STUDI KOMPARASI LEMBAGA PENYIDIK PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN SISTEM HUKUM PIDANA HONGKONG

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan
lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di
Negara-negara lain. Pemberantasan korupsi di Indonesia telah berjalan cukup
lama. Berbagai upaya dilakukan terhadap para pejabat publik atau penyelenggara
Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk
mewujudkan Negara yang bersih serta bebas dari korupsi. Seperti halnya korupsi
bagi Hongkong yang harus diberantas sampai ke akar-akarnya.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam
Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 6 jo. Pasal 10, merumuskan yang dimaksud dengan
penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat yaitu
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (POLRI) yang terbagi menjadi Pejabat
penyidik penuh dan pejabat penyidik pembantu, serta Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Namun, dalam
hal tertentu berdasarkan Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo. Pasal 30 ayat (1) huruf d
Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, jaksa
juga memiliki kewenangan sebagai penyidik terhadap perkara / tindak pidana
khusus, seperti perkara Hak Asasi Manusia dan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu
berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) disebutkan bahwa

1

2

“penyidik adalah penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat
dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”.
Kewenangan penyidik dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP yaitu:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya

dengan pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Pasal 14 ayat
(1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, yaitu: “…melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
semua tindak tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan lainnya”. Dalam pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, di bidang pidana
kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana tertentu bersadarkan undang-undang. Berdasarkan pasal 6 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, KPK memiliki tugas:
a. koordinasi dengan instansi yang
pemberantasan tindak pidana korupsi;
b. supervisi terhadap instansi yang
pemberantasan tindak pidana korupsi;

berwenang


melakukan

berwenang

melakukan

3

c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi;
d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Berdasarkan

Pasal

12,

dalam


melaksanakan

tugas

penyelidikan,

penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, KPK
berwenang:
a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang
seseorang bepergian ke luar negeri;
c. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya
tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang
diperiksa;
d. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk
memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka,
terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
e. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk
memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;

f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa
kepada instansi yang terkait;
g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi
perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara
perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh
tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang
cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang
diperiksa;
h. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum
negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan
barang bukti di luar negeri;
i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi di Hongkong
yaitu Independent Commission Against Corruption (ICAC Hongkong) yang
dipimpin oleh seorang Commissioner dan dibantu oleh empat kepala divisi yaitu:

4


1) Operation Department (Departemen Operasi);
2)

Corruption

Prevention

Department

(Departemen

Prevensi

Korupsi);
3)

Community

Relation


Department

(Departemen

Hubungan

Masyarakat);
4) Administration Branch (Cabang Administrasi).
Adapun tugas Commissioner diatur dalam Pasal 12 Ordinance, yang
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) menerima dan mempertimbangkan pengaduan terjadinya praktik
korupsi dan menyelidiki setiap pengaduan yang dianggap layak.
2) Penyidikan:
a. Setiap pelanggaran yang dituduhkan atau dicurigai berdasarkan
ICAC Ordinance;
b. Setiap pelanggaran yang dituduhkan atau berdasarkan Prevention
of Bribery Ordinance;
c. Setiap pelanggaran yang dituduhkan atau dicurigai berdasarkan
Corrupt and Illegal Practices Ordinance;

d. Setiap pelanggaran yang dituduhkan atau dicurigai berdasarkan
pemerasan yang dilakukan oleh Hongkong SAR atau melalui
penyalahgunaan jabatannya;
e. Setiap kolusi yang dituduhkan atau dicurigai berdasarkan
Prevention of Bribery Ordinance;
f. Setiap kolusi yang dituduhkan atau dicurigai berdasarkan (oleh
dua orang atau lebih termasuk pegawai-pegawai pemerintah
Hongkong SAR) untuk melakukan pemerasan oleh atau melalui
penyalahgunaan jabatan pegawai pemerintah yang bersangkutan.
3) Menyelidiki setiap perbuatan pegawai pemerintah menurut pendapat
Commissioner, berkaitan atau mendorong praktik korupsi dan
melaporkannya kepada Chief Executive.
4) Memeriksa praktik dan prosedur masing-masing departemen dari
pemerintah dan badan umum, guna mempermudah pengungkap
praktik korupsi serta menjamin revisi metode kerja dan prosedur
yang menurut pendapat Commissioner dapat mendorong praktik
korupsi.
5) Menginstruksikan, menasihati, dan membantu setiap orang atas
permintaannya, mengenai bagaimana cara praktik korupsi dapat
ditiadakan oleh orang yang bersangkutan.

6) Memberi saran kepada departemen dari pemerintah atau badan
umum mengenai perubahan dalam praktik dan prosedur yang sesuai

5

dengan pelaksanaan yang efektif dari tugas masing-masing
departemen atau badan umum bersangkutan yang dianggap perlu
oleh Commissioner, guna mengurangi kemungkinan terjadinya
praktik korupsi.
7) Mendidik publik untuk melawan seluruh aspek jahat korupsi.
8) Mengumpulkan dan memupuk dukungan publik dalam memerangi
korupsi.

Walaupun pemberantasan korupsi semakin ditingkatkan, namun korupsi
masih meraja lela di masayarakat. Secara organisasi dan hukum masih terdapat
beberapa kelemahan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi, salah
satunya yaitu pemberantasan korupsi dilaksanakan oleh beberapa instansi.
Sekarang ini pemberantasan korupsi dilakukan oleh Kejaksaan, Kepolisian dan
KPK. Alasan dibentuknya KPK sesuai UU No 30 Tahun 2002 karena Lembaga
Pemerintah yang menangani perkara


tindak pidana korupsi belum berfungsi

secara efektif dan efisien. Oleh karena itu Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
perlu ditingkatkan secara profesional, intensif dan berkesinambungan.
Ketiga badan tersebut Undang-Undang pembentukannya berbeda, dalam
penegakan hukum mengacu pada KUHAP dan hukum acara yang diatur dalam
Undang-undang Khusus ( Undang-Undang pembentukannnya) masing-masing.
Dahulu sebelum adanya KPK, antara Kejaksaan dan Kepolisian pernah terjadi
perbedaan pendapat dalam penanganan kasus Bank. Tugas yang sama dalam satu
organisasi atau negara , ditangani 3 instansi. Pembagiannya antara lain dibedakan
jumlah korupsi yang ditangani, kalau KPK Rp. 1 Milyar ke atas.
Agar pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia lebih efektif
dan berhasil sebaiknya dilaksanakan oleh satu badan yang dibentuk secara
nasional dan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi dilaksanakan

6

secara terpadu dan terkoordinir. Kejaksaan, Kepolisian dan KPK dilebur menjadi
satu badan di mana sebagai acuan adalah korupsi di Indonesia segera dapat

diberantas, jadi bukan kepentingan masing-masing instansi. Kalau perlu khusus
untuk badan ini tidak berlaku undang-undang tidak berlaku surut.
Penelitian terdahulu dengan fokus “Komparasi Lembaga Penyidik
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia
dan Hongkong”, pernah dilakukan sebelumnya oleh Mega Anjarsari telah meneliti
“Studi Komparasi Hukum Pengaturan Asas Mekanisme Pengambilalihan Perkara
(Takeover Mechanism Principles) dalam Penyidikan Perkara Korupsi Menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dengan Hongkong Independent Commission Against Corruption”, dengan
fokus kajian pada lembaga penyidik dalam sistem hukum pidana Indonesia dan
Hongkong. Adapun persamaan dalam penelitian ini adalah penelitian yang samasama membahas tentang perbandingan hukum pengaturan penyidikan perkara
korupsi di Indonesia dan Hongkong, sedangkan perbedaannya terletak pada bahan
kajian. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mega Anjarsari lebih
menitikberatkan pada Hukum Pengaturan Asas Mekanisme Pengambilalihan
Perkara (Takeover Mechanism Principles) dalam Penyidikan Perkara Korupsi,
sedangkan penelitian ini lebih menekankan pada lembaga penyidik perkara
korupsi.
Dalam hal ini terlihat bahwa Indonesia dan Hongkong mempunyai
kebutuhan yang sama dalam hal pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya.
Untuk itu perlu membandingkan lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana
korupsi dalam sistem hukum pidana Indonesia dengan sistem hukum pidana

7

Hongkong untuk melihat perbedaan maupun persamaan yang dimiliki sehingga
dapat mengetahui apa yang perlu diperbaiki terhadap kewenangan penyidikan
tindak pidana korupsi di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai lembaga penyidik perkara korupsi yang ada di Indonesia dan di
Hongkong, sehingga penulis ingin mengangkat tema skripsi yang berjudul:
“STUDI

KOMPARASI

LEMBAGA

PENYIDIK

PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM SISTEM HUKUM PIDANA
INDONESIA DENGAN SISTEM HUKUM PIDANA HONGKONG”

B. Rumusan Masalah
Agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan
penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan maka perlu disusun
perumusan masalah yang didasarkan pada uraian latar belakang di atas. Adapun
perumusan masalah dalam penelitian hukum ini adalah:
1. Bagaimanakah lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi
dalam sistem hukum pidana Indonesia?
2. Bagaimanakah lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi
dalam sistem hukum pidana Hongkong?
3. Apakah perbedaan dan persamaan lembaga penyidik pemberantasan
tindak pidana korupsi dalam sistem hukum pidana Indonesia dan sistem
hukum pidana Hongkong?

8

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak
dicapai oleh peneliti, yang mana tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana
korupsi dalam sistem hukum pidana Indonesia.
2. Untuk mengetahui lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana
korupsi dalam sistem hukum pidana Hongkong.
3. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan lembaga penyidik
pemberantasan tindak pidana korupsi dalam sistem hukum pidana
Indonesia dengan sistem hukum pidana Hongkong.

D. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a.

Memberikan manfaat pada pengembangan ilmu hukum pada
umumnya dan hukum acara pidana pada khususnya.

b.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan
referensi, masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum
selanjutnya yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

c.

Hasil penelitian diharapkan dapat menyumbangkan pemecahan atas
permasalahan yang diteliti.

9

2. Manfaat Praktis
a.

Bagi Penulis
Bagi penulis secara pribadi untuk menambah wawasan dan sebagai
prasyarat untuk memenuhi tugas akhir kesarjanaan Strata Satu (SI) di
Universitas Muhammadiyah Malang.

b.

Bagi Penegak Hukum
Sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi bagi pemerintah dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c.

Bagi Masyarakat
Untuk menambah wawasan kepada masyarakat tentang perbandingan
penyidikan perkara korupsi dalam sistem hukum pidana Indonesia
dengan sistem hukum pidana Hongkong.

E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab
isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan
argumentasi, teori ataupun konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi.1
“Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian
dengan baik dan dapat dipertanggung jawabkan adalah peneliti harus terlebih
dahulu memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin

1

Peter Mahmud Marzuki, 2011. Penelitian hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal.
35.

10

ilmunya.”2 “Di dalam penelitian hukum, konsep ilmu hukum dan metodologi yang
digunakan di dalam suatu penelitian memainkan peran yang sangat signifikan agar
ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi
dan aktualitasnya.”3
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian hukum
normatif (Normatif Legal Reseacrh):
1. Metode Pendekatan: “Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum
normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum
normatif didefinisikan sebagai penelitian yang mengacu kepada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan putusan pengadilan. Disebut juga penelitian hukum
doktrinal

yaitu penelitian hukum

yang mempergunakan data

sekunder.”4
2. Jenis Bahan Hukum
Adapun jenis bahan hukum yang dijadikan obyek atau fokus dalam
penelitian ini dapat dibedakan menjadi tiga bahan hukum, yaitu
berupa:
a. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang diperoleh dari
hukum positif atau hukum perundang-undangan, diantaranya:

2

Johnny Ibrahim, 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Edisi Revisi. Malang:
Bayu Media Publishing. Hal. 26.
3
Ibid. hal. 28.
4
Elvira Dewi Ginting, 2010. Analisis Hukum Mengenai Reorganisasi Perusahaan Dalam Hukum
Kepailitan. Medan: USU Press. Hal. 19-20.

11

-

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP);

-

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;

-

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;

-

Undang-Undang No.

30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
-

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia;

-

Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia;

-

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana;

-

Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi;

-

Hongkong Independent Commission Against Corruption
(ICAC Hongkong).

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang berisi penjelasan
mengenai bahan hukum primer, penulis menggunakan bahan
hukum sekunder yang berupa buku-buku yang berkaitan dengan
penelitian hukum ini.

12

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Peneliti menggunakan Penelitian Terdahulu,
kamus hukum, buku literature, hasil karya dari kalangan hukum,
media elektronik, dan media cetak sebagai bahan hukum tersier.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum: Kegiatan pengumpulan data
dalam

penelitian

ini

adalah

dengan

cara

pengumpulan

(dokumentasi) data sekunder berupa peraturan perundangan, artikel
maupun dokumen lain yang dibutuhkan untuk kemudian
dikategorisasi menurut pengelompokan yang tepat. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Studi Kepustakaan, yaitu berupa pengumpulan data bahan hukum
primer, sekunder, dan tersier yang telah ditentukan yang terkait
dengan permasalahan penelitian.
e. Teknik Analisa Bahan Hukum: teknik analisa bahan hukum dalam
penulisan hukum yang normatif adalah analisa perbandingan
(comparative analysis).

F. Sistematika Penelitian Hukum
Untuk menjabarkan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum, maka
penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika ini
terdiri dari 4 (empat) bab. Tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang

13

dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil
penelitian ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan metode
penelitian, dan sistematika penelitian hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori yang menjadi
landasan atau memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan literaturliteratur yang berkaitan dengan penulisan hukum ini. Kerangka teori
tersebut meliputi tinjauan tentang Perbandingan Hukum, tinjauan tentang
lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi, tinjauan tentang
sistem hukum pidana Indonesia, dan tinjauan tentang sistem hukum pidana
Hongkong.
BAB III : PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini adalah pembahasan permasalahan yang
menjadi kajian. Dalam bab ini peneliti memaparkan data-data hasil
penelitian yang telah dianalisa dengan didukung pengumpulan data primer,
sekunder dan rujukan yang peneliti paparkan dalam bab sebelumnya
dengan tujuan untuk mendukung analisa terhadap permasalahan yang
diteliti.

14

BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini adalah bab terakhir yang berisikan dengan dua sub
yaitu: kesimpulan dan saran/rekomendasi. Dalam hal ini kesimpulan dari
peneliti adalah hasil analisis pada bab III harus disesuaikan dengan
permasalahannya,

sebab

dapat

disebut

ringkasan

jawaban

atas

permasalahan yang telah dirumuskan dalam bab II. Peneliti juga dapat
menambah kesimpulan yang lain yang dianggap penting. Kemudian dari
kesimpulan tersebut kemungkinan akan timbul hal-hal yang perlu
disarankan.

PENULISAN HUKUM
STUDI KOMPARASI LEMBAGA PENYIDIK PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM SISTEM HUKUM PIDANA
INDONESIA DENGAN SISTEM HUKUM PIDANA HONGKONG
Disusundandiajukanuntukmemenuhisalahsatusyarat
memperolehgelarkesarjanaan
dalambidangilmuhukum

Oleh:
MARIS KHOIRINA
Nim: 08400243

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS HUKUM
2015

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia
amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (QS.Al Baqarah:216)

Bacalah Al Qur’an, Sesungguhnya ia akan datang
di hari Kiamat menjadi penolong bagi pembacanya.
(HR. Muslim)

Persembahan:
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Orang tua tercinta, H. Sukarno, SH. Dan Hj. Robingah, BA.
Adikku, Adinda Tsaniyah Salsabila.
Calon suamiku kelak yang menjadi imamku.

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb.
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan anugerah-Nya
sehingga penulis mampu mempersembahkan karya tulis yang berjudul “STUDI
KOMPARASI LEMBAGA PENYIDIK PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI DALAM SISTEM HUKUM PIDANA INDONESIA
DENGAN SISTEM HUKUM PIDANA HONGKONG”. Tugas akhir ini
disusun dalam rangka guna mencapai gelar sarjana dalam bidang Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
Kajian ini mencoba membahas tentang korupsi, sebuah kasus yang sudah
menjadi suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime) di Indonesia maupun di
Negara-negara lain, sehingga dalam upaya pemberantasannya harus dengan caracara yang luar biasa. Oleh karena itu dengan fenomena yang ada, penulis menjadi
tertarik untuk mengkajinya lebih lanjut.
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis sadar dengan segala keterbatasan
dalam ilmu pengetahuan. Tanpa dukungan para pihak, maka karya tulis ini tidak
akan terselesaikan. Sehingga tidaklah berlebihan kiranya penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada:
1. Orang Tua penulis Ayahanda H. Sukarno, SH. Dan Ibunda Hj. Robingah,
BA. Serta adik tercinta Adinda Tsaniyah Salsabila yang telah memberikan
dukungan dan bantuan moril dan materiil serta do’a yang tiada henti untuk
kesuksesan penulis;
2. Bapak Prof. Dr. Muhadjir Effendi, M.A.P selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Malang;
3. Bapak Dr. Sulardi, SH., M.Si selaku Dekan Fakultas Hukum;
4. Bapak Dr. Tongat, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum sekaligus Dosen Pembimbing II, yang dengan ide-idenya telah
membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini;

5. Bapak Haris Tofly, SH., M.Hum selaku Dosen Wali, terima kasih atas
arahan serta bimbingannya selama ini;
6. Bapak Sidik Sunaryo, SH., M.Si., M.Hum., selaku dosen pembimbing I
yang telah menuangkan pemikirannya dengan segala kesabaran dalam
membimbing penulis;
7. Fakultas Hukum beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan
penulis

untuk

menambah

pengetahuan

dan

membantu

hingga

terselesaikannya tugas akhir ini;
8. Teman-teman semua yang tak dapat penulis sebut satu persatu, “terima
kasih atas dukungan dan do’a kalian. Semoga segalanya dapat tercapai”.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan tugas akhir ini tak
luput dari kesalahan dan kekurangan. Sehingga kritik dan saran yang membangun
tetap penulis harap kan untuk perbaikan dalam penulisan-penulisan yang lebih
lanjut. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat. Amiinn.
Alhamdulillahrirobbil’alamin
Wassalamu’alaikumWr.Wb.

Malang, 29 Januari2015

Maris Khoirina

DAFTAR ISI

Lembar Cover/Sampul Dalam …………………………………………… i
Lembar Pengesahan ……………………………………………………… ii
Surat Pernyataan Penulisan Hukum Bukan Hasil Plagiat ……………….. iv
Ungkapan Pribadi/Motto ………………………………………………… v
Abstraksi …………………………………………………………………. vi
Abstract …………………………………………………………………… vii
Kata Pengantar …………………………………………………………… viii
Daftar Isi …………………………………………………………………. x
DaftarLampiran ………………………………………………………….

xii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………… 7
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………. 8
D. Kegunaan Penelitian …………………………………………. 8
E. Metode Penelitian ……………………………………………. 9
F. Sistematika Penelitian Hukum ………………………………. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Perbandingan Hukum ……………………. 15
B. Tinjauan Tentang Lembaga Penyidik Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi ………………………………..…….. 17
a. Pengertian Penyidik dan Penyidikan ……………………. 17
b. Pejabat Penyidik …………………………………………. 18
c. Wewenang Penyidik ………………………………….….. 22
C. Tinjauan Tentang Sistem Hukum Pidana Indonesia ………..

24

D. Tinjauan Tentang Sistem Hukum Pidana Hongkong ...……… 30

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Lembaga Penyidik Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia......…………...…...

36

B. Lembaga Penyidik Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dalam Sistem Hukum Pidana Hongkong .…………………... 50
C. Perbedaan dan Persamaan Lembaga Penyidik Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana
Indonesia dengan Sistem Hukum Pidana Hongkong…….....

59

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………... 74
B. Saran ………………………………………………………..... 79
Daftar Pustaka …………………………………………………………… 80
Indeks ……………………………………………………………………. 83
Lampiran …………………………………………………………………. 84

DAFTAR LAMPIRAN

1. SuratTugasNomor: E.6.e/014/FH-UMJM/I/2015
2. KartuKendaliBimbinganTugasAkhir
3. Undang-UndangPerublik

Indonesia

Nomor

30

Tahun

tentangKomisiPemberantasanTindakPidanaKorupsi
4. Chapter 201 Prevention Of Bribery Ordinance
5. Chapter 204 Independent Commission Against Corruption Ordinance

2002

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Adam Chazawi. 2011. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia.
Malang: Bayu Media Publishing.
Andi Hamzah. 2012. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional
dan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Barda Nawawi Arief. 2011. Perbandingan Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Elvira Dewi Ginting. 2010. Analisis Hukum Mengenai Reorganisasi Perusahaan
Dalam Hukum Kepailitan. Medan: USU Press.
Elwi Danil. 2012. Korupsi: Konsep Tindak Pidana, dan Pemberantasannya.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ermansjah Djaja. 2008. Memberantas Korupsi bersama KPK (Kajian Yuridis
Normatif UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001
versi UU Nomor 30 Tahun 2002). Jakarta: Sinar Grafika.
Evi Hartanti. 2009. Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
Fakultas Hukum. 2007. Pedoman Penulisan Hukum. Malang: UMM Malang.
HMA Kuffal. 2010. Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum Edisi Revisi.
Malang: UMM Press.
IGM Nurdjana.2010. Sistem Hukum Pidanadan Bahaya Laten Korupsi
“Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum”. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Johnny Ibrahim, 2008. Teoridan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Edisi
Revisi. Malang: Bayu Media Publishing.
M. Yahya Harahap. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Edisi Kedua. Jakarta: SinarGrafika.
Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian hukum. Kencana Prenada Media Group.
Jakarta.
Romli Atmasasmita. 2000. Perbandingan Hukum Pidana. Bandung: Mandar
Maju.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2001. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Skripsi:
Mega Anjarsari. 2010. Studi Komparasi Hukum Pengaturan Asas
Mekanisme
Pengambilalihan Perkara (Takeover Mechanism Principles) Dalam Penyidikan
Perkara Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dengan Hongkong Independent
Commission Against Corruption. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

SuratKabar:
Tri Agung Kristanto dan IrwanSuhanda (ed.). 2009. Jangan Bunuh KPK Perlawanan
Terhadap Usaha Pemberantasan Korupsi. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Undang-undang:
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahanatas Undang-Undang No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi.
Independent Commission Against Corruption Hongkong (ICAC Hongkong).
Internet:
Paku Utama. Reformasi Pemberantasan Korupsi.http://www.kabarindonesia.com.
diakses pada tanggal 9 Desember 2012.
Ulul Albab, MS. 2009. ”Model Hongkong SAR” .www.unitomo.ac.id. Diakses
pada tanggal 9 Desember 2012.
http://en.wikipedia.org/wiki/Independent_Commission_Against_Corruption_(Hon
g_Kong) diakses pada tanggal 20 September 2012.
http://www.unafei.or.jp/english/pdf/PDF_rms/no69/16_P196-201.pdf
pada tanggal 20 September 2012.

diakses

http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/11/19/berkaca-pada-kpk-hongkong/
diakses pada tanggal 23 September 2012.
http://www.cicakbekasi.wordpress.com/kpk/visi-misi-kpk/ diakses pada tanggal
16 Nopember 2013.
http://nasional.kompas.com/read/2009/12/07/16452654/kpk.dan.unodc.luncurkan.
dua.proyek.antikorupsi%20- diakses pada 9 Januari 2015.