Desain Alat Tanam Benih Langsung Tipe Drum untuk Benih Padi yang Dipeletkan

DESAIN ALAT TANAM BENIH LANGSUNG TIPE DRUM
UNTUK BENIH PADI YANG DIPELETKAN

YAHYA AL MAHDI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Reaksi
Tanah Sawah dan Lumpur terhadap Penekanan Plat adalah benar karya saya
denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Yahya Al Mahdi
NIM F14100096

ABSTRAK
YAHYA AL MAHDI, Desain Alat Tanam Benih Langsung Tipe Drum Untuk
Benih Padi Yang Dipeletkan, Dibimbing oleh WAWAN HERMAWAN.
Penanaman padi langsung bisa menghemat waktu dan uang dalam
penanaman. Baru-baru ini, benih padi dilapisi dengan nutrisi dan protektan dalam
bentuk pelet, untuk perkecambahan yang lebih baik dan produktivitas yang lebih
tinggi. Untuk menabur pelet di sawah, diperlukan perancang dan pengembangan
alat tanam benih langsung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan desain
yang optimal dari alat tanam langsung untuk benih padi pellet. Proses desain
mekanik yang digunakan untuk penelitian ini, termasuk: 1) identifikasi masalah,
2) desain konseptual, 3) analisis desain, 4) penyusunan, dan 5) evaluasi desain.
Dalam perancangan, jenis drum alat tanam telah dimodifikasi untuk mendapatkan
ukuran drum yang optimal, diameter keluaran beniht, jarak tanam, dan desain roda
yang tepat. Kriteria desain adalah: 1) jarak tanam pelet 20 cm, 2) dapat
menempatkan pelet di kedalaman 2,5 cm, dan 3) dapat ditarik oleh kekuatan

manusia. Berdasarkan hasil desain, prototipe alat tanam itu dirancang dan diuji
dalam menabur pelet di sawah. Hasil uji kapasitas lapang efektif alat tanam benih
(menggunakan plat ski) adalah 0,08 ha/jam dan efisiensi lapangan adalah 49.54%,
kapasitas lapangan efektif dan efisiensi lapangan alat tanam tanpa plat ski adalah
0.12 ha/jam dan 49.37%. jarak tanam rata-rata atabela dengan menggunakan plat
ski sebesar 25.6 cm sedangkan jarak tanam rata-rata atabela tanpa plat ski sebesar
24.9 cm.
Kata kunci: alat tanam benih langsung, benih padi, pellet, desain, uji kinerja

ABSTRACT
YAHYA AL MAHDI, Design of Drum Type Direct Seeder for Pelleted Rice Seed,
Supervised by WAWAN HERMAWAN
Direct sowing of rice could save both time and money for planting. Recently,
the rice seeds is coated with nutrients and protection agent in the form of pellets,
for a better germination and a higher productivity. For sowing the pellets in the
paddy fields, it is needed to design and develop a direct seeder. This research
objective was to get an optimum design of a direct seeder for pelleted rice seeds.
The standard mechanical design process employed for this research, including: 1)
problem identification, 2) conceptual design, 3) design analysis, 4) drafting, and
5) design evaluation. In designing process, a drum type manual seeder was

modified to get the optimum drum size, seed outlet diameter, drum spacing, and
proper wheel design. The design criteria were: 1) can drill the pellets in 20 cm
spacing, 2) can put the pellets in 2.5 cm depth, and 3) can be drawn by a man
power. Based on the design result, a prototype of the seeder was constructed and
tested in sowing the pellets on a paddy field. Test results showed that effective
field capacity of the seeder (using ski plate) was 0.08 ha/hour and the field
efficiency was 49.54%, the effective field capacity and field efficiency of the
seeder (without ski plate) was 0.12 ha/hour and 49.37%. Average seed placement
spacing (using ski plate) was 25.6 cm, while average seed placement spacing
(without ski plate) was 24.9 cm.
Keywords: direct seeder, rice seeds, pellets, design, performance test

DESAIN ALAT TANAM BENIH LANGSUNG TIPE DRUM
UNTUK BENIH PADI YANG DIPELETKAN

YAHYA AL MAHDI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian

pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Desain Alat Tanam Benih Langsung Tipe Drum untuk Benih Padi
yang Dipeletkan
Nama
:Yahya Al Mahdi
NIM
:F14100096

Disetujui oleh

Dr Ir Wawan Hermawan, MS
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil diselesaikan.
Penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo
untuk pengambilan data serta Laboratorium Mekatronika dan Robotika sejak
bulan Desember 2014 sampai April 2014 ini berjudul Desain Alat Tanam Benih
Langsung Tipe Drum untuk Benih Padi yang Dipeletkan.
Penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada Bapak Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS selaku dosen pembimbing
serta Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, MS dan Dr. Ir Mohammad Solahudin, MS
selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan dukungan serta arahan dan
bimbingan selama penelitian dan pembuatan skripsi. Di samping itu, terima kasih
penulis sampaikan kepada Bapak Wana, Bapak Darma, Bapak Udin, dan Mas

Firman dari Laboratorium Siswadhi Soepardjo, Adhika Rozi Ahmad, Elgy
Muhammad Rizkia, Mohammad Ikhsan, Rizky Ramadhani, Santosa Adi Nugraha,
dari TMB 47 serta Pijar, Iwan Suwandi, dan Rusnadi dari TEP 46 yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu Sri Sulastri, Kakak Al Husain Al Habib, Kakak Zainal
Abidin, Adik Muhammad Ilyas, Adik Hanna Imtihana, Pakde Narjo serta seluruh
keluarga, atas semua bantuan saran, doa, bantuan, dan kasih sayangnya.
Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi
yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi
pertanian.

Bogor, September 2014
Yahya Al Mahdi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Benih Padi yang Dilapisi

2

Jajar Legowo

2

Alat Tanam Benih Langsung

3

Kondisi Tanah Sawah

4

Antropometri


5

METODE

5

Tempat dan Waktu Penelitian

5

Alat dan Bahan

6

Jadwal Penelitian

6

Tahapan Desain


6

ANALISIS DESAIN

7

Kriteria Perancangan

7

Rancangan Fungsional

8

Analisis Teknik Rancangan Struktural

8

Konsep Desain


17

Metode Pengujian Kinerja

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

20

Kinerja Fungsional

20

Kinerja Penanaman

20

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

DAFTAR TABEL
1. Rancangan fungsional
2. Penentuan diameter roda
3. Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan kondisi lahan yang akan
diolah
4. Jumlah jari-jari berdasarkan ukuran roda (Phongsupasamit 1988)
5. Penentuan diameter tengah drum
6. Penentuan diameter luar drum
7. Analisis berat komponen mesin

8
9
9
9
10
11
14

DAFTAR GAMBAR
1. Sistem tanam legowo 4:1
2. Alat tanam benih langsung yang telah ada
3. Desain roda alat tanam
4. Desain drum benih
5. Skema analisis desain roda, drum, dan plat ski
6. Desain dimensi drum
7. Prototipe drum
8. Desain plat ski alat tanam
9. Desain lengan penarik alat tanam
10. Posisi komponen atabela
11. Sketsa pipa lengan penarik
12. Posisi dan arah gaya pada rangka
13. Sketsa posisi mansia menarik atabela
14. Gambar teknik alat tanam benih langsung
15. Pola penanaman dalam pengujian kinerja
16. Lahan sawah hasil pengujian fungsional
17. Pengukuran Indeks pelumpuran
18. Pengukuran indeks kelunakan
19. Pengujian kinerja atabela di lahan sawah
20. Sketsa posisi roda yang diinginkan dan di lapangan
21. Pengukuran beban tarik

3
4
9
10
11
11
12
12
13
14
18
18
18
18
18
20
21
21
22
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Diagram Alir Penelitian
Jadwal Kegiatan Penelitian
Penentuan Diameter metering device
Tabel data antropometri posisi berdiri operator di Indonesia
Data Pengukuran Indeks Pelumpuran (IP)
Data Pengukuran Indeks Kelunakan (IK)
Data Perhitungan Indeks Keseragaman Tanah Hasil Pelumpuran (IS)
Data Pengukuran Waktu Penanaman Benih
Data Kecepatan Maju Penanaman Benih Atabela dengan Plat Ski

27
28
29
30
31
32
33
34
35

10. Data Kecepatan Maju Penanaman Atabela Tanpa Plat Ski
11. Data Pengukuran Kemacetan Roda Dengan Plat Ski
12. Data Pengukuran Kemacetan Roda Tanpa Plat Ski
13. Data Perhitungan Kapasitas Kerja Penanaman Benih
14. Data Pengukuran Jarak Tanam
15. Data Pengujian Beban Tarik Dengan Plat Ski
16. Data Pengujian Beban Tarik Tanpa Plat Ski
17. Gambar teknik atabela

36
37
38
39
40
41
42
43

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi beras nasional saat ini cenderung tergolong rendah, hal ini
disebabkan karena alih fungsi lahan-lahan sawah di jawa sehingga produktivitas
lahan menurun. Menurut menteri pertanian Indonesia (Antaranews 2013) bahwa
masyarakat Indonesia tercatat sebagai konsumen beras tertinggi di dunia, yakni
mencapai 30 kg per kapita per tahun. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu
dilakukan peningkatan intensitas tanam dan penggunaan tenaga mekanis.
Untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman padi yang optimal, sebelum
disebar sebaiknya benih diberi perlakuan khusus (seed treatment), sebagai usaha
imunisasi terhadap serangan hama dan penyakit dan merangsang pertumbuhan
akar. Dengan cara ini pertumbuhan akar lebih cepat sehingga mampu bersaing
dengan gulma untuk memperebutkan unsur hara. Saat ini telah dikembangkan
benih padi yang berbentuk pelet, dimana benih pelet ini memiliki banyak
kelebihan, diantaranya tahan terhadap serangan hama penyakti karena telah
dilapisi oleh seed coating.
Usaha budidaya padi konvensional banyak menyerap tenaga kerja mulai
dari kegiatan pengolahan tanah, penanaman dan pemanenan. Sementara
ketersediaan tenaga kerja atau buruh tani mulai berkurang karena banyak generasi
muda enggan untuk terjun ke pertanian. Selama ini tenaga kerja khususnya yang
berperan dalam kegiatan tanam dilakukan oleh kaum perempuan yang sudah tua.
Di masa mendatang diperkirakan akan semakin sulit mencari tenaga kerja untuk
tanam padi, dan biasanya masa tanam yang bersamaan sehingga pada masa itu
terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja. Dilain pihak ketersediaanya terbatas.
Oleh karena itu, sangat perlu dicari cara lain dalam usaha budidaya padi yang
dapat menghemat penggunaan tenaga kerja (Anonim 2013).
Penanam benih padi secara langsung (tabela) merupakan salah satu solusi,
dimana penanaman benih padi dilakukan tanpa melalui proses penyemaian
terlebih dahulu. Cara ini terbukti menghemat waktu dan biaya penanaman.
Penanamannya menggunakan sebuah alat tanam benih padi secara langsung
(atabela) yang saat ini mulai banyak digunakan di Indonesia (Harjono 2008).
Atabela di Indonesia yang banyak dikembangkan adalah yang tipe drum yang
ditarik manusia. Namun ada juga yang bermotor seperti yang dikembangkan oleh
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan). Akan tetapi alat
yang dikembangkan BBP Mektan masih memiliki permasalahan, yaitu posisi
operator yang berada di belakang alat, sehingga operator harus menghindari benih
yang telah ditanam. Atabela yang ada saat ini hanya bisa untuk menanam benih
padi dalam bentuk gabah, belum mampu menanam benih padi yang berbentuk
pelet. Selanjutnya juga alat belum disesuaikan dengan sistem penanam legowo ,
dimana padi sawah ditanam dengan pola beberapa barisan tanaman yang
kemudian diselingi satu barisan kosong. Oleh karena itu, perlu didesain sebuah
alat penanam benih langsung untuk benih padi dalam bentuk pelet.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan alat penanam benih
dalam bentuk pelet secara langsung pada sistem penanaman legowo 4-1 dan
mendapatkan data kinerja alat pada penanaman benih padi.

TINJAUAN PUSTAKA
Benih Padi yang Dilapisi (Seed Coating)
Pelet padi adalah melapisi benih padi menggunakan perekat dengan bahan
kimia bioaktif untuk memastikan benih terjaga dengan baik dan meningkatkan
ukuran untuk mempermudah dalam penanganan. Padi yang dilapisi dengan nutrisi
dan protektan tanaman dapat meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan
bibit padi sehingga nilai fisiologi mutu benih akan bertambah. Hal tersebut
dikarenakan bibit padi terhindar dari berbagai hama dan penyakit pada tanaman
(Anonim 2008).
Pelet padi ini memiliki ukuran seperti kelereng dengan diameter pelet
sebesar 1 cm. Dengan bentuk yang lebih besar dan bulat maka penjatuhan benih
dengan menggunakan alat tanam lebih mudah, sehingga memudahkan dalam
pengontrolan. Karena padi yang berbentuk pellet maka pengeluaran dapat diatur
dengan baik (mengurangi terjadinya pengeluaran lebih dari satu maupun
tersangkut), sehingga hasil tanam yang terjadi sesuai dengan yang diinginkan
(Anonim 2008).
Jajar Legowo
Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi
tanaman dengan mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki
barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada
barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. Sistem tanam jajar legowo
merupakan salah satu rekomendasi yang terdapat dalam paket anjuran
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) (Anonim 2012).
Jajar legowo (4 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap empat baris
tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak
tanaman antar barisan. Dengan sistem legowo seperti ini maka setiap baris
tanaman ke-1 dan ke-4 akan termodifikasi menjadi tanaman pinggir yang
diharapkan dapat diperoleh hasil tinggi dari adanya efek tanaman pinggir. Prinsip
penambahan jumlah populasi tanaman dilakukan dengan cara menanam pada
setiap barisan pinggir (baris ke-1 dan ke-4) dengan jarak tanam setengah dari
jarak tanam antar barisan (Anonim 2012).
Dengan demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (4 : 1) adalah 20 cm
(antar barisan dan pada barisan tengah) X 10 cm (barisan pinggir) X 40 cm
(barisan kosong) yang lebih jelasnya dapat dilihat melalui Gambar 1.

3
20

20

20

40

20

1

2

3

4

5

6

7

8

Gambar 1 Sistem tanam legowo 4:1
Alat Tanam Benih Langsung
Atabela adalah singkatan dari alat tanam benih padi secara langsung,
dimana benih padi langsung disebar di lahan budidaya tanpa melalui proses
penyemaian terlebih dahulu. Cara ini berbeda dengan budidaya padi sistem pindah
tanam atau transplanting, dalam hal pembibitannya. Dalam sistem pindah tanam,
benih padi disemaikan terlebih dahulu di lahan yang terpisah dengan lahan
budidaya. Dengan demikian, dibutuhkan tenaga untuk persiapan lahan semai,
penyebaran benih, pencabutan bibit yang sudah siap tanam (dalam Bahasa Jawa:
ngarit), dan tenaga tanam. Ditambah lagi tenaga transportasi untuk memindah
bibit dari lokasi penyemaian menuju ke lokasi budidaya, karena seringkali
lahannya berjauhan. Akan tetapi, dengan atabela maka tenaga untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tersebut tidak ada. Jadi dengan atabela dapat mengurangi
penggunaan tenaga kerja yang tentunya dapat mengurangi biaya produksi jika
menggunakan tenaga kerja upahan atau buruh tani (Anonim 2013).
Atabela sudah banyak dikembangkan di Indonesia, baik yang bertenaga
manusia maupun dengan penambahan motor sebagai penggerak (umumnya
diaplikasikan pada traktor roda dua). Atabela dengan penggerak manusia di
Indonesia sudah banyak digunakan. Diantaranya alat tanam benih langsung tipe
drum (drum seeder) seperti yang diterapkan di lahan pasang surut Delta Telang I
Kabupaten Banyuasin. Prinsip kerjanya sangat sederhana, benih dimasukkan ke
tabung-tabung (tempat benih berbentuk drum) yang dapat memuat 2 kg benih.
Pada saat alat ditarik, benih akan keluar melalui lubang yang ada dibagian kanan
dan kiri drum. Tiap drum mempunyai dua macam ukuran lubang, yaitu rapat dan
renggang. Untuk model IRRI drum seeder mempunyai 6 buah drum, masingmasing drum untuk 2 baris tanaman. Kapasitas kerja alat 8 jam/ha dengan seorang
operator dan satu pembantu, serta kebutuhan benih 35-40 kg/ha

4

Gambar 2 Alat tanam benih langsung yang telah ada
(Sumber : Harjono 2008)
Prototipe atabela yang ditarik traktor roda dua pernah direkayasa di Balai
Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan) dan telah diuji lapang.
Alat ini mempunyai sepesifikasi 5 baris tanam dengan lebar alur 25 cm, dan
menunjukan kapasitas kerja 3.73 jam/ha. Penjatuhan benih sebanyak 24 kg/ha,
dengan kedalaman 1-2 cm. Namun karena bobot alat yang relatif berat (55 kg)
maka mobilitas alat tersebut di lahan sawah agak terganggu terutama pada saat
membelok (Harjono dan Purwanta 1998). Kemudian dilakukan modifikasi dengan
mengurang jumlah baris tanamnya menjadi 4 baris, akan tetapi alat atau mesin ini
masih menggunakan traktor roda dua. Dari modifikasi ini dihasilkan peningkatan
kapasitas kerja yaitu menjadi 4.29 jam/ha serta peningkatan keluaran benih yaitu
menjadi 25.49 kg/ha.
Kondisi Tanah Sawah
Kadar air tanah ialah perbandingan antara berat air dengan berat tanah. Bulk
density tanah merupakan perbandingan antara massa tanah seluruhnya dengan
volume tanah total (Wesley 1973). Kadar air tanah dinyatakan dalam basis basah
(bb) dan basis kering (bk). Setiap kenaikan kadar air sebesar 1 % maka tahanan
tarik akan menurun sebesar 10 %. Semakin kecil nilai bulk density maka tingkat
kegemburannya akan semakin besar. Bulk density yang terlalu tinggi akan
menghambat penetrasi akar, perkembangbiakkan tanaman, dan drainase.
Porositas adalah proporsi ruang pori (ruang kosong) yang terdapat dalam
satuan volume tanah yang ditempati oleh air dan udara (Plaster 1992). Porositas
dapat ditentukan dari bulk density ( d) dan densitas partikel (Dp). Jika tidak ada
ruang pori, maka bulk density akan sama dengan densitas partikel dan memiliki
nilai rasio sama dengan satu. Semakin banyak ruang pori, maka semakin kecil
bulk density (Plaster 1992).
Tahanan penetrasi tanah ialah sebuah parameter gabungan yang
menggambarkan beberapa sifat tanah yang berlainan, tetapi secara umum dapat
mencerminkan kekuatan tanah (Astika 1988). Untuk mengukur tahanan penetrasi,
digunakan sebuah alat sederhana yang disebut penetrometer yang ditekan ke
dalam tanah dan gaya yang terjadi diamati dalam hubungannya dengan kedalaman
penetrasi.
Tahanan tanah terhadap penetrasi sebuah alat pasak ialah indeks gabungan
dari kepadatan tanah, kadar air, tekstur, dan tipe mineral liat. Tahanan penetrasi
adalah suatu indeks kekuatan tanah pada suatu kondisi pengukuran. Kepadatan

5
tanah, kadar air tanah, tekstur, dan mineral liat merupakan indeks kekuatan tanah.
Tahanan penetrasi akan meningkat jika kadar air dan kedalamannya menurun
(Baver et al. 1978).
Antropometri
Antropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmiarto (1991) adalah satu
kumpulan data numeric yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh
manusia seperti ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut
untuk penanganan masalah desain. Penerapan data antropometri ini akan dapat
dilakukan jika tersedia nilai mean (rata-rata) dan SD (standar deviasi) dari suatu
distribusi normal.
Untuk mendapatkan suatu perancangan yang optimum dari suatu ruang dan
fasilitas akomodasi, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah faktor-faktor
seperti panjang dari suatu dimensi tubuh baik dalam posisi statis maupun dinamis.
Menurut Nurmianto (2004), manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam
hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya.
Ukuran tubuh sangat diperlukan dalam pembuatan tata letak dalam suatu
ruang kerja, termasuk penyebaran posisi kerja yang baik, sehingga dapat jarak
tubuh, tinggi duduk tegak, tinggi duduk normal, tinggi lutut, tinggi siku, tebal
paha, jarak lutut sampai paha atas, jarak paha atas sampai ke betis, lebar siku,
lebar duduk, dan berat badan (Sanders 1987).
Adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai mean (rata-rata) dan
SD (standar deviasi). Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan
bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan
atau lebih rendah dari nilai tersebut (Nurmianto 2004).
Secara umum data antropometri yang diterapkan untuk hal-hal yang khusus,
cukup diambil dari persentil ke-5, ke-50, ke-95, atau antara persentil ke-5 sampai
persentil ke-95. Persentil ke-100 hanya diterapkan pada rancangan yang
digunakan oleh semua orang, contoh perlengkapan di rumah-rumah sakit. Untuk
alat yang dapat diatur sesuai dengan operatornya, misalnya posisi tempat duduk,
posisi pegangan kendali, desain sebaiknya dirancang agar dapat memenuhi selang
persentil ke-5 sampai ke-95 (Zander 1972).

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini meliputi kegiatan identifikasi kebutuhan hingga proses
pembuatan model 3 dimensi dan simulasi dari mesin yang dirancang, selanjutnya
dilakukan pembuatan prototipe mesin, dan pengujian kinerja mesin. Diagram alir
penelitian disajikan pada Lampiran 1.
Kegiatan identifikasi kebutuhan dan pengambilan data penelitian di
lapangan akan dilaksanakan pada Januari 2014 hingga Februari 2014. Proses
perancangan konsep desain dilakukan pada Maret 2014 hingga April 2014 di
Bagian Teknik Mesin dan Otomasi (TMO) Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Institut Pertanian Bogor (IPB). Sedangkan pembuatan protipe

6
dilakukan di bengkel Daud Teknik Cibeureum, Adapun pengujian kinerja alat
dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan untuk konstruksi alat tanam adalah stainless steel
untuk konstruksi drum serta plat ski, besi pejal untuk konstruksi poros as roda,
plat besi untuk konstruksi roda, besi pipa untuk konstruksi rangka penarik, serta
bearing untuk memutar poros roda.
Bahan yang digunakan untuk pengujian kinerja alat tanam adalah benih padi
yang telah dipeletkan sebagai komoditas yang akan ditanam. Adapun peralatan
yang digunakan untuk pengujian kinerja adalah meteran sebagai alat pengukur
jarak (meteran), neraca pegas untuk mengukur gaya tarik alat tanam, timbangan
digital untuk mengukur berat rata-rata benih padi yang dipeletkan, serta stopwatch
untuk mengetahui waktu kerja.
Pembuatan konsep desain dan evaluasi desain (untuk menganalisis stress
dan strain dari konsep desain yang telah dibuat serta untuk proses simulasi
gerakan operasi dari model alat) akan menggunakan software SolidWorks
Premium 2012 . Peralatan yang yang digunakan adalah alat tulis, mesin hitung,
seperangkat komputer (software Microsoft Excel 2010 ) dan mesin cetak
(printer).
Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan selama 4 bulan yaitu dari Januari April 2014. Susunan
jadwal kegiatan penelitian disajikan dalam Lampiran 2.
Tahapan Desain
Penelitian ini merupakan suatu rangkaian penelitian yang mencakup tahapan
konseptualisasi desain, pembuatan prototipe hingga pengujian kinerja. Penelitian
dilakukan untuk pembuatan konsep disain dari alat tanam benih langsung ini.
Berikut ini merupakan penjelasan lebih rinci menganai tahapan-tahapan penelitian
yang akan dilakukan:
Identifikasi Masalah
Pada tahap ini didentifikasi kondisi lahan sawah, karakteristik benih padi
dalam bentuk pellet, cara penanaman benih padi secara manual, konstruksi
beberapa jenis alat penanam benih padi, serta beberapa mekanisme untuk
pengaturan penjatahan benih. Selain itu akan dipelajari juga kebutuhan calon
pengguna atabela, dan permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan atabela
sebelumnya.
Perumusan dan Penyempurnaan Konsep Desain
Pada tahap ini dibuat beberapa konsep alternatif dari penanam benih tipe
drum. Konsep yang akan dibuat disesuaikan dengan spesifikasi yang memenuhi
kebutuhan dan kondisi penanamannya.
Data hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan akan dianalisis untuk
menentukan besarnya gaya mekanis dan beban kerja mekanis yang dibutuhkan

7
dalam kegiatan penanaman benih padi yang dipeletkan di sawah. Analisis teknik
dan perhitungan rancangan dilakukan untuk menentukan secara akurat dari bentuk,
ukuran, bahan, dan cara pembuatan alat yang akan dirancang.
Uji Optimasi Konsep Desain
Pada tahap ini dilakukan proses seleksi dari beberapa desain konsep
rancangan mesin yang telah dimodelkan dalam CAD. Kriteria seleksi lebih
ditekankan kepada unjuk kerja rancangan mesin yang akan dibuat dan kesesuaian
konsep desain terhadap spesifikasi desain dan kondisi penanaman benih padi yang
dipeletkan. Beberapa parameter yang digunakan sebagai kriteria seleksi desain
adalah akurasi penanaman benih, kemudahan operasi, kemudahan pembuatan,
biaya pembuatan, kelincahan gerak dan kesesuaian mekanisme. Parameter
tersebut akan digunakan sebagai kriterian untuk proses go/no-go screening dari
konsep desain yang akan dirancang.
Pembuatan Model 3 Dimensi (3D)
Pada tahap ini dilakukan proses pemodelan konsep desain yang terbaik ke
dalam bentuk gambar 3D menggunakan software SolidWorks Premium 2012 .
Hasil dari pemodelan ini sebagai bentuk visualisasi rancangan struktural dari
mesin yang akan dibuat.
Pembuatan Prototipe
Hasil rancangan atabela selanjutnya dibuatkan dalam bentuk prototipe
atabela, di bengkel konstruksi. Prototipe ini harus dipastikan dapat diuji pada
penanaman benih padi di sawah.

ANALISIS DESAIN
Kriteria Perancangan
Alat tanam benih langsung ini merupakan modifikasi dari atabela yang telah
dirancang sebelumnya. Pengembangan atabela bertujuan untuk menggantikan
benih padi tanpa coating menjadi benih padi yang dipeletkan dan menggantikan
posisi operator yang awalnya dibelakang atabela menjadi didepan atabela,
sehingga atabela dapat berfungsi lebih efektif lagi. Kriteria perancangan
dijalaskan pada beberapa poin berikut.
1. Alat tanam benih langsung dijalankan secara manual dengan cara ditarik
2. Jarak tanam yang dianjurkan yaitu sebesar 20 cm dengan jarak antar alur
sebesar 20 cm.
3. Kedalaman tanam padi pelet yaitu 2.5 cm.
4. Benih padi pelet yang digunakan dengan diameter rata-rata 1 cm
5. Volume drum harus mencukupi jumlah benih untuk menanami lahan seluas
900 m2.
6. Kapasitas penanaman menggunakan mesin penanam harus lebih tinggi
daripada penanaman dengan menggunakan manusia.

8
Rancangan Fungsional
Berdasarkan fungsinya, alat tanam benih langsung benih padi pelet berfungsi
untuk menanam benih padi pelet dengan jarak tanam dan kedalaman yang sesuai.
Rancangan fungsional disajikan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Rancangan fungsional
Fungsi utama
Atabela mampu
menanam benih padi
pelet dengan
kedalaman 2.5 cm,
jarak tanam 20 cm
dan jarak antar alur
20 cm.

Sub fungsi
Menampung benih
padi pelet.

Penggerak atabela

Pembuka alur

Menempatkan posisi
atabela diatas
permukaan lumpur
Menarik atabela

Memudahkan dalam
belok
Menyalurkan daya

Alternatif mekanisme

Alternatif
yang dipilih
-Hopper drum
dengan bahan
stainless steel

-Dinding akrilik
-Hopper persegi
panjang
-Hopper trapezium
-Hopper drum
-Roda
tipe
IRRI - Roda tipe
(standard)
IRRI
-Roda tipe jepang
(standard)
-Roda sirip siku
-Roda sirip lengkung
-Tipe hoe
- Tipe plat
-Tipe shovel
dengan
-Tipe shoe
penambahan
-Tipe plat
pembuka alur
-Plat lurus
- Plat ski
-Plat ski
-Traktor roda 2
-Penambahan motor
-Manual (operator)
-Poros tak langsung
-Penggunanan
spherical plain bearing
-Rantai dan sproket
-Sabuk dan puli
-Poros langsung

- Manual
(operator)
- Penggunaan
spherical plain
bearing
- Poros
langsung

Analisis Teknik Rancangan Struktural
Dalam merancang alat tanam benih langsung (atabela) ini ada beberapa
analisis yang harus dilakukan sebelum atabela ini dilakukan pabrikasi, hal ini
dilakukan agar dihasilkan atabela yang dapat digunakan dilahan sawah dengan
sistem legowo 4:1.
Roda
Roda merupakan alat penggerak alat tanam benih langsung yang mana
digunakan untuk traksi. Roda untuk lahan sawah harus memerhatikan sirip-sirip
roda dimana harus dilakukan analisis diantaranya sudut sirip, panjang sirip
maupun jumlah siripnya. Desain roda yang paling penting adalah diameter roda
itu sendiri, diameter roda ditentukan berdasarkan jarak tanam dan jumlah lubang
tanam dalam satu kali putaran, dengan slip 10 %. Adapun desain roda alat tanam
dapat dilihat pada Gambar 3.

9

Gambar 3 Desain roda alat tanam
Tabel 2 Penentuan diameter roda
Jumlah
Lubang
(buah)

Jarak tanam
(cm)

4
5
6
7

20
20
20
20

Keliling roda Keliling+ Macet
(cm)
10 % (cm)
80
100
120
140

88
110
132
154

Diameter roda
(cm)
28.03
35.03
42.04
49.04

Dari perhitungan pada Tabel 2 tersebut didapat diameter yang cocok dengan
asumsi terjadi slip sebesar 10 % yaitu sebesar 49.04 cm.
Tabel 3 Jumlah sirip yang dibutuhkan berdasarkan kondisi lahan yang akan diolah
Kondisi Lahan
Berawa-rawa
Lahan berlumpur
Lahan sawah
Lahan kering

Jumlah Sirip
6
6 8
8 12
8 14

Dari Tabel 3 tersebut diketahui untuk merancang sebuah sirip dari roda
atabela untuk lahan berlumpur digunakan 8 sirip dimana sudut antar sirip (juring)
sebesar 450.
Adapun untuk jumlah jari-jari roda yang dibutuhkan tergantung pada
diameter roda, ukuran roda dan kualitas dari jari-jari tersebut. Klasifikasi jumlah
jari-jari yang dibutuhkan berdasarkan ukuran roda dapat dilihat pada Tabel 4
(Phongsupasamit 1988)
Tabel 4 Jumlah jari-jari berdasarkan ukuran roda (Phongsupasamit 1988)
Ukuran roda
Roda ukuran kecil
Roda ukuran normal
Roda ukuran besar

Jumlah Jari-jari
3
4-6
8

Dari Tabel 4 tersebut diketahui untuk merancang sebuah jari-jari roda
atabela untuk roda dengan ukuran normal berjumlah 4 dimana sudut antara jarijari sebesar 900.

10
Drum Benih
Drum benih merupakan tempat dimana benih dikumpulkan (hopper) yang
kemudian di jatuhkan satu-persatu melalui lubang-lubang drum. Drum benih
berkaitan dengan jumlah dan ukuran benih yang keluar. Jumlah benih yang keluar
adalah benih yang dapat mencukupi lahan sawah seluas 900 m2dengan sistem
tanam jajar legowo 4 : 1, dan setiap lubang tanam untuk satu benih. Adapun
ukuran diameter lubang drum berdasarkan ukuran dan kecepatan maju operator.
Penentuan diameter ini perlu dilakukan pengujian dengan menggunakan prototipe
dengan menguji beberapa ukuran diameter dan kecepatan yang berbeda. Selain itu
volume drum disesuaikan dengan volume benih yang berada dalam drum, dalam
kasus ini maka volume drum yang digunakan yaitu 2.5 kali volume benih agar
benih dapat keluar sesuai dengan yang dibutuhkan yaitu satu lubang untuk satu
benih. Adapun desain drum benih dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Desain Drum Benih
Sebelum menentukan diameter drum, pertama yang harus dilakukan adalah
menghitung kapasitas (volume) benih padi pelet yang dapat diisi drum. Analisis
yang dilakukan adalah menentukan kapasitas drum sehingga dalam satu kali
operasi benih padi pelet yang berisi dalam drum dapat mencukupi lahan sawah
berukuran 900 m2. Dalam sistem penanaman berdasarkan sistem legowo 4:1
dengan jarak tanam 20x20 cm dan tiap lubang tanam berisi satu benih padi pellet.
Dari perhitungan didapat hasil yang ditunjukan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 5 Penentuan diameter tengah drum
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Keterangan
Luas sawah
Jarak tanam (panjang)
(lebar)
Jumlah benih total
Volume 1 pelet
Volume pelet benih
Drum diisi benih
Volume 1 drum
Panjang 1 drum
Diameter tengah drum

Jumlah
900.00
20.00
20.00
18000.00
0.52
9424.77
40.00
11780.97
25.00
24.49

Satuan
m2
cm
cm
butir
cm3
cm3
persen
cm3
cm
cm

11
Dengan demikian apabila dalam satu kali operasi, jumlah benih padi pelet
yang dibutuhkan untuk mencukupi lahan sawah seluas 900 m2 digunakan diameter
tengah drum yaitu 25 cm. Sedangkan diameter luar ditunjukan pada Tabel 6
Tabel 6 Penentuan diameter luar drum
Jumlah
Lubang
(buah)

Jarak
tanam
(cm)

4
5
6
7

20
20
20
20

Keliling
roda
(cm)
80
100
120
140

Keliling+
Macet 10
% (cm)
88
110
132
154

Diameter
roda
(cm)

Diameter
drum
(cm)

28.03
35.03
42.04
49.04

Jarak plat ski
dari rangka
utama (cm)

8.03
15.03
22.04
29.04

23.03
30.03
37.04
44.04

Dari perhitungan didapat diameter luar drum yang dibutuhkan untuk
memenuhi benih padi pelet yaitu 30 cm dengan jumlah lubang (metering device)
sebanyak 7 buah. Adapun gambar skema desain roda, drum, dan plat ski
ditunjukan pada Gambar 5, selain itu gambar desain dimensi drum dapat dilihat
pada Gambar 6.

Gambar 5 Skema analisis desain roda, drum, dan plat ski

Gambar 6 Desain dimensi drum

12
Analisis selanjutnya yang perlu dilakukan yaitu menentukan diameter
metering device, dengan diameter benih padi pelet sebesar 10 mm. Dalam hal ini
perlu dilakukan pengujian dengan membuat prototipe yaitu menggunakan drum
kecil yang dilubangi disekeliling permukaan drum dengan diameter masingmasing yaitu 11, 12, dan 13 mm. kemudian drum tersebut dilubangi di tengahnya
dan dimasukan paralon agar drum dapat diputar. Selanjutnya kedua poros drum
ditumpu pada dua penyangga agar drum dapat berputar dengan kecepatan yang
seragam dan tidak terjatuh saat dilakukan pengujian. Adapun gambar prototipe
dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Prototipe drum
Dari proses pengujian didapat hasil yang tertera pada Lampiran 3. Pengujian
dilakukan pada diameter yang berbeda-beda. Pengujian dilakukan pengulangan
selama tiga kali pengulangan dengan kecepatan yang berbeda-beda pula, hal ini
dilakukan untuk menentukan kecepatan yang sesuai pada lahan sawah agar jumlah
penjatuhan sesuai dengan yang diinginkan , dimana setiap lubang hanya satu yang
jatuh yaitu pada saat posisi lubang berada tepat dibawah. Dilihat dari tabel didapat
diameter yang sesuai untuk benih dengan diameter 10 mm yaitu lubang drum
sebesar 12 mm.
Plat Ski
Kondisi tanah sawah yang berlumpur dapat mengakibatkan alat tanam
terendam, dengan demikian perlu digunakan plat ski agar alat tanam tetap berada
diatas permukaan tanah lumpur. Selain itu plat ski ditambahkan pembuka alur
yang digunakan agar benih yang jatuh langsung masuk kedalam lumpur dengan
kedalaman 2.5 cm, serta penambahan ruang penjatuhan dimana saat benih jatuh
tidak tersangkut pada plat ski, akan tetapi langsung jatuh pada lahan sawah.
Adapun desain plat ski alat tanam dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Desain plat ski alat tanam

13
Plat ski ini dirancang dua buah, sehingga tiap drum memiliki satu buah plat
ski dengan dua pembuka alur. Pembuka alur dirancang dengan membentuk anak
panah untuk memudahkan dalam pembukaan lumpur dengan tinggi pembuka alur
sebesar 2.5 cm sesuai dengan kedalaman tanam yang diinginkan.
Plat ski dipasangkan pada rangka utama dengan dijepit menggunakan mur
dan baud. Analisis berat atabela disimulasikan pada software SolidWorks dimana
total berat atabela (Wa) sebesar 38 kg.
=
×
. (1)
Keterangan :
= gaya gesek pada plat ski (N)
= koefisien gesek antara permukaan tanah sawah dengan dasar
plat ski yaitu sebesar 0.3 (Kawiji, 1984)
W = gaya normal alat yaitu berat total alat bersama isi (berat total
maksimum dirancang sebesar 38 kg atau 380 N)
=
×
= 0.3 × 380
= 114 N
Dengan nilai tahanan penetrasi tanah (TPT) pada lahan sawah dengan sudut 90o
sebesar 7 kPa (Mudzakir 2013).
TPT = F/A .
. . (2)
A

=
= 0.016285 m2 = 162.85 cm2

Lengan Penarik
Lengan Penarik merupakan salah satu bagian utama atabela yang berfungsi
sebagai lengan untuk pegangan tangan dimana atabela ditarik serta atabela serta
menjaga posisi atabela agar selalu stabil. Bentuk serta dimensi rangka ini harus
sesuai dengan karakteristik tubuh manusia, khususnya karakteristik tubuh manusia
Indonesia sehingga operator yang menggunakan tidak akan mengalami cidera.
Adapun desain lengan penarik alat tanam dapat dilihat pada Gambar 9, sedangkan
posisi komponen atabela dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 9 Desain lengan penarik alat tanam

14

Drum (Hopper)

Rangka utama

Roda
Lengan penarik

Plat ski

Gambar 10 Posisi komponen atabela
Dengan asumsi beban maksimum yang disangga oleh rangka tersebut adalah
total beban (40 kg) yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Drum (hopper) + benih pellet
= 16 kg
Rangka utama
= 3 kg
Lengan penarik
= 7 kg
Roda (kanan dan kiri)@ 8 kg
= 16 kg
Plat ski (kanan dan kiri) @ 3 kg
= 6 kg
Analisis tiap komponen berat mesin disajikan pada Tabel 8
Tabel 7 Analisis berat komponen mesin
Komponen
Drum (hopper)
Roda
Plat ski

Jarak terhadap titik
acuan stress (m)
0.25
0.25
0.10
Total

Berat
(N)
160
160
60

Momen terhadap
titik acuan (N.m)
40
40
6
80

Sketsa penampang tampak samping dari pipa yang digunakan untuk rangka
dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Sketsa pipa lengan penarik

15

A1
Lengan penarik
Rangka utama

F1

lF1

Gambar 12 Posisi dan arah gaya pada rangka
Untuk menghitung diameter pipa yang digunakan terlebih dahulu dihitung
gaya yang dibutuhkan untuk menarik atabela yaitu dengan menghitung gaya gesek
pada plat ski dan tahanan gelinding roda yaitu dengan rumus:
=
×
Keterangan :
= gaya gesek pada plat ski (N)
= koefisien gesek antara permukaan tanah sawah dengan dasar
plat ski yaitu sebesar 0.3
W = gaya normal alat yaitu berat total alat bersama isi (berat total
maksimum dirancang sebesar 38 kg atau 380 N)
=
×
= 0.3 × 380
= 114 N
Sedangkan tahanan gelinding pada roda dapat dihitung dengan rumus:
=
×
.
. . (3)
Keterangan :
= tahanan gelinding roda (N)
= koefisien tahanan gelinding untuk tanah lumpur koefisien
tahanan gelinding roda sebesar 0.3 (Endro 1991)
w = gaya normal alat yaitu berat beban yang ditumpu roda (berat
drum sebesar 16 kg atau 160 N)
=
×
= 0.3 160
= 48 N
Sehingga besar total gaya yang terjadi yaitu:
=
+
.
. (4)
= 114 + 48 N
= 162 N
Geometri bahan rangka lingkaran, sehingga inersia bahan yang digunakan
dihitung berdasarkan rumus inersia lingkaran, yaitu :
I = 1/64 D4 .
. .. (5)
Dengan memasukkan persamaan tersebut dengan c sebesar ½ D kedalam
persamaan, maka persamaan tersebut menjadi :
M x 0.5 ((D D ))
a=
x D
x D
10.2 M
a=
(D
D )

16
Jika diketahui ( b) sebesar 28 kg/mm2, dan safety factor (Sf) yang
digunakan sebesar 6 dimana diameter luar (D1) pipa diambil 25 mm, maka
tebal rangka dapat dihitung sebagai berikut.
= 28 /
=

a=
a=

= 4.6 kg/mm

10.2 M
(D

D )
10.2 x (162 N x 25 mm)
4.6 kg mm =
(25
D )mm
4.6 kg mm =

41310
(25

D )mm

41310 = 71875 - 4.6
= 6644.56
= 19
Berdasarkan hasil perhitungan, maka tebal plat pipa minimum yang
digunakan sebesar (25 mm 19 mm) / 2 = 3 mm. Berdasarkan perhitungan diatas
maka pipa untuk rangka lengan penarik yang digunakan dengan tebal 3 mm.
Jarak pegangan lengan penarik kebagian dasar lumpur yaitu sebesar 680 mm
yang digunakan berdasarkan data antropometri posisi berdiri operator pada tinggi
kepalan tangan (Lampiran 4). Adapun sketsa posisi manusia menarik atabela
dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Sketsa posisi manusia menarik atabela
Kebutuhan Daya
Dalam menjalankan alat tanam perlu diperhatikan kebutuhan daya yang
diperlukan untuk menarik alat tanam. Apabila daya yang dibutuhkan cukup besar
maka operator akan mengalami kesulitan dalam mengontrol pergerakan alat tanam.
Dengan demikian perlu diperhatikan massa keseluruhan alat tanam

17
Kebutuhan daya dapat dicari dengan mengukur jumlah gaya gesek pada plat
ski dengan tahanan gelinding pada roda dikalikan dengan kecepatan maju atabela.
Gaya gesek pada plat ski dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
=
×
= 0.3 × 380
= 114 N
Sedangkan tahanan gelinding pada roda dapat dihitung dengan rumus:
=
×
= 0.3 160
= 48 N
Sehingga besar total gaya yang terjadi yaitu:
=
+
= 114 + 48 N
= 162 N
Untuk mencari besarnya tenaga tarik dihitung dengan menggunakan rumus:
=
× .
. (6)
Keterangan :
= tenaga tarik (W)
= gaya tarik total (N)
V
= kecepatan maju (m/detik)
Bila diasumsikan pada saat alat dioperasikan di sawah kecepatan maju atabela
sebesar 0.4 m/detik, maka kebutuhan tenaga tarik atabela adalah:
=
×
= 162 × 0.4 /
= 64.8 Watt
Besarnya kebutuhan tenaga untuk menarik atabela ini masih dibawah rata-rata
tenaga manusia untuk bekerja yaitu sebesar 0.1 hp atau 75 Watt.
Konsep Desain
Konsep umum dari disain yang dibuat adalah mengacu pada bentuk dasar
alat tanam benih langsung tipe drum, dengan dilakukan beberapa modifikasi,
yakni 1) penyesuaian ukuran lubang keluaran benih pada drum karena
penggunaan benih padi berbentuk pelet, 2) memindahkan posisi pengguna (user)
dari yang awalnya di belakang menjadi di depan sehingga benih yang telah
ditanam tidak terinjak pengguna, 3) menambahkan pembuka alur untuk
penempatan benih dalam tanah (kedalaman 2.5 cm), 4) memperbaiki desain sirip
roda untuk meningkatkan daya putarnya. Adapun skema alat tanam benih
langsung disajikan pada Gambar 14, sedangkan gambar teknik untuk atabela
disajikan pada Lampiran 17.

18

Gambar 14 Gambar teknik alat tanam benih langsung
Metode Pengujian Kinerja
Prototipe atabela diuji di lahan sawah pada penanaman benih padi. Untuk
pengujian, disiapkan satu petak sawah berukuran lebih kurang 10 m × 20 m yang
diolah hingga kondisi siap tanam (lumpur rata dan air macak-macak). Atabela
dioperasikan dengan seorang operator yang telah dilatih terlebih dahulu dalam
penggunaan atabela dan cara mengoperasikannya. Benih yang digunakan dalam
pengujian yaitu benih padi bentuk pelet dengan ukuran yang seragam (diameter
±10 mm), sejumlah mencukupi penanaman seluas 200 m2. Pola operasi atabela
adalah seperti pada Gambar 15, empat baris tanam dalam satu lintasan. Di ujung
petakan, alat diangkat dan dipindahkan pada lajur berikutnya.

Keterangan :

: Benih tertanam
: Lintasan alat
: Lintasan berbelok

Gambar 15 Pola penanaman dalam pengujian kinerja
Sebelum pengujian dilakukan terlebih dahulu dilakukan pengukuran indeks
pelumpuran, hal ini dilakukan agar dapat diketahui apakah lahan sawah yang akan
digunakan sudah sesuai dengan lahan sawah yang umum digunakan. Pengukuran
indeks pelumpuran ini dilakukan dengan mengambil sampel lumpur pada titik-

19
titik tertentu di tiap lintasan yang akan dilakukan pengujian, sampel tersebut
dimasukan kedalam tabung kemudian diendapkan selama 48 jam. Setelah itu
diukur perbedaan ketinggian dari endapan lumpur dan air.
Setelah diukur indeks pelumpuran selanjutnya diukur indeks kelunakan, hal
ini dilakukan agar dapat diketahui apakah lahan sawah yang akan digunakan
sudah sesuai dengan lahan sawah yang umum digunakan. Pengukuran indeks
kelunakan ini dilakukan dengan menjatuhkan bola golf dari ketinggian 1m dari
atas permukaan lumpur pada titik-titik tertentu di tiap lintasan yang akan
dilakukan pengujian, setelah itu diukur ketinggian permukaan atas bola golf
terhadap permukaan golf menggunakan mistar. Indeks pelumpuran dihitung
dengan mengukur perbedaan ketinggian antara ketinggian air dan tanah hasil
pelumpuran, selanjutnya dilakukan penghitungan volume dari ketinggian yang
didapat menggunakan rumus volume tabung.
V=
xt .
. (7)
3
Keterangan : V =Volume tabung (cm )
r = Jari-jari lingkaran (cm)
t = Tinggi tabung (cm)
Ip= ( ) x 100% .

. (8)

Keterangan : Ip : Indeks pelumpuran (%)
Vs : Volume tanah dalam tabung setelah diendapkan selama 48 jam
(cc)
Vt : Volume total contoh suspensi air-tanah dalam tabung (cc)
Selanjutnya dilakukan perhitungan indeks keseragaman tanah hasil
pelumpuran untuk mengetahui indeks keseragaman tingkat pencampuran tanah
dengan air (suspensi air-tanah) dan kelunakan tanah hasil pelumpuran.
Setelah itu dilakukan pengukuran kinerja penanaman benih yang dilakukan
untuk mengetahui karakteristik dari alat atau mesin yang akan digunakan selama
proses penanaman benih, sehingga alat atau mesin dapat digunakan sesuai
kebutuhan. Dalam pengukuran unjuk kerja perlu dilakukan beberapa pengukuran
diantaranya waktu penanaman mekanis, kecepatan maju, kemacetan roda, jarak
tanam, kedalaman tanam, dan beban tarik. Pengukuran ini dilakukan dengan dua
perlakuan yang berbeda dimana pengujian dilakukan dengan menggunakan plat
ski dan tanpa plat ski.
Pengukuran waktu total penanaman benih secara mekanis dilakukan untuk
mengetahui berapa lama waktu proses penanaman yang dilakukan untuk luasan
tertentu, waktu total merupakan penjumlahan waktu efektif dan waktu belok.
Pengukuran ini dilakukan menggunakan stopwatch.
Kecepatan maju penanaman benih dilakukan untuk mengetahui kecepatan
yang dibutuhkan operator menarik atabela pada lahan sawah. Pengukuran
kecepatan didapat dengan mengukur panjang lintasan yang akan dilalui atabela
dibagi dengan waktu tempuh selama atabela melewati lintasan tersebut.
Kemacetan roda merupakan keadaan dimana roda tidak berputar ketika
atabela ditarik, sehingga terjadi kemacetan pada roda. Kemacetan roda
berpengaruh pada jarak tanam pada benih yang tertanam. Kemacetana roda
didapat dengan menggunakan rumus :
= (1
) × 100% .
..
. (9)

20
Keterangan : Kr = Kemacetan roda (%)
Jt = Jarak toritis
Ja = Jarak tempuh atabela
Pengukuran jarak tanam dan kedalaman penanaman digunakan agar pada
saat proses penanaman jarak antar tanam tiap benih seragam dengan interval 20
cm antar benih tertanam..
Selanjutnya pengukuran beban tarik dilakukan untuk mengetahui daya yang
dibutuhkan untuk menarik atabela pada lahan sawah, daya tarik (Watt) didapat
dengan mengkalikan gaya tarik (N) dan kecepatan (m/detik).
Selain itu untuk mengukur besarnya daya untuk menarik atabela, akan
dilakukan pengukuran gaya tariknya menggunakan timbangan tarik digital yang
dipasangkan pada rangka tarik dan ditarik horizontal. Tenaga tarik dihitung
dengan rumus
Ptarik  Ftarik  V .
(10)
Keterangan : Ptarik : Tenaga tarik (Watt),
Ftarik : Gaya untuk menarik atabela (N), dan
V
: Kecepatan maju operasi atabela (m/detik).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kinerja Fungsional
Pengujian fungsional dilakukan untuk mengetahui apakah atabela dapat
berfungsi dengan baik, dalam pengujian ini hanya sebatas apakah atabela dapat
berjalan di permukaan sawah, pembuka alur dapat berfungsi dengan baik, serta
benih dapat jatuh melalui metering device dari drum. Pengujian fungsional
bertujuan agar pada saat dilakukan pengujian kinerja, atabela dapat bekerja
dengan maksimal. Dari hasil pengujian fungsional didapat hasil yang baik
meskipun harus dilakukan sedikit modifikasi di bagian plat ski, agar penjatuhan
benih lebih bagus. Pada pengujian fungsional ini digunakan benih yang hampir
menyerupai benih aslinya, yaitu benih yang seragam dengan diameter sebesar 1cm.
Adapun gambar kinerja fungsional dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Lahan sawah hasil pengujian fungsional
Kondisi Lumpur
Indeks pelumpuran yang sesuai untuk lahan yang akan ditanami benih padi
di lahan sawah yaitu kisaran 80-90% (Sawamura et al 1986). Dari pengukuran

21
indeks pelumpuran di lahan sawah yang digunakan untuk pengujian kinerja
atabela disajikan pada Lampiran 5.

Gambar 17 Pengukuran Indeks pelumpuran
Setelah dilakukan pengujian didapat rata-rata indeks pelumpuran pada lahan
sawah yaitu 82.09%. Dengan demikian lahan sawah tersebut sudah layak untuk
dilakukan penanaman benih, karena sesuai dengan literatur yang ada.
Indeks kelunakan yang sesuai untuk lahan yang akan ditanami benih padi di
lahan sawah yaitu kisaran 90 hingga 100% (Sawamura et al 1986). Dari
pengukuran indeks kelunakan di lahan sawah yang digunakan untuk pengujian
kinerja atabela disajikan pada Lampiran 6.

Gambar 18 Pengukuran indeks kelunakan
Setelah dilakukan pengujian didapat rata-rata indeks kelunakan pada lahan
sawah yaitu 85.4% pada tempat A dan 88% pada tempat B. Dengan demikian
lahan sawah tersebut cukup layak untuk dilakukan penanaman benih, karena
kurang dari persentase yang dibutuhkan (sesuai dengan literatur yang ada).
Adapun CVIP dan CVIK tanah hasil pelumpuran yang sesuai untuk lahan
yang akan ditanami benih padi di lahan sawah yaitu kurang dari 50%, sedangkan
dari perhitungan didapat CVIP sebesar 5.195% dan CVIK sebesar 4.418%, dengan
demikian nilai CVIK dan CVIP sudah sesuai dengan literatur. Dari perhitungan
Dari penghitungan indeks keseragaman tanah hasil pelumpuran di lahan sawah
yang digunakan untuk pengujian kinerja atabela disajikan pada Lampiran 7.
Setelah dilakukan pengujian didapat rata-rata indeks keseragaman tanah
hasil pelumpuran pada lahan sawah yaitu 99.04%. Dengan demikian lahan sawah
tersebut sudah layak untuk dilakukan penanaman benih, karena sesuai dengan
literatur yang ada (90% hingga 100%).

22
Kinerja Penanaman
Setelah kinerja fungsional dapat berjalan dengan baik selanjutnya dilakukan
pengujian kinerja penanaman. Dalam pengujian kinerja ini beberapa point penting
yang perlu dilakukan pengukuran diantaranya indeks pelumpuran (IP), indeks
kelunakan (IK), indeks keseragaman (IS), pengukuran unjuk kerja penanaman
benih secara mekanis (direct seeding) yang terdiri dari penentuan waktu
penanaman benih padi pelet, kecepatan maju penanaman benih padi pelet,
kemacetan roda, interval, jumlah, dan kedalaman benih tertanam, beban tarik,
serta efektifitas penanaman oleh atabela.

Gambar 19 Pengujian kinerja atabela di lahan sawah
Kapasitas Kerja Penanaman Benih
Data pengukuran waktu penanaman benih disajikan pada Lampiran 8. Dari
pengukuran didapat rata-rata waktu efektif selama 35.4 detik dan rata-rata waktu
belok selama 20.2 detik.
Pengukuran kecepatan pada lahan sawah menggunakan plat ski dengan
jarak 10 m didapat kecepatan rata-rata sebesar 0.43 m/detik, dimana pengukuran
kecepatan disajikan pada Lampiran 9.
Adapun pengukuran kecepatan pada lahan sawah tanpa menggunakan plat
ski dengan jarak 10 m didapat kecepatan rata-rata sebesar 0.66 m/detik, dimana
pengukuran kecepatan disajikan pada Lampiran 10.
Kecepatan atabela menggunakan plat ski didapat kecepatan yang lebih
rendah dibandingkan atabela tanpa plat ski, hal ini dikarenakan dengan
penggunaan plat ski maka beban yang dihasilkan atabela lebih besar, selain itu
penggunaan plat ski mengakibatkan terjadinya gesekan antara plat dengan
permukaan lumpur sehingga atabela menjadi lebih sulit untuk ditarik.
Dari perhitungan kapasitas kerja penanaman benih menggunakan plat ski
didapat kapasitas lapangan efektif (KLE) sebesar 0.0763 ha/jam dan kapasitas
lapangan teoritis (KLT) sebesar 0.154 ha/jam, sehingga didapat efisiensi atabela
menggunakan plat ski sebesar 49.54%. Sedangkan kapasitas kerja penanaman
benih tanpa plat ski didapat kapasitas lapang efektif sebesar 0.117 ha/jam dan
kapasitas lapang teoritis (KLT) sebesar 0.237 ha/jam, sehingga didapat efisiensi
atabela tanpa plat ski sebesar 49.37%. Perhitungan kapasitas kerja penanaman
disajikan pada Lampiran 13.
Kemacetan Roda
Dari pengukuran kemacetan pada la