DESAIN MUTU PADA BISNIS BENIH PADI SAWAH

DESAIN MUTU PADA BISNIS BENIH PADI SAWAH DI TAMAN
TEKNOLOGI PERTANIAN KOTA JANTHO
Rachman Jaya1, Yusriana2, Rini Andriani1
1

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh,
Jl. Panglima Nyak Makam No. 27, Lampineung Banda Aceh, Indonesia,
Email: rahmanjaya@pertanian.go.id, riniandriani.bptp@gmail.com
2

Program studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala,
Jl. Lingkar Kampus Darussalam, Banda Aceh, Indonesia,
Email: yusriana_ismail@yahoo.go.id

ABSTRAK
Taman Teknologi Pertanian (TTP) merupakan salah satu program strategis
Kementerian Pertanian yang merupakan bagian dari penjabaran Nawacita Republik
Indonesia. Salah satu lokasi pembangunan TTP adalah di Kecamatan Kota Jantho,
Aceh Besar yang kemudian menjadi nama TTP tersebut. Indikator kunci keberhasilan
dari pembangunan TTP adalah terbentuknya bisnis berbasis komoditas lokal, terutama
wirausaha muda untuk meningkatkan ekonomi wilayah. Salah satu bisnis yang

berkembangan adalah penyediaan benih sumber padi bersertifikat. Tujuan dari kajian
ini adalah menghasilkan desain bisnis benih padi yang sesuai dengan spesifikasi
kebutuhan daerah. Proses perancangan menggunakan Fuzzy-Analytical Hierarchy
Process (F-AHP) untuk menentukan bobot parameter mutu, sedangkan Quality
Function Deployment (QFD) untuk menentukan atribut kunci mutu berdasarkan
keinginan konsumen. Hasil penelitian menunjukan atribut kunci yang sangat
mempengaruhi mutu produk benih padi yang dihasilkan yaitu Regouing (102),
Pemanenan (89), Pengeringan (80), Pengemasan (55), Pengadaan Benih (49),
Pengolahan Lahan (45), Sortasi (42), dan Penanaman (35).Prioritas yang harus
dilakukan oleh penggelola untuk meningkatkan daya saing produk adalah pada
aspekRegouing dengan bobot 102 kemudian Pemanenan dengan bobot 89. Secara
keseluruhan benih padi bersertifikat yang telah dihasilkan oleh Koperasi Babah Pinto,
TTP Kota Jantho telah memenuhi spesifikasi mutu benih padi bersertifikat, akan tetapi
diperlukan beberapa perbaikan untuk menjamin keberlanjutan dari sisi bisnis.
Kata Kunci: Jantho, Benih Padi, QFD, F-AHP.

PENDAHULUAN
Dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan berbasis kepada Nawa Cita
yang berisi sembilan agenda prioritas pembangunan di Indonesia, dintaranya adalah
meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (butir keenam) dan

mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi
domestik (butir ketujuh). Untuk mengaplikasikan (landed) hal tersebut, diluncurkan
pembangunan beberapa Taman Sains Pertanian (TSP) yang dalam konteks Kementerian
Pertanian, melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dijabarkan menjadi dua
sub program yaitu Taman Sains Pertanian dan Taman Teknologi Pertanian (Badan Litbang
Pertanian, 2015). Menurut Soenarso (2011) TTP merupakan suatu kawasan berbasis
industri pertanian yang dikembangkan berdasarkan inovasi-inovasi pertanian spesifik lokasi.
Beberapa pakar mendefenisikan TTP kawasan berbasis Ilmu Pengetahuan dan teknologi
yang dibangun untuk memfasilitasi percepatan alih teknologi, yang dihasilkan oleh lembaga
622

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

litbang pemerintah, perguruan tinggi dan swasta (Tatsuno, 1996; Bozzo et al. 2002; Vila dan
Pages, 2008).
Pada tahun 2015, melalui Badan Litbang Pertanian telah dibangun 16 TTP diseluruh
Indonesia, salah satunya berada di Kecamatan Kota Jantho Aceh Besar. Basis pembangunan
TTP ini adalah komoditas padi sawah, ternak (sapi) dan tanaman sayuran, seperti Cabai,
Cabai Rawit, Mentimun, Gambas dan Terong (Badan Litbang Pertanian, 2015; Jaya et al.
2015). Berdasarkan aspek bisnis, sampai dengan akhir tahun 2016 pembangunan TTP Kota

Jantho fokus kepada penyediaan benih sumber padi dan penyediaan jasa alsintan, dalam
kajian ini difokuskan kepada penyediaan benih sumber padi bersertifikat. Fokus pada bisnis
ini berdasarkan pada potensi yang sangat besar dari wilayah Aceh, terhadap komoditas padi
sawah. Dengan luas tanam komoditas padi sawah 490.000 ha, serta dengan pertumbuhan
sawah baru 15.125 ha, maka akan dibutuhkan benih padi sebesar 20.205 ton/tahun,
dengan asumsi penggunaan benih sebesar 25 kg/ha (BPS Provinsi Aceh, 2014; BB Padi,
2015).
Secara teknis, produksi benih sumber padi telah banyak dilakukan dibeberapa
negara, terutama pada beberapa negara produsen padi utama dunia, seperti China, India,
Indonesia, Bangladesh, Vietnam dan Thailand (PSEKP, 2015). Di Malaysia, sistem produksi
benih padi telah menggunakan mekanisasi, dengan tingkat produksi rata-rata 7.63 ton/ha
(Muazu et al. 2014), demikian juga di Indonesia Wahyuni et al. (2013) melakukan penelitian
produktivitas benih padi dari varietas yang berbeda.
Berdasarkan pedoman umum pembangunan Taman Sains dan Teknologi Pertanian
yang diterbitkan oleh Badan Litbang Pertanian (edisi revisi), salah satu indikator kunci
kinerja TTP adalah terbentuknya sistem bisnis berbasis komoditas lokal di kawasan TTP
tersebut, dalam hal ini TTP Kota Jantho. Sistem bisnis yang dimaksud adalah penyediaan
benih sumber padi bersertifikat, yang dikelola oleh Koperasi Babah Pinto TTP Kota Jantho,
akan tetapi sistem produksi yang telah dijalankan masih memiliki beberapa keterbatasan,
terutama dalam aspek pasca panen (mutu) dan pemasaran. Untuk itu akan dikaji beberapa

atribut utama yang paling berpengaruh kepada kesuksesan dan keberlanjutan dari sistem
bisnis yang dibangun. Tujuan dari kajian ini adalah menghasilkan desain bisnis penyediaan
benih padi bersertifikat di TTP Kota Jantho, dengan memperhatikan aspek pasca panen dan
pemasaran.

TINJAUAN PUSTAKA
TTP Kota Jantho
Pada dasarnya konseptual pembangunan TTP berbasis kepada beberapa TSP yang
telah ada dibeberapa negara, misalnya adalah Silicon Valley dan Boston Route di Amerika
Serikat, Silicon Fen di United Kingdom, Thiruvananthapuram dan Hyderabad di India,
Zurich di Swiss, Daegu di Korea Selatan, Shanghai di China, Gliwice di Polandia,
Bandung dan Solo Techno P ark, serta beberapa techno park di Amerika Selatan
(Seo, 2006; Zeng et al., 2011; Spolidoro, et al. 2011). Inti dari TTP adalah adanya
hubungan berbasis inovasi teknologi ( Abidin et al. 2013; Altunoğlu dan Gürel, 2015)
termasuk juga pada bidang keilmuan bioteknologi (Zhang dan Wu, 2012),
pengetahuan masyarakat (Rasyidi dan Kayode, 2011) dan rencana bisnis (Seo,
2006) yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian regional dan daya
Seminar Nasional

623


saing bangsa (Zeng et al. 2011; Soenarso, 2011; Soenarso et al. 2013) karena
melibatkan wirausaha dan calon wirausaha (Bank, 2015).
Dari sisi teknis pembangunan TTP, setidaknya (Gambar 1) melibatkan empat elemen
(triple helix) yaitu: pemerintah daerah, akademisi, komunitas dan swasta (Leydesdorff dan
Etzkowitz, 1998; Etzkowitz et al. 2007; Balitbangtan, 2015). Dari aspek yang lain
pembangunan TTP juga membahas masalah pembiayaan, kerjasama (join venture),
intellectual property dan lisensi (Lee et al. 2009; Narasimhalu, 2013).

Gambar 1.Konsep Triple Helix Pembangunan TSP (Kementerian Pertanian, 2015) adaptasi
(M.Spolidoro, 2011; Soenarso et al., 2013)

TTP Kota Jantho sendiri mulai dibangun pada tahun 2015, di Kecamatan Kota Jantho
Aceh Besar, lahan yang digunakan milik Pemerintah Daerah Aceh Besar seluas 1.85 ha yang
kemudian dihibahkan kepada Balitbangtan dan selanjutnya semua aset yang dibangun
diserahkan kembali ke Pemerintah Daerah Aceh Besar. Basis komoditas TTP ini mencakup
Padi Sawah, Peternakan (sapi) dan Hortikultura, sedangkan penciri dari TTP Kota Jantho
adalah Sistem Bioindustri berbasis padi-ternak (Jaya et al., 2015). Aktivitas bisnis yang
berpotensi untuk dikembangkan antara lain penyediaan benih sumber padi sawah dan padi
gogo, jasa alsintan, penyediaan sarana produksi pertanian dan usaha pembibitan dan

budidaya Jamur Merang.
Spesifikasi Mutu Benih Padi
Secara umum, petani di Indonesia mendapatkan benih dari pedagang atau usaha
perbenihan komersil (formal seed sectors) dan usaha sendiri (farm seed saved) atau dengan
cara barter sesama petani. Menurut Permentan No. 39 tahun 2006 dan Direktorat
Perbenihan tahun 2009, bahwa dalam sistem perbenihan di Indonesia, benih
diklasifikasikan empat kelas, yaitu benih penjenis, benih dasar, benih pokok dan benih
sebar. Dalam tataran operasional, mutu benih padi dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti daya kecambah di atas 80%, kadar air maksimum dan persentase biji gulma
(Wahyuni, 2013). Dalam konteks dengan bisnis penyediaan benih sumber di TTP Kota
Jantho, untuk tahap pertama telah dihasilkan benih padi untuk kelas benih pokok (label
unggu), melalui kerjasama Koperasi Babah Pinto dengan petani penangkar yang telah dilatih
untuk memproduksi benih padi. Pengawasan dilakukan oleh BPSB Aceh dan BPTP Aceh.
624

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Quality Function Deployment
Dalam proses merancang suatu produk (product development design), salah satu
faktor yang menjadi kunci adalah melakukan identifikasi kebutuhan konsumen terhadap

atribut dari produk tersebut. Hal ini bertujuan agar saat diproduksi masal, dapat memenuhi
beberapa kategori yaitu ekonomi, teknis, kebutuhan konsumen (Bhuiyan, 2011). Untuk
menjamin hal tersebut diperlukan suatu alat/teknik, agar faktor kunci kesuksesan produk
dapat diakomodir. Salah satu Alat/teknik yang dapat digunakan adalah Quality Function
Deployment (QFD).
QFD biasa juga disebut dengan Prima Facia Case merupakan suatu alat ukur yang
sangat baik (powerful) menterjemahkan keinginan konsumen berbasis matrik, walaupun
memiliki keterbatasan yaitu karakteristik pasar yang dituju, luasnya keinginan konsumen
dalam artian bahwa berupa tingginya kompleksitas masalah yang dihadapi produsen
(Burge, 2007).
Fuzzy-AHP
Dalam kajian ini, penyusunan alternatif kebijakan dalam desain bisnis penyediaan
benih sumber di TTP Kota Jantho, menggunakan teknik Fuzzy-Analytical Hierarchy Process
(F-AHP). Pada dasarnya teknik ini adalah sintesa dari logika fuzzy dan AHP, yang masingmasing dikembangkan oleh Prof. Lotfi Zadeh dan Thomas L. Saaty. Penggunaan logika fuzzy
didasarkan pada skala pengukuran berbasis bilangan fuzzy (sekitar 0-1), bukan logika Bolean
(0-1), yang berhubungan dengan preferensi manusia sehingga pengukuran lebih sesuai.
Sampai dengan saat ini teknik ini terus digunakan peneliti dalam berbagai bidang penelitian,
hal ini menunjukkan bahwa alat ini sangat reliabel digunakan. Diantara peneliti yang
mengaplikasian teknik ini antara lain Shiliang et al. (2012) pada kajian aspek risiko
konstruksi, Jaya et al. (2014) untuk penyusunan skenario mitigasi risiko rantai pasok Kopi

Gayo.
Secara teknis, tahapan analisis dengan F-AHP adalah melakukan penyusunan hirarki
mengenai skenario/opsi kebijakan yang akan diambil, dalam hal ini berbasis tujuan (goal),
tujuan, aktor dan opsi. Kemudian menyusun kuesioner, suvei pakar, agregasi pendapat
pakar, membuat matrik kriteria dan alternatif, menghitung bobot (pairwaise comparison),
menghitung konsistensi rasio dan skor akhir serta penarikan kesimpulan (Suharjito, 2011).
Dalam teknik fuzzy, tahapan juga mencakup fuzzyfikasi dengan menggunakan Triangular
Fuzzy Numbers (TFN, persamaan 1), (Kulak dan Kahraman, 2005) menyatakan bahwa
umumnya peneliti banyak menggunakan TFN disebabkan oleh batasan yang jelas diantara
tiga sisi, yaitu batas atas, batas tengah dan batas bawah. Penjelasan dari pernyataan ini
dapat dilihat pada Tabel 1. Aggregasi dengan menggunakan pendekatan rata-rata geometri,
sedangkan defuzzyfikasi dengan center of gravity(Mikhailov, 2004).
Tabel 1. Skala TFN dalam F-AHP
No.
1
3
5
7
9


Skala Linguistik Fuzzy Berpasangan
Kedua faktor sama penting
Salah satu faktor lebih penting
Salah satu faktor lebih penting
Salah satu faktor sangat lebih penting
Salah satu faktor mutlak lebih penting

Skala TFN
(1,1,3)
(1,3,5)
(3,5,7)
(5,7,9)
(7,9,9)

Resiprokal
(1/3,1,1)
(1/5,1/3,1)
(1/7,1/5,1/3)
(1/9,1/7,1/5)
(1/9,1/9,1/7)


Seminar Nasional

625

μA(X)=A(X:Xm;Xs;XM)

0, x≥
Ket:
XS

=

μA(x)
A
X, Xm,Xs,XM

=
=
=


Fungsi keanggotaan untuk X
Himpunan fuzzy
Nilai crips pada himpunan fuzzy

METODOLOGI
Konseptual Framework
Kerangka dasar dari kajian ini (Gambar 2) adalah bagaimana TTP Kota Jantho
menjadi media bagi tumbuhkembangnya wirausaha, terutama yang berusia muda untuk
meningkatkan jumlah pengusaha muda (transform agents) dibidang pertanian. Dalam
kajian ini bentuk usaha difokuskan kepada bisnis penyediaan benih sumber padi
bersertifikat.

Gambar 2. Konseptual framework kajian
Pemilihan unit usaha penyediaan benih sumber berdasarkan besarnya potensi dan
ceruk pasar terhadap komoditi ini. Untuk Aceh Besar yang merupakan salah satu lumbung
padi di Aceh, dengan luas tanam 36.554 ha/tahun, maka akan dibutuhkan benih sebanyak
913.85 ton/tahun, dengan asumsi benih yang digunakan 25 kg/ha. Di lain pihak pemasok
lokal baru mampu menyuplai kurang dari 30%, artinya 70% harus didatangkan dari luar
Aceh Besar atau Provinsi Lain (BPS Provinsi Aceh, 2014; Jaya et al. 2015).
626

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Tata Laksana Pengkajian
Pelaksanaan kajian difokuskan di kawasan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho,
Kecamatan Kota Jantho, Aceh Besar. Alat analisis F-AHP yang digunakan berbasis survey
pakar (expert survey), teknik ini digunakan untuk menentukan bobot parameter mutu yang
digunakan (Jaya et al., 2014), sedangkan QFD untuk mengetahui desain mutu benih padi
berbasis pada konsumen yang dilakukan melalui survey terhadap konsumen benih padi
(Marimin, 2004). Latar belakang pakar sebagai peneliti, akademisi dan praktisi. Kualifikasi
pakar yang terlibat dalam kajian ini minimal bergelar doktor dan telah berpengalaman
minimal 5 tahun pada bidang agribisnis atau agroidustri untuk peneliti dan akademisi,
sedangkan praktisi minimal telah melaksanakan kegiatan bisnis benih padi selama 10 tahun.
Jumlah pakar yang terlibat 3 orang. Teknis pelaksanaan survei pakar dengan menggunakan
alat bantu kuesioner, berupa matrik dengan skala pengukuran lingusitik (Tabel 1).
Survei konsumen menggunakan alat bantu kuesioner terstruktur, survey dilakukan di
beberapa Kecamatan di Aceh Besar yang merupakan sentra produksi padi, yaitu Kecamatan
Kota Jantho, Indra Puri, Kuta Cot Glie dan Kuta Malaka. Waktu pelaksanaan dari Bulan
Oktober – Desember 2016. Jumlah responden 40 orang, yang dibagi secara proporsional
untuk masing-masing kecamatan dimana semakin besar area pertanaman padi maka jumlah
responden semakin besar. Sebelum dilakukan survei, terhadap kuesioner dilakukan uji
validitas dengan korelasi pearson dan reliabilitas dengan cronbach’s α (Umar, 2002). Datadata yang dikumpulkan mencakup: Atribut kebutuhan konsumen, tingkat kepentingan
setiap atribut, benchmark kompetitor dan respon teknis untuk meningkatkan mutu produk.
Untuk penggalian informasi mengenai hubungan (korelasi) antara kebutuhan
konsumen dengan aspek teknis, dilakukan juga survei berbasis pakar dengan alat bantu
kuesioner terstruktur. Jenis data berbentuk skala ordinal, dalam hal ini mengacu kepada
skala Likert (1-5), dengan penjelasan 1=tidak ada hubungan, 2=hubungan lemah, 3=
hubungan sedang, 4= hubungan kuat dan 5= hubungan sangat kuat (Marimin, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Bisnis
Berdasarkan pedoman umum pembangunan TSTP (Balitbangtan, 2015) salah satu
indikator kunci keberhasilan pembangunan TTP adalah terbentuknya unit bisnis pertanian
oleh wirausaha muda di kawasan. Bisnis di TTP Kota Jantho sepenuhnya dikelola oleh
Koperasi Babah Pinto (Gambar 3) yang telah dibentuk dari Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) yang ada di Desa Teureubeh. Koperasi Babah Pinto dibentuk berdasarkan SK.
Menteri Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Nomor: 001541/BH/M.KUKM.2/VI/2016,
tentang Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Pertanian Babah Pinto, tanggal 24 Juni 2016.
Pihak Balitbangtan, melalui BPTP Aceh, Perguruan Tinggi, Pusat Layanan Usaha Terpadu
(PLUT) Aceh Besar hanya sebagai pendamping teknis, demikian juga Dinas Teknis lingkup
Aceh Besar.
Produk dari sistem bisnis Koperasi Babah Pinto, TTP Kota Jantho berbasis sistem
bioindustri padi-ternak yang juga sebagai penciri dari TTP ini, karena komoditas utama di
kawasan mencakup kedua komoditas tersebut. Pada tahap awal inkubasi bisnis dilakukan
pada usaha penyediaan benih sumber padi sawah dan jasa alsintan. Secara bertahap akan
meningkat (bisnis expand) menjadi beberapa produk lainnya, seperti benih padi Gogo, bibit
Seminar Nasional

627

jamur merang, jamur merang, penggemukan sapid an beras premium. Pada paper ini yang
dibahas hanya pada usaha bisnis penyediaan benih sumber padi sawah.

Gambar 3. Struktur Bisnis Koperasi Babah Pinto TTP Kota Jantho
Analisis F-AHP
Tahap awal dari kajian ini adalah menentukan bobot prioritas masing-masing atribut
mutu yang digunakan. Pembobotan ini sangat penting untuk dilakukan karena berhubungan
erat dengan tingkat kepentingan terhadap desain mutu produk benih padi, dengan kata lain
pihak produsen fokus kepada atribut dengan bobot tertinggi (Tabel 2). Teknik yang
digunakan adalah F-AHP, dengan melakukan analisis perbandingan berpasangan antar
masing-masing atribut.
Tabel 2. Bobot atribut mutu produk benih padi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Atribut
Harga benih
Viabilitas
Kadar Air
Desain kemasan
Ukuran kemasan
Label benih
Informasi produk

Bobot
0.039
0.155
0.233
0.009
0.038
0.227
0.110

Rangking
6
3
1
7
5
2
4

Bobot konversi
2
5
7
1
3
6
4

Keterangan

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa atribut dengan bobot tertinggi pada kadar
air, yang selanjutnya dikonversi bobotnya menjadi 7 dalam analisis QFD berbasis keinginan
konsumen.
Analisis Kebutuhan Konsumen
Berdasarkan hasil survei kebutuhan konsumen, diketahui bahwa terdapat tujuh
kebutuhan konsumen, yaitu daya tumbuh (viabilitas), kemudahan didapat, desain kemasan
(mudah dibawa), ukuran (berat) produk, harga, Kadar air, kemudahan membuka kemasan,
informasi kadaluarsa dan label benih. Menurut Balai Besar Penelitian Padi (2015),terdapat
27 tahapan dalam proses produksi benih padi yang secara ringkas dapat dijabarkan sebagai
berikut: memilih varietas, mengajukan permohonan sertifikasi, pengolahan tanah,
pemeriksaan lahan/lapangan, pemyebaran benih, penanaman, seleksi (regouing) fase
628

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

vegetative sebanyak 3 tahap, seleksi berbunga termasuk informasinya dua fase, seleksi fase
masak termasuk informasinya serta pemeriksaan lapangan, pelaksanaan dan pengawasan
panen, pengolahan dan pengawasan benih, pengambilan dan pengujian contoh,
permintaan label, pemasaran dan pengawasan benih.
Tahap selanjutnya dalam analisis kebutuhan berbasis QFD adalah membuat matrik
(Tabel 2) korelasi antara kebutuhan konsumen dengan aspek teknis produksi benih.
Tabel 2. Matrik korelasi kebutuhan konsumen dengan aspek teknis produksi benih.
+
+
+

++
++ ++

Pengemasan

Sortasi

Pengeringan

Pemanenan

Regouing

+

Penanaman

Pengolahan Lahan

Bobot Terkonversi

Pengadaan Benih

+

Harga Benih

2

+

Viabilitas

5

+

Kadar Air

7

+

Desain Kemasan

1

+

Ukuran Kemasan

3

+

Label Benih

6

+

Informasi Produk

4

+

Tingkat Kepentingan

Ket:

+

+

+
++
++
+

+

= kuat

= sedang

49

45

36

102

89

80

42

55

+

+

+

+

+

+

+

+

= lemah

Dari matriks diatas terlihat bahwa atribut kunci yang mempengaruhi mutu produk
benih padi yang dihasilkan yaitu seleksi (regouing) fase vegetative yang dilakukan dalam 3
tahap. Diikuti pemanenan, pengeringan, pengemasan, pengadaan benih, pengolahan lahan,
sortasi dan penanaman.

KESIMPULAN
Regouing dan teknik pemanenan merupakan atribut kunci yang sangat
mempengaruhi mutu produk benih padi yang akan dihasilkan untuk meningkatkan daya
saing.

Seminar Nasional

629

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, R., Abdullah, CS., Hasnan, N., Mohtar, S., Osman, NH. 2013. The Impact of
Technology Parks Services on the High Technology Industry: A Case Study on Kulim
Hi-Tech Park. Conference Paper, Entrepreneurship Vision 2020: Innovation,
Development Sustainability, and Economic Growth: 1147-1154.
Altunoğlu AE, Bulgurcu GEB. 2015. Effects of Leader–member Exchange and Perceived
Organizational Support on Organizational Innovation: The Case of Denizli
Technopark. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 207, 175–181.
Bank, N. 2015. Sustainability profiled incubators-process for recruiting and supporting
tenants Wisdom Kanda, (June), 0–17.
Bhuiyan N. 2011. A Framework For Successful New Product Development. Journal of
Industrial Engineering and Management, 4 (4):746-770.
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2014. Aceh Dalam Angka. www.bps.aceh.go.id, diunduh
13 Januari 2015.
Balai

Besar
Penelitian
Padi.
2015.
Teknik
Produksi
www.bbpadi.litbang.pertanian.go.id, di Unduh 15 Mei 2016.

Benih

Padi.

Burge S. 2007. A Functional Approach to Quality Function Deployment (Putting the
Function back into Quality Function Deployment). Technical Paper by System
Engineering Company.
Direktorat Perbenihan. 2009. Persyaratan dan Tatacara Sertifikasi Benih Bina Tanaman
Pangan. 173 pp.
Etzkowitz H, Dzisah J, Ranga M, Zhou C. 2007. The triple helix model of innovation. Tech
Monitor, 14–23. http://doi.org/10.1177/05390184030423002.
Jaya R, Machfud, Raharja S, Marimin. 2014. Analisis dan mitigasi risiko rantai pasok kopi
Gayo Berkelanjutan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 24 (1): 61-71.
Jaya, R,. Mulya, K., Ilham, N., Abu Bakar, B., Mirza, I., Dewi, I., Boestami, A., Koswanudin D.,
Harahap, D., Husaini, Rahmi, CH., Amin, M., 2015. Penentuan Komoditas Unggulan
Pada Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho, Provinsi Aceh Melalui Focus Group
Discussion. Prosiding Seminar Hasil Riset dan Standarisasi Industri, Banda Aceh 11-12
November 2015. Balai Riset dan Standarisasi Industri Banda Aceh.
Leydesdorff, L., Etzkowitz, H. 1998. The Triple Helix as a Model for Innovation Study, Science
& Public Policy, 25 (3): 195-203.
Lee, S., Yoon, B., Lee, C., Park, J. 2009. Business Planning Based on Technological
Capabilities: Patent Analysis for Technology-Driven Roadmapping. Technological
Forecasting & Social Change, 76 : 769–786.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Penerbit
PT. Gramedia, Jakarta.
Muazu A, Yahya A, Ishak WIW, Khairunniza-Bejo S. 2014. Machinery Utilization and
Production Cost of Wetland, Direct Seeding Paddy Cultivation in Malaysia.
Agriculture and Agricultural Science Procedia, 2: 361 – 369.
630

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Narasimhalu, AD. 2013. CUGAR: A Model for Open Innovation in Science and Technology
Parks. World Technopolis Review (WTR) 2 (1): 1-11. Research Collection School of
Information Systems.
Rasyidi, H., Kayode, O. 2011. The Role of Built Environment in Developing Sustainable High
Tech Parks: Establishment of Physical Development and Knowledge Community
Needs. Proceeding of International Conference on Science and Technology Parks
15th ASPA Annual Conference / IASP Asian Division Conference, ISFAHAN.
Seo, J. 2006. The Korean Techno-parks as the Hub of Sub-national Innovation System : Case
of Daegu Techno-park.
Shiliang S, Min J, Yong L, Runqiu, L. 2012. Risk Assessment on Falling From Height Based on
AHP-Fuzzy. Procedia Engineering, 45 :112 – 118.
Soenarso WH. 2011. Pengembangan Science and Technology Park di Indonesia.
Disampaikan pada Seminar Nasional Kebijakan Iptek dan Inovasi Tanggal 26 Juli
2011, PAPPIPTEK-LIPI.
Soenarso WS, Nugraha D, Center EL. 2013. Development of Science and Technology Park
(STP) in Indonesia to Support Innovation-Based Regional Economy: Concept and
Early Stage Developmen, (18), 32–42. http://doi.org/10.7165/wtr2013.2.1.32.
Suharjito. 2011. Pemodelan Sistem Pendukung Keputusan Cerdas Manajemen Risiko
Rantai Pasok Jagung [disertasi]. Sekolah Pascasarna, IPB. Bogor.
Spolidoro, R. (2011). Innovation Habitats and Regional Development driven by the Triple
Helix : Perspectives from a South American School of Thought and Action. 9th
International Triple Helix Conference, (July), 1–23.
Umar, H. 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT. Gamedia, Jakarta.
Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan /OT.140 /8/2006 tentang Produksi,
Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina. 19 pp.
Wahyuni S, Mulsanti IW, Satoto. 2013. Produktivitas Varietas Padi dari Kelas Benih
Berbeda. Iptek Tanaman Pangan, 8 (2): 62-71.
Zeng G, Liefner I, Si Y. 2011. The role of high-tech parks in China’s regional economy:
Empirical evidence from the IC industry in the Zhangjiang high-tech park, Shanghai.
Erdkunde, 65(1), 43–53. http://doi.org/10.3112/erdkunde.2011.01.04.
Zhang F, Wu F. 2012. “Fostering Indigenous Innovation Capacities”: The Development of
Biotechnology in Shanghai’s Zhangjiang High-Tech Park. Urban Geography, 33(5),
728–755. http://doi.org/10.2747/0272-3638.33.5.728

Seminar Nasional

631

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124