KATA PENGANTAR

3.1. Umum

Saat ini energi listrik merupakan salah satu kebutuhan dasar,. kebutuhan energi tumbuh dan berkembang dengan pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya pembangunan. Listrik merupakan energi sekunder yang sekaligus dapat dikonversikan dalam bentuk pemakaian energi akhir yang berupa cahaya, panas dan gerak. Energi listrik merupakan energi yang relatif murah dan bersih. Karena itu di masa depan kebutuhan akan energi listrik akan terus meningkat. Oleh karena itu menuntut dilakukan pengelolaan secara benar. Manajemen energi harus lebih diartikan sebagai usaha untuk menaikkan efisiensi penggunaan energi. Salah satu cara upaya untuk menghemat penggunaan energi, terutama energi listrik, adalah dengan mengendalikan beban pada sisi permintaan. Konsep ini dikenal dengan konsep Demand side management (DSM). Demand Side Management (DSM) adalah suatu kegiatan terencana yang dilakukan untuk mempengaruhi pola konsumsi pelanggan sehingga memperbaiki kurva beban. Adapun manfaat yang dapat dipetik dengan penerapan DSM adalah : menghemat listrik pelanggan, mengurangi laju konsumsi energi, mengurangi beban puncak tanpa mengurangi kepentingan konsumen, menunda investasi pembangkit listrik baru, danmenekan dampak negatif terhadap lingkungan

3.2. Kebutuhan Energi

. Energi listrik merupakan energi yang relatif murah dan bersih, karena itu di masa depan kebutuhan akan energi listrik akan terus meningkat. Tantangan yang amat penting bagi pemilik sumber daya alam adalah bagaimana memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan selama-lamanya dari sumber daya yang dimilikinya. Oleh karena itu, sumberdaya alam harus dikelola sebaik-baiknya agar dapat memberikan kenikmatan untuk masa kini dan juga menjamin kehidupan bangsa di masa depan. Sumber daya alam harus dikelola sedemikian rupa . Energi listrik merupakan energi yang relatif murah dan bersih, karena itu di masa depan kebutuhan akan energi listrik akan terus meningkat. Tantangan yang amat penting bagi pemilik sumber daya alam adalah bagaimana memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan selama-lamanya dari sumber daya yang dimilikinya. Oleh karena itu, sumberdaya alam harus dikelola sebaik-baiknya agar dapat memberikan kenikmatan untuk masa kini dan juga menjamin kehidupan bangsa di masa depan. Sumber daya alam harus dikelola sedemikian rupa

Konservasi energi tidak hanya bertujuan menghemat energi, akan tetapi sekaligus juga memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan. Inti dari strategi konservasi energi adalah bagaimana mengekploitasi, mengalokasikan, dan menggunakan sumber daya energi seefektif dan seefisien mungkin ditinjau dari total sistem. Sehingga strategi tersebut perlu diikuti dengan teknik dan strategi implementasinya maupun nonteknis, meliputi produsen energi, produsen mesin dan peralatan, konsumen energi, pemakai mesin dan peralatan serta kesiapan masyarakat. Penggunaan dan pemeliharaan sumber energi di masa depan akan sangat ditentukan oleh faktor sebagai berikut:

• Ketersediaan sumber energi dan usaha melestarikannya; • Kemampuan manusia untuk menguasai dan mengelola energi • Ketersediaan dana untuk pengembangan sumber energi; • Kemampuan mengatasi lingkungan.

Dengan adanya fakta hubungan yang cukup nyata antara konsumsi energi dan produk domestik bruto suatu masyarakat, harus menyadarkan akan penggunaan energi secara tepat dan berdaya guna tinggi untuk mendorong meningkatnya kegiatan ekonomi yang lebih sehat. Oleh karena itu untuk menggunakan sumberdaya energi dilihat dari kepentingan kemanusiaan jangka panjang perlu suatu kebijaksanaan dan strategi. Salah satu strategi penting dalam kebijaksanaan energi adalah manajemen energi. Manajemen energi harus lebih diartikan sebagai usaha untuk menaikkan efisiensi penggunaan energi. Salah satu cara upaya untuk menghemat penggunaan energi, terutama energi listrik, adalah dengan mengendalikan beban pada sisi permintaan

3.3. Demand Side Management (DSM)

Pengertian dari demand side management adalah manajemen atau pengelolaan dari sisi permintaan. Dalam kaitannya dengan manajemen energi Pengertian dari demand side management adalah manajemen atau pengelolaan dari sisi permintaan. Dalam kaitannya dengan manajemen energi

Survei Energi Primer

Proyek hidro

Proyek thermal

(Pembangkit/Transmisi)

Cadangan

Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi Ramalan

Analisis Investasi dan

Rencana Kebutuhan/Demand

Gambar 4.1. Keterkaitan demand/load dengan pembangkit & ekonomi

Demand side management pada dasarnya merupakan usaha untuk penghematan pemakaian energi dan usaha mengurangi pemborosan biaya/finansial terhadap konsumsi energi (dalam hal ini energi listrik). Usaha- usaha tersebut tidak dapat dilakukan secara sepihak, tetapi sangat terkait dengan semua infrastruktur yang ada, mengingat pengelolaan energi listrik tidak berdiri sendiri. Dengan demikian usaha untuk menangani energi listrik atau perencanaan, pengelolaan dan semua kebijakan sangat terkait dengan lainnya. Secara umum untuk menentukan demand atau kebutuhan akan terkait dengan kapasitas/perencanaan dan pemilihan pembangkit yang ada, sehingga mampu menanggung semua jenis kebutuhan beban (demand) yang memerlukan.

3.4. Management Commitment

Management commitment merupakan upaya kesungguhan jajaran menejemen untuk mengelola energi (dalam hal ini energi listrik), termasuk juga pada sisi beban/demand. Dengan demikian semua menejemen harus beban-benar mengerti fungsinya dalam upaya mengelola energi listrik secara efektif dan efisien. Upaya tersebut harus disadari semua pengelola (pegawai) mulai dari tingkat menejemen atas hingga bawah/operasional, sehingga tidak terjadi pemborosan biaya dan pembuangan energi listrik.

Pengawasan/Koordinasi

Analisis/Audit

Pengendalian Proses

Penerapan

Demand/Beban

Gambar 4.2. Komitem menejemen mengelola beban/demand

Untuk menunjang management commitment dapat dilakukan langkah dengan cara sebagai berikut:

1. Inisiasi, yaitu merupakan kesungguhan semua anggota menejemen untuk mengelola energi (termasuk di pembangkit, saluran dan beban), mampu berkoordinasi secara baik dengan bagian yang lain dan dapat mengintegrasikan semua fasilitas yang ada.

2. Analisis dan audit, yaitu merupakan evaluasi secara keuangan penggunaan energi (sebelumnya, sekarang, akan datang), serta audit energi pada semua peralatan (rugi daya, efisiensi, maintenance dan penggagtian), dan mampu mensimulasikan/menganalisis.

3. Penerapan, yaitu merupakan operasional menejemen untuk mengatur penggunaan energi listrik pada beban/demand dan menentukan investasi, 3. Penerapan, yaitu merupakan operasional menejemen untuk mengatur penggunaan energi listrik pada beban/demand dan menentukan investasi,

Selanjutnya untuk mendukung hal tersebut, dapat dilakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pemanfaatan energi listrik di beban, yaitu dapat dilakukan dengan tahap sebagai berikut:

a. Perencanaan, dilakukan dengan berkoordinasi & perkiraan untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, terhadap ketersediaan sumber energi listrik dan kebutuan beban.

b. Pengawasan dan korodianasi, dilakukan untuk menjamin terlaksananya proses penyaluran ke beban dan terpenuhinya kebutuhan energi listrik pada pemakai.

c. Pengendalian proses., dilakukan dengan pengukuran terhadap penggunaan energi listrik pada semua beban, untuk menentukan kerugian dan energi listrik yang digunakan agar efiesn.

3.5. Status Peralatan Pada Demand Side

Strategi pengelolaan pada sisi beban (Demand Side Management) merupakan upaya penghematan energi di pemakai, yaitu khususnya pada beban perumahan dan industri. Untuk melaksanakan hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pengukuran energi yang digunakan setiap peralatan, memodifikasi untuk peningkatan efisiensi, penggunaan alat-alat yang baik dan pengurangan rugi daya. Tetapi penting juga dievaluasi untuk menentukan kondisi peralatan yang perlu/harus digunakan (layak, kritis, gagal) agar penghematan energi dapat dilakukan secara optimal.

Menejemen Beban Industri

Menejemen

Total Energi Terpakai

Total Energi Terpakai

Evaluasi dan Uji Peralatan

Gambar 4.3. Evaluasi peralatan

3.6. Perkiraan Demand Side

Pengelolaan pada sisi beban (Demand Side Management) juga mencakup perkembangannya, yaitu harus memperhitungkan pertambahan kebutuhan dimasa datang. Dengan demikian harus diprediksikan kebutuhan dimasa mendatanag untuk jangkan pendek (1-5 tahun), jangka menengah (5-10 thaun) dan jangka panjang (> 10 tahun). Begitu juga untuk ramalan kebutuhan yang sifatnya operasional (hari, minggu, bulan) yang mencakup beban dasar, beban menengah dan beban puncak.

Selanjutnya mengingat perkembangan ekonomi dan pertumbuhan jumlah penduduk terus bertambah, maka dalam demand side management juga harus memikirkan kebutuhan energi listrik dimasa mendatang dengan tepat. Sehingga setiap perkembangan dan pertambahan beban yang ada mampu dilayani oleh pembangkit dengan mutu dan keandalan, serta efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, yang harus diperkirakan bukan hanya kebutuhan operasional beban (dasar, menengah, puncak), tetapi juga kebutuhan secara keseluruhan dimasa mendatang dengan mempertimbangkan perkembangan dan pertumbuhan pada sektor kependudukan dan sektor industri.

Supply Side

PLTG

PLTA Demand Side Beban Puncak PLTU

Beban Menengah

PLTU BB

Beban Dasar

PLTU Gas

PLTP

Gambar 4.4. Pelayanan kebutuhan beban

Proyeksi pertumbuhan: Penduduk, Pelanggan, Pendapatan

Penduduk (Perumahan

Pertumbuan Pelanggan = f (penduduk)

Konsumsi = f (pendapatan)

Pertumbuan konsumsi

Konsumsi

Perkiraan Konsumsi Perumahan

Konsumsi Industri

Industri

Konsumsi

Konsumsi = f (pendapatan)

Pertumbuhan

Sektor Industri

Proyeksi pertumbuhan

Gambar 4.5. Tahapan perkiraan beban

3.7. Strategi dan Program DSM

Pemanfaatan energi di industri dan rumah tangga dapat dikelompokkan menjadi 6 kategori, yaitu:

1. Penerangan yang mencakup interior, exterior, alami, dan buatan.

2. Sistem HVAC (heating, ventilation, air conditioning).

3. Motor dan peralatan kendali.

4. Peralatan Proses.

5. Peralatan listrik yang lain seperti transformtor, kontaktor, penghantar, dan saklar, dsb.

6. Building shell (infiltrasi termal, penyekatan, dan transmisi).

Program DSM dimaksudkan untuk mengendalikan beban dari sisi pelanggan, dalam hal ini untuk industri dan rumah tangga, sebagai upaya penghematan penggunaan tenaga listrik. Ada beberapa cara atau metode yang dapat dilakukan untuk menghemat tenaga listrik, yaitu:

1. Housekeeping Measures. Penghematan energi dapat dilakukan dengan melakukan operasi dan pemeliharaan yang lebih baik, seperti: mematikan peralatan yang tidak dipakai, mematikan lampu yang tidak terpakai, meningkatkan manajemen permintaan listrik, menghilangkan kebocoran uap, udara bertekanan, dan panas. Pelumasan mesin yang baik, pembersihan dan penggantian filter yang tepat, dan penggantian dan pembersihan sistem penerangan (lampu) secara periodik akan dapat menghasilkan pemanfaatan energi yang optimal untuk fasilitas yang ada.

2. Equipment and process modifications. Modifikasi peralatan dan proses ini dapat diterapkan baik untuk peralatan yang sudah ada (retrofitting) maupun peralatan baru. Sebagai contoh adalah penggunaan komponen- komponen yang lebih efisien dan tahan lama, mengimplementasikan konsep desain yang lebih baru dan efisien, atau mengganti proses yang telah ada dengan suatu proses yang membutuhkan energi yang lebih sedikit.

3. Better utilization of equipment. Hal ini dapat dilakukan dengan pengujian secara hati-hati terhadap proses produksi, penjadwalan, dan operasi.

Meningkatkan efisiensi suatu industri dapat dilakukan dengan urutan operasi proses yang tepat, penyusunan kembali jadwal penggunaan peralatan proses untuk suatu periode operasi yang kontinu untuk meminimalkan rugi-rugi pada saat start, dan sebagainya.

4. Reduction of losses in the building shell. Mengurangi rugi-rugi panas dapat dilakukan dengan menambah penyekatan, pintu yang tertutup, mengurangi gas buang, dan sebagainya.

Inti dari konsep DSM adalah melakukan manajemen beban. Manajemen beban adalah mengontrol penggunaan tenaga listrik dengan mengurangi atau mengoptimalkan tingkat dan besarnya penggunaan tenaga listrik agar penggunaan tenaga listrik lebih efisien. Dalam menerapkan konsep DSM diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang tingkat utilitas, audit dan pengukuran energi, serta pengetahuan dasar tentang proses dan beban yang akan dikontrol. Langkah yang harus dilakukan dalam melakukan manajemen beban pertama-tama adalah melakukan pengukuran dan audit energi pada sistem dan kemudian menentukan beban-beban listrik yang mana yang dapat direduksi dan dikelola.

Penggunaan energi untuk industri dan dalam rumah tangga kebanyakan untuk memenuhi kebutuhan penerangan, pengkondisian udara, proses produksi, menyiapkan makanan, mandi mencuci, serta pemeliharaan. Konservasi energi di sektor ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan lampu-lampu, mesin-mesin dan peralatan yang lebih efisien dan hemat energi, serta memperbaiki proses produksi yang lebih efisien.

Bagi rumah tangga yang bisa melakukan penghematan listrik berarti akan mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk membayar rekening listrik. Dengan pengurangan biaya rekening listrik berarti akan mengurangi anggaran pengeluaran rumah tangga. Dengan demikian anggaran tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan yang lain atau ditabung. Dengan demikian penghematan listrik akan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga.

Bagi industri atau perusahaan yang bisa melakukan penghematan dalam penggunaan energi, berarti mereka dapat menekan harga produksi atau biaya operasional dalam hal penggunaan energi, baik energi primer maupun energi Bagi industri atau perusahaan yang bisa melakukan penghematan dalam penggunaan energi, berarti mereka dapat menekan harga produksi atau biaya operasional dalam hal penggunaan energi, baik energi primer maupun energi

Upaya lain untuk mendorong implementasi konservasi energi adalah melalui sistem insentif dan penghargaan. Hasil produksi peralatan atau mesin yang telah teruji dan dinyatakan paling hemat energi dikenai pajak yang sangat ringan sehingga dapat menekan harga jual. Pada gilirannya masyarakat akan banyak menggunakan peralatan atau mesin tersebut karena hemat dalam penggunaan energi dan harganya relatif murah.

Penerapan DSM tersebut akan memberikan manfaat yang berarti baik bagi masyarakat sebagai pengguna energi listrik, perusahaan penyedia listrik maupun bagi pemerintah dan untuk kepentingan nasional. Adapun manfaat yang dapat dipetik dengan penerapan DSM adalah

1. Menghemat rekening listrik pelanggan.

2. Mngurangi laju konsumsi energi nasional.

3. Mengurangi beban puncak tanpa mengurangi kepentingan konsumen.

4. Menunda investasi pembangkit listrik baru.

5. Menekan dampak negatif terhadap lingkungan (mengurangi polusi).

5.1. Umum

Dewasa ini energi listrik semakin penting bagi industri dan kehidupan sehari-hari, baik di negara maju ataupun di negara berkembang. Umumnya energi listrik dibangkitkan di pusat-pusat pembangkit, seperti PLTA, PLTU atau lainnya. Sedangkan pemakai atau beban biasanya terletak jauh dari pusat pembangkit, sehingga untuk memanfaatkan energi listrik yang telah dibangkitkan diperlukan saluran atau jaringan. Oleh karena itu, untuk menunjang proses penyaluran energi listrik tersebut, struktur sistem tenaga listrik disusun oleh tiga bagian utama, yaitu pusat pembangkit, sistem transmisi dan sistem distribusi. Sistem distribusi dan pusat pembangkit dihubungkan melalui sistem transmisi untuk menyalurkan energi listrik yang akan dipakai beban, sedangkan beban tersambung pada jaringan distribusi, sehingga energi listrik yang telah dibangkitkan dapat digunakan oleh pemakai atau beban.

Penyaluran energi listrik menuntut kualitas yang baik dan terjamin kelangsungannya, tanpa terjadi pemadaman atau dengan pemadaman yang sekecil mungkin. Pelayanan dan penyalurannya harus memiliki keandalan yang tinggi, dan dilain sisi proses penyaluran energi listrik tersebut juga harus efisien dengan biaya yang seminimal mungkin, namun beban atau pemakai tetap mendapat supply energi listrik secara kontinyu, andal, ekonomis dan aman. Untuk mencapai hal tersebut, pengoperasian sistem tenaga listrik mencakup tiga hal penting, yaitu perencanaan operasi, pengendalian operasi dan evaluasi operasi.

5.2. Jangkauan Jaringan Listrik Nasional

Daerah pelayanan jaringan listrik secara nasional dibagi menjadi lima regional, yaitu: Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara- Maluku-Papua dengan ruang lingkup sebagai berikut :

¾ Sistem Jawa Bali, yaitu mencakup daerah-daerah di pulau Jawa, Madura dan Bali, dilayani oleh Unit Pelayanan Sistem Jawa-Bali yang meliputi

Jawa Barat dan Banten, DKI Jakarta & Tangerang, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali.

¾ Sistem Sumatera, yaitu mencakup Pulau Sumatera dan sekitarnya seperti Riau Kepulauan, Batam, Bangka, Belitung, Nias. Sistem ini dilayani oleh Sistem Sumatera yang meliputi Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (sebelum Tsunami, saat ini dalam recovery), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan-Jambi-Bengkulu, dan Bangka-Belitung.

¾ Sistem Kalimantan, yaitu mencakup Pulau Kalimantan yang terdiri dari

empat provinsi. Sistem ini dilayani oleh Sistem Kelistrikan yang meliputi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Tengah, Kalimantan Timur, dan termasuk Pulau Tarakan.

¾ Sistem Sulawesi, yaitu mencakup daerah-daerah di pulau Sulawesi, dilayani oleh Sistem Kelistrikan Sulawesi yang meliputi Sulawesi Utara- Tengah-Gorontalo dan Sulawesi Selatan-Tenggara-Barat.

¾ Sistem Nusa Tenggara, yaitu mencakup Pelayanan Kelistrikan di kepulauan Nusa Tenggara dilaksanakan untuk Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

¾ Sistem Maluku dan Papua, yaitu mencakup daerah-daerah di provinsi Maluku dan Maluku Utara serta provinsi Papua dilayani oleh Sistem Kelistrikan di bawah Maluku dan Maluku Utara, dan Papua.

5.3. Pertumbuhan Beban

Pertumbuhan beban puncak sistem Jawa Bali 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat seperti pada tabel 5.1. Pada tahun 2003, meskipun kendala transmisi 500 kV Paiton - Kediri - Klaten telah diselesaikan, namun pertumbuhan beban tetap dikendalikan untuk menghindari terjadinya pemadaman pada tahun 2004 dan 2005 akibat keterlambatan penyelesaian PLTU Tanjung Jati B, 2 x 660 MW, yang selanjutnya disebut pertumbuhan dengan skenario terbatas.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Sistem Kelistrikan di Luar Jawa Bali mengalami pertumbuhan beban puncak rata-rata 10,8%. Pertumbuhan yang tertinggi adalah Sistem Sumatera yang tumbuh 10,8% kemudian Sistem Kalimantan rata-rata 10,7%. Seperti halnya Sistem Jawa Bali, pertumbuhan beban masih dikendalikan akibat keterbatasan pasokan dari unit pembangkit yang ada.

Tabel 4.1. Pertumbuhan beban listrik

5.3. Kondisi Pembangkit

Sampai tahun 2005, kapasitas terpasang sistem Jawa Bali sebesar 19.514 MW, di Sumatera sebesar 3.305 MW, dan di sistem lainnya jumlahnya sebesar 2.268 MW. Tambahan kapasitas di tahun 2004 di sistem Jawa Bali hanya diperoleh setelah beroperasinya PLTG Muara Tawar 6 x 145 MW. Dengan demikian pada tahun 2005, kondisi pembangkitan sistem Jawa Bali masih dalam keadaan cukup (reserve margin sistem masih 32%).

Tabel 5.2. Kapasitas terpasang pembangkit Jawa Bali

Kapasitas terpasang pembangkit yang tersebar di sistem Luar Jawa Bali pada saat ini sebesar 5,573 MW.Dengan daya terpasang sebesar 5.573 MW, daya mampu pembangkit hanya sekitar 4.000 MW atau 71% dari kapasitas terpasang. Hal ini disebabkan oleh karena sistem pembangkitan tersebut masih didominasi PLTD sebesar 2.445 MW (sekitar 44%) dan sekitar 1.500 MW PLTD tersebut telah berusia 13 lebih dari 10 tahun. Pembangkit milik swasta yang telah beroperasi hanya di sistem Sulselra sebesar 195 MW terdiri atas PLTGU

Sengkang 135 MW dan PLTD Pare-pare 60 MW. Dengan demikian kapasitas terpasang total menjadi 5.768 MW dan daya mampu sekitar 4.100 MW.

Total beban puncak dari seluruh sistem kelistrikan Luar Jawa Bali, sekitar 4.300 MW pada tahun 2005. Jika dibandingkan beban puncak dengan daya mampu pembangkit pada saat ini tanpa mempertimbangkan cadangan, maka telah terjadi kekurangan sekitar 200 MW.

Tabel 5.3. Kapasitas terpasang pembangkit di luar Jawa bali

5.4. Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik

Proyeksi pertumbuhan ekonomi selama periode 2006 - 2009 menggunakan angka yang dikeluarkan oleh Bappenas, sedangkan untuk periode 2010 - 2015 diasumsikan tumbuh 7,1%, sehingga proyeksi ekonomi tumbuh rata-rata sebesar 7,0% per tahun. Dengan asumsi tersebut, proyeksi kebutuhan energi listrik mengalami peningkatan yaitu dari 113,8 TWh tahun 2006 menjadi 239,5 TWh tahun 2015 atau tumbuh rata-rata sebesar 8,5% per tahun. Sedangkan proyeksi beban puncak sebesar 21.316 MW pada tahun 2006 meningkat menjadi 43.694 MW pada tahun 2015 atau tumbuh rata-rata sebesar 8,1% per tahun.

Proyeksi pelanggan pada tahun 2006 adalah sebesar 36,12 juta pelanggan dan meningkat menjadi 57,19 juta pelanggan pada tahun 2015 atau tumbuh rata- rata sebesar 5,2% per tahun dan jumlahnya bertambah rata-rata sebesar 2,28 juta per tahun. Penambahan pelanggan tersebut akan meningkatkan rasio elektrifikasi dari 60,1% tahun 2006 menjadi 77,3% pada tahun 2015. Proyeksi penduduk mengalami peningkatan yaitu dari 221,6 Juta tahun 2006 menjadi 246,8 Juta tahun 2015.

Pada periode 2006-2015 kebutuhan listrik sistem Jawa-Bali meningkat dari 89,9 TWh menjadi 174,4 TWh atau tumbuh rata-rata sebesar 7,6% per tahun dan luar Jawa-Bali meningkat dari 23,8 TWh menjadi 65,1 TWh atau tumbuh rata-rata sebesar 11,6% per tahun.

Tabel 5.4. Perkiraan kebutuhan listrik

5.5. Pengembangan Pembangkit Sistem Jawa Bali

Sampai tahun 2008, penambahan kapasitas pembangkit terdiri dari pembangkit yang dalam tahap pembangunan (on going project) yaitu PLTGU Cilegon 740 MW, PLTGU Pemaron 50 MW dan PLTU swasta Tanjung Jati B 2 x 660 MW (1320 MW) dan PLTU Cilacap 2 x 300 MW (600 MW), beberapa proyek yang sudah pasti pendanaannya (committed project) dari JBIC yaitu PLTGU Muara Tawar 225 MW, PLTGU Muara Karang 720 MW dan PLTGU Priok 720 MW, dan rencana PLTGU Muara Tawar Blok 2 Add On (GT : 145 MW, ST : 225 MW), Closed Cycle untuk PLTGU Muara Tawar unit #3 dan #4 Sampai tahun 2008, penambahan kapasitas pembangkit terdiri dari pembangkit yang dalam tahap pembangunan (on going project) yaitu PLTGU Cilegon 740 MW, PLTGU Pemaron 50 MW dan PLTU swasta Tanjung Jati B 2 x 660 MW (1320 MW) dan PLTU Cilacap 2 x 300 MW (600 MW), beberapa proyek yang sudah pasti pendanaannya (committed project) dari JBIC yaitu PLTGU Muara Tawar 225 MW, PLTGU Muara Karang 720 MW dan PLTGU Priok 720 MW, dan rencana PLTGU Muara Tawar Blok 2 Add On (GT : 145 MW, ST : 225 MW), Closed Cycle untuk PLTGU Muara Tawar unit #3 dan #4

Tabel 5.5. Kebutuhan pembangkit Jawa Bali (MW)

Selain proyek pembangkit yang akan beroperasi seperti disebutkan sebelumnya, untuk memenuhi kriteria keandalan dan pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik, masih diperlukan tambahan kapasitas pembangkit yaitu mulai tahun 2009. Untuk kebutuhan di atas tahun 2009, disusun skenario pengembangan dengan mempertimbangkan PLTU Batu Bara 600 MW dan PLTGU kelas 750 MW sebagai opsi untuk mengisi kebutuhan pembangkit pemikul beban dasar. Pada skenario ini, pengembangan PLTGU kelas 750 MW ini dibatasi hanya 5 blok sesuai rencana PLN untuk membangun LNG Receiving Terminal and Regasification Plant di Cilegon.

5.6. Pengembangan Pembangkit di Luar Sistem Jawa Bali

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik sampai dengan tahun 2015 diperlukan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 13.489 MW (termasuk committed & ongoing projects ). Tambahan kapasitas tersebut dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu:

- Ongoing : 1.122 MW - Committed : 894 MW - Rencana :11.473 MW Di sistem Sumatera, direncanakan penambahan kapasitas pembangkit

antara lain terdiri atas 700 MW proyek PLN yang sedang dalam pelaksanaan, antara lain terdiri atas 700 MW proyek PLN yang sedang dalam pelaksanaan,

2 x 100 MW, dan PLTU Labuhan Angin 2 x 100 MW. Selain itu, beberapa proyek swasta seperti PLTP Sarulla 2 x 55 MW, PLTU Tarahan #1, #2: 2 x 100 MW direncanakan beroperasi pada tahun 2010.

Di sistem Kalimantan, dalam kurun waktu lima tahun ke depan sampai dengan tahun 2010, sistem Kalimantan memerlukan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 1.080 MW yang terdiri dari PLTU 535 MW, PLTGU 300 MW, dan PLTG pemikul beban puncak 205 MW. Untuk daerah terpencil, penambahan pembangkit PLTD masih perlu dilakukan terutama untuk daerah yang tidak mempunyai sumber energi setempat. Sedangkan untuk daerah krisis harus dilakukan penyewaan PLTD sehingga investasi PLTD sudah tidak direncanakan lagi. Untuk menambah kapasitas pembangkit di sistem Sulawesi dalam kurun waktu sepuluh tahun mendatang, direncanakan akan dibangun PLTP

2 x 20 MW, PLTU Batubara 4 x 100 MW, PLTA Bilibili 20 MW, PLTA skala besar 600 MW, PLTGU 60 MW dan beberapa PLTU Batubara skala kecil serta PLTD untuk daerah-daerah isolated.

Tabel 5.6. Kebutuhan pembangkit di luar Jawa Bali (MW)

Di sistem Nusa Tenggara, rencana penambahan pembangkit diarahkan kepada pembangkit non BBM karena secara finansial pembangkit ber-BBM berbiaya sangat tinggi yang berakibat pada biaya pokok penyediaan (BPP). Dengan potensi sumber energi terbarukan yang cukup banyak di Nusa Tenggara maka potensi energi air dan panasbumi akan dikedepankan dalam perencanaan penyediaan tenaga listrik di daerah ini. Di Nusa Tenggara Barat akan

dikembangkan PLTP Sembalun berkapasitas 20 MW, PLTP Hu’u 10 MW, kemudian PLTM Santong 0,85 MW dan PLTA Brangbeh yang berkapasitas 30 MW. Pengembangan pembangkit tersebut akan dimulai dengan studi kelayakan pada tahun 2006 dan direncanakan pembangunannya dapat dimulai dua tahun kemudian. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan sebelum pembangkit energi terbarukan dibangun, di sistem Nusa Tenggara Barat akan dibangun PLTU Batubara skala kecil 2 x 7 MW di Sumbawa dan skala menengah 2 x 25 MW di Lombok. Seiring dengan kebutuhan pasokan listrik di Nusa Tenggara Timur, pengembangan potensi energi terbarukan panas bumi di Mataloko 1 x 2,5 MW dan PLTP Ulumbu #1: 1 x 5 MW dan PLTP Ulumbu #2: 2 x 3 MW akan dimulai pada tahun 2006. Pengembangan potensi minihidro dan tenaga angin juga direncanakan untuk memenuhi kebutuhan pasokan. Untuk sistem yang masih terisolasi di Nusa Tenggara dan tidak mempunyai potensi energi non BBM maka dengan terpaksa untuk mempertahankan pasokan, pembangkit-pembangkit ber- BBM tidak dapat dihindari.

Kebutuhan pasokan listrik di Maluku & Maluku Utara diperkirakan tumbuh rata-rata 11,2% per tahun dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, sedangkan sistem Papua akan tumbuh sekitar 7,7% per tahun. Untuk memenuhi pertumbuhan tersebut, pembangkit-pembangkit ber-BBM diperkirakan masih akan mendominasi sistem pembangkitan di kedua sistem kelistrikan ini. Potensi energi terbarukan yang cukup besar belum dapat dikembangkan karena alasan ekonomi, di samping itu terdapat pula potensi gas di Papua, dan panasbumi di Maluku. Walaupun demikian, sesuai dengan kriteria perencanaan pembangkit, antara lain mengurangi konsumsi BBM, di sistem Maluku direncanakan untuk mengembangkan PLTP Tulehu 10 MW, PLTA Isal-Seram 10 MW pada tahun 2010. Di samping itu, pembangkit skala kecil berbahan bakar batubara berkapasitas 7 MW tiap unit akan dibangun oleh swasta masing-masing di sistem Ternate, dan sistem Ambon. Unit pertama akan beroperasi mulai tahun 2006 hingga berjumlah 9 unit sampai tahun 2015.

Di sistem Papua, dalam sepuluh tahun mendatang akan dibangun pembangkit non BBM, antara lain PLTA Genyem 19,2 MW direncanakan beroperasi pada tahun 2008, PLTM Amai 1 MW pada tahun 2007, PLTU

Batubara Jayapura 15 MW pada tahun 2009, dan tambahan 3 x 10 MW berturut- turut pada tahun 2011, 2013, dan 2015.

5.7. Pengembangan Jeringan Listrik

Pengembangan saluran transmisi, secara umum diarahkan kepada tercapainya keseimbangan antara kapasitas pembangkitan dan permintaan daya secara efisien. Di samping itu juga sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran, perbaikan tegangan pelayanan dan fleksibilitas operasi pada subsistem yang dipakai untuk manuver antar subsistem. Pengembangan transmisi di Jawa diarahkan untuk terpenuhinya penyaluran dari pembangkit besar yang akan dibangun dan untuk keekonomian perencanaan transmisi diarahkan kepada tercapainya transfer yang minimum antar region melalui penyeimbangan pasokan dan beban di masing-masing region. Untuk itu lokasi-lokasi pembangkit diarahkan sedemikian hingga keseimbangan tersebut dapat dicapai.

Pengembangan sistem penyaluran di sistem Jawa Bali untuk 10 tahun ke depan tidak banyak merubah topologi jaringan yang merupakan hasil dari program yang sedang berjalan saat ini. Pengembangan sistem penyaluran terutama disebabkan oleh kelompok sistem growth dan debottlenecking. Khususnya pengembangan sistem 500 kV di Jawa-Bali, tidak ada perubahan yang berarti sesudah beroperasinya jalur 500 kV bagian selatan.

Pembangunan cross-link 500 kV Jawa ke Bali adalah untuk mengantisipasi pertumbuhan beban di Bali, juga untuk menghindari pembebanan lebih pada trafo interbus di GITET Paiton yang sebagian bebannya sebagai pasokan ke sub sistem Bali melalui sistem tegangan 150 kV. Dengan adanya rencana ini, pasokan ke sub sistem Bali dari sub sistem Jawa akan lebih andal dan kendala penyaluran 150 kV ke sub sistem Bali yang selama ini sering muncul dapat teratasi.

Dalam rangka interkoneksi Jawa Sumatera, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah: ¾ ROW yang kemungkinan besar akan menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.

¾ Titik sambung di sistem Jawa Bali hal ini untuk meminimalkan dampak yang timbul di sistem Jawa Bali.

Pengembangan GI 150 kV didasarkan pada hasil Capacity Balance GI. Dimaksud dengan pengembangan tidak hanya rencana pembangunan GI baru, namun termasuk juga penambahan kapasitas trafo GI.

Gambar 5.1. Peta jaringan Transmisi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat

Tabel 5.7. Bus di Banten

Tabel 5.8. Bus di DKI

Tabel 5.9. Bus di DKI (lanjutan)

Tabel 5.10. Bus di DKI (lanjutan)

Tabel 5.11. Bus di DKI (lanjutan)

Tabel 5.12. Bus di Jawa Barat

Tabel 5.13. Bus di Jawa Barat (lanjutan)

Tabel 5.14. Bus di Jawa Barat (lanjutan)

Tabel 5.15. Bus di Jawa Barat (lanjutan)

Tabel 5.16. Bus di Jawa Barat (lanjutan)

Tabel 5.17. Bus di Jawa Barat (lanjutan)

Gambar 5.2. Peta jaringan Transmisi Jawa Tengah dan DIY

Tabel 5.18. Bus di Jawa Tengah

Tabel 5.19. Bus di Jawa Tengah (lanjutan)

Tabel 5.20. Bus di Jawa Tengah (lanjutan)

Tabel 5.21. Bus di Jawa Tengah (lanjutan)

Tabel 5.22. Bus di DI Yogyakarta

Gambar 5.3. Peta jaringan Transmisi Jawa Timur dan Bali

Tabel 5.22. Bus di DI Yogyakarta

Tabel 5.23. Bus di Jawa Timur (lanjutan)

Tabel 5.24. Bus di Jawa Timur (lanjutan)

Tabel 5.25. Bus di Jawa Timur (lanjutan)

Tabel 5.26. Bus di Jawa Timur (lanjutan)

Tabel 5.27. Bus di Jawa Timur (lanjutan)

Tabel 5.28. Bus di Jawa Timur (lanjutan)

Tabel 2.29. Bus di Bali

Pengembangan transmisi di Sumatera diarahkan kepada terbangunnya jaringan grid Sumatera yang lebih kuat yang akan menginterkoneksikan seluruh pulau Sumatera di mana pembangkit-pembangkit besar non-BBM, PLTU mulut tambang, PLTGU gas, PLTA dan PLTP skala menengah ke atas tersambung ke grid, dan grid dapat mencapai pusat-pusat beban ibukota provinsi dan kota-kota lainnya yang relative besar terutama yang saat ini masih dipasok oleh pembangkit isolated yang berbahan bakar BBM.

Untuk lebih menjamin sekuritas pasokan jangka panjang dan mempersiapkan interkoneksi dengan semenanjung Malaysia di masa yang akan datang, pengembangan sistem Sumatera diarahkan kepada penguatan sistem di bagian tengah dan utara yang saat ini kapasitas pasokannya relatif tidak seimbang karena masih kurangnya pembangkit di daerah tersebur. Untuk tercapainya keseimbangan pasokan dan beban serta untuk memperkuat sistem Sumatera, maka dalam rencana jangka menengah dan panjang perlu lebih memprioritaskan penambahan pembangkit di Sumatera bagian tengah dan utara.

Untuk pengembangan transmisi di pulau lainnya diarahkan untuk memperluas grid dengan menyambung kota-kota yang saat ini dipasok oleh pembangkit isolated berbahan bakar BBM, terutama yang bebannya sudah di atas

5 atau 10 MW sesuai dengan keekonomiannya. Pembangunan transmisi dan gardu induk ke kota-kota yang relatif kecil bebannya diarahkan untuk dibangun dengan standar konstruksi yang relative murah yaitu penggunaan jaringan dengan tiang beton dan gardu induk yang sederhana sesuai dengan kebutuhan utama dan tercapainya factor safety.

Pembangunan gardu induk baru (500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV), diarahkan kepada konsep operasi tanpa adanya operator 24 jam (unman-GITO) sehingga penentuan lokasi GI dilakukan atas pertimbangan keekonomian biaya pembangunan Fasilitas Sistem Transmisi (TT), biaya pembebasan tanah, biaya pembangunan fasilitas Sistem Distribusi (TM) dan harus disepakati bersama antara unit pengelola Sistem Distribusi dan Unit pengelola Sistem Transmisi Pemilihan teknologi: jenis menara transmisi, penggunaan tiang (untuk 70 kV), jenis saluran, (SUTT, SKTT), perlengkapan (pemutus, pengukuran dan proteksi) dilakukan oleh manajemen unit atas analisis dan pertimbangan keekonomian jangka panjang.

Dengan program yang sedang berjalan, secara umum pengembangan sistem transmisi hingga tahun 2015 tidak akan banyak mengubah topologi jaringan. Pengembangan lebih banyak dilakukan untuk memenuhi pertumbuhan dalam bentuk penambahan kapasitas trafo. Pengembangan untuk meningkatkan reliability dan debottlenecking hanya terdapat di beberapa sistem, antara lain rencana pembangunan sirkit kedua pada beberapa ruas transmisi di sistem Sumbagut, sistem Kaltim, Suluttenggo dan Kalsel.

Program interkoneksi dengan tegangan 275 kV di Sumatera diasumsikan terjadi pada tahun 2008, namun masih perlu disimulasi dengan load flow analysis. Selain itu terdapat pembangunan beberapa gardu induk dan transmisi 150 kV untuk mengambil alih beban dari pembangkit diesel ke system interkoneksi (dedieselisasi), yaitu di sistem Sumbar-Riau, Sumbagsel, Kalimantan dan Sulawesi. Rencana pengembangan sistem penyaluran hingga tahun 2015 diproyeksikan sebesar 15.415 MVA untuk pengembangan Gardu Induk (275 kV, 150 kV dan 70 kV) serta 15.075 kms pengembangan jaringan transmisi.

Gambar 5.4. Peta jaringan Transmisi NAD (sebelum Tsunami)

Tabel 2.30. Bus di NAD (sebelum Tsunami)

Gambar 5.5. Peta jaringan Transmisi Sumatra Utara

Tabel 2.30. Bus di Sumatra Utara

Gambar 5.6. Peta jaringan Transmisi Sumatra Barat & Riau

Tabel 2.31. Bus di Sumatra Barat & Riau

Tabel 2.32. Bus di Sumatra Barat & Riau (lanjutan)

Gambar 5.7. Peta jaringan Transmisi Sumatra Selatan & Lampung

Tabel 2.33. Bus di Sumatra Barat

Tabel 2.34. Bus di Bengkulu

Tabel 2.35. Bus di Jambi

Tabel 2.36. Bus di Bengkulu

Gambar 5.8. Peta jaringan Transmisi Batam

Tabel 2.37. Bus di Batam

Gambar 5.9. Peta jaringan Transmisi Kalimantan Barat

Tabel 2.38. Bus di Kalimantan Barat

Gambar 5.9. Peta jaringan Transmisi Kalimantan Tengah

Tabel 2.39. Bus di Kalimantan Tengah

Tabel 2.40. Bus di Kalimantan Selatan

Tabel 2.41. Bus di Kalimantan Timur

Gambar 5.10. Peta jaringan Transmisi Sulawesi Utara

Tabel 2.41. Bus di Sulawesi Utara

Gambar 5.11. Peta jaringan Transmisi Sulawesi Selatan

Tabel 2.42. Bus di Sulawesi Selatan

Tabel 2.43. Bus di Sulawesi Selatan (lanjutan)

6.1. Umum

Selama lima tahun terakhir, konsumsi energi primer untuk pembangkitan tenaga listrik meningkat rata-rata 14,7% per tahun untuk BBM, 6,7% untuk Gas dan 6,0% untuk Batubara. Mulai dari tahun 2002 terjadi penurunan suplai gas, hal ini dikompensasi dengan konsumsi BBM. Peningkatan konsumsi energi seiring dengan pertumbuhan kebutuhan listrik. Konsumsi batubara terus meningkat, sedangkan konsumsi gas alam pertumbuhannya lamban karena infrastrukturnya belum tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan sistem pembangkitan. Sumber inefisiensi yang paling dominan saat ini adalah fuel-mix yang terjebak untuk membakar minyak agar pertumbuhan beban dapat dipenuhi sehingga dalam tahun 2005 komposisi pembangkitan kWh berdasarkan bahan bakar adalah BBM 36%, batubara 31%, gas alam 21%, air 9% dan panas bumi 3%.

Gambar 6.1. Konsumsi bahan bakar

Untuk mewujudkan sasaran tersebut saat ini dilakukan pengembangan beberapa pembangkit non BBM seperti PLTA Musi, PLTU Sibolga, PLTU Tarahan, PLTU Cilegon, PLTU Cilacap, PLTU Tanjung Jati B, PLTP Lahendong Untuk mewujudkan sasaran tersebut saat ini dilakukan pengembangan beberapa pembangkit non BBM seperti PLTA Musi, PLTU Sibolga, PLTU Tarahan, PLTU Cilegon, PLTU Cilacap, PLTU Tanjung Jati B, PLTP Lahendong

6.2. Potensi Energi

6.2.1 Batubara

Dengan mengacu kepada RUKN 2005, potensi batubara di Indonesia sebesar 57.842 juta ton yang tersebar terutama di Kalimantan sebesar 30.167 juta ton dan di Sumatera sebesar 27.390 juta ton. Pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batubara di seluruh Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun ke depan diperkirakan sebesar 23.000 MW. Sekitar 30,0% dari kapasitas tersebut adalah pembangkit mulut tambang yang akan memanfaatkan batubara berkalori rendah.

Dengan kenaikan harga minyak dunia ada kecenderungan kenaikan harga batu bara di pasar international yang berpengaruh kepada harga batubara domestic. Mengingat cadangan batubara kalori rendah (low rank coal) cukup besar dan tidak kompetitif untuk di ekspor maka untuk mendapatkan harga energi primer yang lebih murah pemenuhan batubara untuk pembangkit-pembangkit PLTU skala menengah dan besar diarahkan menggunakan low rank coal yang diperkirakan harganya tidak berpengaruh harga international. Adapun strategi penggunaan low rank coal adalah sebagai berikut :

1. untuk Sumatera yang cadangan batubaranya umumnya berada di pedalaman dan batu bara ini sulit untuk di transportasi ke Jawa (pusat beban) akan dimanfaatkan untuk PLTU mulut tambang yang akan memasok jaringan Sumatera dan sebagian Jawa melalui interkoneksi Sumatera-Jawa. Untuk mendapatkan harga pokok yang lebih rendah dan 1. untuk Sumatera yang cadangan batubaranya umumnya berada di pedalaman dan batu bara ini sulit untuk di transportasi ke Jawa (pusat beban) akan dimanfaatkan untuk PLTU mulut tambang yang akan memasok jaringan Sumatera dan sebagian Jawa melalui interkoneksi Sumatera-Jawa. Untuk mendapatkan harga pokok yang lebih rendah dan

2. untuk batubara Kalimantan yang transportasinya relatif lebih mudah, low rank coal nya dimanfaatkan untuk memasok PLTU skala besar di Jawa- Bali dan PLTU-PLTU skala menengah di luar Jawa-Bali sesuai dengan keekonomiannya.

Pembangkit-pembangkit berbahan bakar batubara dirancang untuk memikul beban dasar karena harga bahan bakar ini relatif paling rendah dibandingkan harga bahan bakar fosil lainnya. Namun demikian kendala yang dihadapi adalah dampak emisi yang akan ditimbulkan oleh pembakaran batubara kepada lingkungan di sekitar pusat pembangkit sehingga pengembangan pembangkit listrik berbahan bakar batubara perlu mendapat perhatian khusus untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan.

6.2.2 Gas Alam

Potensi gas alam di Indonesia diperkirakan sebesar 170.31 TCF yang tersebar terutama di kepulauan Natuna (Riau Kepulauan) sebesar 52.081 bcf, Sumatera Selatan 14.260 bcf, dan di Kalimantan Timur sebesar 31.814 bcf serta Tangguh di Irian Jaya yang diperkirakan setara dengan cadangan di Natuna. Kebutuhan akan gas alam untuk pembangkitan tenaga listrik terkendala oleh belum siapnya sarana transmisi gas alam dari sumber-sumbernya ke pusat pembangkit yang sebagian besar berlokasi di pulau Jawa.

Pada dasarnya pembangkit-pembangkit berbahan bakar gas alam ini dioperasikan untuk memikul beban menengah. Klausal pada beberapa kontrak pasokan gas alam beberapa pembangkit dioperasikan untuk berkontribusi mengisi beban dasar. Konsumsi domestik yang diperkirakan 42% dari produksi, untuk keperluan pembangkit tenaga listrik baru mencapai 6,6%. Mengingat gas alam merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan maka dalam kurun waktu 10 tahun mendatang akan dibangun sebesar 4.700 MW PLTG pemikul beban puncak dan 7.000 MW PLTGU berbahan bakar gas alam. Untuk luar Jawa potensi gas marjinal cukup banyak yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan Pada dasarnya pembangkit-pembangkit berbahan bakar gas alam ini dioperasikan untuk memikul beban menengah. Klausal pada beberapa kontrak pasokan gas alam beberapa pembangkit dioperasikan untuk berkontribusi mengisi beban dasar. Konsumsi domestik yang diperkirakan 42% dari produksi, untuk keperluan pembangkit tenaga listrik baru mencapai 6,6%. Mengingat gas alam merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan maka dalam kurun waktu 10 tahun mendatang akan dibangun sebesar 4.700 MW PLTG pemikul beban puncak dan 7.000 MW PLTGU berbahan bakar gas alam. Untuk luar Jawa potensi gas marjinal cukup banyak yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan

6.2.3 Energi Terbarukan

Mengacu kepada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, pada tahun 2004, potensi energi terbarukan untuk pembangkitan tenaga listrik cukup besar, antara lain panas bumi 27.140 MW, tenaga air 75.000 MW, biomassa sebesar 49.810 MW, dan energi alternatif lainnya seperti tenaga matahari, angin, dan ombak. Besarnya potensi dan pemanfaatan energi terbarukan.

Potensi panas bumi yang sekitar 27 GW tersebut dan tersebar di 150 lokasi, merupakan 40% potensi dunia. Dari potensi tersebut baru sekitar 804 MW atau sekitar 3% yang sudah direalisasikan. Penyebaran lokasi sumber panasbumi antara lain yang terbesar di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Pengembangan panas bumi akan terus dilakukan sesuai dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Roadmap Pengembangan Panas bumi dimana dinyatakan bahwa pada tahun 2013 kapasitas pembangkit listrik panas bumi harus mencapai 3.800 MW.

Pengembangan panas bumi diarahkan kepada lapangan yang biaya produksinya kompetitif (dibawah marginal). Untuk memperoleh harga beli yang lebih baik dan waktu pengembangan yang lebih pendek, diharapkan panas bumi dapat dikembangkan secara total project (uap dan listrik oleh satu pengembang). Air yang potensinya sangat besar untuk pembangkitan tenaga listrik pemanfaatannya masih rendah, yaitu sekitar 5% sampai dengan tahun 2004. Papua merupakan daerah yang potensi tenaga airnya terbesar, yaitu sekitar 24 GW namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena masalah lokasi yang jauh dari pusat beban.

6.2.4 Nuklir

Dalam perencanaan penambahan pembangkit dalam 10 tahun ke depan belum mengindikasikan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) terpilih sebagai pembangkit untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini lebih disebabkan tidak bersaingnya PLTN dengan jenis pembangkit lainnya. Namun demikian dengan meningkatnya harga BBM dalam satu tahun terakhir dan belum siapnya sarana penyaluran gas alam maka pemilihan PLTN sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan listrik Indonesia perlu diperhatikan.

7.1. Umum

Berbagai persoalan teknis menyebabkan tenaga listrik hanya dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu, sedangkan pemakai atau pelanggan tenaga listrik tersebar di berbagai tempat. Hal ini mengakibatkan penyampaian tenaga listrik dari tempat dibangkitkannya sampai ke tempat pelanggan memerlukan berbagai penanganan teknis. Tenaga listrik dibangkitkan dalam Pusat-Pusat listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP, dan PLTD, dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tegangan (step up transformer) yang ada di Pusat Listrik, kemudian disalurkan melalui saluran transmisi.

Sebagian besar saluran transmisi tegangan tinggi mempunyai tegangan 66 KV, 150 KV, dan 500 KV. Khusus untuk tegangan 500 KV dalam praktek saat ini disebut tegangan ekstra tinggi. Saluran transmisi yang digunakan ada dua jenis, yaitu saluran udara dan kabel tanah. Harga saluran udara jauh lebih murah daripada kabel tanah, oleh karena itu saluran transmisi saluran udara lebih banyak digunakan Walaupun saluran udara jauh lebih murah dibandingkan kabel tanah, namun saluran udara lebih mudah terganggu, misalnya karena petir, kena pohon, dan lain-lain.

Tenaga listrik yang disalurkan oleh saluran transmisi selanjutnya diturunkan tegangannya di Gardu Induk (GI) oleh transformator penurun tegangan (step down transformer) menjadi tegangan menengah atau disebut juga tegangan distribusi primer. Tegangan distribusi primer yang digunakan adalah 20 KV, 12 KV, dan 6 KV. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa tegangan distribusi primer yang berkembang adalah 20 KV. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer, kemudian tegangan tenaga listrik diturunkan dalam gardu-gardu distribusi menjadi tegangan rendah yaitu 380/220 volt atau 220/127 volt. Tenaga listrik dengan tegangan rendah ini kemudian disalurkan ke rumah- rumah pelanggan melalui sambungan rumah.

Pelanggan-pelanggan yang mempunyai daya tersambung besar tidak disambung melalui jaringan tegangan rendah, melainkan disambung langsung pada jaringan tegangan menengah, bahkan ada yang disambung pada jaringan transmisi tegangan tinggi. Tenaga listrik yang dibangkitkan oleh pusat listrik selain disalurkan ke para pelanggan, juga disalurkan untuk pemakaian sendiri guna melayani keperluan tenaga listrik di pusat listrik atau di gardu induk, misalnya untuk penerangan, mengisi batere, dan menggerakkan berbagai motor. Luasnya jaringan distribusi menyebabkan dalam praktek diperlukan banyak sekali transformator distribusi, oleh karena itu gardu distribusi sering kali disederhanakan menjadi transformator tiang. Tenaga listrik yang telah melalui jaringan tegangan menengah (JTM), jaringan tegangan rendah (JTM), dan sambungan rumah (SR) selanjutnya melalui alat pembatas daya dan kWh meter.

7.2. Lalu-lintas Data dan Informasi

Sistem tenaga listrik yang memiliki banyak pusat listrik dan gardu induk, membutuhkan Sistem Control Centre atau Load Dispatch Centre, yang mampu melaksanakan operasi lalu-lintas data dan informasi antara Pusat Pengatur Beban dengan pusat-pusat listrik dan gardu-gardu induk yang ada dalam kawasan operasinya. Pelaksanaan dan pengendalian operasi didasarkan pada rencana operasi, Dispacher dari Pusat Pengatur Beban memberikan perintah operasional kepada pusat-pusat listrik dalam sistem, seperti berapa daya yang harus dibangkitkan, dan juga kepada operator-operator gardu induk, misalnya mengenai pengaturan sadapan (tap) transformator untuk keperluan pengaturan tegangan. Sebaliknya operator pusat-pusat listrik dan operator gardu-gardu induk melaporkan kepada dispatcher mengenai pelaksanaan perintah dispatcher serta kesulitan-kesulitan operasional yang dihadapi, terutama apabila terjadi gangguan.

Dengan demikian adanya lalu-lintas data dan informasi antara dispatcher dan operator pusat listrik serta operator gardu induk, membuat harus ada aturan protocol untuk operasi secara jelas, yaitu menyaku pengendalian operasional. Makin besar suatu sistem tenaga listrik yang dioperasikan, makin banyak data dan informasi yang hilir-mudik, data dan informasi ini menyangkut juga biaya bahan bakar yang merupakan biaya terbesar dalam operasi sistem tenaga listrik.

Oleh karena itu dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik harus ada sarana untuk lalu-lintas data dan informasi yang diperlukan untuk memonitor situasi operasi, serta untuk mengambil langkah-langkah operasional. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam lalu-lintas data dan informasi untuk keperluan operasi sistem tenaga listrik antara lain adalah :

¾ Kecepatan dan kemudahan memperoleh data dan informasi yang diperlukan setiap saat. ¾ Cara-cara penyajian data dan informasi bagi dispatcher harus sedemikian sehingga dispatcher dapat secara cepat mengerti dan menarik kesimpulan mengenai situasi dalam sistem, serta dapat segera memerintahkan atau melakukan tindakan operasional. Penyajian data memerlukan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) agar data dan informasi dapat disajikan kepada dispatcher dalam bentuk-bentuk yang diperlukan untuk mengambil langkah operasional.

¾ Keandalan saluran data dan informasi, terganggunya saluran data dan informasi akan langsung mengganggu jalannya operasi sistem tenaga listrik, karena dispatcher tidak dapat mengetahui keadaan sistem tenaga listrik secara tepat.

¾ Kualitas data dan informasi perlu dijaga, data dan informasi yang kurang

jelas dapat menyulitkan dispatcher untuk mengambil langkah operasional.

Berdasarkan uraian di atas, maka sarana yang utama untuk operasi sistem tenaga listrik adalah :

¾ Sistem telekomunikasi untuk keperluan penyaluran data dan informasi. ¾ Alat-alat pengolah data untuk menyimpan dan mengolah data dan

informasi sistem tenaga listrik. ¾ Perangkat lunak (software) untuk mengolah data dan informasi agar dapat

disajikan dalam bentuk-bentuk yang diperlukan untuk mengambil langkah operasional.

Data dan informasi sisten tenaga listrik yang ada harus dikelola dengan benar, sedangkan data dan informasi harus dapat selalu diterjemahkan secara cepat, maka Data dan informasi sisten tenaga listrik yang ada harus dikelola dengan benar, sedangkan data dan informasi harus dapat selalu diterjemahkan secara cepat, maka

7.3. Sarana Operasi Sistem Tenaga Listrik

Sarana yang dapat digunakan untuk operasi sistem tenaga listrik dalam memenuhi proses pengendalian secara baik, serta dalam usaha memenuhi operasional secara kontinu pada komunikasi data dan informasi, antara lain :

1. Sarana telekomunikasi, meliputi : ¾ Telepon/PLC. ¾ Telex. ¾ Leased channel, yaitu saluran telekomunikasi antar kota yang disewa

selama 24 jam sehari. ¾ Faximile.

2. Sistem Radio ¾ Sistem Simplex dengan satu atau dua frekuensi, yaitu frekuensi untuk

penerima (receiver), dan frekuensi untuk pengirim (transmitter). ¾ Sistem Duplex, selalu digunakan frekuensi yang lain antara penerima

dan pengirim walaupun tanpa repeater, sehingga penerima dan pengirim dapat berfungsi bersamaan. Dibandingkan dengan sistem simplex, sistem duplex memerlukan lebih banya alokasi frekuensi. Untuk keperluan komunikasi operasi pada umumnya sistem radio simplex sudah mencukupi kebutuhan, oleh karena itu banyaka digunakan.

¾ Sistem Singgle Side Band (SSB), yaitu sistem radio dengan modulasi amplitude, dan seperti namanya (single side band) yang digunakan

hanya salah satu band, uper atau lower side band. Sistem radio dengan modulasi amplitude kualitas suaranya tidak sebaik yang menggunakan modulasi frekuensi, tetapi jangkauannya lebih jauh. Sistem radio SSB ini relatif jarang digunakan untuk keperluan operasi sistem tenaga listrik.

7.4. Program-Program Offline

Pusat Pengatur Beban yang mengendalikan sistem besar mempunyai fasilitas komputer online bagi SCADA, biasanya juga mempunyai fasilitas komputer offline bagi keperluan perencanaan operasi, analisis hasil-hasil operasi, dan fasilitas untuk keperluan evaluasi keadaan operasi di masa yang akan datang. Fasilitas komputer offline ini biasanya dilengkapi dengan program-program (software ) sebagai berikut :

a. Program Aliran Daya ( Load Flow)

Program ini dipergunakan untuk membuat analisis aliran daya (load flow) dengan memasukkan data beban pembangkitan unit-unit pembangkit dan gardu induk ke dalam konfigurasi jaringan yang dikehendaki. Kemudian sebagai hasilnya dapat dilihat aliran daya serta profil tegangan yang terjadi dalam sistem. Hasil ini perlu dianalisis bagian mana saja dari sistem yang mengalami kerawanan, misalnya mendekati beban lebih (overload) atau tegangannya terlalu rendah, serta langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mengatasi kerawanan ini.

b. Program Contingency

Seperti program aliran daya, namun dilengkapi dengan kemungkinan untuk membuat simulasi pelepasan berbagai elemen sistem. Program ini juga menyerupai program security assessment, tetapi dapat menggunakan data-data off line. Program ini digunakan sebagai kelanjutan hasil program aliran daya untuk memperhitungkan berbagai kondisi yang mungkin terjadi dalam sistem di masa yang akan datang dengan melakukan berbagai contingency.

c. Program Arus Hubung Singkat

Program ini digunakan untuk menghitung arus hubung singkat tiga fase dan satu fase ke tanah pada berbagai tempat dalam sistem untuk berbagai kondisi operasi. Hasil perhitungan dari program ini digunakan untuk mengecek apakah kemampuan memutus arus hubung singkat PMT masih cukup atau tidak. Selain itu juga hasil perhitungan arus hubung singkat digunakan untuk menyetel relay dalam sistem

d. Program Lain-Lain

Program lain-lain offline yang biasa digunakan dalam Pusat Pengatur Beban untuk keperluan perencanaan operasi adalah program penjadualan pemeliharaan dan keandalan.

7.5 Pengembangan Fasilitas Operasi

Sistem tenaga listrik terus berkembang mengikuti kebutuhan beban masyarakat terhadap energi listrik. Untuk mengoperasikan sistem tenaga listrik yang terus berkembang ini, fasilitas operasinya juga harus dikembangkan mengituti perkembangan sistem tenaga listrik. Pengembangan fasilitas komputer untuk operasi sistem tenaga listrik pada umumnya menyangkut hal-hal sebagai berikut :

¾ Peningkatan kemampuan komputer. ¾ Kecepatan saluran transmisi ditingkatkan. ¾ Menggunakan RTU yang lebih tinggi kemampuan logika. ¾ Peningkatan perangkat lunak (software).

7.6. Sistem SCADA

Tujuan dilakukan suatu operasi sistem tenaga listrik antara lain adalah untuk menjaga sekuriti sistem (security), mencapai operasi ekonomi (economy), serta guna mencapai tingkat mutu tenaga listrik yang disalurkan (quality). Dalam pengendalian operasi sistem tenaga listrik dikenal empat keadaan yaitu normal, siaga (alert), darurat (emergency), dan pemulihan (restorative).

Untuk memenuhi sasaran operasi sistem tenaga listrik, diperlukan perangkat mendukung pelaksanaan operasi. Pada sistem tenaga listrik yang membentuk jaringan besar maupun interkoneksi dengan sistem lain, operasi sistem dilaksanakan dengan kendali terpusat dari satu atau beberapa pusat pengatur (control center). Biasanya menggunakan SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition ), yaitu dipasang untuk keperluan operasi sistem tenaga listrik mempunyai fungsi antara lain :

a. Akuisisi data (data Acquisition).

b. Pemantauan dan pengolahan data kejadian (monitoring and event processing ).

c. Fungsi kendali sistem (control function).

d. Pemberian tanggal dan waktu data (time tagged data).

e. Pengumpulan dan analisis data gangguan (disturbance data collection and analisys ).

f. Pelaporan dan perhitungan.

Gambar 7.1. Posisi pengendalian

Gambar 7.2. Konfigurasi SCADA dan hardware Fungsi akuisisi data adalah mengumpulkan informasi yang diperlukan mengenai sistem tenaga listrik dari beberapa Gardu Induk dan pusat listrik secara Gambar 7.2. Konfigurasi SCADA dan hardware Fungsi akuisisi data adalah mengumpulkan informasi yang diperlukan mengenai sistem tenaga listrik dari beberapa Gardu Induk dan pusat listrik secara

a. Indikasi status peralatan (telesignalling).

b. Nilai pengukuran (telemeasuring).

Gambar 7.3. Line data configuration

Gambar 7.4. SCADA configuration

7.6.1. Telesignalling (TS)

Status indikasi peralatan yang dimonitor dengan menggunakan sistem SCADA meliputi :

a. status pemutus tenaga (CB, Circuit Breaker).

b. status pemisah (DS, Disconnecting Switch) dan pemisah tanah (Earth Switch ).

c. sinyal alarm.

d. indikasi lain yang diperlukan. Indikasi tersebut dikelompokkan sebagai indikasi tunggal (single indication) dan indikasi ganda (double indication). Indikasi tunggal terdiri dari satu bit data sedangkan indikasi ganda terdiri dari dua bit data. Indikasi ganda biasanya digunakan untuk indikasi status pemutus tenaga dan pemisah.

7.6.2. Telemetering

Nilai pengukuran yang dikumpulkan oleh sistem kendali bermacam-macam, antara lain tegangan, arus, daya aktif dan daya reaktif serta frequency. Jenis pengukuran yang dikumpulkan dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu analog dan digital.

Selain jenis pengukuran tersebut, sering pula dilakukan pengukuran untuk nilai energi listrik yang dibutuhkan. Untuk memperoleh nilai energi biasanya digunakan penghitung pulsa (pulse counter), yang berdasarkan register, terdiri dari continuous counter dan time interval register. Tenggang waktu yang umum digunakan adalah satu jam.

7.7. Invalidity dan Bad-measurement

Sistem SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) merupakan bagian tak terpisahkan pada pusat pengatur sistem, mulai dari hierarki operasi pembangkitan, jaringan transmisi hingga pada sistem distribusi tenaga listrik. Semua pusat pengatur sistem telah memanfaatkan sarana tersebut, seperti yang terpasang saat ini pada CC (Control Center) dan RCC (Region Control Center).

7.7.1. Invalidity

Terjadi di control center disebabkan karena status dari PMT dan PMS pada rangkaian proses pada suatu Gardu Induk, tidak dapat dengan jelas diketahui oleh RTU (Remote Terminal Unit) dan ini dapat terjadi karena :

¾ Switch pembatas tidak berfungsi dengan baik ¾ Relay Bantu tidak berfungsi dengan baik. ¾ Pasokan tegangan 48 Volt terganggu ¾ Pengkawatan (wiring) antara rangkaian proses dan RTU belum benar. ¾ Card digital masukan di RTU tidak berfungsi dengan baik ¾ RTU tidak berfungsi dengan baik. ¾ Komunikasi data terganggu ¾ Data base di Control Center belum benar

7.7.2. Bad Measurement

Bad measurement adalah kesalahan proses pengukuran yang dibaca dan ditampilkan di Control Center. Terjadinya bad measurement disebabkan oleh :

¾ Pengaruh CT (Current Transformer) dan PT (Potensial Transformer). ¾ Pengaruh transducer. ¾ Pengaruh Card RTU. ¾ Wiring antara rangkaian proses dan RTU belum benar. ¾ RTU terganggu. ¾ Pengaruh Komunikasi Data. ¾ Data Base di Control Center belum benar.

Akibat terjadinya invalidity dan bad measurement, maka pusat kendali yang menggunakan beberapa program aplikasi yang disebut PAS (Program Application Software ), seperti :

¾ Program topology. ¾ Program state estimation. ¾ Program load flow. ¾ Program analisa jaringan. ¾ Program analisa hubung singkat.

7.8. Optimalisasi Sistem SCADA

Untuk mengatasi atau melakukan perbaikan dari terjadinya invalidity dan bad measurement tersebut, maka dilakukan pemeriksaan dengan urutan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan dan pengujian lokal dari setiap peralatan sistem SCADA yaitu : ¾ Periksa wiring dari SIC (Supervisi Interface Cubicle) samapi

rangkaian proses. ¾ Periksa wiring antara RTU dan Interface transducer serta relay bantu cubicle. ¾ Periksa RTU apakah ada komponen dari RTU yang tidak berfungsi. ¾ Periksa sistem komunikasi data. ¾ Periksa data-data sistem untuk dibandingkan dengan data yang ada

di data base control center.

2. Selanjutnya dilakukan test dari titik ke titik pada keluaran rangkaian proses sampai ke pusat kendali.

3. Wiring diagram dari keluaran rangkaian proses sampai ke masukan RTU.

7.9. Peralatan yang diperlukan

Untuk mendukung keperluan pengujian menggunakan sistem SCADA, maka peralatan yang perlu dipersiapkan antara lain adalah seperti berikut ini : ¾ Loader (komputer/laptop). ¾ RTU Perangkat lunak. ¾ Data base untuk Gardu Induk yang dimaksud. ¾ Amper meter dan Voltmeter. ¾ DC miliamper injector. ¾ Injector arus sekunder ¾ Injector tegangan sekunder

7.10. Sekuriti SCADA

Sistem kendali menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga suatu existing system , dua jenis sistem kendali yang umum digunakan adalah Distributed Control System (DCS) dan Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA).

Sistem DCS secara khusus digunakan dalam pemrosesan tunggal atau pusat pembangkit, atau meliputi suatu kawasan geografis yang kecil. Sistem SCADA secara khusus digunakan untuk operasi yang besar, secara geografis tersebar luas. Sistem DCS dan SCADA dikembangkan untuk mengurangi biaya tenaga kerja, untuk memungkinkan pemantauan dan pengendalian sistem secara luas.

Karena sistem kendali digunakan secara luas dalam infrastruktur yang sangat riskan terhadap perusakan existing system, terutama terhadap serangan berbagai cyber crime yang dapat merusak, maka perlu dilakukan upaya untuk mengatasi hal tersebut, seperti menggunakan SCADA protocol suite atau lainnya. Faktor yang memungkinkan eskalasi ancaman terhadap sistem SCADA adalah :

™ Menggunakan teknologi standar yang diketahui mudah diserang. ™ Sambungan sistem-sistem ke jaringan-jaringan yang lain. ™ Hubungan-hubungan yang jauh. ™ Tersedianya secara luas teknologi informasi tentang sistem-sistem kendali.

Selanjutnya pengaman infrastruktur komunikasi SCADA yang dapat digunaakan antara lain security SCADA remote connections dan SCADA protocol suite . Pengaman jenis pertama memiliki banyak kelemahan, sehingga tidak disarankan untuk digunakan. Jenis pengaman kedua diunggulkan untuk dapat mengatasi ancaman-ancaman serangan di masa yang akan datang.

Jenis pengaman yang kedua menggunakan device SCADA yang diinstal di pusat kendali, yang disebut master SCADA dan device SCADA yang diinstal di tempat-tempat yang jauh yang disebut slave SCADA device. Setiap master SCADA device boleh berkomunikasi secara khusus dengan beberapa slave SCADA devices. Pada saat yang bersamaan master SCADA device boleh juga mengirim pesan-pesan yang asli ke beberapa slave SCADA device.

8.1. Umum

Masalah pada sistem tenaga listrik yang sering muncul adalah masalah yang berkaitan dengan dinamika dan stabilitas sistem untuk merespon gangguan yang terjadi, karena masalah dinamika dan stabilitas sistem tersebut sangat berkaitan erat dengan unjuk kerja sistem yang mencerminkan kondisi setiap saat, baik kondisi normal maupun kondisi gangguan, serta pemulihannya. Stabilitas sistem tenaga listrik didefinisikan sebagai suatu keadaan sistem untuk kembali lagi ke keadaan normal atau stabil setelah mengalami gangguan. Gangguan pada sistem tenaga listrik dapat menimbulkan osilasi tegangan, frekuensi dan daya. Oleh karena itu perlu pengaturan agar osilasi yang terjadi segera kembali ke kondisi normal. Untuk analisis stabilitas sistem tenaga listrik yang berkaitan dengan osilasi ada tiga kondisi yang harus dipertimbangkan, yaitu stabilitas steady state , stabilitas transient dan stabilitas dynamic.

Stabilitas steady state merupakan kemampuan sistem tenaga listrik untuk mempertahankan keadaan sinkron antara mesin dan external tie line terhadap gangguan kecil, yaitu gangguan kecil/perlahan yang merupakan fluktuasi beban normal rata-rata. Gangguan ini dapat diatasi oleh regulator tegangan dan governor turbin secara otomatis. Namun bila batas power transfer dilampaui, mesin akan kehilangan sinkron. Selain itu kondisi lepas sinkron dapat terjadi apabila secara tiba-tiba ada beban besar yang dipasang atau dilepas. Dengan perubahan yang cepat atau pembebanan yang tiba-tiba tersebut, akan menyebabkan terjadinya goncangan pada sistem tenaga listrik.

8.2. Tinjauan Operasi Sistem

Sistem tenaga listrik dikatakan sebagai sistem yang dinamis, karena sistem tenaga listrik berubah-ubah setiap saat, yaitu beban berubah-ubah setiap saat. Dengan demikian karena beban berubah-ubah setiap saat atau sangat tergantung pada kondisi kapan dioperasikan (on/off), akibatnya pembangkit juga mengalami Sistem tenaga listrik dikatakan sebagai sistem yang dinamis, karena sistem tenaga listrik berubah-ubah setiap saat, yaitu beban berubah-ubah setiap saat. Dengan demikian karena beban berubah-ubah setiap saat atau sangat tergantung pada kondisi kapan dioperasikan (on/off), akibatnya pembangkit juga mengalami

Gambar 8.1. Diagram blok sistem tenaga listrik

Secara matematis, kedinamisan sistem tenaga listrik berkaitan dengan daya pembangkit (P G (t) & Q G (t)), daya beban (P L (t) & Q L (t)) dan rugi-rugi daya (P lss (t) &Q lss (t)) dapat dinyatakan sebagai berikut:

P G (t) = P L (t) + P lss (t) Q G (t) = Q L (t) + Q lss (t)

8.2.1. Tinjauan Dari Sisi Beban

Selanjutnya sistem tenaga listrik yang dinamis bila ditinjau dari sisi beban, hal itu dikarenakan beban yang terpasang pada sistem dan harus dilayani oleh pembangkit memiliki jenis beban yang bermacam-macam. Dari segi jenis beban yang bermacam-macam ini (beban industri, komersil, perumahan, dll), maka sistem tenaga listrik merupakan sistem yang dinamis. Berarti setiap saat beban yang terpasang (on) pada sistem tenaga listrik akan berbeda, sesuai dengan jenis beban pada saat itu yang beroperasi. Hal ini juga menunjukan, bahwa beban listrik yang ditanggung setiap saat jenisnya sangat beragam dan berasal dari berbagai tempat beban yang tersambung pada sistem.

Gambar 8.2. Beban tersambung pada masing-masing bus

Dengan demikian kedinamisan sistem tenaga listrik setiap saat pada sisi beban merupakan gabungan dari semua beban yang terpasang saat itu dan dapat dituliskan sebagai berikut:

Beban Total = Beban Perumahan + Beban industri + Beben komersil + …….

Jika setiap beban yang terpasang berasal dari berbagai tempat dan jenis yang beragam tersebut memiliki daya tertentu pada setiap saat, maka secara matematis variabel daya akan berubah-ubah setiap saat sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu, yaitu dapat dinyatakan:

Dimana P L (t) adalah daya nyata total beban, daya nyata masing-masing beban (P L1 (t), P L2 (t), P L3 (t), P L4 (t), P L5 (t), P L6 (t), …), Q L (t) adalah daya reaktif Dimana P L (t) adalah daya nyata total beban, daya nyata masing-masing beban (P L1 (t), P L2 (t), P L3 (t), P L4 (t), P L5 (t), P L6 (t), …), Q L (t) adalah daya reaktif

8.2.2. Tinjauan dari sisi penyaluran

Sistem tenaga listrik yang dinamis bila ditinjau dari sisi penyaluran sangat terkait langsung dengan beban dan pembangkit, karena beban dan pembangkit terpasang pada sistem dimana saja sesuai dengan tempatnya. Sehingga perubahan beban setiap saat akan berpengaruh pada sistem, terutama pada aliran daya dan rugi daya yang timbul. Dengan demikian seberapa besar rugi daya sangat tergantung pada arus yang mengalir, dimana arus yang mengalir ini sangat tergantung dengan besarnya beban saat itu yang dilayani oleh pembangkit. Begitu juga arah aliran daya (load flow) akan sangat tergantung darimana beban akan dilayani oleh pembangkit dan beban mana yang sedang dalam keadaan terpakai (on), hal inilah yang menjadikan sistem tenaga listrik dinamis, karena aliran daya dapat berubah setiap saat.

Ke beban

Dari generator

Ke transmisi

Gambar 8.3. Situasi aliran arus pada bus

Selain diwakili oleh load flow, kedinamisan sistem tenaga juga dapat dilihat dari pola aliran arus pada setiap bus yang ada, sebagaimana pada Gambar

1.3. tersebut tampak kondisi pada suatu bus. Bila aliran daya atau arus dari pembangkit yang sangat tergantung pada beban dan ada yang ditransmisikan, maka semua akan berubah setiap saat tergantung kebutuhan daya pada saat itu.

Maka bila arus dari generator adalah I G (t), arus beban adalah I L (t), arus yang ditransmisikan P Tr (t), akan berlaku hubungan:

I G (t) = I L (t) + I Tr (t)

Selanjutnya apabila daya yang kirimkan oleh generator (P G (t) dan Q G (t)) pada setiap saat beban yang beroperasi (P L (t) dan Q L (t)), serta ada sebagian yang ditransmisikan (P Tr (t) dan Q Tr (t)), maka didapatkan hubungan:

P G (t) = P L (t) + P Tr (t) Q G (t) = Q L (t) + Q Tr (t)

8.2.3. Tinjauan dari sisi pembangkit

Sistem tenaga listrik yang dinamis bila ditinjau dari sisi pembangkit dikarenakan pembangkit yang terpasang pada sistem bermacam-macam (PLTA, PLTU, PLTG, dll), sehingga sangat dinamis sekali untuk mengikuti perubahan beban yang berubah setiap saat. Maksudnya, perlu kombinasi dan pengaturan pembangkit-pembangkit yang harus melayani kebutuhan daya beban dan perlu pembagian kapasitas pembangkitan, sehingga beban dapat bekerja dengan pembangkit yang optimal dengan kombinasi yang sesuai atau ekonomis.

Gambar 8.4. Pembangkit tersambung pada masing-masing bus

Dengan demikian kedinamisan sistem tenaga listrik setiap saat pada sisi pembangkit merupakan gabungan dari semua pembangkit yang terpasang saat itu dan dapat dituliskan sebagai berikut:

Pembangkit Total = PLTA + PLTU + PLTG + …….

Jika setiap pembangkit yang beroperasi berasal dari berbagai tempat dan jenis yang beragam tersebut memiliki daya tertentu pada setiap saat untuk melayani beban, maka secara matematis variabel daya akan berubah-ubah setiap saat sesuai dengan kebutuhan pada waktu itu, yaitu dapat dinyatakan:

Dimana P G (t) adalah daya nyata total generator, daya nyata masing-masing generator (P G1 (t), P G2 (t), P G3 (t), P G4 (t), P G5 (t), P G5 (t), …), Q G (t) adalah daya reaktif total generator dan daya reaktif masing-masing generator (Q G1 (t), Q G2 (t),

Q G3 (t), Q G4 (t), Q G5 (t), Q G6 (t), …).

8.2.4.Peninjauan berdasarkan jenis gangguan

Stabilitas sistem tenaga listrik ditinjau dari jenis gangguan, maka dapat disebabkan oleh gangguan kecil dan gangguan besar. Untuk gangguan kecil dapat disebabkan oleh kejadian yang kontinyu pada sistem tenaga listrik, sehingga mempengaruhi kestabilan sistem. Gangguan kecil memiliki pengaruh yang sangat kecil pada kestabilan sistem dan sistem tidak kehilangan sinkron (lepas sinkron), melainkan hanya osilasi. Gangguan kecil ini dapat disebabkan oleh variasi pembebanan, perubahan kecepatan turbin dan lainnya.

Sedangkan gangguan besar yang terjadi pada sistem dapat menyebabkan pengaruh yang parah atau serius bagi kestabilan dan dapat menyebabkan lepas sinkron. Gangguan besar ini dapat berupa perubahan kecepatan putar yang mendadak, perubahan sudut yang terlalu besar, perubahan beban yang mendadak, pelepasan beban seketika, gangguan hubung singkat. Sehingga dengan adanya gangguan besar ini, maka sistem akan stabil lagi dengan menghilangkan gangguan tersebut.

8.2.5. Peninjauan berdasarkan perangkat kontrol

Stabilitas sistem ditinjau dari perangkat kontrol merupakan gejala stabilitas untuk mempertahankan posisi stabil sesuai dengan permintaan beban yang berubah-buah setiap saat, yaitu untuk memperoleh kondisi stabil yang sesuai antara daya yang dibangkitan dengan daya yang dibutuhkan beban, baik daya reaktif atau daya nyata. Perangkat kontrol untuk pengaturan terhadap daya reaktif adalah menggunakan eksitasi, sedangkan untuk daya nyata menggunakan governor . Untuk mengatasi stabilitas sistem akibat perubahan beban, maka eksitasi memberikan respon lebih cepat dibandingkan pengaturan putaran.

Excitation controller

Voltage sensor & comparator

Vref

Gambar 8.5. Sistem eksitasi

Sistem eksitasi pada fenomena stabilitas sistem merupakan pengaturan dan penyesuaian tegangan untuk mengatur atau menyesuaikan daya reaktif dengan beban. Hal terjadi apabila beban berubah (naik/turun), maka akan menyebabkan putaran juga berubah (turun/naik), dan menghasilkan tegangan yang berubah juga (turun/naik). Oleh karena itu perubahan tegangan ini akan dideteksi melalui Sistem eksitasi pada fenomena stabilitas sistem merupakan pengaturan dan penyesuaian tegangan untuk mengatur atau menyesuaikan daya reaktif dengan beban. Hal terjadi apabila beban berubah (naik/turun), maka akan menyebabkan putaran juga berubah (turun/naik), dan menghasilkan tegangan yang berubah juga (turun/naik). Oleh karena itu perubahan tegangan ini akan dideteksi melalui

Pilot valve

Gambar 8.6. Sistem governor

Pada sistem governor untuk fenomena stabilitas sistem dilakukan pengaturan dan penyesuaian putaran untuk mengatur atau menyesuaikan daya aktif pembangkit dengan beban. Hal ini terjadi apabila beban berubah (naik/turun), maka akan menyebabkan putaran juga berubah (turun/naik), dan akan dideteksi dengan pendulum yang berubah posisinya jaraknya (mengecil/membesar). Sehingga dengan berubah posisi jarak antar bola pendulum tersebut akan menyebabkan katub pada aliran fluida (steam) membuka atau menutup, hingga didapatkan daya yang sesuai dengan beban.

Pengoperasian generator dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan komponen dasar yang melibatkan sistem luar (prime over) dan exciter. Turbin yang diputar oleh aliran fluida (steam) akan menghasilkan torsi T m , selanjutnya Pengoperasian generator dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan komponen dasar yang melibatkan sistem luar (prime over) dan exciter. Turbin yang diputar oleh aliran fluida (steam) akan menghasilkan torsi T m , selanjutnya

Main system valve

Electrical System

Gambar 8.7. Sistem generator-turbine-exciter

8.3. Jenis Stabilitas

Berkaitan dengan respon terhadap gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik dan efeknya dapat menimbulkan osilasi tegangan, frekuensi dan daya. Jenis stabilitas dikategarikan menjadi stabilitas steady state, stabilitas transient dan stabilitas dynamic.

Stabilitas transient merupakan keandalan sistem untuk mempertahankan keadaan sinkron setelah mengalami gangguan besar secara tiba-tiba. Periode gangguan saat governor bekerja terjadi pada ayunan rotor mesin selama satu detik pertama setelah mengalami gangguan, periode ini merupakan periode stabilitas transient . Gangguan besar yang tiba-tiba tersebut meliputi gangguan hubung singkat, pengamanan gangguan, perubahan beban secara tiba-tiba dan kegagalan tripping jaringan dan governor. Selanjutnya daya maksimum yang dapat dikirim melalui sistem tanpa kehilangan stabilitas pada kondisi mengalami gangguan secara tiba-tiba disebut batas stabilitas transient.

Faktor yang mempengaruhi stabilitas transient yaitu kekuatan jaringan transmisi dan tie line ke sistem-sistem yang berdekatan, karakteristik unit-unit pembangkit meliputi momen inersia bagian yang berputar, transient reactance dan karakteristik magnetik stator dan rotor. Faktor lain adalah kecepatan melepas atau menghubungkan peralatan jaringan transmisi untuk kembali melayani beban. Dalam masalah stabilitas steady state, kecepatan sistem eksitasi generator merespon sangat penting untuk mempertahankan batas stabilitas transien. Gangguan sistem biasanya disertai dengan penurunan tegangan sistem dengan cepat, maka pemulihan tegangan dengan cepat ke keadaan normal sangat penting untuk mempertahankan stabilitas sistem.

Stabilitas dinamik merupakan kemampuan sistem tenaga listrik untuk mempertahankan keadaan sinkron setelah ayunan pertama (periode stabilitas transient ), sehingga sistem mencapai kondisi keseimbangan steady state yang baru dalam waktu yang cukup setelah mengalami gangguan, governor penggerak mula akan menambah atau mengurangi energi untuk mencapai keseimbangan antara energi masukan dan beban. Periode antara governor mulai bereaksi dan mencapai keseimbangan steady state merupakan periode stabilitas dinamik dan pada analisis stabilitas dinamik hal itu tergantung pada sifat momen inersia sistem mekanis yang berputar dan karakteristik governor.

8.4. Komponen Dasar Sistem Tenaga Listrik

Evaluasi stabilitas sistem tenaga listrik dikarakteristikan oleh prilaku pengiriman daya yang secara keseluruhan memiliki batas maksimum sampai tercapai kondisi lepas sinkron, selain itu juga dicerminkan oleh osilasi komponen mekanis dan elektris yang diwakili oleh sudut daya δ. Selanjutnya untuk memahami prilaku dinamik pada sistem tenaga listrik dan untuk merencanakan kontrol pada perbaikan unjuk kerja sistem, sangat perlu dimengerti komponen dasar sistem tenaga listrik, khususnya yang memiliki pengaruh signifikan dengan prilaku dinamik sistem tenaga listrik. Komponen dasar tersebut sebagaimana pada gambar 8.1. meliputi: turbin dan governor, generator, eksitasi beserta regulator tegangan, tranformator dan jaringan transmisi.

FLD WDG

EX

Line Steam

Water

Turbin

Power ω pool

Gambar 8.8. Komponen sistem tenaga listrik

Pada gambar 8.8 ditunjukan bahwa turbin dan governor mendapat umpan balik dari ∆ω, sedangkan eksitasi dan regulator mendapat umpan balik berupa ∆V t . Selanjutnya generator dihubungkan ke sistem tenaga listrik melalui transformator

dan saluran transmisi. Konversi energi mekanik terjadi pada turbin uap melalui proses

termodinamik, dimana uap diekspansikan melalui turbin tekanan rendah, menengah dan tinggi secara normal semuanya pada satu poros. Energi uap yang bertekanan tinggi dan temperatur tinggi dari boiler dikonversikan menjadi energi mekanik melalui sirip turbin dan dialihkan ke poros yang terhubung dengan generator.

Sedangkan governor berfungsi untuk mempertahankan kecepatan konstan, yaitu kecepatan sinkron turbine-generator set. Bila terjadi kecepatan turun, maka untuk menaikan keluaran daya listrik akan mengirim sinyal ke governor agar menambah masukan daya mekanik ke turbin. Sebaliknya bila kecepatan naik, maka daya masukan mekanik dikurangi untuk mempertahankan kecepatan konstan.

8.5 Ayunan Sistem

Pada kondisi normal sumbu rotor dan sumbu medan magnetik adalah tetap, dan sudut daya ( δ) atau sudut rotor yang terbentuk didefinisikan sebagai pergeseran fasa antara tegangan internal generator (E g ) dan tegangan terminal

generator (V T ). Apabila reaktansi bocor dan resistansi diabaikan, maka diperoleh δ = δ’.

ω re

Medan stator

Gambar 8.9. Sudut rotor

P e P max

0 π/2 π Gambar 8.10. Kurva sudut daya δ

Selanjutnya apabila terjadi gangguan, maka rotor akan mengalami perlambatan atau percepatan terhadap putaran sinkron magnetomotive force (MMF) dan memulai gerak relatif. Persamaan yang menggambarkan gerak relatif tersebut adalah persamaan ayunan. Jika setelah periode osilasi, rotor kembali pada kecepatan sinkron, hal ini berarti generator akan mempertahankan stabilitas. Jika gangguan tidak diikuti dengan perubahan daya, maka rotor akan kembali ke posisi semula. Jika gangguan diikuti dengan perubahan pembangkitan, beban atau kondisi jaringan, maka rotor akan menuju sudut daya operasi yang baru relatif dengan medan putar yang kembali sinkron.

Untuk memahami interaksi pada analisis dinamika sistem tenaga listrik perlu dimengerti hubungan antara sistem elektris dan mekanis, dalam hal ini pada generator untuk menentukan persamaan ayunan. Apabila generator sinkron

membangkitkan torsi elektromekanik T e dan berputar dengan kecepatan ω s , serta torsi mekanik pada rotor adalah T m , maka pada kondisi steady state T m =T e .

8.6. Model Generator

Untuk memahami dinamika sistem tenaga listrik, maka model sederhana generator sinkron kurang teliti untuk digunakan karena harus mempertimbangkan parameter-paramter yang turut berubah setiap saat. Oleh karena itu pada kajian dinamika sistem tenaga listrik perlu mempertimbangkan kumparan medan dan kumparan peredam. Selanjutnya jenis masalah pada dinamika sistem tenaga listrik mencakup tinggi/rendahnya osilasi frekuensi, besar/kecilnya gangguan dan besar/kecilnya sistem.

Gambar 8.11. Model generator

Untuk analisis generator sinkron pada dinamika sistem tenaga listrik digunakan dua sumbu, yaitu d axis dan q axis . Sumbu d merupakan sumbu yang mewakili pengaruh kumparan medan dan sumbu q merupakan sumbu yang

memiliki pengaruh kumparan redaman. Dengan τ’ qo konstanta waktu transien untuk kumparan redaman, τ’ do konstanta waktu transien untuk kumparan medan,

E FD tegangan penguatan dan x q reaktansi kumparan redaman, x’ q reaktansi E FD tegangan penguatan dan x q reaktansi kumparan redaman, x’ q reaktansi

8.7. Model Sstem Eksitasi

Tujuan utama sistem eksitasi adalah untuk mengontrol arus penguatan medan mesin sinkron. Pada generator, arus penguatan medan dikendalikan untuk mengatur tegangan keluaran generator. Umumnya sistem eksitasi disusun oleh beberapa komponen, yaitu: penyearah, regulator tegangan, komparator/penguat dan exciter.

V Re f

K A V A 1 Σ FD

Gambar 8.12. Model eksitasi

Dengan τ konstanta waktu input rectifier, R K F penguatan rangkaian penstabil regulator, τ konstanta waktu rangkaian penstabil regulator, F K A penguatan regulator, E FD tegangan medan, τ konstanta waktu regulator A

8.8. Model Sistem Pembangkit

Pengoperasian pembangkit dapat dipahami sebagai interaksi antara sistem prime mover , sistem eksitasi dan generator. Prime mover menghasilkan daya mekanik pada poros dan generator menghasil daya listrik. Turbin menghasilkan torsi mekanis yang searah dengan perputaran sudu turbin/poros dan torsi mekanis ini akan dilawan oleh torsi elektris.

1 + s.T' do .K 3 1 + s.T

Gambar 8.13. Model sistem pembangkit

8.9. Stabilizer

Dalam stabilitas dinamik sistem tenaga listrik permasalahan dapat dinyatakan dengan menggunakan model persamaan diferensial, sehingga hal itu sangat berkaitan dengan terjadinya osilasi frekuensi rendah dan dapat distabilkan kembali dengan menambahkan sinyal kendali tambahan melalui Power System Stabilizer (PSS) atau Excitation System Stabilizer (ESS) . Penambahan sinyal kendali melalui blok PSS tersebut dapat dilakukan dengan masukan umpan balik berupa perubahan kecepatan, perubahan frekuensi atau perubahan akselerasi daya.

Fungsi utama Power System Stabilizer (PSS) adalah untuk memberikan peredaman osilasi rotor generator dengan mengotrol sinyal eksitasi. Untuk

mendapatkan damping yang bagus stabilizer mengubah kecepatan rotor ω r

menjadi torsi elektrik. Pada dasarnya stabilizer yang digunakan dapat dipasang pada eksitasi (ESS) ataupun governor (PSS), pemasangan pada eksitasi biasanya mengendalikan stabilitas tegangan dan pemasangan pada governor biasanya mengendalikan stabilitas putaran atau sudut rotor.

Sinyal tambahan (Supplementary Signal) atau control signal merupakan sinyal tambahan yang digunakan pada Power System Stabilizer (PSS) untuk Sinyal tambahan (Supplementary Signal) atau control signal merupakan sinyal tambahan yang digunakan pada Power System Stabilizer (PSS) untuk

Gambar 8.14. Sinyal percepatan daya

Power System Stabilizer (PSS) adalah suatu pengendalian yang ditujukan pada redaman osilasi yang terjadi pada rotor dan tegangan, yaitu pada saat terjadi gangguan ketika mengalami kontingensi atau mengalami keadaan transient. Osilasi redaman dapat terjadi 0,2 sampai 2 Hz pada saat beban besar (Infinte Bus) terhubung pada generator. Secara umum PSS terdiri rangkaian seleksi (washout), kompensasi (dynamic compensation), filter (torsional filter) dan pembatas (limiter).

Pada dasarnya PSS bertujuan untuk meningkatkan mengiriman daya ke jaringan dan dibatasi oleh keadaan osilasi tidak stabil. Dengan demikian PSS harus berfungsi saat sistem mengalami gangguan besar. Selanjutnya teknik-teknik yang dapat digunakan untuk merancang PSS, antara lain pole assignment, pole shifting, LOC, neuro fuzzy dan adaptive, PID, optimal adaptive, minimum phase control loop , dan genetic algorithm.

Compensati Filter

FILT(s)

Gambar 8.15. Diagram blok PSS

Selanjutnya sinyal masukan (input sinyal) pada PSS diidentifikasi sebagai besaran yang mencakup kecepatan rotor ( ∆ω), frekuensi (∆f), daya listrik (∆P e )

dan percepatan daya ( ∆P a ).

Gambar 8.16. Lead-lag PSS

Ramp tracking High pass filters

filters

1 [ 1 + s.T 8 ] ⎞

M ⎟ Speed 1 + s.T w1

6 ⎝ [ 1 + s.T 9 ] ⎟

w2

K s3

Limit s.T w3

Output Power 1 + s.T w3

High pass filters

Stabilizer gain & phase

Gambar 8.17. Kecepatan daya PSS

8.9.1. Pole Assignment

Pole assignment (PA) baik untuk digunakan dan sangat luas diterapkan pada strategi pengendalian atau pengaturan. PA ini berisi parameter-parameter yang terletak sebagai pole closed loop system tertutup pada bidang z. Pada PA akar-akarnya bergerak atau berubah sesuai pada posisinya. Identifikasi pada

metode ini dapat dimodelkan sebagai Y(z) = .u(z) dengan

B(z)

z.A(z)

− A(z) 1 = z .A'.(z ) dan ) B(z) = z .B' (z .

na

− 1 nb

8.9.2. Pole Shifting – PSS

Analisa model ini dengan peletakan pole pada persamaan karakteristik sistem pada konstanta K, sehingga tidak berlaku untuk semua nilai pole, tetapi pada tempat tertentu. Pada keadaan mantap sistem dinyatakan sebagai:

B.u(t) x(t) = A.x(t) + y(t) = C.x(t)

u(t) Sistem/Plant

R(t) y(t)

K1 K2

Kn x(t) Gambar 8.18. Penentuan pole

Bila dinyatakan input R(t) adalah tidak ada (nol), maka sistem akan berada pada kondisi mantap, dengan nilai u(t) = - K. x(t).

8.9.3. Optimal – PSS

Optimal adaptive power system stabilizer mencakup sinyal dan kecepatan putar, serta daya generator. Hal ini digunakan untuk memperbaiki unjuk kerja sistem, agar saat terjadi gangguan segera stabil kembali. Sistem yang terhubung pada bus dimodelkan dalam kawasan z:

− C(z).E(z) k A(z).Y(z) = z .B(z).U(z) + Dimana Y(z) adalah output sistem, U(z) adalah pengontrol, k keadaan

plant delay dan E(z) adalah noise.

Gambar 8.19. Sistem optimal-PSS

8.9.4. Neural

Metode ini mengacu pada kontrol non linear yang memiliki kecepatan tinggi dalam perhitungan. Sistem neural pada PSS mencakup pemilihan parameter model kontrol. Metode neural meliputi neural controller dan neural identifier . Pemodelan untuk mesin yang terhubung pada infinite bus seperti gambar berikut:

V PSSmin

Gambar 8.20. Diagram blok neural – PSS

Selanjutnya neural identifier dinyatakan sebagai suatu persamaan

J i (k) = .e i (k) = . ∆ω(k) − ∆ω(k) dan neural controller dinyatakan dengan

⎤ persamaan J c (k + 1) = .e c (k + 1) = . ∆ω d (k + 1) − ∆ω(k + 1) .

Pada fuzzy memberikan konsisitensi hasil yang lebih baik, selain itu tidak perlu memisahkan variabel putaran dan kecepatan putar. Sedangkan pada

identifikasi fuzzy sinyal stabilizer dinyatakan dengan V s (t) = V s (k) untuk k. ∆t =< t < (k+1). ∆t, selanjutnya percepatan generator dinyatakan dengan

⎡ ∆ω(k) − ∆ω(k − 1) ⎤ ∆ω =

⎢⎣ . ∆T

Rectangular

k accl &

FLC

polar form

K o Vs

Gambar 8.21 Diagram blok fuzzy-PSS

8.9. Kontingensi

Kontingensi adalah perhitungan yang digunakan untuk mengevaluasi pengaruh gangguan terhadap kelayakan perubahan tegangan bus dan aliran daya saluran. Analisis kontingensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu analisis kontingensi tunggal (single contingencies) dan kontingensi jamak (multiple contingencies ), analisis kontingensi tunggal terjadi bila saluran transmisi atau transformator dilepaskan dari saluran yang kemungkinan direncanakan untuk maksud tertentu seperti perbaikan dan penjadwalan operasi, sedangkan analisis kontingensi jamak adalah jika dua atau lebih saluran keluar atau jatuh karena gangguan secara serentak, atau jika sebuah saluran jatuh dan terjadinya gangguan unit pembangkit dalam memasok tenaga listrik ke beban.

Pada saat beroprasi sistem tenaga listrik mungkin mengalami suatu keadaan kontingensi seperti gangguan pada unit pembangkit atau saluran transmisi, penambahan atau pengurangan yang tiba-tiba dari kebutuhan beban pada sistem tenaga listrik. Meskipun banyak kontingensi lain yang mungkin terjadi namun hanya kontingensi yang mempunyai kemungkinan yang tinggi yang akan dipertimbangkan. Seorang teknisi harus melakukan analisis secara menyeluruh terhadap pengaruh kontingensi untuk memperkirakan langkah- langkah operasi yang diperlukan bila kejadian itu terjadi. Hasil-hasil analisis kontingensi ini mengijinkan sistim untuk dioprasikan dalam keadaan tertentu, banyak masalah yang terjadi pada sistem tenaga listrik dapat meyebabkan Pada saat beroprasi sistem tenaga listrik mungkin mengalami suatu keadaan kontingensi seperti gangguan pada unit pembangkit atau saluran transmisi, penambahan atau pengurangan yang tiba-tiba dari kebutuhan beban pada sistem tenaga listrik. Meskipun banyak kontingensi lain yang mungkin terjadi namun hanya kontingensi yang mempunyai kemungkinan yang tinggi yang akan dipertimbangkan. Seorang teknisi harus melakukan analisis secara menyeluruh terhadap pengaruh kontingensi untuk memperkirakan langkah- langkah operasi yang diperlukan bila kejadian itu terjadi. Hasil-hasil analisis kontingensi ini mengijinkan sistim untuk dioprasikan dalam keadaan tertentu, banyak masalah yang terjadi pada sistem tenaga listrik dapat meyebabkan

8.10. Kondisi Operasi Sistem

Operasi sistem dinyatakan berada dalam keadaan operasi yang berhasil atau memuaskan bila terjacapai kondisi:

9 Frekuensi dalam batas kisaran operasi normal (50 ± 0.2 Hz), kecuali penyimpangan dalam waktu singkat diperkenankan pada kisaran (50 ± 0,5 Hz), sedangkan selama kondisi gangguan frekuensi boleh berada pada batas 47.5 Hz sampai 51.5 Hz.

9 Tegangan di Gardu Induk berada dalam batas yang ditetapkan yaitu : Tegangan 500 kV adalah ± 5% sedangkan Tegangan 150 kV, 70 kV, 20 kV adalah +5 % dan -10%.

9 Tingkat pembebanan saluaran transmisi dipertahankan pada batas-batas yang telah ditetapkan dan tingkat pembebanan arus di semua peralatan jaringan transmisi dan gardu induk berada dalam batas rating normal.

9 Konfigurasi sistem sedemikian rupa sehingga semua PMT (circuit breaker ) jaringan transmisi mampu memutus arus gangguan yang mungkin terjadi dan mengisolir peralatan yang terganggu.

Operasi sistem tenaga listrik dapat dibagi menjadi empat keadaan operasi yaitu : ¾ Pengiriman yang optimal (Optimal dispatch), sistem tenaga listrik bekerja pada keadaan optimal secara ekonomis tatapi sistem tidak terjamin dalam kedaan aman.

¾ Setelah kontingensi (Post contingency), sistem tenaga listrik setelah kontingensi terjadi. ¾ Pengiriman yang terjamin (Secure dispatch), sistem tenaga listrik tidak ada kontingensi yang menyebabkan kegagalan, dengan koreksi terhadap parameter sehingga pengiriman tenaga cukup aman.

¾ Keadaan terjamin setelah kontingensi (Secure post-contingency), sistem

tenaga listrik setelah kontingensi terjadi dan sistem beroprasi dengan normal.

8.11. Status Bus Sistem

Pada stabilitas dan kontingensi, maka aliran daya (power flow analysis) memiliki nilai fungsional y a n g sangat penting sebagai b a h a s a komunikasi dalam sistem tenaga listrik. Hal ini disebabkan besaran-besaran hasil analisis aliran daya dapat menjadi informasi utama dalam pengoperasian sistem tenaga listrik secara keseluruhan. Di samping itu juga besaran- besaran yang dihasilkan akan menjadi sumber acuan untuk melakukan analisis lanjutan seperti perhitungan hubung singkat, analisis kestabilan atau konsep optimisasi.

Besaran-besaran hasil analisis aliran daya yang bernilai fungsional itu antara lain meliputi nilai dan sudut fase tegangan, aliran daya aktif maupun reaktif pada setiap cabang saluran, posisi sadapan transformator dan susut daya yang terjadi, serta beberapa besaran lainnya. Besaran keluaran analisis aliran daya ini diperoleh dari suatu konfigurasi jaringan yang disusun atas bus (node) serta saluran (branch). Bus pada sistem dinyaataakan sebagai:

ƒ Bus referensi (swing/slack bus), yaitu bus ini memiliki karakteristik utama yaitu besar (magnitude) dan sudut fase tegangan yang besarnya konstan dan telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian proses iterasi dapat berjalan baik, karena ada bus yang dapat menjamin kekurangan daya selama proses analisis aliran daya berlangsung.

ƒ Bus generator (P-V), yaitu jenis bus ini mempunyai tegangan dan daya aktif tertentu yang telah diketahui sebelumnya, sedangkan nilai

daya reaktif pembangkit (Q) dan sudut fase tegangan akan diperoleh dari hasil aliran daya.

ƒ Bus beban (P-Q), yaitu pada bus ini besar daya aktif dan daya reaktif beban maupun pembangkit telah diketahui dengan nilai resultan tertentu.

Andersson, Goran. 2004. “Modelling and Analysis of Electric power System”. ETH Zurich. Dhar, R.N. 1982. Computer Aided power System Operation and Analysis. Tata McGraw-Hill, New Delhi, 206-207. Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi. 2004. Aturan Jaringan Jawa- Madura-Bali. Jakarta. Ditjen LPE. 2005. Demand Side Management. Bahan Presentasi DSM Djoko Laras. 1993. Melestarikan Lingkungan dengan Memanfaatkan Berbagai

Sumber dan Konservasi Energi. Cakrawala pendidikan Majalah Ilmiah Kependidikan: PPM IKIP Yogyakarta.

Dobrivic, Andrej., Murgas, Jan., Dubravsky, Jozef. “PSS Design For Excitation and Governor Control th ”. 5 International Conference. Czeh Republic. May

21-22, 2002. Emrich, C., Acosta, R., Kalu, A., Kiter, D., dan Wilson, W., Supervisory Control and Data Acquisition Experiment Using the Advanced Communications Technology Sattelite , Florida : Florida Solar Energy Center.

Ernst D, dkk. 2001. A Unified Approach to Transient Stability Contingency Filtering, Rangking and Assesment. IEEE Transaction on Power Systems, Vol.3. August.

Grainger, JJ, Stevenson, W.D.1994. Elements of Power Systems Analysis, 4 th . Ed. McGraw-Hill Book Company, New York.

Gross, Charles A. 1986. “Power System Analysis”. John Wiley & Sons. Singapore. Helco Sistem Operation, SCADA/EMS Sistems. IEEE. 1996. IEEE Recommended Practice for Energy Management in Industrial

and Commercial Facilities. New York: IEEE Inc. Ilic, Marija, Zaborszky. 2000. “Dynamics and Control of Large Electric Power System ”. John Wiley & Sons, Inc. New York. Jin, Kaiyan. 2003. “Application of Static Compensators in Small AC Systems”. Postdam. NY USA. Jordan, J. and Nadel, S. 2005. Industrial Demand-Side Management Programs: What’s Happened, What Works, What’s Needed. Kundur, P. 1994. “Power System Stability and Control”. McGraw Hill. New York. Kuo, B.C. 1992. “Automatic Control Systems”. Prentice Hall. New Jersey. Marsudi, D., (1990), Operasi Sisem Tenaga Listrik, Jakarta : Balai Penerbit &

Humas ISTN Meliopoulus. A.P.S., Cokkinides, G.J., dan Ovebye, T.J., (2004), Component Monitoring and Dynamic Loading Visualization from Real Time Power Flow Model Data, Proceeding of the Hawaii International Conference on Sistem Sciences.

Moghavveni, M. Faruque, O. 1988. Real-Time Contigency Evaluation and Rangking Technique. IEE. Proceding Generation, Transmission Distribution, Vol.145, No. 5,517-524.

Nagrath, I.J., Kothari, D.P. 1989. “Modern Power System Analysis”. Tata Mc Graw Hill. New Delhi.

Ogata, Katsuhiko. 1970.”Modern Control System”. Prentice Hall. New Jersey. Padyar, K.R. 1996. “Power System Dynamics Stability and Control”. John Wiley

& Sons. Singapore. Philip, Charles L. 1996. “Feedback Control Systems”. A Simon & Schuster, Inc. New Jersey. PLN. 2003. Pedoman Pemulihan Subsistem Tenaga Listrik Jawa Timur. Penyaluran Dan Pusat Pengatur Beban Jawa Bali Region Jawa Timur dan Bali.

PLN. 2005. Evaluasi Operasi Sistem Tenaga Listrik Jawa Timur & Bali. Ratjut, RK. 2002. “Alternating Current Machines” Laxmi. New Delhi. India. Redlin, M.H. dan Stipanuk, D.M. 1987. Managing Hospitality Engineering

Systems. Michigan: Educational Institute of the American Hotel&Motel Association.

Saadat, Hadi. 1999. Power System Analysis. McGraw-Hill Companies Schaum’s, New York. 240-243. Semitekos, Dimitrios dan Nikolaos, Avouris.2002. Power Systems Contingency Analysis using Artificial Neural Networks. Proceeding of the

4 th International Workshop on Computer Science and Information Technologies CSIT’2002. Patras Greece.

Shearer, J.Lowen. 1990. “Dynamic modeling and Control of Engineering Systems ”. MacMillan Inc. Singapore. Stevenson, William. 1996. “Power System Analysis”. McGraw Hill. Singapore.

Sun, Yun dan Overbye,T. 2004. Visualizations for Power System Contingency Analysis Data. Dept. of Electrical and Computer Engeineering of The University of Illionis Urbana-Champaign. Urbana.

The Guardian. 29 August 2003. Blackout Blamed on Tube Sell-Off. London. Wang, Y., dan Chu, B.t., (2004), sSCADA : Securing SCADA Infrastructure

Communications , Charlote : University of Charlote. Weedy, B.M. 1988. Sistem Tenaga Listrik. Aksara Persada Indonesia, Jakarta. Westinghouse. 1964. Electrical Transmission and Distribution Reference Book.

4 th ed. East Pittsburgh. Pensylvania. Wood, Allen J dan Wollenberg, Bruce F. 1996. Power Generation Operation and

Control. New York. WSWS.org.1998. Privatisation to proceed despide blackout. Auckland. Yong, Taiyou., Lasseter, Robert H., Cui, Wenjin. “Coordination of Excitation and

Governing Control Based on Fuzzy Logic ”. Pserc 99-04. Yu, Yao nan. 1983. “Electric Power System Dynamics”. Academic Press. New York.

A.N. Afandi, dilahirkan di Malang pada tahun 1975. Menamatkan pendidikan Sarjana pertengahan tahun 1997 dan menyelesaikan pendidikan Master awal tahun 2006. Selain sebagai instruktur industri bidang kontrol otomatis PLC dan Sistem Tenaga Listrik, pernah juga menjadi wartawan, pernah

menjadi Pimpinan Umum Majalah SOLID, pernah bekerja sebagai Engineer di industri otomotif Jepang Nissan, dan pernah berkerja sebagai pengembang laboratorium di Akademi Perindustrian Yogyakarta. Selain itu pernah mengajar di Universitas Gajayana, serta menjadi Kepala Laboratorium Sistem Kontrol & Elektronika Daya dan Kepala Laboratorium Konversi Energi & Pengukuran. Penulis saat menjadi dosen biasa di Teknik Elektro Universitas Negeri Malang, sebagai dosen tamu di Teknologi Informasi STL Politeknik Negeri Malang dan pernah mengajar di Teknik Elektro Pascasarjana UGM, serta saat ini menjadi Ketua Jurusan Teknik Elektro dan merangkap sebagai Sekretaris Dekan Fakultas Teknik di Universitas Wisnuwardhana. Selain aktif menulis artikel di jurnal- jurnal ilmiah teknik, penulis berkonsentrasi pada penelitian di bidang Ketenagalistrikan, Elektronika daya, Aplikasi Kontrol Otomatis PLC dan Robotika. Selain itu beberapa buku ajar yang pernah ditulis antara lain Teknik Evaluasi Proyek 1 & 2, Ekonomi Teknik, programmable Logic Controller, dasar- dasar PLC, Sistem Pengendalian PLC 1 & 2, English For Electrical Engineering, Modul Laboratorium PLC, Sistem Kontrol Otomatik, Analisa Sistem Tenaga Listrik dan Sistem Proteksi. Saat ini Penulis tercatat menjadi anggota organisasi internasional bidang ketenagalistrikan di Institution of Engineering and Technology, International Edsa Technical Forum dan Etap User Group Organization.

Riwayat Penulis