Potensi Senyawa Bioaktif Antimikrob Dan Antioksidan Dari Sejumlah Bakteri Yang Berasosiasi Dengan Spons Stylotella Sp

POTENSI SENYAWA BIOAKTIF ANTIMIKROB DAN
ANTIOKSIDAN DARI SEJUMLAH BAKTERI YANG
BERASOSIASI DENGAN SPONS Stylotella sp.

DANING YOGHIAPISCESSA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Potensi Senyawa
Bioaktif Antimikrob dan Antioksidan dari Sejumlah Bakteri yang Berasosiasi
dengan Spons Stylotella sp.” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Daning Yoghiapiscessa
NIM G35124061

RINGKASAN
DANING YOGHIAPISCESSA Potensi Senyawa Bioaktif Antimikrob dan
Antioksidan dari Sejumlah Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Stylotella sp.
Dibimbing oleh ARIS TRI WAHYUDI dan IRMANIDA BATUBARA.
Perairan Indonesia merupakan sumber berbagai senyawa bioaktif. Porifera
spons adalah salah satu invertebrata yang berasosiasi secara luas dengan berbagai
mikroorganisme. Mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons diketahui
merupakan produsen senyawa bioaktif perairan, hal ini dapat menjadi alternatif
solusi dalam eksplorasi dan komersialisasi komponen senyawa bioaktif.
Spons dengan jenis Stylotella sp. berhasil dikoleksi dari Pulau Bira,
Jakarta. Tahapan isolasi bakteri asosiatif spons Stylotella sp. dilakukan dengan
menggunakan lima jenis media, dan diperoleh 138 jenis bakteri dengan morfologi
koloni berbeda. Media isolasi terbaik adalah media SWC (Sea Water Complete)
dengan nilai CFU (Colony Forming Unit) sebesar 6.6 x 106 CFU/mL, sedangkan
media yang kurang efektif adalah media MA (Marine Agar) dengan total bakteri

sebesar 1.4 x 106 CFU/mL. Sebanyak 32% isolat terdeteksi memiliki aktivitas
antimikrob pada kisaran spektrum sempit hingga luas yang kemudian digunakan
pada tahap penapisan lanjutan. Uji hemolisis menunjukkan lima isolat merupakan
mikroorganisme patogen yang mampu melisiskan sel darah merah.
Isolat hasil tahap sebelumnya diekstraksi dengan pelarut metanol, etil
asetat dan diklorometana, kemudian ditentukan nilai Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) yang merupakan konsentrasi terendah dari suatu bahan untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Isolat STIL 09 dan STIL 33 memiliki
kisaran nilai KHM 0.5 - 5.0 mg/mL pada seluruh pelarut. Isolat STIL 37 memiliki
nilai KHM paling rendah yaitu berkisar antara 0.5 – 2.0 mg/mL yang tergolong
penghambata moderat. Isolat STIL 44 dan STIL 55 hanya menghambat
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus dengan KHM sebesar 0.5
mg/mL.
Seluruh ekstrak mampu meredam radikal DPPH dengan kisaran 14.94 –
82.58%. Ekstrak yang paling berpotensi adalah ekstrak etil asetat isolat STIL 33
dan STIL 37 dengan IC50 (konsentrasi yang mampu menghambat radikal sebesar
50%) berturut-turut sebesar 204 dan 205 ppm. Seluruh ekstrak memiliki kapasitas
antioksidan berdasarkan uji dengan metode CUPRAC. Kapasitas antioksidan
tertinggi didapatkan pada ekstrak etil asetat isolat STIL 33 yaitu sebesar 1610
µmol troloks/g ekstrak.

Golongan senyawa bioaktif pada ekstrak ditentukan secara kualitatif.
Secara umum seluruh ekstrak mengandung alkaloid, sedangkan sebagian
mengandung terpenoid dan flavonoid. Erdasarkan analisis sekuen gen 16S rRNA,
menunjukkan bahwa isolat STIL 09, STIL 33, STIL 37, STIL 44 dan STIL 55
berturut-turut memiliki kekerabatan terdekat dengan Bacillus subtilis strain JCM
1465, Pseudoalteromonas flavipulchra strain NCIMB 2033, Serratia marcescens
strain NBRC 102204, Catenococcus thiocycli strain TG 5-3 dan Vibrio natriegens
strain ATCC 14048.
Kata kunci: antimikrob, antioksidan, bakteri yang erasosiasi dengan spons , KHM

SUMMARY
DANING YOGHIAPISCESSA. The Potency of Antimicrobial and Antioxidant
bioactive compound from some Bacteria Associated with Sponge Stylotella sp.
Supervised by ARIS TRI WAHYUDI and IRMANIDA BATUBARA.
Indonesian marine water is the source of various bioactive compounds.
Porifera sponge organism is one of the invertebrates associated widely with many
microorganism. Microorganism associative sponge is known as the producer of
marine bioactive compound. This is can be the alternative solution in exploring
and commercializing bioactive compound components.
Stylotella sp. sponge was successfully collected from Bira island, Jakarta.

The isolation stages of Stylotella sp. sponge symbiont bacteria were conducted by
five different media. The selection result obtained 138 types of bacteria with
different morphology colony. The best isolation medium was SWC (Sea Water
Complete) because it obtained the highest growth number of bacteria with total
CFU (Colony Forming Unit) 6.6 x 106 CFU/mL, and the lowest number of
bacteria was 1.4 x 106 CFU/mL which was from MA (Marine Agar) medium. The
next 32% of 138 isolates on screening stage detected an activity of antimicrobial
compound in the broad until narrow range in inhibiting the growth of tested
microorganisms. Hemolytic test showed that five isolates were not used for the
further analytic, due to the fact that they were detected as pathogenic
microorganisms which were capable of lysing red blood cells.
The previous stage isolates were extracted by methanol, ethyl acetate, and
dichloromethane. Then MIC (Minimum Inhibitory Concentration), which is the
lowest concentration of a material to inhibit microorganism growth, would be
determined. STIL 09 and STIL 33 isolates had MIC values 0.5 - 5.0 mg/mL in all
of the solvents. STIL 37 isolate had the lowest MIC value which wass 0.5 – 2.0
mg/mL, this value was considered as moderate inhibitor. STIL 44 and STIL 55
isolates only inhibited P. aeruginosa and S. aureus with MIC value 0.5 mg/mL.
All of the extracts were able to reduce DPPH radical with approximately
14.94 – 82.58%. The most potential extracts were extract of ethyl acetate extract

STIL 33 and STIL 37 isolates with IC50 (the concentration which is able to inhibit
radical for 50%) 204 and 205 ppm. All of the extracts had the antioxidant capacity
based on the test with CUPRAC method. The antioxidant highest capacity was
obtained from ethyl acetate extract STIL 33 isolate which was 1610 µmol
troloks/g extract.
The group of bioactive compounds in the extracts were determined
qualitatively. In general, all of the extracts contained alkaloid, and half of them
contained terpenoid and flavonoid. Molecular identification was analyzed through
gene sequence 16S rRNA. The result showed that STIL 09, STIL 33, STIL 37,
STIL 44 dan STIL 55 isolates had the closest relation with Bacillus subtilis strain
JCM 1465, Pseudoalteromonas flavipulchra strain NCIMB 2033, Serratia
marcescens strain NBRC 102204, Catenococcus thiocycli strain TG 5-3 and
Vibrio natriegens strain ATCC 14048.
Keywords: antimicrobial, antioxidant, bacteria associative sponge, MIC

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POTENSI SENYAWA BIOAKTIF ANTIMIKROB DAN
ANTIOKSIDAN DARI SEJUMLAH BAKTERI YANG
BERASOSIASI DENGAN SPONS Stylotella sp.

DANING YOGHIAPISCESSA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Mega Safithri, SSi MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah yang Potensi Senyawa Bioaktif Antimikrob dan
Antioksidan dari Sejumlah Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Stylotella sp.
akhirnya telah terselesaikan.
Penulis menghaturkan terimakasiH sebesar-besarnya kepada Prof Dr Aris
Tri Wahyudi sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr Irmanida Batubara M.Si
sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, nasehat, motivasi dan juga solusi pada setiap
permasalahan selama penulis melaksanakan penelitian maupun dalam penyusunan
karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada Prof Dr Anja
Meryandini, MS selaku Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB, beserta seluruh
Dosen pada Program Studi Mikrobiologi yang telah memberikan ilmu yang sangat
berharga selama menjalani studi di kampus IPB.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada Alm Dr.
Bambang Soenarno, my beloved mom, mba ika dan adikku bambik, suamiku
tersayang, serta keluarga besar Bogor, Jakarta dan Purwokerto yang sangat

penulis sayangi atas semangat, doa dan kasih sayang yang telah diberikan selama
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Beginner Subhan yang
telah meluangkan waktunya dalam membantu identifikasi spons, Bapak Jaka
selaku staf Laboratorium Mikrobiologi IPB, Bapak Eman dan Mba Eli selaku staf
Labotarorium Kimia Analitik dan Biokimia yang telah banyak membantu
penelitian. Nidia sebagai adik seperjuangan, teman-teman yang membantu penulis
saat sampling spons, seluruh teman di Laboratorium Mikrobiologi IPB angkatan
2012, serta seluruh pihak yang telah memberikan doa dan dukungannya, penulis
ucapkan terimakasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016

Daning Yoghiapiscessa
NIM G351124061

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Hipotesis Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3

4
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Perairan Indonesia
Potensi Bakteri yang berasosiasi dengan Organisme Spons
Metabolit Sekunder
Mikroorganisme Patogen
Konsentrasi Hambat Minimum
Komponen Senyawa Bioaktif Antioksidan

5
5
5
7
7
8
8


METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Alur Tahapan Penelitian
Pengambilan Sampel
Isolasi dan Pengkulturan Bakteri yang bersimbiosis dengan Spons
Penapisan Terhadap Bakteri Patogen untuk Memilih isolat Potensi
Uji Hemolisis
Ekstraksi Senyawa Bioaktif
Penentuan Aktivitas Antimikrob
Penentuan Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH
Penentuan Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode CUPRAC
Uji Kandungan Senyawa Bioaktif
Isolasi DNA Genom
Amplifikasi, Purifikasi dan Sekuensing Gen Penyandi 16S-rRNA

11
11
11
12
13
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan

18
18
33

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

43
43

Saran

43

DAFTAR PUSTAKA

44

LAMPIRAN

49

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR TABEL
1 Jumlah CFU/mL isolat bakteri yang berasosiasi dengan spons
2 Aktivitas penghambatan mikroorganisme yang berasosiasi dengan
spons
3 Indeks zona hambat isolat bakteri yang bersimbiosis dengan spons
Stylotella sp. penghasil senyawa antimikrob
4 Diameter zona hambat bakteri penghasil senyawa antimikrob
5 Persentase rendemen ekstrak kasar isolat bakteri yang berasosiasi
dengan spons Stylotellasp.
6 Konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak bakteri asal spons
Stylotella sp.
7 Aktivitas senyawa antimikrob ekstrak bakteri simbion spons Stylotella
sp.
8 Aktivitas antioksidan DPPH pada konsentrasi 1000 ppm dan kapasitas
antioksidan CUPRAC dari beberapa isolat bakteri yang berasosiasi
dengan spons Stylotella sp.
9 Nilai IC50 antioksidan isolat bakteri potensi yang berasosiasi dengan
spons Stylotella sp. dalam meredam radikal DPPH
10 Uji Kandungan kimia ekstrak kasar lima bakteri simbion spons terbaik
11 Identifikasi molekuler bakteri potensi berdasarkan gen 16S rRNA

19
22
23
24
26
26
28

29
29
30
31

DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah produk hayati laut berdasarkan filum pada tahun 2001-2010
2 Persentase temuan senyawa bioaktif berdasarkan filum bakteri asosiatif
spons
3 Struktur molekul DPPH setelah bereaksi dengan ion H dari senyawa
aktif antioksidan
4 Alur tahapan penelitian
5 (a dan b) Sampel spons Stylotella sp. yang telah berhasil dikoleksi dari
Pulau Bira, (c) contoh dokumen foto spons Stylotella sp. sebagai spons
pembanding
6 Morfologi koloni bakteri yang berasosiasi dengan spons pada
pengenceran 10-4 yang tumbuh pada media NA, SCA, SWC, dan
Zobel.
7 Morfologi koloni bakteri yang berasosiasi dengan spons pada
pengenceran 10-5 yang tumbuh pada media NA, SCA, SWC dan Zobel.
Beragam morfologi koloni bakteri yang berasosiasi dengan spons
tumbuh pada media tersebut. Terdapat beberapa perbedaan warna
(pigmentasi) yang mencolok, tidak hanya perbedaan pigmentasi, namun
juga ukuran, pinggiran, bentuk dan kenampakan koloni. Pigmentasi
merah jambu, abu-abu, jingga dan coklat muda ditunjukkan berturutturut pada lingkaran a, b, c, dan d.

5
6
10
12

19

20

21

8 Zona hambat yang terbentuk ditandai dengan area bening di sekitar
koloni bakteri yang mengindikasikan adanya aktivitas antimikrob pada
isolat bakteri yang berasosiasi dengan spons Stylotella sp.
9 Tahapan penapisan lanjutan dengan menggunakan pelet massa sel, zona
hambat yang ditandai dengan area bening menandakan adanya aktivitas
antimikrob pada isolat bakteri yang berasosiasi dengan spons Stylotella
sp. dalam menghambat mikroorganisme uji
10 Uji hemolisis dengan menggunakan media agar-agar darah, zona bening
yang terbentuk di sekitar koloni mengindikasikan isolat memiliki
kemampuan untuk melisiskan sel darah merah
11 Ekstrak bakteri yang berasosiasi dengan spons Stylotella sp. (a)
Supernatan STIL 33 dilarutkan dalam etil asetat, (b) Kultur cair STIL
44 dilarutkan dalam etil asetat, (c) Kultur cair STIL 9 dilarutkan dalam
etil asetat, (d) Pelet STIL 33 dilarutkan dalam metanol, (e) Pelet STIL
33 dilarutkan dalam diklorometanaEkstrak Bakteri yang berasosiasi
dengan spons Stylotella sp
12 Konsentrasi hambat minimum pada beberapa isolat bakteri yang
berasosiasi dengan spons Stylotella sp. terhadap beberapa
mikroorganisme uji. Kontrol positif : ampicillin 5 mg/mL, kontrol
negatif : etil asetat27
13 Produk PCR gen 16S rRNA dari beberapa bakteri yang berasosiasi
dengan spons, pita DNA berukuran 1300 pb, marker 1 kb (M), (1) STIL
09, (2) STIL 33, (3) STIL 37, (4) STIL 44, (5) STIL 55
14 Pohon filogenetik dengan menggunakan metode neighbor-joining dari
sekuen gen 16S rRNA dari beberapa strain Bacillaceae,
Enterobacteriaceae dan lima isolat potensial bakteri yang berasosiasi
dengan spons Stylotella sp. dengan menggunakan metode Neighbourjoining dengan analisis bootstrap sebesar 1000. Clade 1 (bakteri gram
negatif) yang terbagi menjadi 3 subclade : subclade 1a. Vibrionaceae
(Vibrio, Catenococcus), sub-clade 1b. Pseudoalteromonadaceae
(Pseudoalteromonas), sub-clade 1c. Enterobacteriaceae (Serratia), Clade
2 (Bakteri gram positif). Bacillaceae (Bacillus), Out group : Sulfolobus
tengchongensis strain RT8-4

22

22

25

25

27

30

32

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Pulau Bira, Kepulauan Seribu, Jakarta, Indonesia
2 Komposisi media untuk 1 liter
3 Morfologi koloni isolat bakteri asosiatif spons Stylotella sp. yang berhasil
diisolasi dari Pulau Bira, Kepulauan Seribu, Jakarta.
4 Foto hasil ekstraksi
5 Persentase inhibisi DPPH beberapa isolat bakteri asosiatif spons
Stylotella sp. pada konsentrasi 1000 ppm
6 Nilai IC50 ekstrak isolat STIL 33
7 Nilai IC50 ekstrak isolat STIL 37
8 Nilai IC50 DPPH kontrol positif troloks
9 Kapasitas antioksidan metode cuprac pada ekstrak isolat bakteri yang
berasosiasi dengan spons
10 Kapasitas antioksidan metode CUPRAC pada ekstrak bakteri yang
berasosiasi dengan spons Stylotella sp.
11 Sekuen gen 16S rRNA lima isolat bakteri yang berasosiasi dengan spons
Stylotella sp.

50
51
52
58
59
60
61
62
63
64
65

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan mencapai tiga
kali lipat dari total luas wilayah daratan, yaitu sebesar 5.8 juta km2, oleh karena
itu Indonesia merupakan sumber dari senyawa bioaktif perairan. Kepulauan
Seribu adalah daerah konservasi bahari dan salah satu area eksplorasi senyawa
bioaktif laut. Pulau Bira merupakan salah satu gugusan Kepulauan Seribu dengan
indeks jumlah keragaman sumber daya alam yang tinggi. Pulau ini terletak pada
ketinggian 3 meter dpl dan terdiri atas 110 pulau dengan luas perairan mencapai
6.997.50 km2 (Mulyana 2008).
Organisme laut spons dalam beberapa dekade terakhir menjadi primadona
dalam pencarian berbagai senyawa bioaktif metabolit sekunder. Senyawa bioaktif
yang dihasilkan oleh spons telah banyak dilaporkan, terutama yang berpotensi
dalam bidang farmasi, biomedis dan bioteknologi (Thomas et al. 2010). Senyawa
bioaktif yang dihasilkan dari spons memiliki keterbatasan dalam konteks
pemenuhan suplai skala industri dan merupakan bentuk eksploitasi yang
berdampak pada kerusakan ekosistem perairan. Trianto et al. (2004) melaporkan
bahwa ekstrak spons yang didapatkan dari Xestospongia sp. sebagai senyawa
antikanker hanya berkisar 0.3% dari total berat basah spons. Keterbatasan ini akan
menjadi masalah utama dalam mengembangkan senyawa bioaktif yang berasal
dari organisme spons.
Spons merupakan invertebrata perairan yang berasosiasi secara luas
dengan berbagai mikroorganisme, baik sebagai sumber makanan, patogen,
maupun yang berasosiasi dengan mutualisme. Berbagai penelitian melaporkan
adanya kesamaan komponen senyawa bioaktif pada spons dengan komponen
senyawa bioaktif pada mikroorganisme simbionnya. Hal tersebut menimbulkan
perspektif bahwa terdapat senyawa bioaktif yang dihasilkan spons, ternyata
merupakan senyawa bioaktif yang disintesis mikroorganisme simbionnya
(Brammavidhya 2013). Mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons
menempati sejumlah 40 - 60% dari jaringan spons dengan densitas 109 sel/mL
dari jaringan spons. Mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons merupakan
kompetitor yang baik pada lingkungan perairan karena kemampuannya
mensintesis berbagai senyawa bioaktif (Taylor et al. 2007).
Senyawa bioaktif yang dihasilkan mikroorganisme yang berasosiasi
dengan spons umumnya memiliki struktur yang lebih kompleks, unik dan
aktivitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan mikroorganisme terestrial. Hal
tersebut dikarenakan, pada lingkungan perairan laut tekanan kondisi lingkungan
sangat tinggi, sehingga menginduksi mikroorganisme untuk mensintesis berbagai
senyawa metabolit sekunder yang berperan dalam suksesi ekologi di lingkungan
(Jeganathan 2013). Beberapa penelitian melaporkan bahwa mikroorganisme yang
berasosiasi dengan spons menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang
berpotensi sebagai agens antimikrob, antifungal, antioksidan, antikanker,
antiinflamasi, antivirus, dan antitumor (Taylor et al. 2007).
Potensi senyawa antimikrob pada mikroorganisme yang berasosiasi
dengan spons memiliki peran penting dalam upaya pengembangan agens terapi

2

untuk mengobati berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau
yeast patogen. Pseudomonas aeruginosa merupakan mikroorganisme patogen
yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih, infeksi mata dan infeksi luka
menimbulkan nanah berwarna hijau. Staphylococcus aureus dilaporkan dapat
menyebabkan keracunan makanan, bisul bernanah, mual, muntah dan diare
(Pelczhar dan Chan 1988). Candida albicans merupakan salah satu contoh yeast
patogen yang bersifat akut dan dapat menginfeksi mulut, vagina, kulit, kuku
bahkan paru-paru (Made et al. 2014). Permasalahan yang muncul mendorong
upaya pengembangan berbagai senyawa antibiotik baru yang dapat berperan
sebagai agens terapi dari infeksi yang disebabkan oleh bakteri maupun yeast
patogen. Salah satu alternatif solusi permasalahan ialah dengan melakukan
eksplorasi senyawa bioaktif dari mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons
yang telah diketahui memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai agens terapi
berbagai penyakit infeksi. Berbagai potensi dari senyawa antimikrob yang
disintesis oleh mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons telah banyak
dilaporkan. Komponen bioaktif sebagai senyawa antimikrob pada
mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons jenis Aplysina sp. yaitu isolat A23
mampu menghambat strain bakteri patogen resisten antibiotik S. aureus dan E.
coli (Pastra 2012).
Komponen bioaktif antioksidan asal laut merupakan komponen senyawa
bioaktif yang menjanjikan. Dewasa ini senyawa antioksidan banyak dimanfaatkan
sebagai agens terapi. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan pengetahuan
masyarakat mengenai efek radikal bebas yang mampu meningkatkan resiko
terjangkitnya berbagai penyakit degeneratif seperti infeksi gastrointestinal,
katarak, penyakit jantung, kanker, stroke, dan asma (Hanani 2005). Konsumsi
antioksidan sintetik dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat menimbulkan efek
samping dan membahayakan organ tubuh. Faktor tersebut mendorong
dilakukannya pencarian berbagai senyawa antioksidan alami untuk mendapatkan
senyawa antioksidan dengan aktivitas yang lebih baik dan spesifik (Kikuzaki et al.
2002). Berbagai potensi dari senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh mikrob yang
berasosiasi dengan spons, terutama senyawa antioksidan telah banyak dilaporkan.
Aktivitas antioksidan dari senyawa hexadekanoic acid berhasil diisolasi dari
bakteri Nocardiopsis dassonvillei MAD08 yang berasosiasi dengan spons
Dendrilla nigra (Selvin et al. 2009). Isolasi dan skrining mikroorganisme yang
berasosiasi dengan
spons, telah berhasil dilakukan untuk mendapatkan
mikroorganisme yang berpotensi mensintesis senyawa bioaktif. Isolat yang
memiliki potensi diseleksi dan dilakukan ekstraksi, kemudian dilanjutkan dengan
penentuan konsentrasi hambat minimum dan uji potensi aktivitas antioksidan.

3

Perumusan Masalah
Indonesia memiliki letak geografis yang strategis karena dikelilingi oleh
samudra Pasifik dan Hindia. Hal ini menyebabkan Indonesia kaya akan berbagai
Sumberdaya perairan. Tingginya diversitas biota laut Indonesia akan
meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan berbagai sumber senyawa bioaktif
baru. Nilai ekonomi industri farmasi laut Indonesia sesungguhnya lebih tinggi
jika dibandingkan dengan Sumberdaya perikanan, namun eksplorasinya masih
sangat rendah, hanya 10% dari estimasi nilai ekonomi senyawa bioaktif laut
(Mulyana 2008).
Mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons merupakan salah satu
produsen senyawa antimikrob atau disebut dengan antibiotik. Antibiotik
merupakan senyawa yang memiliki kemampuan untuk menghambat
mikroorganisme dalam kadar rendah. Aktivitas penghambatan dibedakan menjadi
spektrum luas dan spesifik spesies. Aktivitas antimikrob meliputi mekanisme
penghambatan dengan cara mendegradasi komponen dinding sel, menghambat
proses sintesis protein dan asam nukleat, mengganggu permebialitas sel, lisis sel
dan inaktivasi enzim. Senyawa metabolit sekunder yang bersifat antimikrob dapat
berubah strukturnya ketika diproduksi pada kondisi di laboratorium. Hal ini
disebabkan karena perubahan kondisi pertumbuhan, tidak adanya tekanan
lingkungan dan kompetisi dengan konsorsium bakteri di habitat asalnya
(Hentschel et al. 2001).
Antioksidan adalah salah satu bentuk potensi farmasi laut Indonesia.
Mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons merupakan salah satu objek
penelitian dalam rangka pencarian senyawa antioksidan baru. Hal tersebut
dikarenakan spons bersimbiosis dengan berbagai mikroorganisme autotrof yang
melakukan proses fotosintesis, sehingga oksigen yang dihasilkan akan memicu
terjadinya stress oksidatif, selain itu ekspos dari berbagai sumber radikal bebas
berupa limbah yang dibuang, toksin dan intensintas radiasi UV yang terus
menerus mengindikasikan terdapatnya suatu aktivitas antioksidan pada organisme
spons (Wahab et al. 2013).
Senyawa antioksidan adalah senyawa kimia yang mampu meredam
aktivitas radikal bebas dengan cara mendonorkan elektron, untuk melengkapi
kurangnya elektrolit pada orbit terluar radikal bebas. Aktivitas ini akan memutus
pembentukan rantai radikal baru. Rantai radikal akan menginisiasi timbulnya
stress oksidatif dan menyebabkan kerusakan sel. Adanya sepasang elektron yang
dimiliki oleh radikal bebas akibat adanya aktivitas antioksidan, akan mereduksi
bentuk senyawa radikal menjadi senyawa non-radikal yang stabil dan tidak
menimbulkan kerusakan sel. Alternatif senyawa antioksidan natural semakin
banyak dicari dan dikembangkan untuk mendapatkan senyawa peredam aktivitas
radikal bebas yang lebih baik dan spesifik (Rohmatussolihat 2009).

4

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menapis bakteri yang
berasosiasi dengan spons Stylotalla sp. penghasil senyawa bioaktif antimikrob
yang berpotensi sebagai antioksidan, serta mendapatkan identifikasi bakteri
penghasilnya berdasarkan sekuen gen 16S rRNA.

Hipotesis Penelitian
1.
2.
3.
4.

5.

Isolat bakteri yang berasosiasi dengan spons memiliki kemampuan dalam
menghambat bakteri dan yeast uji
Pemilihan jenis pelarut pada tahap ekstraksi akan mempengaruhi nilai
aktivitas senyawa antimikrob dan antioksidan
Ekstrak senyawa bioaktif dari bakteri yang berasosiasi dengan spons
memiliki aktivitas antioksidan dalam meredam radikal CUPRAC dan DPPH
Terdapat ekstrak isolat bakteri tertentu yang memiliki potensi tertinggi dan
dapat dikembangkan sebagai salah satu sumber antimikrob dan antioksidan
natural
Terdapat kandungan senyawa aktif metabolit sekunder pada ekstrak bakteri
yang berasosiasi dengan spons sehingga memiliki aktivitas antimikrob dan
antioksidan

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup pengambilan sampel spons yang dilakukan di
Pulau Bira, isolasi dan pengkulturan bakteri yang berasosiasi dengan spons,
karakterisasi visual morfologi bakteri yang berasosiasi dengan spons, uji
penapisan senyawa antimikrob pada bakteri dan yeast uji, analisis patogenisitas
melalui uji hemolisis, ekstraksi senyawa bioaktif, penentuan aktivitas antioksidan
dengan metode DPPH dan CUPRAC, penentuan nilai KHM (Konsentrasi Hambat
Minimum) pada beberapa bakteri dan yeast, uji kandungan kimia, identifikasi
bakteri yang berasosiasi dengan spons berdasarkan sekuen gen 16S rRNA.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal terkait potensi
beberapa isolat bakteri yang berasosiasi dengan spons Stylotella sp. sebagai
sumber senyawa bioaktif antimikrob, antioksidan alami dan memberikan
informasi identifikasi molekuler bakteri potensi tersebut.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Perairan Indonesia
Berbagai potensi sumber daya perairan Indonesia tersebar di beberapa
kepulauan, terutama di daerah laut dangkal. Salah satu Pulau yang memiliki
potensi farmasi laut adalah pulau Bira. Pulau Bira berada di wilayah Kepulauan
Seribu dengan luas 29.13 Ha dan jumlah penduduk sebesar 504 jiwa. Pulau ini
memiliki biodiversitas laut yang tinggi dengan kondisi perairan yang rendah dari
pencemaran, sehingga organisme invertebrata perairan, terutama spons mudah
untuk ditemukan (Lampiran 1) (Mulyana 2008). Porifera spons merupakan
organisme yang menyumbangkan produk hayati tertinggi jika dibandingkan
dengan filum organisme laut lainnya (Gambar 1). Jumlah total komponen yang
telah berhasil diisolasi dari hewan spons dari tahun 2001 hingga 2010 mencapai
lebih dari 2400 jenis produk hayati, dimana lebih dari dua puluh jenis senyawa
bioaktif laut dilaporkan dari spons yang berasal dari Indonesia (Mehbub et al.
2014) .
1%

Porifera

6%
7%

6%

38%

1%

Alga
Cnidaria
Bryozoa
Mollusca

31%
10%

Tunicata
Echinodermata
Miscellaneous

Gambar 1 Jumlah produk hayati laut berdasarkan filum organisme laut pada tahun
2001-2010 (Mehbub et al. 2014)

Potensi Bakteri yang Berasosiasi dengan Organisme Spons
Spons merupakan invertebrata multiseluler primitif (700-800 juta tahun)
yang digolongkan ke dalam filum porifera. Hewan ini melekat pada suatu area
substrat air laut maupun air tawar dan mendapatkan makanan dengan sistem
penyaringan kolom air di sekitarnya (filter feeder) melalui ostia yang terdapat di
seluruh permukaan tubuh. Spons dapat ditemui pada kedalaman 0.5 hingga ribuan
meter di dasar perairan. Filum porifera ini dibagi menjadi tiga kelas, yaitu
Hexactinellida, Calcarea dan Demospongiae (kelompok mayoritas spesies). Saat
ini terdapat 15.000 spesies spons dilaporkan menghuni daerah tropis, subtropis
dan kutub (Fieseler et al. 2004).

6

Spons merupakan invertebrata yang banyak diteliti dalam beberapa dekade
terakhir. Hal tersebut dikarenakan spons mampu menghasilkan berbagai macam
senyawa bioaktif yang berperan penting dalam bidang farmakologi, bioteknologi
dan biomedik. Induksi senyawa bioaktif tersebut diduga karena spons
menggunakan metode filter feeder untuk memperoleh komponen nutrisi, sehingga
porifera tesebut harus berkompetisi secara luas terhadap kondisi lingkungan,
mikroorganisme patogen, kompetitor dan predator (kura-kura, ikan, udang).
Faktor tersebut menyebabkan spons sangat bergantung pada senyawa bioaktif
metabolit sekunder sebagai bentuk pertahanan utama (Perdicaris et al 2013).
Menariknya ternyata diindikasikan senyawa bioaktif yang dihasilkan spons
merupakan senyawa bioaktif yang disintesis oleh mikroorganisme yang
berasosiasi dengan spons. Pada beberapa penelitian secara signifikan ditemukan
adanya kesamaan struktur senyawa bioaktif yang berhasil diisolasi dari spons
dengan taksa yang berbeda dan saling terisolasi secara geografi (niche isolation).
Struktur mycalamide A dan B yang berhasil diisolasi dari spons Mycale hentscheli
di pelabuhan Dunedin (New Zealand) memiliki kesamaan struktur pada spons
Paederus beetle di Amerika Selatan (Perry et al. 1998). Dalam perpustakaan gen
16S rRNA dan DGGE diinfomasikan bahwa terdapat 14 filum bakteri yang
berhasil ditemukan berasosiasi dengan spons, yaitu Acidobateria, Actinobacteria,
Bacterioidetes, Chloroflexi, Cyanobacteria, Deinococcus-Thermus, Firmicutes,
Gemmatimonadetes, Nitrospira, Planctomycetes, Proteobacteria, Spirochaetes,
Verrucomicrobia, dan Poribacteria (Taylor et al. 2007).

Actinobacteria
23.70%

Firmicutes
47.30%

Bacteroidetes
Cyanobacter

14.90%

Proteobacter
9.30%
4.80%

Gambar 2 Persentase temuan senyawa bioaktif berdasarkan filum bakteri yang
berasosiasi dengan spons (Abdelmohsen et al. 2014)
Distribusi komponen senyawa bioaktif pada mikroorganisme yang
berasosiasi dengan spons didominasi oleh filum Actinobacteria dengan temuan
senyawa bioaktif tertinggi, hingga mencapai hampir 50% dari seluruh temuan
senyawa bioaktif. Temuan senyawa bioaktif dengan jumlah terendah terdapat
pada filum bacteroidetes, yaitu sebesar 4.8 % (Gambar 2) (Abdelmohsen et al.
2014).
Bakteri yang berasosiasi dengan spons dapat hidup secara ekstraseluller
dan intraseluller. Bakteri yang berasosiasi dengan dikatakan intraseluller jika
secara permanen berada didalam sel inang atau nukleus. Yang berasosiasi dengan
ekstraseluller terdiri dari bakteri yang hidup pada lapisan permukaan spons, yang

7

disebut dengan eksosimbion dan bakteri yang mendiami mesohil spons
(endosimbion) (Lee et al. 2001). Asosiasi bakteri dan spons dapat terjadi secara
mutualisme maupun parasitisme. Beberapa bentuk simbiosis mutualisme antara
spons dan bakteri ialah mikroorganisme terlibat dalam sintesis senyawa bioaktif
metabolit sekunder untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh inang spons
(Dhinakaran et al. 2012). Metabolit sekunder juga memiliki peranan penting
dalam komunikasi, kompetisi ekologi dan perlindungan terhadap infeksi (Radjasa
et al. 2007).

Metabolit Sekunder
Jenis senyawa bioaktif antimikrob merupakan salah satu jenis metabolit
sekunder. Senyawa ini merupakan substansi hasil biosintesis turunan metabolit
primer yang sudah tidak dibutuhkan lagi untuk pertumbuhan, perkembangan dan
metabolisme utama mikroorganisme. Sintesis senyawa metabolit sekunder
diinduksi oleh kondisi stres lingkungan dan kompetisi dengan organisme pada
populasi, rendahnya intensitas cahaya, nutrisi, kompetitor, dan predator
(Murniasih 2003).
Sintesis metabolit sekunder memiliki peran penting dalam suksesi ekologi
organisme di lingkungan. Senyawa bioaktif ini diinduksi pada fase pertumbuhan
stasioner dimana sumber nutrisi sangat terbatas. Metabolit sekunder juga
berfungsi dalam kompetisi untuk mendapatkan substrat, terutama pada lingkungan
perairan dengan diversitas organisme dan tekanan lingkungan yang sangat tinggi.
Hal tersebut menyebabkan komponen senyawa metabolit sekunder yang diisolasi
dari mikroorganisme yang berasosiasi dengan spons cenderung memiliki aktivitas
yang kuat. Senyawa metabolit sekunder juga berperan dalam komunikasi dan
perlindungan terhadap infeksi, melindungi inang dari predator dan kompetitor.
Bagi bakteri yang berasosiasi dengan, senyawa ini dapat mencegah fagositosis
dari predator, seperti amoeba (Radjasa et al. 2007). Senyawa metabolit sekunder
juga merupakan salah satu bentuk faktor virulensi sehingga mikroorganisme tidak
dapat dikenali oleh sistem pertahanan tubuh spons. Berbagai jenis senyawa
antimikrob yang dihasilkan oleh mikrob yang berasosiasi dengan spons telah
banyak dilaporkan, seperti andrimid, nukleosida, makrolida, poliketid, peptida,
meridine, wondosterol, swinholide. Senyawa tersebut berpotensi baik sebagai
antibakteri maupun antifungal (Lee et al. 2001).

Mikroorganisme Patogen
Mikroorganisme patogen merupakan jenis bakteri, cendawan ataupun
virus yang memiliki sifat patogenisitas, selain dapat menyebabkan kerugian pada
inang, mikroorganisme ini bertanggung jawab dalam menyebabkan berbagai
macam penyakit. Beberapa contoh mikroorganisme patogen ialah
Enteropatogenik Eschericia coli (EPEC) yang dapat mempengaruhi proses
seluler, menyebabkan penyakit intestinal maupun extraintestinal, seperti diare
akut, infeksi saluran urin dan meningitis (Kaper et al. 2004). Yeast patogen
Candida albicans dilaporkan bertanggung jawab dalam menyebabkan infeksi

8

fungemia, infeksi kerongkongan, penyakit kronis kandidiasis dan osteomyelitis.
Senyawa metabolit sekunder sebagai antimikrob merupakan salah satu agens
terapi untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang disebabkan infeksi bakteri
patogen (Desnos et al. 2008).

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Konsentrasi Hambat Minimum merupakan konsentrasi terendah dari
suatu antimikrob yang memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme uji. Tujuan utama dalam penentuan KHM ialah untuk
mendapatkan dosis yang tepat dalam aplikasi antimikrob sebagai agens
kemoteurapeutik dan juga mendapatkan informasi sensitivitas dari
mikroorganisme uji terhadap senyawa antimikrob (Madigan et al. 2006). Semakin
rendah nilai konsentrasi KHM, maka aktivitas penghambatan antimikrob dan
sensitivitas mikrooganisme uji semakin tinggi. Nilai KHM suatu senyawa
antimikrob spesifik pada setiap strain mikroorganisme (Zahin et al. 2010).

Komponen Senyawa Bioaktif Antioksidan
Radikal bebas merupakan molekul yang mengandung elektron yang tidak
berpasangan pada orbit luarnya. Radikal bebas memiliki sifat sebagai penerima
elektron yang tidak stabil dan bereaktivitas tinggi. Senyawa ini memiliki
kecenderungan berikatan dengan elektron molekul disekitarnya untuk melengkapi
kekurangan elektron dan menghasilkan radikal baru berupa senyawa yang bersifat
toksik terhadap sel. Radikal baru akan berikatan dengan molekul lain dan
membentuk kembali molekul radikal, sehingga terbentuk rantai reaksi radikal dan
menginduksi stress oksidatif. Aktivitas ini mengakibatkan kerusakan sel, jaringan
maupun fungsi genetik yang bermuara pada oksidasi protein, lemak, asam nukleat.
Aktivitas radikal bebas akan memicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif,
seperti jantung koroner, hepatitis, alzheimer, prosess penuaan, katarak yang
berujung pada kanker dan hilangnya aktivitas enzim (Hanani 2005)..
Radikal bebas dapat bersumber dari luar maupun dari dalam tubuh.
Radikal bebas endogen merupakan radikal yang bersumber dari proses fisiologis
dan biokimia normal didalam tubuh (metabolisme oksigen), seperti fagositosis
dalam respirasi, oksidasi ion logam maupun oksidasi enzimatik. Radikal eksogen
merupakan radikal yang berasal dari luar tubuh (lingkungan), seperti radiasi UV,
alkohol, pupuk, pestisida, polutan, logam berat, bahan pengawet, x-ray, ozon, dan
asap rokok (Rohmatussolihat 2009; Wahab et al. 2013).
Antioksidan merupakan substansi kimia yang mendonorkan satu atau lebih
elektron untuk melengkapi elektrolit yang tidak berpasangan pada orbit luar
radikal bebas. Aktivitas ini mampu meredam stress oksidasi yang dapat
menyebabkan kerusakan integritas sel dengan cara memutus rantai reaksi melalui
terminasi pembentukan radikal bebas. Antioksidan juga berperan dalam
pencegahan akumulasi senyawa radikal dan menetralisir radikal bebas sehingga
menjadi substansi non radikal yang stabil. Fungsi tersebut menyebabkan
konsumsi antioksidan sangat diperlukan untuk memelihara kesehatan tubuh dan

10

Terdapat berbagai metode pengukuran aktivitas antioksidan, salah satunya
ialah dengan menggunakan radikal DPPH ( 2,2- diphenyl-1-picrylhydrazyl).
Radikal DPPH merupakan suatu senyawa organik berupa serbuk berwarna ungu
tua yang mengandung nitrogen yang tidak stabil. DPPH akan bereaksi dengan
komponen senyawa aktif tertentu pada ekstrak uji yang memiliki kemampuan
untuk mendonorkan atom Hidrogen (Utami 2014). Semakin banyak gugus
hidroksil dari suatu senyawa maka aktivitasnya dalam menghambat radikal DPPH
semakin tinggi.
Penambahan larutan etanol dalam uji berperan dalam
mempertahankan kestabilan DPPH (Kikuzaki et al. 2002).
Aktivitas antioksidan DPPH dapat diukur dengan menghitung besarnya
persentase inhibisi, yaitu besarnya aktivitas senyawa antioksidan yang dapat
meredam radikal bebas DPPH. Besarnya hambatan dianalisis dengan
membandingkan absorban blangko DPPH dengan absorban sampel uji yang
diukur serapan cahayanya dengan menggunakan ELISA. Persentase inhibisi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus (Andayani et al. 2008) :

%Inhibisi

AK

AS

x100%

AK
Keterangan :
AK : Absoransi kontrol radikal DPPH (blanko) pada panjang gelombang 517 nm
AS : Absorbansi sampel pada panjang gelombang 517 nm
Secara kuantitatif aktivitas antioksidan dalam meredam radikal DPPH
dapat ditentukan dengan parameter IC50, yaitu besarnya konsentrasi senyawa
antioksidan yang mampu menghambat 50% aktivitas radikal senyawa DPPH.
Penentuan nilai IC50 diawali dengan mencari konsentrasi aktif pada senyawa uji
dengan penghitungan %inhibisi, selanjutnya konsentrasi diturunkan pada kisaran
beberapa konsentrasi efektif yang dapat menunjukkan aktivitas penghambatan
sebesar 50%. Nilai IC50 ditentukan melalui persamaan regresi linier % inhibisi
berbagai konsentrasi sebagai sumbu y dan konsentrasi ekstrak sebagai sumbu x.
Semakin rendah nilai IC50 maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi
(Molyneux 2004).
Cuprac (Cupric Reducing Antioxidant Capacity) merupakan salah satu
metode pengukuran aktivitas antioksidan dengan melarutkan sampel uji dan
beberapa reagen, yaitu CuCl2, neucuproine, dan bufer ammonium asetat yang
diatur pada pH 7. Pengaturan pH dimaksudkan untuk menjaga kestabilan reagen
CUPRAC. Pencampuran tersebut akan menyebabkan terjadinya reaksi redoks dari
adanya aktivitas antioksidan dengan reagen CUPRAC. Kompleks bisneucuproine-tembaga (II) akan tereduksi dengan adanya aktivitas antioksidan
sehingga akan membentuk kelat neucuproin-tembaga (I) yang serapan cahayanya
dapat diukur dengan panjang gelombang maksimal 450 nm. Larutan berwarna
biru dari reagen CUPRAC yang tereduksi akan mengalami perubahan warna
menjadi kuning-jingga yang menandakan pembentukan kompleks Cu(I)-Nc (Apak
et al. 2013).

11

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 hingga Februari 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Laboratorium Kimia Organik
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan
Laboratorium Pusat Studi Penelitian Biofarmaka LPPM IPB. Penelitian ini
berlangsung ke dalam beberapa tahapan. Alur kerja penelitian terangkum pada
Gambar 4.

Bahan
Material sampel spons didapatkan dengan pencarian sampel spons Stylotella
sp. koleksi Pulau Bira, daerah Kepulauan Seribu, Jakarta. Mikroorganisme uji
yang digunakan: EPEC (Enteropathogenic Escherichia coli), E. coli ATCC 8739,
S. aureus, P. aeruginosa, C. albicans dan B. subtilis didapatkan dari koleksi
Laboratorium IPBCC IPB. Media yang digunakan merupakan media agar-agar
darah, media SWC (Sea Water Complete), NA (Nutrient Agar), MA Marine agar,
SCA (Starch Casein Agar), ZMA (Zobel Marine Agar). Bahan-bahan lain yang
digunaka diantaranya akuades, etil asetat, diklorometana, metanol, DMSO, etanol,
HCl pekat, n-amil alkohol, anhidrida asetat, kloroform-amoniak, H2SO4 2 M,
pereaksi Mayer, Dragendorf, Wagner, serbuk Mg, pereaksi FeCl3 1%, NaOH 10%,
radikal DPPH, EDTA, Lisozim, Tris HCl, Proteinase-K, PCI, master mix PCR,
Agarose 1%, (Ethidium romida) EtBr, Loading Dye, ddH2O, ice gell, DPPH,
neucuproin, CuCl2, Ammonium asetat.

Alat
Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah coolbox,
laminar air flow, autoklaf, inkubator bergoyang, hot plate, sentrifugator, rotary
evaporator, kertas cakram, spektrofotometer, mesin PCR (Perkin Elmer 2400
USA) dan elektroforesis DNA, ELISA reader, well plate, sonikator, timbangan
analitik.

12

Koleksi Sampel Spons Stylotella sp.

Isolasi dan purifikasi bakteri yang berasosiasi dengan
spons

Skrining awal untuk mengindikasikan isolat
memproduksi senyawa bioaktif antimikrob terhadap
bakteri dan yeast patogen manusia
Membentuk zona bening
Skrining lanjutan dengan menggunakan pelet massa
sel bakteri yang berasosiasi dengan spons
Membentuk zona bening
Uji hemolisis pada isolat potensi
5 isolat terbaik
5 isolat terbaik
Ekstraksi kultur cair isolat
potensi
Isolat non pigmen:
kultur cair + etil asetat

Isolasi DNA genom

Isolat Berpigmen:
Supernatan + pelarut etil
asetat
Pelet + diklorometana
Pelet + pelarut metanol

Analisis filogenetik sekuen
gen 16S rRNA

Fase pelarut dievaporasi
Ekstrak kasar

Uji
antimikrob
Uji
antioksidan
metode DPPH
dan CUPRAC

Uji
fitokimia

Gambar 4 Alur tahapan penelitian

Fenolik
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Steroid
Terpenoid

13

Prosedur

Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel spons dilakukan di Pulau Bira, Kepulauan Seribu,
Indonesia dengan metode sampling secara acak. Sampel diambil dengan
menggunakan teknik selam permukaan (snorkling) pada tingkat kedalaman 1.5
meter hingga 3 meter dari permukaan laut. Spons kemudian dimasukkan ke dalam
plastik sampel steril yang telah berisi air laut dan diberi ruang udara, lalu sampel
dimasukkan ke dalam cool box yang berisi ice gel dan dibawa ke laboratorium
untuk dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri yang berasosiasi dengan spons.
Isolasi dan Pengkulturan Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons
Sampel spons diiris seberat 1 g dengan menggunakan pisau steril. Sampel
dibersihkan dari partikel kotoran dengan menggunakan air laut steril. Potongan
spons ditempatkan pada mortal dan pastel steril. Air laut steril ditambahkan
sebanyak 10 mL, kemudian sampel digerus hingga halus selama 4 – 5 menit.
Setelah halus, sampel dimasukkan ke dalam tabung 15 mL, kemudian dibuat seri
pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5 menggunakan NaCl 0.85%, pada empat
seri pengenceran terakhir disebar pada cawan petri dengan media Sea Water
Complete (SWC) (5 g bacto pepton, 1 g ekstrak yeast, 3 mL gliserol, 750 mL air
laut dan 250 mL akuades), Starch Casein Agar (SCA) (kasein 1 g, soluble starch
10 g, NaCl 20 g, agar-agar 20 g, akuades 1 L) , Nutrien Agar (NA) (nutrient broth
13 g, akuades 1 L, agar-agar 20 g), Zobel Marine Agar (ZMA) (zobel medium
broth 40.25 g, akuades 1 L, agar-agar 20 g) dan Marine Agar (MA) (pepton 0.5 g,
yeast extract 0.1 g, air laut 1 L, agar-agar 20 g) ± 15 mL (Lampiran 2). Sampel
diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Koloni yang tumbuh diidentifikasi
secara morfologi. Setiap koloni yang berbeda diberi kode koloni dan dipurifikasi
dengan cara digores pada media SWC. Koloni kemudian dimurnikan dengan
metode kuadran dan disimpan pada agar-agar miring, sebagai kultur stok.
Penapisan Mikroorganisme Uji untuk Memilih Isolat Berpotensi
Pengujian awal aktivitas senyawa antimikrob terhadap bakteri dan khamir
menggunakan teknik SWC atau PDA, Jenis medium untuk uji penghambatan
terhadap antibakteri menggunakan medium SWC sedangkan untuk uji anti yeast
menggunakan PDA. Sebanyak 1 mL kultur cair mikrob yang akan diuji ( EPEC, E.
coli ATCC 8739, S. aureus, P. aeruginosa, C. albicans dan B. subtilis) (umur 24
jam) dimasukkan ke dalam 100 mL medium dan dituangkan ke dalam cawan petri.
Setelah itu isolat bakteri asal spons digoreskan (single streak) pada permukaannya
dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Senyawa antimikrob yang
dihasilkan diindikasikan dengan keberadaan zona bening di sekitar koloni bakteri
(Anand et al. 2006).
Pengukuran zona hambat senyawa antimikrob dari isolat bakteri yang
berasosiasi dengan spons dilakukan dengan menggunakan metode Anand et al.
(2006) yang telah dimodifikasi. Isolat bakteri yang berasosiasi dengan spons yang
telah murni dikulturkan pada SWC cair, kemudian diinkubasi menggunakan
inkubator bergoyang selama 24 jam dengan suhu 37 oC, setelah itu sebanyak 2
mL kultur cair isolat bakteri dipindahkan ke eppendorf untuk kemudian

14

disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang
sedangkan pelet massa sel diteteskan sebanyak 10 µL pada media SWC padat.
Massa sel diinkubasi selama tiga hari pada suhu 37oC. Selanjutnya media SWC
padat yang telah ditetesi massa sel isolat dituang 5 mL media semisolid NA atau
PDA (untuk uji pada yeast patogen) yang telah dimasukkan isolat patogen uji
sebanyak 1% dari volume media dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
Aktivitas penghambatan diukur melalui diameter zona jernih yang terbentuk,
sehingga akan didapatkan isolat berpotensi. Aktivitas penghambatan dilakukan
pada bakteri dan khamir patogen : EPEC, E. coli ATCC 8739, S. aureus, P.
aeruginosa, C. albicans, dan B. subtilis.
Uji Hemolisis
Isolat bakteri yang memiliki potensi penghambatan terhadap strain
patogen pada manusia diuji patogenisitasnya dengan melakukan uji hemolisis.
Isolat potensial ditumbuhkan dalam media agar-agar darah, lalu diinkubasi selama
24 jam pada suhu ruang. Zona bening yang terbentuk menandakan bahwa isolat
tersebut sangat patogen terhadap manusia, karena mampu menghidrolisis media
agar-agar darah, sehingga tidak dilakukan pengujian secara lanjut pada isolat
tersebut (Tokasaya 2010).
Ekstraksi Senyawa Bioaktif
Isolat bakteri potensial dikulturkan pada 100 mL SWC broth sebagai
kultur starter, kemudian dinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Ekstraksi
senyawa antimikrob menggunakan metode Sunaryanto et al. (2010) dan Aduol
(2012) yang telah dimodifikasi, dimana 1% isolat bakteri starter dikulturkan pada
1 L media SWC. Kultur diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan suhu 30 oC
dengan kecepatan 100 rpm selama 3 hari hingga mencapai fase stasioner, setelah
itu dilakukan penambahan etil asetat dengan perbandingan kultur berbanding etil
asetat (1 : 0.75). Penambahan pelarut dilakukan sebanyak dua kali. Kedua fase
dihomogenisasi dengan kecepatan 250 rpm selama 12 jam untuk setiap
perlakukan pada suhu ruang. Kultur yang memiliki pigmen disentrifugasi pada
kecepatan 8000 rpm selama 20 menit, kemudian supernatan dilarutkan
menggunakan pelarut semipolar etil asetat dengan perbandingan (1 : 0.75),
sedangkan pelet kultur dilarutkan dengan menggunakan pelarut nonpolar
diklorometana dan pelarut polar metanol sebanyak 100 mL pada 10 g pelet.
Penambahan pelarut baik pelet maupun supernatan dilakukan sebanyak 2 kali dan
dihomogenisasi dengan menggunakan stirer pada kecepatan 250 rpm selama 24
jam untuk setiap perlakukan pada suhu ruang. Lapisan atas pelet yang terbentuk
berupa pelarut metanol dan diklorometana dipisahkan dari residu endapan,
selanjutnya larutan etil asetat, diklorometana dan metanol dikeringkan dengan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 45 oC untuk mendapatkan ekstrak
kasar. Ekstrak kasar divakum dan disimpan pada suhu dibawah 5 oC untuk
pengujian selanjutnya.
Penentuan Aktivitas Antimikrob
Pembuatan larutan stok ekstrak 10000 ppm sebanyak 6 mL dilakukan
dengan melarutkan 60 mg ekstrak kasar dan 6 mL pelarut, kemudian larutan stok
diencerkan menjadi 5 konsentrasi bertingkat (5 mg/mL; 2 mg/mL; 1 mg/mL; 0.5

15

mg/mL; 0.1 mg/mL). Uji aktivitas senyawa antimikrob ekstrak kasar bakteri
dilakukan menggunakan metode cakram berdiameter 6 mm. Cakram ditetesi 13
µL ekstrak kasar dengan lima konsentrasi bertingkat, kemudian cakram yang
masih mengandung pelarut dikeringkan dengan pengering rambut dan diuapkan
dengan oven pada suhu 40 oC, sehingga hanya ekstrak kasar saja yang terdapat
pada kertas cakram. Kertas cakram diletakkan pada permukaan media agar-agar
semisolid yang telah mengandung 1% isolat uji (umur 24 jam). Kontrol positif
yang digunakan merupakan antibiotik ampicillin 5 mg/mL. Cawan diinkubasi
pada suhu 37 oC selama 24 jam. KHM didefinisikan sebagai konsentrasi terendah
dari substansi yang mampu menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme uji
(Fitriani 2014).
Penentuan Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH
Aktivitas antioksidan dianalisis menggunakan metode DPPH dengan
kontrol positif absorban berupa vitamin C dengan konsentrasi 16 ppm. Ekstrak
kasar sebanyak 0.01 g dilarutkan ke dalam 1 mL DMSO untuk pembuatan stok
larutan 10000 ppm, kemudian ekstrak kasar bakteri potensi dilarutkan dengan
etanol pada konsentrasi 1000 ppm dalam sumuran microplate. Setiap sumuran
ditambahkan 100 µL radikal DPPH 0.004%. Sampel blangko merupakan DPPH
yang ditambahkan 100 µL etanol. Selanjutnya sampel dalam sumuran diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 37oC dalam keadaan gelap. Absorbansi dihitung
dengan menggunakan metode spektrofotometer ELISA pada panjang gelombang
517 nm (Utami et al. 2014). Aktivitas persentase peredaman dihitung dengan
menggunakan rumus:
% Inhibisi

AK

AS

x100%

AK

Keterangan :
AK : Absoransi kontrol radikal DPPH (blanko) pada panjang gelombang 517 nm
AS : Absorbansi sampel