Hubungan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Daerah Dengan Penyidik

82 Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, juga terikat pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, dan dalam menjalankan fungsinya harus tunduk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kode Etik Penyidik Pegawai Negeri Sipil di daerah, yang dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

2. Hubungan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Daerah Dengan Penyidik

Polri Dalam Penegakan Peraturan Daerah. Berbeda dengan penyidik-penyidik lainnya, penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan kewenangan penyidikan berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri. Pengertian koordinasi dan pengawasan penyidik Polri diatur dalam Pasal 107 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, yang menyatakan sebagai berikut: 1. Penyidik Polri harus memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil dalam pelaksanaan pemeriksaan penyidikan. 2. Penyidik Polri memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan oleh penyidik pegawai negeri sipil. Selanjutnya dalam Pasal 107 ayat 2 KUHAP, menyatakan, bahwa “Penyidik pegawai negeri sipil melaporkan hasil penyidikan yang ditemukannya kepada Penyidik Polri tentang suatu tindak pidana yang mempunyai bukti yang kuat untuk diajukan kepada penuntut umum”. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Polri adalah dalam bentuk koordinasi tanpa mengganggu materi dari penyidikan yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberikan peranan utama kepada Polri dalam penyelidikan dan penyidikan sehingga secara umum diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana. Namun demikian, hal tersebut tetap memperhatikan dan tidak mengurangi kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. 83 Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam melaksanakan koordinasi dengan penyidik Polri selaku Koordinator pengawas, antara lain sebagai berikut: 12 a. Memberitahukan pelaksanaan penyidikan melalui laporan dimulainya penyidikan kepada penyidik polri, untuk kemudian diteruskan kepada penuntut umum. b. Menyampaikan laporan perkembangan penyidikan, untuk perkara-perkara pelanggaran Peraturan Daerah yang proses penyidikannnya menemui kendala, seperti tidak hadirnya tersangka atau saksi sebagaimana waktu yang ditentukan, sehingga hal ini berpengaruh pada lamanya proses penyidikan. c. Meminta petunjuk terkait dengan pelanggaran perda yang sedang ditangani. d. Menyerahkan Berkas Perkara hasil penyidikan Laporan dan Berita Acara Pemeriksaan kepada penuntut umum melalui Penyidik Polri. Berkas perkara yang diserahkan 3 tiga rangkap dengan perincian: 1 satu berkas untuk penyidik Polri dan 2 dua berkas untuk penuntut umum. e. Melakukan konsultasi kaitan dengan penghentian penyidikan dan memberitahukan hal itu kepada Penyidik Polri dan Penuntut Umum melalui laporan penghentian penyidikan. Koordinasi di atas dilaksanakan secara timbal balik antara petugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan Penyidik Polri dengan prinsip horizontal, yaitu antar kesatuan Polri dan PPNS yang setingkat. Selain hal tersebut, koordinasi bidang operasional juga dilakukan dalam penindakan pelanggaran Perda, utamanya dalam operasi penertiban dan sweeping yang dilakukan tidak hanya oleh Seksi Penyidikan dan Penindakan tapi juga bekerjasama dengan Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum. Operasi ketertiban tersebut terkadang juga diikuti oleh unsur kepolisian atau TNI Muspida dalam pelaksanaan di lapangan. 12 Ni Nyoman Dewi Ayu Sumiarsih, Kedudukan Dan Fungsi Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dalam Penegakkan Peraturan Daerah Di Kota Mataram , Tesis, Program Pascasarjan Magister Ilmu Hukum Universitas Mataram, hal 2013. 84

C. PENUTUP