Identifikasi Kemampuan Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah di Pulau Jawa sebagai Inhibitor Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN EKSTRAK KUMIS KUCING DARI
BERBAGAI DAERAH DI PULAU JAWA SEBAGAI INHIBITOR
AKTIVITAS ENZIM ALFA AMILASE DAN ALFA GLUKOSIDASE

RITA WIDYAWATI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Kemampuan
Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah di Pulau Jawa sebagai Inhibitor Aktivitas
Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Rita Widyawati
NIM F24100138

iii

ABSTRAK
RITA WIDYAWATI.Identifikasi Kemampuan Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai
Daerah di Pulau Jawa sebagai Inhibitor Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa
Glukosidase. Dibimbing oleh DIDAH NUR FARIDAH dan ANI KURNIAWATI
Kumis kucing merupakan tanaman yang banyak dijumpai di Indonesia khususnya
Pulau Jawa. Kumis kucing merupakan salah satu jenis simplisia yang digunakan sebagai
obat berbagai penyakit termasuk diabetes. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi kemampuan kumis kucing dari 20 jenis aksesi dari berbagai daerah di
Pulau Jawa sebagai inhibitor alfa amilase dan alfa glukosidase. Hasil penelitian
menunjukkan ekstrak etanol kumis kucing memiliki kemampuan inhibisi terhadap

aktivitas enzim alfa amilase yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air. Namun
dalam penelitian ini pelarut yang digunakan untuk mengekstrak komponen kumis
kucing menggunakan air. Hal tersebut berdasarkan kebiasaan masyarakat secara
tradisional dalam mengkonsumsi minuman kumis kucing. Kemampuan inhibisi enzim
alfa amilase semakin besar dengan meningkatnya jumlah konsentrasi ekstrak. Hasil
analisis ANOVA menunjukkan kemampuan inhibisi aktivitas enzim alfa amilase dan
alfa glukosidase dari 20 jenis aksesi kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa
menunjukkan perbedaan yang signifikan pada taraf 0.05. Kemampuan inhibisi alfa
amilase dan alfa glukosidase tertinggi berasal dari Keluruhan Nggeneng Dusun Ngelo
Bulukerto. Sementara kemampuan inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase terkecil
berturut-turut berasal dari Cijantung Sukatani Purwakarta dan Subang.
Kata kunci: alfa amilase, alfa glukosidase, diabetes, kumis kucing

ABSTRACT
RITA WIDYAWATI. The Identification of Ability of Orthosiphon stamineus.Benth
Extract from Various Regions in Java Island as Inhibitor of Alpha-Amylase and AlphaGlucosidase Enzyme. Supervised by NUR FARIDAH dan ANI KURNIAWATI
Orthosiphon stamineus.Benth is a plant that can be found in Indonesia, especially
in Java Island. Orthosiphon stamineus.Benth is one of simplisias used as medicine to
treat various diseases including diabetes. This study aims to identify the capability of
20 Orthosiphon stamineus.Benth accession from various regions in Java Island as

inhibitor of alpha-amylase and alpha-glucosidase enzyme. The result showed that the
extract ethanol had a capability to inhibit alpha amylase enzyme activity was higher
than the water. However,in this study the solvent used to extract th ecomponents of
Orthosiphon stamineus.Benth was water, based on the habits of the traditional people
consuming Orthosiphon stamineus.Bent has beverage. Inhibiting capability of the
alpha-amylase increase as long as the concentration increase. The ANOVA analysis
showed that the ability of alpha-glucosidase and alpha amylase enzyme inhibition from
20 accession of Orthosiphon stamineus.Benth from several regions in Java Island had
the significant difference at 0.05 level. The highest inhibiting abilility alpha amylase
and alpha glucosidase were from Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto. The
lowest inhibiting abilility of alpha amylase and alpha glucosidase were from Cijantung
Sukatani Purwakarta and Subang.
Keywords : alpha-amylase, alpha-glucosidase, diabetes, Orthosiphon stamineus.Benth

v

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN EKSTRAK KUMIS KUCING DARI
BERBAGAI DAERAH DI PULAU JAWA SEBAGAI INHIBITOR
AKTIVITAS ENZIM ALFA AMILASE DAN ALFA GLUKOSIDASE


RITA WIDYAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian tentang
kemampuan inhibisi dari enzim perncernaan yaitu alfa amilase dan alfa glukosidase

berhasil diselesaikan. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul
“Orthosiphon spicatus (Thumb)) sebagai Bahan Baku Obat Herbal Antihiperglikemia
melalui Standardisasi Produksi Biomassa, Kadar Bioaktif dan Pengujian Khasiatnya”,
yang didanai oleh BOPTN dengan skema penelitian lintas Fakultas/Departemen/Pusat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada IbuDr Didah Nur Faridah,STP,MSi dan Ibu
Ani Kurniawati,SP,MSi selaku pembimbing, dan kepada Dirjen DIKTI melalui dana
BOPTN hibah lintas Fakultas yang telah mendanai penelitian, serta staf Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan yang banyak membantu kelancaran dan memberikan saran
dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih juga untuk temanteman Andika House dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas dukungan dan
doa kalian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Rita Widyawati

v

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

METODE


4

Bahan

4

Alat

4

Metode Penelitian

4

Metode Analisis

6

Rancangan Percobaan


8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Bioaktif Kumis Kucing

8
8

Kadar Air Serbuk Daun Kumis Kucing

13

Pemilihan Pelarut Ekstraksi

14

Penentuan Konsentrasi Pengujian Inhibisi Alfa Amilase dan Penentuan IC50

15


Pengujian Inhibisi Dua Puluh Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah di Pulau
Jawa terhadap Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase
16
SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27


LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

47

DAFTAR TABEL
1. Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa amilase.................................... 7
2. Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa glukosidase ........................... 8
3. Kandungan bioaktif tanaman kumis kucing .......................................................... 9
4. Nilai kadar Air 20 jenis kumis kucing dari berbagai daerah ................................ 13
5. Nilai IC50 inhibisi enzim alfa amilase dan alfa glukosidase kumis kucing
dan acarbose ....................................................................................................... 16
6. Nilai IC50 inhibisi alfa amilase dari 20 jenis aksesi kumis kucing di berbagai
daerah di Pulau Jawa ........................................................................................... 21
7. Nilai IC50 inhibisi alfa glukosidase dari 20 jenis aksesi kumis kucing di
berbagai daerah di Pulau Jawa. ........................................................................... 22
8. Nilai IC50 inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase berbagai ekstrak

tanaman .............................................................................................................. 25

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir penelitian ......................................................................................... 5
2. Hasil persen inhibisi alfa amilase ekstrak etanol dan air. ................................. 14
3. Nilai inhibisi aktivitas enzim amilase terhadap kumis kucing berbagai
konsentrasi. ........................................................................................................ 15
4. Grafik nilai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase pada konsentrasi 80 mg/mL
dan nilai inhibisi alfa glukosidase pada konsentrasi 25 mg/mL ekstrak kumis
kucing dari 20 jenis aksesi di berbagai daerah di Pulau Jawa. ............................. 18
5. Grafik nilai IC50 kumis kucing dari 20 jenis aksesi dari berbagai daerah di
Pulau Jawa ......................................................................................................... 24
6. Struktur acarbose ................................................................................................ 26

DAFTAR LAMPIRAN
1. Nilai kadar air 20 jenis kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa ........... 30
2. Grafik hubungan konsentrasi ekstrak dengan persen inhibisi aktivitas enzim
alfa amilase ........................................................................................................ 31
3. Nilai persen inhibisi aktivitas enzim amilase salah satu jenis kumis
kucingdari berbagai konsentrasi ......................................................................... 31
4. Contoh perhitungan nilai IC50 inhibisi alfa da alfa glukosidase kumis
kucing dari 20 aksesi di berbagai daerah di Pulau Jawa ...................................... 32
5. Cara penggolongan kemampuan inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase
kumis kucing...................................................................................................... 33
6. Nilai Inhibisi aktivitas enzim alfa amilase ekstrak kumis kucing dengan
pelarut etanol dan air .......................................................................................... 34
7. Persen inhibisi aktivitas enzim alfa amilase 20 jenis kumis kucing dari
berbagai daerah di Pulau Jawa pada konsentrasi 80 mg/mL ................................ 34
8. Persen inhibisi aktivitas enzim alfa glukosidase 20 aksesi kumis kucing dari
berbagai daerah di Pulau Jawa pada konsentrasi 25 mg/mL. ............................... 35
9. Analisis ANOVA inhibisi aktivitas enzim alfa glukosidase kumis kucing ........... 37

vii

10. Analisi ANOVA inhibisi aktivitas enzim alfa amilase kumis kucing ................. 37
11. Hasil eksplorasi tanaman kumis kucing pada 20 aksesi di berbagai lokasi di
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur ....................................................... 39

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini kepedulian masyarakat akan kesehatan semakin tinggi. Hal ini
terbukti dari semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat
melalui konsumsi pangan fungsional. Pangan funsional diyakini dapat mencegah
penyakit degeneratif dan dapat memperbaiki efek fungsionalitas tubuh serta
sebagai agen terapetik. Konsumsi pangan fungsional semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif seperti diabetes melitus.
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang tidak
menular yang jumlah penderitanya terus meningkat. Pada tahun 2005, jumlah
penderita diabetes melitus di seluruh dunia diperkirakan sekitar 150 juta jiwa dan
pada tahun 2010 jumlahnya meningkat menjadi 220 juta jiwa (Kim et al. 2008).
Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat di dunia, yaitu sekitar 300 juta
jiwa pada tahun 2025 (Reinaueret al. 2002). Diabetes melitus merupakan penyakit
kelainan kelenjar pankreas, yakni terjadinya gangguan sekresi insulin oleh sel β
langerhans pada organ tersebut (Si et al. 2010). Diabetes melitus terdiri atas dua
tipe, yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 atau Non insulin
dependent merupakan jenis penyakit diabetes yang disebabkan oleh kombinasi
faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi insulin dan resistensi
insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan, kurang olahraga,
dan stres, serta penuaan (Kaku 2010). Penderita diabetes tipe tersebut diharuskan
menghadapi proses terapi sepanjang hidupnya untuk mengontrol kadar glukosa
darah dan mencegah terjadinya komplikasi.
Salah satu cara untuk membantu menangani penyakit diabetes melitus tipe
2 adalah dengan cara mengontrol glukosa darah postprandial. Glukosa darah
postprandial merupakan nilai glukosa darah setelah mengkonsumsi makanan
tertentu. Ketika mengonsumsi makanan maka akan terjadi proses hidrolisis
karbohidrat di dalam tubuh oleh enzim hidrolisis seperti alfa amilase dan alfa
glukosidase. Karbohidrat yang telah dicerna kemudian akan diserap oleh dinding
usus halus dalam bentuk monosakarida. Proses hidrolisis karbohidrat dapat
dihambat dengan senyawabioaktif dari tanaman yang berfungsi sebagai senyawa
kompetitor enzim α-amilase dan α-glukosidase (Lee et al. 2010).
Enzim alfa amilase merupakan enzim yang berperan dalam memotong
ikatan α-1,4 glikosida secara acak, tidak memotong cabang yang memiliki ikatan
α-1,6 glikosida. Hasil akhir pencernaan α-amilase adalah maltodextrin linear yang
pendek, yang dapat berupa glukosa, maltosa, maltotriosa, maltotetraosa,
maltopentosa, maltoheksosa dan α-dekstrin (Nigam & Singh1995). Enzim αglukosidase adalah enzim yang mengkatalisasi pemecahan ikatan α-1,4 glikosida
dan α-1,6 glikosida (Nuamov 2011).Enzim α-glukosidase berfungsi untuk
melanjutkan kerja α-amilase, yaitu menghidrolisis lanjut α-limit dextrin menjadi
glukosa (Berdanier etal. 2006). Enzim-enzim alfa glukosidase berfungsi untuk
menghidrolisis oligoskarida dan disakarida pada dinding usus halus. Inhibisi kerja
enzim alfa amilase dan alfa glukosidase secara efektif dapat mengurangi
pencernaaan karbohidrat kompleks dan absorbsi glukosa ke dalam darah sehingga

2

dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa pada penderita diabetes melitus
(Shinde et al. 2008).
Inhibitor alfa glukosidase dan alfa amilase yang sudah umum digunakan
dalam dunia kesehatan adalah akarbose, miglitol,dan voglibose. Namun inhibitor
tersebut memiliki efek samping terutama yang terjadi pada fungsi gastrointestinal
antara lain adalah mual, diare, flatulensi, dan kembung (Bayer 2011). Dengan
demikian diperlukan senyawa inhibitor alami yang sifatnya lebih aman dan tidak
memiliki efek samping yang berlebihan. Salah satu yang berpotensi menjadi agen
inhibitor adalah jenis simplisia. Simplisia merupakan produk dari bahan alami
yang mengandung senyawa aktif yang belum mengalami proses apapun kecuali
pengeringan.
Simplisia daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dijadikan
sebagai treatment berbagai macam penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi,
dan obesitas. Tanaman kumis kucing juga dapat dijadikan sebagai antiinflamasi,
antibakteri dan sumber antioksidan (Adnyana et al. 2013). Berdasarkan penelitian
Mohamed et al. (2011), kumis kucing mampu mereduksi glukosa darah pada tikus
diabetes yang diinduksi STZ. Kumis kucing yang diekstrak dengan 50% ethanol
memiliki daya penghambatan terhadap aktivitas enzim pencernaan yaitu alfa
glukosidase dan alfa amilase (Mohamed et al. 2012).
Daun kumis kucing memiliki komponen bioaktif berupa polifenol,
flavonoid, dan terpenoid. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa komponen
polifenol dan terpenoid pada kumis kucing berkontribusi terhadap kesehatan
(Yam et al. 2008,2009). Flavonoid lipofilik yang di isolasi dari kumis kucing
memiliki aktivitas sebagai radical scavenger atau antioksidan dan menghambat
senyawa 15-lipoksigenase dari kedelai (Akowuah 2007, Yam 2008). Komponen
fenolik dan flavonoid tanaman kumis kucing juga berperan penting dalam
mengontrol hiperglikemia (Sriplang et al 2007).
Tanaman kumis kucing banyak ditanam di berbagai daerah di Indonesia
khususnya di Pulau Jawa. Kumis kucing dari daerah-daerah tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Tanaman kumis kucing memiliki keragaman
morfologi, mulai dari organ vegetatif hingga generatif tanaman. Kedua hal
tersebut menyumbang keragaman bahan baku herba kumis kucing yang
dihasilkan, baik dari biomassa maupun bioaktif. Hal ini disebabkan oleh faktor
lingkungan, input budidaya dan faktor dari dalam tanaman (genetik). Di sisi lain
juga dilaporkan bahwa habitat tanaman kumis kucing sangat luas dan beragam,
baik dari aspek altitude, aspek edafik maupun aspek iklim yang sangat mungkin
menyumbang keragaman biomassa dan kadar bioaktif tanaman (Kurniawati et al
2013). Berdasarkan penelitian Anttonen (2006) menyebutkan bahwa lingkungan
tempat tumbuh berpengaruh terhadap kandungan senyawa quersetin dan
kaemferol buah strawberi. Hoeck et al. (2005) juga menyebutkan bahwa
kandungan isoflavon dari kedelai salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan
tempat tumbuh.
Kumis kucing yang ditanam di berbagai daerah di Pulau Jawa memiliki
keragaman morfologi baik dari organ vegetatif maupun generatif yang
menyebabkan perbedaan komponen bioaktif. Perbedaan tersebut diduga
berpengaruh terhadap kemampuan kumis kucing sebagai inhibitor aktivitas enzim
alfa amilase dan alfa glukosidase. Dengan demikian perlu adanya identifikasi
masing-masing aksesi kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Hasil

3

penelitian ini diharapkan diperoleh jenis kumis kucing terbaik yang dapat
dikembangkan oleh agronomis untuk keperluan bahan baku herba kumis kucing
sebagai obat maupun pangan fungsional.
Perumusan Masalah
Penderita penyakit hiperglikemik di Indonesia tiap tahun mengalami
peningkatan yang drastis. Dengan demikian perlu adanya solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Berbagai penelitian telah dikembangkan untuk mengatasi
penyakit diabetes. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan senyawa bioaktif
yang terdapat pada berbagai tanaman. Beberapa hasil penelitian melaporkan
bahwa senyawa bioaktif pada berbagai tanaman mampu menghambat kerja enzimenzim pencernaan seperti α-amilase dan α-glukosidase.
Kemampuan ekstrak tanaman dalam menghambat kerja enzim alfa amilase
dan alfa glukosidase dapat digunakan sebagai terapi untuk penderita diabetes tipe
2. Penghambatan kerja enzim tersebut akan berdampak pada menurunnya absorpsi
glukosa dalam tubuh. Rendahnya absorpsi glukosa oleh usus halus akan
mengakibatkan menurunnya jumlah glukosa yang berada pada aliran darah.
Kumis kucing diketahui memiliki kemampuan inhibisi terhadap aktivitas
enzim alfa amilase dan alfa glukosidase. Kumis kucing banyak ditanam di
berbagai wilayah di Indonesia yang memiliki kondisi lingkungan yang berbedabeda. Hal tersebut menyebabkan kumis kucing memiliki keragaman morfologi
yang besar yang secara langsung berpengaruh terhadap kandungan bioaktif yang
dihasilkan. Keragaman tersebut dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan
faktor internal tanaman (genetik).
Identifikasi aktivitas ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau
Jawa sebagai inhibitor alfa glukosidase sudah pernah dilakukan sebelumnya. Pada
penelitian ini merupakan upaya untuk mengidentifikasi aktivitas inhibitor alfa
glukosidase dan alfa amilase ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau
Jawa yang sudah dikoleksi di Kebun Pusat Studi Biofarmaka IPB.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan kumis kucing
dari 20 jenis aksesi dari berbagai daerah di Pulau Jawa sebagai inhibitor alfa
amilase dan alfa glukosidase.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan membantu para agronomis untuk
membudidayakan tanaman kumis kucing yang unggul yang memiliki kemampuan
inhibisi alfa glukosidase dan alfa amilase terbaik. Penelitian ini juga diharapkan
dapat membantu untuk menciptakan inovasi baru pangan fungsional berbasis
kumis kucing. Selain itu juga sebagai informasi baru bagi masyarakat pada
umumnya dan para penderita hiperglikemik khususnya mengenai ekstrak kumis
kucing yang memiliki fungsi kesehatan bagi tubuh.

4

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun kumis kucing
20 jenis aksesi dari berbagai daerah di Pulau Jawa yang diperoleh dari perkebunan
biofarmaka IPB tidak diperoleh di masing-masing daerah. Kumis kucing yang
digunakan sebagai sampel penelitian berumur 2 bulan dan bagian kumis kucing
yang diambil adalah buku pertama dan kedua. Selain kumis kucing bahan yang
digunakan, yaitu dimetil sulfoksida, etanol, akuades, gas N2, asam 3,5dinitrosalisilat, enzim alfa-amilase (Fluka 10070), larutan pati, enzim alfa
glukosidase (Sigma Aldrich G5003-100UN), p-nitrofenil-α-D glukofiranosa
(Sigma Aldrich N1377-1G), Na2CO3, dan buffer fosfat.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, blender, sentrifuse, kertas
saring Whatman 42, silica gel,oven, cawan aluminium, spektrofotometer, labu
ukur, pipet tetes, gelas piala, tabung reaksi,micro kuvet, ultrasonik, alat penangas
dan water bath.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap kegiatan yaitu, penyiapan serbuk
kering kumis kucing dan pengukuran kadar air, penentuan pelarut terpilih untuk
mengekstrak serbuk kumis kucing dan pengujian inhibisi alfa amilase dan
glukosidase dari 20 sampel kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa.
Berikut diagram alir penelitian.
Daun kumis
kucing

Pengeringan dengan lampu
bohlam
Daun kumis
kucing kering

Penghancuran dengan blender

Serbuk kumis
kucing

Penentuan pelarut ekstraksi terpilih
(etanol dan air) pada uji inhibisi alfa
amilase

Pengukuran kadar air
serbuk kumis kucing

5

Ekstrak kumis
kucing

Pengujian inhibisi alfa amilase
dari 20 jenis aksesi kumis
kucing

Pengujian inhibisi alfa
glukosidase dari 20 jenis aksesi
kumis kucing

Gambar 1 Diagram alir penelitian
a. Penyiapan Serbuk Daun Kumis Kucing dan Pengukuran Kadar Air
Daun kumis kucing dikeringkan dengan cahaya lampuselama kurang lebih 8
jam hingga kadar air 10%. Lampu yang digunakan adalah lampu bohlam 60 watt
sebanyak 6 buah dengan luas alat pengering 2 m x 0.5 m dengan suhu 40 0C.
Pengeringan menggunakan cahaya lampu dimaksudkan agar warna daun tetap
berwarna hijau. Daun yang telah dikeringkan kemudian dihancurkan dengan
blender dan disimpan di refrigerator pada suhu 40 C sebelum dilakukan pengujian.
Serbuk kumis kucing yang telah dihancurkan dilakukan pengukuran kadar air
terhadap serbuk kumis kucing tersebut.
b. Penentuan Pelarut terpilih
Percobaan ini bertujuan untuk memilih pelarut yang digunakan untuk
mengekstrak serbuk kumis kucing. Pelarut yang dibandingkan adalah pelarut air
dan etanol. Keduanya dibandingkan terhadap nilai inhibisi alfa amilase.
Ekstraksi sampel daun kumis kucing dilakukan dengan menggunakan
pelarut air. Sebanyak 2 g (b.k) serbuk sampel diekstrak dengan 25 mL pelarut.
Campuran tersebut dididihkan selama 5 menit. Setelah itu kemudian ekstrak
disaring dengan kertas saring Whatman 42 menggunakanan penyaring vakum.
Ekstrak yang sudah disaring kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm
selama 15 menit untuk memurnikan ekstrak.
Sementara ekstraksi sampel dengan etanol dilakukan dengan modifikasi dari
metode yang dilakukan oleh Nickavar et al. (2008) dan Mohamed et al. (2012).
Sebanyak 1,0 g (b.k) serbuk sampel diekstrak dengan 10 mL pelarut. Campuran
tersebut kemudian diultrasonikasi dengan frekuensi 40 kHz pada suhu ruang
selama 20 menit (BRANSONIC Ultrasonic cleaner 8510E-MTH, USA). Ekstrak
dimasukkan ke dalam vial kaca berwarna coklat kemudian dihembuskan dengan
gas N2 untuk menguapkan sisa pelarut.
c. Penentuan Konsentrasi Pengujian Inhibisi Alfa Amilase dan Penentuan
Nilai IC50
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang terbaik yang
memiliki penghambatan terbesar terhadap inhibisi aktivitas enzim alfa amilase.
Pengujian inhibisi alfa amilase dilakukan terhadap salah satu sampel dengan
berbagai konsentrasi yaitu, 20 mg/mL, 40 mg/mL, 60 mg/mL dan 80 mg/mL.

6

Setelah itu dilakukan penentuan nilai IC50. IC50 merupakan nilai yang menunjukan
konsentrasi yang menghasilkan inhibisi atau penghambatan sebanyak 50%. Nilai
IC50 diperoleh dari persamaan y = a + bx yang dihasilkan dari plot hubungan
antara konsentrasi ekstrak dengan nilai persentase inhibisi dengan a adalah nilai
konsentrasi ekstrak dan b adalah persentase inhibisi alfa amilase.
d. Penentuan Inhibisi α-Amilase
Pengujian dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis aksesi kumis kucing
terhadap penurunan aktivitas enzim alfa amilase. Pati yang digunakan sebagai
substrat dihidrolisis oleh enzim alfa amilase menghasilkan gula-gula sederhana.
Semakin tinggi daya cerna suatu pati berarti semakin banyak patiyang dapat
dihidrolisis dalam waktu tertentu yang ditunjukkan oleh semakin
banyaknyaglukosa dan maltosa yang dihasilkan. Glukosa dan maltosa dapat
bereaksi dengan DNS (asam dinitrosalisilat) sehingga kadar keduanya dapat
diukur secara spektrofotometripada panjang gelombang 540 nm. Semakin banyak
glukosa atau maltosa yang dihasilkan maka akan menghasilkan warna kuning
yang semakin pekat. Jika inhibitor semakin kuat maka warna kuning yang
dihasilkan akan semakin pudar dibanding tanpa inhibitor.
e. Penentuan Inhibisi α-Glukosidase
Uji inhibisi enzim α-glukosidase menggunakan model penghambatan
pemecahan substrat p-nitrofenil-α-D-glukofiranosa menjadi p-nitrofenil (berwarna
kuning) dan glukosa oleh enzim α-glukosidase. Aktivitas inhibisinya diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm.Uji in vitro
menggunakan metode spektrofotometri dengan substrat p-nitrofenil- α-Dglukopiranosida (p-NPG). Setelah terhidrolisis, substrat akan menjadi α-Dglukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning. Warna kuning yang dihasilkan
menjadi indikator kemampuan inhibitor untuk menghambat reaksi yang terjadi.
Semakin besar kemampuan inhibitor menghambat kerja α-glukosidase, maka
warna kuning larutan yang dihasilkan akan semakin pudar dibandingkan larutan
tanpa inhibitor.
Metode Analisis
Analisis Kadar Air (AOAC 2005)
Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prosedur
analisis kadar air sebagai berikut: cawan yang akan digunakan dioven terlebih
dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 ºC, kemudian didinginkan dalam
desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang
sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian dioven pada
suhu 100-105 ºC selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit
dan ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kadar
air dihitung dengan rumus:

Kadar air (%bb)=
100%


Keterangan :
A : berat cawan kosong dinyatakan dalam gram,
B : berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gram
C : berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram

7

Pengujian Inhibisi α-Amilase ( Cengis et al. 2010 dengan modifikasi )
Larutan enzim alfa amilase yang digunakan adalah enzim amilase 1 unit/mL.
Campuran reaksi terdiri dari blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel (Tabel 1).
Kemudian campuran reaksi diinkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit, larutan
pati 1% (b/v) ditambahkan sebanyak 100 μL dan diinkubasi kembali pada suhu
37°C selama 10 menit. Setelah inkubasi kedua, pereaksi DNS 0.096 M
ditambahkan sebanyak 200 μL dan diinkubasi kembali selama 10 menit pada air
mendidih. Setelah itu, 2 mL air destilata ditambahkan dan diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 540 nm.
Buffer yang digunakan adalah buffer fosfat 0.02 M. Pati 1% (b/v) dibuat
dari 1 gram pati kentang soluble dilarutkan dengan100 mL buffer fosfat. Pereaksi
DNS 0.096 M dibuatdengan melarutkan 1 gram asam 3,5-dinitrosalisilat ke dalam
50 mL akuades yang dididihkan. Larutan DNS tersebut kemudian dicampurkan
dengan larutan natrium kalium fosfat, yang dibuat dari 30 gram natrium kalium
tartrate dipanaskan bersama-sama dengan 20 mL NaOH 2 M. Volume campuran
larutan tersebut kemudian ditepatkan sampai 100 mL dengan penambahan
akuades.
Tabel 1 menunjukkan kombinasi jumlah sampel, buffer fosfat, dan enzim
yang diberikan pada blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel. Blanko digunakan
untuk menghitung gula-gula sederhana awal pada pati yang bukan hasil hidrolisis
enzim. Kontrol A digunakan untuk menghitung seluruh gula baik gula awal
maupun gula sederhana hasil hidrolisis enzim. Kontrol B bertujuan untuk
menghitung gula sederhana awal pada pati dan kumis kucing sedangkan sampel
bertujuan untuk menghitung gula sederhana awal pada pati dan kumis kucing
serta gula hasil hidrolisis enzim dengan dengan adanya inhibitor yaitu kumis
kucing.
Tabel 1 Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa amilase
Blanko (µL) Kontrol A (µL)
Kontrol B (µL)
Sampel (µL)
Larutan
Ekstrak
Buffer
Pati
DNS
Air

200
100
200
2000

100
100
200
2000

100
100
100
200
2000

100
100
200
2000

Pengujian Inhibisi Enzim α-Glukosidase (Phan et al. 2013 dengan
modifikasi )
Enzim alfa glukosidase yang digunakan berasal dari Saccharomyces
cerevisiae tipe I dengan aktivitas 0.5 unit/mL yang dilarutkan dalam buffer fosfat
0,1 M. Campuran reaksi terdiri dari blanko, kontrol A,kontrol B, dan sampel.
Kemudian campuran reaksi diinkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit, larutan
p-nitrofenil-α-D-glukofiranosida 0.025 M ditambahkan sebanyak 100 μL dan
diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 20 menit. Setelah inkubasi
kedua,tambahkan 350 μL larutan natrium karbonat (Na2CO3) 2 M dan diencerkan
dengan penambahan air destilata sebanyak 1 mL kemudian diukur absorbansinya
padapanjang gelombang 410 nm.

8

Tabel 2 menunjukkan kombinasi jumlah sampel, buffer fosfat, dan enzim
yang diberikan pada blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel. Kontrol A
digunakan untuk menghitung seluruh gula sederhana hasil hidrolisis enzim.
Sampel bertujuan untuk menghitung gula sederhana yang terbentuk dari hidrolisis
substrat dengan adanya inhibitor yaitu kumis kucing. Sementara warna yang
terbentuk dari reaksi pada sampel dikoreksi dengan kontrol B agar warna yang
terbentuk benar-benar merupakan hasil hidrolisis enzim.
Tabel 2 Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa glukosidase
Larutan
Ekstrak
Buffer
Substrat
Na2CO3

Blanko (µL)
200
100
350

Kontrol A (µL)
100
100
350

Kontrol B (µL)
100
100
100
350

Sampel (µL)
100
100
350

Air

1000

1000

1000

1000

Rancangan Percobaan
Penelitian pada tahap penentuan inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase
dari ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa menggunakan
Rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu ekstrak yang berasal dari daerah
yang berbeda. Model linier yang digunakan adalah

Keterangan:

� = �+� +�

i = Nilai parameter pengamatan dari perlakuan ke-i, pengamatan ke-j
μ = Nilai tengah umum rata-rata sebenarnya
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij= Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i, pengamatan ke-j
Hasil yang akan diperoleh kemudian akan dianalisis dengan menggunakan
Analysis of Variance (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 5%. Percobaan akan
dilakukan satu kali ulangan secara duplo.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Bioaktif Kumis Kucing
Tanaman kumis kucing (Orthosipon stamineus. Benth) memiliki banyak
kandungan senyawa aktif, yakni dari golongan flavonoid, terpenoid dan polifenol.
Senyawa-senyawa tersebut berkontribusi terhadap efek terapis atau efek biologis
dari tanaman kumis kucing. Senyawa bioaktif dari kumis kucing yang
berkontribusi terhadap efek hiperglikemik yaitu golongan terpenoid dan flavonoid
termasuk sinensetin ( Mohamedet al. 2011). Berdasarkan penelitian sebelumnya
senyawa-senyawa tersebut menunjukkan efek penurunan glukosa darah pada tikus
normal yang dipuasakan setelah diberi glukosa sebanyak 150 mg/kg (Mohamedet
al.2011). Berikut adalah kandungan bioaktif pada tanaman kumis kucing.

9

Tabel 3 Kandungan bioaktif tanaman kumis kucing
No
1

2

3

Jenis senyawa
Sinensetin

Eupatorin

3’-Hidroksi-5,6,7,4’tetrametoksiflavon

Kelas
Flavonoid

Flavonoid

Flavonoid

Sumber
Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang
yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda.
Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing
dari Malaysia.

Diisolasi dari 50% ekstrak etanol dari tanaman kumis
kucing
Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang
yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda
Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing
dari Malaysia.

Diisolasi dari 50% ekstrak etanol dari tanaman kumis
kucing
Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing
dari Malaysia.

Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang
yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda.
Isolasi dari 50% ekstrak etanol dari tanaman kumis
kucing.

Referensi
Yuliana et al (2009)
Akowuah et al (2004)
Akowuah et al (2005)
Yam et al (2008)
Yam et al (2009)
Mohamed et al (2011)
Mohamed et al (2012)
Yuliana et al (2009)
Akowuah et al (2004)
Akowuah et al (2005)
Yam et al (2008)
Yam et al (2009)
Mohamed et al (2011)
Mohamed et al (2012)
Akowuah et al (2004)
Akowuah et al (2005)
Yam et al (2008)
Yam et al (2009)
Mohamed et al (2011)
Yuliana et al (2009)
Mohamed et al (2012)

9

10

10

No

Jenis senyawa

Kelas

Sumber

Referensi

4

Tetrametillscutellarein

Flavonoid

Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang
yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda.

Yuliana et al (2009)

5

5,6-Dihidroksi-7,4’dimetoksiflavon
Asam rosmarinik

Polifenol

Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing
dari Malaysia.

Akowuah et al (2005)
Yam et al (2008)
Yam et al (2009)

6

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
21

Orthosiphol A, orthosiphol B
Orthosiphol D
Orthosiphol K
Orthosiphol M
Orthosiphol N
Orthosiphol X, orthosiphol Y
3-O-Deacetylorthosiphol I
2-O-Deacetylorthosiphol J
14-Deoxo-14-O-acetylorthosiphol
Y
Orthosiphonone A
2-O-Deacetylorthosiphonone A
Staminol C, Staminol D
Secoorthosiphol B,
Secoorthosiphol C
Nororthosiphonolide
Neoorthosiphol B
Neoorthosiphonone

Diterpen

Diterpen

Diisolasi dari ekstrak metanol kumis kucing dari taiwan

Diisolasi dari ekstrak metanol kumis kucing dari Cina

Nguyen et al (2004)

Awale et al. (2004)

11

No

Jenis senyawa

Kelas

23

Hexanal, trans-2-hexanal,
1-octen-3-ol, 3-octanol, heptenal,
4-heptenal, trans,trans-deca-2,4dienal,
b-cyclocitral, safranal,
cis-2-octenal, decanal
cis-3-Hexen-l-ol,
Hexan-1ol,trans-2-(cis)-6 Nonadienale
Benzaldehyde,
phenylacetaldehyde
2-pentenyl furan, 2-amylfuran,
perillen
Acetophenone, cis-linalool oxide,
2,6,6-trimethyl-2-cyclohexe-l,4dione
trans,trans-Octa-3,5-dien-2-one,
trans,cis-octa-3,5-dien-2-one
Undecan, tridecane,
2-methylnaphthalene, dodecane
Methylchavicol

Alkyl
aldehyde

24
25
26
27

28
29
30
30

Camphor, menthone, d-terpineol,
isomenthone, borneol, cittonellol,
carvone,
geranyl
acetone,
damascenone,
trans-linalool
oxide, linalool, bornyl acetate,
limonene, 1,8-cineol, p-cymene,
b-pinene, camphene, a-pinene

Sumber

Referensi

Dideteksi dalam fraksinasi ekstrak metanol dari
hidrodestilasi minyak daun dan batang kumis kucing dari
malaysia.

Hossain et al. (2008)

Alkyl alcohol
Aromatic
aldehyde
Alkyl epoxide
Aromatic
ketone
Alkyl ketone
Alkan
hydrocarbon
Aromatic
epoxide
Monoterpene

11

12
12

No

Jenis Senyawa

Kelas

32

Naphthalene

Aromatic
hydrocarbon

33
34
35

trans-Anethol
Isobornylacetate
1-Methylnaphthalene

36

Phenolic ether
Alkyl ester
Aromatic
hydrocarbon
Sesquiterpene

a-copaene, b-Bourbonene, belemene, cis-caryophyllene, b
carryophyllene, a-cubebene, celemene, a-humulene, germacrene
D, a-Muuiolene, d-Cadinene,
Germacrene B,
caryophyllene oxide,
hexahydrofamesyl acetone
Eugenol, methyleugenol
Phenyl
propanoid
b-Ionone, dehydroionone
Cyclic
hydrocarbon

37
38

Sumber

Dideteksi dalam fraksinasi ekstrak metanol dari
hidrodestilasi minyak daun dan batang kumis kucing dari
malaysia.

Referensi

Hossain et al. (2008)

13

Kadar Air Serbuk Daun Kumis Kucing
Daun kumis kucing dilakukan pengeringan dengan cahaya lampu pada
suhu 40 0C selama 8 jam. Pengeringan dengan cahaya lampu dimaksudkan agar
warna daun masih tetap berwarna hijau dan tidak terlalu terekspos panas yang
menyebabkan senyawa inhibitor pada daun kumis kucing mengalami degradasi
sehingga aktivitas fungsionalnya berkurang. Setelah dilakukan pengeringan
kemudian daun dihancurkan untuk dijadikan sampel pengujian.
Pengukuran kadar air dilakukan terhadap 20 aksesi kumis kucing dari
berbagai daerah di Pulau Jawa. Pengukuran kadar air berfungsi untuk mengetahui
jumlah kandungan air yang berada dalam produk. Menurut Kusnandar (2010)
menyatakan bahwa kadar air atau kandungan air dalam bahan pangan erat
kaitannya dengan keawetan produk pangan. Semakin tinggi kandungan air dalam
pangan maka tingkat stabilitas atau keawetan pangan akan semakin pendek. Hal
ini erat kaitannya dengan aktivitas mikroba. Mikroba umumnya lebih menyukai
produk pangan yang memiliki kandungan air yang tinggi karena air sendiri
merupakan tempat tumbuh mikroba.
Serbuk kumis kucing merupakan katagori simplisia atau produk dari bahan
alami yang memiliki kandungan senyawa aktif yang berfungsi sebagai obat
tradisional. Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI (1994) tentang
persyaratan obat tradisional, kadar air simplisia tidak boleh melebihi 10%. Kadar
air simplisia ini ditujukkan untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme
simplisia selama penanganan, sebelum simplisia diproses lebih lanjut menjadi
ekstrak. Dengan kadar air simplisia di bawah 10%, kemungkinan tumbuhnya
mikroorganisme terutama jamur dapat dihindari (Rahardjo 2005).
Nilai rata-rata kadar air serbuk kumis kucing berbagai aksesi yang
dihasilkan melalui pengujian sebagian berkisar antara 4 – 9.6%. Nilai kadar air
tersebut telah memenuhi persyaratan Menteri Kesehatan RI yang menyebutkan
bahwa kadar air simplisia kurang dari 10%. Kadar air dengan nilai kurang dari
10% ini menunjukkan bahwa serbuk daun sirsak kering dapat disimpan dalam
jangka waktu cukup lama. Namun dalam analisis ada empat aksesi yang
menunjukkan kadar air sekitar 10.70-11.86%. Berikut nilai kadar air dari 20
sampel kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa.
Tabel 4Nilai kadar air 20 jenis kumis kucing dari berbagai daerah
Jenis aksesi kumis kucing
Lido Sukabumi
Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi
Desa Benteng Ciampea Bogor
Kebun Biofarmaka IPB (bunga putih)
Desa Pawenang Nagrak Sukabumi
Kebun Biofarmaka IPB (bunga ungu)
Desa Cilamaya Pongag Purwakarta
Subang
Cijantung Sukatani Purwakarta
Lembang (bunga putih)
Lembang (bunga intermediet)

Nilai kadar air (%)
5.52±0.01
9.39±0.43
8.01±0.07
7.11±0.06
10.70±0.10
8.05±0.23
8.36±0.00
4.28±0.01
9.19±0.026
5.51±0.05
8.51±0.07

14

Jenis aksesi kumis kucing
Lembang (bunga ungu)
Pasar Rebo Purwakarta
Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto
Wonogiri
Poncol 1020-1034 m dpl
Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan
Desa Plaosan Plaosan Magetan
Desa Geni Langit Poncol Magetan
Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar
Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota Semarang

Nilai kadar air (%)
6.96±0.11
5.80±0.11
9.67±0.04
9.40±0.08
9.79±0.09
9.67±0.04
11.86±0.05
11.83±0.02
11.30±0.29

inhibisi amilase (%)

Pemilihan Pelarut Ekstraksi
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa
aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam
golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya
senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut
dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Jenis pelarut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil
ekstraksi. Pemilihan pelarut yang tepat yang akan digunakan untuk proses
ekstraksi akan diperoleh hasil ekstraksi yang efisien dan memiliki kandungan
senyawa bioaktif yang yang lebih banyak. Jenis pelarut erat kaitannya dengan
polaritas jenis larutan. Menurut Gani et al. (2012) menyebutkan bahwa bila nilai
polaritas atau momen dipol dari suatu pelarut semakin mendekati nilai polaritas
dari senyawa kimia,maka pelarut tersebut akan lebih efektif dalam mengekstrak
senyawa kimia itu. Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi harus
memenuhi kriteria, yaitu antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara
fisika dan kimia, bereaksi netral, selektif, dan tidak mempengaruhi zat yang
berkhasiat (Ibtisam 2008). Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara
ekstrak etanol dan ekstrak air terhadap nilai inhibisi dari alfa amilase dengan
berbagai konsentrasi, yaitu konsentrasi 40 mg/mL, 60 mg/mL dan 80 mg/mL.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

% inhibisi ekstrak etanol
% inhibisi ekstrak air

40

60
konsentrasi ekstrak (mg/mL)

80

Gambar 2 Hasil persen inhibisi alfa amilase ekstrak etanol dan air.
Hasil penelitian (Gambar 2) menunjukkan bahwa dari tiga konsentrasi
tersebut, ekstrak etanol memiliki daya inhibisi alfa amilase yang lebih besar
dibandingkan dengan ekstrak air. Hal ini dikarenakan etanol mampu mengekstrak

15

senyawa aktif yang lebih banyak dibandingkan dengan air. Etanol memiliki
kemampuan lebih besar dalam mengekstrak komponen bioaktif. Pelarut tersebut
lebih mudah untuk berpenetrasi ke dalam membran seluler untuk mengekstrak
komponen bioaktif dari tanaman tertentu dibandingkan dengan pelarut air
(Tiwari et al. 2011).
Pelarut etanol terbukti memiliki daya inhibisi lebih tinggi dibandingkan
dengan pelarut air, namun pelarut etanol tidak efisien dalam segi biaya dan waktu
sehingga dalam penelitian ini pelarut yang digunakan untuk mengekstrak serbuk
kumis kucing dari berbagai aksesi adalah pelarut air. Pelarut air dipilih
berdasarkan kebiasaan masyarakat secara tradisional dalam mengkonsumsi
minuman kumis kucing. Penggunaannya lebih mudah dan dapat diaplikasikan
langsung oleh masyarakat.

daya inhibisi (%)

Penentuan Konsentrasi Pengujian Inhibisi Alfa Amilase dan Penentuan IC50
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kenaikan konsentrasi dari ekstrak
kumis kucing terhadap aktivitas inhibisi alfa amilase. Aktivitas inhibisi amilase
menunjukkan kemampuan dari ekstrak kumis kucing dalam menurunkan daya
cerna pati atau menghambat kerja enzim alfa amilase dalam menghidrolisis pati.
Konsentrasi ekstrak kumis kucing yang diuji, yaitu 20 mg/mL, 40 mg/mL, 60
mg/mL dan 80 mg/mL. Kumis kucing yang digunakan sebagai bahan uji adalah
aksesi Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar.
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00

% inhibisi

20

40
60
konsentrasi (mg/mL)

80

Gambar 3 Nilai inhibisi aktivitas enzim amilase terhadap kumis kucing berbagai
konsentrasi.
Berdasarkan Gambar 3 pengaruh kenaikan konsentrasi ekstrak kumis kucing
terhadap daya inhibisi alfa amilase menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi maka daya inhibisi alfa amilase dari ekstrak kumis kucing semakin
besar. Berdasarkan Mohamed et al. (2012) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa semakin tinggi konsentrasi maka daya inhibisi dari alfa amilase semakin
meningkat.Menurut penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa kenaikan
konsentrasi ekstrak sambiloto berpengaruh terhadap aktivitas inhibisi amilase,
namun pengaruh dari kenaikan tersebut tidak berbeda nyata (Rais et al. 2013).
Gambar 3 menunjukkan pada konsentrasi 20 mg/mL ekstrak kumis kucing
memiliki penghambatan alfa amilase terkecil yaitu 22.13%. Sementara pada
konsentrasi 80 mg/mL ekstrak kumis kucing memiliki penghambatan alfa amilase
terbesar yaitu 70.55%. Besarnya penghambatan kerja enzim alfa amilase
disebabkan karena kumis kucing mengandung senyawa aktif atau senyawa

16

fitokimia yang berperan sebagai senyawa inhibitor. Konsentrasi yang semakin
besar maka jumlah senyawa fitokimia yang berperan sebagai inhibitor semakin
tinggi. Menurut Kazeem et al. (2013) menyebutkan bahwa efek penghambatan
alfa amilase dari ekstrak tertentu erat kaitannya dengan keberadaan senyawa
fitokimia seperti senyawa fenol, flavonoid, tanin, dan saponin. Semakin tinggi
jumlah senyawa tersebut maka daya inhibisi alfa amilase semakin besar. Namun
besarnya daya inhibisi tidak dapat ditentukan oleh salah satu senyawa fitokimia
tetapi semua senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak tertentu ikut
berperan dalam penghambatan kerja enzim. Berdasarkan penelitian Kwon et al.
(2006) menyebutkan bahwa besarnya penghambatan aktivitas alfa amilase tidak
berkorelasi proposional terhadap besarnya konsentrasi total fenol.
Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa konsentrasi maksimum terdapat pada
ekstrak yang memiliki konsentrasi 80 mg/mL. Konsentrasi tersebut menghasilkan
inhibisi tertinggi sehingga digunakan dalam penelitian selanjutnya yaitu pengujian
inhibisi alfa amilase 20 jenis ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau
Jawa.
Nilai daya inhibisi dari berbagai konsentrasi pada Gambar 3 dapat
digunakan untuk menghitung nilai IC50 dari ekstrak kumis kucing. Nilai IC50
menunjukkan konsentrasi dari ekstrak kumis kucing yang memiliki nilai
penghambatan sebesar 50%. Nilai ini diperoleh dengan cara melakukan uji
inhibisi dari berbagai konsentrasi.Hasil dari persen penghambatan tersebut
kemudian diplotkan terhadap grafik hubungan konsentrasi ekstrak kumis kucing
dengan nilai persensentase inhibisi enzim alfa amilase.
Tabel 5 Nilai IC50 inhibisi enzim alfa amilase dan alfa glukosidase kumis kucing
dan acarbose
Jenis inhibisi
Alfa amilase

Alfa glukosidase

Sampel
Kumis kucinga
Kumis kucingb
Acarboseb
Kumis kucingb
Acarboseb

Nilai IC50
55.38 mg/mL
36.70 mg/mL
4.89 mg/mL
4.63 mg/mL
1.93 mg/mL

a

Kumis kucing aksesi Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar, bHasil penelitian Mohamedet
al (2012) mengenai inhibisi ekstrak50% etanol kumis kucing.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa daya inhibisi alfa amilase dari
ekstrak kumis kucing dengan pelarut air memiliki nilai IC50 sebesar 55.38 mg/mL.
Sementara nilai IC50 dari acarbose sebagai kontrol positif dari inhibisi terhadap
aktivitas enzim alfa amilase adalah 4.89 ±0.397 mg/mL ( Mohamed et.al. 2012).
Daya inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa glukosidase memiliki nilai IC 50
sebesar 4.63±0.413 mg/mL dan nilai IC50 acarbose dari inhibisi terhadap aktivitas
enzim alfa glukosidase yaitu sebesar 1.93 ± 0.281 mg/mL (Mohamed et.al. 2012).
Pengujian Inhibisi Dua Puluh Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah
di Pulau Jawa terhadap Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase
Diabetes melitus merupakan penyakit kerusakan fungsi organ, yaitu
pankreas yang dicirikan oleh suatu keadaan hiperglikemia atau tingginya kadar
glukosa dalam darah. Penyakit ini disebabkan pankreas tidak mampu
menghasilkan insulin sesuai jumlah kebutuhan tubuh atau dapat menghasilkan

17

insulin namun tidak responsif terhadap glukosa sehingga glukosa yang terdapat
pada aliran darah terus meningkat.
Penyakit ini dapat dikendalikan dengan mengontrol glukosa darah
postprandial agar glukosa darah tetap dalam keadaan stabil mendekati kondisi
normal. Penurunan kadar glukosa darah bagi penderita diabetes dapat dilakukan
dengan menghambat proses pemecahan karbohidrat menjadi gula-gula sederhana.
Glukosa hasil pemecahan atau hidrolisis pati atau karbohidrat masuk ke aliran
darah melalui dinding usus halus. Dengan adanya proses penghambatan terhadap
pemecahan karbohidrat maka akan terjadi penurunan jumlah glukosa yang diserap
oleh usus halus masuk ke dalam aliran darah. Pemecahan karbohidrat dilakukan
oleh enzim hidrolase, salah satunya yaitu alfa amilase dan alfa glukosidase yang
berada pada sistem pencernaan. Inhibitor mampu menghambat pencernaan
karbohidrat dan absorpsi glukosa ke dinding usus halus yang mengakibatkan
penurunan glukosa postprandial (Kazeem et al. 2013). Berdasarkan penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa 1.0 g/kg ekstrak kumis kucing terbukti secara
signifikan mampu mereduksi konsentrasi glukosa plasma darah pada tikus normal
sebanyak 25% dan tikus diabetes sebanyak 24% (Sriplang 2007). Kemampuan
tersebut disebabkan karena kumis kucing mengandung komponen yang berfungsi
sebagai agen inhibitor.
Pengujian aktivitas inhibitor dilakukun untuk mengetahui besarnya masingmasing penghambatan terhadap aktivitas enzim alfa amilasedan alfa glukosidase
dari ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa.Prinsip dari
penghambatan aktivitas enzim alfa amilase adalah enzim menghidrolisis pati
sehingga menghasilkan maltosa atau glukosa. Semakin besar daya cerna pati
maka akan dihasilkan glukosa atau maltosa yang tinggi. Namun jika terdapat
inhibitor maka akan terjadi penurunan daya cerna pati yang mengakibatkan
penurunan jumlah glukosa yang terbentuk. Jumlah glukosa yang terbentuk
kemudian akan dideteksi oleh pereaksi DNS melalui metode pewarnaan. Semakin
banyak glukosa yang terbentuk maka warna yang dihasilkan akan lebih pekat.
Sebaliknya jika glukosa yang dihasilkan semakin sedikit maka warna yang
dihasilkan akan semakin pudar yang menunjukkan bahwa semakin kuat inhibitor
dalam menghambat aktivitas enzim.
Sementara prinsip pengujian dari alfa glukosidase adalah menggunakan
model penghambatan substrat p-nitrofenil-α-D-glukofiranosa menjadi p-nitrofenil
(berwarna kuning) dan glukosa oleh enzim α-glukosidase. Warna kuning yang
dihasilkan menjadi indikator kemampuan inhibitor untuk menghambat reaksi yang
terjadi. Semakin besar kemampuan inhibitor menghambat kerja α-glukosidase
maka warna kuning larutan yang dihasilkan akan lebih pudar dibandingkan
larutan tanpa inhibitor.
Pengamatan penghambatan aktivitas enzim amilase dan alfa glukosidase
dilakukan dengan membandingkan absorbansi kontrol (kontrol A) dan sampel.
Masing-masing absorbansi tersebut dikoreksi dengan blanko agar hasil yang
dipeoleh akurat. Larutan kontrol (kontrol A) terdiri dari substrat dan enzim.
Larutan ini bertujuan untuk menghitung jumlah glukosa yang terbentuk selama
proses hidrolisis terjadi oleh enzim alfa amilase maupun enzim alfa glukosidase.
Larutan ini dikoreksi dengan blanko kontrol (blanko) yang berisi larutan buffer
dan substrat. Larutan ini digunakan untuk menghitung jumlah glukosa atau gulagula sederhana awal yang terdapat pada substrat. Berbeda dengan blanko dari uji

18
18

96,99

100

94,58
88,67

88,60

95,79
91,57

90,51

86,79

83,99

82,72 83,48

86,91

77,45

80

72,77
66,94

Nilai inhibisi (%)

99,90

97,28

94,52

65,22

65,70

60
50,29

60,53

58,77
55,06

53,33

72,95 71,43
70,55

71,93
63,51

57,38

45,94

45,83

62,28
59,43 57,93
58,36

63,30

63,64

45,82

40

20

0
A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M

O

P

Q

R

S

T

U

Jenis aksesi kumis kucing
% inhibisi alfa amilase (80 mg/mL)

% inhibisi

Dokumen yang terkait

Aktivitas antihiperglikemik dari biomassa dan polisakarida ekstraseluler Porphyridium cruentum sebagai inhibitor alfa glukosidase

5 34 60

Ekstrak Etanol Daun Salam dan Fraksinya sebagai Inhibitor Alfa- Amilase

5 17 64

Pengaruh Suhu dan Lama Penyeduhan Teh Hitam (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan secara In Vitro terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In Vitro

3 21 180

Daya Inhibisi Ekstrak Rosela (Hibiscus sabdariffa) terhadap Enzim Alfa-Amilase, Alfa-Glukosidase dan Lipase secara In Vitro

2 14 6

Pengaruh Suhu dan Lama Penyeduhan Teh Hijau (Camellia sinensis) serta Proses Pencernaan secara In vitro terhadap Penghambatan Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase secara In vitro

4 40 169

IDENTIFIKASI KARAKTER MORFOLOGI, KADAR BIOAKTIF DAN AKTIVITAS INHIBITOR ENZIM ALFA GLUKOSIDAE AKSESI TANAMAN KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus BENTH)

0 3 1

Aktivitas Ekstrak Daun Sirsak Sebagai Inhibitor Enzim Alfa Glukosidase (In Vitro) Dari Sembilan Lokasi Di Jawa Barat.

1 23 65

Aktivitas Inhibisi Enzim Alfa Amylase Dan Alfa Glukosidase Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricata Linn.) Secara Invitro

4 11 10

AKTIVITAS PENGHAMBATAN ENZIM ALFA GLUKOSIDASE OLEH EKSTRAK ETANOL DAUN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatasL) Aktivitas Penghambatan Enzim Alfa Glukosidase Oleh Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.).

3 14 12

AKTIVITAS PENGHAMBATAN ENZIM ALFA GLUKOSIDASE OLEH EKSTRAK ETANOL DAUN UBI Aktivitas Penghambatan Enzim Alfa Glukosidase Oleh Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.).

0 5 16