Tingkat Pengetahuan Peternak Sapi Perah tentang Candida albicans di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor

TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI PERAH
TENTANG Candida albicans DI KUNAK CIBUNGBULANG
KABUPATEN BOGOR

SUWARTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Pengetahuan
Peternak Sapi Perah tentang Candida albicans di KUNAK Cibungbulang
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Suwarti
NIM B04100042

ABSTRAK
SUWARTI. Tingkat Pengetahuan Peternak Sapi Perah tentang Candida albicans
di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh EKO SUGENG
PRIBADI.
Candida albicans merupakan flora normal di saluran pernapasan bagian atas,
saluran pencernaan, saluran kelamin, kulit, kuku, ambing, serta membran mukosa.
C. albicans dapat menyebabkan berbagai macam gejala penyakit pada ternak sapi
perah jika populasinya meningkat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
hubungan antara lamanya periode beternak dan tingkat pengetahuan peternak sapi
perah tentang khamir C. albicans dan peranannya dalam kesehatan ternak sapi
perah. Sebanyak 50 responden yang terdiri dari pekerja kandang dan pemilik
peternakan di Kawasan Usaha Ternak (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor
dijadikan responden untuk dinilai pengetahuannya mengenai teknik pemerahan
sapi perah; pengetahuan tentang mastitis, terutama mastitis mikotik; pengetahuan
seputar C. albicans dan peranannya terhadap kesehatan ternak; dan sanitasi

lingkungan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa lamanya beternak tidak
mempengaruhi tingkat pengetahuan peternak sapi perah terhadap ancaman yang
ditimbulkan oleh C. albicans. Namun, teknik pemerahan sapi perah ternyata dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan peternak sapi perah terhadap ancaman yang
ditimbulkan oleh C. albicans.
Kata kunci : Candida albicans, peranan C. albicans, pengetahuan peternak

ABSTRACT
SUWARTI. Understanding of Dairy Farmers Towards Candida albicans in
KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor. Supervised by EKO SUGENG
PRIBADI.
Candida albicans is normal flora in the upper respiratory tract,
gastrointestinal tract, genital tract, skin, nails, udders, and mucous membranes. C.
albicans can cause health problems on dairy cows when population increase over
normal. The study was taken to determine knowledge of farmers on the
relationship between the length of period of breeding and the level of knowledge
of dairy farmers of C. albicans yeast and its role in the health of dairy cattle. Fifty
respondents consist of farm workers and owners at the Kawasan Usaha Ternak
(KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor was observed the farmer knowledge
about milking techniques; mastitis, especially mycotic mastitis; C. albicans and

their important role to animal health; and farm sanitation. The results showed the
farming experience did not affect to farmer knowledge about C. albicans role on
animal health. However, they could be affected by farmer milking technique.
Keywords: Candida albicans, role of C. albicans, dairy farmer knowledge

TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI PERAH
TENTANG Candida albicans DI KUNAK CIBUNGBULANG
BOGOR

SUWARTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi :Tingkat Pengetahuan Peternak Sapi Perah tentang Candida
albicans di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor
Nama
NIM

: Suwarti
: B04100042

Disetujui oleh

Dr Drh Eko Sugeng Pribadi MS
Pembimbing I

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono MS Ph.D APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
mikrobiologi, dengan judul Tingkat Pengetahuan Peternak Sapi Perah Tentang
Candida albicans di KUNAK Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Drh Eko Sugeng Pribadi
MS selaku pembimbing akademik dan pembimbing skripsi. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kepala Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bogor, Bapak Drh Soetrisno MM atas pemberian izin
penelitiannya, Bapak Ketua KPS Bogor, serta Bapak Paramedis KUNAK
Cibungbulang Kabupaten Bogor atas pembimbingan teknis penelitian di lapangan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktorat Kemahasiswaan IPB
di bawah pimpinan Bapak Dr Rimbawan, Kasubdit Kesejahteraan Mahasiswa di
bawah pimpinan Ibu Megawati Simanjuntak S.Pi M.Si, Dr Drh Hj Dwi Jayanti
Gunandini M.Si, Bidikmisi IPB, Kepala Asrama Mahasiswa TPB IPB, Dr Ir
Irmansyah atas pembimbingannya selama di asrama, Kak Dwi Utari Rahmiati
S.KH, Keluarga Senior Resident 47, Keluarga Paguyuban Bidikmisi IPB,
Keluarga DKM An-Nahl FKH IPB, Acromion 47, ayah (Alm Suwarto), ibu (Alm
Rodiati), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Suwarti

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vi

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Peternak Sapi Perah di Wilayah Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK)

3

Khamir C. albicans

4

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Khamir C. albicans

5

Ancaman Khamir Candida albicans bagi Peternak Sapi Perah


5

Sanitasi Kandang dan Sapi Perah

6

METODE

6

Waktu dan Tempat Penelitian

6

Bahan Penelitian

6

Tatacara Penelitian


6

Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Keadaan Umum Lokasi

7

Karakteristik Peternak Sapi Perah

7

Pengetahuan Peternak Sapi Perah Mengenai C. albicans


10

Pengetahuan Peternak Sapi Perah Mengenai Sanitasi Lingkungan

10

Pengetahuan Peternak Sapi Perah Mengenai Teknik Pemerahan dan
Pengetahuan Dasar Penyakit Mastitis

11

Hubungan antara Parameter yang Diamati

12

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Karakteristik tingkat pendidikan peternak sapi perah
Karakteristik pekerjaan responden
Karakteristik jumlah sapi perah yang dipelihara oleh peternak
Karakteristik lamanya beternak sapi perah
Pengetahuan Peternak Sapi Perah Mengenai Candida albicans
Pengetahuan Peternak Sapi Perah Mengenai Sanitasi Lingkungan
Pengetahuan Mengenai Teknik Pemerahan Sapi Perah dan Pengetahuan
Dasar Penyakit Mastitis
8 Analisis Korelasi Lama Beternak Sapi Perah
9 Analisis Korelasi Pengetahuan Mengenai C. albicans

8
8
9
9
10
10
11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner Penelitian Tentang Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Peternak Sapi Perah Terhadap Ancaman yang Ditimbulkan oleh C.
albicans

16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan Sapi Perah di Jawa Barat
Peternakan sapi perah merupakan salah satu unit usaha penghasil susu yang
dilakukan oleh masyarakat Jawa Barat. Proses untuk menghasilkan susu sapi
perah di Jawa Barat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bangsa dan
individu sapi perah, tingkat laktasi sapi, kecepatan sekresi susu, pemerahan sapi,
umur sapi, siklus birahi, periode kering kandang, pakan, lingkungan serta penyakit
pada sapi perah (Surjowardojo et al. 2008). Usaha peternakan sapi perah memiliki
beberapa keuntungan bagi peternak sapi perah. Keuntungan tersebut diantaranya
adalah peternakan sapi perah termasuk dalam usaha tetap, sapi perah merupakan
hewan efisien dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dan kalori, jaminan
pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap, pakan yang relatif mudah dan
murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan, pedet jantan dijual dan diperuntukan
untuk sapi potong dan pedet betina dapat dipelihara hingga dewasa dan sebagai
penghasil susu (Sudono et al. 2008).
Salah satu kendala yang dihadapi dalam proses menghasilkan susu sapi
perah adalah adanya penyakit mastitis. Mastitis sendiri terbagi menjadi dua yaitu
mastitis klinis dan mastitis subklinis. Penyakit ini menyebabkan kerugian secara
ekonomis diantaranya penurunan susu yang dihasilkan per kwartir per hari antara
9%–45,5%, penurunan mutu susu yang mengakibatkan penolakan susu mencapai
30%-40%, penurunan mutu dari hasil olahan susu, peningkatan biaya perawatan,
dan pengobatan serta pengafkiran ternak lebih awal (Sudarwanto dan Sudarnika
2008). Salah satu bentuk dari mastitis subklinis adalah mastitis mikotik. Mastitis
mikotik merupakan penyakit mastitis yang disebabkan oleh infeksi cendawan
patogenik (kapang dan khamir) (Chahota et al. 2001; Spanamberg et al. 2009).
Salah satu penyebab mastitis mikotik adalah khamir Candida albicans.
Kendala lain yang dihadapi dalam usaha penghasil susu sapi perah antara
lain kurangnya ilmu pengetahuan dan keterampilan. Hal ini menyebabkan
pemerahan pada sapi perah tidak sesuai dengan teknik pemerahan yang benar.
Selain itu, kesadaran peternak terhadap pentingnya sanitasi lingkungan masih
kurang. Faktor lingkungan dan pengelolaan peternakan dapat menjadi faktor
pendukung untuk munculnya penyakit pada sapi perah. Faktor-faktor tersebut
dapat berupa pakan, perkandangan, jumlah ternak dalam satu kandang, sirkulasi
udara, sanitasi kandang dan cara pemerahan susu (Sharif dan Muhammad 2009).
Susu bermutu baik dapat diperoleh dari ternak sapi perah yang sehat karena
memiliki tata kelola pemeliharaan yang baik dan benar. Salah satunya adalah
pengendalian penyakit yang benar dan tepat dengan memperhatikan higiene dan
sanitasi peternakan tersebut. Biasanya peternak sapi perah kurang memperhatikan
kondisi ternaknya sehingga mereka mudah terserang penyakit (Rahman 2007).
Menurut hasil penelitian Hamdanah (2012), susu, mukosa vagina dan
pelicin merupakan media yang paling rentan untuk dijadikan media hidup bagi C.
albicans. Khamir C. albicans telah diisolasi dari contoh susu, usapan vagina, dan
pelicin dan hasil ini sejalan dengan laporan yang disampaikan oleh Kivaria dan
Noordhuizen (2006). Penelitiannya menyebutkan bahwa terjadi peningkatan

2
prevalensi C. albicans dari 1 % pada tahun 1971 menjadi 17 % pada tahun 2002
untuk kasus mastitis sapi di Tanzania.
Susu sapi merupakan salah satu hasil asal ternak yang paling sering dikonsumsi
oleh manusia. Oleh karena itu, jika susu tersebut memiliki mutu yang kurang baik dan
telah tercemar oleh berbagai mikroorganisme patogen seperti Candida, khususnya C.
albicans, maka akan berakibat terhadap kesehatan manusia. Khamir C. albicans yang
tercerna oleh manusia dalam jumlah yang besar dari beberapa produk, termasuk susu,
dapat mengakibatkan berbagai penyakit seperti kandidiasis vagina, kandidiasis usus,
dan sariawan (Tarfarosh dan Purohit 2008; Agboke et al. 2011).
Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini dijabarkan melalui
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a.
apakah peternak sapi perah mengenal/mengetahui tentang mastitis mikotik?
b.
apakah peternak sapi perah mengenal/mengetahui tentang C. albicans?
c.
apakah peternak sapi perah mengetahui peranan C. albicans bagi kesehatan
ternak sapi perah?
d.
apakah lama beternak memengaruhi pengetahuan peternak terhadap
ancaman C. albicans?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara lamanya periode
beternak dan tingkat pengetahuan peternak sapi perah terhadap khamir C. albicans
dan peranannya dalam kesehatan ternak sapi perah.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
H0 : Lamanya peternak dalam beternak sapi perah mempengaruhi tingkat
pengetahuan peternak terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh C. albicans.
H1 : Lamanya peternak dalam beternak sapi perah tidak mempengaruhi tingkat
pengetahuan peternak terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh C. albicans.
Manfaat Penelitian

1.

2.

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain
Mendapat data mengenai hubungan antara lamanya periode beternak dan
tingkat pengetahuan peternak sapi perah tentang khamir C. albicans dan
peranannya dalam kesehatan ternak sapi perah;
Menjadikan landasan bagi pihak yang berkepentingan untuk menyusun
rencana pelatihan yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan peternak
sapi perah.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Peternak Sapi Perah di Wilayah Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK)
Susu merupakan salah satu bahan pangan asal hewan yang sangat penting
dalam pemenuhan kesehatan, kecerdasan, dan pertumbuhan, khususnya untuk
anak-anak. Kebiasaan meminum susu setiap hari sangat penting karena susu
merupakan salah satu sumber zat gizi yang paling lengkap dan diperlukan oleh
semua kelompok umur terutama balita, anak-anak dan remaja. Susu mengandung
zat gizi yang banyak dibutuhkan oleh tubuh yaitu protein, lemak, vitamin, dan
mineral. Pada susu juga terkandung zat-zat gizi yang berperan dalam
pembentukan tulang seperti protein, fosfor, vitamin D, vitamin C, dan zat besi.
Selain zat-zat gizi tersebut, masih banyak kandungan zat-zat gizi penting lain
yang dapat meningkatkan status gizi (Hasibuan 2012). Kesadaran masyarakat
Indonesia terhadap konsumsi susu, menjadikan susu sebagai komoditas ekonomi
yang mempunyai nilai yang sangat strategis. Permintaan susu tumbuh cepat
seiring berjalannya waktu dengan tingkat pertumbuhan sebesar 14,01% selama
periode antara tahun 2002 sampai tahun 2007. Namun, susu yang dihasilkan oleh
industri persusuan di Indonesia hanya tumbuh sebesar 2% (DBTR 2010). Kondisi
ini menjadikan usaha ternak sapi perah untuk menghasilkan susu segar masih
sangat prospektif. Terutama untuk masyarakat Indonesia yang ingin menjadi
peternak sapi perah.
Menjadi peternak sapi perah pun harus memiliki berbagai persyaratan,
diantaranya secara psikologis memiliki rasa kasih sayang terhadap hewan,
khususnya pada sapi perah. Selain itu, peternak pun harus memiliki ketekunan
dalam bekerja dan dalam rentang waktu yang lama. Peternak juga perlu memiliki
pengetahuan dasar-dasar pemuliaan sapi perah, yaitu sistem perkawinan dan
pemilihan, mengetahui periode berahi, pemberian pakan, dan tata laksana
perkandangan sapi perah yang baik. Dari segi pakan, peternak harus mengetahui
masalah rumput atau hijauan serta konsentrat sebagai pakan. Secara kejiwaan,
peternak harus memiliki jiwa semangat kerja sama dan hubungan baik dengan
peternak sapi lainnya (Sudono et al. 2008).
Salah satu peternakan sapi perah yang berada di daerah Kabupaten Bogor,
Jawa Barat adalah Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang. Setiap
peternak memiliki sapi perah rata-rata berjumlah 10 ekor. Para peternak peserta
KUNAK memang diarahkan hanya memelihara sapi betina dewasa 10 ekor.
Sedangkan pedet diserahkan kepada Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor. Pedet
betina oleh KPS Bogor dipelihara selama 18 bulan dan disebarkan lagi kepada
peternak dengan pola kredit setelah dalam keadaan bunting 2-3 bulan. Pedet
jantan oleh KPS Bogor dipelihara kemudian dijual ke pasar atau digemukkan
sebagai sapi pedaging. Peternak diharapkan tidak mengalami kesulitan dalam
pemeliharaan pedet yang pada akhirnya akan mengganggu kelancaran usaha sapi
perahnya (Sembada 2012).

4

Khamir C. albicans
Menurut Ali (2008), taksonomi khamir C. albicans adalah
Kingdom
: Fungi
Filum
: Ascomycota
Subfilum
: Ascomycotina
Kelas
: Ascomycetes
Ordo
: Saccharomycetales
Famili
: Saccharomycetaceae
Genus
: Candida
Spesies
: C. albicans
Khamir C. albicans merupakan khamir yang dapat tumbuh pada suhu 37
o
C dalam kondisi aerob maupun anaerob. Dalam suatu penelitian menurut Rosa
dan Gabor (2006), suhu tertinggi untuk 98% pertumbuhan Candida albicans
berada pada suhu 48 oC. Untuk beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 24 oC,
namun tidak dapat tumbuh pada suhu di atas 50 oC. Kemampunan C. albicans
untuk tumbuh baik pada suhu 37 oC memungkinkannya untuk tumbuh pada sel
hewan dan manusia.
Khamir C. albicans dikenal sebagai cendawan patogen yang menimbulkan
gangguan pada kesehatan hewan dan manusia. Khamir C. albicans sendiri
sebenarnya merupakan fungi dimorfik yang secara normal ada pada saluran
pencernaan, saluran pernafasan bagian atas dan mukosa genital pada mamalia
(Brown et al. 2005). Peningkatan populasi khamir akan menjadikan khamir ini
sebagai penyebab gangguan kesehatan inang. Pada sapi perah, akibat
meningkatnya populasi dapat mengakibatkan penyakit mastitis.
Khamir C. albicans dan Kesehatan Ternak Sapi Perah
Menurut Purba (2012), mastitis mikotik pernah ditemukan pada sapi perah
di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Mastitis mikotik
ditemukan pada berbagai tingkatan umur, jumlah laktasi, periode laktasi, jumlah
susu yang dihasilkan, dengan atau tanpa riwayat mastitis dan pengobatan. Pada
tingkat peternak, mastitis mikotik ditemukan pada sapi perah yang dipelihara oleh
peternak dengan latar belakang pendidikan SD hingga SMU, dengan pengalaman
beternak dan jumlah kepemilikan ternak yang beragam.
Khamir C. albicans dapat ditemukan pada susu dari ambing sapi sehat,
ambing yang mengalami mastitis subklinis, dan ambing yang mengalami mastitis
klinis. Menurut Rahmanita (2013), data yang diperoleh dari peternakan sapi perah
di Pacitan Jawa Timur memperlihatkan prevalensi keberadaan C. albicans sebesar
1,72% pada susu yang diperah dari ambing sehat, 20,69% pada susu dari ambing
yang mengalami mastitis subklinis dan 20,69% pada susu dari ambing yang
mengalami mastitis klinis. Ancaman meningkatnya jumlah populasi C. albicans
terhadap sapi perah dapat menyebabkan terjadinya penyakit mastitis klinis dan
subklinis.
Dampak yang muncul karena ambing menderita mastitis adalah kenaikan
jumlah sel somatik dalam susu, perubahan fisik maupun susunan susu dan disertai
atau tanpa disertai perubahan patologik pada kelenjar susu (Rahayu 2007).
Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh mastitis subklinis meliputi penurunan

5
susu yang dihasilkan, penurunan mutu susu, pembuangan susu, biaya perawatan
dan pengobatan, pengafkiran ternak lebih awal serta pembelian sapi perah baru.
Penurunan susu yang dihasilkan akibat mastitis sangat beragam antara 10 – 40%.
Sifat dari susu yang menurun ditandai dengan perubahan kandungan susu, seperti
turunnya kadar laktosa, lemak, dan kasein (DAS 2003).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Khamir C. albicans
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi
khamir C. albicans adalah adhesi, perubahan dari bentuk khamir ke bentuk
filamen dan enzim ektraselular yang dihasilkan. Adhesi merupakan tahap pertama
dalam proses infeksi ke tubuh hewan atau manusia. Bagian pertama dari C.
albicans yang berinteraksi dengan sel inang adalah dinding sel (Naglik et al.
2004). Kemampuan untuk berubah morfologi merupakan faktor penting dalam
menentukan infeksi dan penyebaran C. albicans pada jaringan inang.
Keberadaan khamir C. albicans pada penyakit mastitis mikotik yang terjadi
pada sapi perah tergantung pada faktor-faktor predisposisi, seperti penggunaan
antibiotika dan imunosupresan untuk jangka waktu yang lama dan faktor sanitasi
yang kurang diperhatikan (Wawron et al. 2011). Faktor lain yang mempengaruhi
tingginya keberadaan dari khamir C. albicans adalah cara pemerahan yang kurang
memperhatikan aspek sanitasi (Ekowati et al. 2009).
Ancaman Khamir Candida albicans bagi Peternak Sapi Perah
Khamir C. albicans merupakan unsur yang kecil dari flora normal kulit dan
pada permukaan mukosa dari semua hewan peliharaan. Khamir C. albicans
merupakan flora normal di saluran pernapasan bagian atas, saluran pencernaan,
saluran kelamin, kulit, kuku, ambing, serta membran mukosa (mulut, vagina atau
dubur) (Hanafi et al. 2010). Populasi Khamir C. albicans akan meningkat dengan
cepat oleh pengobatan antibiotika yang berkepanjangan dan gizi yang tidak
normal. Bagi peternak, C. albicans dapat menyebabkan beberapa gangguan
kesehatan pada ternak sapi perah, diantaranya yaitu mastitis mikotik dan aborsi
mikotik. Gholib dan Kusumaningtyas (2008) menjelaskan beberapa jenis khamir
penyebab infeksi pada kelenjar ambing sudah lama diteliti dan umumnya jenis
khamir yang berperan pada infeksi ini adalah Candida, terutama C. albicans.
Peternak sapi perah melakukan pengobatan kasus mastitis (infeksi kelenjar
ambing) pada sapi dengan menggunakan antibiotika karena mereka menganggap
kebanyakan kasus mastitis disebabkan oleh infeksi bakteri. Tetapi, pengobatan
dengan antibiotika pada beberapa kasus tidak efektif sehingga pada pemeriksaan
contoh susu di laboratorium diarahkan terhadap pertumbuhan cendawan,
khususnya jenis khamir.
Selain dari mastitis mikotik, khamir C. albicans pun dapat menyebabkan
aborsi pada sapi (aborsi mikotik). Infeksi ini terjadi selama musim dingin dan
musim semi. Hal ini dikarenakan selama musim tersebut sapi sering ditempatkan
di dalam kandang yang berisi jerami-jerami yang telah tercemar (Djonne 2007).

6

Sanitasi Kandang dan Sapi Perah
Sanitasi merupakan usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan
atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan
penyakit (Purnawijayanti 2001).
Kandang sapi sebaiknya dibersihkan setiap hari dan dilakukan sebanyak tiga
kali dalam sehari. Lantai kandang dibersihkan dengan membersihkan sisa pakan
dan kotoran sapi. Selain itu, saluran pembuangan di dalam kandang pun harus
selalu bersih. Kandang sebaiknya disemprot desinfektan setiap tiga bulan sekali.
Selain sanitasi kandang, sapi perah juga perlu mendapatkan perhatian dalam hal
kebersihan ternak. Sapi perah harus selalu bersih karena jika tidak akan
berdampak kepada kesehatan sapi itu sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan
memandikan sapi perah tersebut sebelum diperah susunya. Memandikan sapi
dapat dilakukan dengan cara disikat dan diberi sabun (Syarif dan Bagus 2011).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 30 Januari 2014 sampai 5 Februari 2014.
Kegiatan ini dilakukan dua tempat, yaitu di Kawasan Usaha Peternakan
(KUNAK) 1 dan 2 Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Bahan Penelitian
Penelitian dilakukan menggunakan bahan penelitian berupa seperangkat
kuesioner (Lampiran 1) yang akan diisi oleh 50 orang yang terdiri dari 45 orang
pegawai kandang sapi perah dan 5 orang peternak sapi perah. Responden yang
ditentukan secara acak dan ditentukan pada saat tiba di lokasi penelitian, yaitu
KUNAK 1 sebanyak 17 orang responden dan KUNAK 2 sebanyak 33 orang
responden.
Tatacara Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
Kedua data ini berbentuk data kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh
melalui wawancara dengan responden yang dipilih dan pengisian kuesioner.
Proses wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan terhadap para peternak sapi
perah di wilayah KUNAK Cibungbulang. Data primer diantaranya berupa data
populasi, dan data kegiatan lainnya atau aktivitas para peternak yang diperoleh
dengan menggunakan instrumen kuesioner, berupa daftar pertanyaan yang
diajukan oleh peneliti kepada peternak.
Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dari berbagai pustaka sejenis
yang mendukung penelitian ini.

7
Analisis Data
Data primer hasil wawancara dan kuesioner diolah secara statistik
menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2007 dan dengan
metode analisis korelasi dan regresi linier menggunakan perangkat lunak SPSS
16.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Sejarah KUNAK
KUNAK sapi perah yang berada di Kabupaten Bogor terletak di daerah
Cibungbulang. Kawasan ini meliputi Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang
dan Desa Pasarean, Kecamatan Pamijahan. Daerah tersebut memiliki curah hujan
sebesar 2000 mm/tahun. Suhu udaranya berkisar antara 18-240C. Total luas
wilayah pengembangan KUNAK adalah 140 hektar yang terdiri atas 80 hektar di
Desa Situ Udik dan 60 hektar berada di Desa Pamijahan. KUNAK Cibungbulang
memiliki topografi wilayah yang bergelombang sampai dengan berbukit dan
berada 600-700 m dpl. Sebagian besar lahannya mempunyai kemiringan 15-25
persen (45 hektar). Kemiringan lahan 8-15% sekitar 25 hektar, kemiringan 15-25
persen sekitar 20 hektar dan kemiringan lahan lebih dari 40% hanya 5 hektar.
Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh kegiatan adalah
sumber air dari Sungai Cigamea. Terdapat dua mata air di daerah puncak bukit
yang dapat dijadikan sumber air bersih untuk seluruh peternak yang ada di
KUNAK Cibungbulang.
Kegiatan pembangunan KUNAK dilaksanakan secara bertahap dan dibagi
menjadi tiga lokasi. Lokasi 1 dan 2 telah diisi dan digunakan oleh peternak,
sedangkan lokasi 3 masih dalam pembangunan. Tujuan pembangunan KUNAK
adalah meningkatkan pendapatan peternak, dan memperluas kesempatan kerja.
Jumlah peternak yang berada di lokasi KUNAK Cibungbulang pada tahun
1996 sebanyak 181 orang, yang sebagian besar berasal dari luar daerah
Cibungbulang dan Pamijahan. Total peternak yang terdaftar pada tahun 2011
adalah sebanyak 118 peternak merupakan peternak relokasi dari Cisarua, Kebon
Pedes dan Ciawi. Sedangkan data terakhir ditahun 2014 tercatat ada ± 200
peternak. Pengelola peternakan yang ada di KUNAK saat ini sebagian besar
adalah sebagai pegawai kandang, sementara pemilik berada di Jakarta dan Kota
Bogor.
Karakteristik Peternak Sapi Perah
Jenis Kelamin
Keseluruhan peternak sapi perah yang menjadi responden dalam penelitian
ini adalah peternak berjenis kelamin laki-laki. Pekerjaan pemerahan sapi perah
pada umumnya dilakukan oleh pekerja pria dan dijadikan sebagai usaha pokok

8
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini berlaku terutama yang
menjadi kepala keluarga.
Tingkat Pendidikan
Data yang terpapar dalam Tabel 1 memperlihatkan bahwa tingkat
pendidikan sebagian besar responden tergolong rendah, yaitu 68% tidak tamat SD
dan tamat SD.
Tabel 1 Tingkat pendidikan peternak sapi perah (n=50)
Tingkat Pendidikan
Tidak Tamat SD dan SD (rendah)
SMP (menengah)
SMA dan Sarjana (tinggi)

Jumlah
Responden
34
11
5

Persentase (%)
68
22
10

Hal ini dikarenakan para pemilik ternak mengkaryakan warga sekitar lokasi
dengan menjadikan mereka sebagai pegawai kandang dan sekaligus sebagai
penjaga kandangnya. Pemilik peternakan yakin dapat meminimalisasi pengeluaran
apabila mempekerjakan warga sekitar yang belum memiliki pekerjaan. Peternak
atau pegawai kandang yang memiliki pendidikan formal yang tinggi, khususnya
pendidikan mengenai kesehatan hewan, sangat memungkinkan dirinya untuk bisa
lebih memiliki pengetahuan mengenai ancaman yang ditimbulkan oleh khamir C.
albicans. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat pola pikir, pola kerja, dan
wawasan intelektual.
Golongan Pekerjaan
Data yang terpapar dalam Tabel 2 memperlihatkan bahwa 90% responden
merupakan pegawai kandang sapi perah dan hanya 10% merupakan peternak sapi
perah. Pertimbangan untuk memilih pegawai kandang yang dijadikan responden
adalah responden yang diinginkan adalah orang yang melakukan pemerahan
secara langsung di kandang sapi perah. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
responden yang benar-benar memahami keadaan peternakannya secara langsung.
Selain itu, terdapat lima orang peternak sapi perah yang dijadikan responden
dalam penelitian ini. Kelima peternak tersebut merupakan pemilik kandang yang
tinggal di peternakan tersebut dan melakukan pemerahan secara langsung pada
sapi perah.
Tabel 2 Jenis pekerjaan responden (n=50)
Pekerjaan
Peternak
Pegawai Kandang

Jumlah
Responden
5
45

Persentase (%)
10
90

Jumlah Sapi yang Dipelihara
Data yang terpapar pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa jumlah sapi perah
yang dipelihara oleh peternak sapi perah tergolong sedang dengan persentase 46%
(jumlah sapi yang dipelihara 6-10 ekor).

9
Tabel 3 Jumlah sapi perah yang dipelihara oleh peternak (n=50)
Jumlah Sapi Perah
Jumlah
Persentase
Responden
(%)
Sedikit (1-5 ekor)
9
18
Sedang (6-10 ekor)
23
46
Banyak (11-15 dan >15 ekor)
18
36
Setiap peternak sapi perah/pegawai kandang sapi perah tidak dapat
memelihara sapi perah lebih dari 10 ekor karena mendapatkan arahan dari
Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor. Hal ini bertujuan mencegah terjadinya
kelelahan pada kondisi fisik pemerah yang dapat mengakibatkan tidak tuntasnya
proses pemerahan susu. Secara langsung, ketidaktuntasan proses pemerahan dapat
menyebabkan penurunan jumlah hasil susu dan penurunan kadar lemak susu. Pada
ambing, ketidaktuntasan proses pemerahan menyebabkan penyakit mastitis
(peradangan pada ambing). Pedet betina dipelihara oleh KPS Bogor selama 18
bulan dan disebarkan lagi kepada peternak setelah dalam keadaan bunting 2-3
bulan. Pedet jantan oleh KPS Bogor dipelihara kemudian dijual ke pasar atau
digemukkan sebagai sapi pedaging. Uang hasil penjualan pedet jantan oleh KPS
Bogor digunakan untuk dibelikan dara bunting atau sapi yang sedang laktasi. Pola
tersebut digunakan supaya peternak tidak mengalami kesulitan dalam
pemeliharaan pedet yang pada akhirnya akan mengganggu kelancaran usaha sapi
perahnya (Sembada 2012). Kesulitan yang dihadapi peternak sapi perah apabila
mereka memelihara betina aktif lebih dari 10 ekor yaitu sulitnya menciptakan sapi
perah yang dapat menghasilkan susu secara maksimal sesuai dengan
kemampuannya.
Lamanya Beternak
Data yang terpapar pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa peternak sapi perah
yang dijadikan responden 40% termasuk ke dalam kategori singkat yaitu memiliki
pengalaman beternak kurang dari 3 tahun dan antara 3-5 tahun.

Tabel 4 Periode lamanya beternak sapi perah (n=50)
Lama Beternak
Jumlah
Persentase
Responden
(%)
Singkat (10 tahun)

20
13
17

40
26
34

Peternak di KUNAK Cibungbulang secara umum merupakan peternak yang
sudah memiliki pengalaman beternak di tempat lain sebelumnya. Banyaknya
peternak yang berpengalaman di lokasi tersebut karena KUNAK Cibungbulang
merupakan lokasi peternakan yang para peternaknya merupakan pindahan dari
peternakan di wilayah Cisarua, Kebon Pedes dan Ciawi. Peternak-peternak yang
baru merupakan masyarakat sekitar yang melihat bentuk ketertarikan atas potensi
peternakan sapi perah sehingga terus berdatangan orang-orang baru yang mencoba

10
berkecimpung di bisnis peternakan sapi perah, baik sebagai peternak sapi perah
maupun sebagai pegawai kandang.
Pengetahuan Peternak Sapi Perah Mengenai C. albicans
Pengetahuan dasar peternak sapi perah mengenai khamir C. albicans
diklasifikasikan berdasarkan pengelompokkan jawaban “sangat paham”, “paham”
dan “tidak paham”. Keseluruhan jawaban diberikan pembobotan nilai. Untuk
pertanyaan mengenai khamir C. albicans, responden yang menjawab paham atau
sangat paham, diberikan nilai 20. Apabila responden menjawab tidak paham,
diberi maka diberi nilai 0. Hasil penilaian kelompok pemahaman terhadap khamir
C. albicans terpapar dalam Tabel 5.
Tabel 5 Pengetahuan peternak sapi perah mengenai C. albicans (n=50)
Kategori
Jumlah Responden
Persentase (%)
Baik (>79)
1
2
Sedang (65-79)
0
0
Rendah (79)
Sedang (65-79)
Rendah (79)
2
4
Sedang (65-79)
35
70
Rendah ( 0,05 dan sebaliknya. Hasil analisis terhadap
parameter yang dinilai terpapar dalam Tabel 8 dan 9.
Tabel 8 Analisis korelasi antara parameter lama beternak sapi perah dan
teknik pemerahan, pengetahuan sanitasi dan pengetahuan tentang C.
albicans (n=50)
Lama
Beternak
Pearson
Correlation
Sig.
(2tailed)
N

Tingkat

Jumlah

Teknik

Pengetahuan

Pengetahuan

Pendidikan

Sapi

Pemerahan

Sanitasi

C. albicans

-0,096

0,050

0,248

-0,137

0,176

0,508

0,728

0,082

0,342

0,220

50

50

50

50

50

*. Korelasi signifikan pada tingkat 0,05

Data yang dipaparkan dalam Tabel 8 memperlihatkan bahwa lamanya
beternak tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan peternak sapi perah terhadap
ancaman yang ditimbulkan oleh C. albicans. Hal ini dikarenakan peternak sapi
perah yang telah lama beternak maupun yang masih baru dalam beternak tidak
pernah mendapatkan penyuluhan. Penyuluhan terhadap peternak, terutama yang
berkaitan dengan pengamanan dan peningkatan susu yang dihasilkan, sangat
penting. Penyuluhan sangat penting untuk dilakukan mengingat bahwa
penyuluhan pada dasarnya adalah pendidikan. Penyuluhan yang sasarannya adalah
peternak harus mampu mengubahn perilaku peternak mulai dari aspek
pemahaman, sikap maupun keterampilan (Alim 2010).
Sedangkan data yang dipaparkan dalam Tabel 9 memperlihatkan bahwa
pengetahuan terhadap C. albicans berhubungan dengan teknik pemerahan. Hal ini
disebabkan karena cukup baiknya pengetahuan peternak sapi perah mengenai
teknik pemerahan sapi perah dan pengetahuan dasar penyakit mastitis. Peternak
berusaha untuk mencegah ancaman yang ditimbulkan oleh C. albicans melalui
teknik pemerahan sapi perah yang baik. Menurut Prihadi (1996), proses
pemerahan yang baik harus menunjukkan ciri–ciri, diantaranya pemerahan
dilakukan dalam pola yang teratur, cepat, dikerjakan dengan kelembutan,
pemerahan dilakukan sampai tuntas, menggunakan tata cara sanitasi, dan efisien
dalam penggunaan tenaga kerja.

13
Tabel 9 Analisis korelasi antara pengetahuan mengenai C. albicans dan tingkat
pendidikan, teknik pemerahan, pengetahuan sanitasi dan lamanya berternak
(n=50)
Pengetahuan
C. albicans
Pearson
Correlation
Sig.
(2tailed)
N

Tingkat

Jumlah

Teknik

Pengetahuan

Lama

Pendidikan

Sapi

Pemerahan

Sanitasi

Beternak

*

-0,163

0,176

-0,090

0,036

0,347

0,534

0,803

0,013

0,259

0,220

50

50

50

50

50

*. Korelasi signifikan pada tingkat 0,05.

Menurut Rohmah (2012), penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan
non formal yang ditunjukkan dengan cara-cara mencapai sesuatu dengan
memuaskan. Terdapat korelasi signifikan antara pengalaman mendapatkan
penyuluhan dan pelatihan dengan praktik tata kelola pemeliharaan sapi perah.
Dengan kata lain, semakin banyak penyuluhan yang pernah diikuti responden
semakin baik praktik tata kelola pemeliharaan sapi perah. Penyuluhan dapat
mengubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) seseorang untuk
menghadapi permasalahan yang ada. Adanya penyuluhan dan pelatihan
diharapkan dapat menambah pengetahuan peternak mengenai tata kelola
peternakan yang baik dan benar. Selain itu, peternak pun dapat menerapkannya
dalam kehidupan nyata untuk meningkatkan produktivitas ternak (Sembada 2012).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil yang didapat, diperoleh data bahwa lamanya beternak
tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan peternak sapi perah terhadap ancaman
yang ditimbulkan oleh C. albicans. Namun, teknik pemerahan sapi perah ternyata
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan peternak sapi perah terhadap ancaman
yang ditimbulkan oleh C. albicans.
Saran
1. Diperlukan adanya program lanjutan dari hasil penelitian ini, yaitu
diadakannya program penyuluhan bagi peternak sapi perah mengenai C.
albicans dan permasalahan yang dapat ditimbulkannya pada kesehatan ternak
sapi perah;
2. Diperlukan adanya pengamatan dan penilaian secara berkala terkait
penatalaksanaan teknik pemeliharaan terutama pada aspek sanitasi kandang,
sanitasi air dan peralatan pemerahan, tata kelola kesehatan ternak, serta tata
kelola pemerahan. Perbaikan tersebut diharapkan dapat membantu
meningkatkan produktivitas sapi perah dalam menghasilkan susu dan
mencegah terjadinya mastitis mikotik, klinis maupun subklinis.

14

DAFTAR PUSTAKA
Agboke AA, Osonwa UE, Opurum CC, Lbezim EC. 2011. Evaluation of
microbiology quality of some soybean milk products consumed in Nigeria.
PROM. 1(2):25-30.
Ahmad RZ. 2011. Mastitis mikotik di Indonesia. Di dalam : Seminar Nasional
dan Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011. Bogor (ID) : Kementrian
Pertanian.
Ali AS. 2008. Oral immune defense against chronic hyperplastic candidosis.
[Dissertation]. Finland (FI) : University of Helsinki.
Alim S. 2010. Bahan Ajar Penyuluhan Pertanian (Peternakan). Bandung (ID) :
Universitas Padjadjaran.
Brown MR, Thompson CA, Mohamed FM. 2005. Systemic candidiasis in an
apparently immunocompetent dog. J Vet Diagn Invest. 17(3): 272-6.
Chahota R, Katoch R, Mahajan A, Verma S. 2001. Clinical bovine mastitis caused
by Geotrichum candidum. Vet Archiv. 71: 197–201.
[DAS] Departement of Animal Science. 2003. Mastitis in Dairy Cows.
MacDonald (US) : Faculty of Agricultural dan Environmental Sciences,
Macdonald Campus of McGill University.
[DBTR] Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia. 2010. Road Map Revitalisasi
Persusuan Nasional. Jakarta (ID) : Kementrian Pertanian.
Djonne B. 2007. Infections and perinatal diseases - a comparative overview. Acta
Vet Scand. 49(1):1-6.
Ekowati MT, M Handayani, DW Harjanti. 2009. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja usaha ternak sapi perah rakyat di Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang. Di dalam : Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan.
Semarang (ID) : Universitas Diponegoro.
Gholib D, Kusumaningtyas E. 2008. Mastitis Cryptococcus. Di dalam: Prospek
Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Bogor (ID) :
Departemen Pertanian.
Hamdanah. 2012. Keragaman kepekaan C. albicans yang diisolasi dari lokasi
peternakan sapi perah terhadap beberapa anticendawan [Skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Hanafi EM, Khader MM, Kassem SS, Danial EN. 2010. Aroma-therapy for
endometritis induced by C. albicans. Int J Acad Res. 2(5):111-119.
Hasibuan MS. 2012. Gambaran perilaku konsumsi susu pada siswa SMP Arrahman Medan tahun 2012 [Skripsi]. Medan (ID) : Universitas Sumatera Utara.
Kivaria FM, Noordhuizen JP. 2006. A retrospective study on the aetiology and
temporal distribution of bovine clinical mastitis in smallholder dairy herds in
Dar es Salaam Region, Tanzania. J Vet. 1(8):11-24.
Naglik J, Albbrecth ABO, Hube B. 2004. C. albicans proteinses and host/patogen
interactions. Cell Microbiol. 6(10):915-926.
Prihadi S. 1996. Tatalaksana dan Produksi Ternak Perah.Yogyakarta (ID) :
Universitas Wangsamanggala.
Purba FY. 2012. Deteksi fungi penyebab mastitis pada sapi perah di Kecamatan
Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta [Tesis]. Yogyakarta (ID) : Universitas
Gadjah Mada.

15
Purnawijayanti HA. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan. Yogyakarta (ID) : Kanisius.
Rahayu ID. 2007. Sensitifitas Staphylococcus aureus sebagai bakteri patogen
penyebab mastitis terhadap antiseptika pencelup puting sapi perah. Jurnal
Protein. 14(1) : 31-36.
Rahman AW. 2007. Hubungan tingkat mastitis dengan kualitas susu berdasarkan
uji reduktase [Skripsi]. Malang (ID) : Universitas Brawijaya.
Rahmanita A. 2013. Isolasi dan identifikasi kapang dan khamir dari susu sapi
perah normal, mastitis subklinis, dan mastitis klinis di Kabupaten Pacitan, Jawa
Timur [Skrispi]. Yogyakarta (ID) : Universitas Gajah Mada.
Rohmah IL. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik manajemen
pemeliharaan sapi perah pada peternak pemasok susu segar industri keju di
Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Rosa CA, Gabor P. 2006. Biodiversity and Ecophysiologi of Yeast. New York
(US) : Springer Berlin Heidelberg.
Sembada P. 2012. Kondisi pemeliharaan sapi perah di peternakan rakyat kawasan
usaha peternakan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor
(ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sharif A, Muhammad G. 2009. Mastitis control in dairy animals. J Pakistan Vet.
29(3):145-148.
Spanamberg A, Sanchies EA, Cavallini JM, Santurio E, Fereiro L. 2009. Mycotic
mastitis in ruminants caused by yeasts. Cienc Rural (online). 39(1): 282–290.
Sudarwanto M, E Sudarnika. 2008. Hubungan antara pH susu dengan jumlah sel
somatik sebagai parameter mastitis subklinik. Media Peternakan. 31(2):107113.
Sudono A, Fina R, Budi SS. 2008. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta
(ID) : PT Agromedia Pustaka.
Surjowardojo P, Suyadi, Lukman H, Aulani’am. 2008. Ekspresi Produksi Susu
Pada Sapi Perah Mastitis. J Ternak Tropika.9(2):1-11.
Syarif EK, Bagus H. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Jakarta
(ID) : PT Agromedia Pustaka.
Tarfarosh MA, Purohit SK. 2008. Isolation of Candida spp. from mastitic cows
and milkers. J Vetscan-Online Vet. 3(2):1-4.
Teeney L. 1996. C. albicans : a nutritional approach. Utah (US) : Woodland
Books, Pleasant Grove.
Wawron W, Bochniarz M, Szczubial M. 2011. Enzymatic activity of yeast
isolated from the inflamed mammary secretion in dairy cows. Polish J Vet Sci.
4(1):65-68.

16
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Tentang Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Peternak Sapi Perah Terhadap Ancaman yang Ditimbulkan oleh C.
albicans
KUESIONER PENELITIAN TENTANG PENGUKURAN TINGKAT
PENGETAHUAN PETERNAK SAPI PERAH TERHADAP ANCAMAN
YANG DITIMBULKAN OLEH C. albicans
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Daftar pertanyaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai
pengetahuan peternak sapi perah terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh C.
albicans. Hasil dari penelitian ini akan digunakan sebagai data primer dalam
penulisan skripsi (tugas akhir Sarjana Kedokteran Hewan).
Responden no :............................................
Alamat :......................................................................................................................
Tanggal diisi :..............................................
Biodata Responden
Nama Lengkap :..........................................................................................................
Tempat, tanggal lahir :................................................................................................
Asal daerah
:...............................................................................................
Sudah berapa lama tinggal di daerah ini :.........................................................bulan
Data Responden :
Jenis kelamin :

Pendidikan terakhir

o Laki-laki
o Perempuan
:

o
o
o
o
o
o
o

Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
Sarjana (S1)
Pascasarjana (S2)
S3

Apakah pekerjaan Anda
selain beternak sapi
perah?

o
o
o
o
o
o
o
o

Petani
Pedagang
Peternak
Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Swasta
Buruh Pabrik
Wirausaha
Lain-lain (sebutkan......................)

Berapa jumlah sapi perah
yang Anda miliki?

o 1 ekor
o 2-5 ekor

17
o 6-10 ekor
o 11-15 ekor
o Lebih dari 15 ekor
Penghasilan Anda per
bulan (dalam rupiah) :

o
o
o
o
o

200.000 s.d 500.000
500.000 s.d 1000.000
1000.000 s.d 2000.000
2.000.000 s.d 5000.000
Di atas 5.000.000

Tujuan Anda memelihara
sapi perah :

o Usaha pokok
o Usaha sambilan

Sudah berapa lama Anda
beternak sapi perah

o
o
o
o

< 3 tahun
3-5 tahun
5-10 tahun
> 10 tahun

Pertanyaan Seputar Pengetahuan Mengenai C. albicans dan Sanitasi
Lingkungan
Pilihan Jawaban (dengan ceklist)
N
Pertanyaan
Sangat
Paham
Tidak
No
paham
paham
1Apakah Anda tahu apa itu
1
C. albicans?
2Menurut Anda, apakah C.
2
albicans dapat menyerang
sapi perah?
3Apakah dalam setiap tubuh
3
sapi perah terdapat C.
albicans?
4Apakah sapi perah yang
4
Anda
miliki
pernah
diberikan antibiotik?
5Apakah sapi perah yang
5
Anda
miliki
diberikan
antibiotik secara terusmenerus (dalam jangka
waktu lama)?
6Menurut Anda, apakah C.
6
albicans dapat ditemukan
pada susu hasil pemerahan?
7Apakah susu yang tercemar
7
C.
albicans
dapat
mempengaruhi kesehatan
jika
dikonsumsi
oleh
manusia?

18

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

8Apakah peternakan di sini
menggunakan air sumur
sebagai sumber air?
9Apakah peternakan di sini
menggunakan
PDAM
sebagai sumber air?
1Apakah kandang sapi perah
yang
Anda
miliki
dibersihkan setiap hari?
1Apakah kandang sapi yang
Anda miliki dalam kondisi
selalu basah?
1Apakah
feses
yang
dikeluarkan sapi dalam
kandang langsung Anda
bersihkan beberapa menit
setelah defekasi?
1Apakah sapi perah yang
Anda
miliki
dibiarkan
makan secara merumput di
luar kandang? (tanpa tempat
makan)
1Apakah tempat makan sapi
perah
dalam
kandang
dibersihkan setiap hari
ketika
mengganti/menambah
pakan?
1Apakah pada kandang sapi
perah yang Anda miliki
masih terlihat sisa pakan
yang tercecer?
1Apakah tempat minum sapi
perah
dalam
kandang
dibersihkan setiap hari
ketika
mengganti
air
minum?
1Apakah kandang sapi perah
yang
Anda
miliki
mempunyai ventilasi udara
yang baik?

19

No
1
2

3

4
5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

Pertanyaa