DRY EYE BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 MENOPAUSE Definisi

21 PH air mata normal adalah berkisar 7.2, dengan osmolaritas sebesar 302 mOsmL, dan indeks refraksi sebesar 1,336. 12

2.3 DRY EYE

Istilah sindroma dry eye mewakili kelompok keadaan yang bermacam-macam dikarakterisasikan oleh adanya gejala-gejala ketidaknyamanan okular dan berhubungan dengan penurunan produksi airmata danatau abnormalitas penguapan airmata yang sangat cepat. Prevalensi sindroma dry eye meningkat dengan usia, mengenai sekitar 5 populasi dewasa selama dekade keempat kehidupan, meningkat hingga 10-15 pada dewasa diatas usia 65 tahun. Kebanyakan penelitian epidemiologis menunjukkan adanya prevalensi yang lebih tinggi pada wanita. Sampai saat ini, sindroma dry eye tampaknya timbul dengan prevalensi yang sama pada semua ras dan kelompok etnik. 12 Kerusakan pada permukaan okular merupakan akibat dari penurunan produksi akueus lapisan airmata aqueous tear deficiency, ATD atau penguapan airmata yang berlebihan evaporative tear dysfunction, ETD. 12 Universitas Sumatera Utara 22 Tabel 2. Klasifikasi Dry Eye Aqueous tear deficiency Non-Sjogren syndrome Kelainan-kelainan lakrimal primer atau sekunder Kelainan obstruktif lakrimal Refleks hiposekresi Lain-lain misal : neuromatosis multipel Sjogren syndrome Primer Sekunder Evaporative tear dysfunction Kelainan glandula meibom Disfungsi glandula meibom Peningkatan ukuran apertura palpebra Ketidaksesuaian kelopak mata bola mata Penggunaan lensa kontak Dikutip dari : American Academy of Ophthalmology: External Disease and Cornea in Basic and Clinical Science Course, Section 8, 2009-2010 Universitas Sumatera Utara 23 Tabel 3. Derajat Dry Eye DERAJAT DRY EYE 1 2 3 4 Rasa sakit, Keparahan, dan Frekuensi Ringan danatau Episodik, Terjadi dibawah stres lingkungan Episodik sedang atau kronis, Ada atau tidak ada stres lingkungan Berat Sering atau terus menerus tanpa stres lingkungan Berat dan melumpuhkan aktivitas, terus menerus Gejala visual Tidak ada atau ada kelelahan episodik ringan Mengganggu dan atau menghambat aktivitas secara episodik Mengganggu, menghambat aktivitas secara kronis dan atau terus menerus Terus menerus dan atau kemungkinan melumpuhkan aktivitas Kelopak mata kelenjar Meibom MGD dijumpai berubah- ubah MGD dijumpai berubah- ubah Sering ada Trikiasis, Keratinisasi, Simblefaron Injeksi konjungtiva Tidak ada sampai Ringan Tidak ada sampai Ringan +- +++ Pewarnaan Kornea Tidak ada sampai Ringan Bervariasi Jelas di sentral Erosi pungtata berat Pewarnaan Konjungtiva Tidak ada sampai Ringan Bervariasi Sedang sampai Jelas Jelas Tanda pada kornea airmata Tidak ada sampai Ringan Debris ringan, penurunan meniskus Keratitis filamen, gumpalan mukus, peningkatan debris airmata Keratitis filamen, gumpalan mukus,peningkatan debris airmata, ulserasi TFBUT detik Bervariasi ≤10 ≤5 Segera tampak Tes Schirmer tanpa anastesi mm 5 menit Bervariasi ≤10 ≤5 ≤2 Terapi yang direkomendasikan Edukasi pasien, Modifikasi asupan makanan dan terapi kelopak mata, Air mata buatan gel, Kontrol lingkungan Penambahan anti inflamasi, Tetrasiklin, Sumbat pungtum, Moisture chamber spectacles Penambahan autologus serum , lensa kontak bandage atau rigid dengan diameter besar, Oklusi pungtum permanen Penambahan anti inflamasi sistemik, Intervensi bedah Dikutip dari : Nichols K, Foulks G, The New Dry Eye : A Global Perspective, Lippincott CME Institute. Available at : http:www.visioncareeducation.comno-feececourse6.asp Universitas Sumatera Utara 24 Faktor Resiko 14 Besar Wanita Usia tua Blefaritis meibomianitis Kelainan-kelainan jaringan ikat Defisiensi vitamin A Status Androgen Haematopoietic stem cell transplantation Laser in situ keratomileusis LASIK Lensa kontak Diabetes melitus Obat-obatan sistemik Obat tetes mata berbahan pengawet Sarkoidosis Penyakit Parkinson Kecil Hepatitis C HIV Faktor lingkungan Faktor pekerjaan Universitas Sumatera Utara 25 Pemeriksaan Khusus • Tear film break-up time 12,15 Tear film break up time BUT adalah indeks dari stabilitas lapisan airmata pre korneal. Diukur sebagai berikut : a. Fluorescein diteteskan pada forniks inferior b. Pasien diinstruksikan untuk berkedip beberapa kali kemudian berhenti c. Lapisan airmata diperiksa dengan cahaya yang luas dan cobalt blue filter. Setelah interval beberapa waktu, titik-titik atau garis-garis hitam yang mengindikasikan daerah dry eye akan timbul. BUT merupakan interval antara kedipan terakhir dengan munculnya dry spot pertama yang terdistribusi secara acak. BUT yang kurang dari 10 detik adalah abnormal. • Rose bengal 15 Pewarnaan ini memiliki afinitas terhadap sel epitel yang telah mati dan mukus. Rose bengal mewarnai konjungtiva bulbi yang terpapar, menghasilkan pola pewarnaan yang khas dari dua buah segitiga dengan dasarnya di limbus. Filamen-filamen dan plak pada kornea juga tampak lebih jelas dengan pewarnaan ini. Satu kekurangan dari pewarnaan dengan rose bengal ini adalah dapat menyebabkan iritasi okular yang dapat bertahan selama satu hari, khususnya pada Universitas Sumatera Utara 26 dry eye yang berat. Untuk meminimalisasi iritasi yang dapat terjadi diberikan hanya satu tetes kecil saja, namun penggunaan anastesi topikal tidak diberikan oleh karena dapat memberikan hasil positif palsu. • Tes Schirmer 12 Produksi lapisan akuos airmata dapat dilakukan dengan berbagai macam cara Tabel 4. Tes Schirmer dilakukan dengan meletakkan kertas strip tipis pada kuldesak inferior. Jumlah pembasahan dapat diukur untuk mengetahui jumlah produksi akuos. Terdapat berbagai macam cara melakukan tes Schirmer. Tes sekresi basal Basal secretion test dilakukan setelah diteteskan anastetik topikal. Kertas strip tipis lebar 5 mm, panjang 35 mm diletakkan pada pertemuan antara pertengahan dan 13 lateral palpebra inferior untuk meminimalisasi iritasi pada kornea selama tes berlangsung. Tes ini dapat dilakukan dengan mata tertutup ataupun terbuka, meskipun beberapa ahli merekomendasikan dengan mata yang tertutup untuk membatasi efek dari berkedip. Meskipun pengukuran normal cukup bervariasi, pemeriksaan yang telah diulang dengan hasil pembasahan ‹ 5 mm dengan anastesi, dapat merupakan sugesti yang besar terhadap defisiensi lapisan akuos, sedangkan 5-10 mm masih meragukan. Tes Schirmer I, dimana cara pemeriksaannya serupa dengan tes sekresi basal namun dilakukan tanpa anastetik topikal, mengukur keduanya baik basal sekresi dan refleks sekresi dikombinasikan. Pembasahan ‹ 10 mm setelah 5 menit merupakan diagnostik untuk defisiensi lapisan akuos. Universitas Sumatera Utara 27 Tes Schirmer II yang mengukur refleks sekresi, dilakukan dengan cara yang serupa tanpa anastetik topikal. Namun setelah kertas filter diletakkan pada forniks inferior, aplikator dengan ujung kapas digunakan untuk mengiritasi mukosa nasal. Pembasahan ‹ 15 mm setelah 5 menit konsisten dengan adanya defek pada refleks sekresi. Tabel 4. Pemeriksaan Produksi Airmata Pemeriksaan Anastetik topikal Waktu Stimulasi nasal Nilai normal Basal sekresi airmata + 5 menit - ≥ 10 mm Schirmer I - 5 menit - ≥ 10 mm Schirmer II - 5 menit + ≥ 15 mm Dikutip dari : American Academy of Ophthalmology: External Disease and Cornea in Basic and Clinical Science Course, Section 8, 2009-2010 • Tear meniscus 12 Dilakukan dengan inspeksi tinggi tear meniscus antara bola mata dengan kelopak mata bawah normal tingginya adalah 1,0 mm dan konveks. Tear meniscus 0,3 mm atau kurang dianggap abnormal. Aqueous Tear Deficiency ATD Temuan yang khususnya mengindikasikan adanya ATD termasuk, dari definisi, penurunan produksi lapisan akueus airmata yang diukur dengan tes Schirmer. Sebagai tambahan, pola paparan yang khas dari pewarnaan konjungtiva danatau kornea dengan Universitas Sumatera Utara 28 lissamine green atau rose bengal, pewarnaan kornea dengan fluorescein, dan filamentary keratopathy mendukung diagnosis ATD. 12 Gejala Klinis Spektrum dari defisiensi lapisan akueus berkisar dari iritasi ringan dengan kelainan permukaan okular yang minimal hingga iritasi berat, kadang-kadang berhubungan dengan komplikasi kornea yang mengancam penglihatan. Stadium lanjut dapat terjadi kalsifikasi kornea, terutama berhubungan dengan obat-obat tetes mata tertentu khususnya obat-obatan antiglaukoma; band keratopathy; serta keratinisasi kornea dan konjungtiva. 12 Gejala-gejalanya cenderung memburuk menjelang penghujung siang, dengan penggunaan mata yang berlangsung sangat lama, atau dengan paparan terhadap lingkungan yang ekstrem. Sensasi benda asing merupakan gejala yang sering berhubungan dengan keratopati epitelial pungtata. Keluhan-keluhan yang berhubungan termasuk rasa panas, sensasi kering, fotofobia, dan penglihatan kabur. 11 Gejala-gejala lain yang juga sering dilaporkan adalah mata yang berat atau lelah, rasa sakit, berkedip lebih sering, sekret mukus berlebihan dan intoleransi terhadap aliran udara atau lingkungan yang kering. Pasien dengan defisiensi lapisan akueus cenderung mengalami gejala iritasi yang memburuk di malam hari, sementara pasien yang menderita meibomian gland disease dan pembersihan lapisan airmata yang terlambat cenderung mengalami gejala- gejala yang memberat ketika bangun tidur pagi hari. 16 Universitas Sumatera Utara 29 Tanda-tanda dari dry eye termasuk dilatasi pembuluh darah konjungtiva bulbi, lipatan-lipatan konjungtiva, penurunan tear meniscus, permukaan kornea yang ireguler, dan peningkatan debris didalam lapisan airmata. Keratopati epitelial, bisa tipis dan granular, kasar, atau menyatu dapat dilihat dengan lebih jelas setelah diteteskan lissamine green, rose bengal atau fluorescein . Fluorescein mewarnai erosi epitel dan membrana basalis yang terpapar dan bisa menghasilkan pewarnaan granular yang halus ataupun kasar pada kornea bagian sentral atau inferior. Dalam mengevaluasi pasien-pasien dry eye terutama yang lebih bermanfaat adalah pewarnaan dengan rose bengal 1 atau lissamine green . Dahulu, rose bengal dianggap hanya mewarnai sel-sel yang mati dan mukus. Belum lama ini telah ditunjukkan bahwa rose bengal juga dapat mewarnai sel-sel epitel yang tidak dilindungi secara adekuat oleh lapisan musin. Pewarnaan rose bengal dan lissamine green dapat lebih sensitif dibandingkan fluorescein dalam menunjukkan kasus- kasus dini atau ringan dari keratokonjungtivitis sika; pewarnaannya dapat terlihat pada limbus nasal dan temporal danatau kornea parasentral inferior exposure staining. Dapat juga lebih menonjol sepanjang kornea inferior dan konjungtiva inferior linear staining, seperti yang terlihat pada meibomian gland disease MGD. Lissamine green mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan rose bengal yaitu tidak mewarnai epitel konjungtiva yang sehat, jauh lebih kurang mengiritasi, dan tidak menghambat pertumbuhan viral seperti rose bengal. 12 Pada stadium dry eye yang lebih berat dapat dijumpai adanya filamen dan mukus plak. Penipisan kornea marginal atau parasentral dan bahkan perforasi dapat terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. 12 Universitas Sumatera Utara 30 Terapi Pemilihan terapi untuk pasien-pasien dry eye sangat bergantung pada berat penyakitnya tabel 5. Tabel 5. Rekomendasi terapi untuk Dry Eye Tingkat Keparahan Pilihan terapi Ringan Sedang Berat - Airmata buatan dengan pengawet hingga 4 x per hari - Salep lubrikasi sebelum tidur - Kompres hangat masase kelopak mata - Airmata buatan tanpa pengawet 4 x per hari hingga setiap jam sekali - Salep lubrikasi sebelum tidur - Anti-inflamasi topikal siklosporin A 0,05,2xsehari - Oklusi reversibel, pungtum lakrimalis bawah - Semua yang diatas - Oklusi pungtum bawah dan atas - Serum tetes topikal 20 4-6 x sehari - Steroid topikal tanpa pengawet jika tersedia - Melembabkan lingkungan - Tarsorafi lateral dan medial - Lensa kontak jarang Dikutip dari : American Academy of Ophthalmology: External Disease and Cornea in Basic and Clinical Science Course, Section 8, 2009-2010 ATD pada Non-Sjogren syndrome dapat diakibatkan oleh kelainan-kelainan pada kelenjar lakrimal, obstruksi kelenjar lakrimal, atau refleks hiposekresi. Kelainan-kelainan lakrimal dapat primer, disebabkan oleh kondisi kongenital seperti Riley-Day syndrome; alakrima kongenital, atau tidak adanya kelenjar lakrimal; anhidrotic ectodermal Universitas Sumatera Utara 22 dysplasia ; Adie syndrome; dan disfungsi otonom idiopatik Shy-Drager syndrome. Penyebab sekunder dari kelainan-kelainan lakrimal termasuk sarkoidosis, chronic graft- vs-host disease , HIV, xerophthalmia, dan ablasi operatif dari kelenjar lakrimal. Obstruksi dari aliran keluar lakrimal dapat disebabkan oleh konjungtivitis sikatrikal berat trakoma, erythema multiforme , trauma kemis, dan cicatricial pemphigoid, dimana duktus ekskretorius lakrimal yang terdapat pada forniks konjungtiva superior terganggu. 12 Penurunan sekresi lakrimal dapat terjadi sebagai akibat dari adanya gangguan pada cabang aferen atau eferen dari arkus refleks. Gangguan dari cabang aferen refleks arkus dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit akibat virus contoh : herpes simpleks [HSV], varisella-zoster [VZV], penggunaan lensa kontak, neuropati perifer contoh : diabetes, Bell’s palsy, gangguan akibat tindakan operatif contoh : laser insitu keratomileusis [LASIK], keratektomi fotorefraktif [PRK], penetrating keratoplasty [PK], ekstraksi katarak ekstrakapsular [ECCE], dan proses penuaan. Penurunan sensasi kornea setelah tindakan PRK atau LASIK sering mengakibatkan gejala-gejala dry eye yang bertahan selama beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya membaik setelah terjadinya perbaikan sensitivitas normal kornea. Cabang eferen dari arkus refleks dapat dipengaruhi oleh berbagai macam obat-obatan antikolinergik sistemik. 12 Evaporative Tear Dysfunction Peningkatan penguapan lapisan airmata paling sering disebabkan oleh MGD namun dapat juga disebabkan oleh kelainan-kelainan pada kelenjar meibom, aposisi kelopak mata pada permukaan okular yang kurang baik, peningkatan apertura palpebra, dan penggunaan lensa kontak. Gejala-gejalanya terdiri dari rasa terbakar, sensasi benda Universitas Sumatera Utara 23 asing, kemerahan pada palpebra dan konjungtiva, penglihatan berkabut dan kalazion berulang. Tanda-tanda dari ETD adalah termasuk penurunan tear break up time, MGD, produksi lapisan akueus yang abnormal, dan pewarnaan konjungtiva dan kornea inferior serta margin kelopak mata dengan rose bengal lissamine green dengan pola linear yang khas. 12

2.4 HUBUNGAN MENOPAUSE DAN DRY EYE