Uji Potensi Fungi Pelapuk Putih Pada Batang Kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis) Sebagai Pendegradasi Lignin

TINJAUAN PUSTAKA

Eucalyptus grandis
Nama Botani dari Eucalyptus grandis adalah Eucalyptus grandis Hill
exMaiden. Eucalyptus grandis adalah nama lain dari Eucalyptus saligna var.
pallidivalvis Baker et Smith. Di dunia perdagangan sering disebut Flooded gum,
rose gum. Tanaman Eucalyptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar,
tingginya 60-87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga
200 cm. Permukaan pepagan licin, berserat berbentuk papan catur. Daun muda
dan daun dewasa sifatnya berbeda,daun dewasa umumnya berseling kadangkadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip
atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat
kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering
dan berdinding tipis, biji berwarna coklat atau hitam (Latifah, S, 2004).
Penyebaran dan Habitat Eucalyptus
Marga Eucalyptus terdiri atas 500 jenis yang kebanyakan endemik di
Australia dibagi lagi menjadi beberapa seksi dan seri. Hanya 2 jenis tersebar di
wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Filiphina) yaitu
Eucalyptus urophylus dan Eucalyptus deglupta. Beberapa jenis menyebar dari
Australia bagian utara menuju Malesia bagian timur. Keragaman terbesar di
daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian Baratdaya. Pada saat
ini beberapa jenis ditanam di luar daerah penyebaran alami, misalnya di kawasan

Malesia, juga di Benua Asia, Afrika bagian Tropika dan Subtropika, Eropa bagian
Selatan, Amerika Selatan danAmerika Tengah. Hampir semua jenis Eucalyptus
berdaptasi dengan iklim muson. Beberapa jenis bahkan dapat bertahan hidup di

Universitas Sumatera Utara

musim yang sangat kering, misalnya jenis-jenis yang telah dibudidayakan yaitu
Eucalyptus alba, Eucalyptus camaldulensis, Eucalyptus citriodora, Eucalyptus
deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada habitat hutan hujan dataran rendah
dan hutan pegunungan rendah, pada ketinggian hingga 1800 meter dari
permukaan laut, dengan curah hujan tahunan 2500-5000 mm, suhu minimum rata0

0

rata 23 dan maksimum 31 di dataran rendah, dan suhu minimum rata-rata 13

0

0


dan maksimum 29 di pegunungan (Sutisna, Kalima dan Purnadjaja, 1998).
Lignin
Lignin adalah suatu polimer yang terdiri dari unit-unit fenilpropana
dengan sedikit ikatan yang dapat dihidrolisis. Seringkali lignin disebut pula
sebagai substansi kerak, karena kaku. Lignin melindungi selulosa dan bersifat
tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arialkil dan ester. Karena struktur
senyawa kompleks dan bersifat kaku, maka secara alamiah lignin sukar
didekomposisi dan hanya sedikit mikroorganisme yang mampu mendegradasinya
(Artiningsih, 2006).
Lignin adalah senyawa aromatik heteropolimer dari unit phenil-propanoid
yang memberikan kekuatan pada kayu dan rigiditas struktural pada jaringan tanaman
serta melindungi kayu dari serangan mikrobial dan hidrolitik. Lignin merupakan

polimer yang strukturnya heterogen dan kompleks yang terdiri dari koniferil
alkohol, sinaphil alkohol, dan kumaril alkohol sehingga sulit untuk dirombak.
Sekitar 30% material pohon adalah lignin yang berfungsi sebagai penyedia
kekuatan fisik pohon, pelindung dari biodegradasi dan serangan mikroorganisme
(Fitria, 2006).

Universitas Sumatera Utara


Lignin sendiri adalah komponen utama penyusun kayu selain selulosa dan
hemiselilosa. Lingnin terdiri dari molekul-molekul senyawa polifenol yang
berfungsi sebagai pengikat sel-sel kayu satu sama lain, sehingga bahan perekat
pada kayu lapis, komposit dan berbagai produk kayu lainnya. Lignin juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan lignosulfonat. Lignosulfonat adalah
salah satu derivate lignin yang diperoleh dengan cara sulfonasi lignin, merupakan
polimer polielektrolit yang larut dalm air (Falah, 2012).
Lignin merupakan senyawa kimia yang umumnya diperoleh pada kayu
dan merupakan bagian integral dari dinding sel tumbuhan. Lignin adalah bahan
polimer alam terbanyak kedua setelah selulosa. Lignin merupakan polimer yang
sukar larut dalam asam dan basa kuat dan sulit terdegradasi secara kimiawi
maupun secara enzimatis. Lignin pada kayu terdapat pada lamela tengah antara
selulosa, hemiselulosa, dan pektin yang berfungsi sebagai perekat atau penguat
dinding sel. Lignin berperan sangat penting bagi tumbuhan sebagai pengangkut
air, nutrisi, dan metabolis dalam sel tumbuhan. Lignin sulit didegradasi karena
strukturnya yang kompleks dan heterogen yang berikatan dengan selulosa dan
hemiselulosa dalam jaringan tanaman. Lebih dari 30% tanaman tersusun atas
lignin yang memberikan bentuk yang kokoh dan memberikan proteksi terhadap
serangga dan patogen. Disamping memberikan bentuk yang kokoh terhadap

tanaman, lignin juga membentuk ikatan yang kuat dengan polisakarida yang
melindungi polisakarida dari degradasi mikroba dan membentuk struktur
lignoselulosa (Orth, Royse dan Tien, 1993).
Lignin dari hasil isolasi digunakan sebagai media selektif untuk pengujian
jamur pelapuk putih. Jamur pelapuk putih kelas Basidiomycetes merupakan jamur

Universitas Sumatera Utara

yang efektif mendegradasi lignin. Hal tersebut karena jamur pelapuk putih mampu
menghasilkan enzim lakase (Lac), lignin peroksidase (Li-P) serta Mn-peroksidase
(Mn-P) dengan aktivitas yang bervariasi. Jamur yang termasuk dalam jenis.
Basidiomycetes yang umum digunakan untuk mendegradasi lignin. Jamur pelapuk
putih dapat digunakan untuk biodelignifikasi kayu sengon, ditinjau dari terjadinya
penurunan kadar lignin dan juga zatekstraktif kayu (Siagian, Suprapti dan
Komarayati, 2003).
Lignin merupakan fenol, berbentuk amorf serta bukan merupakan
karbohidrat, meskipun tersusun atas C, H dan O. Lignin, polimer aromatic kompleks
yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alcohol (turunan
fenilpropana). Lignin membungkus polisakarida sehingga meningkatkan kekuatan
kayu dan menjadikannya lebih resisten terhadap serangan mikroorganisme

(Supriyanto, 2009).

Degradasi Lignin
Degradasi lignin adalah tahap perubahan karbon dari lingkungan. Di alam,
terjadi degradasi tanaman yang telah mati oleh mikroorganisme saprofit.
Meskipun pengendalian terhadap mikroorganisme telah banyak dilakukan namun
masih banyak mikroorganisme yang dapat mendegradasi lignin dengan
menggunakan sistem enzimatik (Orth, Royse dan Tien, 1993).
Degradasi lignin akan mengakibatkan kandungan lignin pada kayu
berkurang. Jamur pelapuk lignin adalah jamur yang mampu merombak selulosa
dan lignin yang dikenal sebagai jamur pelapuk putih. Percobaan Siagian, Suprapti
dan Komarayati (2003) pada serbuk kayu sengon yang diinokulasi dengan jamur
P. chrysosporium menunjukkan turunnya kadar lignin 1,07%.

Universitas Sumatera Utara

Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih merupakan proses oksidatif.
Enzim oksidatif merupakan enzim non-spesifik dan bekerja melalui mediator
bukan protein yang berperan dalam degradasi lignin (Perez et al., 2002). Enzim
pendegradasi lignin terdiri dari Lignin Peroksidase, Manganase Peroksidase dan

Lakase (Kerem dan Hadar, 1998).
Harvey dkk. (1996) menyebutkan bahwa LiP mengkatalisis proses
oksidasi sebuah elektron dari cincin aromatik lignin dan akhirnya membentuk
kation-kation radikal. Senyawa-senyawa radikal ini, secara spontan atau bertahap
akan melepaskan ikatan antarmolekul dan beberapa diantaranya akan melepaskan
inti pada cincin aromatik. Enzim MnP mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ dan
H2O2 sebagai katalis untuk menghasilkan gugus peroksida. Mn3+ yang
dihasilkan dapat berdifusi ke dalam substrat dan mengaktifkan proses oksidasi.
Hal ini didukung pula oleh aktivitas kation radikal dari veratril alkohol dan enzim
penghasil H2O2.
Pertumbuhan dan produksi enzim ligninolitik oleh jamur pelapuk putih
(Marasmius sp.) dalam bioreaktor dapat dilakukan dengan mengimobilisasi kultur
jamur pada media tertentu. Imobilisasi adalah pembatasan mobilitas sel dalam
ruang yang terbatas. Imobilisasi sel sebagai biokatalis hampir secara umum
digunakan pada imobilisasi enzim. Imobilisasi sel mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan kultur tersuspensi yaitu antara lain menghasilkan konsentrasi sel
tinggi, sel dapat digunakan kembali dan mengurangi biaya pemisahan sel,
mengurangi sel yang terbawa pada laju dilusi yang tinggi, kombinasi konsentrasi
sel tinggi dan laju aliran tinggi memungkinkan memperoleh produktivitas
volumetris yang tinggi, menguntungkan kondisi lingkungan mikro yaitu kontak


Universitas Sumatera Utara

antar sel, gradien produk nutrisi, gradien pH untuk sel, menghasilkan unjuk kerja
yang lebih baik sebagai biokatalis (sebagai contoh, perolehan dan laju yang
tinggi), memperbaiki stabilitas genetik (pada beberapa kasus tertentu), melindungi
sel dari kerusakan akibat pergeseran. Keuntungan lain teknik imobilisasi adalah 1)
memungkinkan untuk dilakukannya reaksi enzim beberapa tahap, 2) aktivitas
enzim yang tinggi dengan teknik imobilisasi, 3) stabilitas operasional secara
umum tinggi, 4) tidak diperlukan tahap ekstraksi/pemurnian enzim dan 5)
biomassa yang diimobilisasi dapat digunakan untuk konsentrasi substrat yang
lebih tinggi dan dapat dilakukan pemisahan sel dengan mudah serta umur sel
dapat diperpanjang (Risdianto, 2007).
Degradasi lignin pada P. chrysosporium terjadi ketika ketersediaan
substrat yang mudah dimetabolisme dalam kultur terbatas sehingga tidak
mencukupi untuk mendukung pertumbuhan. Keterbatasan nitrogen juga
memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap proses dekomposisi lignin
dibanding keterbatasan karbon. Degradasi lignin akan berhenti jika ditambahkan
sumber nitrogen atau karbon yang mudah dimetabolisme. Regulasi sekresi enzim
ligninolitik seperti ini disebut sebagai repressi katabolik (Surthikanthi, Suranto

dan Susilowati, 2005).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi

aktivitas enzim adalah

konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH dan jenis
pelarut yang terdapat pada lingkungan, kekuatan ion dan suhu (Supriyanto, 2009).
Degradasi lignin akan mengakibatkan kandungan lignin pada kayu
berkurang. Jamur pelapuk lignin adalah jamur yang mampu merombak selulosa
dan lignin yang dikenal sebagai jamur pelapuk putih. Percobaan Siagian, Suprapti

Universitas Sumatera Utara

dan Komarayati, (2003) pada serbuk kayu sengon yang diinokulasi dengan jamur
Phanerochaete chrysosporium menunjukkan turunnya kadar lignin 1,07%.
Lignin Peroksidase (LiP)
Lignin Peroksidase (LiP) merupakan enzim yang mengandung gugus
heme dengan potensial redoks yang tinggi dan disekresikan keluar sel. Lignin
Peroksidase mengoksidasi gugus metoksil pada cincin aromatik non fenolik
dengan menghasilkan radikal bebas. PH optimum dari enzim LiP adalah dibawah

3 tetapi enzim menunjukkan ketidakstabilan apabila berada pada kondisi yang
asam, mendekati pH 4. LiP memerlukan dua jenis metabolit agar dapat berfungsi
dengan baik. Kedua jenis metabolit tersebut adalah hidrogen peroksida yang juga
diperlukan oleh MnP dan veratil alkohol (VA) yang digunakan sebagai mediator
dalam reaksi redoks (Sigit, 2008).
Manganase Peroxidase (MnP)
Manganase Peroxidase (MnP) merupakan enzim ekstraseluler yang
mengandung glikosilat heme yang disekresikan oleh berbagai jenis jamur pelapuk
putih dan menggunakan H2O2 untuk mengkatalis oksidasi dari Mn (II) menjadi
Mn (III). Aktivitas MnP dirangsang oleh asam organik yang berfungsi sebagai
pengkelat atau penstabil Mn3+. Mekanisme reaksinya pada keadaan awal MnP
dioksidasi oleh H2O2 membentuk MnP senyawa I yang dapat direduksi oleh Mn2+
dan senyawa fenol membentuk MnP senyawa II (Sigit, 2008).
Enzim mangan peroksidase (MnP) diketahui memiliki kemampuan
mengoksidasi baik komponen fenolik maupun non fenolik senyawa lignin. Prinsip
fungsi mangan peroksidase adalah bahwa enzim tersebut mengoksidasi Mn2+
membentuk Mn3+ dengan adanya H2O2 sebagai oksidan. Aktivitasnya

Universitas Sumatera Utara


dirangsang oleh adanya asam organik yang berfungsi sebagai pengkelat atau
menstabilkan Mn3+ (Supriyanto, 2009).
MnP diketahui memiliki kemampuan mengoksidasi baik komponen
fenolik maupun non fenolik senyawa lignin. Prinsip fungsi MnP adalah
bahwaenzim tersebut mengoksidasi Mn2+ membentuk Mn3+ dengan adanya
H2O2sebagai oksidan. Aktivitasnya dirangsang oleh adanya asam organik yang
berfungsi sebagai pengelat atau pengstabil Mn3+. Mekanisme reaksi yakni MnP
pada keadaan awal dioksida oleh H2O2 membentuk MnP-senyawa I yang dapat
direduksi oleh Mn2+ dan senyawa fenol membentuk MnP-senyawa II. Senyawa
tersebut kemudian direduksi kembali oleh Mn2+ tetapi tidak oleh fenol
membentuk enzim keadaan awal dan produk (Wariishi dkk., 1989). Adanya
Mn2+bebas sangat penting untuk menghasilkan siklus katalitik yang sempurna.
Fungi Pelapuk Putih
Fungi pelapuk putih menguraikan lignin secara sempurna menjadi air
(H2O) dan karbondioksida (CO2). Fungi pelapuk cokelat mendegradasi selulosa
dan hemiselulosa daripada lignin (Prasetya, 2005).
Pujirahayu dan Marsoem (2006) menyatakan bahwa fungi pelapuk putih
yang telah banyak dicoba yaitu fungi Phanerochaete chrysosporium yang dapat
memperbaiki sifat pulp dan fungi Ceriporiopsis subvermispora yang mempunyai
tingkat selektifitas sangat tinggi dalam mendegradasi lignin .

Berdasarkan tipe pelapukan kayu akibat serangan jenis-jenis jamur,
terdapat 3 (tiga) macam jamur perusak kayu antara lain (Tambunan dan Nandika,
1989) :
1. Brown-rot

Universitas Sumatera Utara

Yaitu tingkat tinggi dari kelas Basidiomycetes. Golongan jamur ini menyerang
hemiselulosa dan selulosa kayu dan meninggalkan residu kecoklatan yang kaya
akan lignin.
2. White-rot
Yaitu jamur dari kelas Basidiomycetes, juga menyerang hemiselulosa,
selulosa dan lignin, menyebabkan warna kayu lebih muda dari warna normal.
3. Soft-rot
Yaitu jamur dari kelas Ascomycetes atau fungiimperfectie, menyerang
selulosa dan komponen dinding sel lainnya. Akibat serangan jamur ini yaitu
permukaan kayu menjadi lebih lunak.
Metode untuk menentukan jenis fungi pelapuk putih dikembangkan oleh
Bavendamm pada tahun 1928, karena itu uji ini sering disebut dengan
Bavendammtest dan medium untuk mengujinya disebut dengan medium
Bavendamm. Metode uji ini sangat sederhana, mudah, cepat, dan akurat. Medium
bavendamm adalah medium jamur yang umum (PDA atau MEA) yang diberi
tambahan Tannic Acid, Galic Acid, atau Guaiacol. Konsentrasinya bermacammacam antara 0,01%-1,5% (Isroi, 2008).
Pembentukan endapan cokelat merupakan hasil sekresi enzim lignolitik
oleh karena kemampuan isolat jamur dalam menggunakan asam tanat sebagai
sumber karbon, dan diasumsikan sebagai hasil dari aktifitas polifenol menjadi
kuinon yang menghasilkan polimer yang berwarna gelap

(Prayudyaningsih,

Tikupang dan Malik, 2007).
Fungi pelapuk putih merupakan kelompok basidiomycetes yang paling
efektif mendegradasi lignin dari kayu. Referensi lain menyatakan bahwa jamur ini

Universitas Sumatera Utara

paling efektif dalam perlakuan pendahuluan secara biologis pada bahan-bahan
berlignoselulosa. Fungi ini memproduksi serangkaian enzim yang terlibat
langsung dalam perombakan lignin, sehingga sangat membantu proses
delignifikasi pada biomassa lignoselulosa. Peningkatan perhatian ke lingkungan
mendorong makin berkembangnya kombinasi proses biologis dengan pulping
konvensional karena proses ini lebih

ramah lingkungan dan

diharapkan

mendorong penurunan biaya proses (Fitriasari, 2009).
Pujirahayu dan Marsoem (2006) menyatakan bahwa fungi pelapuk putih
yang telah banyak dicoba yaitu fungi Phanerochaete chrysosporium yang dapat
memperbaiki sifat pulp dan fungi Ceriporiopsis subvermispora yang mempunyai
tingkat selektifitas sangat tinggi dalam mendegradasi lignin. Fungi pelapuk putih
dikenal

paling

potensial

sebagai

pendegradasi

lignin

dari

kebanyakan

mikroorganisme dan mampu memproduksi enzim ekstraseluler ligninolitik. Saat
ini dikenal tiga tipe enzim ekstraseluler ligninolitik yaitu lignin peroksidase
(LiP), manganese peroxidase (MnP), dan laccase (Lac). Secara umum LiP
mendegradasi

komponen

non-fenolik

sedangkan

MnP

mampu

dalam

mendegradasi komponen fenolik dari lignin.
Fungi pelapuk putih dari kelas Basidiomycetes merupakan organisme yang
bekerja efisien dan efektif dalam proses degradasi lignin. Proses degradasi lignin
ini dimulai saat jamur pelapuk putih menembus dan membentuk koloni dalam sel
kayu, lalu mengeluarkan enzim yang berdifusi melalui lumen dan dinding sel.
Fungi ini menyerang komponen lignin dari kayu hingga menyisakan selulosa dan
hemiselulosa yang tidak terlalu berpengaruh. Akibatnya, terjadi penurunan
kekuatan fisik kayu dan pembengkakan jaringan kayu (Sigit, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Fungi Pelapuk Putih (FPP) dari kelas Basidiomycetes merupakan
organisme yang bekerja efisien dan efektif dalam proses biodelignifikasi. Ada
jenis jamur lain yang juga mampu mendegradasi lignin, seperti fungi pelapuk
coklat (brown-rotfungus) namun enzim yang dihasilkan oleh jenis jamur ini tidak
bekerja se-efektif enzim yang dihasilkan FPP. Proses biodelignifikasi ini mulai
saat FPP menembus dan membentuk koloni dalam sel kayu lalu mengeluarkan
enzim yang berdifusi melalui lumen dan dinding sel. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan kekuatan fisik kayu dan pembengkakan jaringan kayu.
Intinya fungi pelapuk putih (FPP), yang menggunakan selulosa sebagai sumber
karbon, memiliki kemampuan yang unik untuk mendegradasi lignin secara
keseluruhan membentuk karbon dioksida untuk memperoleh molekul selulosa
(Munir, 2006).
Enzim Pendegradasi Lignin
Enzim merupakan katalisator organik yang dibuat oleh sel hidup.Enzim
diperlukan dalam proses fisiologi yang memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi
biokimia. Reaksi-reaksi biokimia dapat terjadi pada batas keadaan pH, tekanan,
suhu dan kondisi tertentu (Cowling 1958 diacu dalam Herliyana 1997). Menurut
Suhartono (1989) bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim
adalah konsentrasi enzim, substrat, produk, senyawa inhibitor dan aktivator, pH
dan jenis pelarut yang terdapat pada lingkungan, kekuatan ion dan suhu.
Isolasi enzim yang berperan dalam proses degradasi lignin yang dilakukan
oleh fungi pelapuk putih kemudian akan mengaplikasikan proses degradasi lignin
secara in vitro dan mampu mempercepat proses biodelignifikasi. Fungi pelapuk
putih menghasilkan enzim peroksidase yang mampu mendegradasi lignin. Dalam

Universitas Sumatera Utara

metabolismenya fungi pelapuk putih memproduksi suatu zat dengan berat
molekul rendah yang merupakan konfaktor atao mediator bagi kerja enzim. Pada
biodelignifikasi secara in vitro, mediator ini tidak perlu ditambahkan kedalam
sistem karena mediator ini secara otomatis diproduksi oleh fungi pelapuk putih.
Tapi jika degradasi lignin dilakukan bukan oleh fungi pelapuk putih tetapi oleh
lignin peroksidase yang dihasilkan dari fungi ini (biodelignifikasi secara in vitro),
maka perlu ditambahkan mediator kedalam sistem reaksi. Mediator ini akan
bersama-sama dengan enzim lignin peroksidase akan berfungsi aktif dalam
pendegradasian lignin. Mediator yang dibutuhkan oleh enzim lignin peroksidase
adalah veratryl alkohol (VA) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Widjaja, Ferry dan
Musmariadi, 2004).

Universitas Sumatera Utara