Laki-laki dan Perempuan dalam Pandangan Islam

4. Laki-laki dan Perempuan dalam Pandangan Islam

Laki-laki dan perempuan di dalam ajaran Islam di pandang sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan berpasang-pasangan. Hal ini tentu berimplikasi pada seluruh tatanan kehidupan umat Islam dalam berbagai aspeknya. Sebagaimana kita ketahui bahwa laki-laki tidak mungkin hidup menyendiri selamanya tanpa seorang perempuan yang menjadi pasangan yang juga dalam saat yang sama sebagai rekan, mitra dan keluarga. Sejak semula keberadaanya di dunia ini manusia telah menyadari akan ketergantungannya terhadap pasangannya. Ketika Adam diciptakan, Allah SWT., juga menciptakan Hawa sebagai pasangan Adam yang dipahami berjenis kelamin laki-laki itu. Jadi, sejak semula penciptaan Hawa bukanlah sekedar kebetulan, akan tetapi Hawa Laki-laki dan perempuan di dalam ajaran Islam di pandang sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan berpasang-pasangan. Hal ini tentu berimplikasi pada seluruh tatanan kehidupan umat Islam dalam berbagai aspeknya. Sebagaimana kita ketahui bahwa laki-laki tidak mungkin hidup menyendiri selamanya tanpa seorang perempuan yang menjadi pasangan yang juga dalam saat yang sama sebagai rekan, mitra dan keluarga. Sejak semula keberadaanya di dunia ini manusia telah menyadari akan ketergantungannya terhadap pasangannya. Ketika Adam diciptakan, Allah SWT., juga menciptakan Hawa sebagai pasangan Adam yang dipahami berjenis kelamin laki-laki itu. Jadi, sejak semula penciptaan Hawa bukanlah sekedar kebetulan, akan tetapi Hawa

Yusuf Al-Qaradhawi (2000: 294) tentang hal ini menyatakan: Jika seluruh manusia baik laki-laki maupun perempuan itu diciptkan

oleh Rabb mereka dari jiwa yang satu (Adam), dan dari jiwa yang satu itulah Allah menciptakan isterinya agar keduanya saling menyempurnakan ‒ sebagaimana dijelaskan Al-Qur‟an‒kemudian dari satu keluarga itu Allah mengembangbiakkan laki-laki dan wanita yang banyak, yang kesemuanya adalah hamba-hamba bagi Allah Yang Esa, dan merupakan anak-anak dari satu bapak dan satu ibu, maka persaudaraanlah yang semestinya menyatukan mereka.

Jika demikian adanya, maka mustahil Islam menempatkan perempuan dalam posisi yang termarjinalkan sebagaimana dianggap atau bahkan dituduhkan oleh sementara orang tentang perlakuan Islam terhadap kaum perempuan.

Kaum modernis telah lama menentang pendapat bahwa pemisahan perempuan merupakan aspek penting dalam dimensi moral masyarakat Muslim. Bermula dari seruan Muhammad „Abduh untuk memperbaiki martabat perempuan Muslim melalui pembaharuan pendidikan dan hukum, cetak biru modernis tentang hak-hak perempuan Islam, pada akhirnya juga meliputi hak untuk bekerja, memilih, dan menjadi calon dalam pemilihan. Mereka berhak untuk berpartisipasi penuh dalam kehidupan publik ( Stowasser, 2001: 341) .

Di satu sisi, banyak sekali dalam buku-buku karangan pemikir- pemikir Islam klasik atau pengikutnya yang datang kemudian dianggap sangat

bias gender. Dalam arti memperlakukan kaum perempuan seolah-oleh mereka adalah warga masyarakat kelas dua. Hal ini tentu menjadi perdebatan yang tidak berkesudahan, dimana seperti disebutkan sebelumnya bahwa kaum modernis menghendaki adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Pada sisi yang berbeda para pemikir klasik justru dianggap dalam banyak hal ikut andil dalam mempertahankan bahkan mengukuhkan budaya patriarkhi. Namun perlu penulis terangkan bahwa anggapan masing-masing pihak terhadap pihak- pihak yang dianggap berlawanan tidaklah dapat dikatakan semuanya benar berdasarkan realitas sejarah maupun kehidupan masa kini. Bisa jadi apa yang selama ini menjadi bahan perdebatan panjang justru merupakan kesalahpahaman, atau karena masing-masing pihak menilai pihak lain dengan nilai ukuran diri sendiri, dari kemungkinan-kemungkinan itu maka tidak menutup kemungkinan bahwa keduanya dapat disatukan dalam sebuah kesepahaman universal. Memang tidak mudah memahami pihak lain apalagi jika sejak semula tidak mengakui dan menyadari akan eksistensi pihak lain. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya memahami diri sendiri, juga memahami kelompok dan pemikiran sendiri sebelum melangkah lebih jauh untuk mencoba memahami pihak lain. Oleh sebab itu penulis perlu mengemukakan pembahasan mengenai laki-laki dan perempuan dalam pandangan Islam.

Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran Discovery Learning menggunakan Metode One Minute Paper terhadap hasil belajar dan keterampilan proses SAINS peserta didik pada pokok bahasan momentum dan impuls - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 3 170

Teacher’s questioning patterns and student’sresponses in english classroom interaction of SDIT Alam IKM Al Muhajirin Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 80

Pembelajaran Tahfizh Al-Qur’an di Pondok Pesantren Raudhatul Jannah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pembelajaran Tahfizh Al-Qur’an di Pondok Pesantren Raudhatul Jannah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 89

Hubungan penggunaan media Talking Pen terhadap kemampuan membaca Al-Qur’an di kelas VIIA MTs Babussalam Kumai Kabupaten Kotawaringin Barat - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 98

Kegiatan Ma’had Al-Jami’ah Putri Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 5 152

Implementasi budaya toleransi beragama melalui pembelajaran pendidikan agama islam berbasis multikultural di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tewah - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 1 19

Implementasi budaya toleransi beragama melalui pembelajaran pendidikan agama islam berbasis multikultural di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tewah - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 220

Jual beli tanpa label harga perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam (Studi pada Rumah Makan di Kota Palangka Raya) - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 2 178

Korelasi hasil belajar mata pelajaran akidah akhlak dan perilaku siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kotawaringin Barat - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 129