal, dimana penjelasannya dari
masing-masing indikator tersebut sebagai berikut.
Persepsi Petani terhadap Orientasi Kontrol-Fleksibilitas
Pada Tabel 6 terlihat bahwa secara keseluruhan skala pada masing-masing
statement memiliki jumlah persentase tertinggi pada skala 3. Hal tersebut
18
menerangkan bahwa penerapan budaya organisasi pada kelompok tani memiliki
kecenderungan melakukan penerapan sistem budaya organisasi yang berorientasi
kontrol.
Tabel 6. Persepsi petani terhadap orientasi kontrol-fleksibilitas
Orientasi Kontrol
Pengikat/pengerat yang
menghubungi organisasi kami
bersama adalah peraturanperaturan formal dan kebijakankebijakan. Menaati peraturan
adalah hal yang penting.
Organisasi menekankan
ketetapan dan stabilitas.
Efisiensi adalah hal yang
penting.
Organisasi adalah tempat yang
sangat terkontrol dan terstruktur.
Prosedur formal biasanya
menentukan apa yang dilakukan
anggota.
Kepemimpinan di dalam
organisasi biasanya
dipertimbangkan dengan
mengkoordinasi,
mengorganisasi, atau efisiensi
yang tepat.
Gaya manajemen pada
organisasi dikarakteristikkan
dengan keamanan pekerja,
kemampuan peramalan, dan
stabilitas dalam hubungan.
1
-
-
-
-
-
2
20
20
8,9
13,3
24,4
Persentase Jawaban (%)
3
4
5
55,6
51,1
48,9
60
55,6
8,9
17,8
33,3
22,5
15,6
11,1
6,7
6,7
4,4
4,4
6
4,4
4,4
2,2
-
-
7
Orientasi Fleksibilitas
-
Pengikat/pengerat yang
menghubungi organisasi kami
bersama adalah komitmen
untuk inovasi dan
perkembangan. Terdapat
tekanan menjadi yang pertama
dengan produk dan layanan.
-
Organisasi sangat dinamis dan
tempat usaha. Anggotanya rela
berkorban dan mengambil
resiko.
-
Organisasi menekankan
pertumbuhan dengan
mengembangkan ide-ide baru.
Membangkitkan produk baru
dan layanan adalah hal yang
penting.
-
Kepemimpinan di dalam
organisasi biasanya
dipertimbangkan dengan sifat
kewirausahawan, berinovasi
dan berani mengambil resiko.
-
Gaya manajemen pada
organisasi dikarakteristikkan
dengan berani mengambil
resiko, berinovasi, kebebasan,
dan keunikan.
Persepsi Petani terhadap Fokus Internal-Eksternal
Secara keseluruhan skala pada masing-masing statement memiliki jumlah
persentase tertinggi di skala 3. Hal ini dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi
pada kelompok tani memiliki kecenderungan menerapkan sistem budaya
organisasi yang berfokus pada lingkungan internal. Kabupaten Tanah
Karo,Sumatera Utara dimanfaatkan anggotanya sebagai sarana dan prasarana
untuk meningkatkan kemampuan internal anggota dalam menciptakan Kedua
tabel yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa penerapan budaya
organisasi kelompok tani di wilayah Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara lebih
cenderung berorientasi kontrol dan fokus internal (Tabel 7).
McDermott dan Stock (1999) mengungkapkan bahwa suatu organisasi
berkemungkinan besar memiliki kombinasi budaya yang berbeda tetapi organisasi
tersebut diharapkan memiliki satu tipe budaya yang dominan dibandingkan
dengan tipe lainnya, berdasarkan perolehan data yang terdapat pada Tabel 6 dan
Tabel 7, tipe organisasi kelompok tani tersebut memiliki tipe organisasi hirarki
yang sesuai dengan kerangka budaya organisasi dimana tipe hirarki tersebut
memiliki beberapa karakter seperti (1) gaya kepemimpinan yang berperan sebagai
19
koordinator, monitor, dan organisator, (2) penggerak nilai (value drivers)
cenderung pada ketepatan waktu, konsistensi, dan keseragaman, (3) penekanan
strategis yang mengarah pada stabilitas dan keseimbangan (Denison dan Spreitzer,
1991; Cameron dan Quinn, 1999).
Tabel 7. Persepsi petani terhadap fokus internal-eksternal
Fokus Internal
1
2
Persentase Jawaban (%)
3
4
5
6
7
Organisasi adalah tempat yang
sangat pribadi. Ini seperti
hubungan keluarga. Anggota
satu sama lain berbagi untuk
diri mereka.
-
37,8
53,3
8,9
-
-
-
Organisasi mengartikan sukses
berdasarkan perkembangan
sumber daya manusia, kerja
tim, komitmen pekerja, dan
perhatian pada anggota.
-
22,2
66,7
6,7
4,4
-
-
Pengikat/pengerat yang
menghubungi organisasi kami
bersama adalah kesetiaan.
Komitmen untuk berorganisasi
tinggi.
2,2
17,8
42,2
24,4
11,2
2,2
-
Kepemimpinan di dalam
organisasi biasanya
dipertimbangkan dengan
menasehati/mentoring,
memfasilitasi, atau mengasuhi.
4,5
44,4
44,4
6,7
-
-
-
Gaya manajemen pada
organisasi dikarakteristikkan
dengan persetujuan
khusus/konsensus.
17,8
60
22,2
-
-
-
-
Fokus Eksternal
Organisasi sangat berorientasi
hasil. Perhatian utama adalah
menyelesaikan tugas.
Anggota sangat bersaing dan
berorientasi prestasi.
Organisasi mengartikan
sukses berdasarkan
kemenangan di pasar dan
melebihi kompetisi.
Kepemimpinan pasar
persaingan adalah kunci.
Pengikat/pengerat yang
menghubungi organisasi kami
bersama adalah tekanan
dalam pencapaian dan tujuan
prestasi. Sikap agresif dan
menang adalah hal yang
biasa.
Kepemimpinan di dalam
organisasi biasanya
dipertimbangkan dengan
sungguh-sungguh, agresif,
dan berfokus orientasi hasil.
Gaya manajemen pada
organisasi dikarakteristikkan
dengan
hubungan/persekutuan dan
pencapaian di pasar.
Organisasi kelompok tani di Kabupaten Tanah Karo dapat menimbulkan
suatu benefit dan keuntungan positif terhadap kinerja dan produktivitas
anggotanya. Hal tersebut dilakukan dengan adanya kegiatan mentoring, sharing,
dan memfasilitasi anggotanya yang terkait dalam bidang pertanian, tentu saja
dalam melaksanakan kegiatan