Solar Pencampuran Biodiesel dengan Solar

mengandung asam lemak unik bergugus siklopropenoid yaitu sekitar 10 berat minyak biji kapuk. Gugus siklopropenoid ini sangat aktif secara biologis sehingga tidak dianjurkan untuk menggunakan minyak kapuk sebagai bahan pangan. Asam siklopropenoid yang utama adalah asam malvalat dan sterkulat, yang dapat menyebabkan kemandulan dan gangguan fisiologis pada metabolisme asam lemak, termasuk pembekakan hati dan kantung empedu Budiarso, 2004. Gambar 2.3. Struktur Asam Siklopropenoid

2. Solar

Solar atau bahan bakar diesel adalah fraksi minyak bumi yang mendidih pada suhu 200- 340 o C. Indonesia saat ini memproduksi dua macam solar, yaitu: a. High Speed Diesel Fuel HSDF HSDF merupakan fraksi yang paling ringan dan tingkat penguapannya lebih tinggi dari seluruh jenis bahan bakar diesel dan digunakan untuk motor diesel putaran tinggi di atas 1000 rpm. Biasanya digunakan untuk kendaraan seperti truk dan bus Djainudin, 2001. b. Industrial Diesel Oil IDO 7 IDO merupakan bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin- mesin industri Djainudin, 2001. Solar merupakan bahan bakar yang berasal dari olahan minyak bumi yang terdiri dari campuran berbagai macam senyawa hidrokarbon seperti parafin, naftalena, olefin dan aromatis Tjokrowisastro, 2006. Adapun spesifikasi solar menurut Surat Keputusan Dirjen Migas 3675 K24DJM2006 tanggal 17 Maret 2006 disajikan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Spesifikasi Solar Menurut Surat Keputusan Dirjen Migas 3675 K24DJM2006 No. Karakteristik Unit Solar Metode uji HSDF IDO 1. 2. 3. 4. 5. 6. Indeks Setana Berat Jenis 15 C Viskositas 40 C Flash point Pour point Nilai Kalor kgL cSt °C °C BTUl b Min. 45 0,815-0,870 2,0-5,0 Min. 60 Mak.18 Min. 16.928 Min. 45 0,840-0,920 5,0-5,8 Min. 60 Mak. 18 Min. 16.928 D-613 D-1298 D-445 D-93 D-97 D-240 Pertamina, 2007

3. Biodiesel

Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika selatan sebelum perang dunia II sebagai bahan bakar kendaraan berat. Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel. Minyak yang didapatkan langsung dari pengempaan biji sumber minyak oilseed, kemudian disaring dan dikeringkan untuk mengurangi kadar air disebut sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak mentah diproses lebih lanjut untuk menghilangkan kadar fosfor dengan cara degumming dan asam lemak bebas dengan netralisasi. Minyak lemak 8 mentah hasil degumming dan netralisasi biasanya disebut dengan SVO Straight Vegetable Oil. SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar. Penggunaan SVO secara langsung di dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi atau tambahan peralatan khusus pada mesin, misalnya penambahan pemanas sebelum sistem pompa dan injektor untuk menurunkan harga viskositas bahan bakar. Viskositas yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang. Pemanasan bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi merupakan satu solusi yang paling dominan untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul pada penggunaan SVO secara langsung pada mesin diesel, sehingga diperlukan proses kimia agar menghasilkan FAME fatty acid methyl ester yang memiliki massa molekul lebih kecil dan viskositas setara dengan solar dan bisa langsung digunakan dalam mesin diesel. Biodiesel umumnya diproduksi dari SVO menggunakan proses esterifikasi dan transesterifikasi. Kedua proses tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Proses Esterifikasi Esterifikasi adalah reaksi antara asam lemak dengan alkohol yang menggunakan katalis asam untuk menghasilkan ester dan produk samping berupa air. Katalis asam yang sering digunakan adalah asam sulfat H 2 SO 4 . Asam dapat mempercepat reaksi dengan memberikan proton golongan alkoksi, oleh karena itu membuat reaksi menjadi 9 lebih reaktif. Esterifikasi ini bertujuan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga 2 Ramadhas, 2004. Reaksi esterifikasi secara umum adalah sebagai berikut: RCOOH + R’OH → RCOOR’ + H 2 O As. lemak alkohol ester air b. Proses Transesterifikasi Transesterifikasi adalah ester yang bereaksi dengan alkohol lain dalam kondisi asam atau basa untuk membentuk ester baru. Reaksinya sebagai berikut: H + atau R O R- C - OR + R OH O R- C - OR + R OH O Wingrove, 1981 Reaksi transesterifikasi dilakukan dengan penambahan katalis asam atau basa. Asam dapat mempercepat reaksi dengan memberikan proton ke golongan alkoksi, oleh karena itu membuat reaksi tersebut lebih reaktif. Demikian juga basa dapat mengkatalis reaksi dengan memindahkan kembali proton dari alkohol, jadi reaksi tersebut lebih reaktif Susilo, 2006. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan dengan kalor reaksi yang kecil. Penggeseran reaksi ke arah kanan biasanya dilakukan dengan menggunakan alkohol berlebih. Alkohol akan bereaksi dengan ester dan akan menghasilkan ester baru. Reaksi transesterifikasi sering dilakukan dengan menggunakan katalis basa karena menghasilkan laju reaksi yang lebih tinggi daripada katalis asam. Katalis yang biasa digunakan adalah basa hidroksida seperti KOH dan NaOH. Katalis yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah KOH karena bersifat lebih kuat dan 10 waktu yang diperlukan 1,4 kali lebih cepat dibandingkan penggunaan NaOH Susilo, 2006. Se cara umum, reaksi transesterifikasi dapat ditulis sebagai berikut: Rahayu, 2005 Biodiesel tergolong bahan bakar yang dapat diperbaharui karena diproduksi dari hasil pertanian, seperti: jarak pagar, kelapa, kapuk, kapas, kacang tanah. Biodiesel juga dapat dihasilkan dari lemak hewan dan minyak ikan. Penggunaan biodiesel cukup sederhana, dapat terurai biodegradable, tidak beracun dan pada dasarnya bebas kandungan belerang sulfur. Keuntungan lain dari biodiesel antara lain : 1 Tidak memerlukan modifikasi mesin diesel yang telah ada. 2 Kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi solar 3 Memiliki flash point yang tinggi, yaitu sekitar 200 o C, sedangkan solar hanya 60 o C, sehingga lebih mudah penyimpanannya. Karakteristik biodiesel dapat dilihat dari beberapa parameter antara lain: 11

a. Densitas

Densitas menunjukkan perbandingan massa per satuan volume. Densitas berkaitan dengan nilai kalor yang dihasilkan oleh mesin diesel per satuan volume bahan bakar. Jika biodiesel mempunyai massa jenis melebihi ketentuan maka akan terjadi reaksi tidak sempurna pada konversi minyak nabati. Biodiesel dengan mutu seperti ini akan meningkatkan keausan mesin, emisi dan menyebabkan kerusakan mesin. Pengukuran densitas minyak perlu dilakukan karena berhubungan dengan kemampuan bakar minyak. Minyak dengan densitas tinggi memiliki kemampuan bakar yang rendah. Hal ini dikarenakan minyak tersusun lebih banyak karbon daripada hidrogen. Karbon mempunyai berat molekul yang lebih besar dan kemampuan bakar yang lebih rendah daripada hidrogen Agustina, 2003.

b. Viskositas

Viskositas adalah tahanan fluida yang dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi. Biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar dapat mudah mengalir dan teratomisasi, hal ini dikarenakan putaran mesin yang cepat membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula, namun tetap ada batasan minimum karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah terjadinya keausan karena gerakan piston yang cepat. Akan tetapi bahan bakar yang viskositasnya terlalu rendah akan memberikan pelumasan yang buruk dan akan 12 memproduksi spray yang terlalu halus sehingga tidak dapat masuk lebih jauh kedalam silinder pembakaran, menyebabkan pembentukan jelaga dan kebocoran pada pompa. Viskositas yang terlalu tinggi akan menyebabkan asap yang kotor karena bahan bakar lambat mengalir dan lebih sulit teratominasi. Atomisasi bahan bakar yang memiliki viskositas tinggi akan membentuk tetesan besar dengan momentum tinggi dan memiliki kecenderungan untuk bertumbukkan dengan dinding silinder yang relatif lebih dingin, hal ini menyebabkan pemadaman flame sehingga mesin sulit di starting dan peningkatan emisi Prihandana, 2006.

c. Pour Point Titik Tuang

Pour point adalah temperatur terendah yang masih memungkinkan terjadinya aliran bahan bakar. Pour point yang terlalu tinggi mengakibatkan bahan bakar tidak bisa mengalir karena terbentuk kristal atau gel yang menyumbat aliran bahan bakar. Pada umumnya permasalahan pada aliran bahan bakar terjadi pada saat keberadaan kristal mulai mengganggu proses filtrasi bahan bakar. Pada umumnya, pour point biodiesel lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Hal ini bisa menimbulkan masalah pada penggunaan biodiesel, terutama di negara- negara yang mengalami musim dingin. Untuk mengatasi hal ini, biasanya ditambahkan aditif tertentu pada biodiesel untuk mencegah penggumpalan kristal- kristal yang terbentuk dalam biodiesel pada temperatur rendah. Selain menggunakan aditif, bisa juga dilakukan pencampuran antara biodiesel dan solar. Pencampuran blending antara biodiesel dan solar terbukti dapat menurunkan pour point bahan bakar Kovouras, 2006. 13

d. Flash Point Titik Nyala

Flash point adalah temperatur terendah yang menyebabkan bahan bakar dapat menyala atau terbakar oleh udara sekelilingnya yang disertai kilatan cahaya. Penentuan titik nyala ini berkaitan dengan keamanan dalam penyimpanan. Jika nilai flash point rendah akan menyebabkan timbulnya denotasi yaitu ledakan-ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan. Flash point yang tinggi mengakibatkan keterlambatan penyalaan sehingga bahan bakar sukar terbakar dan mesin menjadi sulit dinyalakan Prihandana, 2006.

e. Indeks Setana

Indeks setana berkorelasi dengan kecepatan bahan bakar mesin diesel yang diinjeksikan ke ruang bakar dapat terbakar secara spontan. Semakin cepat suatu bahan bakar mesin diesel terbakar setelah diinjeksikan ke dalam ruang bakar maka semakin tinggi indeks setana bahan bakar tersebut Skala untuk indeks setana menggunakan referensi berupa campuran antara normal setana C 16 H 34 dan α - methyl naphtalene C 10 H 7 CH 3 . Indeks setana suatu bahan bakar didefinisikan sebagai persentase volume dari normal setana dalam campuran tersebut. Indeks setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah. Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai indeks setana tinggi dapat mencegah terjadinya detonasi dan knocking karena ketika bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder pembakaran, bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak terakumulasi. Jika 14 indeks setana terlalu rendah akan mengakibatkan mesin sukar dinyalakan dan operasi mesin menjadi kasar dan bising.

f. Nilai Kalor

Nilai kalor bahan bakar merupakan jumlah energi maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui reaksi pembakaran sempurna per satuan massa atau volume bahan bakar. Dalam proses pembakaran bahan bakar akan diperoleh suhu yang tinggi. Perbedaan suhu yang terjadi antara titik proses pembakaran dengan lingkungan sekitar menyebabkan perpindahan energi yang berupa kalor. Jumlah kalor dapat diukur dengan alat kalorimeter bom. Kalorimeter bom dapat digunakan untuk menentukan nilai kalor bahan bakar cair. Kalorimeter bom menggunakan oksigen sebagai pengoksidasi. Prinsip kerjanya adalah pembakaran bahan bakar cair secara sempurna didalamnya dengan pemberian oksigen secara berlebih. Nilai kalor dari pembacaan kalorimeter dinyatakan sebagai Qv. Qv yang diperoleh melalui kalorimeter dilakukan pada volume konstan. Pada hukum termodinamika I : ΔE=Qv−W ......................................................... 1 W= p. ΔV .............................................................. 2 Berdasar persamaan 1 dan 2 maka diperoleh persamaan: ΔE=Qv− p . ΔV ................................................. 3 Karena dilakukan pada V tetap, maka ΔV = 0, sehingga: Qv=ΔE ................................................................ 4 15 Keterangan : Qv = kalor yang diterima pada V tetap joule ΔE = perubahan energi dalam yang terjadi joule W = kerja yang dilakukan joule Dari persamaan 4 dapat disimpulkan bahwa kalor yang dibebaskan pada volume tetap sama dengan energi yang dibebaskan dari bahan bakar Atkins, 1990.

4. Pencampuran Biodiesel dengan Solar

Melihat dari sifat biodiesel yang memiliki viskositas lebih tinggi dibandingkan minyak solar maka pemakaian biodiesel murni secara langsung pada mesin diesel akan menemui berbagai kesulitan karena diperlukan banyak modifikasi pada mesin. Viskositas tinggi akan membuat bahan bakar teratomisasi menjadi tetesan yang lebih besar dan memiliki kecenderungan bertumbukan dengan dinding silinder yang relatif lebih dingin. Hal ini menyebabkan pemadaman flame dan peningkatan deposit, penetrasi semprot bahan bakar, dan emisi mesin. Salah satu cara untuk menurunkan viskositas biodiesel adalah mencampurnya dengan minyak solar. Campuran biodiesel dengan solar dapat ditulis sebagai Bxx, dimana xx menyatakan persen komposisi biodiesel dalam total campuran tersebut, misalnya B10, B20 atau B100 yang berarti campuran biodiesel dan minyak solar yang masing-masing mengandung 10, 20, dan 100 biodiesel. Hasil pencampuran biodiesel dengan solar harus memenuhi standar bahan bakar solar dari pertamina. Di Indonesia sekarang ini mulai mengembangkan biodiesel minyak biji jarak dan minyak kelapa sebagai campuran bahan bakar solar. Komposisi campuran terbaik biodiesel 16 dengan solar untuk minyak jarak dari penelitian Rahayu, 2005 adalah B20 sedangkan menurut Darmanto, 2006 untuk minyak kelapa komposisi campuran terbaik biodiesel dengan solar adalah B15. Biodiesel minyak kapuk yang dihasilkan dari penelitihan pendahuluan juga akan dijadikan sebagai campuran bahan bakar solar, untuk mengetahui komposisi terbaik campuran perlu dilakukan penelitian, mengingat asam lemak penyusun minyak biji jarak dan kelapa berbeda dengan biji kapuk. Komposisi asam lemak minyak jarak, minyak kelapa dan minyak kapuk disajikan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Komposisi Asam Lemak Minyak Jarak, Kelapa dan Kapuk Asam lemak Asam Lemak Minyak Jarak Minyak Kelapa Minyak Kapuk Asam miristat 0 – 0,1 13,2 – 19,0 - Asam palmitat 14,1 – 15,3 - 10,5 – 10,8 Asam stearat 3,7 – 9,8 1,0 – 3,0 4,9 – 8,6 Asam arachidat 0 – 0,3 - 1 Asam bahemat 0 – 0,2 - - Asam palmitoleat 0 – 1,3 0 – 1,3 - Asam oleat 34,3 – 45,8 5,0 – 8,0 46,1 – 56,6 Asam linoleat 29,0 – 44,2 1,5 – 2,5 22,7 – 34,6 Asam linolenat 0 – 0,3 - - Asam laurat - 44,0 – 52,0 - Asam kaproat - 0,0 – 0,8 - Asam kaprilat - 5,5 – 9,5 - Asam kaprat - 4,5 – 9,5 - Tahar, 2003 Asam lemak penyusun minyak jarak yang terbesar adalah asam oleat dan linoleat sedangkan untuk minyak kelapa adalah asam laurat. Berat molekul asam oleat 282 gmol dan linoleat 280 gmol lebih besar daripada asam laurat 204 gmol sehingga viskositas dan densitas biodiesel yang dihasilkan oleh minyak jarak lebih besar jika dibandingkan dengan minyak kelapa. Minyak jarak mempunyai viskositas dan densitas sebesar 4,8 cSt dan 0,879 kgL sedangkan minyak kelapa sebesar 2,7 cSt dan 0,872 kgL Tahar, 2003. 17 Asam lemak penyusun minyak biji kapuk yang terbesar adalah asam oleat sama seperti minyak jarak tetapi persentasinya lebih besar, untuk mengetahui komposisi terbaik pada campuran biodiesel minyak biji kapuk dengan solar perlu dilakukan penelitian.

5. Penelitian yang Relevan