Permasalahan Mud Crab’s (Scylla serrata Forskal 1775) Response to Different Decaying Level of Gold Snail (Pomacea canaliculata Lamarck 1822) Bait.

Hill 1979 menyatakan bahwa kepiting bakau mencari lokasi mangsa dengan kemoresepsi dan dactyls pada kaki-kaki jalannya. Mangsa utamanya adalah bivalvia dan kepiting-kepiting kecil. Menurut Pagcatipunan 1972; Hill 1976; Hutching dan Sesanger 1987 dalam Mulya 2000, kepiting bakau dewasa juga pemakan organisme benthos dan organisme yang bergerak lambat seperti bivalvia, kepiting kecil, kumang, cacing, dan jenis-jenis gastropoda dan krustasea. Selain itu kepiting bakau yang hidup di sekitar hutan bakau juga memakan akar-akar pohon bakau pneumatophore. Perairan di sekitar hutan bakau sangat cocok untuk kehidupan kepiting bakau karena sumber makanannya seperti benthos dan serasah cukup tersedia Hill 1976 dalam Mulya 2000. Pendapat ini didukung Moosa et al. 1985 yang menyatakan kepiting bakau merupakan organisme bentik pemakan serasah dimana habitatnya adalah perairan intertidal dekat hutan bakau yang bersubstrat lumpur. Di alam biasanya kepiting bakau yang lebih besar akan menyerang kepiting yang lebih kecil dan melumpuhkannya dengan merusak umbai-umbai kemudian merusak karapas menjadi potongan-potongan, selanjutnya mengambil bagian- bagian yang lunak dari mangsanya untuk dimakan. Tangan dan capit kepiting yang besar memungkinkannya untuk menyerang musuh dengan ganas atau merobek makanannya. Sobekan-sobekan makanan tersebut dibawa ke mulut dengan menggunakan kedua capitnya Arriola 1940 dalam Moosa et al. 1985. Waktu makan kepiting bakau tidak beraturan, tetapi pada malam hari lebih aktif dibandingkan siang hari sehingga kepiting bakau digolongkan sebagai hewan nokturnal yang aktif pada malam hari. Dalam hasil penelitian Almada 2001, dijelaskan bahwa waktu makan kepiting bakau cenderung pada malam hari yaitu sekitar pukul 18.00 – 06.00 WIB. Waktu makan yang dominan yaitu pada selang waktu 18.00 – 24.00 WIB, yang diindikasikan dengan persentase berat pakan yang dikonsumsi pada selang waktu tersebut. Kebiasaan makan ini selanjutnya telah banyak diadopsi untuk menentukan jenis pakan dalam usaha budidaya kepiting bakau. Sivasubramaniam dan Angell, 1992, menyatakan di India umpan yang banyak diberikan adalah keong, cerithidia, dan ikan rucah. Pakan buatan justru tidak digunakan. Di Bangladesh, umpan yang digunakan adalah potongan daging ikan hiu, ikan pari, belut, dan ikan rucah Khan dan Alam 1992. Secara konvensional pakan yang dipakai untuk budi daya kepiting bakau pada umumnya adalah ikan rucah, kerang-kerangan, dan limbah dari pabrik pengolahan ikan Chalyakam dan Parnichsula 1978; Lijauco et al. 1980; Bensam 1986; Marichamy et al. 1986 dalam Cheong et al. 1992.

2.3 Daur Hidup Kepiting Bakau

Kepiting bakau dalam menjalani kehidupannya beruaya dari perairan pantai ke laut, kemudian induk dan anak-anaknya akan berusaha kembali ke perairan pantai, muara sungai, atau perairan berhutan bakau untuk berlindung, mencari makanan, atau membesarkan diri. Kepiting bakau yang telah siap melakukan perkawinan akan memasuki perairan bakau atau tambak. Setelah perkawinan berlangsung, secara perlahan-lahan kepiting betina yang telah melakukan perkawinan ini akan beruaya ke perairan bakau atau tambak ke tepi pantai dan selanjutnya ke tengah laut untuk memijah. Kepiting jantan yang telah melakukan perkawinan atau telah dewasa berada di perairan bakau, di tambak atau sela-sela bakau atau paling jauh di sekitar perairan pantai yaitu pada bagian- bagian yang berlumpur yang organisme makanannya berlimpah Kasry 1996. Kepiting betina yang telah beruaya ke perairan laut akan berusaha mencari perairan yang kondisinya cocok untuk melakukan pemijahan, khususnya terhadap suhu dan salinitas air laut. Setelah telur menetas maka akan muncul larva tingkat I zoea I yang akan terus menerus berganti kulit, kemudian terbawa arus ke perairan pantai hingga mencapai tingkat zoea V setelah lima kali berganti kulit. Proses tersebut membutuhkan waktu minimal 18 hari. Setelah itu, zoea V akan mengalami pergantian kulit lagi menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa tetapi masih memiliki bagian ekor yang panjang. Pada tingkat megalopa, kepiting bakau akan beruaya pada dasar perairan berlumpur menuju pantai, dan umumnya pertama kali memasuki perairan muara sungai, kemudian ke perairan berhutan bakau untuk kembali melakukan perkawinan.