Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Kayu Karet Lapuk (Hevea brasilliensis Muell. Arg) Sebagai Pendegradasi Lignin

(1)

UJI POTENSI FUNGI PELAPUK PUTIH PADA KAYU

KARET LAPUK (Hevea brasilliensis Muell. Arg) SEBAGAI

PENDEGRADASI LIGNIN

SKRIPSI

GUSTI PRABU JAYA P 101201057

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Kayu Karet Lapuk (Hevea brasilliensis Muell. Arg) Sebagai Pendegradasi Lignin.

Nama : Gusti Prabu Jaya P NIM : 101201057

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S

Ketua Anggota

Nelly Anna S.Hut.,M.Si

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kehutanan Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D


(3)

ABSTRAK

GUSTI PRABU JAYA P. Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Kayu Karet Lapuk (Hevea brasilliensis Muell. Arg) Sebagai Pendegradasi Lignin. Dibawah bimbingan EDY BATARA MULYA SIREGAR dan NELLY ANNA.

Lignin adalah polimer alami dan merupakan komponen yang sangat penting penyusun dinding sel tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jamur pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan kayu karet, mengukur aktivitas enzim LiP pada jamur pelapuk putih, menentukan isolat jamur yang paling berpotensi untuk proses biopulping. Sampel kayu karet lapuk diambil dari lahan karet di Arboretum USU. Uji Bavendamm dan uji aktivitas enzim lignolitik menghasilkan tiga genus jamur yaitu Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp2, dan Exidia sp. Aktivitas enzim lignin peroksidase yang paling tinggi adalah pada isolat Phanerochaete sp2 sebesar 0,466 U/ml.


(4)

ABSTRACT

GUSTI PRABU JAYA P. Test of Potential White Rot Fungi at Rotten Karet Wood (Hevea bresilliensis Muell. Arg) as degrading lignin. Under the guidance of EDY BATARA MULYA SIREGAR and NELLY ANNA.

Lignin is a natural polymer and an important compound of plant cell wall constituent. The research objective to get white rot wood in the Rotten Karet Wood, measure the activity of lignin peroxidase at White Rot Fungi, and know the potential of White Rot Fungi for biopulping. The samples taken at Karet land in Arboretum USU. The Bavendamm and lignolitic enzyme activities test found three species of fungus that came from genus Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp2, dan Exidia sp. The highest activity of lignin peroxidase was produced by Phanerochaete sp2 isolate by the value of 0,466 U/ml.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmatNya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Kayu Karet Lapuk (Hevea brasilliensis Muell. Arg) Sebagai Pendegradasi Lignin” ini dengan baik.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada, Dr. Ir. Edi Batara Mulya Siregas M.S selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini, dan penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan sejawat di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian USU yang selalu memberi semangat kepada penulis.

Penulis masih mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari pembaca demi kelancaran penelitian ini. Semoga penelitian ini akan memberi manfaat dan menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Proses Pelapukan ... 4

Lignin ... 4

Degradasi Lignin ... 7

Jamur Pelapuk Putih ... 7

Enzim Pendegradasi Lignin ... 8

Lignin Peroksidase (LiP) ... 9

Manganase Peroxidase (MnP) ...10

Lakase ...11

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ...12

Bahan dan Alat ...12

Pengambilan Sampel ...12

Isolasi Jamur Pendegradasi Lignin dari Karet ...13

Skrining Aktivitas Enzim ligninolitik ...13

Persiapan Sumber Enzim ...13

Pengukuran Aktivitas Ligninolitik secara Kuantitatif ...13

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Jamur Pelapuk Kayu ...15

Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan Uji Bavendamm ...16

Identifikasi Fungi Pelapuk Putih ...19

Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) ...22

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...26

Saran ...26 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

No Hal

Hasil Karakterisasi Isolat Jamur dari kayu karet lapuk ... 15

Uji Bavendamm Isolat Jamur dari kayu karet lapuk ... 18

Hasil Karakterisasi Mikroskopik Isolat Jamur dari karet lapuk ... 20


(8)

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Pengamatan Isolat Jamur dari Kayu Karet yang Lapuk ...16

2. Hasil uji bavendamm isolat jamur dari kayu karet lapuk ...17

3. Exidia sp ...19

4. Phanerochaete sp ...22


(9)

ABSTRAK

GUSTI PRABU JAYA P. Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Kayu Karet Lapuk (Hevea brasilliensis Muell. Arg) Sebagai Pendegradasi Lignin. Dibawah bimbingan EDY BATARA MULYA SIREGAR dan NELLY ANNA.

Lignin adalah polimer alami dan merupakan komponen yang sangat penting penyusun dinding sel tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jamur pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan kayu karet, mengukur aktivitas enzim LiP pada jamur pelapuk putih, menentukan isolat jamur yang paling berpotensi untuk proses biopulping. Sampel kayu karet lapuk diambil dari lahan karet di Arboretum USU. Uji Bavendamm dan uji aktivitas enzim lignolitik menghasilkan tiga genus jamur yaitu Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp2, dan Exidia sp. Aktivitas enzim lignin peroksidase yang paling tinggi adalah pada isolat Phanerochaete sp2 sebesar 0,466 U/ml.


(10)

ABSTRACT

GUSTI PRABU JAYA P. Test of Potential White Rot Fungi at Rotten Karet Wood (Hevea bresilliensis Muell. Arg) as degrading lignin. Under the guidance of EDY BATARA MULYA SIREGAR and NELLY ANNA.

Lignin is a natural polymer and an important compound of plant cell wall constituent. The research objective to get white rot wood in the Rotten Karet Wood, measure the activity of lignin peroxidase at White Rot Fungi, and know the potential of White Rot Fungi for biopulping. The samples taken at Karet land in Arboretum USU. The Bavendamm and lignolitic enzyme activities test found three species of fungus that came from genus Phanerochaete sp1, Phanerochaete sp2, dan Exidia sp. The highest activity of lignin peroxidase was produced by Phanerochaete sp2 isolate by the value of 0,466 U/ml.


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lignin merupakan polimer yang strukturnya heterogen dan kompleks yang terdiri dari koniferil alkohol, sinaphil alkohol, dan kumaril alkohol sehingga sulit untuk dirombak. Sekitar 30% material pohon adalah lignin yang berfungsi sebagai penyedia kekuatan fisik pohon, pelindung dari biodegradasi dan serangan mikroorganisme. Struktur yang kompleks dari lignin dengan berat molekul yang

tinggi dan tidak larut dalam air membuat lignin sukar didegradasi (Perez et al., 2002). Oleh karena itu, degradasi lignin membutuhkan enzim

ekstraseluler yang bekerja secara tidak spesifik. Lignin selain dapat didegradasi oleh beberapa jenis mikroorganisme, juga dapat didegradasi secara kimiawi yaitu dengan penambahan bahan-bahan seperti NaOH, Na2S, Sulfit, Bisulfit, Klorin, Kalsium Hipoklorit, Klorin dioksida, dan Peroksida (Widjaja et al., 2004) dan senyawa alkali (Sudiyani et al., 2010).

Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat menguraikan komponen kayu (lignoselulosa) yaitu pelapuk cokelat (brown rot), pelapuk putih (white rot) dan pelapuk lunak (soft rot). Pengelompokan jamur pelapuk ini didasarkan pada hasil proses pelapukan. Jamur pelapuk cokelat menghasilkan sisa hasil pelapukan berwarna cokelat sedangkan jamur pelapuk putih menghasilkan sisa hasil pelapukan yang berwarna putih. Ketiga jenis jamur tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan mendegradasi lignin

yang tinggi dengan sedikit mengakibatkan kehilangan selulosa (Risdianto et al., 2007).


(12)

Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme dari kelas Basidiomycetes yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim ligninolitik yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih yaitu Lignin Peroksidase (LiP), Manganese Peroksidase (MnP) dan Lakase. Proses degradasi lignin ini dimulai saat jamur pelapuk putih menembus dan membentuk koloni dalam sel kayu, lalu mengeluarkan enzim yang berdifusi melalui lumen dan dinding sel. Jamur pelapuk putih menyerang komponen lignin dari kayu hingga menyisakan selulosa dan hemiselulosa yang tidak terlalu berpengaruh. Akibatnya, terjadi penurunan kekuatan fisik kayu dan pembengkakan jaringan kayu degradasi lignin akan mengakibatkan kandungan lignin pada kayu berkurang. Kemampuan mendegradasi lignin jamur pelapuk putih dapat digunakan dalam proses pemutihan pulp kimia.

Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih merupakan proses oksidatif. Enzim oksidatif merupakan enzim non-spesifik dan bekerja melalui mediator bukan protein yang berperan dalam degradasi lignin (Perez et al., 2002). Enzim pendegradasi lignin terdiri dari Lignin Peroksidase (LiP), Manganase Peroksidase (MnP) dan Lakase. Adanya enzim ini akan mendegradasi lignin menjadi senyawa yang lebih sederhana (Kerem dan Hadar, 1998).

Sebagian besar proses bioteknologi dalam industri pulp dan kertas menggunakan enzim lignolitik yang terdapat pada fungi pelapuk putih (Guiterrez et al, 1999). Beberapa jenis fungi pelapuk putih yang dapat digunakan untuk mengatasi rumit dan mahalnya dalam proses pembuatan pulp, yaitu cytopaga sp, Trichoderma sp dan Phanerochaeta sp diketahui dapat mendegradasi lignin dari bahan kayu atau non kayu. Pembuatan pulp atau yang sering disebut


(13)

biopulping. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa biopulping relatif lebih unggul dibanding proses kraft karena bersifat ramah lingkungan.

Penelitian tentang enzim Lignin Peroksidase (LiP) yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih belum banyak dilakukan terutama pada tanaman karet, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk dapat mengetahui potensi enzim LiP agar dapat memanfaatkan jamur pelapuk putih misalnya dalam proses biopulping. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah

1. Untuk mendapatkan jamur pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan kayu karet.

2. Untuk mengukur aktivitas enzim LiP pada jamur pelapuk putih yang diperoleh. 3. Untuk menentukan isolat jamur yang paling berpotensi untuk proses

biopulping. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna untuk memperoleh isolat jamur yang dapat dimanfaatkan sebagai pendegradasi lignin serta berpotensi dalam proses biopulping.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pelapukan

Pelapukan dan perubahan warna pada kayu disebabkan oleh fungi dan bakteri. Fungi dan bakteri adalah sumber kerugian utama pada produksi kayu dan penggunaannya. Pelapukan adalah tipe utama kerusakan kayu yang disebabkan oleh fungi. Pelapukan pada dasarnya adalah hasil dari aktivitas fungi. Proses aktivitas fungi menyebabkan perubahan warna dan sifat fisika dan kimia. Hanya fungi kelompok tertentu yang memiliki kemampuan enzimatik sehingga menyebabkan pelapukan. Pelapukan mengakibatkan perubahan drastis pada kekuatan kayu dan mengakibatkan kehancuran (Zabel, 1992).

Enzim yang berperan dalam proses degradasi adalah enzim ekstraseluler. Fungi yang hidup pada bahan lignoselulosa mengeluarkan enzim yang dapat mendegradasi bahan tersebut sebagai nutrisinya. Bahan lignoselulosa yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin merupakan bahan polimer sehingga enzim yang disekresikan fungi akan mengubah bahan lignoselulosa menjadi monomernya agar mudah masuk kedalam sel. Lignolitik berhubungan dengan produksi enzim ekstraseluler pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh fungi pelapuk putih. Dua enzim yang berperan dalam proses tersebut adalah fenol oksidase (lakase) dan peroksidase atau lignin peroksidase/LiP dan manganase peroksidase/MnP (Herliyana et al., 2008).

Lignin

Lignin adalah suatu polimer yang terdiri dari unit-unit fenilpropana dengan sedikit ikatan yang dapat dihidrolisis (Artiningsih, 2006). Lignin merupakan


(15)

polimer dengan struktur aromatik dan mempunyai bentuk kompleks tiga dimensi yang tersusun dari unit fenilpropana, dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui unit-unit fenilpropana (Sjorberg, 2003).

Lignin merupakan senyawa kimia yang umumnya diperoleh pada kayu dan merupakan bagian integral dari dinding sel tumbuhan. Lignin adalah bahan polimer alam terbanyak kedua setelah selulosa. Lignin merupakan polimer yang sukar larut dalam asam dan basa kuat dan sulit terdegradasi secara kimiawi maupun secara enzimatis. Lignin pada kayu terdapat pada lamela tengah antara selulosa , hemiselulosa, dan pektin yang berfungsi sebagai perekat atau penguat dinding sel. Lignin berperan sangat penting bagi tumbuhan sebagai pengangkut air, nutrisi, dan metabolis dalam sel tumbuhan. Lignin sulit didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dalam jaringan tanaman. Lebih dari 30 persen tanaman tersusun atas lignin yang memberikan bentuk yang kokoh dan memberikan proteksi terhadap serangga dan patogen (Orth et al. 1993). Disamping memberikan bentuk yang kokoh terhadap tanaman, lignin juga membentuk ikatan yang kuat dengan polisakarida yang melindungi polisakarida dari degradasi mikroba dan membentuk struktur lignoselulosa.

Lignin memiliki komponen struktural yang memberikan sifat kekakuan dan kekuatan pada kayu sehingga lignin mempunyai peran yang besar terhadap sifat mekanik kayu. Lignin dapat memperkuat jaringan pengangkut dan membantu transportasi air dan secara fisik bekerja sama dengan xylem (Makela, 2009). Disamping memberikan bentuk yang kokoh terhadap tanaman, lignin juga membentuk ikatan yang kuat dengan polisakarida yang melindungi polisakarida


(16)

dari degradasi mikroba dan membentuk struktur lignoselulosa (Suparjo, 2008). Lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, terdiri atas 2-3 buah karbon. Lignin membentuk ikatan kovalen dengan polisakarida-polisakarida yang lain. Unit fenil propana terikat satu sama lain dengan ikatan eter dan ikatan C-C, dengan persentasi ikatan eter lebih banyak (Sigit, 2009).

Para Kumaril Alkohol Koniferil Alkohol Sinapil Gambar 2.2. Satuan Penyusun Fenilpropana (Steffen, 2003).

Struktur lignin pada kayu daun lebar memiliki komposisi yang lebih kompleks dibandingkan kayu daun jarum. Jenis kayu daun lebar disusun oleh unit siringil dan guaiasil dengan perbandingan tertentu, sedangkan lignin kayu daun jarum didominasi oleh unit guaiasil dengan sedikit tambahan p-hidroksiphenil (Agustina, 2009). Polimer alam kedua ini sangat melimpah dan membentuk 15 sampai 30 persen dinding sel kayu dari gymnospermae (softwood) dan angiospermae (hardwood). Lignin yang terdapat pada dinding sel, mendukung bentuk struktural, impermeabilitas, pertahanan terhadap mikroba dan oksidative stress. Secara struktural, lignin memiliki bentuk heteropolimer yang amorf, tidak larut dalam air dan terdiri atas 3 jenis fenilpropana yaitu coniferyl alcohol (guaiacyl propanol), coumaryl alcohol (p-hydroxyphenylpropanol), and sinapyl alcohol (syringyl propanol). Coniferyl alcohol adalah komponen utama dari softwood lignin, sementara, guaiacyl and syringyl alcohols konstituen utama dari hardwood lignin (Perez et al., 2002).


(17)

Degradasi Lignin

Degradasi lignin adalah tahap perubahan karbon dari lingkungan. Di alam, terjadi degradasi tanaman yang telah mati oleh mikroorganisme saprofit. Meskipun pengendalian terhadap mikroorganisme telah banyak dilakukan namun masih banyak mikroorganisme yang dapat mendegradasi lignin dengan menggunakan sistem enzimatik.

Degradasi lignin akan mengakibatkan kandungan lignin pada kayu berkurang. Jamur pelapuk lignin adalah jamur yang mampu merombak selulosa

dan lignin yang dikenal sebagai jamur pelapuk putih. Percobaan Siagian et al., (2003) pada serbuk kayu sengon yang diinokulasi dengan jamur P.

chrysosporium menunjukkan turunnya kadar lignin 1,07%. Jamur Pelapuk Putih

Jamur pelapuk putih dari kelas Basidiomycetes, merupakan organisme yang bekerja efisien dan efektif dalam proses degradasi lignin. Proses degradasi lignin ini dimulai saat jamur pelapuk putih menembus dan membentuk koloni dalam sel kayu, lalu mengeluarkan enzim yang berdifusi melalui lumen dan dinding sel. Jamur ini menyerang komponen lignin dari kayu hingga menyisakan selulosa dan hemiselulosa yang tidak terlalu berpengaruh. Akibatnya, terjadi penurunan kekuatan fisik kayu dan pembengkakan jaringan kayu (Sigit, 2009).

Jamur pelapuk putih merupakan kelompok jamur yang dikenal menghasilkan enzim ligninolitik secara ekstraseluler sehingga mampu mendegradasi lignin untuk mendapatkan hara yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Jamur yang paling efisien dalam mendegradasi lignin dalam tanah ialah Abortiporus biennis, Bjerkandera adusta, Dichomitus squalens,


(18)

P. chrysosporium, Phanerochaete sordida, P. radiata, Pleurotus ostreatus, Trametes hirsuta, dan Trametes versicolor (Toumela, 2002). Jamur P. chrysosporium merupakan salah satu jamur yang dapat menguraikan ikatan dan mendegradasi lignin dengan bantuan enzim pendegradasi lignin. Jamur ini juga dapat mendegradasi polimer selulosa dan hemiselulosa (Suparjo, 2008).

Jamur pelapuk putih dari kelas Basidiomycetes merupakan organisme yang bekerja efisien dan efektif dalam proses degradasi lignin. Proses degradasi lignin ini dimulai saat jamur pelapuk putih menembus dan membentuk koloni dalam sel kayu, lalu mengeluarkan enzim yang berdifusi melalui lumen dan dinding sel. Jamur ini menyerang komponen lignin dari kayu hingga menyisakan selulosa dan hemiselulosa yang tidak terlalu berpengaruh. Akibatnya, terjadi penurunan kekuatan fisik kayu dan pembengkakan jaringan kayu (Sigit, 2009).

Fungi pelapuk umumnya berfungsi sebagai pembuka jalan pelapukan lain oleh mikroba yang lebih rendah tingkatannya seperti bakteri. Pada umumnya fungi yang sangat berperan dalam pendegradasi kayu adalah fungi pelapuk putih (white rot fungi) dan fungi pelapuk coklat (brown rot fungi), dan keduanya sebagian besar tergolong Basidiomycetes. Fungi pelapuk putih mempunyai peran utama dalam mendegradasi komponen lignin, sedangkan fungi pelapuk coklat banyak mendegradasi selulosa dan hemiselulosa daripada lignin (Prasetya, 2005). Enzim Pendegradasi Lignin

Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih merupakan proses oksidatif. Enzim oksidatif merupakan enzim non-spesifik dan bekerja melalui mediator bukan protein yang berperan dalam degradasi lignin (Perez et al., 2002). Enzim


(19)

pendegradasi lignin terdiri dari Lignin Peroksidase, Manganase Peroksidase dan Lakase (Kerem dan Hadar, 1998).

Semua enzim pada awalnya dihasilkan di dalam sel, akan tetapi beberapa enzim dapat diekskresikan melalui dinding sel dan dapat berfungsi di luar sel. Oleh karena itu dikenal dua tipe enzim, yaitu enzim ekstraseluler atau eksoenzim dan intraseluler atau endoenzim. Enzim bersifat tidak stabil, aktivitasnya dapat berkurang dengan nyata atau hancur oleh berbagai kondisi fisik atau kimiawi. Adapun keadaan-keadaan yang mempengaruhi aktivitas enzim, di antaranya yaitu konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, pH dan suhu (Pelczar dan Chan, 1986). Lignin Peroksidase (LiP)

Lignin Peroksidase (LiP) merupakan enzim yang mengandung gugus heme dengan potensial redoks yang tinggi dan disekresikan keluar sel. Lignin Peroksidase mengoksidasi gugus metoksil pada cincin aromatik non fenolik dengan menghasilkan radikal bebas. pH optimum dari enzim LiP adalah dibawah 3 tetapi enzim menunjukkan ketidakstabilan apabila berada pada kondisi yang asam, mendekati pH 4. LiP memerlukan dua jenis metabolit agar dapat berfungsi dengan baik. Kedua jenis metabolit tersebut adalah hidrogen peroksida yang juga diperlukan oleh MnP dan veratil alkohol (VA) yang digunakan sebagai mediator dalam reaksi redoks (Sigit, 2008). Veratil alkohol merupakan substrat dari enzim LiP dan dihasilkan untuk meningkatkan kerja enzim LiP dan melindungi LiP dari inaktivasi akibat kelebihan H2O2

LiP ditemukan pertama kali pada jamur P. chrysosporium. P. chrysosporium merupakan jamur pelapuk putih yang paling banyak dipelajari, merupakan perwakilan dari kelompok LiP-MnP. P. chrysosporium memiliki


(20)

kemampuan mendegradasi paling efisien, dan beberapa strain sering digunakan secara industrial, seperti pada degradasi lignin dan biopulping (Kerem dan Hadar, 1998). Seperti peroxidase lainnya, LiP mampu dalam oksidasi dari berbagai jenis senyawa fenolik (guaicol, vanillyl alcohol, cathecol, syringic acid, acetosyringone, dan lainnya) (Wong, 2008). Beberapa jenis jamur yang dapat menghasilkan LiP ialah Panus sp., Pycnoporus coccineus, Pycnoporus sanguineus and Perenniporia medulla-panis (Dashtban et al., 2010).

Manganase Peroxidase (MnP)

Manganase Peroxidase (MnP) merupakan enzim ekstraseluler yang mengandung glikosilat heme yang disekresikan oleh berbagai jenis jamur pelapuk putih dan menggunakan H2O2 untuk mengkatalis oksidasi dari Mn (II) menjadi

Mn (III). Aktivitas MnP dirangsang oleh asam organik yang berfungsi sebagai pengkelat atau penstabil Mn3+. Mekanisme reaksinya pada keadaan awal MnP dioksidasi oleh H2O2 membentuk MnP senyawa I yang dapat direduksi oleh Mn2+

Ekstraseluler MnP yang pertama dimurnikan dari P. chrysosporium, dengan ekspresi dan produksi yang ditunjukkan pada kehadiran Mn dalam media kultur (Wong, 2008). MnP hanya dihasilkan pada sejumlah jamur Basidiomycetes (Steffen, 2003). Beberapa jenis jamur yang dapat menghasilkan MnP ialah Panus tigrinus, Lenzites betulinus, Phanerochaete flavido-alba, A. bisporus, Bjerkandera sp., Nematoloma frowardii (Dashtban et al., 2010), Coliours versicolor, P. chrysosporium (Kerem dan Hadar, 1998).

dan senyawa fenol membentuk MnP senyawa II (Sigit, 2008). MnP merupakan kelas kedua dari kelompok peroksidase yang dihasilkan oleh jamur secara ekstraseluler (Gadd, 2001).


(21)

Lakase

Lakase merupakan anggota dari kelompok kecil protein yang dikenal sebagai blue multi copper oxidases. Lakase mengandung empat atau lebih atom tembaga dan mempunyai peranan dalam mengurangi oksigen secara lengkap di dalam air. Lakase pada jamur ligninolitik berupa glikoprotein. Sampai tahun 1980, lakase merupakan satu-satunya enzim yang disekresikan oleh jamur yang mampu mengoksidasi polifenolik. Lakase tidak mampu mengoksidasi senyawa non fenolik, yang memiliki potensial redoks yang lebih tinggi dibandingkan senyawa fenolik (Gadd, 2001).

Lakase menggunakan molekul oksigen untuk mengoksidasi berbagai jenis senyawa aromatik dan senyawa non aromatik melalui reaksi katalisasi radikal bebas. Lakase mengkatalisis oksidasi satu elektron dari fenol menjadi radikal fenoksi. Seperti MnP, lakase dapat mengkatalisis pembelahan alkil-fenil dan Cα -Cβ dari lignin dimer dan dapat mengkatalisis dimetilisasi dari senyawa lignin (Gold dan Alic, 1993). Beberapa jenis jamur yang dapat menghasilkan enzim lakase ialah Omphalina sp. (Siswanto et al., 2007), Lentinus tigrinus, P. ostreatus, Cerrena unicolor strain, T. Versicolor, Trametes sp. strain AH, Trametes pubescens dan Cyathus bulleri (Dashtban et al., 2010), P. chrysosporium (Gold dan Alic, 1993), Fusarium solani (Kirk dan Farrell, 1987).


(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2014. Pengambilan sampel kayu karet lapuk di Arboretum USU. Isolasi jamur di Laboratorium Bioteknologi, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan Pengukuran aktivitas LiP di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Alat yang diperlukan pada penelitian ini antara lain neraca analitik, sentrifuse, spektrofotometer, vortex, pH meter, shaker, pipet serologi, cawan petri, inkubator jamur, sedangkan bahan yang diperlukan pada penelitian ini antara lain penyangga tartrat (pH 2.5), H2O2, MnSO4, veratryl alcohol, Potato Dextrose

Agar (PDA), KH2PO4, MgSO4.7H2O, tanin, Alkaline Lignin, NH4NO3, KCL,

MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, MnCL2.2H2O, CuSO4.5H2

Pengambilan Sampel

O.

Pengambilan sampel dilakukan di areal perkebunan karet Arboretum USU. Kriteria sampel yang digunakan adalah pangkal batang karet. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel yaitu menggunakan metode sensus dengan mengamati secara langsung kayu lapuk yang terinfeksi fungi, dan dilihat secara visual kayu lapuk lalu diambil sampelnya kemudian sampel dibersihkan dan dimasukkan ke dalam kantung kertas dan disimpan di dalam ruangan pada suhu kamar sampai proses isolasi.


(23)

Isolasi Jamur Pendegradasi Lignin dari Karet

Sampel kayu karet diambil secara aseptik dari pangkal batang karet dan selanjutnya dibawa ke dalam laboratorium. Sampel dipotong menjadi ukuran 0,5 x 0,5 cm kemudian disebarkan di atas media PDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 x 24 jam. Koloni jamur yang tumbuh dipindahkan pada media PDA yang baru dan dibuat biakan murninya.

Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik

Skrining aktivitas enzimatik secara kualitatif dilakukan dengan uji Bavendamm. Uji bavendamm ini bertujuan untuk mendapatkan jamur pelapuk putih. Isolat yang didapat ditumbuhkan pada media PDA yang ditambahkan 0,1 % asam tanin. Bila terbentuk endapan cokelat pada media, mengindikasikan adanya aktivitas fenol oksidase, maka fungi tersebut termasuk ke dalam kelompok fungi pelapuk putih (Nishida et al., 1988).

Persiapan Sumber Enzim

Sumber enzim untuk uji kuantitatif dipersiapkan dengan membiakkan isolat jamur pada media ligninase cair pada suhu ruang selama 14 hari.Suspensi jamur disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 °C selama 15 menit. Suspensi berupa ekstrak enzim kasar digunakan untuk pengukuran aktivitas ligninolitik secara kuantitatif. Pengukuran aktivitas enzim ligninolitik dilakukan setiap 2 hari selama 14 hari dengan metode sebagai berikut :

Pengukuran Aktivitas Ligninolitik Secara Kuantitatif Pengukuran Aktivitas Lignin Peroksidase (LiP)

Pengukuran aktivitas enzim LiP dilakukan menurut metode Bonnen et al. (1994). Ekstrak enzim sebanyak 0,2 ml ditambahkan ke dalam 2,8


(24)

ml larutan penyangga tartrat (pH 2.5). Campuran ini ditambahkan veratryl alcohol 2 mM dan H2O2 0.4 mM masing-masing sebanyak 1 ml. Campuran tersebut

selanjutnya dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Jumlah veratraldehida yang terbentuk diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 310 nm. Untuk larutan blanko digunakan 1 ml veratryl alcohol 2 mM dan 1 ml H2O2

Jumlah veratraldehida yang terbentuk dihitung berdasarkan rumus Lambert-Beer, yaitu,

0.4 mM dan 0,2 ml akuades yang dipanaskan pada suhu 60 °C selama 5 menit.

∆C = (��−��)

(��)

Dimana, ΔC = jumlah vetraldehida yang terbentuk selama t menit (mol/liter)

At = nilai absorbansi pada t menit Ao = nilai absorbansi pada awal reaksi b = diameter kuvet (1 cm)

k = konstanta (veratraldehida = 9,300/M/cm)

Aktivitas enzim dinyatakan dalam satuan unit yang setara dengan 1 nmol veratraldehida yang dihasilkan per menit dari perlakuan 1 ml enzim yang direaksikan dalam kondisi asam, sehingga aktivitas enzim yaitu :

Unit (U/ml) = ∆C x Vtot (ml ) x 10 9 t(menit ) x V enzim (ml )


(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Isolasi Jamur Pelapuk Kayu

Sampel kayu lapuk yang telah diambil dari tegakan karet di arboretum diisolasi dengan menggunakan PDA sebagai medianya. Isolat jamur yang tumbuh pada saat isolasi kemudian dikelompokkan menjadi beberapa bagian berdasarkan penampakan visualnya. Penampakan visual ini dapat berupa warna jamur dan bentuk permukaan koloni pada media. Dari hasil pengelompokan tersebut masing-masing diambil satu untuk efisiensi.

Setelah dilakukan pemilihan berdasarkan pengamatan visual, ditemukan lima isolat. Kelima isolat jamur ditumbuhkan di media PDA yang dicampurkan dengan kapsul antibiotik (kemicetin) yang berfungsi untuk mencegah perkembangbiakan bakteri. Isolat yang dibiarkan selama 3 hari kemudian dimurnikan pada media PDA baru ditambah dengan 0,1% asam tanin atau yang disebut dengan Uji Bavendamm.

Karakterisasi pada kelima isolat jamur diamati berdasarkan pengamatan makroskopis. Pengamatan morfologi dilakukan berdasarkan warna dan permukaan koloni tepung (Tabel.1). Untuk pengamatan mikroskopis, isolat jamur diamati setelah terbentuk endapan cokelat yaitu melalui uji Bavendamm.

Tabel 1. Hasil Karakterisasi Isolat Jamur dari kayu karet lapuk

Isolat Jamur Warna Koloni

(3-5 hari)

Jenis Pengamatan Permukaan Koloni

R1 Putih kehijauan Menggunung seperti kapas

R2 Putih kehijauan Menyebar

R3 Putih Menggunung

R4 Putih Menggunung seperti kapas


(26)

Gambar 1. Pengamatan Isolat Jamur dari Kayu Karet yang Lapuk (a) R1, (b) R2, (c) R3, (d) R4, (e) R5.

2. Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan Uji Bavendamm

Kelima isolat jamur tersebut kemudian di Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan uji Bavendamm. Isolat jamur ditumbuhkan di tempat yang gelap (kotak tertutup). Hasil Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan uji bavendamm tersebut, diperoleh tiga isolat jamur yang menunjukkan reaksi positif. Reaksi positif ini diperoleh dengan cara melihat ada tidaknya endapan coklat pada media disekitar koloni yang menunjukkan bahwa fungi tersebut dapat mendegradasi asam tanin sesuai dengan penelitian (musa, 2012) apabila pada medianya tidak terbentuk warna cokelat berarti uji Bavendammnya negatif (-), artinya jamur tersebut tidak bisa mendegradasi asam tannin sehingga jamur ini bisa dikelompokkan ke dalam jamur pelapuk cokelat. Kemudian apabila terbentuk warna cokelat pada media, berarti uji Bavendammnya positif (+). Artinya, jamur tersebut bisa mengoksidasi asam tannin sehingga jamur ini bisa dikelompokkan ke dalam jamur pelapuk putih. Fungi yang mampu mendegradasi asam tanin adalah

a b c


(27)

fungi yang memiliki enzim oksidase ekstraseluler yang pada umumnya adalah fungi pelapuk putih.

Penelitian Siagian et al., (2003) menunjukkan bahwa pemberian fungi pelapuk putih cenderung menurunkan zat ekstraktif kayu. Zat ekstraktif yang larut dalam pelapuk organik adalah resin, lemak, lilin dan tanin. Penurunan zat ekstraktif merupakan hal yang baik karena zat ekstraktif yang tinggi dapat menyebabkan noda pada petri bagian bawah. Warna cokelat yang terbentuk karena adanya reaksi fenol oksidase seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Hasil uji bavendamm isolat jamur dari kayu karet lapuk ; (a) isolat R2, (b) isolat R3 dan (c) isolat R4 menunjukkan hasil positif pada uji Bavendamm dimana terdapat endapan cokelat

c

Endapan coklat

Endapan coklat

Endapan coklat

b a


(28)

Dari kelima isolat yang diuji, hanya ada tiga isolat yang menunjukkan tanda positif yang ditandai dengan terbentuknya endapan coklat pada media agar asam tanin (Tabel 2). Pembentukan endapan cokelat merupakan hasil sekresi enzim lignolitik oleh karena kemampuan isolat jamur dalam menggunakan asam tanat sebagai sumber karbon, dan diasumsikan sebagai hasil dari aktifitas

polifenol menjadi kuinon yang menghasilkan polimer yang berwarna gelap (Prayudyaningsih et al., 2007).

Dari hasil uji bavendamm menunjukkan terjadi degradasi lignin pada kayu karet yang lapuk. Degradasi dapat dibagi dalam tiga kategori. Degradasi diawali pada selulosa, hemiselulosa kemudian degradasi lignin. Pertama, lignin yang didegradasi kemudian diikuti degradasi selulosa dan hemiselulosa. Kedua, sebaliknya degradasi diawali pada selulosa dan hemiselulosa kemudian degradaasi lignin. Ketiga, degradasi lignin dan selulosa berjalan secara bersama. Pada umumya proses degradasi berjalan bertahap dan pada umumnya terjadi pemotongan rantai panjang dari polimer selulosa menjadi lebih pendek (Prasetya, 2005).

Tabel 2. Uji Bavendamm Isolat Jamur dari kayu karet lapuk

Isolat Jamur Endapan Cokelat

R1 -

R2 +

R3 +

R4 +

R5 -

Endapan cokelat pada ketiga jenis jamur terbentuk (Gambar 2). Tiga isolat jamur yang menunjukkan hasil positif ditandai dengan terdapatnya endapan cokelat pada media, yaitu isolat jamur R2, R3, dan R4. Warna cokelat yang terbentuk pada media disebabkan oleh adanya reaksi pengoksidasian fenol yang


(29)

mengeluarkan enzim-enzim tertentu pada saat menempel pada substrat, ini sesuai dengan pernyataan Prasetya (2005) yang menyatakan bahwa degradasi lignin pada umumnya dimulai dari reaksi biotransformasi komponen kompleks lignin yang umumnya dilakukan oleh enzim yang dikeluarkan oleh fungi pelapuk putih.

Bowyer dan Haygreen (1989) menyatakan fungi pelapuk putih memiliki kemampuan untuk merusak baik komponen lignin ataupun selulosa sel. Fungi pelapuk putih mempunyai pengaruh yang terbatas pada warna kayu tetapi dalam hal-hal lain mungkin memberikan warna pucat atau keputih-putihan. Fungi pelapuk putih cenderung untuk mengikis ke arah luar dari rongga sel dengan menguraikan lapisan-lapisan dinding sel secara berturut-turut, menyerupai sungai mengikis tebingnya sehingga dinding sel menjjadi semakin tipis. Kayu yang terkena fungi pelapuk putih canderung masih memiliki bentuk tetapi menjadi berongga. Umumnya fungi pelapuk sedikit atau tidak terlihat penyusutan kayu atau collapse sehingga bentuk kayu relative tidak berubah. Selain itu serangan fungi pelapuk putih mengakibatkan kehilangan kekuatan kayu secara bertahap sampai kayu menjadi seperti sponge. Umumnya fungi pelapuk putih menyerang hardwood, tetapi bisa juga menyerang softwood (Wilcox, 1973).

3. Identifikasi Fungi Pelapuk Putih

Berdasarkan identifikasi secara mikroskopis, identifikasi fungi dilakukan pada isolat fungi yang menunjukkan hasil positif pada uji Bavendamm. Hasil identifikasi yang didapatkan adalah fungi Phanerochaete sp (terdapat 2 tipe fungi) dan Exidia sp, dimana fungi tersebut termasuk dalam kelompok Basidiomycetes dan termasuk dalam keluarga Auliculariaceae dan Phanerochaetaceae. Pada umumnya jamur pelapuk kayu termasuk kedalam kelas Basidiomycetes


(30)

(Boyce, 1961). Karakteristik ketiga isolat jamur secara mikroskopis berdasarkan hifa, spora aseksual, bentuk dan spora aseksual dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Karakterisasi Mikroskopik Isolat Jamur dari karet lapuk

Isolat Hifa Spora Aseksual Bentuk dan Pengaturan Spora

Aseksual

R2 Berseptat Konidiospora Konidia berbentuk bulat, banyak sel,

dan diproduksi berantai

R3 Tidak Berseptat - -

R4 Berseptat Konidiospora Konidia berbentuk bulat, banyak sel.

Diproduksi tunggal, bersel banyak

Exidia sp

Berdasarkan identifikasi secara mikroskopis isolat R3 merupakan jenis fungi Exidia sp yang digolongkan dalam keluarga Auriculariaceae dan diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Basidiomycota Kelas : Agaricomycetes Famili : Auriculariaceae Genus : Exidia

Spesies : Exidia sp

Secara mikroskopik Exidia dapat dilihat pada Gambar 3. Exidia termasuk jeli fungi yang bersifat saprotrophik pada kayu mati dan merupakan kelompok organisme yang dapat mengurai lignin. Terdapat clamp connection (sambungan apit) pada gambar 3 yang merupakan ciri dari Basidiomycetes yang bertujuan

untuk memindahkan inti sel dalam proses perkembangan hifa (Thompson dan Gloria, 1965).


(31)

Gambar 3. Exidia sp (Perbesaran 100x)

Exidia sp adalah spesies pionir yang mampu hidup berkoloni pada kayu yang baru mati. Sebuah studi dari proses pembusukan kayu di cabang-cabang kayu menunjukkan bahwa exidia sp erat kaitannya dengan pembusukan cabang mati di pohon hidup. Secara khusus, perannya adalah untuk menghancurkan jaringan dari kambium vaskular (Kuo, 2007).

Phanerochaete sp

Berdasarkan identifikasi secara mikroskopis isolat R2 dan R4 merupakan jenis fungi Phanerochaete spyang diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota Kelas : Basidiomycetes Ordo : Polyporales Famili : Phanerochaetaceae Genus : Phanerochaete

Gambar 4. (a)Struktur mikroskopis Phanerochaete sp,(Burdsall, 1981) (b)Phanerochaete sp1 (R2) (Perbesaran 100x) , (c) Phanerochaete sp2 (R4) (Perbesaran 100x)

Clamp connection

Hifa

a b

Septa Spora

Clamp connection Spora

Septa

Clamp


(32)

Pada Gambar 4 Spora Phanerochaetetaceae (basidiospora) berbentuk elips berdinding tipis, bening dan hifanya dengan lumen normal, berdinding tebal memanjang dan tidak menggembung sesuai dengan pernyataan dari (Burdsall and Eslyn,1974) juga sesuai dengan pernyataan dari (Zmitrovich, 2006). Hifa bersekat (septa) dan bersifat totipoten serta berminyak, memiliki clamp connection dan sporanya diproduksi tunggal dan mengelompok yaitu pada ujung hifa sesuai dengan pernyataan dari Zmitrovich et al. (2006).

4. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP)

Dari hasil pengukuran aktivitas enzim LiP, setiap 2 hari selama 14 hari pengukuran. Isolat yang dikultur pada medium ligninase cair menunjukkan aktivitas yang bervariasi. Aktivitas enzim LiP tertinggi pada isolat jamur

Phanerochaete sp1 adalah pada pengukuran hari ke-8 yaitu 0,073 (U/ml)

selanjutnya tidak terjadi aktivitas pada hari ke-10 sampai akhir pengukuran. Pada Isolat jamur R3, aktivitas enzim LiP tertinggi pada pengukuran hari ke-8 yaitu 0,323 (U/ml) dan pada pengukuran hari ke-10 terjadi penurunan aktivitas enzim LiP dan berhenti pada pengukuran hari ke-14. Pada isolat jamur Phanerochaete sp2

puncak aktivitas tertinggi enzim LiP adalah pada pengukuran hari ke-10 yaitu 0,466 (U/ml) dan mengalami penurunan pada pengukuran hari ke-12 kemudian berhenti pada pengukuran hari ke-14. Dari ketiga isolat jamur yang diuji aktivitas enzim LiPnya, isolat jamur Phanerochaete sp2 adalah yang tertinggi aktivitasnya, yaitu sebesar 0,466 (U/ml). Diikuti isolat jamur Exidia sp yaitu 0,323 (U/ml) dan aktivitas enzim LiP yang terendah adalah pada isolat jamur Phanerochaete sp1, yaitu 0,073 (Tabel 4).


(33)

Tabel 4. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) dari Isolat Jamur Kayu Karet Lapuk (U/ml)

Isolat Hari Ke

2 4 6 8 10 12 14

Phanerochaete sp1 0 0 0,052 0,073 0 0 0

Exidia sp 0 0 0,090 0,323 0,054 0,018 0

Phanerochaete sp2 0 0 0,036 0,323 0,466 0,180 0

Dari hasil pengukuran aktivitas enzim LiP yang dilakukan, terdapat perbedaan aktivitas enzim LiP pada masing-masing isolat jamur. Perbedaan hasil aktivitas enzim LiP ini disebabkan oleh respon pada setiap jenis isolat berbeda terhadap media selama pengukuran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Supriyanto (2009) yang menyatakan bahwa jenis isolat dan juga media berpengaruh dalam produksi enzim ligninase.

Gambar 5. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) dari Isolat Jamur Kayu Lapuk Karet

Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan waktu aktivitas enzim LiP. Pada isolat jamur Phanerochaete sp1, aktivitas enzim LiP mulai terjadi pada hari ke-6 yaitu 0,052 (U/ml) kemudian mencapai maksimum pada hari ke-8, yaitu 0,073 (U/ml) dan berhenti pada hari ke-10. Pada isolat jamur Exidia sp aktivitas enzim LiP mulai terjadi pada hari ke-6 yaitu 0,090 kemudian aktivitasnya maksimum pada hari ke-8 yaitu 0,323 (U/ml) dan berhenti pada hari

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

1 2 3 4 5 6 7

R4 R3 R2 A k tiv ita s Masa Inkubasi (Hari)


(34)

enzim LiP pada isolat jamur Phanerochaete sp2 juga terjadi pada hari ke-6 yaitu 0,036 (U/ml) kemudian mencapai puncaknya pada hari ke-10 yaitu 0,466 (U/ml) dan berhenti pada hari ke-14. Hal ini sesuai dengan penelitian Widjaja et al. (2004) yang menunjukkan bahwa aktivitas maksimum enzim LiP pada P. chrysosporium dicapai pada hari ke-4 sebesar 0,81 U/ml, selanjutnya mengalami penurunan karena pertumbuhan jamur mulai menurun dan adanya kematian sel.

Hasil pengukuran aktivitas enzim LiP, terdapat isolat jamur yang aktivitas enzim LiPnya berhenti pada waktu tertentu setelah mengalami penurunan aktivitas enzim LiP. Hal ini disebabkan pada hari atau waktu tertentu, enzim LiP tidak dapat lagi mendegradasi lignin. Ini sesuai dengan pernyataan Widjaja et al (2004) yang menjelaskan bahwa penurunan aktivitas enzim disebabkan penurunan pertumbuhan jamur dan adanya kematian sel.

Ketiga isolat jamur yang diukur menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Diantara ketiga isolat jamur pelapuk putih tersebut, isolat yang diasumsikan berpotensi untuk biopulping adalah isolat jamur jenis Phanerochaete sp2. Hal ini dikarenakan isolat jamur Phanerochaete sp2 adalah yang paling banyak mendegradasi lignin. Selain itu, isolat jamur Phanerochaete sp2 memiliki masa aktif yang lebih lama dibandingkan kedua isolat jamur lainnya sehingga proses pendegradasi lignin menjadi lebih efisien.


(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil lima isolat jamur yang berada pada kayu karet yang lapuk, hanya ada 3 jamur pelapuk putih setelah dilakukan uji Bavendamm, yaitu isolat jamur

Phanerochaete sp1, Exidia sp, dan Phanerochaete sp2.

2. Aktivitas enzim LiP tertinggi selama 14 hari pengukuran, secara berturut-turut adalah isolat jamur Phanerochaete sp1 pada hari ke-8, yaitu 0,073 (U/ml), isolat jamur Exidia sp pada hari ke-8, yaitu 0,323 (U/ml) dan isolat jamur

Phanerochaete sp2 pada hari ke-10, yaitu 0,466 (U/ml).

3. Dari ketiga isolat jamur, yang berpotensi paling untuk proses biopulping adalah isolat jamur Phanerochaete sp2.

Saran

Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengaplikasikan jamur pelapuk putih tersebut untuk proses biopulping, agar potensinya dapat diketahui secara nyata.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, D. 2009. Kadar Lignin dan Tipe Monomer Penyusun Lignin Pada Kayu Akasia. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Artiningsih, T. 2006. Aktivitas Lignolitik Jenis Ganoderma pada Berbagai Sumber Karbon. Biodiversitas 7(4): 307-311.

Bonnen, A. M., Anton. L. H and Orth. A. B. 1994. Lignin-Degrading Enzymes of The Commercial Button Mushroom, Agaricus bisporus. Appl. Environ.Microbiol. 60(3): 960-965.

Boyce JS. 1961. Forest Pathology. 2

nd

Burdsall, H. H. and Eslyn. 1974. The Taxonomy Of Sporotrichum Pruinosum And

Sporotrichum Pulverulentum/Phanerochaete Chrysosporium. Madison. U.S.

Department of Agriculture, Forest Service.

edition. New York: McGraw Hill Book Company.

Dashtban, M., Schraft. H., Syed. A and Qin, W. 2010. Fungal Biodegration and Enzymatic Modification of Lignin. Int J Biochem Mol Biol 1(1):36-50. Gadd, M. G. 2001. Fungi in Bioremediation. Cambridge University Press. United

Kingdom. hlm. 16-35.

Haygreen, J. G. dan J. L. Bowyer. 1982. Forest Product And Wood Science, An Introduction. Iowa State University Press, Amess, Iowa 50010, USA. Herliyana EN. 1997. Potensi Schizophyllum commune dan Phanerochaete

chrysosporium untuk pemutihan pulp kayu Acacia mangium dan Pinus

merkusii [tesis]. Bogor: Program Studi Entomologi/Fitopatologi Program

Pascasarjana IPB.

Kerem, Z and Hadar. Y. 1998. Lignin Degrading Fungi Mechanisms and Utilization. The Heberw University of Jerusalem. Israel.

Kuo, M.2007 Exidia glandulosa

Makela, R . 2009. The White rot Fungi Phelebia radiata and Dichomitus squalens in Wood Based cultures Expression of Laccases, Lignin Peroxidases, and Oxalate Decarboxylase. [Dissertation]. Finland: University of Helsinki Musa, 2012. Wood Rot Fungi Identification on Dead Wood Biodelignification

Process in Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Karo District [Skripsi]. Medan. Universitas Sumatera Utara.


(37)

Orth A.B., D.J. Royse, M. Tien. 1993. Ubiquity of lignindegrading peroxidases among various wood-degrading fungi. Appl Environ Microbiol 59:4017-4023.

Perez, J., Dorado. J., Rubia. T and Martinez. J. 2002. Biodegradation and Biological Treatments of Cellulose, Hemicellulose and Lignin. An overview. Int. Microbiol. 5: 53-63.

Prasetya.B. 2005. Proses dan Produksi Ramah Lingkungan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Prayudyaningsih, R. dan B. Santoso. 2007. Efektivitas mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan semai bitti (Vitex cofassus Reinw). Dalam Prosiding Kongres Nasional Mikoriza II. “ Percepatan Sosialisasi Teknologi Mikoriza untuk Mendukung Revitalisasi Kehutanan, Pertanian dan Perkebunan”. Bogor. 17-21 Juli 2007.

Ragupathy S dan Mahadevan A. 1991. VAM distribution influenced by salinity gradient in coastal tropical forest. Di dalam : Soerjanegara I dan Supriyanto, editor. Proceeding of second Asian Conference on

Risdianto, H., Setiadi. T., Suhardi. H. S dan Niloperbowo. W. 2007. Pemilihan Spesies Jamur dan Media Imobilisasi Untuk Produksi Enzim Ligninolitik. Prosiding seminar nasional rekayasa kimia dan proses: 1-6.

Siagian, R. M., Suprapti, S., dan Komarayati, S. 2003. Peranan fungi Pelapuk Putih Dalam Proses Biodelignifikasi Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen).Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol 1 No. 1 Januari 2003.

Sigit, M. 2009. Pola Aktivitas Enzim Lignolitik Jamur Tiram (Pleorotus ostreatus) Pada Media Sludge Industri Kertas. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sjoberg, G. 2003. Lignin Degradation: Long-Term Effects of Nitrogen Addition on Decomposition of Forest Soil Organic Matter. [Dissertation]. Swedish: University of Agricultural Sciences.

Steffen, K.T. 2003. Degradation of Recalcitrant Biopolymers and Polycyclic Aromatic Hydrocarbons by Litter-Decomposing Basidiomycetous Fungi. [Dissertation]. Finland: University of Helsinki.

Sudiyani, Y., Sembiring. C. K., Hendarsyah. H and Alawiyah, S. 2010. Alkaline Pretreatment and Enzymatic Saccharification of Oil Palm Empty Fruit Bunch Fiber for Ethanol Production. Menara Perkebunan 78(2) : 70-74. Suparjo. 2008. Degradasi Komponen Lignoselulosa oleh Kapang Pelapuk Putih.


(38)

Thompson.A dan L. Gloria.1965. Laboratory Manual of Tropical Mycology and Elementary Bacterology. University of Malaya Press. Kuala Lumpur.

Toumela, M. 2002. Degradation of Lignin and Other 14

Wilcox, P. L. et al. Detection of a major gene for resistance to fusiform rust disease in loblolly pine by genomic mapping. Proc. Natl Acad. Sci. USA 93, 3859–3864 (1996).

C-labelled Compounds in Compost and Soil with An Emphasis on White Rot Fungi. [Dissertation]. Finland: University of Helsinki.

Wong, S. 2008. Structure and Action Mechanism of Ligninolitic Enzymes. Appl Biochem Biotechnol. 157: 174-209.

Zabel RA, Morrell JJ. 1992. Wood Microbiology: Decay and its Prevention. California: Academic Press Inc.

Zmitrovich, I.V., Malysheva V.F., Spirin W.A. A new morphological arrangement of the Polyporales. I. Phanerochaetineae. Mycena. 2006. Vol. 6. P. 4.56.


(39)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi Media Ligninase Komposisi Media Ligninase (Iwara et al.)

KH2PO4

MgS0

2 g

4.7H2

K

O 0,5 g

2HPO4

Alkaline Lignin 2 g

1 g

NH4NO3

KCL 0,5 g

2 g

MgSO4.7H2

FeSO

O 0,5 g

4.7H2

MnCL

O 10 mg

2.2H2

CuSO

O 5 mg

4.5H2O 1 mg

Kemudian semua komposisi ini dilarutkan dalam akuades sebanyak 1 liter dan disterilkan dengan autoclave.


(40)

Lampiran 2.Alur Kerja Isolasi Jamur Pendegradasi Lignin dari Kayu Lapuk Karet

dimasukkan ke dalam plastik bersih dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil disebarkan di atas media PDA

diinkubasi pada suhu suhu ruang selama 3 x 24 jam dibuat biakan murni dari koloni jamur

Kayu Karet Lapuk

Hasil

Kayu Karet Lapuk

Hasil


(41)

Lampiran 3.Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan Uji Bavendamm

ditumbuhkan pada media PDA + asam tanin 0,1 % pada suhuh ruang

diinkubasi pada suhu ruang

diamati endapan cokelat yang terbentuk

Biakan Jamur Isolat Jamur Isolat Jamur


(42)

Lampiran 4.Persiapan Sumber Enzim

dibiakkan pada 50 ml media ligninase cair diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4 °C selama 15 menit

Biakan Jamur Yang Mampu Membentuk Endapan Cokelat


(43)

Lampiran 5.Pengujian Aktivitas Lignolitik Secara Kuantitatif Pengukuran Aktivitas Lignin Peroksidase (LiP)

ditambahkan 2,8 ml larutan penyangga tartrat (pH 2,5)

ditambahkan 1 ml veratril alkohol 2 mM ditambahkan 1 ml H2O2

dihomogenkan

0.4 mM

diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang

diukur jumlah veratraldehida yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 310 nm dihitung jumlah veratraldehida yang terbentuk berdasarkan rumus Lambert-Beer

dihitung aktivitas unit enzim 0,2 ml Supernatan Enzim

Hasil


(44)

Lampiran 6. Tabel Perhitungan Aktivitas Enzim Ligninolitik Perhitungan Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP)

Isolat SN 1

Hari A0 At ΔA

Konsentrasi Enzim

U/ml

2 0,052 0,052 0,000 0

4 0,055 0,055 0,000 0

6 0,161 0,190 0,029 0,051971

8 0,046 0,087 0,041 0,073477

10 0,079 0,079 0,000 0

12 0,079 0,079 0,000 0

14 0,079 0,079 0,000 0

Isolat SN2

Hari A0 At ΔA

Konsentrasi Enzim

U/ml

2 0,095 0,095 0,000 0

4 0,095 0,095 0,000 0

6 0,003 0,008 0,005 0,089606

8 0,045 0,063 0,018 0,322581

10 0,098 0,101 0,003 0,053763

12 0,058 0,059 0,001 0,017921

14 0,095 0,095 0,000 0

Isolat SN3

Hari A0 At ΔA

Konsentrasi Enzim

U/ml

2 0,007 0,089 0,082 0

4 0,007 0,089 0,082 0

6 0,045 0,047 0,002 0,035842

8 0,016 0,034 0,018 0,322581

10 0,043 0,069 0,026 0,46595

12 0,003 0,013 0,010 0,179211


(45)

Lampiran 7. Gambar Dokumentasi Penelitian

Gambar 7.1 Media Ligninase Cair

Gambar 7.2 Isolat Jamur Pada Media Ligninase Cair

Gambar 7.3 Ekstrak Enzim Kasar

R4 R3


(1)

Lampiran 2.Alur Kerja Isolasi Jamur Pendegradasi Lignin dari Kayu Lapuk Karet

dimasukkan ke dalam plastik bersih dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil disebarkan di atas media PDA

diinkubasi pada suhu suhu ruang selama 3 x 24 jam dibuat biakan murni dari koloni jamur

Kayu Karet Lapuk

Hasil

Kayu Karet Lapuk

Hasil


(2)

Lampiran 3. Skrining Aktivitas Enzim Ligninolitik dengan Uji Bavendamm

ditumbuhkan pada media PDA + asam tanin 0,1 % pada suhuh ruang

diinkubasi pada suhu ruang

diamati endapan cokelat yang terbentuk Biakan Jamur

Isolat Jamur Isolat Jamur


(3)

Lampiran 4. Persiapan Sumber Enzim

dibiakkan pada 50 ml media ligninase cair diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4 °C selama 15 menit

Biakan Jamur Yang Mampu Membentuk Endapan Cokelat


(4)

Lampiran 5. Pengujian Aktivitas Lignolitik Secara Kuantitatif Pengukuran Aktivitas Lignin Peroksidase (LiP)

ditambahkan 2,8 ml larutan penyangga tartrat (pH 2,5)

ditambahkan 1 ml veratril alkohol 2 mM ditambahkan 1 ml H2O2

dihomogenkan

0.4 mM

diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang

diukur jumlah veratraldehida yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 310 nm dihitung jumlah veratraldehida yang terbentuk berdasarkan rumus Lambert-Beer

dihitung aktivitas unit enzim 0,2 ml Supernatan Enzim

Hasil


(5)

Lampiran 6. Tabel Perhitungan Aktivitas Enzim Ligninolitik Perhitungan Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP)

Isolat SN 1

Hari A0 At ΔA

Konsentrasi Enzim

U/ml

2 0,052 0,052 0,000 0

4 0,055 0,055 0,000 0

6 0,161 0,190 0,029 0,051971

8 0,046 0,087 0,041 0,073477

10 0,079 0,079 0,000 0

12 0,079 0,079 0,000 0

14 0,079 0,079 0,000 0

Isolat SN2

Hari A0 At ΔA

Konsentrasi Enzim

U/ml

2 0,095 0,095 0,000 0

4 0,095 0,095 0,000 0

6 0,003 0,008 0,005 0,089606

8 0,045 0,063 0,018 0,322581

10 0,098 0,101 0,003 0,053763 12 0,058 0,059 0,001 0,017921

14 0,095 0,095 0,000 0

Isolat SN3

Hari A0 At ΔA

Konsentrasi Enzim

U/ml

2 0,007 0,089 0,082 0

4 0,007 0,089 0,082 0

6 0,045 0,047 0,002 0,035842

8 0,016 0,034 0,018 0,322581

10 0,043 0,069 0,026 0,46595

12 0,003 0,013 0,010 0,179211


(6)

Lampiran 7. Gambar Dokumentasi Penelitian

Gambar 7.1 Media Ligninase Cair

Gambar 7.2 Isolat Jamur Pada Media Ligninase Cair

Gambar 7.3 Ekstrak Enzim Kasar

R4 R3