Regulasi dan Standar Sektor Publik
Regulasi dan Standar Sektor Publik
I. DASAR HUKUM KEUANGAN SEKTOR PUBLIKA. Dasar Hukum Keuangan Negara
Wujud pelaksanaan keuangan negara tersebut dapat diidentifikasikan sebagai segala bentuk kekayaan, hak, dan kewajiban negara yang tercantum dalam APBN dan laporan pelaksanaannya.
Hak-hak Negara yang dimaksud, mencakup antara lain :
Kewajiban negara adalah berupa pelaksanaan tugas-tugas pemerintah sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yaitu :
1. Hak monopoli mencetak dan mengedarkan
uang
2. Hak untuk memungut sumber-sumber
keuangan, seperti pajak, bea dan cukai
3. Hak untuk memproduksi barang dan jasa
yang dapat dinikmati oleh khalayak umum, yang dalam hal ini pemerintah dapat memperoleh (kontra prestasi) sebagai sumber penerima negara
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluuh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
Pelaksanaan kewajiban atau tugas-tugas pemerintah tersebut dapat berupa pengeluaran dan diakui sebagai belanja negara. Dalam UUD 1945 Amandemen IV, secara khusus diatur mengenai Keuangan Negara, yaitu pada BAB VIII pasal 23 yang berbunyi sebagai berikut :
1. Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang. Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun lalu.
2. Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang
3. Jenis dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang
4. Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan Undang-undang
5. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, ditetapkan Undang-undang tentang APBN untuk tahun anggaran bersangkutan. Penyusunan APBN bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud pada pasal 23 ayat (1) UUD 1945, tetapi juga sebagai dasar rencana kerja yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyusunannya didasarkan atas Rencana Strategi dalam UU Propenas, dan pelaksanaannya dituangkan dalam UU yang harus dijalankan oleh Presiden/Wakil Presiden dan Menteri-menteri serta pimpinan Lembaga Tinggi Negara Lainnya.
(2)
B. Dasar Hukum Keuangan Daerah
Berdasarkan pasal 18 UUD 1945, tujuan pembentukan daerah otonom adalah meningkatkan daya guna penyelenggaraan pemerintah untuk melayani masyarakat dan melaksanakan program pembangunan. Dalam rangka penyelenggaraan daerah otonom, menurut penjelasan pasal 64 Undang-undang No. 5 tanhun 1974, fungsi penyusunan APBD adalah untuk :
1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada Rakyat Daerah yang bersangkutan
2. Mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab
3. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan kepala daerah
khususnya, karena anggaran pendapatan dan belanja daerah itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah
4. Melaksanakan pengawasan terhadap pemerintahan daerah dengan cara yang lebih mudah dan
berhasil guna.
5. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah untuk melaksanakan
penyelenggaraan Keuangan Daerah didalam batas-batas tertentu
II. AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MEMASUKI ERA DESENTRALISASI
Kebijakan desentralisasi telah mengubah sifat hubungan antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antara BUMN dengan Pemerintah Pusat; antar Pemerintah dengan masyarakat, dan berbagai entitas lain dalam pemerintahan. Perananan laporan keuangan telah berubah dari posisi administrasi semata menjadi posisi akuntabilitas di tahun 2000. Pergeseran peranan laporan keuangan ini telah membuka peluang bagi posisi akuntansi sektor publik dalam manajemen pemerintahan dan organisasi sektor publik lainnya. Jadi tujuan akuntansi sektor publik adalah untuk memastikan kualitas laporan keuangan dalam pertanggungjawaban publik.
Sebagai perspektif baru, berbagai prasarana akuntansi sektor publik perlu dibangun, seperti:
a. Standar Akuntansi Sektor Publik untuk Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah, dan
organisasi sektor publik lainnya
b. Account Code untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun organisasi sektor publik
lainnya, dimana review terhadap transaksi yang berkaitan dapat dilakukan dalam rangka konsolidasi dan audit
c. Jenis Buku Besar yang menjadi pusat pencatatan data primer atas semua transaksi keuangan
pemerintah
d. Manual sistem Akuntansi Pemerintahan dan Organisasi lainnya yang menjadi pedoman atas
jenis-jenis transaksi dan perlakuan akuntansinya
Dengan kelengkapan prasarana tersebut, para petugas dibidang akuntansi dapat melakukan pencatatan, peringkasan, dan pelaporan keuangan, baik secara manual maupun komputasi. Akibat tidak tersedianya prasaran diatas, muncul persepsi bahwa :
a. Akuntansi adalah sesuatu yang sulit
(3)
III. REGULASI YANG TERKAIT DENGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK A. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi
Perjalanan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pengertian daerah dalam era pra reformasi adalah daerah tingkat I yang meliputi propinsi dan daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau kabupaten. Disamping itu,ada beberapa peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari perundang-undangan, antara lain:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan
Pengawasan Keuangan Daerah
2. Pemerintah Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata
Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-099 Tahun 1980 tentang Manual Administrasi
Keuangan Daerah
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBD
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah
6. Keputusan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan Perhitungan APBD B. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Reformasi politik di Indonesia telah mengubah sistem kehidupan negara. Tuntutan good
governance diterjemahkan sebagai terbebas dari tindakan KKN. Pemisahan kekuasaan antareksekutif, yudikatif, dan legislatif dilaksanakan. Selain itu, partisipasi masyarakat akan mendorong praktik demokrasi dalam pelaksanaan akuntabilitas publik yang sesuai dengan jiwa otonomi daerah.
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah adalah dua undang-undang yang berupaya mewujudkan etonomi daerah yang lebih luas. Sebagai penjabaran otonomi daerah tersebut di bidang administrasi keuangan daerah,berbagai peraturan perundangan yang lebih operasional dalam era reformasipun telah dikeluarkan. Beberapa regulasi yang relevan antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas Dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851)
2. Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah
6. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala
(4)
C. Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Paradigma baru dalam “Reformasi Manajemen Sektor Publik” adalah penerapan
akuntansi dalam praktik pemerintah guna mewujudkan good governance. Landasan hukum
pelaksanaan reformasi tersebut telah disiapkan oleh Pemerintah dalam suatu Paket UU Bidang Keuangan Negara yang terdiri dari UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang pada saat ini telah disahkan oleh DPR.
Terdapat empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara yang telah dirumuskan dalam 3 Paket UU Bidang Keuangan Negara tersebut, yaitu :
1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja
2. Keterbukaan dalam setiap prinsip transaksi
3. Pemberdayaan manajer profesional
4. Adanya lembaga pemeriksa internal yang kuat, profesional, dan mendiri serta dihindarinya
duplikasi dalam pelaksanaan pemerintahan.
Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi daerah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan demikian, pelaksanaan tiga UU Bidang Keuangan Negara tersebut nantinya, selain menjadi acuan dalam pelaksanaan reformasi manajemen pemerintah, diharapkan akan memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di NKRI.
Paradigma baru regulasi Akuntansi Sektor Publik 1. UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
2. UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
3. UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara
4. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional
5. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
6. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah
7. PP No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
8. PP No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
D. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Sebagai Regulasi Terkini di Indonesia
Dalam UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16, dapat dilihat bahwa definisi pendapatan dan belanja negara/daerah berbasis akrual karena disana disebutkan bahwa : Pendapatan negara/daerah dalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dan Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Namun kita diperkenankan untuk transisi karena saat itu praktik yang ada adalah dengan menggunakan basis kas, dimana pendapatan dan belanja diakui saat uang masuk/keluar ke/dari kas umum negara/daerah. Dispensasi ini tercantum dalam Pasal 36 ayat 1 UU 17 Tahun 2003 yang intinya ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun, artinya sampai dengan tahun 2008. Untuk masa transisi itulah PP 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
(5)
terbit, dimana kita memakai basis Kas Menuju Akrual (Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas, Neraca berdasarkan basis Akrual). Dalam pelaksanaan PP 24 Tahun 2005 tersebut hingga Laporan Keuangan Pemerintah tahun 2008 selesai diaudit di tahun 2009, ternyata opini yang didapat pemerintah saat itu masih menyedihkan. Untuk itulah, Pemerintah akhirnya berkonsultasi dengan Pimpinan DPR, dan disepakati bahwa basis akrual akan dilaksanakan secara penuh mulai tahun 2014.
Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit maka akan diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP 71 tahun 2010 ini dengan PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual yang akan dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran II merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya berlaku hingga tahun 2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24 tahun 2005 tanpa perubahan sedikit pun.
Perbedaan mendasar dari sisi jenis laporan keuangan antara Lampiran I dan Lampiran II adalah sebagai berikut:
Lampiran I
- Laporan Anggaran (Budgetary Reports): Laporan Realisasi Anggaran, Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih
- Laporan Keuangan (Financial Reports): Neraca, Laporan Operasional, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan Lampiran II
- Laporan terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
Dengan perbedaan jenis Laporan Keuangan yang akan dihasilkan, otomatis penjelasan pada setiap Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang terkait dengan masing-masing Laporan Keuangan akan mengalami perubahan.
Perbedaan daftar isi pada Lampiran I dan Lampiran II adalah sebagai berikut: Lampiran I
- Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
- PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan;
- PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas;
- PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas;
- PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan;
- PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan;
- PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi;
- PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap;
(6)
- PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban;
- PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi,
Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Operasi yang Tidak Dilanjutkan;
- PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian.
- PSAP Nomor 12 tentang Laporan Operasional.
Lampiran II
- Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
- PSAP Nomor 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan;
- PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran;
- PSAP Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas;
- PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan;
- PSAP Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan;
- PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi;
- PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap;
- PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;
- PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban;
- PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan
Peristiwa Luar Biasa;
- PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian;
Kedua daftar isi hampir serupa karena memang kebijakan yang diambil oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah saat mengembangkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual ini adalah dengan beranjak dari PP 24 tahun 2005 yang kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap PP 24 tahun 2005 itu sendiri. Dengan strategi ini diharapkan pembaca PP 71 tahun 2010 nantinya tidak mengalami kebingungan atas perubahan-perubahan tersebut karena lebih mudah memahami perubahannya dibandingkan jika langsung beranjak dari penyesuaian atas International Public Sector of Accounting Standards (IPSAS) yang diacu oleh KSAP.
IV. Barang dan Jasa Publik
A. Barang dan Jasa Publik vs Barang dan Jasa Swasta
Barang publik adalah barang kolektif yang seharusnya dikuasai oleh Negara atau pemerintah. Sifatnya tidak eksklusif dan diperuntukkan bagi kepentingan seluruh warga dalam skala yang luas, dan dapat dinikmati warga secara gratis, misalnya udara bersih, air bersih, dan lingkungan yang aman. Sedangkan barang swasta adalah barang spesifik yang dimiliki oleh pihak swasta. Sifatnya eksklusif dan hanya bias dinikmati oleh mereka yang mampu membelinya, karena harganya disesuaikan dengan harga pasar menurut penjual,yaitu harus untung sebesar-besarnya,misalnya perumahan mewah, villa, dan hotel. Dan ada juga setengah kolektif yang dimiliki oleh swasta atau pemilik gabungan antara swasta dan pemerintah. Seharusnya barang ini tidak boleh bersifat eksklusif, dan pemerintah harus ikut menentukan harga penjualannya, yang biasanya tidak terjangkau oleh rakyat kecil, misalnya sekolah dan rumah sakit.
(7)
B. Konsep-Konsep Pokok Barang dan Jasa Publik
Suatu barang dikategorikan sebagai barang ‘swasta’ atau ‘publik’ dalam kaitannya dengan tingkat excludability dan persaingannya. Tingkat excludablity suatu barang ditentukan dengan kondisi dimana konsumen dan produsen barang atau pelayanan bisa memastikan bahwa orang lain tidak memperoleh manfaat dari barang/pelayanan tersebut. Jika suatu barang memiliki daya saing yang tinggi, barang tersebut dipergunakan secara perorangan ; apabila daya saingnya rendah, barang tersebut dapat dimanfaatkan secara bersama-sama. Contoh taman umum daya saingnya rendah, sedangkan ‘ipod’ daya saingnya tinggi.
1. Secara umum, barang publik memiliki tingkat excludability dan daya saing yang
rendah. Ini berarti bahwa jika barang itu diproduksi, barang tersebut dapat dipergunakan oleh banyak orang. Barang publik ini dimanfaatkan oleh banyak orang, sehingga umumnya dibiayai dari dana publik.
2. Barang swasta adalah barang yang punya excludability dan daya saing tinggi.
Orang-orang yang memanfaatkanya jelas, sehingga mudah dikenakan biaya.
3. Barang yang excludable, tetapi daya saingnya rendah disebut toll goods. Contohnya
sperti jalan tol.
4. Barang yang berdaya saing tinggi, tetapi non-excludable, disebut common pool goods.
Contohnya adalah pengadaan air disebuah desa; meskipun termasuk barang yang non-excudable, namun penggunaannya secara berlebihan akan mengurangi kesempatan bagi orang lain untuk menggunakannya.
C. Penyedia Pelayanan
Barang atau pelayanan yang dibiayai secara publik dapat dikontrakkan kepada sektor swasta misalnya, penggunaan kontraktor swasta dalam pembangunan lapangan terbang, atau sebaliknya misalnya sekolah pemerintah menerima pembayaran dari orang tua murid dalam bentuk pemakai pelayanan. Setor swasta mempunyai kecendrungan bekerja lebih efisien dan efektif karena :
1. Sektor swasta memiliki fleksibilitas dalam pengolahan sumber daya sehingga
permintaan pasar dapat ditanggapi.
2. Persaingan pelayanan mendorong lebih baiknya mutu pelayanan dengan harga yang
lebih murah bagi pelanggan.
D. Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik
Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik mempunyai tugas mengkaji, menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan kebijakan pengadaan barang/jasa nasional, serta melaksanakan sosialisasi, pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik menyelenggarakan fungsi:
1. penyiapan dan perumusan kebijakan dan sistem pengadaan nasional
2. penyiapan dan perumusan kebijakan pengembangan dan pembinaan sumber daya
manusia di bidang pengadaan
3. pelayanan bimbingan teknis, pemberian pendapat dan rekomendasi, serta koordinasi
(8)
4. pengembangan sistem informasi nasional di bidang pengadaan
5. pengawasan pelaksanaan pelayanan pengadaan barang/jasa dengan teknologi informasi
6. melaksanakan sosialisasi, pemantauan, dan penilaian pelaksanaan kebijakan dan sistem
pengadaan nasional
V. ETIKA PENGELOLAAN KEUANGAN PUBLIK
Pihak member amanah (principal) percaya bahwa pihak pemegang amanah (agent) mempunyai “kapasitas” yang menandai untuk menjalankan amanah yang didelegasikan. Makna kapasistas disini hanya dilihat dari kompetensi pada bidang kerja, tetapi juga dilihat dari perilaku etis. Perilaku etis nampaknya sangat menunjang kepercayaan para partner dan teman kerja.
Etika sering hanya dilihat dari segala sesuatu yang terwujud (tangible). Di tengah masyarakat yang masih mempercayai symbol-simbol (symbols, tanda-tanda (signals), dan berbagai bentuk aksesoris fisik lain, satandar etika amat diperlukan untuk menetukan perilaku etis.
Etika bisnis adalah bagaimana tindakan atau perbuatan yang dapat dikatagorikan sebagai etis atau tidak etis. Dalam banyak pembahasan tentang teori etika, para ahli filosofi umumnya menitikberatkan pada etika secara umum daripada etika dari suatu kelompok kecil, misalnya profesi dan bidang pekerjaan tertentu. Berbagai tulisan yang dibuat oleh para ahli filsafat sering jadikan acuan atau pedoman untuk memahami nilai rasionalisasi suatu sikap dan perbuatan yang disebut etis. Berikut ini adalah beberapa pemikiran dari para filsafat mengenai etika :
1. Socrates
Beliau berpendapat bahwa semua pengetahuan (knowledge) dari seseorang itu sebetulnya bersifat baik dan menjunjung nilai-nilai kebijakan. Tanpa didukung pengetahuan, seseorang tidak mungkin dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang berbudi luhur.
2. Hume
Beliau berpendapat bahwa perilaku seseorang (personal merit) yang beretika sebenarnya mempunyai beberapa nilai kualitas karakter dan kepribadian yang bermanfaat dan diterima baik oleh orang lain maupun dirinya sendiri.
3. John
Beliau berpendapat bahwa kebenaran, perilaku etis, dan prinsip moral seseorang sebenarnya tidak dibawa sejak lahir. Berbagai pedoman etika bisa diperoleh melalui suatu persepsi dan konsepsi. Ia juga mengemukakan bahwa hukum (law) merupakan sebuah kriteria untuk memutuskan apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk. Tiga tipe dari hukum ini yaitu : divine law (hukum yang berkaitan dengan Ketuhanan), civil law (hukum yang berlaku di masyarakat), law of opinion and reputation (hukum yang berhububgan dengan opini dan reputasi).
4. Kant
Beliau berpendapat bahwa pentingnya standar formal sebagai pedoman umum untuk menilai perilaku seseorang. Tetapi ia tidak setuju dengan perilaku etis ini dibentuk dari suatu tekanan (hukum) yang disertai hukuman tertentu.
(9)
Dalam menyikapi pro-kontra terhadap suatu perbuatan, pengkategorian perilaku etis sebaiknya berpedoman pada etika umum, antara lain : pengetahuan (knowledge), kesadaran akan hidup bermasyarakat, respek terhadap divine law (hukum yang berkaitan dengan Ketuhanan), memahami bahwa suatu pekerjaan membutuhkan pertanggungjawaban, menyadari bahwa norma dari perilaku etis yang diakui masyarakat berlaku untuk semua jenis pekerjaan apapun.
VI. KEDUDUKAN DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
Semua masyarakat memiliki hak yang sama atas jaminan sosial dan ekonomi dari pemerintah sebagai konsekuensi langsung atas pembayaran pajak yang telah dipenuhi. Kebijakan dan regulasi yang ditetapkan pemerintah bisa berimbas pada bidang yang lain. Pemerintah mempunyai peran menentukan kualitas tingkat kehidupan masyarakat secara individual.
Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa, yakni upaya meminimasi kesenjangan antara tingkat layanan dengan harapan konsumen. Kinerja organisasi layanan publik harus diukur dari outcome-nya, karena outcome merupakan variabel kinerja yang mewakili misi organisasi dan aktivitas oprasional, baik aspek keuangan dan nonkeuangan. Dalam penentuan outcome sangat perlu untuk mempertimbangkan dimensi kualitas (Mardiasmo 2007). Selanjutnya, monitoring kinerja perlu dilakukan untuk mengevaluasi pelayanan publik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Langkah-langkah penting dalam monitoring kinerja organisasi layanan publik antara lain : mengembangkan indikator kinerja yang mengembangkan pencapaian tujuan organisasi, memaparkan hasil pencapaian tujuan berdasarkan indikator kinerja diatas, mengidentifikasi apakah kegiatan pelayanan sudah efektif dan efisien sebagai dasar pengusulan program perbaikan kualitas pelayanan.
A. KONSEP ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran merupakan pernyataan estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode tertentu yang diukur dalam ukuran financial. Penganggaran adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran. Penganggaran dalam suatu organisasi merupakan suatu politik. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana public dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.
Penganggaran sektor public terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana
tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Anggaran merupakan managerial plan for
actionuntuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi. Aspek – aspek yang harus tercakup dalam anggaran sektor public meliputi :
1. Aspek perencanaan 2. Aspek pengendalian 3. Aspek akuntabilitas public
(10)
Penganggaran harus dimulai mulai tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Proses penganggaran akan lebih efektif jika diawasi oleh lembaga pengawasan khusus (oversight body) yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan pengendalian anggaran.
B. PENGERTIAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Menurut National Committee on Governmental Accounting (NCGA), saat ini
Governmental Accounting Standarts Board (GASB), definisi anggaran (budget) sebagai
berikut:
…. Rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu.[1]
Anggaran publik berisikan kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi pendapatan, belanja dan aktivitas. Berisikan estimasi mengenai yang akan dilakukan dimasa yang akan datang. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran public merupakan suatu rencana financial yang menyatakan :
1. Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja).
2. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana.
C. PENTINGNYA ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat seperti listrik, air, pendidikan dll. Tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi
oleh pemerintah melalui anggaran yang mereka buat. Anggaran merupakan blue
print keberadaan sebuah negara dan merupakan arahan di masa yang akan datang Anggaran dan kebijakan Fiskal pemerintah.
Anggaran fiscal adalah usaha yang dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi keadaan ekonomi melalui sistempengeluran atau system perpajakan untuk mencapai tujuan tertentu.
D. FUNGSI ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Fungsi utama anggaran sektor public:
a. Anggaran sebagai alat perencanaan (planning tool)
Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Anggaran sebagai alat pengendalian (control tool)
Anggaran sebagai instrument pengendalian digunakan untuk menghindari adanya over
spanding, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam mengoprasikan anggaran pada bidang lain yang bukan prioritas. Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah.
(11)
c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiscal (fiscal tool)
Anggaran sebagai alat kebijakan fiscal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
d. Anggaran sebagai alat politik (political tool)
Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut.
e. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi (coordination and communication
tool)
Anggaran public merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintah. Anggaran public juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif.
f. Anggaran sebagai alat penilaian kerja (performance measurement tool)
Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan kinerja.
g. Anggaran sebagai alat motivasi (motivation tool)
Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
h. Anggaran sebagai alat untuk menciptakan ruang public (public sphere)
Masyarakat, LSM, Perguruan tinggi, dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam proses penganggaran public.
E. JENIS-JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran sektor public dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Anggaran operasional (operation / recurrent budget)
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan.
b. Anggaran Modal/Investasi (capital/investment budget)
Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya.
F. PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Prinsip-prinsip anggaran sektor public meliputi: a. Otorisasi oleh legislative
Anggaran public harus mendapatkan otorisasi dari legislative terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
(12)
b. Komprehensif
Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. c. Keutuhan anggaran
Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana
umum (general fund).
d. Nondiscretionary appropriation
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislative harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien, dan efektif.
e. Periodik
Anggaran merupakan suatu proses yang periodic, dapat bersifat tahunan maupun multitahunan.
f. Akurat
Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi (hidden
reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan efisiensi
anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya under estimate pendapatan dan over
estimate pengeluaran. g. Jelas
Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan.
h. Diketahui public
Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
G. PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Proses penyusunan anggaran mempunyai empat tujuan, yaitu :
1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah.
2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik proses pemrioritasan.
3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
4. Meningkatkan transaparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Faktor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah: 1. Tujuan dan target yang hendak dicapai
(13)
2. Ketersediaan sumber daya(faktor-faktor produksi yang dimiliki pemerintah) 3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target
4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi anggaran, seperti munculnya peraturan pemerintah yang baru, fluktuasi pasar, perubahan sosial dan politik, bencanna alam , dan sebagainya.
Pengelolaan keuangan publik melibatkan beberapa aspek, yaitu aspek penganggaran, aspek akuntansi, aspek pengendalian , dan aspek auditing.
H. PRINSIP-PRINSIP POKOK DALAM SIKLUS ANGGARAN I. Tahap persiapan anggaran.
Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiranj pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu diulakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan drengan pembuatan keputusan tentang angggaran pengeluaran.
II. Tahap ratifikasi
Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat.
Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skill namun juga harus
mempunyai political skill, salesman ship, dan coalition building yang memadai. Integritas
dan kesioapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk
menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan
dan bantahan- bantahan dari pihak legislatif.
III. Tahap implementasi/pelaksanaan anggaran.
Dalam tahap ini yang paling penting adalah yang harus diperhatikan
oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi)akuntansi dan sistem
pengendalian manajemen.
IV. Tahap pelaporan dan evaluasi.
Tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi
telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik,
maka diharapkan tahap budget reporting and evaluation tidak akan menemukan banyak
masalah.
I. PERKEMBANGAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut tercermin dalam komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan arah
(14)
dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat berjalan lancar maka sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis. Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar yaitu anggaran
tradisional/anggaran konvensional dan pendekatan new public management.
J. ANGGARAN TRADISIONAL
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara berkembang dengan tujuan utama adalah pada pengawasan dan pertanggungjawaban terpusat. Terdapat 2
ciri dari pendekatan ini yaitu penyusunan di dasarkan atas pendekatanincrementalism dan
struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-time.
Incrementalism merupakan sutau pendekatan yang hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam.
Line Time budget didasarkan atas dasar sifat(nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Sifat ini tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran , walaupun sebenarnya tidak relevan. Penyusunan
anggaran dengan menggunakan struktur line-time dilandasi alasan adanya orientasi sistem
anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran.
Ciri lain dari pendekatan tradisional yaitu bersifat spesifikasi, tahunan dan menggunakan prinsip anggaran bruto.
Kelemahan anggaran tradisional
Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan antara lain ;
1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembagunan jangka panjang.
2. Pendekatan incrementa menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara penuh efektifitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input dari pada output.
4. Sekat-sekat antara departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai.
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi 6. Anggaran tradisional bersifat tahunan
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya prencanaan anggaran
8. Persetujuan anggaran yang terlamba, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan manipulasi anggaran.
(15)
9. Aliran informasi (system informasi financial) yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengindentifikasi masalah dan tindakan.
K. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN
Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik cenderung memiliki karakteristik umum sebagai berikut:
a. Komprehensif/komperatif
b. Terintegrasi dan lintas departmen
c. Proses pengambilan keputusan yang rasional d. Berjangka panjang
e. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas
f. Analisi total cost dan benefit (termasuk oppotunity cost)
g. Berorientasi input, output dan outcome, bukan sekedar input. h. Adanya pengawasan kinerja.
L. ANGGARAN KINERJA
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan public, anggaran dengan pendekatan kinerja menekankan konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output, pendekatan ini cendrung menolak pandangan anggaran tradisional yang menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan pemerintah dan menyalagunakan kedudukan mereka dan cendrung boros (over spending). Menurut pendekatan kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi dan dikendalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan audit kenerja, serta evaluasi kinerja eksternal, dengan kata lain pemerintah dipaksa bertindak berdasarkan cost minded dan harus efisien. System anggaran kinerja system yang mencakup penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran.
M. PERKEMBANGAN SISTEM ANGGARAN
Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik.
Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran sektor publik,
misalnya adalah teknik anggaran kinerja (performance budgeting), Zero Based Budgeting
(16)
N. ZERO BASED BUDGETING (ZBB)
Konsep zero based budgeting (ZBB) dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada system anggaran tardisional, zbb tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini, dengan zbb seolah-olah proses anggaran dimulai dengan hal yang baru sama sekali, item angaran yang sudah tidak relevan den tidak mendukung pencapaian tujuan orientasi dapat hilang dari struktur anggaran atau juga muncul item baru.
Proses implementasi zero based budgeting(zbb)
Proses implementasi zbb terdiri dari tiga tahap yaitu;
1. Indentifikasi unit-unit keputusan, zero based budgeting (ZBB) merupakan system anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perncanaan dan pengendalian anggaran, suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit keputusan level yang lebih kecil. Setelah dilakukan indentifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap berikutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. 2. Penentuan paket-paket keputusan. Paket keputusan merupakan gambaran
komprehensif mengenai bagian dari aktivitas organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Secara teoritis paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengindentifikasi berbagai alternative kegiatan untuk melaksanakan fungsiunit keputusan dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada tiap-tiap alternative.terdapat dua jenis paket keputusan yaitu 1) paket keputusan yang bersifat smutualy exclusive adalah paket-paket yang memiliki fungsi yang sama. 2) paket keputusan incremental, paket ini merefleksikan tingkay usaha yang berbeda (dikaitan dengan biaya) dalam melaksanakan aktifivas tertentu.
3. Meranking dan mengevaluasi paket keputusan. Tahap ini merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya antara berbagai kegiatan yang berbeda diantaranya sudah ada dan lainnya baru sam sekali.
Keunggulan ZBB yaitu:
1. Jika zbb dilaksanakan dengan baik maka dapat mengasilkan alokasi sumber daya secara lebih efisien.
2. Zbb berfokus pada value for money
3. Memudahkan untuk mengindentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidak efektifan biaya
4. Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran 5. Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
6. Merupakan cara sistematis untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi untuk selalu menguji alternative aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.
(17)
Kelemahan ZZB yaitu;
1. Proses memakan waktu yang lama (time consuming) 2. Zbb cendrung menekankan manfaat jangka pendek 3. Implementasi zbb membutuhkan teknologi yang maju
4. Masalah yang besar yang dhadapi zbb adalah pada proses meranking dan merivew paket keputusan
5. Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki keahlian yang mungkin tidak dimiliki orentasi
6. Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus masuk dalam anggaran
7. Implementasi zbb menimbulkan masalah keprilakuan dalam organisasi
O. PLANING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)
PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori system yang berorintasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. System anggaran PPBS tidak berdasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, namum berdasarkan program , yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk membantu manajemen pemerintah untuk membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik.
Proses implementasi PPBS
Langkah implementasi PPBS meliputi :
1. Menentukan tukuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas.
2. Mengindentifikasi program - program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Mengevaluasi berbagai alternative program dengan menghitung cost-benefit dari
masing-masing program.
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil. 5. Alokasi sumber daya kemasing-masing program yang disetujui.
PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program.
Karakteristik PPBS ;
1. Berfokus pada tujuan dan aktifitas (program) untuk mencapai tujuan.
2. Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan dating karena PPBS berorientasi pada masa depan.
3. Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi.
4. Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternative program, yang meliputi (a) indentifikasi tujuan (b)indentifikasi secara sistematik alternative program untuk
(18)
mencapai tujuan. (c) estimasi biaya total dari masing-masing alternative program dan (d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari alternative program.
Kelebihan PPBS yaitu:
1. Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke manajemen menengah.
2. Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja.
3. Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya ( cost-consciousness/cots awareness) dalam perencanaan program
4. Lintas departemen sehinga dapat meningkatkan komunikasi, kordinasi, dan kerja sama antara departemen.
5. Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapain tujuan organisasi.
6. PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber daya secara optimal.
Kelemahan PPBS yaitu:
1. PPBS membutuhkan system informasi yang canggih.
2. Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan teknologi yang canggih.
3. PPBS bagus secara teori namum sulit untuk diimplementasikan.
4. PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia yang kompleks.
5. PPBS merupakan teknik anggaran yang statiscally oriented, staststik hanya dapat untuk mengukur beberapa program tertentu saja.
6. Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis.
P. PENERAPAN ANGGARAN DI INDONESIA
Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Pemerintah Indonesia telah melakukan persiapan pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja dengan mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan serta petunjuk teknis dan pelaksanaannya. Berdasarkan paket undang-undang keuangan negara terjadi perubahanmi ndset pengelolaan keuangan negara yang lebih mengedepankan efisiensi dan efektivitas serta mendorong terwujudnya akuntabilitas dan transparansi. Perubahan paradigma baru seharusnya didukung oleh personalia atau sumberdaya manusia yang handal, memiliki kompetensi yang sesuai dan memiliki kinerja yang jelas dan terukur.
Walau demikian belum semua aturan tersebut diimplementasikan dengan baik dan konsisten. Masih kurangnya pemahaman semua pihak tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku dan masih lemahnya komitmen untuk melaksanakannya menjadikan
(19)
implementasi anggaran berbasis kinerja belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran (awareness) dan komitmen yang tinggi dari seluruh pihak untuk menerapkan anggaran berbasis kinerja ini sehingga dapat tercipta tata kelola pemerintahan yang lebih baik (good governance).
I. PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK A. Konsep Anggaran Sektor Publik
Anggaran merupakan pernyataan mengenai setimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk menyiapkan anggaran. Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal tersebut berbeda dengan sektor swasta yang relatif lebih kecil nuansa politiknya. Pada sektor swasta anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup bagi publik, namun pada sektor publik anggran merupakan hal yang harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan dan diberi masukan. Anggaran pada sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas dan pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.
Penganggaran pada sektor publik terkait dengan proses penentanjumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran sektor publik dimulai ketika perumusan staretgi dan perencanaan strategik selesai dilakukan. Anggaranmerupakan artikulasi dari perumusan dan perencanaan strategi yang dibuat. Aspek-aspek yang harus dicakup dalam anggaran sektor publik :
- Aspek perencanaan
- Aspek pengendalian
- Aspek akuntabilitas
B. Pengertian Anggaran Sektor Publik
Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang sederhana anggaran sektor publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kodisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang akan datang.
Secara singkat anggaran publik merupakan suatau rencana finansial yang menyatakan : 1. Berapa biaya-biaya atas rencana yang telah dibuat
2. Berapa banyak dan bagaimana cara memperoleh uang untuk mendanai rencana - rencana tersebut
(20)
C. Pentingnya Anggaran Sektor Publik
Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan dsbnya agar terjamin secara layak. Tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh keputusan yang dibuat pemerintah melalui anggran yang dibuat.
Dalam sebuah negara demokrasi, pemerintah mewakili kepentingan rakyat, uang yang dimiliki oleh pemerintah adalah uang rakyat dan anggaran menunjukkkan rencana pemerintah
untuk membelanjakan uang rakyat. Anggaran merupakan blue print keberadaan sebuah negra
dan merupakan arahan di masa yang akan datang.
Anggaran dan Kebijakan Fiskal Pemerintah
Kebijakan fiskal adalah usaha yang dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi keadaan ekoomi melalui sistem pengeluaran atau sistem perpajakan untuk mencapai tujuan tertentu. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Anggaran merupakan alat ekonomi terpenting yang dimiliki pemerintah untuk mengarahkan perkembangan sosial dan ekonomi, menjamin kesinambungan dan kualitas hidup masyarakat. Anggaran sektor publik harsu dapat memenuhi kriteria sbb :
- Merefleksikan perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat
- Menetukan penerimaan dan pengeluaran departemen-depatemen pemerintah, baik propinsi
maupun daerah
Aliran uang yang terkait dengan aktivitas pemerintahan akan mempengaruhi harga, lapangan kerja, distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi dan beban pajak yang harus dibayar atas pelayanan yang diberikan pemerintah. Keputusan anggaran yang dibuat pemerintah daerah dan propinsi seharusnya dapat merefleksikan prioritas pemerintah daerah dan propinsi dengan baik.
Anggaran sektor publik penting karena :
1. Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial, ekonomi, menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
2. Anggaran dibuat karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang terus berkembang, sedangkan sumber daya jumlahnya terbatas.
3. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran publik merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada.
(21)
D. Fungsi Anggaran Sektor Publik
Anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama yaitu 1. Sebagai alat perencanaan
2. Alat pengendalian 3. Alat kebijakan fiskal 4. Alat politik
5. Alat koordinasi dan komunikasi 6. Alat penilaian kinerja
7. Alat motivasi
8. Alat menciptakan ruang publik.
Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (Planning tool)
Anggaran meupakan alat pengendalian manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerinta tersebut. Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk :
- Merumuskan tujuan serta sasarn kebijakan agar sesuai dengan visi,misi dan sasaran yang
telah ditetapkan
- Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tuuan organisasi serta
merencanakan alternatif sumber pembiayaannya
- Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun
- Menetukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi
Anggaran Sebagai Alat Pengendalian (Control tool)
Sebagai alat pengendalian anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Tanpa anggaran pemerintah tidak dapat mengendalikan pemborosan pengeluaran. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa presiden, menteri, gubernur, bupati dan manajer publik lainnya dapat dikendalikan lewat anggaran. Anggaran sektor publik dapat digunakan untuk mengendalikan kekuasaan eksekutif.
Sebagai alat penengendali manajerial, anggaran sektor publik digunakan untuk meyakinkan bahwa pemerintah masih mempunyai cukup uang untuk memenuhi kewajibannya, selain itu juga digunakan sebagai pemberi informasi dan meyakinkan legislatif bahwa pemerintah bekrja secara efisien tanpa ada korupsi dan pemborosan.
(22)
Pengendalian anggaran publik dapat dilakukan melalui 4 cara :
1. Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan 2. Menghitung selisih anggaran
3. Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan 4. Merivisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya
Anggaran Sebagai Alat Kebijakan Fiskal (Fiscal tool)
Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk alat menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran publik dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi dan estimasi ekonomi. Anggaran dapat digunakan unrtuk mendorong, memfasilitasi dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Anggaran Sebagai Alat Politik (Political tool)
Anggaran dapat digunakan untuk memutuskan prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis tetapi lebih merupakan alat
politik, karenanya pembuatan anggaran publik membutuhkan political skill, coalition
holding, keahlian negoisasi, pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik oleh para manajer publik. Manajer publik harus sadar sepenuhnya bahwa kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui akan menjatuhkan kepemimpinannya, atau paling tidak menurunkan kredibilitas pemerintah.
Anggaran Sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi (Coordination and Communication tool)
Setiap unit kerja pemerintah terlibat dalam penyusunan anggaran. Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan. Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja di dalam pencapaian tujuan organisasi. Disamping itu anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif. Anggaran harus dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.
(23)
Anggaran Sebagai Alat Pinilaian Kinerja (Performance measurement tool)
Anggaran merupakan wujud komitmen dari publik holer (eksekutif) kepada pemberi
wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran adan pelaksanaan efisiensi anggaran. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja.
Anggaran Sebagai Alat Motivasi (Motivation tool)
Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat memotivasi pegawai target anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi,namun juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai.
Anggaran Sebagai Alat untuk Menciptakan Ruang Publik (Public Sphere)
Anggaran publik tidak boleh diabaikan oleh kabinet, birokrat dan DPR/MPR. Masyarakat, LSM, perguruan tinggi dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam penganggaran publik. Kelompok masyarakat yang teroganisir akan mencoba mempengaruhi anggaran publik utnk kepentingan mereka., Kelompok lain dari kemasyarakat yang kurang terorganisasi akan mnyampaikan aspirasinya melaui proses politik yang ada. Pengangguran dan tuna wisma dan kelompok lain yang kurang terorganisasi akan mudah dan tidak berdaya mengikuti tindakan pemerintah. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan suara mereka, mereka kan mengambil tindakan dengan jalan lain seperti dengan tindakan massa, melakukan boikot dsbnya
E. Jenis-Jenis Anggaran Sektor Publik
Anggaran sektor publik dibagi menjadi menjadi 2 yaitu : 1. Anggaran operasional
2. Anggaran Modal
Anggaran Operasional
Anggaran digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikatagorikan dalam anggaran operasional adalah belanja rutin yaitu belanja yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran saja dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut rutin karena pengeluaran tersebut berulang-ulang ada setiap tahun.
(24)
Secara umum pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain belanja administrasi umum dan belanja operasional dan pemeliharaan.
Anggaran Modal
Anggaran modal menunjukkan rencana jangka penjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraann, perabot dsbnya. Pengeluaran modal yang besar biasanya dilakukan dengan mengunakan pinjaman. Belanja modal adalah pengeluaran yang masa manfaatnmya lebih dari satu tahun anggran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaannya.
Pada dasarnya pemerintah tidak memiliki uang yang dimiliki sendiri, sebab selutrhnya adalah milik publik. Dalam sebuah msyarakat yang demokratis rakyat memberi mandat kepada pemerintah melalui pemilihan umum. Politisi mentranslasikan mandat melalui tersebut melalui kebijakan dan program yang memberi mamfaat lebih kepada pemilih yang
direfleksikan dalam anggaran. Pemerintah tidak mungkin memebuhi semua permintaan stake
holdernya secara simultan, tetapi pemerintah akan memilih program yang menjadi prioritas. Disinilah fingsi anggaran yang akan digunakan sebagai alat politis dalam memutuskan prioritas dan kebutuhan keuangan pada sektor tersebut.
F. Prinsip-Prinsip Anggaran Sektor Publik
Prinsip-prinsip anggaran sektor publik meliputi :
1. Otorisasi oleh legislatif
Anggaran publik harus mendapat otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum dibelanjakan oleh eksekutif
2. Komprehensif
Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Karenanya adana anggaran non budgetair menyalahi prinsip anggran yang bersifat komprehensif
3. Keutuhan anggaran
Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah harus terhimpun dalam dana umum
4. Nondiscretionary Appropriation
Jumlah yang disetujui oleh legislatif harus termanfaat secaara ekonomis, efisien dan efektif
5. Periodik
(25)
6. Akurat
Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi yang dijadikan sebagi kantong-kantong pemborosan
7. Jelas
Anggaran hendaknya sederhanan dan mudah dipahami oleh masyarakat dan tidak membingungkan
8. Diketahui publik
Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
G. Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik
APBD/APBN yang dipresentasikan setiap akhir tahun dihadapan DPRD/DPR memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang program yang direncanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan darimana program tersebut dibiayai. Proses penyusunan anggaran mempunyai 4 tujuan :
- Membantu pemerintah mencapai tujuan dan meningkatkan koordinasi antar bagian
dalam lingkungan pemerintah.
- Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa
publik melalui proses pemrioritasan.
- Memungkinkan pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
- Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPRD/DPR
dan masyarakat luas.
Faktor-faktor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah :
- Tujuan dan target yang hendak dicapai.
- Ketersediaan sumber daya (faktor produksi yang dimiliki pemnerintah)
- Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan atau target
- Faktor lain yang mmpengaruhi anggaran seperti : munculnya peraturan pemerintah
yang baru, fluktuasi pasar, perubahan sosial politik, bencana alam dsbnya.
H. Prinsip-Prinsip Pokok dalam Siklus Anggaran
Pokok-pokok prinsip siklus anggaran harus diketahui oleh penyelengara pemerintahan. Siklus anggaran tersebut ada 4 tahap :
- Tahap persiapan anggaran
- Tahap ratifikasi
- Tahap implementasi
(26)
Tahap persiapan anggaran
Pada tahap ini dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar talsiran pendapatan yang tersedia, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran terlebih dulu hendaknya dilakukan taksiran pendapatan secara lebih akurat. Harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.
Dalam persoalan estimasai yang perlu diperhatikan adalah terdapatnya faktor ketidakpastian yang cukup tinggi. Karenanya manajer keuangan publik harus memahami betul dalam menentukan besarnya suatau mata anggaran. Besarnya mata anggaran tergantung pada sistem anggaran yang digunakan.
Di Indonesia arahan kebijakan pembangunan pemerintah pusat tertuang dalam dokummen perencanaan berupa GBHN, Program Pembangunan Nasional (PROPERNAS), Rencana Strategis (RENSTRA) dan Rencana Pembangunan Tahunan (RAPETA).
Sinkronisasi perencanaan pembangunan yang digariskan oleh pemerintah pusat dan perencanaan pembangunan daerah secara spesifik diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 105 dan 108 tahun 2000. Pada pemerintah pusat penyusunan perencanaan pembangunan dimulai dari penyusunan PROPERNAS yang merupakan operasinalisasi GBHN. PROPERNAS tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk RENSTRA. Berdasarkan POPERNAS dan RENSTRA serta analisis fiskal dan makro ekonomi kemudian mulai dibuat persiapan APBN dan RAPETA.
Sementara itu ditingkat daerah (propinsi dan kab/kota) berdasarkan PP No. 108 pemerintah daerah diisyaratkan untuk membuat dokumen perencanaan daerah yang terdiri atas PROPERDA (RENSTRADA). Dokumen tersebut diupayakan tidak meyimpang dari PROPERNAS dan RENSTRA yang dibuat oleh pemerintah pusat. Dalam PROPERDA di mungkinkan adanya penekanan prioritas pembanguann yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. PROPERDA (RENSTRADA) yang dibuat oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan DPRD dalam kerangka waktu 5 tahun yang kemudian dijabarkan dalam pelaksanaannya dalam kerangka tahunan. Rincian RENSTRADA setiap tahunnya akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan REPETADA dan APBD.
Berdasarkan RENSTRADA yang telah dibuat dan analisis kebijakan fiskal dan ekonomi daerah, menurut ketentuan PP No. 105 tahun 2000 pemerintah daerah bersama-sama DPRD menetapkan arah kebijakan umum APBD, setelah itu pemerintah daerah menetapkan Strategi dan Prioritas APBD. REPETADA memuat program pembanguan daerah secara menyeluruh dalam satu tahun, juga memuat indikator kinerja yang terukur dalam jangka waktu satu tahun. Pendekatan ini diharapkan akan lebih memperjelas program kerja tahuan pemerintah daerah, termasuk sasaran yang ingin dicapai dan kebijakan yang ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.
Penjabaran rencana strategis jangka panjang dalam REPETADA tersebut dilengkapi dengan :
(27)
- Perimbangan-perimbangan yang barasal dari evaluasi kinerja pemerintah daerah pada periode sebelumnya
- Masukan dan aspirasi masyrakat
- Pengkajian kondisi yang saat ini terjadi,sehingga bisa diketahui kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan yang sedang dan akan dihadapi
Proses pertencanaan arah dan kebijakan pembangunan daerah tahunan (REPETADA) dan anggaran tahuan (APBD) pada hakekatnya merupakan perencanaan instrumnen kebijakan publik sebagai upaya peningktan pelayanan kepada masyarakat. APBD menunjukkan implikasi dari anggaran REPETADA yang dibuat. Dengan demikian REPETADA merupakan kerangka kebijakan dalam penyediaan dana bagi APBD.
Tahap ratifikasi
Tahap ini melibatkan proses plotik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan
eksekutif dituntut untuk memiliki manejerial skill dan political skill,
salesmanship dan coalition holdimg yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini, karena eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk memberikan argumen yang rasional atas segala pertanyaan dan bantahan yang disampaikan oleh legislatif.
Tahap implementasi/pelaksanaan anggaran
Setelah disetujui oleh legislatif, tahap selanjutnya adalah pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang harus dimiliki oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab menciptakan sistem akuntansi keuangan yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, bahkan dapat diandalkan untuk penyusunan periode anggaran tahun berikutnya.
Tahap pelaporan dan evaluasi
Tahap persiapan, ratifikasi dan implementasi terkait dengan aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka pada tahap pelaporan diharapkan tidak memiliki masalah.
Anggaran Berbasis Kinerja
Anggaran berbasis kinerja adalah sistem yang menekankan pada keterkaitan antara pendanaan dengan hasil-hasil yang dicapai. Anggaran berbasis kinerja disusun berdasarkan UU No 17 tahun 2003 pasal 19 ayat 1. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya
(28)
Anggaran berbasis Kinerja:
1. Anggaran disusun berdasarkan pertimbangan anggaran kerja dan unit cost setiap kegiatan.
2. Menitik beratkan pada aspek manajemen stategis dalam rangka efektifitas dan efisiensi yang dihasilkan dari input tertentu.
3. Orientasi tidak hanya output tetapi juga outcomes, benefit dan dampak. 4. Tujuan telah ditetapkan lebih dahulu.
Untuk mengukur efektifitas kerja suatu organisasi perlu dilakukan pengukuran atas pencapaian pelaksanaan kegiatan/program dan kebijakan yang dilaksanakan. Indikator pengukuran kinerja:
1. Pengukuran kinerja berbasis Penilaian kemajuan organisasi
Dilakukan melalui tujuan yang telah ditetapkan, visi , misi dan program serta kebijakan organisasi. Penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan target merupakan tahap pertama yang harus ditetapkan suatu organisasi dan menjadi tujuan tertinggi yang hendak dicapai sehingga setiap indikator kinerja harus dikaitkan dengan komponen tersebut. Oleh karena itu, penentuan komponen-komponen tidak hanya ditentukan oleh pemerintah tetapi juga mengikutsertakan masyarakat sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kebutuhan publik.
2. Pengukuran kinerja berbasis anggaran.
Pengukuran dilakukan melalui penilaian selisih antara anggaran dengan realisasinya. Teknik tersebut dikenal dengan analisis selisih anggaran(analysis of budget variance). Jika selisih terjadi menunjukkan aktual yang lebih kecil daripada jumlah pengeluaran yang ditetapkan dalam anggaran (underspending) maka berarti kinerja sebuah satuan kerja adalah baik. Jika dalam pelaksanaan anggaran mengalami perubahan maka yang dijadikan tolak ukur adalah anggaran setelah mengalami perubahan(Mahsun ,2006). Contohnya adalah dalam menganalisa anggaran berbasis kinerja pada sebuah dinas pendidikan. Maka aspek yang dilihat adalah indikator kinerja dan indikator pencapaian organisasi.
Dengan pengertian Anggaran berbasis kinerja tersebut maka setiap alokasi dana harus dapat diukur dari input yang ditetapkan. Untuk menghasilkan penyelenggaraan Anggaran Daerah yang efektif dan efisien, tahap persiapan/perencanaan anggaran merupakan salah satu faktor penting dan menentukan dalam keseluruhan siklus anggaran. Prinsip anggaran berbasis kinerja adalah pertama, transparansi yang merupakan keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan pelaporan evaluasi anggaran, kedua, akuntabilitas yang merupakan pertanggungjawaban pada masyarakat, dan ketiga, ekonomis, efektif dan efisien yaitu pemilihan dan penggunaan sumber daya yang murah, penggunaan dana masyarakat yang efisien dan dapat mencapai target / tujuan pelayanan publik.
Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu harus disusun perencanaan strategik (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan secara obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan dan masyarakat. Agar sistem dapat berjalan dengan baik perlu ditetapkan beberapa hal yang sangat menentukan yaitu standar harga, tolok ukur kinerja dan Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan. Pengukuran kinerja (tolok ukur) digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah aspek keuangan berupa ANGGARAN BERBASIS KINERJA. Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indikator masukan
(1)
Tahap persiapan anggaran
Pada tahap ini dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar talsiran pendapatan yang tersedia, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran terlebih dulu hendaknya dilakukan taksiran pendapatan secara lebih akurat. Harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.
Dalam persoalan estimasai yang perlu diperhatikan adalah terdapatnya faktor ketidakpastian yang cukup tinggi. Karenanya manajer keuangan publik harus memahami betul dalam menentukan besarnya suatau mata anggaran. Besarnya mata anggaran tergantung pada sistem anggaran yang digunakan.
Di Indonesia arahan kebijakan pembangunan pemerintah pusat tertuang dalam dokummen perencanaan berupa GBHN, Program Pembangunan Nasional (PROPERNAS), Rencana Strategis (RENSTRA) dan Rencana Pembangunan Tahunan (RAPETA).
Sinkronisasi perencanaan pembangunan yang digariskan oleh pemerintah pusat dan perencanaan pembangunan daerah secara spesifik diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 105 dan 108 tahun 2000. Pada pemerintah pusat penyusunan perencanaan pembangunan dimulai dari penyusunan PROPERNAS yang merupakan operasinalisasi GBHN. PROPERNAS tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk RENSTRA. Berdasarkan POPERNAS dan RENSTRA serta analisis fiskal dan makro ekonomi kemudian mulai dibuat persiapan APBN dan RAPETA.
Sementara itu ditingkat daerah (propinsi dan kab/kota) berdasarkan PP No. 108 pemerintah daerah diisyaratkan untuk membuat dokumen perencanaan daerah yang terdiri atas PROPERDA (RENSTRADA). Dokumen tersebut diupayakan tidak meyimpang dari PROPERNAS dan RENSTRA yang dibuat oleh pemerintah pusat. Dalam PROPERDA di mungkinkan adanya penekanan prioritas pembanguann yang berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. PROPERDA (RENSTRADA) yang dibuat oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan DPRD dalam kerangka waktu 5 tahun yang kemudian dijabarkan dalam pelaksanaannya dalam kerangka tahunan. Rincian RENSTRADA setiap tahunnya akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan REPETADA dan APBD.
Berdasarkan RENSTRADA yang telah dibuat dan analisis kebijakan fiskal dan ekonomi daerah, menurut ketentuan PP No. 105 tahun 2000 pemerintah daerah bersama-sama DPRD menetapkan arah kebijakan umum APBD, setelah itu pemerintah daerah menetapkan Strategi dan Prioritas APBD. REPETADA memuat program pembanguan daerah secara menyeluruh dalam satu tahun, juga memuat indikator kinerja yang terukur dalam jangka waktu satu tahun. Pendekatan ini diharapkan akan lebih memperjelas program kerja tahuan pemerintah daerah, termasuk sasaran yang ingin dicapai dan kebijakan yang ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.
Penjabaran rencana strategis jangka panjang dalam REPETADA tersebut dilengkapi dengan :
(2)
- Perimbangan-perimbangan yang barasal dari evaluasi kinerja pemerintah daerah pada periode sebelumnya
- Masukan dan aspirasi masyrakat
- Pengkajian kondisi yang saat ini terjadi,sehingga bisa diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang sedang dan akan dihadapi
Proses pertencanaan arah dan kebijakan pembangunan daerah tahunan (REPETADA) dan anggaran tahuan (APBD) pada hakekatnya merupakan perencanaan instrumnen kebijakan publik sebagai upaya peningktan pelayanan kepada masyarakat. APBD menunjukkan implikasi dari anggaran REPETADA yang dibuat. Dengan demikian REPETADA merupakan kerangka kebijakan dalam penyediaan dana bagi APBD.
Tahap ratifikasi
Tahap ini melibatkan proses plotik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut untuk memiliki manejerial skill dan political skill, salesmanship dan coalition holdimg yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini, karena eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk memberikan argumen yang rasional atas segala pertanyaan dan bantahan yang disampaikan oleh legislatif.
Tahap implementasi/pelaksanaan anggaran
Setelah disetujui oleh legislatif, tahap selanjutnya adalah pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang harus dimiliki oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem informasi akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab menciptakan sistem akuntansi keuangan yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, bahkan dapat diandalkan untuk penyusunan periode anggaran tahun berikutnya.
Tahap pelaporan dan evaluasi
Tahap persiapan, ratifikasi dan implementasi terkait dengan aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka pada tahap pelaporan diharapkan tidak memiliki masalah.
Anggaran Berbasis Kinerja
Anggaran berbasis kinerja adalah sistem yang menekankan pada keterkaitan antara pendanaan dengan hasil-hasil yang dicapai. Anggaran berbasis kinerja disusun berdasarkan UU No 17 tahun 2003 pasal 19 ayat 1. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapakan.[4]
(3)
Anggaran berbasis Kinerja:
1. Anggaran disusun berdasarkan pertimbangan anggaran kerja dan unit cost setiap kegiatan.
2. Menitik beratkan pada aspek manajemen stategis dalam rangka efektifitas dan efisiensi yang dihasilkan dari input tertentu.
3. Orientasi tidak hanya output tetapi juga outcomes, benefit dan dampak. 4. Tujuan telah ditetapkan lebih dahulu.
Untuk mengukur efektifitas kerja suatu organisasi perlu dilakukan pengukuran atas pencapaian pelaksanaan kegiatan/program dan kebijakan yang dilaksanakan. Indikator pengukuran kinerja:
1. Pengukuran kinerja berbasis Penilaian kemajuan organisasi
Dilakukan melalui tujuan yang telah ditetapkan, visi , misi dan program serta kebijakan organisasi. Penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan target merupakan tahap pertama yang harus ditetapkan suatu organisasi dan menjadi tujuan tertinggi yang hendak dicapai sehingga setiap indikator kinerja harus dikaitkan dengan komponen tersebut. Oleh karena itu, penentuan komponen-komponen tidak hanya ditentukan oleh pemerintah tetapi juga mengikutsertakan masyarakat sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kebutuhan publik.
2. Pengukuran kinerja berbasis anggaran.
Pengukuran dilakukan melalui penilaian selisih antara anggaran dengan realisasinya. Teknik tersebut dikenal dengan analisis selisih anggaran(analysis of budget variance). Jika selisih terjadi menunjukkan aktual yang lebih kecil daripada jumlah pengeluaran yang ditetapkan dalam anggaran (underspending) maka berarti kinerja sebuah satuan kerja adalah baik. Jika dalam pelaksanaan anggaran mengalami perubahan maka yang dijadikan tolak ukur adalah anggaran setelah mengalami perubahan(Mahsun ,2006). Contohnya adalah dalam menganalisa anggaran berbasis kinerja pada sebuah dinas pendidikan. Maka aspek yang dilihat adalah indikator kinerja dan indikator pencapaian organisasi.
Dengan pengertian Anggaran berbasis kinerja tersebut maka setiap alokasi dana harus dapat diukur dari input yang ditetapkan. Untuk menghasilkan penyelenggaraan Anggaran Daerah yang efektif dan efisien, tahap persiapan/perencanaan anggaran merupakan salah satu faktor penting dan menentukan dalam keseluruhan siklus anggaran. Prinsip anggaran berbasis kinerja adalah pertama, transparansi yang merupakan keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan pelaporan evaluasi anggaran, kedua, akuntabilitas yang merupakan pertanggungjawaban pada masyarakat, dan ketiga, ekonomis, efektif dan efisien yaitu pemilihan dan penggunaan sumber daya yang murah, penggunaan dana masyarakat yang efisien dan dapat mencapai target / tujuan pelayanan publik.
Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu harus disusun perencanaan strategik (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan secara obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan dan masyarakat. Agar sistem dapat berjalan dengan baik perlu ditetapkan beberapa hal yang sangat menentukan yaitu standar harga, tolok ukur kinerja dan Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan. Pengukuran kinerja (tolok ukur) digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah aspek keuangan berupa ANGGARAN BERBASIS KINERJA. Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indikator masukan
(4)
(input) berupa dana, sumber daya manusia dan metode kerja. Agar input dapat diinformasikan dengan akurat dalam suatu anggaran, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kewajarannya. Dalam menilai kewajaran input dengan keluaran (output) yang dihasilkan, peran Analisa Standar Biaya (ASB) sangat diperlukan. ASB adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output) dari perencanaan alokasi biaya (input) yang ditetapkan
2. Output (keluaran) menunjukkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input) yang digunakan
3. Input (masukan) adalah besarnya sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu, dan teknologi yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan sesuai dengan masukan (input) yang digunakan
4. Kinerja ditunjukkan oleh hubungan antara input (masukan) dengan output (keluaran). Dalam makalah ini, penulis mencontohkan secara sederhana anggaran berbasis kinerja pada dinas pendidikan. Indikator kinerja berdasarkan PP no 6 tahun 2008 yaitu :
1. Angka Melek huruf.
Adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun keatas. 2. Angka Partisipasi Kasar
Perbandingan jumlah siswa pada tingkat SD/SMP/SMA dibagi jumlah penduduk berusia 7-18 tahun.
3. Angka Partisipasi Murni
Perbandingan penduduk berusia 7-18 tahun yang terdaftar sekolah pada tingkat pendidikan SD/SMP/SMA dibagi jumlah penduduk berusia 7-18 tahun.
4. Angka Partisipasi Sekolah(dasar)
Jumlah murid kelompok usia pendidikan dasar(7-12 dan 13-15 tahun) yang masih menempuh pendidikan dasar per 1000 jumlah penduduk usia pendidikan dasar.
5. Angka Partisipasi Sekolah(Menengah)
Jumlah murid kelompok usia pendidikan dasar(16-18 tahun) yang masih menempuh pendidikan dasar per 1000 jumlah penduduk usia pendidikan menengah.
6. Angka Pendidikan yang ditamatkan
Yaitu menyelesaikan pelajaran pada kelas atau tingkat terakhir sutu jenjang sekolah di sekolah negeri atau swasta dengan mendapatkan surat tanda tamat belajar.
7. Angka rata-rata lama sekolah.
Adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun keatas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani.
Sedangkan Aspek pencapapaian organisasi dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu: 1. Realisasi Belanja . Pencapaian yang dibandingkan dengan Anggaran yang disediakan.
Ketika pemerintah telah memiliki anggaran yang cukup namun dalam realisasinya tidak mampu menyerap seluruh anggaran berarti ada 2 kemungkinan. Kemungkinan
(5)
pertama terjadi efisiensi anggaran atau justru ada beberapa program yang tidak terlaksana.
2. Tren penggunaan Anggaran. Penggunaan anggaran yang baik adalah dengan memperhatikan kondisi organisasi dan lingkungan.
Jadi, antara anggaran yang dialokasikan harus sesuai dengan kinerja yang dihasilkan. Pemerintah harus mampu mengelola agar tujuan dari anggaran tersebut dapat terealisasi dan memberikan dampak/efek tehadap target group.
Tantangan dan Peluang Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja.
Penerapan sistem Anggaran berbasis Kinerja merupakan sebuah peluang bagi pemerintah namun disisi lain dapat menjadi tantangan. Hal itu dikarenakan dengan penerapan sistem anggaran berbasis kinerja berarti pemerintah daerah dapat menyusun arah, kebijakan dan program yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan kondisi lingkungan daerah tersebut. Namun disisi lain , pemerintah harus memiliki perhatian lebih khususnya dalam penampungan aspirasi masyarakat, skala prioritas yang harus tepat dan fungsi pengawasan yang lebih ketat.
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan belanja daerah adalah Analisa Standar Biaya (ASB). Alokasi belanja ke dalam aktivitas untuk menghasilkan output seringkali tanpa disertai alasan dan justifikasi yang kuat. ASB mendorong penetapan biaya dan pengalokasian anggaran kepada setiap aktivitas unit kerja menjadi lebih logis dan mendorong dicapainya efisiensi secara terus-menerus karena adanya pembandingan (benchmarking) biaya per unit setiap output dan diperoleh praktek-praktek terbaik (best practices) dalam desain aktivitas. Dalam rangka penyusunan analisis biaya diperlukan prosedur-prosedur yang dapat menjawab pertanyaan berikut :
1. Berapa biaya yang harus dibebankan pada suatu pelayanan sehingga dapat menutupi semua biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan pelayanan tersebut?
2. Apakah lebih efektif jika kita mengontrakkan pelayanan kepada pihak luar daripada melaksanakannya sendiri?
3. Jika kita meningkatkan/menurunkan volume pelayanan, apa pengaruhnya pada biaya yang akan kita keluarkan? Biaya apa yang akan berubah dan berapa banyak perubahannya?
4. Biaya pelayanan apa yang harus dibayar tahun ini bila dibanding dengan tahun selanjutnya?
Perhitungan ASB tidak dapat distandarisasi antara propinsi/kabupaten/kota dengan propinsi/kabupaten/kota lainnya karena standarisasi harga antara suatu tempat dengan tempat lainnya dapat berbeda. Misalnya harga obat di Jawa Barat dengan Papua sangat berbeda. Demikian juga, tarif perjalanan dinas, honor-honor dll dapat berbeda antara Jawa Barat dan Papua. Secara ringkas dari uraian tersebut di atas, pada dasarnya menjelaskan bahwa anggaran berbasis kinerja disusun harus ada keterkaitan tahapan secara menyeluruh. Oleh karena tidak dapat distandarisasikan tersebut maka hal itu bisa menjadi tantangan bagi pemerintah daerah sebab jika tidak dapat perhatian khusus maka hal ini bisa menjadi sumber terjadinya KKN.
Manfaat ASB diantaranya adalah 1. Dapat menentukan kewajaran biaya untuk melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan Tupoksinya 2. Meminimalasi terjadinya pengeluaran yang kurang jelas yang menyebabkan inefisiensi anggaran 3. Menghindari tumpang tindih (overlapping) antara pengeluaran rutin dan pembangunan. 4. Penentuan
(6)
anggaran berdasarkan tolok ukur kinerja yang jelas. 5. Unit kerja mendapat keleluasaan yang lebih besar untuk menentukan anggarannya sendiri.
Selain tantangan dalam analisa standar biaya , pemerintah daerah juga dihadapi dengan tantangan lainnya yaitu dalam proses untuk memperoleh informasi mengenai aspirasi dan kebutuhan masyarakat suatu daerah sebagai bahan masukan dalam proses penyusunan anggaran daerah guna menjamin agar arah dan kebijakan umum APBD sesuai dengan aspirasi murni (kebutuhan dan keinginan riil) masyarakat dan bukan aspirasi politik. Hal itu dilakukan dengan menggali informasi, mendeskripsikan, dan memaparkan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Pemerintah daerah seharusnya mempu merubah tantangan tersebut menjadi sebuah peluang untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal dari sistem anggaran berbasis kinerja tersebut.