Kualitas Konsumsi dan Ketahanan Pangan Serta Food Coping Strategy pada Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar

KUALITAS KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN
SERTA FOOD COPING STRATEGY PADA MASYARAKAT
ADAT KASEPUHAN CIPTAGELAR

MALLA AYUWANDILA SUKMA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Konsumsi dan
Ketahanan Pangan Serta Food Coping Strategy pada Masyarakat Adat Kasepuhan
Ciptagelar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014

Malla Ayuwandila Sukma
NIM I14114018 

ABSTRAK
MALLA AYUWANDILA SUKMA. Kualitas Konsumsi dan Ketahanan Pangan
Serta Food Coping Strategy pada Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar.
Dibimbing oleh ALI KHOMSAN.
Kasepuhan Ciptagelar terletak di Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok
Kabupaten Sukabumi sebagai pemegang tradisi dari leluhur Sunda Lama yang
sangat kuat dalam setiap aspek kehidupan. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui keragaman konsumsi pangan rumah tangga masyarakat Adat
Kasepuhan Ciptagelar, menganalisis ketahanan pangan masyarakat Adat
Kasepuhan Ciptagelar, mengetahui food coping strategy yang dilakukan oleh
masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar. Keragaman konsumsi pangan dilakukan
dengan menggunakan instrumen HDDS, ketahanan pangan dilihat dari indikator
silang antara konsumsi pangan per kapita per hari dan proporsi pengeluaran

pangan rumah tangga. Sebanyak 46% responden memiliki keragaman kosumsi
pangan tinggi, 40% sedang dan 14% momiliki konsumsi pangan rendah. Tingkat
ketahanan masyarakat, 56.9% tahan pangan, 9.2% kurang pangan, 26.2% rentan
pangan, 7.7% rawan pangan. Food coping strategy yang dilakukan Masyarakat
Kasepuhan hanya berkisar di taraf I dan taraf II saja.
Kata kunci: food coping strategy, HDDS, ketahanan pangan, pengeluaran pangan,

ABSTRACT
MALLA AYUWANDILA SUKMA. Household Dietary Diversity, Household
Food Security, and Food Coping Strategy of Kasepuhan Ciptagelar. Supervised by
ALI KHOMSAN
Kasepuhan Ciptagelar is administratively located in Sirna Resmi Village, a
part of Cisolok District, Sukabumi Regency. The aims of this research are to
analyze household food variety consumption, household food security, and food
coping strategy of Kasepuhan Ciptagelar society. Food variety consumption was
measured by Household Dietary Diversity Score (HDDS). Food security was
measured by cross tabulation between energy consumption per capita per day and
proportion of food expenditure. As many as 13.8% household had low dietary
diversity score, 40.6% medium dietary diversity score, and 46.8% high dietary
diversity score. As many as of 56.9% household were secured, 9.2% were less

food, 26.2% were in the stage of vulnerable, and 7.7% were insecured. Food
coping strategy of the people occured only in the first and second stage.
Keyword: food coping strategy, food expenditure, food security, HDDS,
ugenia polyantha known as salam in Indonesia is widely used as herbal
medicinal plant to treat various diseases, including diabetes. The objectives of this
research are to obtain the active fraction of ethanolic salam leaves extract, which
is inhibitory against -amylase activity, and to identify phytochemical

constituents of the fractions. Crude ethanolic extract fractionated by liquid-liquid
extraction gave 3 fractions, namely n-hexane, ethyl acetate, and water fractions.
All fractions showed inhibitory activity against -amylase and water fraction
showed the highest activity with the inhibition of 22.52%. Subsequent
fractionation of the water fraction using silica gel column chromatography with
gradient elution produced 4 fractions. All fractions showed inhibitory activity
against -amylase; fraction 2 showed the highest activity with the inhibition of
57.57%. Phytochemical screening showed that alkaloids, flavonoids, and saponins
were the chemical constituents of the active fraction.
Keywords: alkaloids, -amylase, Eugenia polyantha, flavonoids, saponins

KUALITAS KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN

SERTA FOOD COPING STRATEGY PADA MASYARAKAT
ADAT KASEPUHAN CIPTAGELAR

MALLA AYUWANDILA SUKMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
pada Program Studi Ilmu Gizi
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kualitas Konsumsi dan Ketahanan Pangan Serta Food Coping
Strategy pada Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
Nama

: Malla Ayuwandila Sukma
NIM
: I14114018

Disetujui oleh

Prof. Dr Ir Ali Khomsan, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah kearifan lokal, dengan judul Kualitas Konsumsi

dan Ketahanan Pangan Serta Food Coping Strategy pada Masyarakat Adat
Kasepuhan Ciptagelar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS
selaku pembimbing dan juga atas kesempatan untuk berpartisipasi dalam
penelitian strategis Ketahanan Pangan dan Gizi Serta Coping Mechanism pada
Masyarakat Tradisional Suku Ciptagelar di Jawa Barat, serta Dra. Winati Wigna
MDS yang telah banyak memberi saran kepada penulis. Ucapan terima kasih
penulis haturkan kepada Prof Dr Ir Faisal anwar MS sebagai dosen penguji, di
samping itu, terima kasih penulis sampaikan kepada Mbak Anna Vipta SP M.Sc
dan Teh Catur Dwi Anggarawati SP yang telah memberikan saran dan masukan
dalam segi teknis kepada penulis.
Terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Abah Ugi, Emak Alit, Emak
Ageung, Ki Aang, dan seluruh Masyarakat Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar
atas izin yang diberikan dan penerimaan yang luar biasa dan pengalaman yang
tidak terlupakan.
Ungkapan terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada ayah
dan bunda tercinta Ir. Yade Sukmajaya, M.Si dan Lilies Sri Julaeha, S.Pd dan adik
Wilda Dwiputri Sukma untuk cinta, semangat, segala bentuk dukungan dan doa
yang tak pernah habis dicurahkan kepada penulis, terutama selama menempuh
pendidikan untuk memperoleh gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor.

Terakhir, kepada teman- teman Program Alih Jenis Ilmu Gizi angkatan ke-V,
semoga kita bisa menjadi manusia bermanfaat di masa yang akan datang, aamiin.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Malla Ayuwandila Sukma

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

KERANGKA PEMIKIRAN

2
3


METODE PENELITIAN

3

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian

3

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

4

Jenis dan Cara Pengambilan Data

4

Pengolahan dan Analisis Data

4


HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar

6

Karakteristik Rumah Tangga Sampel

7

Keragaman Konsumsi Pangan

8

Ketahanan Pangan Masyarakat Kasepuhan

10


Food Coping Strategy

15

SIMPULAN DAN SARAN

18

Simpulan

18

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jenis dan cara perolehan data
Tabel 2 Indikator ketahanan pangan rumah tangga
Tabel 3 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar keluarga
Tabel 4 Sebaran Masyarakat Kasepuhan berdasarkan usia kepala keluarga
Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan kepala keluarga
Tabel 6 Sebaran rumah tangga berdasarkan keragaman konsumsi pangan
Tabel 7 Kelompok pangan berdasarkan keragaman konsumsi pangan
Tabel 8 Konsumsi energi masyarakat Kasepuhan
Tabel 9 Konsumsi protein masyarakat Kasepuhan
Tabel 10 Jenis pangan sumber protein dan kontribusi terhadap energi
Tabel 11 Sebaran pengeluaran pangan rumah tangga masyarakat Kasepuhan
Tabel 12 Sebaran pengeluaran non pangan masyarakat Kasepuhan
Tabel 13 Proporsi pengeluaran pangan masyarakat Kesepuhan Ciptagelar
Tabel 14 Tingkat ketahanan pangan masyarakat Kasepuhan
Tabel 15 Sebaran food coping strategy masyarakat Kasepuhan berdasarkan taraf I
Tabel 16 Sebaran food coping strategy masyarakat Kasepuhan berdasarkan taraf II
Tabel 17 Sebaran food coping strategy masyarakat Kasepuhan berdasarkan taraf III

4
5
7
7
8
9
10
10
11
11
12
13
13
14
15
17
18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengetahuan tentang budaya tradisional dan masyarakat adat masih sangat
terbatas. Orang – orang lebih banyak mengenal masyarakat Baduy di Banten
ataupun Masyarakat Kampung Naga di Tasikmalaya Jawa Barat. Padahal di Jawa
Barat terdapat 15 kasepuhan yang tersebar di sekitar Pegunungan halimun Jawa
Barat (Suganda dalam Ningrat 2004). Jawa Barat terutama kawasan Kasepuhan
di sekitar kawasan halimun memiliki potensi alam dan sosiobudaya yang belum
tersentuh ilmu pengetahuan.
Kasepuhan Ciptagelar adalah sebuah desa yang merupakan induk dari
beberapa Kasepuhan yang bernama Kesatuan Adat Banten Kidul yang berlokasi
di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi. Kasepuhan ini terletak di sekitar
Taman Nasional Gunung Halimun. Secara sosio- budaya, elit masyarakat desa
Ciptagelar sebagai pusat Kasepuhan mengakui bahwa mereka adalah keturunan
dari pancer pangawinan yang memiliki makna simbolis mempersatukan makro
dan mikro kosmos untuk mencapai satu kesatuan hidup yaitu bumi dengan alam,
dan manusia dengan kemanusiaannya, sehingga masyarakat Ciptagelar masih
memegang tali paranti karuhun atau aturan turun temurun dari nenek moyang
dalam segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan biologisnya (Kusnaka 1992).
Warga Kasepuhan yang tergabung dalam Kesatuan Adat Banten Kidul ini masih
memegang nilai- nilai tradisi tapi tidak sepenuhnya terasing dari pengaruh nilainilai dari luar. Hal inilah yang membedakan antara masyarakat kasepuhan dengan
masyarakat Baduy di banten. Kekhasan pola hidup membuat masyarakat
Kasepuhan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan alam dimana mereka
menetap. Hal ini diduga mempengaruhi karakteristik sosiobudaya pangan dan gizi
yang didasari kepada nilai- nilai tradisi yang hingga hari ini masih dipegang oleh
masyarakat Kasepuhan (Kusnaka 1992).
Keragaman pangan (dietary diversity) telah lama dikenal oleh para ahli
gizi sebagai unur penting dalam peningkatan kualitas konsumsi pangan.
Keragaman pangan yang dikonsumsi telah lama direkomendasikan oleh berbagai
organisasi kesehatan karena konsumsi makanan yang beragam dapat memenuhi
kecukupan berbagai zat gizi esensial sehingga dapat meningkatkan status gizi.
Menurut Moursi (2008), keragaman pangan dapat ditentukan dari item pangan
yang dikonsumsi atau penjumlahan kelompok pangan yang dikonsumsi. Salah
satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas konsumsi pangan adalah
Dietary Diversity Score (DDS) atau skor keanekaragaman pangan yang
dikelurkan oleh FANTA/FAO. FANTA/FAO telah memperkenalkan DDS sebagai
alat yang sederhana namun efektif untuk mengukur perbedaan keragaman
konsumsi pangan tingkat rumah tangga maupun individu (FAO/FANTA 2008).
Penelitian di negara berkembang pun telah mengindikasikan bahwa alat ukur
berbasis keragaman pangan dapat menemukan aspek penting dalam pola makan
sebuah populasi (arimond dan Ruel 2002).
Ketahanan pangan Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar (yang
selanjutnya disebut Masyarakat kasepuhan) disuga memiliki kaitan dengan
kualitas konsumsi pangan merka. Selain itu, ketahanan pangan juga

2
mempengaruhi food coping strategy karena Masyarakat Kasepuhan memiliki
sistem sosial budaya dan sistem ekologi yang spesifik. Sistem sosial budaya dan
sistem ekologi yang spesifik ini akan menciptakan sistem pangan dan gizi yang
spesifik pula, termasuk keragaman konsumsi pangan yang akan diukur
menggunakan Household Dietary Diversity Score (HDDS).
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan kontribusi dalam memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan dalam menganalisis aspek sosiobudaya masyarakat
tradisional Suku Sunda, khususnya Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar
sebagai bagin dari Kesatuan Adat Banten Kidul terkait dengan aspek ketahanan
pangan, dan food coping strategy.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui kualitas konsumsi pangan, ketahanan pangan, dan food coping
strategy Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar
Tujuan Khusus
Tujuan Khusus diadakannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kualitas konsumsi pangan rumah tangga Masyarakat Adat
Kasepuhan Ciptagelar.
2. Menganalisis ketahanan pangan Masyarakatt Adat Kasepuhan Ciptagelar.
3. Mengetahui food coping strategy yang dilakukan oleh Masyarakat Adt
Kasepuhan Ciptagelar.
.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi khususnya dalam
bidang gizi masyarakat dalam memaparkan aspek pangan dan gizi Masyarakat
Adat Kasepuhan Ciptagelar.

KERANGKA PEMIKIRAN
Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar adalah cerminan masyarakat sunda,
dimana meraka memiliki keterkaitan secara fisik, psikologis, ekonomi dan dengan
lingkungan. Oleh karena itu mata pencaharian utama Masyarakat kasepuhan
adalah bertani. Baik di lahan basah seperti sawah, maupun lahan kering seperti
berkebun dan ngahuma. Konsumsi berbagai bahan pangan sebagai sumberdaya di
sekitar kasepuhan memiliki kaitan dengan skor keragaman konsumsi pangan.
Ketahanan pangan rumah tangga dapat dihitung dengan menggunakan
indikator tabel silang antara persentasi konsumsi energi dari aspek gizi, dan
proporsi pengeluaran pangan rumah tangga dalam aspek ekonomi. Selain
digunakan sebagai indikator silang, diduga konsumsi energi memiliki hubungan
dengan proporsi pengeluaran rumah tangga.
Food coping strategy biasanya dilakukan untuk mendayagunakan alat tukar
sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses pangan untuk
menjamin kelangsungan hidup seseorang dan anggota keluarganya. Derajat food

3
coping strategy akan berbeda tergantung masalah yang mereka hadapi.
Keberhasilan upaya ini bergantung pada sistem nilai yang mendukung dan
berkembang di masyarakat. Aktivitas yang dilakukan sebagai langkah food coping
strategy; Meningkatkan pendapatan, perubahan kebiasaan makan, penyegeraan
akses terhadap makanan, penyegeraan akses terhadap pembelian tunai, perubahan
distribusi dan frekuensi makan, melewati hari- hari tanpa makan, dan melakukan
langkah drastis.

Food Coping Strategy:
- Meningkatkan pendapatan
- Perubahan kebiasaan makan
- Penyegeraan akses terhadap makanan
- Penyegeraan akses terhadap pembelian
tunai
- Perubahan distribusi dan frekuensi makan
- Melewati hari- hari tanpa makan
- Langkah drastis

Usaha
pertanian

Ketahanan pangan

Pengeluaran

Konsumsi pangan

Pendapatan

Keragaman
Konsumsi pangan

METODE PENELITIAN
Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian
Studi dilakukan dengan metode penelitian survey yang bersifat deskriptif
dan eksploratif terhadap aspek sosial budaya masyarakat Kasepuhan Ciptagelar.
Penelitian dilakukan pada masyarakat yang tinggal di Kasepuhan Ciptagelar. Data
diperoleh dari database Penelitian BOPTN IPB dengan judul Aspek Sosio Budaya,
Ketahanan Pangan dan Gizi serta Coping Mechanism pada Masyarakat
Tradisional Suku Ciptagelar di Jawa barat (Khomsan, 2013) yang dilaksanakan
sejak bulan Februari- November 2013.

4
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Ukuran sampel sebesar 65 rumah tangga, diambil secara acak (random
sampling) dari keseluruhan 109 kepala keluarga di Kasepuhan Ciptagelar.
Jenis dan Cara Pengambilan Data
Data primer dikumpulkan melalui wawancara, dan pengukuran langsungm
sedangkan data sekunder dilakukan dengan pencarian data yang sudah ada. Jenis
data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan cara perolehan data
Data

Pengumpulan

Data yang dikumpulkan

Wawancara
langsung dengan
kuesioner

- Jumlah anggota keluarga
- Usia Kepala keluarga
- Mata Pencaharian Kepala
keluarga

2. Keragaman konsumsi
Pangan

Wawancara
langsung dengan
kuesioner

Recall makanan 1x 24 jam

3.Ketahanan pangan

Wawancara
langsung dengan
kuesioner

Pengeluaran rumah tangga
Recall 2x24 jam

A. Data primer
1. Karakteristik keluarga:

Pengolahan dan Analisis Data
Household Dietary Diversity Score (HDDS)
Data HDDS diperoleh dengan cara melakukan food recall 1 x 24 jam.
Kemudian data recall tersebut dikelompokkan berdasarkan 13 kelompok pangan
yang diacu dari Panduan teknis pelaksanaan Survey HDDS yang diterbitkan oleh
FAO. Kelompok pangan terdiri dari; 1) serealia, 2) akar dan umbi- umbian, 3)
sayur, 4) buah 5) daging, 6) telur, 7) ikan dan seafood, 8) biji- bijian, 9) kacang
dan polong-polongan, 10) susu dan olahannya, 11) minyak dan lemak, 12) gula
dan manisan, 13) lainnya. HDDS dihitung dengan menjumlahkan nomor dari
masing- masing kelompok pangan yang dikonsumsi rumah tangga selama 24 jam.
Sebuah kriteria inklusifnya adalah skor keragaman konsumsi pangan dihitung
tanpa adanya jumlah minimum konsumsi masing- masing kelompok pangan
(Kennedy 2007). Keragaman pangan rumah tangga dikelompokkan menjadi 3
kelompok, yaitu keragaman konsumsi pangan rendah (mengkonsumsi ≤ 3
kelompok pangan), keragaman konsumsi pangan sedang (mengkonsumsi 3-5
kelompok pangan), dan keragaman konsumsi pangan tinggi ( konsumsi pangan ≥
6 kelompok pangan) FAO (2013).

5
Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Tingkat ketahanan pangan rumah tangga diukur dengan indikator
klasifikasi silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi dari
Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwell, D. et al. (2000). Pangsa pengeluaran
pangan mengukur ketahanan pangan dari aspek ekonomi, sedangkan pemenuhan
kecukupan konsumsi pangan dalam satuan energi mengukur ketahanan pangan
dari aspek gizi (Saliem dan Ariningsih, 2008). Syarat kecukupan konsumsi energi
sesuai dengan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2012 adalah
2150 kkal/kapita/hari.
Tingkat ketahanan pangan dengan indikator tersebut ditabelkan pada Tabel
2 Berdasar Tabel 2 maka tingkat ketahanan pangan dikelompokkan menjadi 4
kelompok, yaitu tahan pangan, kurang pangan, rentan pangan dan rawan pangan.
Pangsa pengeluaran pangan merupakan rasio antara pengeluaran pangan terhadap
total pengeluaran rumah tangga.
Tabel 2 Indikator ketahanan pangan rumah tangga
Konsumsi Energi
Cukup ( > 80%)
Kurang (≤ 80%)

Pengeluaran pangan
Rendah ( ≤ 60%)
Tinggi ( > 60%)
Tahan pangan
Rentan pangan
Kurang pangan
Rawan pangan

Maxwell dan Toole 1991 dalam Yunastiti 2010

Pengolahan data pada penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif.
Pengolahan data kuantitatif statistik deskriptif diolah dengan menggunakan
Microsoft Excell 2007 dan SPSS for Windows versi 16.0. Statistik deskriptif
meliputi, rataan, simpangan baku, nilai maksimum, dan nilai minimum. Adapun
data kualitatif dianalisis secara deskriptif dengan merinci, menarasikan data dari
penelitian yang dilakukan.
Food Coping Strategy
setiap pertanyaan food coping strategy yang dilakukan oleh masing
masing rumah tangga diberikan bobot nilai:
- 4 (selalu), jika dalam setahun terakhir setiap hari melakukan tindakan
food coping strategy
- 3 (Sering), jika dalam setahun terakhir setiap minggu melakukan
tindakan food coping strategy
- 2 (kadang-kadang), jika dalam setahun terakhir setiap bulan melakukan
tindakan strategi food coping strategy
- 1 (jarang), jika dalam setahun terakhir setiap tahun melakukan tindakan
strategi food coping srategy.
- 0 (tidak pernah), jika dalam setahun terakhir tidak pernah melakukan
tindakan strategi food coping strategy 0. Data kemudian dianalisis
secara deskriptif.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar
Desa Sirna Resmi terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi,
Provinsi Jawa Barat. Secara geografis desa ini terletak antara 106° 27´ - 106° 33´
BT dan 6° 52´ - 6° 44´ LS. Batas-batas Desa Sirna Resmi antara lain sebelah
Utara berbatasan dengan Desa Sirna Galih, sebelah Selatan dan Barat berbatasan
dengan Desa Cicadas, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cihamerang.
Luas wilayah desa ini adalah 4917 ha. Sebagian besar wilayah nya yaitu 3700 ha
masuk kawasan Taman Nasional berdasarkan SK Penunjukan No. 175 tahun
2003.
Kasepuhan berasal dari kata dasar sepuh dengan awalan ka/ dan akhiran
/an. Sepuh memiliki arti tua dalam bahasa Indonesia, sehingga kata kasepuhan
memiliki makna tempat tinggal para sesepuh. Sebutan kasepuhan ini pun
menunjukkan ‘model kepemimpinan’ suatu komunitas atau masyarakat yang
berasaskan adat atau kebiasaan para orang tua (sepuh atau kolot). Sehingga
kasepuhan memiliki makna lain yaitu adat kebiasaan orang tua.
Desa Sirna Resmi dihuni oleh tiga kelompok adat yaitu Kasepuhan Cipta
Mulya, Kasepuhan Sinar Resmi, dan Kasepuhan Ciptagelar. Kasepuhan
Ciptagelar merupakan kelompok masyarakat adat yang hidup dengan berpindahpindah sesuai dengan wangsit karuhun yang diterima oleh pemimpin adat (abah).
Perpindahan ini akan terus dilakukan sampai Masyarakat Kasepuhan menemukan
lembah cawene (lembah perawan) yang dipercaya apabila lembah cawene ini
sudah ditemukan, maka masyarakat Kasepuhan akan hidup di dalam kemakmuran.
Perpindahan kasepuhan Ciptagelar diawali dari perpindahan Kampung
Gede dari Lebak Selatan ke Sukabumi Selatan, di Kampung Bojongcisono oleh Ki
Jasun. Kemudian Abah Rusdi putra Ki Jasun memindahkan kampung Gede ke
Kampung Cicemet, Sukabumi Selatan. Putra Abah Rusdi, yaitu Abah Arjo
memindahkan Kampung Gede sebanyak tiga kali, ke Kampung Waru, Cidadap,
dan Cisarua, Sukabumi Selatan. Pemerintahan Kasepuhan dilimpahkan kepada
Abah Encup Sucipta (Abah Anom) sepeninggal Abah Rusdi. Beliau pindah ke
Cipta Rasa selama 17 tahun. Tahun 1985, Kasepuhan terpecah menjadi dua, yaitu
Kasepuhan Cipta Rasa (Abah Anom), dan Kasepuhan Sinar Resmi (Abah Udjat
Sudjati). Tahun 2000 Abah Anom pindah ke Ciptagelar. Tahun 2007 Abah Anom
meninggal dan digantikan oleh putranya, Abah Ugi Sugriana Rakasiwi. Tahun
2002 Abah Udjat meninggal Dunia dan digantikan oleh Abah Asep Nugraha.
Sejak tahun 2002, kasepuhan yang ada di Desa Sirna resmi terbagi tiga, yaitu
Kasepuhan Ciptagelar (Abah Ugi Sugriana Rakasiwi), yang merupakan daerah
penelitian, Kesepuhan Sinar Resmi (Abah Asep Nugraha), dan Kasepuhan Cipta
Mulya (Abah Hendrik).
Secara administratif, Kasepuhan Ciptagelar terletak di wilayah Kampung
Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.
Kasepuhan Ciptagelar memiliki berbagai keunikan dan kearifan lokal, sehingga
menjadi aset kekayaan budaya tersendiri bagi masyarakat Jawa Barat. Lokasi
penelitian berbatasan dengan Desa Sirnagalih di sebelah utara. Hutan titipan,
Gunung Panenjoan, Gunung Pangkulahan, dan Gunung Bala di sebelah selatan.
Sebelah timur berbatasan dengan Desa Cihamerang, dan sebelah barat berbatasan

7
dengan Desa Sirnagalih. Kampung Ciptagelar dipimpin oleh seorang lurah/ kepala
desa yang disebut jaro, tapi secara adat Kasepuhan Ciptagelar dipimpin oleh
seorang sesepuh girang (kepala adat) yang disebut abah. Kasepuhan Ciptagelar
dipimpin oleh Abah Ugi Sugriana Rakasiwi yang dikenal dengan nama Abah Ugi.

Karakteristik Rumah Tangga Sampel
Besar Rumah Tangga
Besar rumah tangga ditentukan berdasarkan jumlah anggota rumah tangga.
Menurut BKKBN (1998) keluarga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤ 4
orang), keluarga sedang (5-6 orang) dan keluarga besar (≥ 7 orang).
Tabel 3 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar keluarga
Besar Keluarga
Kecil (≤ 4 orang)
Sedang (5-6 orang)
Besar (≥ 7 orang)
Jumlah
Rataan ± SD

n
57
6
2
65

%
87.7
9.2
3.1
100.0
3 ± 1.24

Berdasarkan data tabel 3, sebagian besar keluarga berada pada kelompok
keluarga kecil yang terdiri dari tiga orang yaitu sebanyak 57 rumah tangga dengan
persentasi 87.7%. Persentasi terkecil sebaran rumah tangga berdasarkan jumlah
keluarga adalah keluarga besar dengan persentasi 3%.
Usia Kepala Keluarga
Sebaran usia kepala keluarga Masyarakat Kasepuhan dikelompokkan
menjadi tiga kelompok usia yaitu dewasa awal (18-39 tahun), dewasa madya (4059 tahun) dan lanjut usia (>60 tahun).
Tabel 4 Sebaran Masyarakat Kasepuhan berdasarkan usia kepala keluarga
Kategori Usia
Dewasa awal (18-39 tahun)
Dewasa madya (40-59 tahun)
Lanjut usia (>60 tahun).
Jumlah
Rataan ± SD
Minimum- maksimum

n
26
27
12
65

%
40.0
41.5
18.5
100.0
46 ± 16.8
22-84

Berdasarkan Tabel 4, jumlah dan persentase terbesar usia kepala keluarga
Masyarakat Kasepuhan terdapat pada kategori usia dewasa madya (40-59 tahun),
akan tetapi persentasi ini tidak jauh berbeda dengan kategori usia kepala keluarga
dewasa awal (18-39 tahun). Rata- rata usia kepala keluarga adalah 46 tahun

8
dengan standar deviasi 16,8. Usia kepala keluarga termuda adalah 22 tahun,
sedangkan usia tertua kepala keluarga adalah 84 tahun.
Pekerjaan Kepala Keluarga
Mata pencaharian utama kepala keluarga Masyarakat kasepuhan adalah
bertani, baik di ladang (ngahuma) maupun di sawah. Berdasarkan data pada Tabel
5, seluruh kepala keluarga sampel merupakan petani (100%), dan 14 orang
diantaranya yaitu 22 % memiliki pekerjaan sampingan. Disamping bertani, kepala
keluarga Masyarakat Kasepuhan memiliki pekerjaan sampingan, yaitu tukang ojek,
pembuat kerajinan, fotografer dan penyiar stasiun TV lokal Ciptagelar, dan buruh
tambang emas.
Ada kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat kasepuhan bahwa siapa
yang menggarap lahan pertanian dan bermatapencaharian sebagai petani, tentu
hidupnya tidak akan kekurangan. Kegiatan pertanian yang dilakukan oleh
masyarakat adalah pertanian sawah tadah hujan, huma (ladang), dan kebun.
Pertanian di huma maupun sawah merupakan kegiatan pertanian yang
mendominasi masyarakat kasepuhan karena dari huma dan sawah ini masyarakat
menanam padi yang merupakan komoditi pertanian utama. Padi yang dihasilkan
merupakan padi lokal yang disebut pare ageung. Sistem penanaman lahan pun
memiliki aturan, yaitu lahan digunakan untuk penanaman padi sekali dalam
setahun dan diselingi dengan menanam sayuran agar unsur hara didalam tanah
tidak rusak dan kembali netral.
Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan kepala keluarga
Jenis Pekerjaan
Utama:
Bertani (termasuk buruh tani)
Jumlah
Sampingan:
Tukang ojek
Pembuat Kerajinan
Fotografer dan penyiar
Buruh tambang emas
Buruh non tani
Jumlah

n

%

65
65

100
100

4
3
4
2
1
14

6.2
4.6
6.2
3.1
1.5
21.5%

Keragaman Konsumsi Pangan
Keragaman konsumsi pangan diukur dengan cara mengelompokkan bahan
makanan menjadi 13 bahan pangan yang direkomendasikan oleh FAO. Bahan
makanan tersebut terdiri dari; serealia, akar dan umbi- umbian, sayur (yang dibagi
lagi menjadi sayur yang kaya vitamin A dan umbi, sayuran berwarna hijau tua,
sayur lainnya), buah (yang dibagi lagi menjadi buah yang kaya vitamin A, dan
buah lainnya), daging (kombinasi antara daging dan jeroan), ikan dan seafood
lainnya, leguminosa kacang- kacangan dan biji- bijian. telur, susu dan produk
olahannya, minyak dan lemak, gula dan bahan makanan yang menggunakan

9
banyak pemanis, dan bahan makanan lainnya seperti kopi, teh, bumbu, dan bahan
tambahan lainnya.
Tabel 6 Sebaran rumah tangga berdasarkan keragaman konsumsi pangan
Kategori
Rendah (≤ 3 )
Sedang (4 - 5)
Tinggi (≥ 6)
Total
Rata- Rata

n
9
26
30
65

%
13.8
40.6
46.8
100.0
5.3

Berdasarkan Tabel 6, sebaran rumah tangga di atas, dapat dilihat bahwa
sebagian besar Masyarakat Kasepuhan memiliki keragaman konsumsi pangan
sedang dan tinggi, yaitu sebesar 40.6 % dan 46.8% dengan rata- rata sebesar 5,4.
Data diambil dengan menggunakan recall makanan 1 x 24 jam, sesuai dengan
rekomendasi yang diajukan FAO (2013) mengenai beberapa kelebihan
pengambilan data keragaman konsumsi pangan dengan menggunakan recall
makanan, yaitu, membutuhkan waktu yang lebih sedikit, menggunakan recall
makanan akan mengurangi tingkat kebosanan responden dibandingkan harus
menjawab ya/tidak sesuai kuisioner FAO yang dapat mempengaruhi responden
dalam proses wawancara. Mempermudah apabila responden mengkonsumsi
makanan yang bahannya terdiri dari berbagai jenis bahan makanan.
Keragaman konsumsi pangan biasanya dijumlahkan berdasarkan
kelompok pangan yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu dan telah
digunakan sebagai indikator yang baik untuk mencerminkan kualitas konsumsi
pangan. Bagaimanapun belum ada jumlah tetap mengenai jumlah kelompok
pangan yang disarankan dalam DDS and bagaimana untuk mengenai jumlah
asupan yang sebaiknya dikonsumsi (Wirt dan Collins, 2009).
Makanan pokok yang dikonsumsi Masyarakat Kasepuhan adalah nasi,
berbeda dengan beberapa kampung adat lainnya yang mengkonsumsi beubeutian
(makanan selain beras, seperti umbi- umbian) sebagai makanan pokok, tidak
hanya beras. Anjuran untuk menanam padi di huma berawal dari perintah Dewa
Barata Guru melalui Ki Bagawan agar Prabu Siliwangi menanam berbagai jenis padipadian di seluruh kawasan kekuasaannya. Karena berkah dari Dewa Guru yang
menganjurkan penanaman padi, Kerajaan Pajajaran mencapai puncak kejayaan dan
kemakmuran bagi rakyatnya. Hal ini memperkuat keyakinan masyarakat kasepuhan
bahwa padi merupakan sumber kehidupan dan jaminan bagi ketenteraman dan
keselamatan hidup mereka (Galudra, 2003).
Kelompok pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat
berdasarkan masing- masing tingkat keragaman konsumsi pangan. Bahan pangan
yang termasuk dalam kelompok serealia yang paling banyak dikonsumsi adalah
beras. Daging yang paling sering dikonsumsi oleh rumah tangga sampel adalah
daging ayam, ikan yang paling sering dikonsumsi adalah ikan mujair dan ikan
asin. Sayur hampir selalu ada di dalam kerangka menu Masyarakat Kasepuhan,
yang paling banyak adalah daun singkong rebus dan ketimun yang dimakan
mentah. Bahan pangan yang termasuk ke dalam kategori lainnya yang paling
banyak dikonsumsi masyarakat adalah kopi. Minum kopi dan rokok dilakukan

10
setiap hari, termasuk oleh wanita karena minum kopi dan merokok sudah
dianggap sebagai kebiasaan yang turun- temurun dilakukan.
Tabel 7 Kelompok pangan berdasarkan keragaman konsumsi pangan
Kategori
Rendah (≤ 3 )
Sedang (4 - 5)
Tinggi (≥ 6)

Kelompok Pangan
Serealia, ikan dan seafood, sayuran berdaun hijau
Serealia, daging, ikan, sayuran berdaun hijau, lainnya
Serealia, daging, ikan, kacang-kacangan dan polongpolongan, buah, sayuran berdaun hijau, lainnya

Ketahanan Pangan Masyarakat Kasepuhan
Konsumsi Pangan Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar
Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,
pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan dalam bentuk
glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai
cadangan jangka panjang IOM (2002) dalam Daniels (20007).
Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat dan
protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain lemak/gajih dan
minyak, buah berlemak (alpokat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan
kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar air rendah (kacang tanah
dan kacang kedele), dan aneka pangan produk turunnanya. Pangan sumber energi
yang kaya karbohidrat antara lain beras, jagung, oat, serealia lainnya, umbiumbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan
lain lain) dan aneka produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein
antara lain daging, ikan, telur, susu dan aneka produk turunannya.
Menurut WNPG X tahun 2012, angka kecukupan energi dari konsumsi yaitu
sebesar 2150 kkal. Angka tersebut hasil perhitungan AKE setiap kelompok umur
dan jenis kelamin, serta komposisi penduduk berdasarkan sensus penduduk
Indonesia 2010. Konsumsi pangan merupakan indikator yang digunakan dalam
penentuan tingkat ketahanan pangan menurut aspek gizi, adapun indikator
konsumsi energi ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu konsumsi energi < 80%
dan >80% dari angka kecukupan energi yang dianjurkan.
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa 83.1% Masyarakat Kasepuhan
sudah mencapai 80% AKE sebesar 2150 kkal. Jumlah rumah tangga dengan
konsumsi energi < 80% sebesar 16.9% .
Tabel 8 Konsumsi energi masyarakat Kasepuhan
Konsumsi Energi
≤ 80%
> 80%
Jumlah

n
11
54
65

%
16.9
83.1
100.0

11
Protein terdiri dari asam- asam amino. Protein pun mensuplai energi dalam
keadaan terbatas dari karbohidrat dan lemak. Pangan sumber protein hewani
meliputi daging, telur, susu, ikan, seafood dan hasil olahannya. Pangan sumber
protein nabati maliputi kedele, kacang - kacangan dan hasil olahannya seperti
tempe, tahu, susu kedele. Secara umum mutu protein hewani lebih baik dibanding
protein nabati. Di Indonesia kotribusi energi dari protein hewani terhadap total
energi relatif rendah yaitu 4% (Hardinsyah 2001). Angka Kecukupan Protein
nasional sebesar 57 g/kapita/hari, dan kisaran distribusi energi zat gizi makro yang
dalam hal ini energi protein yang diharapkan sebesar 5-15% (Hardinsyah, Riyadi,
Napitupulu 2012). Berikut adalah konsumsi protein masyarakat Kasepuhan
Ciptagelar.
Tabel 9 Konsumsi protein masyarakat Kasepuhan
Konsumsi Protein
≤ AKP (57 g/kap/hr)
> AKP (57 g/kap/hr)
Jumlah
Rataan±SD

n
12
53
65

%
18.5
81.5
100.0
97.9 ± 39.8

Berdasarkan data pada Tabel 9, sebesar 81% masyarakat Kasepuhan
memiliki asupan protein lebih besar dari AKP nasional. Hal ini dapat dilihat dari
rata- rata asupan protein masyarakat Kasepuhan sebesar 97.9 gram/ kapita/ hari
atau sebesar 171.8% dari AKP nasional.
Sumber protein terbagi menjadi dua, yaitu protein hewani, termasuk
daging ayam, daging sapi, ikan beserta produk olahannya, telur, dan susu dan
protein nabati seperti kacang tanah, kacang kedelai, tahu, dan tempe.
Tabel 10 Jenis pangan sumber protein dan kontribusi terhadap energi
Jenis Pangan Sumber Protein
Ayam
Bakso
Bebek (itik)
Daging kerbau
Daging sapi
Ikan asin
Ikan segar
Telur
Kacang kedelai
Tahu
Tempe
Jumlah

Kontribusi energi (%)
6.1
0.2
0.3
0.1
1.1
2.1
3.0
1.1
0.1
0.9
1.1
16.1

Berdasarkan data pada Tabel 10, pangan sumber protein yang paling
banyak memberikan kontribusi terhadap energi adalah daging ayam yaitu sebesar
6.1%. ikan segar menyumbangkan kontribusi 3.0%, ikan asin sebesar 2.1%.
sedangkan kontribusi pangan sumber protein nabati yaitu kacang kedelai 0.1%,
tahu 0.9%, dan tempe 1.1%. Persentasi kontribusi energi protein masyarakat
Kasepuhan pun melebihi kisaran kontribusi energi protein yag diharapkan sebesar
5-15% asupan energi total, yaitu sebesar 16.1%.

12

Pengeluaran Rumah Tangga Masyarakat Kasepuhan
Dalam International Scientific Symposium on Measurement and Assessment
of Food Deprivation and Under-Nutrition , FAO-Rome tanggal 26-28 Juni 2002,
pengukuran konsumsi dengan estimasi pengeluaran rumahtangga untuk makanan
(Household Income and Expenditure Survey) merupakan salah satu metodologi
untuk pengukuran food security (FAO, 2002). Menurut Mengkuprawira (2002),
pengeluaran rumah tangga dibagi dua, pengeluaran pangan dan pengeluaran nonpangan. Secara naluriah setiap individu lebih dulu memanfaatkan pengeluaran
untuk pangan kemudian untuk non-pangan. Namun demikian perilaku ini tidak
terlepas dari faktor- faktor yang mempengaruhinya, seperti pendapatan, jumlah
anggota keluarga, pendidikan, lokasi tempat tinggal, dan usia. Berikut adalah
sebaran pengeluaran rumah tangga Masyarakat Kasepuhan berdasarkan
pengeluaran pangan dan non- pangan.
Tabel 11 Sebaran pengeluaran pangan rumah tangga masyarakat Kasepuhan
Jenis Pengeluaran
Beras
Lauk
Sayur
Buah
Mie
Minuman
Jajan
Makanan balita
Lainnya
Total

(Rp)
27 157
141 585
80 262
39 093
46 854
144 385
145 287
20 046
38 644
683 312

%
4.0
20.7
11.7
5.7
6.9
21.1
21.3
2.9
5.7
100.0

Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa pengeluaran pangan terbesar
Masyarakat Kasepuhan adalah untuk minuman dan jajan. Masing- masing sebesar
21.1%. Minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Ciptagelar
adalah kopi. Jajan yang dimaksud di dalam tabel adalah konsumsi selain poinpoin pengeluaran pangan, biasanya dilakukan oleh anak- anak, biasanya dilakukan
di warung yang memang sudah ada di Kampung Ciptagelar, warung tersebut milik
warga Kasepuhan Ciptagelar. Selain di warung yang ada, biasanya Masyarakat
Kasepuhan membeli keperluan atau jajan di daerah Pelabuhan Ratu. Persentasi
pengeluaran pangan terkecil adalah untuk makanan balita dan beras, masingmasing 2.9% dan 4.0%.
Berdasarkan data pada Tabel 12, dapat dilihat bahwa pengeluaran nonpangan terbesar masyarakat Kasepuhan Ciptagelar adalah untuk membeli rokok.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa kopi dan rokok merupakan dua hal
yang seolah telah menjadi budaya Masyarakat kasepuhan. Merokok bukan hanya
menjadi kebiasaan kaum laki- laki, tapi juga perempuan. Bedanya, rokok zaman
dahulu dibuat sendiri dari tembakau yang dicampur dengan kemenyan (dan masih
ada, tapi hanya dibuat oleh orang- orangg yang lebih tua). Warga yang lebih
muda sudah mulai beralih dengan rokok berbagai merek yang dibuat oleh pabrik.
Menurut penuturan Kang Yoyo, salah seorang warga, bahwa masyarakat memang

13
sudah sejak zaman dahulu merokok tapi berbeda rokok zaman dahulu dan
sekarang. Masyarakat juga percaya bahwa merokok bisa menyehatkan, terbukti
orang yang merokok justru jarang terkena penyakit dibandingkan dengan orang
yang tidak merokok. Keterangan tersebut dapat menggambarkan bahwa konsumsi
pangan masyarakat pun sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan budaya
masyarakat selain aspek pendapatan ekonomi.
Tabel 12 Sebaran pengeluaran non pangan masyarakat Kasepuhan
Jenis Pengeluaran
Kesehatan
Pendidikan
Sandang
Listrik
Gas
Rokok
Ongkos
Sumbangan
Kredit
Pajak
PHp
Total

(Rp)
34 764
20 177
44 988
21 708
27 215
285 479
62 488
16 815
692
1000
46 869
562 195

%
6.2
3.6
8.0
3.9
4.8
50.8
11.1
3.0
0.1
0.2
8.3
100.0

Indikator lain untuk mengetahui derajat ketahanan pangan rumah tangga
adalah dengan melihat proporsi pengeluaran pangan. Berikut data proporsi
pengeluaran pangan Masyarakat Kasepuhan.
Tabel 13 Proporsi pengeluaran pangan masyarakat Kesepuhan Ciptagelar
Proporsi Pengeluaran Pangan
≤ 60%
> 60%
Jumlah

n
43
22
65

%
66.2
33.8
100.8

Berdasarkan Tabel 13, proporsi pengeluaran pangan rumah tangga ≤ 60%
sebesar 66.2%, lebih besar daripada rumah tangga yang memiliki proporsi
pengeluaran pangan >60% yaitu 33.8%. Menurut Hukum Engel dijelaskan bahwa
pendapatan seseorang sangat menentukan ketahanan pangan. Menurut Engel,
pangsa pengeluaran rumah tangga miskin lebih besar dari rumah tangga kaya.
Pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total dapat dijadikan indikator
tidak langsung terhadap kesejahteraan. Artinya semakin menurun pangsa
pengeluaran pangan menunjukkan ketahanan pangan yang semakin meningkat.
Tingkat Ketahanan Pangan Masyarakat Kasepuhan
Berdasarkan indikator silang ketahanan pangan, sebuah rumah tangga
dikatakan tahan pangan dari segi gizi apabila konsumsi energi mencukupi >80%
AKG per unit ekuivalen dewasa 2150 kkal, sebesar 1720 kkal dan dari segi
ekonomi apabila pengeluaran untuk pangan rendah, 60% pengeluaran rumah tangga dialokasikan untuk pembelian
pangan, tapi masih dapat mengkonsumsi >80% dari 2150 kkal. Menurut Yunastiti
(2010), Kondisi ini mengindikasikan rendahnya pendapatan yang diterima oleh
kelompok rumah tangga tersebut. Namun demikian, dengan keterbatasan
pendapatan yang dimiliki, rumah tangga rentan pangan dapat mengalokasikan
pengeluaran pangannya sehingga dapat memenuhi kecukupan energi. Pada
kelompok rumah tangga ini, pendapatan merupakan faktor utama untuk mencapai
ketahanan pangan.
Berdasarkan data yang diperoleh, pendapatan Masyarakat Kasepuhan
memang relatif rendah. Kecukupan energi dapat dipenuhi dari sumber pangan
yang diperoleh dari sekitar yang sebagian besar terpenuhi dari nasi (beras).
Menurut salah seorang warga, tenaga akan diperoleh dengan makanan yang sudah
diberikan tuhan, yaitu nasi (sangu), sedangkan lauk (deungeun) hanya sebagai
pendamping saja. Jenis tanaman utama yang ditanam di ladang adalah tanaman
padi (Oryza sativa) sebagai wujud personifikasi dari Dewi Sri. Jenis padi yang
biasa ditanam adalah jenis padi lokal atau yang disebut pare ageung atau pare
renggeuy. Beberapa jenis tanaman lain yang ditanam di ladang yaitu pisang (Musa
paradisiaca), singkong (Manihot esculenta ), petai (Parkia speciosa), mentimun
(Cucumis sativus), cabe merah (Capsium annum), cabe rawit (Capsium frutunens),
buncis (Phaesolus vulgaris), kacang panjang (Vigne sinensis), kacang tanah
(Arachis hypogea), terubus (Scharum edule), kelapa (Cocos nucifera), jaat
(Psopocarpus tetragonolobus), hiris (Cajanus cajans), dan wijen.
Sebenarnya terdapat tipologi atau pandangan masyarakat sunda lama yang
tercantum dalam salah satu naskah sejarah sunda yang melekat pada Masyarakat
Kasepuhan, yaitu dahar tamba lapar, nginum tamba hanaang yang artinya makan
sekedar menghilangkan rasa lapar, dan minum sekedar menghilangkan rasa haus.
Hal ini berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh Masyarakat Sunda lama,
terutama sebelum datangnya pengaruh luar ke tanah pasundan, yaitu konsep siger
tengah. Posisi terbaik menurut mereka adalah di tengah- tengah. Hareup teuing
bisi tijongklok, tukang teuing bisi tijengkang.

15
Food Coping Strategy
Food coping strategy biasanya dilakukan untuk mendayagunakan alat tukar
sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses pangan untuk
menjamin kelangsungan hidup seseorang dan anggota keluarganya. Manifestasi
food coping strategy akan berbeda tergantung masalah yang mereka hadapi.
Tabel 15 Sebaran food coping strategy masyarakat Kasepuhan berdasarkan taraf I
Perilaku

Jawaban

Mencari pekerjaan
sampingan

Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu

Total
Membeli makanan
yang lebih murah
harganya

Total
Mengurangi jumlah
pangan yang
dikonsumsi

Total
Mengubah prioritas
pembelian pangan

Total
Mengurangi porsi
makan

Total
Menerima bantuan
pangan dari
pemerintah
(Raskin)

Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu

Total
Menerima
makanan dari
saudara

Total

Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu

Jumlah
n
22
12
12
14
5
65

%
33,8
18,5
18,5
21,5
7,7
100,0

10
13
11
16
15
65
22
18
7
15
3
65
26
13
8
13
5
65
53
8
4
0
0
65
54
7
4
0
0
65

15,4
20,0
16,9
24,6
23,1
100,0
33,8
27,7
10,8
23,5
4,6
100,0
40,0
20,0
12,3
20,0
7,7
100,0
81,5
12,3
6,2
0,0
0,0
100,0
81,5
12,3
6,2
0,0
0,0
100,0

13
20
6
20
6
65

20,0
30,8
9,2
30,8
9,2
100

Coping strategy merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk
mengatasi keadaan yang tidak menguntungkan menurut kemampuan fisik,

16
kemampuan biologi, maupun kemampuan material (Sen 2003, Anonymous 2004,
Davis 1993 dalam Usfar 2002). Food Coping strategy terdiri dari tiga taraf yaitu
taraf I (meningkatkan pendapatan, perubahan kebiasaan makan, dan penyegeraan
akses terhadap pangan), taraf II ( penyegeraan akses terhadap pembelian tunai,
perubahan distribusi dan frekuensi makan, melewati hari- hari tanpa makan), dan
taraf III (melakukan langkah drastis). Berikut adalah tabel sebaran food coping
strategy Masyarakat Kasepuhan berdasarkan taraf I.
Berdasarkan data pada Tabel 15, Sebagian besar responden menyatakan
tidak pernah mencari pekerjaan sampingan (33.8%), mengurangi jumlah pangan
yang dikonsumsi (33.8%), mengurangi prioritas pembelian pangan (40.0%),
mengurangi porsi makan (82%) dan menerima bantuan dari pemerintah berupa
raskin (83.1%). Keadaan ini kurang sejalan dengan pernyataan Maxwell (1999)
dalam Mutiara (2008) yang menyatakan bahwa merubah konsumsi pangan
merupakan hal yang lazim dilakukan ketika keluarga mengalami kekurangan
pangan. Adapun 47.7% responden menyatakan sering dan selalu melakukan
pembelian makanan yang lebih murah harganya. Hal ini sesuai dengan penelitan
Mardiharini (2002) yang menyatakan bahwa strategi penghematan merupakan
usaha untuk merubah pola pengeluaran dengan mengurangi pengeluaran pada saat
masa- masa sulit, yaitu dengan mengurangi pengeluaran untuk pembelian pangan.
Terdapat persentase yang sama antara responden yang menyatakan jarang
menerima makanan dari saudara, dan yang menyatakan sering menerima makanan
dari saudara.
Berdasarkan data pada Tabel 16, sebagian besar responden menyatakan
tidak pernah menggadaikan aset untuk membeli kebutuhan pangan (92.3%),
menjual aset yang tidak produktif seperti piring, gelas, dan lemari (95.4%),
menjual aset produktif seperti hewan peliharaan, sepeda, tanah (76.9%),
perubahan distribusi makan, maksudnya prioritas ibu untuk anak- anak (67.7%),
mengurangi frekuensi makan per hari (89.2%), dan melewati hari- hari tanpa
makan atau puasa (98.5%). Perilaku meminjam uang sebanyak 31% responden
menyatakan tidak pernah, sisanya menyatakan jarang dan kadang- kadang dengan
persentase yang hampir sama. 30.8% responden menyatakan kadang- kadang
membeli pangan dengan berhutang di warung. Hal ini sesuai dengan penelitian
Marihardini (2002) dan Usfar (2002) yang menyatakan bahwa berhutang di
warung merupakan cara cepat dan praktis dalam mengatasi kesulitan pangan
untuk sementara waktu. Dapat dilihat pula persentase responden yang menjawab
tidak pernah menjadi lebih besar dibandingkan dengan taraf I.
Kasepuhan Ciptagelar sebenarnya mengenal kebiasaan menggadaikan
sawah, biasanya dilakukan apabila warga membutuhkan uang untuk keperluan
mendesak. Waktu minimal penggadaian adalah minimal satu musim. Ketika
uangnya belum akan dibayarkan, maka hasil sawah yang digadaikan itu menjadi
milik warga yang memberikan pinjaman.
Tolong- menolong amat dianjurkan di kalangan masyarakat Ciptagelar,
terutama terhadap yang membutuhkan. Hal ini tampak dari kata- kata yang
mereka ucapkan, “kudu nulung ka nu butuh, nalang ka nu susah, mere ka nu daek,
nganteur ka nu sieun, sing mere maweh ka saderek”, artinya membantu dan
menolong kepada orang yang susah, memberi kepada yang membutuhkan,
mengantar kepada yang takut, memberikan kelebihan yang dimiliki kepada
sesama.

17
Tabel 16 Sebaran food coping strategy masyarakat Kasepuhan berdasarkan taraf II
Perilaku
Menggadaikan aset
untuk membeli
kebutuhan pangan

Jawaban
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu

Total
Menjual aset yang
tidak produktif (piring,
gelas, lemari, dll)

Total
Menjual aset yang
produktif (hewan
peliharaan, sepeda,
tanah)
Total
Meminjam uang

Total
Membeli pangan
dengan hutang di
warung

Tabel 16 (lanjutan)
Total
Perubahan distribusi
makan (prioritas ibu
untuk anak-anak)

Total
Mengurangi frekuensi
makan per hari

Melewati hari- hari
tanpa makan (puasa

Total

Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu

Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu

Jumlah
n
60
2
2
1
0

%
92.3
3.1
3.1
1.5
0.0

65

100.0

62
2
0
1
0
65
50
9
4
2
0

95.4
3.1
0
1.5
0
100
76.9
13.8
6.2
3.1
0

65
20
14
16
5
0
65
18
15
20
12
0

100
30.8
21.5
24.6
7.7
0.0
100.0
27.7
23.1
30.8
18.5
0.0

65
44
12
4
2
3
65
58
5
2
0
0
64
1
0
0
0
65

100.0
67.7
18.5
6.2
3.1
4.6
100
89.2
7.2
3.1
0.0
0.0
98.5
1.5
0.0
0.0
0.0
100.0

18
Berdasarkan data pada Tabel 17, 100.0% responden menyatakan tidak
pernah melakukan perilaku yang terdapat pada taraf III, maka dapat dilihat bahwa
food coping strategy Masyarakat Kasepuhan hanya berkisar pada taraf I dan taraf
II.
Ketika warga mengalami kesulitan pangan terutama beras, warga
diperbolehkan untuk meminjam beras yang berada di leuit komunal yang terletak
di samping Imah Gede Kasepuhan Ciptagelar. Leuit ini bukan hanya berisi padipadi yang dikembalikan setelah meminjam, akan tetapi Masyarakat kasepuhan
ketika panen menyisihkan padi mereka sebanyak dua pocong untuk disimpan di
leuit yang dijuluki leuit si Jimat. Padi yang mereka sisihkan disebut dengan tukuh
tumbal. Padi-padi yang ada di leuit ini menjadi cadangan untuk seluruh
Masyarakat Kasepuhan.
Tabel 17 Sebaran food coping strategy masyarakat Kasepuhan berdasarkan taraf III

Perilaku

Jawaban

Migrasi ke kota

Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu

Total
Memberikan
anak pada
saudara

Total
Keluarga
berpisah/bercerai

Jumlah

Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu
Tidak pernah
Jarang
Kadang- kadang
Sering
Selalu

Total

n

%

65

100.0

65
65

100.0
100.0

65
65
0
0
0
0
65

100
100.0

100.0

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kasepuhan Ciptagelar terletak di Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok
Kabupeten Sukabumi. Kasepuhan ciptagelar memiliki tradisi warisan leluhur
dalam setiap aspek kehidupan yang masih dipegang teguh sampai saat ini,
termasuk dalam aspek pangan. Keragaman konsumsi pangan rumah tangga diukur
dengan menggunakan Household Dietary Diversity Survey (HDDS) dengan hasil
46% responden berada pada tingkat keragaman konsumsi pangan rumah tangga
tinggi, 40% tingkat keragaman konsumsi pangan sedang, dan 14% rendah.

19
Tingkat ketahanan pangan dapat diperoleh berdasarkan indikator dari aspek
gizi dan aspek ekonomi. Berdasarkan indikator tersebut 57% rumah tangga
mayarakat kasepuhan tahan pangan, 9% masyarakat kasepuhan kurang pangan,
26% rentan pangan, dan 8% masyarakat rawan pangan. Food Coping strategy
adalah upaya yang dilakukan apabila dalam keadaan kekurangan pangan, terbagi
menjadi 3 taraf berdasarkan tingkat kedalamannya. Foo