Proces Driven Improvement
Gambar 1. Proces Driven Improvement
Sumber: Husaini, Jurnal Ilmu Administrasi Nomor 3/Vol. II/Tahun 1994.
Jika demikian halnya, maka menempatkan konsumen pada tingkat yang terhormat akan menjadi kekuatan penting dalam memenangkan kompctisi di tingkat global. Dalam mengembangkan organisasi yang berorientasi konsumen {customer oriented), maka semua kegiatan harus berbasis pada kebutuhan dan keingman pelanggan (customer needs and wants) dan persepsi konsumen terhadap nilai dan mutu suatu produk (barang dan jasa) banyak dipengaruhi oleh pelayanan prima sebagai atribut yang melekat pada prodnk inti itu sendiri (Saragih, 1994:21).
Kotler (dalam Saragih, 1994 : 21) menyebutkan bahwa, "konsumen masa depan mengumumkan proses yang lebih cepat, profesionalisme dan praktis". Demikian halnya Lovelock (1992 : 47) bukan hanya mengikuti kemajuan teknologi tetapi hendaknya lebih banyak ditujukan sebagai jawaban atas permmtaan konsumen yang Kotler (dalam Saragih, 1994 : 21) menyebutkan bahwa, "konsumen masa depan mengumumkan proses yang lebih cepat, profesionalisme dan praktis". Demikian halnya Lovelock (1992 : 47) bukan hanya mengikuti kemajuan teknologi tetapi hendaknya lebih banyak ditujukan sebagai jawaban atas permmtaan konsumen yang
Dalam tingkat operasional, nienurut pandangan Saragih (1994 : 22) akan menimbulkan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana fimgsi pelayanan konsumen ini diaktifkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
b. Orang-orang dan sistem macam apa yang dibutuhkan imtuk memenuhi kebutuhan konsumen.
c. Bagaimana mendesain suatu fungsi pelayanan yang baik serta bagaimana menjalankannya secara efektif.
Solusi yang dipandang tepat untuk mengatasi masalah tersebut, adalah perlunya penyediaan pelayanan yang tepat, dan konsisten pada saat dibutuhkan, dan pada gilirannya akan menimbulkan rasa puas pada pemakai jasa (Normann, 1991 : 52). Sedangkan Vrye (1994 : 48) menekankan kepada periimya manajer pada organisasi jasa yang harus memahami dengan baik jenis-jenis keluhan pengguna jasa.
Kesulitan mendapatkan pelayanan yang berkualitas akan mengakibatkan munculnya take and give antara client atau customer dan yang memberi pekerjaan (Silalahi, 1997:13). Jika hal ini terjadi maka akan memunculkan adanya suap, sebab bagi orang- orang yang membayar uang suap, kelambatan pelayanan dapat diatasi dengan mudah. Kecepatan pekerjaan yang didasarkan atas suatu imbalan kepada pejabat atau pegawai yang melayani mereka, Kesulitan mendapatkan pelayanan yang berkualitas akan mengakibatkan munculnya take and give antara client atau customer dan yang memberi pekerjaan (Silalahi, 1997:13). Jika hal ini terjadi maka akan memunculkan adanya suap, sebab bagi orang- orang yang membayar uang suap, kelambatan pelayanan dapat diatasi dengan mudah. Kecepatan pekerjaan yang didasarkan atas suatu imbalan kepada pejabat atau pegawai yang melayani mereka,
Agar aktivitas dan pengambil keputusan lebih dekat dan mengutamakan pelayanan pelanggan maka harus diciptakan struktur organisasi yang apresiatif dan adaptif yakni struktur yang lebih desentralisasi. Dengan demikian pemimpin yang berjiwa wirausaha secara naluriah mencoba menjangkau pendekatan yang terdesentrahsasi dengan mengarahkan banyak keputusan ke “pinggiran" atau menekan otoritas keputusan yang lain ke “bawah" dengan membuat hirarki menjadi datar (flat) dan memberi otoritas kepada pegawainya (Osborne dan Gaebler, 1992 : 283).
Dalam konsep manajemen pelayanan, "memudahkan" wewenang dengan tidak hanya sekedar mendelegasikan kepada bawahan (Wellim, Byham, Wibon, 1991 22) hal mana dapat meningkatkan customer service (Stewart, 1994 : 12). Secara kelembagaan {institutions), upaya untuk mendekatkan pengambil keputusan dengan pengguna jasa (customer) memang diperlukan perubahan kelembagaan (institutional change) dan pembangunan kelembagaan {institutional development). Oleh sebab itulah maka perubahan struktur dari vertikal ke horizontal atau mengubah
stmktur "tall" mcnjadi struktur "flat”, yang oleh Osborne dan Gaebler (1992 : 281) dikatakan sebagai "pemerintahan desentralisasi dari hierarki maupun partisipasi dan tim kerja". Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara pengambil keputusan dengan stmktur "tall" mcnjadi struktur "flat”, yang oleh Osborne dan Gaebler (1992 : 281) dikatakan sebagai "pemerintahan desentralisasi dari hierarki maupun partisipasi dan tim kerja". Hal ini dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara pengambil keputusan dengan
Dalam dunia sekarang, dimana informasi sebenamya tidak terbatas, komunikasi antar daerah terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang sudah terdidik, dan kondisi telah berubah dengan kecepatan yang luar biasa, sehingga tidak ada waktu lagi untuk menunggu informasi naik ke rantai komando dan keputusan untuk turun. Sebab itu dalam dunia sekarang ini, sesuatu hanya akan berjalan lebih baik jika mereka yang bekerja di organisasi publik memiliki otoritas untuk mengambil keputusan sendiri (Osborne dan Gaebler, 1992 : 283).
Dengan demikian struktur yang didesentralisasi merupakan suatu solusi yang mendekatkan pembuat keputusan publik dengan pengguna jasa publik. Sehingga pada gilirannya berbagai tuntutan penggima jasa publik akan lebih cepat dapat direspons. Adapun ciri- ciri dan struktur yang didesentralisasi (flat) sebagaimana disebutkan oleh Gomez dan kawan-kawan (1995 : 83) adalah sebagai berikut:
a. Decentralized management approach
b. Few levels of management
c. Horizontal career path that cross functions
d. Broadly defined jobs
e. Gcneral job description
f. Flexibel boundaries between jobs and units
g. Emphasis on team
h. Strong focus on the customer
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam peningkatan kualitas pelayanan (service quality) ialah pembagian keija atau deferensiasi, Gordon (1993 : 498 - 504) menyebutkan bahwa:
a. Dalain ha) pembagian keija agar berdasarkan diferensiasi horizontal yang menekankan diferensiasi personal.
b. Dalam hal option for coordination agar dikembangkan central adjustment dengan slandardization of work process, standardization of output dan standardization of skill.
c. Dalam hal information processing, agar didasarkan pada organic structure yang memiliki a high information processing yaitu kapasitas yang cepat dan akurat.
Dalam mengembangkan organisasi yang berorientasi kq)ada konsumen {customer oriented), maka semua kegiatan harus berbasis pada konsiderasi tentang kebutuhan dan keinginan pengguna jasa, sebab dalam kesalahan dalam pengidentifikasian kebutuhan dan harapan pengguna jasa akan menyebabkan pelayanan menjadi ridak berarti dan sia-sia.
Hal-hal yang dapat dipergimakan untuk semakin memahami kemginan penggima jasa adalah perlunya melakukan identifikasi terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi pengguna jasa (customer) dalam suatu organisasi. Lovelock (dalam Husaini. 1994 :
8) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengguna Jasa (customer) itu adalah sebagai berikut:
a. Sarana dan fasilitas yang mendukung efisiensi dalarn kontak dengan konsumen (presence of absence of intermediaries}.
b. Kualitas dan kuantitas kontak dengan konsumen (high contact as low contact).
c. Konsumen yang dapat berupa individual buyers organisasi (institutional vs individual purchase).
d. Lamanya proses layanan berikut karakteristik yang menyertai layanan tersebut (duration of service delivery process).
e. Keterbatasan yang mungkin terdapat dalam pelayanan (capacity contrained service).
f. Frekuensi dari penggunaan dan pembelian ulang (frequency at use and repurchase).
g. Menyangkut sulit atau mudahnya pemberian dan penggunaan oleh konsumen (frequency at use and repurchase}.
h. Menyangkut sulit atau mudahnya pemberian dan penggunaan oleh konsumen (level of complexity).
i. Menyangkut tingkat resiko kegagalan yang mungkin terjadi dalam pelayanan yang diberikan (degrees of risk).
Datangnya era pelayanan terbaik kepada pelanggan. sangatlah relevan dengan prinsip pengembangan organisasi yakni terwujudnya a smaller, better, faster and cheaper government, yang menurut bahasa Osborne dan Gaebler agenda ini bertumpu pada prinsip customer driven govemment. Instrumennya adalah pembuktian model mental para birokrat untuk lebih suka melayani. Model yang pertama, menempatkan pemimpin puncak birokrasi berada pada paramida tertinggi dengan warga negara (customer} berada pada posisi bawah. Sebaliknya, model yang kedua Datangnya era pelayanan terbaik kepada pelanggan. sangatlah relevan dengan prinsip pengembangan organisasi yakni terwujudnya a smaller, better, faster and cheaper government, yang menurut bahasa Osborne dan Gaebler agenda ini bertumpu pada prinsip customer driven govemment. Instrumennya adalah pembuktian model mental para birokrat untuk lebih suka melayani. Model yang pertama, menempatkan pemimpin puncak birokrasi berada pada paramida tertinggi dengan warga negara (customer} berada pada posisi bawah. Sebaliknya, model yang kedua
Keterlibatan birokrasi publik dalam pelayanan publik di samping menunjukkan manfaat dan keu-nggulan tertentu, sekaligus juga menunjukkan kelemaliannya. Berbagai kritik dilontarkan kepada birokrasi publik seperti boros, kaku, berbelit-belit dan semacamnya, namun pada saat yang sama ia masih diperlukan karena mampu melindungi kepentingan publik dan menciptakan keadilan. Adanya upaya untuk mencoba masukkan prin-sip bisnis ke dalam sektor publik melahirkan pola baru scperti kemitraan, customer focus dan lain-Iain. Lahirnya orientasi baru ini menyebabkan kualitas layanan tidak hanya diukur dan sudut kualitas produk, tetapi juga dilihat dan sudut kualitas layanan. Akibat lebih lanjut persoalan pelayanan publik meluas ke persoalan kemitraan. responsivitas. responsibilitas, akuntabilitas, aksesibilitas dan lain-lain.