PENGUJIAN KEKUATAN TARIK

BAB IV PENGUJIAN KEKUATAN TARIK

4.1 Definisi Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik merupakan kemampuan material untuk menerima beban tarik tanpa mengalami kerusakan atau patah dan dinyatakan sebagai tegangan maksimum sebelum putus. Tegangan maksimum sebelum putus dianggap sebagai data terpenting yang diperoleh dari hasil pengujian tarik, karena biasanya perhitungan-perhitungan kekuatan di hitung atas dasar kekuatan tarik.

4.2 Hubungan Tegangan Regangan

Tegangan tarik merupakan distribusi gaya tarik persatuan luas bahan, sedangkan regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang awal. Hubungan antara regangan dan tegangan dapat diketahui dengan jelas dari grafik tegangan – regangan sebagai berikut:

Gambar 4.1 Hubungan tegangan-regangan Sumber : Dieter (1996:278)

Tegangan yang digunakan adalah tegangan rata-rata pada uji tarik yang diperoleh dari pembagian beban (P) dengan luasan spesimen (A 0 ), yang dapat dirumuskan :

Dimana : σ = Tegangan tarik (N/mm 2 )

P = Beban tarik maksimum (N) 𝐴 2

0 = Luas penampang mula-mula (mm )

Regangan yang digunakan adalah regangan rata-rata yang diperoleh dari perbandingan antara pertambahan panjang (∆L) dengan panjang awal pengukuran (L o ).

yang dapat dirumuskan :

Dimana : ℰ = Regangan (%)

𝑙 0 = Panjang awal (mm) Δl = Pertambahan panjang (mm)

Apabila suatu proses material dihasilkan dengan tegangan-regangan yang tidak memperlihatkan titik luluh atau yield, maka mencarinya dengan metode offset, yaitu menarik garis lurus sejajar dengan diagram tegangan dimulai dari titk 0 regangan yang digunakan sebagai acuan dengan jarak 0,2% dari regangan maksimum. Perpotongan garis offset dengan kurva tegangan regangan itulah tegangan yield dari bahan tersebut.

Pengertian-pengertian mengenai hubungan antara tegangan dan regangan adalah:

a. Batas elastisitas 𝐸 (Elastis limit) Bila sebuah bahan diberi beban sampai di batas elastisitas kemudian bebannya dihilangkan maka bahan tersebut plastis. b. Batas proporsional (Proporsional limit) Titik sampai dimana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek biasanya, batas proporsional sama dengan batas elastis, yang mana merupakan keseimbangan antara pertambahan tegangan dan regangan.

c. Deformasi plastis (Plastic deformation)

Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula ketika material dikenai gaya. Pada gambar 4.1 diatas, material di tarik sampai melewati batas proposional dan mencapai daerah landing.

d. Tegangan luluh atas (Upper Yield Stress) Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing, peralihan deformasi elastis ke plastis. e. Tegangan luluh bawah (LowerYield Stress) Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila yang dimaksud tegangan luluh (yield Stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini, yang ditandai dengan pertambahan regangan tanpa penambahan tegangan.

f. Regangan luluh (Yield Strain)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis. g. Regangan elastic (Elastic Strain) Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan akan kembali ke posisi semula. h. Regangan plastis ℰ𝑝 (Plastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan plastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan i. Tegangan tarik maksimum (UltimateTensileStrenght) Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik. j. Kekuatan patah (BreakingStrenght) Merupakan besar tegangan dimana bahan yang di uji putus atau patah. Kurva tegangan regangan memiliki 2 macam kurva yaitu kurva tegangan regangan sejati dan rekayasa. Hubungan Tegangan-Regangan (Rekayasa-Sejati) pada gambar 4.2 terlihat jelas perbedaan antara kedua kurva tersebut. Kurva tegangan regangan rekayasa berdasarkan pada dimensi benda uji sedangkan kurva tegangan regangan yang naik terus sampai patah

Rekayasa

Gambar 4.2 Grafik tegangan regangan sejati Sumber : Dieter (1996:286)

Kurva tegangan regangan rekayasa diperoleh dari hasil pengukuran benda uji tarik. Tegangan yang diperlukan pada kurva diperoleh dengan cara membagi bahan dengan awal penampang benda uji sedangkan pada kurva tegangan regangan sejati diperoleh dari hasil pengukuran benda uji tarik berdasarkan luas penampang spesimen benda uji sebenarnya ketika pengujian..

Proses penambahan regangan yang berlebihan akan mengakibatkan material mengalami penyempitan penampang (necking). Pada regangan-tegangan sejati, nilai luas penampang yang dipakai adalah luas penampang specimen sebenarnya, sehingga ketika terjadi necking, nilai tegangan tariknya tetap justru naik. Sedangkan pada tegangan-regangan rekayasa nilai luas penampang yang dipakai adalah luas penampang semula benda uji, sehingga ketika terjadi necking pada titik beban maksimum, nilai tegangan tariknya akan turun. Adapun pengaruh kandungan karbon terhadap grafik tegangan regangan bisa dilihat dengan klasifikasi berikut :

a) Baja karbon rendah (0,1-0,3% karbon) Adapun garis tegangan-regangan berada paling bawah, dengan daerah yield yang jelas.Kemudian naik sampai titik Ultimate strength kemudian turun dan putus.

b) Baja karbon menengah (0,3-0,85% karbon) Adapun garis tegangan-regangan berada diantara baja karbon rendah dan baja karbon tinggi.Dimana daerah elastis naik secara linier sampai titik tertentu, kemudian naik secara polynomial sampai titik Ultimate strength kemudian turun dan putus, tetapi penurunan tidak sepanjang pada baja karbon rendah.

c) Baja karbon tinggi (0,85-1,3% karbon) Adapun garis tegangan-regangan berada pada posisi paling atas.Dimana daerah elastis naik secara linier sampai titik tertentu dengan kecuraman paling besar, kemudian naik secara polynomial sampai titik Ultimate strength kemudian turun dan putus.

Gambar 4.2 Perbandingan antara kurva tegangan regangan umtuk bahan dengan ketangguhannya tinggi dan rendah Sumber : Dieter (1996:285)

4.3 Elastisitas dan Plastisitas

Adapun garis tegangan-regangan berada pada posisi paling atas.Dimana daerah elastis naik secara linier sampai titik tertentu dengan kecuraman paling besar, kemudian naik secara polynomial sampai titik Ultimate strength kemudian turun dan putus.

a. Elastisitas Kemampuan suatu material untuk kembali ke ukuran semula saat tegangan yang diberikan dihilangkan. Sifat mekanis daerah elastis pada diagram tegangan- regangan. Sifat mekanik daerah elastis :

1. Tegangan Elastic + modulusyoung Merupakan kemampuan untuk menerima beban tanpa terjadi deformasi plastis (ditunjukkan oleh titik luluh) dan digunakan sebagai harga batas beban bila digunakan dalam suatu perencanaan. Sedangkan modulus young dapat diartikan secara sederhana, yaitu adalah hubungan besaran tegangan dan regangan tarik. Rumus modulus young

E=

Dimana :

E = Modulus young

F = Gaya yang diberikan (N)

0 = Luas penampang beban mula-mula (mm ) Δl

= Pertambahan panjang bahan (mm) L 0 = Panjang mula-mula bahan (mm)

2. Kekakuan Merupakan kemampuan bahan menerima beban atau ketegangan tanpa menyebabkan perubahan bentuk (deformasi atau defleksi).

3. Resilient Merupakan kemampuan menyerap energi tanpa terjadi deformasi plastis. Biasanya dinyatakan dalam modulus resilient (energi yang diserap untuk meregangkan satu satuan volume bahan sampai batas plastis).

b. Plastisitas Kemampuan suatu material untuk mengalami sejumlah deformasi plastis (permanen) tanpa mengalami patah dan dinyatakan dalam presentase perpanjangan atau presentase pengurangan luas penampang. Sifat mekanik daerah plastis :

1. Keuletan Merupakan kemampuan suatu material untuk terdeformasi plastis tanpa mengalami patah dan dinyatakan dalam presentase perpanjangan atau presentase pengurangan luas penampang.

2. Ketangguhan Ketangguhan dinyatakan dalam modulus ketangguhan (banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan bahan persatuan volume) dan sangat sulit untuk diukur karena dipengaruhi oleh cacat, bentuk, ukuran bahan, dan kondisi pembebanan.

HI =

Dimana: HI = Harga Impact

E = Energi yang diserap

A = Luas penampang

3. Kekuatan tarik Kekuatan tarik merupakan kekuatan untuk menerima beban tanpa mengalamik kerusakan dan dinyatakan sebagai tegangan maksimum bahan sebelum patah.

4.4 Mekanisme Deformasi dan Slip

4.4.1 Deformasi Deformasi adalah perubahan ukuran atau bentuk logam karena adanya gaya luar yang diberikan transformasi fasa pada pembekuan. Proses deformasi dengan tahap- tahap sebagai berikut :

a. Deformasi Elastis Yaitu deformasi yang segera hilang setelah gaya luar yang mengenainya dihilangkan. Pada deformasi ini tegangan yang terjadi sebanding dengan bebannya. Perbandingan ini disebut modulus plastisitas young.

b. Deformasi Plastis Yaitu deformasi suatu benda yang tidak kembali ke keadaan semula walaupun beban dihilangkan, kemungkinan yang menyebabkan adalah:

1. Slidding bidang atom satu dengan yang lain

2. Ikatan atom-atomnya pecah akibat slip yang tergantung pada kondisi pembebanan.

c. Creep Yaitu kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastis

apabila diberikan gaya dalam jangka waktu tertentu karena permukaan dari suatu bahan terkena pembebanan yang relative lama sehingga tidak dapat kembali ke dalam bentuk semula.

d. Fracture (patah) Pada kondisi beban dan suhu tertentu logam dapat pecah. Bentuk fracture

dapat terjadi bila logam akan patah saat dibebani dengan deformasi plastis. Sifat ini dijumpai pada kristal BCC dan HCP.

4.4.2 Slip Slip adalah terjadinya pergeseran kristal relative yang bagian kristal lainnya sepanjang bidang kristolografi tertentu. Bidang terjadinya slip disebut bidang slip (slip direction ). Umumnya bahwa slip lebih mudah terjadi pada daerah yang lebih padat atom.

Slip secara bertahap yang ditandai dengan bergesernya garis dislokasi sedikit demi sedikit. Garis dislokasi adalah garis batas antara kristal yang mengalami slip dengan kristal yang tidak mudah mengalami slip. Mula-mula atom yang paling padat bergeser akibat suatu pembebanan sehingga mendesak atom tetangganya. Kemudian tegangan dalam atom membesar dan ikut bergeser, slip berakhir jika tegangan tidak cukup untuk mengguser atom dari posisi semula.

4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Tarik

1. Kadar karbon Dengan meningkatnya kadar karbon dalam baja, maka akan didapat kekerasan dan kekuatan tarik yang meningkat. Untuk baja dengan kandungan karbon 1% maka akan memiliki sifat rapuh/getas.

2. Homogenitas Homogenitas dari suatu material akan berpengaruh terhadap gaya ikat antar atom. Untuk material dengan tingkat homogenitas tinggi maka gaya ikat antara tomnya juga tinggi dan luas butirnya lebih besar sehingga kekuatan tariknya juga tinggi.

3. Bidang slip Logam dan paduannya berdeformasi dengan pergeseran plastis, dimana atom didekatnya. Terjadi juga penguraian tegangan atau gaya tekan menjadi tegangan geser. Gerakan kepala silang mesin penguji memaksa benda uji berada di penjepit karena penjepit harus tetap sebaris, sebab benda uji tidak dapat berubah bentuk 3. Bidang slip Logam dan paduannya berdeformasi dengan pergeseran plastis, dimana atom didekatnya. Terjadi juga penguraian tegangan atau gaya tekan menjadi tegangan geser. Gerakan kepala silang mesin penguji memaksa benda uji berada di penjepit karena penjepit harus tetap sebaris, sebab benda uji tidak dapat berubah bentuk

4. Unsur paduan Penambahan unsure paduan pada baja akan mempengaruhi sifat pada baja tergantung sifat unsure paduan itu. Misalnya nikel, chromium dan mangan dapat meningkatkan kekuatan tarik baja karena bersifat mengeraskan baja. Ukuran butir yang ukurannya kecil memiliki ikatan antar atom yang besar sehingga logam yang butiran strukturnya kecil kekerasannya akan tinggi, begitu pula dengan kekuatan tariknya.

5. Heat treatment Proses ini akan mempengaruhi sifat mekanik logam, struktur mikro specimen dan juga bentuk butiran yang mempengaruhi gaya tarik antar atom. Dengan Heat treatment juga akan mempengaruhi kekuatan tariknya. Jenis Heat treatment yang dapat dilakukan adalah:

a Hardening Tujuannya untuk memperoleh kekuatan maksimum pada hardening. Sehingga terbentuk batas butir yang sangat banyak, oleh karena itu tegangan dalam yang ditimbulkan sangat besar. Dengan demikian kekerasan dan kekuatan tariknya meningkat.

b Tempering Tujuannya untuk mengurangi tegangan sisa dan melunakkan bahan setelah hardening. Hal ini karena laju yang telah di hardening sangatlah getas sehingga tidak cukup baik untuk pemakaian. Dengan tempering kekerasan dan kekuatan tariknya akan sedikit menurun dari proses hardening.

c Annealing Tujuannya untuk meningkatkan keuletan dengan menghilangkan tegangan dalam. Pada proses annealing batas butir yang terbentuk sedikit dan tegangan dalam yang ditimbulkan juga sedikit. Sehingga pada proses ini kekuatan tariknya paling kecil.

d Normalizing Tujuannya untuk mengurangi tegangan dalam, mengurangi struktur butiran yang mengalami pemanasan berlebihan. Pendinginan normalizing lebih cepat dari annealing. Sehingga butiran yang terbentuk lebih banyak dari pada d Normalizing Tujuannya untuk mengurangi tegangan dalam, mengurangi struktur butiran yang mengalami pemanasan berlebihan. Pendinginan normalizing lebih cepat dari annealing. Sehingga butiran yang terbentuk lebih banyak dari pada

6. Impact strength Kekuatan tarik dipengaruhi ketangguhan spesimen. Ketangguhan spesimen diukur dengan kekuatan impact spesimen.Sehingga kekuatan tarik berbanding terbalik dengan impact strength. Semakin besar impact strength kekuatan tarinya semakin kecil begitu juga sebaliknya.

7. Ukuran butir

Butiran yang ukurannya kecil memiliki ikatan antar atom yang besar sehingga logam yang butiran strukturnya kecil kekerasannya akan tinggi, begitu pula dengan kekuatan tariknya.

8. Kecepatan pendinginan Dengan pendinginan semakin cepat, proses pembentukan butir akan semakin banyak dan cepat. Sehingga pertumbuhan batas butir yang banyak akan meningkatkan kekuatan tarik.