. Keragaman Aktinomiset Culturable Dan Unculturable Yang Berasosiasi Dengan Spons Neofibularia Sp. Asal Pulau Bira, Indonesia.

KERAGAMAN AKTINOMISET CULTURABLE DAN
UNCULTURABLE YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS
Neofibularia sp. ASAL PULAU BIRA, INDONESIA

CICO JHON KARUNIA SIMAMORA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Aktinomiset
Culturable dan Unculturable yang Berasosiasi dengan Spons Neofibularia sp.
Asal Pulau Bira Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Cico Jhon Karunia Simamora
NIM G351130261

RINGKASAN
CICO JHON KARUNIA SIMAMORA. Keragaman Aktinomiset Culturable dan
Unculturable yang Berasosiasi dengan Spons Neofibularia sp. Asal Pulau Bira,
Indonesia. Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan DEDY DURYADI SOLIHIN.
Neofibularia sp. merupakan salah satu spons laut yang berpotensi
menghasilkan senyawa toksik yang tinggi. Senyawa toksik spons laut diproduksi
oleh komunitas mikrob yang berasosiasi, diantaranya aktinomiset. Aktinomiset
yang berasosiasi dengan Neofibularia sp. memiliki keragaman yang tinggi,
sehingga berpotensi mendapatkan spesies indigenous novel. Aktinomiset laut
diketahui merupakan penghasil senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai
antibakteri, antifungi, antitumor, antikanker, inhibitor enzim dan beragam manfaat
lain. Selama ini komunitas aktinomiset yang dikaji terbatas pada aktinomiset yang
dapat dikulturkan (culturable), sedangkan aktinomiset unculturable yang

berasosiasi dengan spons laut belum diketahui. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman aktinomiset culturable dan
unculturable yang berasosiasi dengan spons Neofibularia sp. asal Pulau Bira,
Indonesia.
Aktinomiset culturable diisolasi menggunakan media Humic Acid Vitamin
Agar (HVA) dan dipurifikasi menggunakan media Yeast Starch Agar (YSA).
Isolat yang diperoleh diidentifikasi secara morfologi berdasarkan warna hifa
aerial, bentuk koloni, tipe spora, dan pigmentasi pada media padat. Identifikasi
molekuler dilakukan dengan mengekstrak DNA genom 5 isolat terpilih
menggunakan Geneaid Genomic DNA Mini Kit, dan diamplifikasi gen 16S rRNA.
Aktinomiset unculturable dianalisis dengan mengekstrak total DNA genom spons
menggunakan MoBio Power Soil DNA Isolation Kit. Gen 16S rRNA diamplifikasi
dengan nested PCR menggunakan primer spesifik aktinomiset dan menghasilkan
produk berukuran 1087 pb dan 180 pb. Analisis komunitas aktinomiset
unculturable dilakukan menggunakan denaturing gradient gel electrophoresis
(DGGE). Gen 16S rRNA aktinomiset culturable dan unculturable yang diperoleh,
diurutkan basa nukleotidanya dan dianalisis kekerabatannya menggunakan
software bioinformatika MEGA 6.
Analisis sekuen gen 16S rRNA menunjukkan bahwa lima isolat terpilih
(NOAq 1.1, NRSw 4.1, NOAq 1.3, NOAq 2.1, dan NOAq 1.4) berkerabat dekat

dengan Streptomyces
sampsonii, Streptomyces
albus, Streptomyces
resistomicificus, Streptomyces erringtonii, dan Streptomyces gougeroti dengan
identitas maksimum 97-99%. Kelima isolat memiliki kemiripan sekuen gen 16S
rRNA yang tinggi dengan galur pembandingnya, akan tetapi secara morfologi
memiliki perbedaan. Koloni Streptomyces sampsonii berwarna putih tipis
kekuningan dengan permukaan koloni yang halus dan tipe spora rectiflexibiles,
sedangkan tiga dari lima isolat aktinomiset yang diperoleh memiliki warna koloni
yang berbeda yaitu putih kemerahan, coklat keabuan, dan krem, dengan
permukaan koloni yang tidak halus. Hal ini mengindikasikan bahwa isolat
aktinomiset culturable yang diperoleh merupakan isolat yang berpotensi sebagai
spesies novel.

Profil DGGE gen 16S rRNA menunjukkan keragaman komunitas
aktinomiset unculturable yang diwakili oleh 13 pita DGGE. Hasil separasi pita
gen 16S rRNA dipotong dan di re-PCR menggunakan primer non GC clamps
untuk sequencing. Hasil pensejajaran basa nukleotida pita DGGE terhadap galur
pembanding dari database GenBank menunjukkan hubungan kekerabatan 13 pita
dengan identitas maksimum berkisar 87-100% terhadap 5 genus rare-aktinomiset

yaitu Ferrithrix, Thermobispora, Aciditerrimonas, Lamia, Propionibacterium, dan
unculture bacterium clone. Delapan pita DGGE memiliki kekerabatan tertinggi
sebesar 94% dengan Ferrithrix thermotolerans. Nilai identitas maksimum 55%) di
dalam keseluruhan genomnya (Miyadoh 1977).
Menurut Stackebrandt et al. (1997) secara taksonomi aktinomiset dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Domain
Filum
Kelas
Subkelas
Ordo

: Bakteri
: Actinobacteria
: Actinobacteria
: Actinobacteridae
: Actinomycetales

Komunitas aktinomiset tidak hanya terdapat di lingkungan tanah akan
tetapi juga di lingkungan sedimen (Moran et al. 1995). Maldonado et al. (2005)

menemukan genus aktinomiset pertama yang terdapat di lingkungan sedimen
yaitu Salinispora. Keragaman aktinomiset di lingkungan laut tidak terlalu tinggi,
akan tetapi memiliki potensi yang besar sebagai sumber senyawa bioaktif baru
(Peraud 2006).
Aktinomiset mempunyai peranan penting sebagai penghasil antibiotik,
berbagai enzim seperti selulase, kitinase, amilase, serta berperan sebagai agen
pengendalian hayati patogen tanaman dan pupuk hayati (Hasegawa et al. 2006).

6

Streptomyces sp. galur KM86-9B berhasil diisolasi dari spons Korea yang
berpotensi menghasilkan senyawa inhibitor topoisomerase I, yang berperan
menghambat supercoiling DNA menjadi utas tunggal DNA (Lee et al. 1998).
Streptomyces sp. galur NI80 berhasil diisolasi dari spons Jepang yang belum
teridentifikasi dan berpotensi menghasilkan urausimisin A yang memiliki
setengah rantai cabang antimisin dan uraumisin B untuk menghambat Candida
albicans (Imamura et al. 1993).
Saccharopolyspora spp. merupakan genus aktinomiset baru yang berhasil
diisolasi dari spons Mycale plumose dari pantai Qingdao China (Liu et al. 2005).
Aktinomiset ini menghasilkan senyawa bioaktif metasikloprodigiosin dan

undesiprodigiosin yang mempunyai aktivitas antikanker terhadap 5 jenis sel
kanker. Prodigiosin sebelumnya telah ditemukan, akan tetapi berasal dari sumber
yang berbeda dari Saccharopolyspora spp. dimana senyawa ini merupakan
kelompok pigmen polypyrrole yang memiliki aktivitas spektrum luas sebagai
immunosuppresive, inhibitor proton, dan antikanker (Matsuya et al. 2000;
Montaner et al. 2000; Furstner et al. 2001). Micromonospora sp. galur L31CLCO-002 berhasil diisolasi dari homogenat spons Clathrina coriacea asal laut
Pulau Fuerteventure, yang berpotensi menghasilkan senyawa indolokarbazol
alkaloids, 4‟-N-methil-5‟-hidroksistaurosporin dan 5‟hidroksistaurosporin yang
mirip dengan senyawa staurosporin Hernandez et al. (2000).
Metagenom
Metagenom merupakan analisis komunitas organisme culture-independent
untuk mengetahui keseluruhan genom dari suatu sampel (Cardoso dan Coutinho
2012). Metagenom mencakup berbagai teknik yang terdiri atas total DNA hasil
ekstraksi dari sampel yang diamplifikasi gen spesifik, konstruksi pustaka gen dan
sekuensing dari keseluruhan material genetik. Pendekatan metagenomik
digunakan untuk mempelajari komposisi, dinamika, dan fungsi dari suatu
komunitas mikrob pada lingkungan yang berbeda (Gilbert dan Dupont 2011).
Konstruksi pustaka metagenom didasarkan pada hasil isolasi genom dengan
kualitas DNA yang baik sehingga layak untuk dikloning dan mencakup seluruh
keragaman mikrob dari sampel asli (Simon dan Daniel 2011).

DNA genom yang dianalisis dengan pendekatan metagenom, akan
dilanjutkan dengan proses shotgun sekuensing, yaitu sekuensing fragmen DNA
dari keseluruhan populasi mikrob (Droge dan Hardy 2012). Hasil analisis yang
diperoleh dari pendekatan metagenom dapat memberikan informasi akurat tentang
kesimpulan filogenetik, yang menunjukkan hubungan kemiripan suatu mikrob
berdasarkan homologinya (Gonzales dan Knight 2012).
Secara prinsip, teknik untuk menemukan biomolekul novel dari sampel
lingkungan dapat dibedakan melalui dua pendekatan yaitu berdasarkan fungsi dan
skrining sekuens basa dari pustaka metagenomik (Daniel 2005). Kedua teknik
skrining tersebut terdiri dari kloning DNA lingkungan dan konstruksi pustaka
small-insert atau large-insert.

7

Gambar 1 Analisis metagenomik komunitas mikrob di lingkungan berdasarkan
DNA genom (Simon dan Daniel 2011).
Pendekatan metagenom dengan teknik PCR dapat mendeskripsikan
keragaman taksonomi mikrob: (a) metode finger-printing, yang dapat
memisahkan fragmen rDNA berdasarkan panjang atau komposisi nukleotida yaitu
denaturing/temperature gradient gel electrophoresis (DGEE/TGGE) (Muyzer

1999), restriction fragment length polymorphisms (RFLP) (Laguerre et al. 1994),
terminal restriction fragment length polymorphism (T-RFLP) (Dunbar et al.
2000), single-strand conformation polymorphisms (SSCP) (Lee et al. 1996), dan
automated rRNA intergenic spacer analysis (ARISA); (b) dengan menggunakan
mikroskop FISH (fluorescence in situ hybridization) dan metode turunannya
(CARD-FISH, MAR-FISH); dan (c) melalui kloning fragmen gen 16S rRNA
yang disekuensing dengan metode sekuensing Sanger.
Salah satu pendekatan metagenomik yang efisien digunakan untuk analisis
komunitas mikrob dari DNA genom lingkungan adalah denaturing gradien gel
electrophoresis (DGGE) (Muyzer 1999). PCR-DGGE merupakan metode dengan
target gen 16S rRNA (16S rDNA) yang telah digunakan secara luas untuk
mempelajari struktur komunitas mikrob di lingkungan (Muyzer 1993). Selain itu
PCR-DGGE juga digunakan untuk mengetahui struktur komunitas cendawan dan
nematoda (Hoshino dan Matsumoto 2004; Okada dan Oba 2008). Pendekatan
metagenomik dengan PCR-DGGE mempunyai kelebihan antara lain biaya murah,
proses cepat, dan hasil yang baik untuk membandingkan struktur keragaman total
komunitas mikrob pada sampel tanah yang berbeda tekstur (Fuji et al. 2006).
PCR-DGGE dapat memisahkan fragmen DNA yang ukurannya sama
tetapi memiliki urutan nukleotida yang berbeda, pemisahan basanya akan
mengalami penurunan mobilitas elektroforetik dengan peleburan parsial untai

molekul DNA pada gel poliakrilamida yang mengandung gradien linear denaturan
DNA (campuran urea dan formamid) (Fischer et al. 1983; Myers et al. 1987).
Proses pemutusan fragmen DNA secara bertahap dikenal dengan istilah melting
domain yaitu jarak pasangan basa yang telah diketahui titik leburnya. Variasi

8

sekuens dengan domain yang sama mempunyai titik lebur yang berbeda, sehingga
molekul dengan sekuens yang berbeda akan berhenti pada posisi yang berbeda
pula di gel poliakrilamid (Muyzer 1997).
Analisis komunitas dengan PCR-DGGE dapat mendeteksi 50% dari
sekuens yang berbeda, persentase tersebut dapat ditingkatkan hingga 100%
dengan penempelan basa G+C, yang dikenal dengan GC-clamp pada salah satu
bagian fragmen DNA (Myers 1985). Penelitian sebelumnya menggunakan PCRDGGE dari 2 jenis spons Hyrtios erectus dan Amphimedon asal laut merah,
berhasil mendapatkan 6 genus aktinomiset yaitu Nocardiopsis, Kocuria,
Curtobacterium, Micrococus, Salinispora dan Brevibacterium (Radwan et al.
2009). PCR-DGGE juga berhasil mengidentifikasi keragaman aktinomiset endofit
pada tanah dan 4 akar varietas padi di Indonesia, dan mendapatkan 5 genus
aktinomiset diantara lain Geodermatophillus, Actinoplanes, Actinokineospora,
Streptomyces, dan Kocuria (Mahyarudin 2015).


9

METODE

Kerangka Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan kerja yang tergambar pada
diagam alir di bawah ini (Gambar 2).

Gambar 2 Diagam alir tahapan penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2014 sampai Mei 2015.
Sampel spons asal Pulau Bira, Kepulauan Seribu, Jakarta. Isolasi aktinomiset
culturable dilanjutkan dengan isolasi genom aktinomiset culturable dan total
genom spons laut serta amplifikasi gen 16S rRNA di Laboratorium Mikrobiologi,
yang dilanjutkan ketahapan DGGE di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian
Bogor (IPB). Sekuensing gen 16S rRNA menggunakan jasa sekuensing dari First
Base Company, Malaysia.

10


Pengambilan Sampel dan Identifikasi Spons Laut
Spons laut dikumpulkan oleh SCUBA diving dari dasar laut dangkal asal
perairan Pulau Bira Taman Nasional Kepulauan Seribu dan diidentifikasi genus
sponsnya. Spons laut yang diperoleh dimasukkan dalam plastik polietilen steril
dan disimpan di freezer dengan suhu penyimpanan 4 ºC hingga siap digunakan.
Isolasi dan Karakterisasi Aktinomiset Culturable dari Spons Laut
Media isolasi aktinomiset yang digunakan adalah Humic Acid Vitamin
Agar (HV Agar) (Hayakawa dan Nonomura 1987). Media HV Agar terdiri atas
asam humat 1 g, CaCO3 0.02 g, FeSO4.7 H2O 0.01 g, KCl 1.71 g, MgSO4.7H2O 0.5
g, Na2HPO4 0.5 g, vitamin B 5 mL, sikloheksamida 0.05 g, agar-agar 18 g, asam
nalidiksat 20 mg, akuades 1 L yang disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu
121°C dan tekanan 15 lbi selama 15 menit. Media dituang dengan volume 10 mL
per cawan Petri. Sampel spons yang diperoleh selanjutnya ditimbang sebanyak 1 g
dan dilakukan penggerusan dengan mortar steril.
Hasil gerusan spons dilakukan pengenceran bertingkat (serial dilution)
hingga pengenceran 10-2. Hasil pengenceran 10-1 dan 10-2 diambil masing-masing
1 mL suspensi kemudian dimasukkan ke dalam media agar-agar HV. Hasil isolasi
kemudian diinkubasi pada suhu 28 ºC selama 4 sampai 8 minggu. Koloni
aktinomiset yang tumbuh dipurifikasi pada media Yeast Starch Agar modifikasi
yang terdiri atas agar-agar 15 g, pati larut air 15 g, Ekstrak Khamir 4 g, K2HPO4
0.5 g, MgSO4.7H2O 0.5 g, asam nalidiksat 100 mg, sikloheksamida 0.05 g, dan air
laut 1000 mL. Koloni aktinomiset murni dikarakterisasi morfologi dengan
identifikasi koloni meliputi pengamatan makroskopis dan mikroskopis. Secara
makroskopis isolat yang diperoleh diamati bentuk koloni tunggal, bentuk
permukaan koloni, warna permukaan koloni, warna hifa aerial, warna dasar
koloni, dan terbentuknya pigmentasi pada media pertumbuhan. Pengamatan
mikroskopis meliputi bentuk sel tunggal, pewarnaan gram, dan tipe hifa aerial.
Isolasi Genom Aktinomiset Culturable Spons Laut
Isolasi genom aktinomiset dilakukan dengan menggunakan kit ekstraksi
Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured Cell) dari Geneaid yang telah
dimodifikasi (Lertcanawanichakul 2015). Tahapan isolasi DNA diawali dari
prelisis dinding sel aktinomiset berumur 7 hari yang dipanen sporanya, dan
dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang berisi 6-7 butir glass beads dan
campuran 200 L buffer TE (20 mM Tris-HCl, 2 mM EDTA, 1% Triton X-100,
pH 8.0) dan dilakukan sentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10 000 rpm
sehingga akan terpisah menjadi supernatan dan endapan berupa pelet. Supernatan
dibuang dan ditambahkan 200 L buffer TE kemudian divorteks selama 10 menit
hingga sel menjadi lisis. Tahapan dilanjutkan dengan penambahan 200 L buffer
lisozim segar (20 mg/mL lisozim, 20 mM Tris-HCl, 2 mM EDTA, 1% Triton X100 pH 8.0) ke dalam tabung Eppendorf dan diresuspensi hingga homogen, lalu
diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit sambil dibolak balik setiap 2-3
menit.

11

Tahapan lisis dilakukan dengan menambahkan 200 L buffer GB
kemudian dikocok selama 5 detik, dan diinkubasi pada suhu 60 oC selama 10
menit sambil dibolak-balik setiap 3 menit. Selanjutnya isolasi DNA masuk
tahapan pengikatan DNA yaitu 200 L etanol absolut dimasukkan pada tabung
Eppendorf kemudian diresuspensi hingga homogen. Campuran tersebut
dipindahkan ke dalam kolom GD yang telah dipasangkan pada tabung mikro,
kemudian disentrifugasi 2 menit dengan kecepatan 10 000 rpm. Hasil sentrifugasi
dibuang supernatannya dan masuk tahapan pencucian yaitu sebanyak 400 L
larutan W1 ditambahkan ke dalam kolom GD dan disentrifugasi selama 30 detik
dengan kecepatan 10 000 rpm. Supernatan dibuang dari tabung koleksi dan
dilakukan penambahan 600 L buffer pencuci (telah ditambahkan etanol absolut)
pada kolom GD. Tabung Eppendorf kemudian disentrifugasi selama 30 detik pada
kecepatan 10 000 rpm dan dibuang supernatannya. Tabung Eppendorf kembali
disentrifugasi selama 3 menit pada kecepatan 10 000 rpm hingga sampel DNA
benar-benar kering.
Tahapan akhir dari isolasi DNA adalah kolom GD dipindahkan ke tabung
Eppendorf baru dengan menambahkan 50 L buffer elusi ke bagian tengah dari
matriks kolom GD dan diinkubasi selama 15 menit sampai buffer elusi menyerap
ke dalam DNA. Tabung Eppendorf kembali disentrifugasi selama 1 menit pada
kecepatan 10 000 rpm. Hasil isolasi DNA diukur kemurnian dan konsentrasinya
dengan menggunakan jasa Nanodrop 2000 (Thermo Scientific, Wilmington, DE,
USA) di Laboratorium Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC).
Sampel DNA yang baik untuk digunakan dalam tahapan PCR apabila kemurnian
DNA berkisar antara 1.8-2.
Isolasi Genom Total Aktinomiset Unculturable
Isolasi genom dari spons dilakukan dengan menimbang sebanyak 0.5 g
sampel spons segar yang digerus dengan menggunakan nitrogen cair hingga halus
membentuk serbuk putih. Proses ini dilakukan sesuai dengan protokol kit
ekstraksi genom Power Soil DNA Isolation Kit (Mobio Laboratories, Carlsbad,
CA, USA) (Hardoim et al. 2009). Sampel spons yang telah halus dimasukkan ke
dalam tabung dengan larutan bead 2 mL kemudian divorteks selama 15 menit.
Sampel ditambahkan dengan 60 L larutan C1 dan divorteks selama 10 menit.
Tabung sampel divorteks dengan posisi horizontal selama 20 menit kemudian
disentrifugasi selama 45 detik dengan kecepatan 10 000 rpm (Sentrifuge
Eppendorf Mini Spin dengan rotor F-45-12-11). Supernatan sebanyak 400-500 L
yang terdapat pada dasar tabung dipindahkan ke dalam tabung koleksi 2 mL.
Campuran ini kemudian ditambahkan dengan 250 L larutan C2 lalu
divorteks selama 5 detik dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 4 ºC. Sampel
disentrifugasi pada temperatur suhu ruang dengan kecepatan 10 000 rpm selama 1
menit. Sebanyak 600 L supernatan dipindahkan dalam tabung Eppendorf baru
dan ditambahkan larutan C3 sebanyak 200 L kemudian divorteks selama 20
detik dan diinkubasi selama 7 menit pada suhu 4 °C. Tabung Eppendorf kembali
disentrifugasi pada kecepatan 10 000 rpm dalam temperatur ruang. Supernatan
sebanyak 750 L dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf baru.
Larutan C4 sebanyak 1 200 L ditambahkan pada tabung Eppendorf dan
divorteks selama 5 detik. Selanjutnya dimasukkan sebanyak 675 L campuran ke

12

dalam spin filter dan disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 10 000 rpm
dalam temperatur ruang. Langkah ini dilakukan berulang hingga keseluruhan
sampel habis. Supernatan di dasar tabung dibuang dan ditambahkan dengan 500
L larutan C5, kemudian disentrifugasi kembali pada suhu ruang selama 30 detik.
Supernatan dibuang dan disentrifugasi ulang pada kecepatan 10 000 rpm selama 1
menit pada suhu ruang hingga spin filter benar-benar kering. Spin filter
dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf baru dan ditambahkan 100 L larutan C6
ke bagian tengah dari matriks membran filter dan disentrifugasi selama 1 menit
pada kecepatan 10 000 rpm. Sampel yang tertinggal di dasar tabung disimpan
pada suhu 4 °C hingga siap digunakan sebagai cetakan DNA dalam proses PCR.
Hasil DNA yang telah diperoleh selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa 1%
untuk kemudian divisualisasi (Rondon et al. 2000).
Amplifikasi Gen 16S rRNA Aktinomiset Culturable dan Unculturable Asal
Neofibularia sp.
Amplifikasi DNA aktinomiset dilakukan dengan menggunakan metode
polymerase chain reaction (PCR) dengan T1-thermocycler (Biometra, Goettingen,
Germany). Amplifikasi dilakukan pada total genom aktinomiset hasil ekstraksi
genom spons dan DNA aktinomiset culturable hasil isolasi genom aktinomiset
yang berhasil dikultivasi. Genom unculturable dan culturable diamplifikasi
dengan menggunakan primer gen 16S rRNA yang sama, yaitu primer spesifik
aktinomiset 27F (5‟-AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3‟) dan 16Sact1114R (5‟GAGTTGACCCCGGCRGT-3‟) (Martina et al. 2008).
Proses PCR berlangsung dengan volume 25 µL yang mengandung 12.5
µL GoTaq Geen Master Mix 2X, 0.25 µL masing-masing primer (10 pmol), 5 µL
cetakan DNA (~100 ng µL-1) dan 7 µL air bebas nuklease. Gradien suhu yang
digunakan selama PCR antara lain tahapan pra-denaturasi selama 5 menit pada
suhu 94 °C, denaturasi selama 1 menit pada suhu 94 °C, penempelan primer
selama 45 detik pada suhu 65 °C (menurun 0.5 oC setiap siklus hingga siklus ke
20, 55 oC untuk 10 siklus berikutnya) ekstensi selama 2 menit pada suhu 72 °C,
pasca ekstensi selama 7 menit pada suhu 72 °C dan pendinginan 4 °C selama 15
menit (touch down amplification).
Proses PCR berlangsung sebanyak 30 siklus (Zhang et al. 2013). Produk
PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1% dan diamati pita tunggal DNA pada gel
untuk dokumentasi di dalam G:BOX (Syngene, Frederick, MD, USA) untuk
melihat pita DNA yang dihasilkan sesuai dengan target gen sebesar ~1087 pasang
basa. Gen 16S rRNA aktinomiset dari total genom asal spons yang berhasil
diamplifikasi akan dilanjutkan dengan PCR tahap kedua dengan menggunakan
hasil sampel PCR tahap 1 sebagai cetakan DNA.
PCR tahap kedua menggunakan primer bakteri umum yaitu P338F-GC
(5‟-CGCCCGCCGCGCGCGGCGGGCGGGGCGGGGGCACGGGGGGACTCC
TACGGGAGGCAGCAG-3‟) dan P518R (5‟-ATTACCGCGGCTGCTGG-3‟)
(Overeas et al. 1997). Proses PCR berlangsung dengan menggunakan total
volume 100 µL yang mengandung 62.5 µL GoTaq Green Master Mix 2X
(Promega, Madison, WI, USA), 0.5 µL masing-masing primer (60 pmol), 0.2 µL
produk PCR tahap pertama, dan 36.3 µL air bebas nuklease. Proses PCR gen 16S
rRNA terdiri dari pra-denaturasi (suhu 94 oC, 5 menit), denaturasi (suhu 94 oC, 1

13

menit), penempelan primer (suhu 55 oC, 45 detik), ekstensi (suhu 72 oC, 1 menit),
dan pasca ekstensi (suhu 72 oC, 5 menit). Proses PCR dilakukan hingga 30 siklus.
Produk PCR dielektrophoresis pada gel agarose 1 % dengan volume 5 µL per
sumurnya selama 45 menit dengan daya 80 V. Hasil elektroforesis divisualisasi
dengan cara direndam Ethidium Bromida (EtBr) (Sigma, USA), kemudian diamati
pita tunggal yang berukuran 180 pb pada gel untuk dokumentasi di dalam G:BOX
(Syngene, Frederick, MD, USA).
Analisis DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis) Aktinomiset
Unculturable
Hasil PCR gen 16S rRNA dimasukkan ke dalam gel vertikal 0.75 mm
yang mengandung 8% (w/v) gel poliakrilamida (akrilamida-bisakrilamida
(37.5:1)) dalam 1x Tris-asetat-EDTA (TAE). Gradien linier antara 30-70%
denaturan (100% denaturan sesuai dengan 7M urea dan 40% formamida
deionisasi). Elektroforesis dilakukan selama 7 jam pada suhu 60 0C dengan daya
150 V dengan menggunakan D Code Universal Mutation Detection System (BioRad, Hercules, CA, USA). Gel yang telah dielektroforesis direndam selama 30
menit dengan EtBr pada kondisi gelap selama 30 menit. Pembilasan dilakukan
dengan menggunakan 500 mL larutan TAE kemudian pita diamati dan
didokumentasi di bawah sinar UV pada G:BOX (Syngene, Frederick, MD, USA).
Hasil visualisasi berupa separasi pita dipotong dengan menggunakan pisau
scalpel steril dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang berisi 100 µL
ddH2O. Produk DGGE diinkubasi pada suhu 4 oC selama satu malam dan
diinkubasi pada suhu 60 0C selama 2 jam (Coelho et al. 2009; Perez et al. 2014).
Produk DGGE selanjutnya dapat diamplifikasi dengan menggunakan primer gen
16S rRNA tahap 2 yang sama tanpa menggunakan GC-clamp dengan kondisi
PCR yang sama dengan sebelumnya (Learn-Han et al. 2012).
Sekuensing Gen 16S rRNA Aktinomiset Culturable dan Unculturable
Produk PCR gen 16S rRNA dari aktinomiset culturable dan unculturable
yang berasosiasi dengan spons Neofibularia sp. disekuensing sesuai dengan
standar protokol DNA sekuenser (ABI PRISM 3100) menggunakan Perusahaan
Jasa Sekuensing (First Base Malaysia). Sekuens basa yang diperoleh dikoreksi
menggunakan BioEdit Sequence Aligment Editor. Semua sekuen gen 16S rRNA
dibandingkan
dengan
database
GenBank,
NCBI
BLAST
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/). Analisis filogenetik menggunakan program
MEGA 6 (Molecular Evolutionary Genetics Analysis, Version 6).
Analisis Bioinformatik dan Konstruksi Pohon Filogenetik
Analisis filogenetik atau kekerabatan antar isolat aktinomiset culturable
dan unculturable asosiatif Neofibularia sp. menggunakan neighbour-joining
method serta software MEGA 6.0 (Tamura 2011). Pohon filogenetik di