1 N Pengaruh Pengeringan Absorpsi dan Microwave Oven Pada Proses Curing Vanili Termodifikasi

84 4,4 4,6 4,8 5 5,2 5,4 5,6 Se ga r R end am La yu Per am K er in g I- 1 Ker in g I-5 K er in g I I-1 K er in g I I-5 K eri ng II-1 Tahap Pengolahan Vanili pH r a ta -r a ta 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 Se ga r Re nd am La yu Pe ra m Ke rin g I -1 Ke rin g I -5 Ke rin g I I-1 Ke rin g I I-5 Ke rin g I I-1 Tahap Pengolahan Vanili T ot al A sa m m l N aO H

0. 1 N

10 g ba h a n pH dan Total Asam Hasil analisis pH dan total asam vanili dapat dilihat pada Gambar 34 dan 35. pH vanili cenderung lebih rendah dari pH buah segar hingga tahap pemeraman mencapai 4,96. Setelah pengeringan hari pertama, pH yang dihasilkan lebih tinggi yaitu 5,09. Hal yang sama terjadi pada vanili hasil pengeringan hari ke-5. Setelah pengeringan kedua hari pertama, terjadi penurunan pH yang drastis, yaitu menjadi 4,63. Pada pengeringan berikutnya nilai pH relatif stabil yaitu sekitar 5.0. Titik dihasilkannya nilai pH terendah sama dengan dicapainya kadar vanillin tertinggi yaitu pada pengeringan kedua hari pertama. Gambar 34 Perubahan pH vanili pada pengeringan termodifikasi. Gambar 35 Perubahan total asam vanili pada pengeringan termodifikasi. 85 Fluktuasi nilai total asam yang dihasilkan sejalan dengan nilai pH. Total asam tertinggi yaitu 47,48 ml NaOH 0,1 N100 g bahan dihasilkan dari pengeringan kedua hari pertama. Pada akhir pengeringan, nilai total asam adalah 28,58 ml NaOH 0,1 N100 g bahan. Nilai ini relatif sama dengan total asam vanili hasil pengeringan microwave, akan tetapi lebih tinggi dibanding vanili hasil pengeringan absorpsi. Penampakan Vanili Kering Termodifikasi Vanili kering hasil pengeringan termodifikasi berwarna hitam kecoklatan hingga hitam seperti tampak pada Gambar 36. Vanili mempunyai bau wangi khas vanili yang lembut, dengan tekstur yang lentur. Vanillin sebagai komponen flavor utama buah vanili merupakan senyawa fenolik sederhana. Warna coklat hingga hitam yang terbentuk pada vanili kering merupakan hasil dari reaksi pencoklatan. Reaksi pencoklatan enzimatis terhadap senyawa fenolik banyak dikatalisis oleh enzim katekol oksigenase dalam bentuk polifenol oksidase. Katekol oksigenase dapat mengkatalisis dua tipe reaksi yaitu hidroksilasi hidroksilasi monofenol menjadi o-difenol dan dehidrogenasi oksidasi o-difenol menjadi kuinon. Kuinon berkontribusi terhadap terbentuknya warna gelap, kuning, oranye dan coklat pada jamur dan ganggang. Aktivitas kuinon lebih lanjut akan memicu terjadinya reaksi kondensasi non enzimatik yang berperan dalam pembentukan melanin yang berwarna coklat Eskin 1990. Adanya reaksi enzimatis oleh enzim polifenol oksidase inilah yang menyebabkan buah vanili berubah menjadi coklat dengan semakin lamanya proses curing berlangsung. Hal ini dinyatakan pula oleh Heath dan Reineccius 1986. Menurut Hanum 1997, suhu optimum aktivitas polifenol oksidase buah vanili kering adalah 45 o C. Terjadi peningkatan aktivitas polifenol oksidase setelah pelayuan dan penurunan setelah conditioning. Pada tahap pengeringan 60 o C, 3 hari aktivitas polifenol oksidase mencapai nilai maksimumnya sedangkan pada tahap pemeraman tidak banyak mengalami perubahan. 86 Gambar 36 Penampakan vanili kering termodifikasi. Reaksi pencoklatan non enzimatis Maillard diduga berkontribusi pula terhadap pembentukan warna coklat vanili kering. Reaksi ini diakibatkan oleh gula pereduksi yang dihasilkan selama proses curing dan degradasi karbohidrat kompleks pada buah vanili. Pada tahap awal reaksi Maillard, adanya gula pereduksi akan menyediakan gugus karbonil untuk berinteraksi dengan amino bebas dan asam amino, peptida atau protein Eskin 1990. Disamping perubahan warna, terjadi pula perubahan tekstur vanili, dan tekstur yang terbentuk ini secara tidak langsung berkaitan dengan kadar air vanili kering yang dihasilkan. Menurut Odoux 2003, perubahan tekstur dari buah vanili terjadi akibat destrukturisasi jaringan pada membran dan dinding sel. Menurut Arana 1944, pada kisaran kadar air 50-54, buah vanili beraroma fermentasi peragian dan masih kurang berkembang. Pada kisaran kadar air 31- 34 aroma berkembang baik, lembut serta mempunyai fleksibilitas tinggi, sedangkan pada kisaran kadar air 24-27 aroma lebih berkembang dan lembut akan tetapi fleksibilitasnya rendah. Direkomendasikan oleh Arana 1944 bahwa kadar air optimal vanili olahan berkisar antara 30-35. Vanili kering termodifikasi yang dihasilkan pada penelitian mempunyai kadar air rata-rata 31,80. 87 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 Seg ar Lay u Pe ra m Ke rin g I -1 Ke ring I- 5 K er ing II -1 K er ing II -5 K er ing II-1 Tahap Pengolahan Vanili K a da r V a ni ll in bk Pengeringan Vanili Metode Balitro II Sebagai standar, pada penelitian ini dilakukan proses pengeringan menggunakan metode Balitro II, yaitu metode yang selama ini menjadi acuan proses curing di Indonesia. Dalam metode ini, vanili tidak mengalami perendaman dalam aktivator enzim dan proses pelayuan dilakukan pada suhu 60 o C selama 30 menit. Kadar Vanillin Hasil analisis kadar vanillin setiap tahap pengolahan metode Balitro dapat dilihat pada Gambar 37. Kadar vanillin pada tahap pelayuan sedikit lebih tinggi dari kadar vanillin buah segar yaitu sebesar 0,43 bk. Pada tahap pemeraman hingga pengeringan hari pertama kadar vanillin menjadi 0,64. Pada pengeringan hari berikutnya terjadi fluktuasi kadar vanillin hingga pada hari kelima mencapai 1,06 bk. Kadar vanillin tertinggi dicapai pada pengeringan kedua hari ke-5 yaitu 1,49 bk dimana kadar air rata-rata masih 70,52. Pada akhir pengeringan kadar air vanili rata-rata 30,05 kadar vanillin mengalami menjadi 0,96 bk. Gambar 37 Perubahan kadar vanillin metode Balitro II. Jika pengeringan metode Balitro tersebut dibandingkan dengan pengeringan termodifikasi metode oven, terlihat bahwa pola kenaikan kadar vanillin metode Balitro lebih lambat daripada metode termodifikasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya Rahayu 2006. Kenaikan kadar vanillin metode termodifikasi telah terjadi sejak tahap perendaman dan setelah pemeraman kadar vanillin telah mencapai 1,1, lebih tinggi dibandingkan metode Balitro 88 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Se ga r La yu Pe ra m Ke rin g I -1 Ke rin g I -5 Ke rin g I I-1 Ke rin g I I-5 Ke rin g I I-1 Tahap Pengolahan Vanili K a da r G ul a P er edu ks i b k 0,47. Kadar vanillin tertinggi metode termodifikasi dicapai pada pengeringan kedua hari pertama 1,58, sedangkan pada metode Balitro kadar vanillin tertinggi dicapai setelah pengeringan kedua hari ke-5 1,49. Demikian halnya dengan vanili kering akhir yang diperoleh, kadar vanillin metode termodifikasi 1,40 lebih tinggi daripada metode Balitro 0,96. Hal ini membuktikan bahwa pemberian aktivator enzim dapat lebih menyempurnakan hidrolisis senyawa glukosida menjadi vanillin. Gula Pereduksi Gambar 38 memperlihatkan hasil analisis gula pereduksi metode Balitro. Secara keseluruhan pola pembentukan gula pereduksi sejalan dengan kadar vanillin yang dihasilkannya. Gula pereduksi tertinggi dihasilkan pada pengeringan kedua hari ke-5 yaitu sebesar 7,33 sama dengan titik dihasilkannya kadar vanillin tertinggi. Gula pereduksi ekstrak vanili kering akhir adalah 5,35, lebih rendah dari gula pereduksi pengeringan termodifikasi. Gambar 38 Perubahan kadar gula pereduksi metode Balitro II. pH dan Total Asam Nilai pH dan total asam metode Balitro disajikan dalam Gambar 39 dan 40. Nilai pH metode Balitro II berbeda dengan pengolahan modifikasi. Pada pengolahan Balitro ini, nilai pH hingga tahap pemeraman lebih tinggi dibanding pH buah segar, baru setelah pengeringan pertama hari pertama nilai pH berangsur- 89 4,4 4,6 4,8 5 5,2 5,4 5,6 5,8 Seg ar La yu Pe ra m K er ing I- 1 K er in g I -5 Ke rin g I I-1 Ke rin g I I-5 K eri ng II-1 Tahap Pengolahan Vanili p H r a ta -ra ta angsur menjadi lebih rendah hingga pada pengeringan kedua hari pertama. Setelah itu pH meningkat kembali hingga mencapai 5,19 pada akhir proses. Gambar 39 Perubahan pH vanili metode Balitro II. Penurunan nilai pH pengolahan Balitro terjadi setelah pengeringan pertama, sedangkan pada pengolahan modifikasi, penurunan pH telah terjadi setelah tahap perendaman dan pemeraman. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan asam pada metode termodifikasi lebih cepat dibandingkan metode Balitro. Nilai pH terendah yaitu 5,07 dicapai pada pengeringan kedua hari pertama, sedangkan pH tertinggi yaitu 5,60 dicapai pada tahap pemeraman. Secara keseluruhan, nilai pH pengolahan Balitro lebih tinggi dibandingkan metode termodifikasi metode oven yang mempunyai kisaran pH 4,63 hingga 5,40. Lebih tingginya nilai pH pengolahan Balitro ini menunjukkan bahwa jumlah asam yang terbentuk dari pengolahan Balitro lebih sedikit daripada metode termodifikasi. Adapun nilai total asam sesuai dengan nilai pH-nya. Total asam pengolahan metode Balitro berkisar antara 12,2 hingga 29,37 ml NaOH 0,1 N100 g bahan. Pada awal proses dimana nilai pH meningkat, nilai total asam lebih rendah dari buah segar hingga tahap pemeraman 12,20 ml NaOH 0,1 N100 g bahan, setelah itu total asam meningkat hingga mencapai nilai tertinggi pada pengeringan kedua hari pertama 29,37 ml NaOH 0,1 N100 g bahan. Di tahap akhir curing dicapai nilai total asam sebesar 28,54 ml NaOH 0.1 N100 g bahan. 90 5 10 15 20 25 30 35 Se ga r La yu Pe ra m K er in g I- 1 K er in g I- 5 K er in g II -1 K er in g II -5 K er in g II -1 Tahap Pengolahan Vanili Tot a l A sam m l N a O H .1 N 100 g b a h a n Nilai ini hampir sama dengan total asam vanili kering hasil pengeringan termodifikasi. Gambar 40 Perubahan total asam vanili metode Balitro II. Peningkatan nilai total asam setelah pengeringan pertama hari pertama menunjukkan bahwa pembentukan asam hasil penguraian vanillin maupun senyawa fenolik lainnya telah terjadi. Dilihat dari pola pembentukan asam yang terjadi, peningkatan total asam metode Balitro lebih lambat dari peningkatan total asam metode termodifikasi, dimana pada pengolahan termodifikasi nilai total asam telah mengalami peningkatan setelah tahap perendaman. Penampakan vanili kering hasil pengolahan menggunakan metode Balitro II dapat dilihat pada Gambar 41. Gambar 41 Penampakan vanili kering metode Balitro II. 91 Perbandingan Antar Metode Pengeringan Dari keseluruhan hasil proses curing di atas, jika dibuat suatu perbandingan, metode pengeringan termodifikasi menggunakan oven menghasilkan kadar vanillin tertinggi, lebih tinggi pula daripada metode Balitro II. Perbandingan secara keseluruhan antar metode pengeringan terhadap karakteristik fisik dan kimiawi vanili kering yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 11 dan 12. Tabel 11 Perbandingan kandungan kimiawi vanili termodifikasi dan standar. Metode Pengeringan Kadar vanillin bk Kadar Gula Pereduksi bk pH Total asam ml NaOH 0,1 N100 g Modifikasi Absorpsi 0,82±0,241 bc 2,84±0,224 b 5,88±0,007 a 18,42±0 b Modifikasi Microwave 0,49±0,001 c 4,84±0,69 b 5,27±0,007 b 28,53±2,3 a Modifikasi oven 1,40±0,043 a 8,57±1,39 a 5,05±0,007 c 28,58±0 a Standar Balitro II 0,96±0,280 b 5,35±0,01 ab 5,19±0 d 28,54±0 a SNI 1,0-2,25 - - - Keterangan: Nilai pada tiap kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain pada α = 0,05 Tabel 12 Perbandingan karakteristik fisik vanili termodifikasi dan standar Metode Pengeringan Bau khas vanili Warna Keadaan polong Modifikasi Absorpsi Kurang tajam Hitam, terdapat warna putih di beberapa bagian untuk beberapa polong Berisi, tidak berminyak, agak kaku Modifikasi Microwave Kurang tajam Hitam kecoklatan Berisi, berminyak, agak kaku Modifikasi oven Tajam Hitam kecoklatan Berisi, berminyak, lentur Standar Balitro II Tajam Hitam kecoklatan Berisi, berminyak, lentur SNI Wangi khas vanili Hitam mengkilat, hitam kecoklatan mengkilat sampai coklat Penuh berisi sd kurang berisi, berminyak, lentur sd kaku Kadar vanillin sebagai parameter utama untuk menilai mutu vanili pada proses curing termodifikasi berkisar antara 0,49 hingga 1,40 bk. Dalam hal ini pengeringan secara absorpsi maupun pengeringan microwave belum dapat 92 mempertahankan kadar vanillin hingga akhir proses curing. Kadar vanillin tertinggi dicapai oleh proses curing termodifikasi menggunakan oven, yaitu sebesar 1,40 bk. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam Lampiran 12a, metode pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar vanillin dan berdasarkan uji lanjut Duncan, kadar vanillin hasil pengeringan termodifikasi menggunakan oven mencapai nilai tertinggi dan memiliki pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar gula pereduksi vanili termodifikasi berkisar antara 2,84 hingga 8,57 bk, sedangkan vanili hasil metode pengeringan standar adalah 5,35 bk. Nilai gula pereduksi tertinggi dicapai oleh vanili termodifikasi hasil pengeringan menggunakan oven, yaitu 8,57 bk. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, metode pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar gula pereduksi. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, metode pengeringan termodifikasi menggunakan oven berbeda nyata dengan pengeringan menggunakan pengering absorpsi dan microwave oven, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan metode pengeringan standar. Total asam vanili termodifikasi hasil pengeringan menggunakan oven memiliki nilai yang relatif sama dengan hasil pengeringan microwave dan Balitro II, akan tetapi lebih tinggi daripada hasil pengeringan absorpsi. FDA mempersyaratkan nilai total asam dari ekstrak vanili adalah 30-52 ml NaOH 0,1 N100 ml ekstrak. Nilai total asam yang diperoleh pada penelitian ini sedikit lebih rendah dari nilai yang dipersyaratkan FDA. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam Lampiran 12g, metode pengeringan berpengaruh nyata terhadap total asam. Berdasarkan uji lanjut Duncan diketahui bahwa metode termodifikasi menggunakan microwave dan oven tidak berbeda nyata dengan metode Balitro dan ketiga metode tersebut berbeda nyata dengan pengeringan absorpsi. Adapun hasil analisis sidik ragam terhadap nilai pH menunjukkan bahwa metode pengeringan berpengaruh nyata terhadap nilai pH. Melalui uji lanjut Duncan diketahui bahwa masing-masing metode pengeringan berbeda nyata satu sama lain. Berdasarkan SNI 01-0010-2002, kadar abu menjadi salah satu persyaratan dalam menilai kualitas vanili kering. Oleh karena itu analisis kadar abu dilakukan 93 pula pada penelitian ini. Nilai kadar abu vanili hasil pengeringan termodifikasi menggunakan oven adalah 6,38, hasil pengeringan absorpsi 5,95, microwave 5,51 dan untuk pengeringan standar 5,77. Adapun menurut SNI 2002, kadar abu vanili kering maksimal adalah 10, dengan demikian nilai kadar abu yang diperoleh dari penelitian ini masuk ke dalam nilai yang dipersyaratkan SNI. Ditinjau dari segi flavor dan penampakan vanili kering yang dihasilkan, vanili hasil pengeringan oven memiliki flavor vanili yang lebih baik, yaitu wangi vanili yang lembut sweety. Vanili juga mempunyai fleksibilitas yang lebih baik, yaitu lentur tidak kaku serta berwarna hitam kecoklatan hingga hitam mengkilat dan berminyak. Sedangkan ditinjau dari segi warna, vanili kering hasil seluruh perlakuan telah memenuhi standar yang ditetapkan SNI yaitu hitam kecoklatan hingga hitam. Waktu pengeringan untuk menghasilkan vanili kering untuk masing- masing metode pengeringan dapat dilihat pada Tabel 13. Pada pengeringan menggunakan oven pengering, total waktu pengeringan yang diperlukan untuk mencapai kadar air akhir adalah 15-19 hari. Waktu pengeringan menggunakan oven ini relatif lebih cepat daripada yang diperlukan oleh pengering absorpsi 17- 21 hari, akan tetapi jika dibandingkan dengan microwave, waktu pengeringan menggunakan microwave jauh lebih singkat 5 hari 4 jam. Untuk pengeringan metode Balittro kadar air 30-35 lebih cepat dicapai dibandingkan proses curing termodifikasi. Hal ini diduga akibat tahap pelayuan yang dilakukan, dimana pelayuan metode Balitro dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan metode termodifikasi. Semakin tinggi suhu diterapkan, maka kerusakan sel yang terjadi lebih besar, sebagai akibatnya air yang keluar menjadi lebih banyak dan penurunan kadar air semakin cepat. Untuk mencapai kadar air yang diinginkan, diperlukan waktu 13-16 hari pada pengeringan metode Balitro. Waktu pengeringan absorpsi sebenarnya dapat dipercepat bila digunakan absorben CaO dengan perbandingan yang lebih banyak daripada yang dicobakan pada penelitian ini, akan tetapi hal tersebut tidak dapat menjamin apakah kadar vanillin yang dihasilkan juga menjadi lebih tinggi. 94 Tabel 13 Perbandingan waktu pengeringan vanili termodifikasi dan standar Metode Pengeringan Lama Pengeringan Kadar air rata-rata bb Modifikasi Absorpsi 17 – 21 hari 20,04 Modifikasi Microwave 5 hari, 4 jam 25,52 Modifikasi oven 15 – 19 hari 31,80 Standar Balitro II 13 – 16 hari 30,05 Pengujian Ekstrak Vanili Hasil Perlakuan Terbaik dengan HPLC Hasil uji kadar vanillin menggunakan spektrofotometer menunjukkan bahwa vanili kering hasil proses curing termodifikasi pengeringan menggunakan oven pengering mempunyai kadar vanillin tertinggi rata-rata 1,40 b.k. Kadar vanillin metode tersebut juga lebih tinggi dibandingkan kadar vanillin metode standar, yaitu metode Balitro II. Untuk lebih menguatkan hasil tersebut, pada penelitian ini dilakukan uji kadar vanillin menggunakan High Performance Liquid Chromatography HPLC. Pada pengujian menggunakan spektrofotometer, kadar vanillin diukur pada panjang gelombang 480 nm. Dikhawatirkan pada panjang gelombang tersebut terdapat komponen-komponen lain yang ikut terbaca pada panjang gelombang 480 nm. Sedangkan HPLC merupakan metode pengujian yang lebih akurat, sehingga dapat menunjukkan hasil yang sebenarnya. Pengujian hanya dilakukan pada ekstrak vanili hasil proses termodifikasi terbaik dan metode standar. Vanili kering terlebih dahulu diekstrak menggunakan etanol 60 dengan perbandingan vanili : pelarut = 1 : 3. Ekstraksi dilakukan selama 48 jam. Sebagai standar pada pengujian, digunakan vanillin standar dengan konsentrasi 1,2 gl. Dari hasil pengujian, ekstrak vanili termodifikasi menghasilkan kadar vanillin 1,43 gl, sedangkan ekstrak vanili metode Balitro mempunyai konsentrasi 0,78 gl. Ekstrak vanili hasil pengeringan termodifikasi lebih tinggi daripada hasil pengeringan metode standar, dengan demikian hasil ini sejalan dengan hasil pengujian menggunakan spektrofotometer. Kromatogram ekstrak vanili termodifikasi dan standar disajikan pada Gambar 42 dan 43. Vanillin terdeteksi pada waktu retensi sekitar 17 menit. Terdapat beberapa peak yang muncul selain vanillin, akan tetapi tidak diketahui dengan pasti jenis 95 senyawa dari peak-peak tersebut, dikarenakan pada penelitian ini hanya disuntikkan vanillin sebagai standar. Ekstrak vanili hasil metode Balitro II mempunyai peak lebih banyak, dan peak ini muncul pada waktu retensi sebelum vanillin. Ditemukan sebanyak 10 peak selain vanillin untuk ekstrak vanili metode Balitro II, sementara untuk ekstrak vanili termodifikasi ditemukan sebanyak 9 peak selain vanillin. Peak-peak yang muncul pada kromatogram ekstrak vanili termodifikasi sebagian besar mempunyai luas area yang lebih besar dibanding ekstrak metode Balitro II, dimana dari 9 peak yang muncul pada waktu retensi hampir sama, 6 peak yang muncul pada kromatogram vanili termodifikasi mempunyai luas area yang lebih tinggi dibanding ekstrak vanili standar. Gambar 42 Kromatogram ekstrak vanili metode termodifikasi. Gambar 43 Kromatogram ekstrak vanili metode standar Balitro II. 96 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil analisis aktivitas enzim dan kadar vanillin rata-rata dari buah segar hingga tahap pengeringan pertama hari pertama menunjukkan bahwa buah vanili utuh tanpa mengalami penyayatan serta penusukan menghasilkan nilai lebih tinggi. Aktivitas enzim yang dihasilkan lebih tinggi 1,15 kali aktivitas enzim buah segar untuk perendaman menggunakan teknik vakum 5 kPa dan 1,11 kali untuk perendaman menggunakan tekanan tinggi 100 kPa di atas tekanan normal, sedangkan buah yang disayat dan ditusuk menghasilkan aktivitas enzim rata-rata yang lebih rendah. Sementara itu kadar vanillin buah vanili utuh lebih tinggi 1,52 kali buah segar untuk pemberian tekanan vakum 5 kPa dan lebih tinggi 1,48 kali untuk pemberian tekanan tinggi 100 kPa di atas tekanan normal. Penerapan teknik vacuum infiltration selama 10 menit menghasilkan peningkatan aktivitas enzim dan kadar vanillin yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Aktivitas enzim rata-rata dari tahap perendaman hingga pengeringan pertama hari pertama adalah 218,88 IUg, sedangkan kadar vanillin rata-rata 1,08 b.k. Dengan demikian waktu perendaman dalam aktivator enzim dapat dipersingkat. Proses curing termodifikasi menggunakan pengering absorpsi maupun microwave oven tidak dapat mempertahankan kadar vanillin hasil pengeringan pertama hari ke-5. Kadar vanillin yang diperoleh, yaitu 0,82 bk untuk pengeringan absorpsi dan 0,49 bk untuk pengeringan menggunakan microwave oven. Proses curing termodifikasi menggunakan oven pengering justru dapat menghasilkan kadar vanillin yang lebih tinggi, yaitu rata-rata 1,40 b.k. Selama proses berlangsung kadar vanillin tertinggi dicapai pada pengeringan kedua hari ke-1, yaitu sebesar 1,58 bk. Lebih rendahnya kadar vanillin hasil pengeringan absorpsi dan microwave oven menjadikan metode pengeringan ini kurang cocok diaplikasikan untuk mengeringkan vanili. Kadar vanillin yang dihasilkan metode pengeringan termodifikasi menggunakan oven pengering lebih tinggi dibandingkan kadar vanillin metode Balitro II yang selama ini menjadi acuan 0,96 bk. Jika diklasifikasikan 97 berdasarkan SNI 01-0010-2002, kadar vanillin metode termodifikasi masuk ke dalam kelas mutu III. Hasil analisis menggunakan HPLC menunjukkan hal yang sama bahwa ekstrak vanili kering hasil pengeringan termodifikasi lebih tinggi dibandingkan metode Balitro II, yaitu 1,43 gl untuk vanili hasil modifikasi, sementara itu vanili hasil metode Balitro II adalah 0,78 gl. Hasil analisis gula pereduksi setiap tahap pengolahan tidak selalu sejalan dengan perubahan kadar vanillinnya. Pada proses curing termodifikasi menggunakan oven pengering, kadar gula pereduksi tertinggi dicapai pada pengeringan hari terakhir yaitu sebesar 8,57. Titik dihasilkannya kadar gula pereduksi tertinggi ini tidak sama dengan titik dihasilkannya kadar vanillin tertinggi. Hasil analisis total asam buah vanili kering memberikan hasil bahwa total asam dari metode termodifikasi menggunakan oven 28,58 ml NaOH 0,1 N100 g bahan lebih tinggi daripada pengeringan absorpsi 16,37 ml NaOH 0,1 N100 g bahan, akan tetapi relatif sama dengan hasil pengeringan microwave oven 28,54 ml NaOH 0,1 N100 g bahan dan metode Balitro II 28,53 ml NaOH 0,1 N100 g bahan. Hal ini berarti jumlah asam-asam organik yang terkandung dalam vanili kering hasil pengeringan menggunakan oven lebih tinggi daripada pengeringan lainnya. Nilai pH berbanding terbalik dengan nilai total asamnya, yaitu semakin tinggi total asam maka semakin rendah pH buah vanili. Secara umum, dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan proses curing, lebih baik digunakan vanili utuh yang direndam selama 10 menit menggunakan tekanan vakum 5 kPa. Kadar vanillin akan lebih baik hasilnya jika vanili dikeringkan menggunakan oven pengering biasa. Saran Pengeringan vanili dengan mekanisme pengeluran air yang lain dapat dicoba misalnya dengan cara pengaturan RH ataupun aliran udara. Aliran udara diperlukan agar laju pengeluaran uap air dari vanili dapat berlangsung lebih cepat penurunan kadar air lebih cepat sehingga mempercepat proses pengeringan. 98 DAFTAR PUSTAKA Aguilera JM dan DW Stanley. 1990. Microstructural Principles of Food Processing and Engineering. London and New York: Elsevier Applied Science. Aguilera JM dan DW Stanley. 1999. Microstructural Principles of Food Processing and Engineering. Ed ke-2. Maryland: Aspen Publishers, Inc. Anklam E. 1993. Authenticity of Vanilla and Vanilla Exttract. Part I: Comprehensive Survey of the Literature. EUR 15561 EN. Anklam E, S Gaglione, A Muller. 1997. Oxidation Behaviour of Vanillin in Dairy Products. J Food Chem 601:43-51. Anonim. 2007. Vanillin. http:www.answers.comtopicvanillin. [10 Maret 2007] Arana FE. 1943. Action of Beta-glukosidase in the Curing of Vanilla. Food Res. 8 : 343-351. Arana FE. 1944. Vanilla Curing and Its Chemistry. Buletin no. 42. Federal Experiment Station of the USDA, Mayaques, Puerto Rico. Washington. Asikin AN. 1998. Kajian Model Pengeringan Absorpsi Fillet Ikan Lapis Tipis Menggunakan CaO Sebagai Absorben [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bagnato N, M Sedgley, R Barret, A Klieber. 2003. Effect of Ethanol Vacuum Infiltration on The Ripening of ’Cavendish Bananas’ cv Williams. Postharvest Biology and Technology 27:337-340. Cristensen, CM. 1974. Storage of Cereal Grains and Their Product. Ed ke-2. USA: St. Paul Inc., Minnesota, American Association of Cereal Chemist. Chang R dan W Tikkanen. 1988. The Top Fifty Industrial Chemicals. New York: Random House. Dewi DE. 2005. Pengeringan Panili Vanilla planifolia Andrews Menggunakan Oven Gelombang Mikro Microwave Oven [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dignum, M.J.W., J. Kerler, R. Verpoorte. 2001. Vanilla Production : Technological, Chemical and Biosynthetic Aspect. Food Reviews International 172:199-219. Dignum MJW, J Kerler, R Verpoorte. 2002. Vanilla Curing Under Laboratory Conditions. J Food Chem 79:165-171. 99 Earle RL. 1969. Unit Operations in Food Processing. New York: Pergamon Press, Ltd. Edmond JB, AM Musser, FS Andrews. 1957. Fundamentals of Horticulture. Ed ke-2. New York, Toronto, London: Mc Graw-Hill Book Company, Inc. Efendi S. 2001. Karakterisasi Enzim Lipase Intraseluler dengan Aktivitas Esterifikasi dari Kapang Rhyzopus oryzae. [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Esen A. 1993. β-glucosidase Biochemistry and Molecular Biology. Washington DC: American Chemical Society. Eskin NAM. 1990. Biochemistry of Food. Ed ke-2. New York: Academic Press Inc. FAO. 2005. Top Vanilla Producers of The World. http:www.answers.comtopicvanillin. [10 Maret 2007]. Fardiaz D, A Apriyantono, S Yasni, Budiyanto, S Puspitasari. 1986. Penuntun Parktikum Analisa Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Farrel KT. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. New York: An AVI Book. Fellows PJ. 2001. Food Processing Technology, Principles and Practices. Boca Raton, Boston, New York, Washington DC: CRC Press. Ferdinand W. 1978. The Enzyme Molecule. New York: John Wiley and Sons. Fuadi A. 1999. Mempelajari Karakteristik Batu Kapur TohorLime CaO sebagai Adsorben Untuk Proses Pengeringan Secara Adsorpsi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Garcia-Palazon A, W Suthanthangjai, P Kajda, I Zabetakis. 2004. The Effects of High Hidrostatic Pressure on beta-glukosidase, Peroxidase and Polyphenoloxidase in Red Raspberry Rubus idaeus and Stawberry Fragaria x ananassa. J Food Chem 88:7-10. Gaspary U dan Bucher H. 1981. Increase in the Production of Lime as Fertilizer and Construction Material Within the Framework of the Area Development Project-ADP-in West Pasaman West Sumatra Indonesia. Stuttgart: Institute for Projectplanning. Hadisutrisno B. 2005. Budi Daya Vanili Tahan Busuk Batang. Jakarta: Penebar Swadaya. 100 Halim B. 1995. Pengeringan Biji Lada Piper nigrum Linn Secara Absorpsi dengan Kapur Api CaO [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hall CW. 1957. Drying Farm Crops. Michigan: Eduard Brothers Co. Hanum T. 1997. Perubahan Kadar Vanillin, Aktivitas Beta-glukosidase dan Oksidase Selama Pengolahan Pasca Panen Panili Vanilla planifolia. Bul. Teknol. Dan Industri Pangan. Vol.8 No.1. Harjadi W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia. Hasmilda. 2004. Pengaruh Peningkatan Aktivitas Enzim Beta-glukosidase Pada Kadar Vanillin Buah Vanila Vanilla planifolia Andrew. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Heath HB dan G Reineccius. 1986. Flavor Chemistry and Technology. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Hersasi L. 1996. Pembuatan Brem Padat dengan Penambahan Dekstrin dan Pengeringan Absorpsi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Juanasri. 2004. Pengaruh Umur Petik, Pemberian Giberelin dan Spermidin Terhadap Kualitas Buah Manggis [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Kantor Pusat Bank Rakyat Indonesia. 1996. Panili, Suatu Tinjauan Terhadap Produksi dan Analisa Finansial. Jakarta. Kesmayanti N. 1996. Pengaruh Infiltrasi Berbagai Jenis dan Konsentrasi Poliamin Terhadap Perubahan Fisiologis Buah Mangga Mangifera indica L. [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Klimes I dan Lamparsky D. 1976. Vanilla Volatiles-a Comprehensive Analysis. Int. Flavours. Food Add. 7: 272-291. Kwon SJ, Sony KM, Honey WH dan Rhee JS. 1995. Removal of Water Produced from Lipase Catalized Esterification in Organic Solvent by Pervoration. Biotechnol. Bioengin 46: 393-395. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Thenawidjaja M. Mazza G dan LeMaguer M. 1980. Flavour Retention During Dehydration of Onion. Di dalam P. Linko, Y. Malkki, J. Olkku dan J. Larinkari eds. Food Process Engineering. Vol I. Food Processing System. London: Applied Science: 399-406. 101 Mane J dan Zuccha J. 1993. Process for Production of Natural Vanilla Flavour by Treatment of Vanilla Pods and Vanilla Flavour so Produced. Fr. Patent Appl. PN FR 2691880A1. Melawati. 2006. Optimasi Proses Maserasi Panili Vanilla planifolia A Hasil Modifikasi Proses Kuring. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Michaud D dan A Asselin. 1995. Application to plant protein of gel electroporetic methods. Journal of Chromatography A, 698 1995 : 263-279. Mujumdar AS. 2003. Drying Technology in Agriculture and Food Sciences. USA: Science Publishers, Inc. Enfield NH. Nurdjanah N dan S Rusli. 1998. Pengolahan Panili. Di dalam: Kemala S, M Tombe, Endang HP, A Dhalimi, Risfaheri ed. Monograf Panili. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm: 107-113. Odoux E. 2000. Changes in Vanillin and Glucovanillin Concentrations During The Various Stages of The Process Traditionally Used for Curing Vanilla fragnans Beans in Reunion. Fruits 552:119-124. Odoux E, J Escoute, JL Verdeil, JM Brillouet. 2003. Localization of Beta-D- Glucosidase Activity and Glucovanillin in Vanilla Bean Vanilla planifolia Andrews. Annals of Botany 92: 437-444. Purseglove JW, EG Brown, CL Green, SRJ Robbins. 1981. Spices. Vol.2. Longman. London. Rahayu DL. 2006. Pengaruh Aktivator Butanol dan Sistein Terhadap Kadar Vanillin Pada Pengolahan Panili Vanilla planifolia Andrews. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ranadive AS, K Szkutnica, JG Guerrera, C Frenkel. 1983. Vanillin Biosynthesis in Vanilla Beans. Essential Oil Technical Paper. Book 2. Singapore. Richard HM. 1991. Spices and Condiments I. Di dalam: Maarse, H. ed Volatile Compounds in Foods and Beverages. New York: Marcel Dekker, Inc. Riou C, JM Salmon, MJ Vallier, Z Gunata. 1998. Purification, Characterization, and Substrate Specifity of a Novel Highly Glucose Tolerant β-glucosidase from Aspergillus oryzae. Applied and Environmental Microbiology. p.3607- 3614. Risfaheri, MP Laksmanahardja, T Hidayat. 1998. Standar Mutu Panili. Di dalam: Kemala S, M Tombe, Endang HP, A Dhalimi, Risfaheri ed. Monograf Panili. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm: 121-129. 102 Rismunandar dan ES Sukma. 2003. Bertanam Panili. Edisi rev. Jakarta: Penebar Swadaya. Ruhnayat A. 2004. Bertanam Vanili, Si Emas Hijau Nan Wangi. Jakarta: Agro Media Pustaka. Ruiz-Teran F, I Perez-Amador, A Lopez-Munguia. 2001. Enzymatic Extraction and Transformation of Glucovanillin to Vanillin from Green Pods. J. Agric. Food Chem 49: 5207-5209. Ryans JL dan DL Roper. 1986. Process Vacuum System Design and Operator. USA: McGraw-Hill. Samuel AA dan Vedamurthy VN. 1984. Dehumidified Air for Food Processing Using Calcium Chloride as Dessicant. Di dalam: McKenna BM. ed. Enggineering and Food Vol.2, Processing Applications. London dan New York: Elsevier Applied Sci. Publ. hlm : 721-731. Salim F. 1993. Usahatani Panili. Bogor: Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Saurel R. 2002. The Use of Vacuum Technology to Improve Processed Fruit and Vegetables. Di dalam: Jongen W. ed. Fruit and Vegetable Processing Improving Quality. Boca Raton, Boston, New York, Washington DC: CRC Press. hlm: 365-380. Schultz M. 2005. Vanilla: Anything but Plain. http:www.foodproductdesign.comcurrent11051INI.html. [19 November 2005]. Singh RS dan DR. Heldman. 2001. Introduction to Food Engineering. Ed ke-3. London: Academic Press. Setyaningsih D, MT Soehartono, A Apriyantono, I Mariska. 2003. Peranan Aktivitas Enzim β-glukosidase Pada Pembentukan Flavor Vanilla Selama Proses Kuring. Bogor: Ringkasan Hasil Penelitian hibah Bersaing Tahun 2003, Institut Pertanian Bogor, hlm:56-58. Setyaningsih D. 2006. Peranan Aktivitas Enzim β-glukosidase Pada Pembentukan Flavor Vanilla Selama Proses Kuring. [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Soekarto ST. 2002. Pengembangan Teknologi Pengeringan Dingin Secara Absorpsi dengan Kapur Api Untuk Hasil Pertanian Bahan Biologik dan Bioaktif. Bogor: Tidak Dipublikasikan. Stauffer CE. 1990. Enzyme Assyas For Food Scientists. New York: An AVI Book Van Nostrand Reinhold. 103 Suryani IG. 1999. Pengeringan Biji Pala Myrista fragnans Houtt Secara Adsorpsi Dengan Menggunakan Batu Kapur TohorLime CaO [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suwandi A dan Y Sudibyanto. 2005. Pengolahan dan Pemasaran Vanili. Jakarta: Penebar Swadaya. Suzana VI. 2000. Mempelajari Pengeringan Benih Tomat Lycopersion esculantum Mill Secara Adsorpsi Dengan Batu Kapur TohorLime CaO [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tombe M, Endang HP dan D Manohara. 2002. Status Teknologi Panili. Diambil dari: http:www.perkebunan litbang. deptan go.id. [23 Maret 2006]. Wang J, YS Xiong, Y Yu. 2004. Microwave Drying Characteristic of Potato and the Effect of Different Microwave Powers on the Dried Quality of Potato. Eur Food Res Technol 219:500-506. Whitaker JR. 1990. Enzymes in Analytical Chemistry. Di dalam: Fox, P.F. ed. Food Enzymology. Volume 2. London dan New York: Elsevier Applied Science. hlm: 287-308. Widodo H. 1998. Mempelajari Pengeringan Panili dengan Alat Pengering Kabinet Bertenaga Listrik [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wirakartakusumah MA, D Hermanianto, N Andarwulan. 1989. Prinsip Teknik Pangan. Bogor: Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. Wulandari N. 2002. Proses Pengeringan Absorpsi Pada Lada Hitam. [tesis]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Voisine R, L Carmichael, P Chalier, F Cormier, A Morin. 1995. Determination of Glucovanillin and Vanillin in Cured Vanilla Pods. J Agric Food Chem 43:2658-2661. 104 105 Lampiran 1 Pembuatan ekstrak enzim kasar Buah vanilla segarcured dipotong sepanjang 1 cm Penambahan bufer fosfat 200 mM pH 7,5 mengandung 2mM EDTA; buffer : buah vanilla = 1: 1 Penambahan 5 PVPP 0,15 gram Ditumbuk menggunakan mortar hingga halus Disentrifuse 3500 rpm, 15 menit, 4 o C Ekstrak enzim kasar Ampas Filtrat Disaring 106 Lampiran 2 Prosedur analisis

1. Aktivitas Enzim β-glukosidase Luijendijk et al. 1998