Perbanyakan Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera: Cossidae) pada pakan buatan
PERBANYAKAN Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera: Cossidae) PADA
PAKAN BUATAN
SKRIPSI
OLEH:
ERICK S. DONGORAN
110301258
AGROEKOTEKNOLOGI / HPT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
PERBANYAKAN Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera : Cossidae) PADA
PAKAN BUATAN
SKRIPSI
OLEH:
ERICK S. DONGORAN
110301258
AGROEKOTEKNOLOGI / HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di
Program Studi Agroekoteknologi di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Judul Penelitian
Nama
Nim
Program Studi
Minat
: Perbanyakan Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera: Cossidae)
pada pakan buatan
: Erick S. Dongoran
: 110301258
: Agroekoteknologi
: Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS.)
Ketua
(Ir. Suzanna Fitriany Sitepu, M.Si.)
Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc.
Ketua Program Studi Agroekoteknologi
ABSTRACT
Erick S. Dongoran, “Mass Rearing of Phragmatoecia castaneae
(Lepidoptera : Cossidae) on Artificial Diets”. Supervised by Maryani Cyccu
Tobing and Suzanna Fitriyani Sitepu. P. castaneae is an important stem borer
pest has destroyed sugarcane in North Sumatera and is also a host of some
parasitoids. This research was to study the biology of P. castaneae on artificial
diets and conducted at Sei. Semayang Centre for Research and Development of
Sugarcane PTPN II Medan. This research used non factorial Randomized
Complete Design using artificial diets of sugarcane shoot powder variety PS 862
8,6 g, mixture of sugarcane stem and shoot powder variety VMC 76-16 4,3:4,3 g
and mixture of sugarcane stem and shoot powder variety PS 862 4,3:4,3 g with 10
replications.
The results showed that the eggs period was 10-12 days, larval period was
> 125 days with 10 instars. 1st instar was 6-10 (± 6,67) days, 2nd instar was 8-14
(± 9,83) days, 3rd instar was 9-18 (± 12,80) days, 4th instar was 10-17 (± 12,40)
days, 5th instar was 10-16 (± 12,60) days, 6th instar was 10-18 (± 11,87) days, 7th
instar was 12-20 (± 12,47) days, 8th instar was 13-18 (± 12,47) days, 9th instar
was 12-18 (±13,4) days, 10th instar was not known. The highest mortality
percentage was found on sugarcane shoot powder variety PS 862 8,6g (65%) and
the lowest (35%) on mixture of sugarcane stem and shoot powder variety PS 862
4,3:4,3g and also be the best treatment, this showed by the duration of larval
stage was significantly faster, and the mortality was lower and the long of larval
was longer than the other treatments from 1st instar untill 10th instar.
Keywords : Mass Rearing, P. castaneae, artificial diets, sugarcane powder,
sugarcane variety.
ABSTRAK
Erick S. Dongoran, “Perbanyakan Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera:
Cossidae) pada Pakan Buatan”, dibawah bumbingan Maryani Cyccu Tobing dan
Suzanna Fitriyani Sitepu. P. castaneae merupakan hama penting pada tanaman
tebu dengan cara menggerek batang dan juga sebagai inang dari berbagai jenis
parasitoid serta banyak merusak tanaman tebu di Sumatera Utara. Penelitian ini
bertujuan untuk perbanyakan dan mengetahui biologi P. castaneae pada beberapa
jenis pakan buatan. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Pengembangan
Tanaman Tebu PTPN II Sei. Semayang Medan. Metode yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial terdiri dari serbuk pucuk tebu
varietas PS 862 8,6g, campuran serbuk batang dan pucuk tebu varietas VMC 7616 4,3: 4,3g) dan campuran serbuk batang dan pucuk tebu varietas PS 862 4,3 :
4,3g masing-masing dengan 10 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya fase telur 10-12 hari, fase
larva > 125 hari terdiri atas 10 instar, instar 1 6-10 (± 6,67) hari, instar 2 8-14
(± 9,83) hari, instar 3 9-18 (± 12,80) hari, instar 4 10-17 hari (± 12,40) hari, instar
5 10-16 (± 12,60) hari, instar 6 10-18 (± 11,87) hari, instar 7 12-20 (±12,47) hari,
instar 8 13-18 (± 12,47) hari, instar 9 12-18 (± 13,4) hari, instar 10 tidak
diketahui. Persentase mortalitas tertinggi (65%) terdapat pada serbuk pucuk tebu
varietas PS 862 8,6 g dan terendah (35%) terdapat pada Campuran serbuk batang
dan pucuk tebu varietas PS 862 4,3 : 4,3 g dan merupakan pakan terbaik,
ditunjukkan dari lamanya fase larva tiap instarnya yang relatif singkat dan
mortalitas larva yang lebih rendah serta panjang larva yang lebih panjang dari
perlakuan lainnya mulai dari instar 1 sampai 10.
Kata Kunci : Perbanyakan, P. castaneae, jenis pakan buatan, jenis serbuk,
varietas tebu
RIWAYAT HIDUP
Erick S. Dongoran, lahir pada tanggal 04 Juni 1993 di Sei. Buluh Serdang
Bedagai, putra dari Ayahanda Arnold Dongoran dan Ibunda Rosmalam Sitorus.
Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Lulus dari SMA Negeri 1
Perbaungan pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama di terima di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, Program Studi Agroekoteknologi
melalui jalur UMB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa
organisasi dan tercatat sebagai anggota HIMAGROTEK (Himpunan Mahasiswa
Agroekoteknologi) Fakultas Pertanian USU tahun 2011-2015, anggota Unit
Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Kristen (KMK) USU UP FP tahun 2011-2015,
anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Badminton USU tahun 2013-2014,
anggota Organisasi TSA (Tanoto Scholar Association) Medan tahun 2013-2015.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai asisten Laboratorium
Fisiologi
Tumbuhan
(2013/2014
dan
2014/2015),
Laboratorium
Dasar
Perlindungan Tanaman Sub Hama (2013/2014 dan 2014/2015), Laboratorium
Pestisida dan Teknik Aplikasi (2014/2015). Melaksanakan Praktek Kerja Lapang
(PKL) di PT. Tasik Raja, Tasik Harapan Estate anak parusahaan dari PT. Anglo
Eastern Plantation (AEP) Kab. Labuhan Batu selatan. Serta melakukan penelitian
skripsi di Balai Riset dan Pengmbangan Tebu PTPN II Sei. Semayang Medan
pada bulan April-September 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini.
Penelitian ini berjudul
“Perbanyakan
Phragmatoecia Castaneae
Hubner
(Lepidoptera : Cossidae) pada Pakan Buatan” yang merupakan salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada
ayahanda Arnold Dongoran dan ibunda Rosmalam Sitorus, kepada Komisi
Pembimbing Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, M.S. selaku Ketua dan Ir.
Suzanna Fitriyani Sitepu, M.Si. sebagai Anggota, kepada kakak dan adik kandung
saya yang telah membimbing, memberikan kritik, dukungan dan saran berbagai
masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan judul hingga
penyelesaian usulan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan menjadi sumber referensi yang berguna bagi kita semua.
Medan, September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRACT ............................................................................................................ i
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ..v
DAFTAR TABEL .................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ..viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 4
Kegunaan Penulisan....................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
P. castaneae Hubner. ..................................................................................... 5
Biologi .................................................................................................... 5
Gejala Serangan ...................................................................................... 7
Pengendalian........................................................................................... 8
PakanBuatan .................................................................................................. 10
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................ 14
Bahan dan Alat .............................................................................................. 14
Metodologi Penelitian.................................................................................... 14
Pelaksanaan Penelitian................................................................................... 16
Pembuatan pakan buatan ........................................................................ 16
Penyediaan larva P. castaneae ............................................................... 17
Peletakan larva ke pakan buatan ............................................................. 17
Peubah Amatan .............................................................................................. 18
Persentase mortalitas .............................................................................. 18
Fase telur ................................................................................................ 18
Perilaku larva .......................................................................................... 18
Panjang tubuh larva ................................................................................ 18
Lama stadia larva .................................................................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fase telur........................................................................................................ 20
Perilaku larva ................................................................................................. 21
Panjang tubuh larva ....................................................................................... 26
Lama stadia larva ........................................................................................... 28
Persentase mortalitas larva ............................................................................ 30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................................... 33
Saran .............................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ABSTRACT
Erick S. Dongoran, “Mass Rearing of Phragmatoecia castaneae
(Lepidoptera : Cossidae) on Artificial Diets”. Supervised by Maryani Cyccu
Tobing and Suzanna Fitriyani Sitepu. P. castaneae is an important stem borer
pest has destroyed sugarcane in North Sumatera and is also a host of some
parasitoids. This research was to study the biology of P. castaneae on artificial
diets and conducted at Sei. Semayang Centre for Research and Development of
Sugarcane PTPN II Medan. This research used non factorial Randomized
Complete Design using artificial diets of sugarcane shoot powder variety PS 862
8,6 g, mixture of sugarcane stem and shoot powder variety VMC 76-16 4,3:4,3 g
and mixture of sugarcane stem and shoot powder variety PS 862 4,3:4,3 g with 10
replications.
The results showed that the eggs period was 10-12 days, larval period was
> 125 days with 10 instars. 1st instar was 6-10 (± 6,67) days, 2nd instar was 8-14
(± 9,83) days, 3rd instar was 9-18 (± 12,80) days, 4th instar was 10-17 (± 12,40)
days, 5th instar was 10-16 (± 12,60) days, 6th instar was 10-18 (± 11,87) days, 7th
instar was 12-20 (± 12,47) days, 8th instar was 13-18 (± 12,47) days, 9th instar
was 12-18 (±13,4) days, 10th instar was not known. The highest mortality
percentage was found on sugarcane shoot powder variety PS 862 8,6g (65%) and
the lowest (35%) on mixture of sugarcane stem and shoot powder variety PS 862
4,3:4,3g and also be the best treatment, this showed by the duration of larval
stage was significantly faster, and the mortality was lower and the long of larval
was longer than the other treatments from 1st instar untill 10th instar.
Keywords : Mass Rearing, P. castaneae, artificial diets, sugarcane powder,
sugarcane variety.
ABSTRAK
Erick S. Dongoran, “Perbanyakan Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera:
Cossidae) pada Pakan Buatan”, dibawah bumbingan Maryani Cyccu Tobing dan
Suzanna Fitriyani Sitepu. P. castaneae merupakan hama penting pada tanaman
tebu dengan cara menggerek batang dan juga sebagai inang dari berbagai jenis
parasitoid serta banyak merusak tanaman tebu di Sumatera Utara. Penelitian ini
bertujuan untuk perbanyakan dan mengetahui biologi P. castaneae pada beberapa
jenis pakan buatan. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Pengembangan
Tanaman Tebu PTPN II Sei. Semayang Medan. Metode yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial terdiri dari serbuk pucuk tebu
varietas PS 862 8,6g, campuran serbuk batang dan pucuk tebu varietas VMC 7616 4,3: 4,3g) dan campuran serbuk batang dan pucuk tebu varietas PS 862 4,3 :
4,3g masing-masing dengan 10 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya fase telur 10-12 hari, fase
larva > 125 hari terdiri atas 10 instar, instar 1 6-10 (± 6,67) hari, instar 2 8-14
(± 9,83) hari, instar 3 9-18 (± 12,80) hari, instar 4 10-17 hari (± 12,40) hari, instar
5 10-16 (± 12,60) hari, instar 6 10-18 (± 11,87) hari, instar 7 12-20 (±12,47) hari,
instar 8 13-18 (± 12,47) hari, instar 9 12-18 (± 13,4) hari, instar 10 tidak
diketahui. Persentase mortalitas tertinggi (65%) terdapat pada serbuk pucuk tebu
varietas PS 862 8,6 g dan terendah (35%) terdapat pada Campuran serbuk batang
dan pucuk tebu varietas PS 862 4,3 : 4,3 g dan merupakan pakan terbaik,
ditunjukkan dari lamanya fase larva tiap instarnya yang relatif singkat dan
mortalitas larva yang lebih rendah serta panjang larva yang lebih panjang dari
perlakuan lainnya mulai dari instar 1 sampai 10.
Kata Kunci : Perbanyakan, P. castaneae, jenis pakan buatan, jenis serbuk,
varietas tebu
PENDAHULUAN
Latar belakang
Produksi gula Indonesia pada tahun 2000 hanya sebesar 1,69 juta ton dan
tahun 2011 meningkat menjadi 2,23 juta ton atau meningkat sebesar 3,16%.
Produksi tebu tertinggi selama periode tahun 2000-2011 terjadi pada tahun 2008
yang mencapai 2,69 juta ton. Namun sejak tahun 2008 hingga tahun 2011,
produksi tebu mengalami penurunan hingga 17,30% atau berkurang 155.362
ton/tahun. Dan pada tahun 2015 diprediksi menyusut 2,87% dari 70,8 ton/ha
menjadi 68,7 ton/ha dan dari 2,58 juta ton pada tahun 2014 menjadi 2,54 juta ton
tahun 2015. Penurunan areal, serangan hama penyakit merupakan penyebab
penurunan produksi gula tersebut. Jika dibandingkan dengan negara-negara
produsen gula di dunia, Indonesia menempati urutan ke-11 setelah Brazil (>35
juta ton/thn), India (>25 juta ton/thn) dan Uni Eropa (>15 juta ton/thn) pada tahun
2014-2015 (PDIP, 2015; CPS, 2015).
Ada berbagai jenis varietas pada tanaman tebu, namun hanya varietas PS
862 dan VMC 76-16 adalah varietas tebu yang ditanam di PTPN II karena
memiliki rendemen gula yang tinggi. Varietas VMC 76-16 memiliki rendemen
gula yang tinggi, hasil rendemen gula cukup tinggi yaitu dengan rata-rata 9.73%
dimana bibit yang diperoleh dari bagal, mata ruas tunggal dan mata tunas tunggal.
Varietas PS 862 memiliki rendemen gula yang cukup tinggi juga apabila ditanam
pada lahan sawah, lahan tegalan dan pola keprasan berturut-turut 9.45%, 10.87%,
dan 10.80% (P3GI, 2014).
Tanaman tebu yang diusahakan pada daerah-daerah baru di Sumatera
paling sedikit diserang oleh empat spesies penggerek batang, yaitu : penggerek
batang bergaris Chilo sacchariphagus Bojer, penggerek batang berkilat
Chilo auricilius Dudgeon, penggerek jambon Sesamia inferens Walker,
dan penggerek batang raksasa Phragmatoecia castaneae Hubner. Pada tanaman
tebu yang sudah besar P. castaneae biasanya merupakan spesies yang
dominan. Meskipun telah dikenal mulai dari Eropa sampai Asia Tenggara.
(BPPP, 2007).
Berdasarkan Kepmentan No. 38 / Kpts / HK.060 / 1 / 2006 tanggal 27
Januari 2006, P. castaneae dinyatakan statusnya sebagai OPTK A2. P. castaneae
(Lepidoptera : Cossidae) disebut dengan penggerek batang tebu raksasa (PBR)
yang banyak merusak tanaman tebu di daerah Sumatera Utara dan Sumatera
Barat. Kerugian rendemen gula dari setiap ruas yang terserang berkisar antara
0,75-1,3%. Penggerek ini sering menyerang pucuk tanaman yang menyebabkan
tanaman mati puser sehingga tidak dapat berproduksi (Saragih et al., 1986). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Industri Gula tahun 1977
diperoleh bahwa kerugian hasil akibat serangan penggerek ini mencapai 60%.
Pada tahun 1968 di Johor Baru, penggerek ini memusnahkan tanaman tebu seluas
± 8.222 Ha, dan merupakan hama penting pada pertanaman tebu di PTP
Nusantara II, Sumatera Utara (Purnama, 2001).
Informasi mengenai pembiakan massal P. castaneae di laboratorium masih
sedikit bahkan bisa dikatakan belum ada, terutama dengan pakan buatan.
Keberadaan hama penggerek batang tebu seperti P.castaneae sangat tergantung
pada kondisi di lapangan, hama ini tidak ada terus menerus di lapangan. Ada
banyak faktor pembatas yang dapat menghambat perkembangan P. castaneae di
lapangan seperti adanya parasitoid, iklim makro maupun iklim mikro yang tidak
mendukung dari pertanaman tebu. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu alternatif agar
keberadaan hama ini tetap ada namun dalam keadaan yang tidak merugikan baik
secara ekologis maupun ekonomis untuk menjaga keseimbangan ekosistem di
sekitar pertanaman tebu.
Ada dua jenis pakan yang dapat digunakan untuk membiakkan serangga,
yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pemilihan jenis pakan yang digunakan
dalam pembiakan massal serangga sangat berpengaruh terhadap kebugaran
serangga yang dibiakkan. Oleh karena itu, jenis pakan yang digunakan harus
dipilih seselektif mungkin terutama saat digunakan untuk mempelajari
reproduksi suatu serangga. Pakan buatan dinilai dapat menghasilkan serangga
yang lebih baik kebugarannya dibandingkan dengan menggunakan pakan alami
(Blanco et al., 2008)
Pembiakan massal P. castaneae dalam pakan buatan perlu dilakukan untuk
menguji keefektifan musuh alaminya seperti parasitoid Tumidiclava sp.,
S. inferens
dan Tetrastichus sp. serta dapat digunakan untuk berbagai jenis
penelitian lanjutan.
Selain itu, pembiakan massal P. castaneae juga sangat
bermanfaat sebagai inang dari parasitoid dan memperbanyak parasitoid dari hama
ini serta menjaga ketersediaan inang agar tidak tergantung pada keberadaan hama
di lapangan.
Hingga saat ini, belum ada komposisi pakan buatan yang sesuai untuk
P. castanneae dan pembiakannya pun masih tergantung pada populasi di
lapangan. Dengan adanya pakan buatan, diharapkan mampu menjadi suatu
alternatif untuk mengembangbiakkan P. castanneae karena mengingat hingga
saat ini hama ini masih belum bisa dibiakkan secara massal di laboratorium
khususnya di Balai Riset dan Pengembangan PTPN II Sei. Semayang Sumatera
Utara dan di Indonesia pada umumnya. Hal ini disebabkan penyebaran hama ini
tidak merata di seluruh Indonesia dan hanya terdapat di beberapa daerah saja
seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat serta di beberapa negara di Asia
Tenggara seperti Thailand dan Vietnam.
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian perbanyakan
P. castaneae dengan pakan buatan di laboratorium.
Tujuan penelitian
Mempelajari biologi hama P. castaneae yang diberi beberapa jenis pakan
buatan dan untuk mengetahui potensi pakan buatan.
Hipotesis penelitian
Pakan buatan berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan
P. castaneae di laboratorium. Ada jenis pakan buatan yang terbaik untuk
perbanyakan P. castaneae di laboratorium.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah pengetahuan mengenai pembiakan massal P. castaneae dengan pakan
buatan serta sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
TINJAUAN PUSTAKA
P. castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae)
Biologi
Telur - telur yang masih baru berwarna putih kotor. Warna tersebut selang
beberapa hari berubah menjadi coklat muda. Satu atau dua hari menjelang
penetasan warnanya menjadi kelabu. Telur berbentuk oval dengan panjang 1,8
mm dan lebar 0,8 mm.
Gambar 1. Telur P. castaneae
Kelompok telur terdiri dari satu baris atau lebih (Gambar 1). Telur - telur
diletakkan pada pucuk yang mati (puser) atau pada daun tua dan kering yang
masih melekat pada batang. Tepi daun digulung dan direkatkan. Tergantung dari
letak telur dalam barisan, yaitu berada di sisi atau ujung, maka 1 cm baris terdiri
dari 9 - 12 butir telur. Stadia telur 9 - 10 hari (Wirioatmodjo, 1980). Jumlah telur
yang dihasilkan sebanyak 282-367 butir telur per betina (PTPN II, 2009).
Larva masuk ke dalam batang dengan membuat lorong gerekan dari
pelepah daun. Panjang larva 35 mm dan pupa 22 mm (Diyasti, 2013). Larva yang
baru menetas berukuran 0,3-0,4 mm, warna dasar tubuhnya kuning terang dengan
4 buah bercak berwarna merah ungu pada setiap segmen tubuhnya. Selama
periode larva di lapangan terjadi 5 kali pergantian kutikula, yang berarti terdapat 6
instar. Ulat yang telah besar berwarna putih jambon kemerah-merahan. Stadia
larva mencapai 70 hari. Menjelang berkepompong ulat membuat lubang keluar
pada batang yang ditutupi dengan selaput tipis (Prasasya, 2009).
Gambar 2. Larva P. castaneae instar 8
Larva jantan dapat mencapai 3,5 cm dan larva betina mencapai 5,5 cm
(Gambar 2). Sebelum menjadi pupa, larva melewati fase pra pupa selama 2-3 hari.
Larva berbentuk cruciform dengan 3 tungkai sejati dan 4 tungkai palsu
(Pramono, 2005).
Gambar 3. Pupa P. castaneae
Mula - mula pupa berwarna sedikit kekuningan. Setelah beberapa hari
warnanya berangsur - angsur menjadi lebih gelap dan akhirnya menjadi coklat
gelap (Gambar 3), masa pupa 16,45 hari. Sebelum menetas pupa merayap keluar
(Wirioatmodjo, 1980). Pada setiap segmen abdomen terdapat busur duri. Pada
awalnya pupa berwarna kuning muda kemudian berubah menjadi coklat tua
dengan panjang 2,5-3 cm (jantan) dan 3,5-4 cm (betina) ( Pramono, 2005).
Ngengat berwarna kecoklatan dan memiliki proboscis. Pada ujung tulang
sayap terdapat noktah berwarna ungu kehitaman.
Rata - rata panjang tubuh
ngengat betina 3,02 cm dan ngengat jantan 2,77 cm. Ngengat keluar pada sore
hari. Setelah keluar dari kepompong, ngengat betina berdiam selama beberapa
waktu untuk mengeringkan dan mengembangkan sayap Masa penerbangan terjadi
antara pukul 18.00 - 20.00. (BPTTD, 1979).
(a)
(b)
Gambar 4. Imago jantan P. castaneae (a) dan imago betina P. castaneae (b)
Lebar sayap imago (ngengat) sekitar 27-50 mm, betina memiliki ukuran
tubuh lebih besar dibandingkan dengan jantan. Sayap berwarna buffish-abu
dengan bercak gelap. Betina memiliki abdomen yang panjang, yang membentang
jauh melampaui ujung sayap saat fase istirahat (Gambar 4b). Ngengat mulai
berterbangan sekitar bulan Mei-Juli (Diyasti, 2013).
Gejala Serangan
Akibat serangan hama ini, terjadi penurunan bobot tebu atau rendemen
karena kerusakan pada ruas batang, bahkan batang tebu bisa mati dan tidak dapat
digiling. Kerugian gula akibat serangan hama ini ditentukan oleh jarak waktu
antara saat penyerangan dan saat tebang. Kehilangan rendemen dapat mencapai 50
% jika menyerang tanaman tebu umur 4-5 bulan dan 4-15 % pada tebu yang
berumur 10 bulan (Diyasti, 2013).
PBR menyerang tanaman tua maupun tanaman muda. Serangan pada
tanaman muda dapat menyebabkan kematian pucuk. Kematian pada tanaman tua
dapat pula terjadi, terutama bila terdapat populasi hama tinggi. Pada tanaman yang
telah berumur lebih dari tiga bulan, kerusakan terjadi pada ruas - ruas. Bila
gerekan ruas cukup parah, batangnya mudah patah. Gejala ditandai dengan adanya
lubang - lubang gerek, yang mudah dilihat dari luar. Tingkat kerusakan biasanya
ditentukan berdasarkan persen rusak ruas (dengan tanda ruas rusak dari luar)
terhadap jumlah ruas (BPTTD, 1979). Setiap persen kerusakan yang ditimbulkan
oleh hama ini dapat mengakibatkan penurunan kristal gula antara 0,7 - 1,27%
(Deptan, 1994). Pada serangan berat, bagian dalam batang tebu hancur dimakan
oleh larva PBR (Diyasti, 2013).
Pengendalian
Agar penyebaran hama PBR tidak semakin meluas, perlu dilakukan
eradikasi tanaman dengan memanen tebu lebih awal yaitu sekitar umur 7-8 bulan.
Tindakan ini dilakukan untuk memutus siklus hidup hama dan tidak terjadi
kehilangan hasil yang lebih besar, karena tebu yang terserang masih dapat digiling
meskipun kualitas rendemennya turun (Diyasti, 2013).
Pemanfaatan musuh alami lain berupa parasitoid pupa Tetrastichus sp.
juga dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian pupa P. castaneae. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidauruk et al. (2013) yang
menunjukkan bahwa persentase tertinggi pupa P. castaneae terparasit (100%)
terdapat pada perlakuan 1 pupa dengan 5, 6, dan 7 pasang Tetrastichus sp. dan
terendah (18.50%) pada perlakuan 9 pupa dengan 4 pasang parasitoid.
Pengendalian bisa juga dilakukan secara hayati dengan melepas musuh
alami hama PBR yaitu parasitoid telur Tumidiclava sp. (Hymenoptera) dan
Trichogramma sp. (Wang et al., 2014) serta
(Diptera).
Selain
itu,
penggunaan
parasitoid larva S. inferens
cendawan
entomopatogen Beauveria
bassiana dan Metarrhizium anisopliae juga cukup efektif dalam mengendalikan
hama PBR (Diyasti, 2013).
Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami berupa parasitoid
larva S. inferens telah diuji pada skala laboratorium untuk mengendalikan
P. castaneae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa turunan dari perkawinan yang
berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap terbentuknya imago lalat.
Turunan terbaik berasal dari perkawinan imago jantan dari lapangan dan imago
betina dari laboratorium dengan persentase lalat yang terbentuk sebesar 59,17%.
Hasil pengamatan persentase ulat yang terparasit menunjukkan bahwa daya
parasitasi S. inferens dari turunan berbeda tidak berbeda nyata terhadap larva
P. castaneae dengan persentase parasitasi tertinggi diperoleh pada perlakuan R1
(perkawinan sepasang imago jantan dan betina di laboratorium) sebesar 63,33%
dan terendah perlakuan R2 (imago jantan dan betina dari hasil perkawinan R1)
sebesar 47,50% (Khairiyah, 2008).
Sanitasi kebun juga perlu dilakukan dengan memusnahkan sumber
inokulum berupa serasah daun kering, sisa batang dan pucuk tebu pasca tebangan,
serta memusnahkan gelagah (Saccharum spontaneum) yang merupakan inang
hama PBR (Diyasti, 2013).
Pakan Buatan
Pakan buatan merupakan salah satu alternatif untuk perbanyakan larva
PBR di laboratorium. Larva PBR yang merupakan hama penting pada tanaman
tebu dipelihara, selanjutnya di inokulasikan kembali dengan parasitoid agar
diperoleh parasitoid yang baik. Larva juga dipelihara untuk keperluan penelitian,
penelitian membutuhkan larva yang sehat pada tahap perkembangan yang tepat
dan jumlah yang memadai (Tende et al., 2011).
Panchal dan Kachole (2013)
telah meneliti siklus hidup dari hama
Chilo partellus dalam pakan buatan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah
pertumbuhan dan perkembangan dari
larva C. partellus meningkat secara
signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhavani (2013)
yang menyatakan bahwa C. infuscatellus berkembang dengan baik pada pakan
buatan dan memiliki hasil yang relatif sama dengan pakan alaminya.
Pakan buatan untuk serangga adalah komponen penting dari banyak sistem
pemeliharaan serangga yang menghasilkan serangga
untuk tujuan penelitian.
Media gel agar untuk pakan umumnya disiapkan dalam proporsi secukupnya dan
digunakan segera setelah persiapan karena bahan pakan mudah mengalami
degradasi dan mudah rusak, seperti vitamin dan asam lemak, dapat mempengaruhi
kualitas serangga yang dihasilkan (Brewer, 1984). Namun, waktu persiapan pakan
yang mungkin tidak efisien, dan terlalu boros akan berdampak pada kelebihan
bahan yang tidak terpakai sehingga dibuang, maka persentase pupa akan
bervariasi, dengan tidak ada perbedaan yang signifikan antar pakan, dimana
persentase pupa yang terbentuk maksimum sebesar 83%. Ekstrusi dari pakan di
bawah suhu tinggi dan tekanan dapat menyebabkan munculnya bahan kimia yang
tidak diinginkan dan perubahan fisik pada produk ekstrusi (Kim et al., 2014).
Berikut ini adalah kompososi pakan buatan yang dikeluarkan oleh P3GI
(2014) untuk hama C. sacchariphagus dan C. auricilius.
Tabel 1. Komposisi pakan buatan untuk C. sacchariphagus dan C. auricilius
Bahan
Serbuk pucuk tebu
Tepung kacang hijau
Vitamin C
Formalin 40%
Yeast (ragi roti)
Nipagin
Sorbic acid
Sukrose
Agar powder
Air untuk agar
Air untuk blender
Banlate
Tauge Kacang Hijau
Berat
C. sacchariphagus Bojer C. auricilius Dudgeon
20 g
30 g
175 g
30 g
2.6 g
1.3 g
0.3ml
0.3 ml
25 g
13 g
1.6g
1,6 g
0.8 g
0.4 g
20 g
10.2 g
5.1 g
350 ml
350 ml
120 ml
0.025 g
18 g
Alfazairy et al. (2012) juga melakukan penelitian dengan menggunakan
pakan buatan untuk memperbanyak
Spodoptera littoralis dengan komposisi
pakan yang disarankan mengandung lentil kuning 180 g, Lens culinaris, beras 25
g, bubuk padi, bubuk ragi 18.5 g , asam askorbat 3 g, asam sorbat 4 g, 2.5 g
natrium benzoat, 1 ml formalin (37-40%) dan air keran 575 ml. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa 180 g dari lentil kuning, L. culinaris dan beras 25 g
dapat digunakan sebagai komponen bahan pakan buatan yang bergizi dan sebagai
agen pembentuk gel tanpa mempengaruhi sifat
fisik
dari
makanan untuk
menghindari efek negatif kemungkinan terhadap pertumbuhan larva dan pupa.
Menurut Chen et al.
(2014) berbagai macam formulasi pakan telah
dikembangkan baik untuk larva maupun imago, terutama untuk efisiensi biaya dan
pasokan bahan. Namun, hanya empat larva dan dua formulasi pakan untuk imago
yang telah diterapkan di enam pabrik produksi massal lalat steril di Amerika
Serikat, Meksiko dan Panama. Di sini, mereka meninjau secara
sejarah
penelitian
pakan
screwworm
dan
singkat
pengembangannya,
serta
memperkenalkan formulasi pakan yang digunakan dalam pemeliharaan massal
dan memaparkan kelebihan dan kekurangannya dari segi aplikasi pada tanaman.
Viedma et al. (1985) menemukan komposisi pakan buatan yang sesuai
untuk beberapa ordo serangga, termasuk famili Cossidae yang terdiri dari :
Tabel 2. Komposisi pakan buatan untuk beberapa ordo serangga
Bahan
Berat
Sintetis
Semi sintetis
Air destilata
25 cc
200 cc
Agar
3,5 g
10 g
Selulosa
2g
1.3 g
Glukosa
1,5 g
0.3 ml
Yeast (ragi roti)
3g
44 g
Vitamin bebas kasein
1,2 g
Saccharose
2,5 g
Asam askorbat
0,4 g
Asam benzoat
0,1 g
1g
Campuran garam
1g
Larutan Vitamin
2 cc
Nipagin
1g
1g
Spesific component
10 g
Kecambah gandum
44 g
Maize semola / tepung jagung
22 g
Khusus untuk nipagin, 1 g nipagin dicampur dengan 5 cc alkohol 70%.
Nonci (2004); Wang et al. (2005) dan Kojima et al. (2010) melakukan
pembiakan massal terhadap O. furnacalis untuk menguji keefektifan musuh
alaminya seperti parasitoid Trichogramma ostriniae, T. dendrolini, predator
Proreus sp., Euborellia sp., Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor dan
patogen Metarhizium anisopliae dan
Beauveria bassiana; menguji
adaptasi
fisiologis O. furnacalis terhadap alelokimia yang dikeluarkan oleh tanaman inang
(jagung); dan identifikasi tanaman atau rumputan yang menguntungkan tanaman
utama karena menghasilkan semiokimia yang bersifat repellent terhadap hama
serangga dan
bersifat
attractant terhadap musuh alami O. furnacalis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa O. furnacalis yang dibiakkan secara massal dapat
digunakan sebagai inang untuk perbanyakan parasitoid dan predator.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan
Tebu PTPN II Sei Semayang (± 40 mdpl) mulai bulan April sampai September
2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu serbuk varietas tebu VMC 76-16 dan PS 682
yang berasal dari bagian batang dan pucuk (sogolan), kecambah kacang hijau,
yeast, nipagin, natrium benzoat, agar powder, vitamin C, formalin 40%, Sukrosa,
air (aquades), alkohol dan larva P. castaneae yang berumur < 2 hari.
Alat yang digunakan yaitu blender, timbangan digital dengan tipe Kern
ACJ/ACS, cepuk (botol) plastik dengan tinggi 8 cm dan diameter 4 cm dan cepuk
yang lebih kecil dengan tinggi 2 cm dan diameter 1,8 cm, kuas, bunsen,
keranjang, saringan, dan alat bantu lainnya yang mendukung penelitian.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap non faktorial dan
perlakuan yang digunakan adalah jenis serbuk, terdiri dari 3 taraf yaitu:
V1 = Serbuk pucuk (sogolan) tebu Varietas PS 862 dengan berat 8,6 g
V2 = Campuran serbuk batang dan pucuk (sogolan) tebu 1 : 1 Varietas VMC
76-16 dengan berat 4,3 : 4,3 g
V3 = Campuran serbuk batang dan pucuk (sogolan) tebu 1 : 1 Varietas PS 862
dengan berat 4,3 : 4,3 g
Metode linear dihitung dengan:
Yij
= µ + Ti + Eij
i = 1,2,…… t
j = 1,2,…… r
t = jumlah perlakuan
r = jumlah ulangan
Keterangan :
Yij = data yang disebabkan pengaruh perlakuan pada taraf ke i dan ulangan ke-j
µ = rataan atau nilai tengah
Ti = efek sebenarnya dari perlakuan pada taraf ke-i
Eij = efek error dari treatment ke-i dan ulangan ke-j
(Sastrosoepadi, 2000).
Jumlah ulangan dihitung dengan:
t (r-1)
≥ 15
3 (r-1)
≥ 15
3r - 3
≥ 15
r
≥ 18/3
r
≥ 6 = 10
Berdasarkan perhitungan diatas maka setiap perlakuan diulang sebanyak 10 kali.
Sehingga diperoleh unit percobaan sebanyak 3 x 10 yaitu 30 unit percobaan.
V1
V2
V1
V3
V1
V2
V3
V1
V3
V2
V3
V3
V2
V1
V2
V3
V1
V2
V1
V3
V2
V1
V3
V2
V3
V1
V2
V3
V2
V1
Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata,
maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan
pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1989).
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan serbuk tebu
Batang dan pucuk (sogolan) tebu varietas VMC 76-16 dan PS 862 yang
diambil dari lapangan dicacah dengan ukuran 10-15 cm menggunakan parang.
Hasil cacahan batang dan sogolan tebu dimasukkan kedalam mesin penggiling
JATCO dan diulang dua kali hingga akhirnya cacahan tebu berbentuk serat kasar
yang basah. Serat kasar yang masih basah kemudian dibawa ke laboratorium dan
dikering anginkan di bawah sinar matahari selama ± 3-7 hari tergantung intensitas
penyinaran matahari. Kemudian di masukkan ke dalam amplop ukuran A4 dan
diovenkan pada suhu 80o C selama ± 4 jam. Serbuk yang telah kering diayak dan
diblender lalu diayak kembali hingga serbuk menjadi halus.
Pembuatan pakan buatan
Semua bahan yang diperlukan ditimbang yaitu serbuk varietas tebu VMC
76-16 dan PS 682 yang berasal dari
bagian batang, sogolan (pucuk) dan
campuran batang dan sogolan sesuai dengan perlakuan (masing-masing varietas
8,6 g dan 4,3 : 4,3 g untuk campuran), kacang hijau yang telah direndam selama
12 jam 75 g, nipagin 0,7 g, yeast 10,7 g, natrium benzoat 0,35 g, agar powder 4,4
g, vitamin C 1,1 g, formalin 40% 0,12 ml, sukrosa 8,6 g, air untuk agar 160 ml, air
untuk blender 80 ml.
Hal yang pertama dilakukan adalah memasukkan air sebanyak 80 ml ke
dalam blender lalu dimasukkan secara berurut kecambah kacang hijau 75 g,
serbuk tebu (8,6 g atau 4,3 : 4,3 g sesuai perlakuan) dan sukrosa 8,6 g kemudian
diblender agar bahan tersebut halus, setelah itu dimasukkan kembali ke dalam
blender secara berturut-turut nipagin 0,7 g, yeast 10,7 g, natrium benzoat 0,35 g,
dan vitamin C 1,1 g. Dipanaskan air sebanyak 160 ml yang di dalamnya telah
dimasukkan agar powder seberat
4,4 g, selanjutnya setelah mendidih agar
dimasukkan ke dalam blender yang sudah berisi seluruh bahan-bahan kemudian
diblender. Saat bahan-bahan diblender, dimasukkan formalin 40% sebanyak
0,12 ml dengan menggunakan jarum suntik ke dalam blender. Setelah itu,
disediakan cepuk-cepuk sebagai wadah pakan buatan, cepuk tersebut sebelumnya
telah disterilkan dengan direbus terlebih dahulu selanjutnya dikering anginkan
selama 1 hari, dibersihkan dengan alkohol selanjutnya media dituang ke dalam
cepuk. Karena ada 3 perlakuan maka pembuatan media dilakukan sebanyak 3 kali
sesuai dengan perlakuan yang diuji cobakan dan jumlah ulangan yang digunakan.
Setiap cepuk berisi media seberat 2,5 g untuk cepuk kecil dan 15,5 g untuk cepuk
besar. Setelah itu cupuk yang telah berisi media disterilkan dengan sinar UV
selama 20 menit.
Berikut ini adalah tabel komposisi pakan buatan yang digunakan dalam
penelitian ini :
Tabel 3. Komposisi pakan buatan untuk larva P. castaneae
Bahan
Serbuk tebu
Kecambah kacang hijau
Vitamin C
Formalin 40%
Yeast (ragi roti)
Methyl p hidroxy benzoate/ Nipagin
Natrium Benzoat
Sukrose
Agar powder
Air untuk agar
Air untuk blender
Berat
8,6 g
75 g
1,1 g
0,12 ml
10,7 g
0.7 g
0.35 g
8,6 g
4,4 g
160 ml
80 ml
Penyediaan larva P. castaneae
Kelompok telur PBR diambil dari kandang perkawinan imago jantan dan
betina yang terbuat dari kawat kassa yang berbentuk balok dengan panjang 1 m,
lebar 0,5 m dan tinggi 0,75 m. Dalam kandang dimasukkan tanah pada bagian
dasar setebal 8-10 cm dan ditancapkan puser atau pucuk tebu yang kering yang
berguna sebagai tempat betina meletakkan telur. Selanjutnya, telur dipelihara
dalam tabung reaksi dan ditutup kain hitam hingga berwarna kehitaman hingga
akhirnya menetas setalah 10-12 hari. Setelah menetas dan berumur < 2 hari, larva
diletakkan di dalam cepuk yang berisi pakan buatan sesuai dengan perlakuan.
Peletakan larva ke pakan buatan
Sebelum larva diletakkan di pakan buatan, terlebih dahulu dibuat lubang
kecil pada permukaan media pakan yang diharapkan akan mempermudah larva
masuk atau menggerek ke dalam pakan buatan yang telah disediakan. Peletakan
dilakukan secara perlahan hingga larva benar – benar menempel pada permukaan
media pakan buatan. Pada setiap cepuk diletakkan 2 larva berumur < 2 hari
sehingga jumlah larva yang dibutuhkan untuk percobaan ini yaitu 60 ekor larva.
Peubah Amatan
Persentase mortalitas larva
Persentase mortalitas larva dan pupa dihitung dengan rumus :
P=
x 100 %
Keterangan :
P = Persentase mortalitas larva
a = Jumlah larva yang mati
b = Jumlah larva yang hidup
(Abbott, 1925).
Fase telur
Diamati perkembangan telur setiap hari hingga menetas menjadi larva
dengan cara menghitung berapa hari fase telur hingga menetas menjadi larva dan
dideskripsikan bagaimana morfologinya.
Perilaku larva
Diamati perilaku larva sejak baru menetas (instar 1) hingga memasuki fase
prapupa pada instar 10. Diamati bagaimana perilaku larva tiap instarnya mulai
instar 1 samapi 10 dan dicatat ciri khas larva tiap instar.
Panjang tubuh larva
Panjang tubuh larva dihitung dengan menggunakan penggaris atau kertas
milimeter yang diletakkan pada dinding atau tutup cepuk tergantung pada posisi
larva yang akan diukur panjangnya. Pengukuran dimulai dari instar 1 sampai
instar 10.
Lama stadia Larva
Diamati perkembangan larva setiap hari pada minggu-minggu awal dan
setelah itu 2 hari sekali pada saat larva sudah memasuki instar 5-10, kemudian
dihitung berapa kali mengalami pergantian kutikula serta dicatat berapa lama
waktu yang diperlukan untuk setiap instar. Untuk mengetahui berapa kali larva
akan mengalami pergantian kutikula maka dilakukan pengamatan tiap hari dan
media akan diganti setiap 1 bulan sekali atau tergantung pada kelayakan dari
media. Pada saat pembongkaran media, dilihat ada atau tidak sisa kutikula yang
terlepas dari larva tersebut dan diperkirakan sudah berapa hari larva tersebut
berganti kutikula dengan melihat kondisi larva dan kutikula lama yang terlepas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan
Tebu PTPN II Sei Semayang, Medan (± 40 mdpl) dengan kisaran suhu ruang
perbanyakan selama penelitian sebesar 26,3-330C dengan suhu rata-rata sebesar
±28,310C dan kisaran kelembaban sebesar 58-89% dengan kelembaban rata-rata
sebesar ± 78,60%.
1.
Fase Telur
Hasil pengamatan diketahui bahwa lama periode telur P. castaneae adalah
10-12 hari. Telur - telur yang masih baru berwarna putih kusam. Setelah 4-5 hari
warna telur berubah menjadi coklat muda dan agak menguning. Saat berumur 810 hari, telur berubah menjadi kelabu pekat dan tidak transparan yang
menunjukkan bahwa telur akan segera menetas. Telur berbentuk oval dengan
panjang 1,4-1,7 mm dan lebar 0,6-0,8 mm. Telur diletakkan di pucuk daun tebu
yang kering yang masih melekat pada batang atau di tepi daun yang digulung dan
direkatkan secara berkelompok. Dalam satu helai daun tebu yang sudah kering
dan menggulung dapat ditemukan lebih dari satu kelompok telur.
a
b
Gambar 5. Jumlah telur dalam satu baris tiap cm (a) dan kelompok telur
P. castaneae (b).
Kelompok telur tersusun rapi dalam satu barisan atau lebih. Dalam satu
baris kelompok telur terdapat 15 - 95 butir telur. Tiap cm barisan telur terdapat 8-
13 butir telur. Jumlah telur tiap kelompok telur bervariasi antara 30-350 butir. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian PTPN II (2009) dan Wirioatmodjo (1980) yang
menyatakan bahwa telur - telur yang masih baru berwarna putih kotor, telur
berbentuk oval dengan panjang 1,8 mm dan lebar 0,8 mm dan setiap 1 cm baris
terdiri dari 9 - 12 butir telur.
2. Perilaku Larva
Hasil pengamatan diketahui bahwa larva P. castaneae memiliki perilaku
yang unik. Larva terdiri dari 10 instar, dan tiap instar memiliki perilaku yang
berbeda-beda. Pada saat telur menetas menjadi larva, maka larva memasuki
fase instar 1. Lama stadia instar 1 adalah 6-10 (± 6,67) hari dengan panjang 4-5
(± 4,47) mm. Ciri khas dari larva instar 1 adalah berkelompok, aktif bergerak dan
sangat tertarik terhadap cahaya. Larva mengikuti arah datangnya cahaya dan
secara bersama-sama membentuk suatu kumpulan atau kelompok larva dalam
jumlah yang besar.
Setelah larva yang berusia < 2 hari dimasukkan ke dalam pakan buatan,
larva tidak langsung menggerek pakan, namun
berada dipermukaan pakan
ataupun di bawah tutup cepuk (Gambar 6a dan b). Larva mulai menggerek pada
saat berumur 7 hari atau lebih setelah berganti kutikula memasuki instar 2
(Gambar 6c). Ciri khas dari larva instar 2 adalah larva tidak langsung menggerek
pakan, namun menggerek secara perlahan mulai dari bagian permukaan hingga
akhirnya masuk dan menggerek ke dalam media. Larva instar 2 umumnya belum
terlalu aktif menggerek, gerekan yang dibuatnya masih relatif pendek dan sama
panjang dengan panjang tubuhnya (Gambar 6d).
a
b
c
d
Gambar 6. Larva instar 1 (a dan b), larva instar 2 yang baru berganti kutikula (c)
dan sudah menggerek media (d).
Lama stadia larva instar 2 yaitu 8-14 (± 9,83) hari, setelah itu akan
berganti kutikula dan memasuki instar 3. Ukuran tubuh dari larva instar 3
meningkat cukup signifikan yaitu dari 4-7 ( ± 5,48) mm pada instar 2 menjadi 512 (± 7,33) mm pada instar 3. Larva instar 3 lebih aktif menggerek pakan
(Gambar 7a) dibandingkan instar 2, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Capinera
(2009) yang menyatakan bahwa larva Diatraea saccharalis pada instar 3 mulai
aktif
melakukan gerekan. Namun terkadang larva keluar dari pakan dan
menempel di bawah tutup cepuk (Gambar 3b).
a
b
Gambar 7. Pakan yang sudah digerek larva instar 3 (a) dan larva instar 3 yang
menempel di bawah tutup cepuk (b).
Ciri dari larva instar 3 adalah mulai membentuk sawang seperti benangbenang halus di atas permukaan media atau di bawah tutup cepuk yang berguna
sebagai pelindung diri dan sebagai jalan bagi larva untuk mencapai tutup cepuk.
Lama stadia larva instar 3 adalah 9-18 (± 12,80) hari kemudian berganti kutikula
menjadi larva instar 4.
Larva instar 4 memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari larva instar 3
namun pada beberapa larva yang diuji coba, terdapat larva yang memiliki ukuran
tubuh sama dengan instar sebelumnya atau tidak mengalami perubahan panjang
tubuh. Lama stadia larva instar 4 adalah 10-17 (± 12,40) hari dengan panjang
tubuh 8-13 (± 9,50) mm. Larva instar 4 sudah aktif menggerek, hal ini
ditunjukkan dari media yang terdapat lorong atau lubang-lubang gerekan.
Disamping itu larva instar 4 juga membentuk sawang di sekitar tutup cepuk dan
sesekali naik ke permukaan media.
Larva instar 5 dan 6 memiliki perilaku yang tidak berbeda jauh yaitu aktif
menggerek dan lebih sering berada di bawah tutup cepuk hal ini terlihat dari
kutikula larva yang berada di atas permukaan pakan dan bukan di dalam pakan.
Saat larva berada di bawah tutup cepuk, pada saat itu lah larva semakin aktif
membuat benang-benang halus (Gambar 8b) sebagai jalan bagi larva untuk keluar
ataupun menggerek ke dalam pakan. Lama stadia larva instar 5 adalah 10-16
(± 12,60) hari dengan panjang tubuh 10-17 (± 12,27) mm sedangkan lama stadia
larva instar 6 adalah 10-18 (± 11,87) hari dengan panjang tubuh 11-19 (± 13,53)
mm.
Larva instar 7 dan 8 juga memiliki perilaku yang hampir sama dan lebih
dominan berada di dalam pakan. Hal ini ditunjukkan dari kutikula larva yang
berada di dalam pakan, namun demikian tidak menutup kemungkinan larva untuk
naik ke atas permukaan media maupun ke bawah tutup cepuk. Larva menggerek
pakan dan membuat lubang gerekan serta mencapai keaktifan menggerek paling
tinggi pada akhir instar 6 dan memasuki instar 7. Pada saat itu larva sangat aktif
menggerek hingga dapat melubangi tutup, dinding maupun bagian dasar dari
cepuk hingga akhirnya ada bagian cepuk yang bolong. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan menggerek larva ini sangat kuat dan dibutuhkan bahan
tambahan sebagai pelapis tutup maupun bagaian cepuk yang terlihat sudah
mulai digerek oleh larva (Gambar 8d). Lubang gerekan dalam media juga
dijadikan larva sebagai jalan untuk menggerek bagian pakan yang masih layak
(Gambar 8a). Cara larva ini menggerek sangat unik yaitu selain bergerak maju
ataupun mundur, larva ini juga membalikkan tubuhnya hingga berbentuk seperti
huruf C ( Gambar 8c) untuk berbalik arah dari depan ke belakang. Lama stadia
larva instar 7 adalah 12-20 (± 12,47) hari dengan panjang tubuh 14-23 (± 15,60)
mm sedangkan larva instar 8 adalah 13-18 (± 12,47) hari dengan panjang tubuh
17-24 (17,13) mm.
a
b
c
d
Gambar 8. Lubang gerekan yang dibuat oleh larva instar 7 (a), sawang
atau benang-benang halus yang dibuat oleh larva instar 4 (b), larva instar 7
berbalik arah membentuk huruf C dalam media (c), bagian dasar cepuk yang
diberi pelapis tambahan akibat gerekan larva instar 7.
Larva instar 9 memiliki perilaku yang mirip dengan instar 6 dan 7 yaitu
lebih banyak menghabiskan waktu di atas permukaan media dan di bawah tutup
cepuk dengan membuat sawang atau benang-benang halus yang nantinya akan
melindungi larva pada saat akan menjadi pupa. Namun demikian larva masih tetap
menggerek pakan dan tergolong kurang aktif bergerak serta lebih banyak berdiam
diri dalam media. Larva instar 9 memiliki kutikula yang lebih tebal dibandingkan
dengan instar-instar sebelumnya, hal ini disebabkan usia larva yang semakin tua.
Lama stadia instar 9 adalah 12-18 (± 13,4) hari dengan panjang 19-27 (± 18,40)
mm. Setelah larva berganti kutikula, selanjutnya larva memasuki instar 10.
Namun pada saat larva berada pada instar 10, larva tidak menunjukkan tandatanda akan memasuki fase prapupa. Larva terlihat awet muda sama seperti pada
instar 9 dan
tidak berganti kutikula hingga lebih dari 25 hari sehingga
menyebabkan larva tetap awet muda dan tidak berubah menjadi pupa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan buatan berpengaruh terhadap
lama fase setiap instar dan panjang instar. Larva tetap awet muda dan tidak
berganti kutikula menjadi pupa pada instar 10. Larva berganti kutikula sebanyak 9
kali (Gambar 9) dan terus menggerek pakan, tidak menua serta tidak berubah
menjadi pupa. Dengan demikian, fase larva pada P. castaneae yang dibiakkan
dalam pakan buatan terdiri dari 10 instar dengan lama fase larva >125 hari. Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian Pramono (2005) yang menyatakan bahwa
lamanya fase larva yang diberi pakan alami adalah 78-83 hari dan Naseri et al
(2010) yang menyatakan bahwa H. armigera memiliki pertumbuhan yang lebih
baik pada pakan buatan dengan enzim protease yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pakan kedelai.
Gambar 9. Kutikula dari P. castaneae mulai dari instar 1 sampai instar 9.
Larva P. castaneae yang dibiakkan dengan pakan buatan memiliki
kutikula yang tipis dan transparan serta sangat rentan terhadap gangguan terutama
gesekan pada saat pemindahan ke pakan buatan yang baru apabila media pakan
yang lama sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi oleh larva. Larva terlihat
sangat peka sesaat setelah berganti kutikula pada setiap instarnya dan ditemukan
beberapa kasus larva yang tidak dapat melepaskan kutikula lamanya dan
menyebabkan larva mati. Hanya larva yang aktif makan dan memiliki ketahanan
tubuh yang tinggilah yang dapat bertahan hidup dan mampu berganti kutikula
pada setiap instarnya. Kendala yang dihadapi selama penelitian adalah serangan
jamur maupun bakteri pada pakan, namun hal ini jarang terjadi karena jumlah
pengawet yang digunakan cukup tinggi. Selain itu, kendala lainnya adalah cepuk
yang terbuat dari bahan plastik dapat dilubangi oleh larva, hal ini disebabkan oleh
kemampuan menggerek larva sang
PAKAN BUATAN
SKRIPSI
OLEH:
ERICK S. DONGORAN
110301258
AGROEKOTEKNOLOGI / HPT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
PERBANYAKAN Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera : Cossidae) PADA
PAKAN BUATAN
SKRIPSI
OLEH:
ERICK S. DONGORAN
110301258
AGROEKOTEKNOLOGI / HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di
Program Studi Agroekoteknologi di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Judul Penelitian
Nama
Nim
Program Studi
Minat
: Perbanyakan Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera: Cossidae)
pada pakan buatan
: Erick S. Dongoran
: 110301258
: Agroekoteknologi
: Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS.)
Ketua
(Ir. Suzanna Fitriany Sitepu, M.Si.)
Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc.
Ketua Program Studi Agroekoteknologi
ABSTRACT
Erick S. Dongoran, “Mass Rearing of Phragmatoecia castaneae
(Lepidoptera : Cossidae) on Artificial Diets”. Supervised by Maryani Cyccu
Tobing and Suzanna Fitriyani Sitepu. P. castaneae is an important stem borer
pest has destroyed sugarcane in North Sumatera and is also a host of some
parasitoids. This research was to study the biology of P. castaneae on artificial
diets and conducted at Sei. Semayang Centre for Research and Development of
Sugarcane PTPN II Medan. This research used non factorial Randomized
Complete Design using artificial diets of sugarcane shoot powder variety PS 862
8,6 g, mixture of sugarcane stem and shoot powder variety VMC 76-16 4,3:4,3 g
and mixture of sugarcane stem and shoot powder variety PS 862 4,3:4,3 g with 10
replications.
The results showed that the eggs period was 10-12 days, larval period was
> 125 days with 10 instars. 1st instar was 6-10 (± 6,67) days, 2nd instar was 8-14
(± 9,83) days, 3rd instar was 9-18 (± 12,80) days, 4th instar was 10-17 (± 12,40)
days, 5th instar was 10-16 (± 12,60) days, 6th instar was 10-18 (± 11,87) days, 7th
instar was 12-20 (± 12,47) days, 8th instar was 13-18 (± 12,47) days, 9th instar
was 12-18 (±13,4) days, 10th instar was not known. The highest mortality
percentage was found on sugarcane shoot powder variety PS 862 8,6g (65%) and
the lowest (35%) on mixture of sugarcane stem and shoot powder variety PS 862
4,3:4,3g and also be the best treatment, this showed by the duration of larval
stage was significantly faster, and the mortality was lower and the long of larval
was longer than the other treatments from 1st instar untill 10th instar.
Keywords : Mass Rearing, P. castaneae, artificial diets, sugarcane powder,
sugarcane variety.
ABSTRAK
Erick S. Dongoran, “Perbanyakan Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera:
Cossidae) pada Pakan Buatan”, dibawah bumbingan Maryani Cyccu Tobing dan
Suzanna Fitriyani Sitepu. P. castaneae merupakan hama penting pada tanaman
tebu dengan cara menggerek batang dan juga sebagai inang dari berbagai jenis
parasitoid serta banyak merusak tanaman tebu di Sumatera Utara. Penelitian ini
bertujuan untuk perbanyakan dan mengetahui biologi P. castaneae pada beberapa
jenis pakan buatan. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Pengembangan
Tanaman Tebu PTPN II Sei. Semayang Medan. Metode yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial terdiri dari serbuk pucuk tebu
varietas PS 862 8,6g, campuran serbuk batang dan pucuk tebu varietas VMC 7616 4,3: 4,3g) dan campuran serbuk batang dan pucuk tebu varietas PS 862 4,3 :
4,3g masing-masing dengan 10 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya fase telur 10-12 hari, fase
larva > 125 hari terdiri atas 10 instar, instar 1 6-10 (± 6,67) hari, instar 2 8-14
(± 9,83) hari, instar 3 9-18 (± 12,80) hari, instar 4 10-17 hari (± 12,40) hari, instar
5 10-16 (± 12,60) hari, instar 6 10-18 (± 11,87) hari, instar 7 12-20 (±12,47) hari,
instar 8 13-18 (± 12,47) hari, instar 9 12-18 (± 13,4) hari, instar 10 tidak
diketahui. Persentase mortalitas tertinggi (65%) terdapat pada serbuk pucuk tebu
varietas PS 862 8,6 g dan terendah (35%) terdapat pada Campuran serbuk batang
dan pucuk tebu varietas PS 862 4,3 : 4,3 g dan merupakan pakan terbaik,
ditunjukkan dari lamanya fase larva tiap instarnya yang relatif singkat dan
mortalitas larva yang lebih rendah serta panjang larva yang lebih panjang dari
perlakuan lainnya mulai dari instar 1 sampai 10.
Kata Kunci : Perbanyakan, P. castaneae, jenis pakan buatan, jenis serbuk,
varietas tebu
RIWAYAT HIDUP
Erick S. Dongoran, lahir pada tanggal 04 Juni 1993 di Sei. Buluh Serdang
Bedagai, putra dari Ayahanda Arnold Dongoran dan Ibunda Rosmalam Sitorus.
Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Lulus dari SMA Negeri 1
Perbaungan pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama di terima di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, Program Studi Agroekoteknologi
melalui jalur UMB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa
organisasi dan tercatat sebagai anggota HIMAGROTEK (Himpunan Mahasiswa
Agroekoteknologi) Fakultas Pertanian USU tahun 2011-2015, anggota Unit
Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Kristen (KMK) USU UP FP tahun 2011-2015,
anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Badminton USU tahun 2013-2014,
anggota Organisasi TSA (Tanoto Scholar Association) Medan tahun 2013-2015.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai asisten Laboratorium
Fisiologi
Tumbuhan
(2013/2014
dan
2014/2015),
Laboratorium
Dasar
Perlindungan Tanaman Sub Hama (2013/2014 dan 2014/2015), Laboratorium
Pestisida dan Teknik Aplikasi (2014/2015). Melaksanakan Praktek Kerja Lapang
(PKL) di PT. Tasik Raja, Tasik Harapan Estate anak parusahaan dari PT. Anglo
Eastern Plantation (AEP) Kab. Labuhan Batu selatan. Serta melakukan penelitian
skripsi di Balai Riset dan Pengmbangan Tebu PTPN II Sei. Semayang Medan
pada bulan April-September 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini.
Penelitian ini berjudul
“Perbanyakan
Phragmatoecia Castaneae
Hubner
(Lepidoptera : Cossidae) pada Pakan Buatan” yang merupakan salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada
ayahanda Arnold Dongoran dan ibunda Rosmalam Sitorus, kepada Komisi
Pembimbing Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, M.S. selaku Ketua dan Ir.
Suzanna Fitriyani Sitepu, M.Si. sebagai Anggota, kepada kakak dan adik kandung
saya yang telah membimbing, memberikan kritik, dukungan dan saran berbagai
masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan judul hingga
penyelesaian usulan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat dan menjadi sumber referensi yang berguna bagi kita semua.
Medan, September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRACT ............................................................................................................ i
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ..v
DAFTAR TABEL .................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ..viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 4
Kegunaan Penulisan....................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA
P. castaneae Hubner. ..................................................................................... 5
Biologi .................................................................................................... 5
Gejala Serangan ...................................................................................... 7
Pengendalian........................................................................................... 8
PakanBuatan .................................................................................................. 10
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................ 14
Bahan dan Alat .............................................................................................. 14
Metodologi Penelitian.................................................................................... 14
Pelaksanaan Penelitian................................................................................... 16
Pembuatan pakan buatan ........................................................................ 16
Penyediaan larva P. castaneae ............................................................... 17
Peletakan larva ke pakan buatan ............................................................. 17
Peubah Amatan .............................................................................................. 18
Persentase mortalitas .............................................................................. 18
Fase telur ................................................................................................ 18
Perilaku larva .......................................................................................... 18
Panjang tubuh larva ................................................................................ 18
Lama stadia larva .................................................................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fase telur........................................................................................................ 20
Perilaku larva ................................................................................................. 21
Panjang tubuh larva ....................................................................................... 26
Lama stadia larva ........................................................................................... 28
Persentase mortalitas larva ............................................................................ 30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................................... 33
Saran .............................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ABSTRACT
Erick S. Dongoran, “Mass Rearing of Phragmatoecia castaneae
(Lepidoptera : Cossidae) on Artificial Diets”. Supervised by Maryani Cyccu
Tobing and Suzanna Fitriyani Sitepu. P. castaneae is an important stem borer
pest has destroyed sugarcane in North Sumatera and is also a host of some
parasitoids. This research was to study the biology of P. castaneae on artificial
diets and conducted at Sei. Semayang Centre for Research and Development of
Sugarcane PTPN II Medan. This research used non factorial Randomized
Complete Design using artificial diets of sugarcane shoot powder variety PS 862
8,6 g, mixture of sugarcane stem and shoot powder variety VMC 76-16 4,3:4,3 g
and mixture of sugarcane stem and shoot powder variety PS 862 4,3:4,3 g with 10
replications.
The results showed that the eggs period was 10-12 days, larval period was
> 125 days with 10 instars. 1st instar was 6-10 (± 6,67) days, 2nd instar was 8-14
(± 9,83) days, 3rd instar was 9-18 (± 12,80) days, 4th instar was 10-17 (± 12,40)
days, 5th instar was 10-16 (± 12,60) days, 6th instar was 10-18 (± 11,87) days, 7th
instar was 12-20 (± 12,47) days, 8th instar was 13-18 (± 12,47) days, 9th instar
was 12-18 (±13,4) days, 10th instar was not known. The highest mortality
percentage was found on sugarcane shoot powder variety PS 862 8,6g (65%) and
the lowest (35%) on mixture of sugarcane stem and shoot powder variety PS 862
4,3:4,3g and also be the best treatment, this showed by the duration of larval
stage was significantly faster, and the mortality was lower and the long of larval
was longer than the other treatments from 1st instar untill 10th instar.
Keywords : Mass Rearing, P. castaneae, artificial diets, sugarcane powder,
sugarcane variety.
ABSTRAK
Erick S. Dongoran, “Perbanyakan Phragmatoecia castaneae (Lepidoptera:
Cossidae) pada Pakan Buatan”, dibawah bumbingan Maryani Cyccu Tobing dan
Suzanna Fitriyani Sitepu. P. castaneae merupakan hama penting pada tanaman
tebu dengan cara menggerek batang dan juga sebagai inang dari berbagai jenis
parasitoid serta banyak merusak tanaman tebu di Sumatera Utara. Penelitian ini
bertujuan untuk perbanyakan dan mengetahui biologi P. castaneae pada beberapa
jenis pakan buatan. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Pengembangan
Tanaman Tebu PTPN II Sei. Semayang Medan. Metode yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) non Faktorial terdiri dari serbuk pucuk tebu
varietas PS 862 8,6g, campuran serbuk batang dan pucuk tebu varietas VMC 7616 4,3: 4,3g) dan campuran serbuk batang dan pucuk tebu varietas PS 862 4,3 :
4,3g masing-masing dengan 10 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya fase telur 10-12 hari, fase
larva > 125 hari terdiri atas 10 instar, instar 1 6-10 (± 6,67) hari, instar 2 8-14
(± 9,83) hari, instar 3 9-18 (± 12,80) hari, instar 4 10-17 hari (± 12,40) hari, instar
5 10-16 (± 12,60) hari, instar 6 10-18 (± 11,87) hari, instar 7 12-20 (±12,47) hari,
instar 8 13-18 (± 12,47) hari, instar 9 12-18 (± 13,4) hari, instar 10 tidak
diketahui. Persentase mortalitas tertinggi (65%) terdapat pada serbuk pucuk tebu
varietas PS 862 8,6 g dan terendah (35%) terdapat pada Campuran serbuk batang
dan pucuk tebu varietas PS 862 4,3 : 4,3 g dan merupakan pakan terbaik,
ditunjukkan dari lamanya fase larva tiap instarnya yang relatif singkat dan
mortalitas larva yang lebih rendah serta panjang larva yang lebih panjang dari
perlakuan lainnya mulai dari instar 1 sampai 10.
Kata Kunci : Perbanyakan, P. castaneae, jenis pakan buatan, jenis serbuk,
varietas tebu
PENDAHULUAN
Latar belakang
Produksi gula Indonesia pada tahun 2000 hanya sebesar 1,69 juta ton dan
tahun 2011 meningkat menjadi 2,23 juta ton atau meningkat sebesar 3,16%.
Produksi tebu tertinggi selama periode tahun 2000-2011 terjadi pada tahun 2008
yang mencapai 2,69 juta ton. Namun sejak tahun 2008 hingga tahun 2011,
produksi tebu mengalami penurunan hingga 17,30% atau berkurang 155.362
ton/tahun. Dan pada tahun 2015 diprediksi menyusut 2,87% dari 70,8 ton/ha
menjadi 68,7 ton/ha dan dari 2,58 juta ton pada tahun 2014 menjadi 2,54 juta ton
tahun 2015. Penurunan areal, serangan hama penyakit merupakan penyebab
penurunan produksi gula tersebut. Jika dibandingkan dengan negara-negara
produsen gula di dunia, Indonesia menempati urutan ke-11 setelah Brazil (>35
juta ton/thn), India (>25 juta ton/thn) dan Uni Eropa (>15 juta ton/thn) pada tahun
2014-2015 (PDIP, 2015; CPS, 2015).
Ada berbagai jenis varietas pada tanaman tebu, namun hanya varietas PS
862 dan VMC 76-16 adalah varietas tebu yang ditanam di PTPN II karena
memiliki rendemen gula yang tinggi. Varietas VMC 76-16 memiliki rendemen
gula yang tinggi, hasil rendemen gula cukup tinggi yaitu dengan rata-rata 9.73%
dimana bibit yang diperoleh dari bagal, mata ruas tunggal dan mata tunas tunggal.
Varietas PS 862 memiliki rendemen gula yang cukup tinggi juga apabila ditanam
pada lahan sawah, lahan tegalan dan pola keprasan berturut-turut 9.45%, 10.87%,
dan 10.80% (P3GI, 2014).
Tanaman tebu yang diusahakan pada daerah-daerah baru di Sumatera
paling sedikit diserang oleh empat spesies penggerek batang, yaitu : penggerek
batang bergaris Chilo sacchariphagus Bojer, penggerek batang berkilat
Chilo auricilius Dudgeon, penggerek jambon Sesamia inferens Walker,
dan penggerek batang raksasa Phragmatoecia castaneae Hubner. Pada tanaman
tebu yang sudah besar P. castaneae biasanya merupakan spesies yang
dominan. Meskipun telah dikenal mulai dari Eropa sampai Asia Tenggara.
(BPPP, 2007).
Berdasarkan Kepmentan No. 38 / Kpts / HK.060 / 1 / 2006 tanggal 27
Januari 2006, P. castaneae dinyatakan statusnya sebagai OPTK A2. P. castaneae
(Lepidoptera : Cossidae) disebut dengan penggerek batang tebu raksasa (PBR)
yang banyak merusak tanaman tebu di daerah Sumatera Utara dan Sumatera
Barat. Kerugian rendemen gula dari setiap ruas yang terserang berkisar antara
0,75-1,3%. Penggerek ini sering menyerang pucuk tanaman yang menyebabkan
tanaman mati puser sehingga tidak dapat berproduksi (Saragih et al., 1986). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Industri Gula tahun 1977
diperoleh bahwa kerugian hasil akibat serangan penggerek ini mencapai 60%.
Pada tahun 1968 di Johor Baru, penggerek ini memusnahkan tanaman tebu seluas
± 8.222 Ha, dan merupakan hama penting pada pertanaman tebu di PTP
Nusantara II, Sumatera Utara (Purnama, 2001).
Informasi mengenai pembiakan massal P. castaneae di laboratorium masih
sedikit bahkan bisa dikatakan belum ada, terutama dengan pakan buatan.
Keberadaan hama penggerek batang tebu seperti P.castaneae sangat tergantung
pada kondisi di lapangan, hama ini tidak ada terus menerus di lapangan. Ada
banyak faktor pembatas yang dapat menghambat perkembangan P. castaneae di
lapangan seperti adanya parasitoid, iklim makro maupun iklim mikro yang tidak
mendukung dari pertanaman tebu. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu alternatif agar
keberadaan hama ini tetap ada namun dalam keadaan yang tidak merugikan baik
secara ekologis maupun ekonomis untuk menjaga keseimbangan ekosistem di
sekitar pertanaman tebu.
Ada dua jenis pakan yang dapat digunakan untuk membiakkan serangga,
yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pemilihan jenis pakan yang digunakan
dalam pembiakan massal serangga sangat berpengaruh terhadap kebugaran
serangga yang dibiakkan. Oleh karena itu, jenis pakan yang digunakan harus
dipilih seselektif mungkin terutama saat digunakan untuk mempelajari
reproduksi suatu serangga. Pakan buatan dinilai dapat menghasilkan serangga
yang lebih baik kebugarannya dibandingkan dengan menggunakan pakan alami
(Blanco et al., 2008)
Pembiakan massal P. castaneae dalam pakan buatan perlu dilakukan untuk
menguji keefektifan musuh alaminya seperti parasitoid Tumidiclava sp.,
S. inferens
dan Tetrastichus sp. serta dapat digunakan untuk berbagai jenis
penelitian lanjutan.
Selain itu, pembiakan massal P. castaneae juga sangat
bermanfaat sebagai inang dari parasitoid dan memperbanyak parasitoid dari hama
ini serta menjaga ketersediaan inang agar tidak tergantung pada keberadaan hama
di lapangan.
Hingga saat ini, belum ada komposisi pakan buatan yang sesuai untuk
P. castanneae dan pembiakannya pun masih tergantung pada populasi di
lapangan. Dengan adanya pakan buatan, diharapkan mampu menjadi suatu
alternatif untuk mengembangbiakkan P. castanneae karena mengingat hingga
saat ini hama ini masih belum bisa dibiakkan secara massal di laboratorium
khususnya di Balai Riset dan Pengembangan PTPN II Sei. Semayang Sumatera
Utara dan di Indonesia pada umumnya. Hal ini disebabkan penyebaran hama ini
tidak merata di seluruh Indonesia dan hanya terdapat di beberapa daerah saja
seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat serta di beberapa negara di Asia
Tenggara seperti Thailand dan Vietnam.
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian perbanyakan
P. castaneae dengan pakan buatan di laboratorium.
Tujuan penelitian
Mempelajari biologi hama P. castaneae yang diberi beberapa jenis pakan
buatan dan untuk mengetahui potensi pakan buatan.
Hipotesis penelitian
Pakan buatan berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan
P. castaneae di laboratorium. Ada jenis pakan buatan yang terbaik untuk
perbanyakan P. castaneae di laboratorium.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah pengetahuan mengenai pembiakan massal P. castaneae dengan pakan
buatan serta sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
TINJAUAN PUSTAKA
P. castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae)
Biologi
Telur - telur yang masih baru berwarna putih kotor. Warna tersebut selang
beberapa hari berubah menjadi coklat muda. Satu atau dua hari menjelang
penetasan warnanya menjadi kelabu. Telur berbentuk oval dengan panjang 1,8
mm dan lebar 0,8 mm.
Gambar 1. Telur P. castaneae
Kelompok telur terdiri dari satu baris atau lebih (Gambar 1). Telur - telur
diletakkan pada pucuk yang mati (puser) atau pada daun tua dan kering yang
masih melekat pada batang. Tepi daun digulung dan direkatkan. Tergantung dari
letak telur dalam barisan, yaitu berada di sisi atau ujung, maka 1 cm baris terdiri
dari 9 - 12 butir telur. Stadia telur 9 - 10 hari (Wirioatmodjo, 1980). Jumlah telur
yang dihasilkan sebanyak 282-367 butir telur per betina (PTPN II, 2009).
Larva masuk ke dalam batang dengan membuat lorong gerekan dari
pelepah daun. Panjang larva 35 mm dan pupa 22 mm (Diyasti, 2013). Larva yang
baru menetas berukuran 0,3-0,4 mm, warna dasar tubuhnya kuning terang dengan
4 buah bercak berwarna merah ungu pada setiap segmen tubuhnya. Selama
periode larva di lapangan terjadi 5 kali pergantian kutikula, yang berarti terdapat 6
instar. Ulat yang telah besar berwarna putih jambon kemerah-merahan. Stadia
larva mencapai 70 hari. Menjelang berkepompong ulat membuat lubang keluar
pada batang yang ditutupi dengan selaput tipis (Prasasya, 2009).
Gambar 2. Larva P. castaneae instar 8
Larva jantan dapat mencapai 3,5 cm dan larva betina mencapai 5,5 cm
(Gambar 2). Sebelum menjadi pupa, larva melewati fase pra pupa selama 2-3 hari.
Larva berbentuk cruciform dengan 3 tungkai sejati dan 4 tungkai palsu
(Pramono, 2005).
Gambar 3. Pupa P. castaneae
Mula - mula pupa berwarna sedikit kekuningan. Setelah beberapa hari
warnanya berangsur - angsur menjadi lebih gelap dan akhirnya menjadi coklat
gelap (Gambar 3), masa pupa 16,45 hari. Sebelum menetas pupa merayap keluar
(Wirioatmodjo, 1980). Pada setiap segmen abdomen terdapat busur duri. Pada
awalnya pupa berwarna kuning muda kemudian berubah menjadi coklat tua
dengan panjang 2,5-3 cm (jantan) dan 3,5-4 cm (betina) ( Pramono, 2005).
Ngengat berwarna kecoklatan dan memiliki proboscis. Pada ujung tulang
sayap terdapat noktah berwarna ungu kehitaman.
Rata - rata panjang tubuh
ngengat betina 3,02 cm dan ngengat jantan 2,77 cm. Ngengat keluar pada sore
hari. Setelah keluar dari kepompong, ngengat betina berdiam selama beberapa
waktu untuk mengeringkan dan mengembangkan sayap Masa penerbangan terjadi
antara pukul 18.00 - 20.00. (BPTTD, 1979).
(a)
(b)
Gambar 4. Imago jantan P. castaneae (a) dan imago betina P. castaneae (b)
Lebar sayap imago (ngengat) sekitar 27-50 mm, betina memiliki ukuran
tubuh lebih besar dibandingkan dengan jantan. Sayap berwarna buffish-abu
dengan bercak gelap. Betina memiliki abdomen yang panjang, yang membentang
jauh melampaui ujung sayap saat fase istirahat (Gambar 4b). Ngengat mulai
berterbangan sekitar bulan Mei-Juli (Diyasti, 2013).
Gejala Serangan
Akibat serangan hama ini, terjadi penurunan bobot tebu atau rendemen
karena kerusakan pada ruas batang, bahkan batang tebu bisa mati dan tidak dapat
digiling. Kerugian gula akibat serangan hama ini ditentukan oleh jarak waktu
antara saat penyerangan dan saat tebang. Kehilangan rendemen dapat mencapai 50
% jika menyerang tanaman tebu umur 4-5 bulan dan 4-15 % pada tebu yang
berumur 10 bulan (Diyasti, 2013).
PBR menyerang tanaman tua maupun tanaman muda. Serangan pada
tanaman muda dapat menyebabkan kematian pucuk. Kematian pada tanaman tua
dapat pula terjadi, terutama bila terdapat populasi hama tinggi. Pada tanaman yang
telah berumur lebih dari tiga bulan, kerusakan terjadi pada ruas - ruas. Bila
gerekan ruas cukup parah, batangnya mudah patah. Gejala ditandai dengan adanya
lubang - lubang gerek, yang mudah dilihat dari luar. Tingkat kerusakan biasanya
ditentukan berdasarkan persen rusak ruas (dengan tanda ruas rusak dari luar)
terhadap jumlah ruas (BPTTD, 1979). Setiap persen kerusakan yang ditimbulkan
oleh hama ini dapat mengakibatkan penurunan kristal gula antara 0,7 - 1,27%
(Deptan, 1994). Pada serangan berat, bagian dalam batang tebu hancur dimakan
oleh larva PBR (Diyasti, 2013).
Pengendalian
Agar penyebaran hama PBR tidak semakin meluas, perlu dilakukan
eradikasi tanaman dengan memanen tebu lebih awal yaitu sekitar umur 7-8 bulan.
Tindakan ini dilakukan untuk memutus siklus hidup hama dan tidak terjadi
kehilangan hasil yang lebih besar, karena tebu yang terserang masih dapat digiling
meskipun kualitas rendemennya turun (Diyasti, 2013).
Pemanfaatan musuh alami lain berupa parasitoid pupa Tetrastichus sp.
juga dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian pupa P. castaneae. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidauruk et al. (2013) yang
menunjukkan bahwa persentase tertinggi pupa P. castaneae terparasit (100%)
terdapat pada perlakuan 1 pupa dengan 5, 6, dan 7 pasang Tetrastichus sp. dan
terendah (18.50%) pada perlakuan 9 pupa dengan 4 pasang parasitoid.
Pengendalian bisa juga dilakukan secara hayati dengan melepas musuh
alami hama PBR yaitu parasitoid telur Tumidiclava sp. (Hymenoptera) dan
Trichogramma sp. (Wang et al., 2014) serta
(Diptera).
Selain
itu,
penggunaan
parasitoid larva S. inferens
cendawan
entomopatogen Beauveria
bassiana dan Metarrhizium anisopliae juga cukup efektif dalam mengendalikan
hama PBR (Diyasti, 2013).
Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami berupa parasitoid
larva S. inferens telah diuji pada skala laboratorium untuk mengendalikan
P. castaneae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa turunan dari perkawinan yang
berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap terbentuknya imago lalat.
Turunan terbaik berasal dari perkawinan imago jantan dari lapangan dan imago
betina dari laboratorium dengan persentase lalat yang terbentuk sebesar 59,17%.
Hasil pengamatan persentase ulat yang terparasit menunjukkan bahwa daya
parasitasi S. inferens dari turunan berbeda tidak berbeda nyata terhadap larva
P. castaneae dengan persentase parasitasi tertinggi diperoleh pada perlakuan R1
(perkawinan sepasang imago jantan dan betina di laboratorium) sebesar 63,33%
dan terendah perlakuan R2 (imago jantan dan betina dari hasil perkawinan R1)
sebesar 47,50% (Khairiyah, 2008).
Sanitasi kebun juga perlu dilakukan dengan memusnahkan sumber
inokulum berupa serasah daun kering, sisa batang dan pucuk tebu pasca tebangan,
serta memusnahkan gelagah (Saccharum spontaneum) yang merupakan inang
hama PBR (Diyasti, 2013).
Pakan Buatan
Pakan buatan merupakan salah satu alternatif untuk perbanyakan larva
PBR di laboratorium. Larva PBR yang merupakan hama penting pada tanaman
tebu dipelihara, selanjutnya di inokulasikan kembali dengan parasitoid agar
diperoleh parasitoid yang baik. Larva juga dipelihara untuk keperluan penelitian,
penelitian membutuhkan larva yang sehat pada tahap perkembangan yang tepat
dan jumlah yang memadai (Tende et al., 2011).
Panchal dan Kachole (2013)
telah meneliti siklus hidup dari hama
Chilo partellus dalam pakan buatan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah
pertumbuhan dan perkembangan dari
larva C. partellus meningkat secara
signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhavani (2013)
yang menyatakan bahwa C. infuscatellus berkembang dengan baik pada pakan
buatan dan memiliki hasil yang relatif sama dengan pakan alaminya.
Pakan buatan untuk serangga adalah komponen penting dari banyak sistem
pemeliharaan serangga yang menghasilkan serangga
untuk tujuan penelitian.
Media gel agar untuk pakan umumnya disiapkan dalam proporsi secukupnya dan
digunakan segera setelah persiapan karena bahan pakan mudah mengalami
degradasi dan mudah rusak, seperti vitamin dan asam lemak, dapat mempengaruhi
kualitas serangga yang dihasilkan (Brewer, 1984). Namun, waktu persiapan pakan
yang mungkin tidak efisien, dan terlalu boros akan berdampak pada kelebihan
bahan yang tidak terpakai sehingga dibuang, maka persentase pupa akan
bervariasi, dengan tidak ada perbedaan yang signifikan antar pakan, dimana
persentase pupa yang terbentuk maksimum sebesar 83%. Ekstrusi dari pakan di
bawah suhu tinggi dan tekanan dapat menyebabkan munculnya bahan kimia yang
tidak diinginkan dan perubahan fisik pada produk ekstrusi (Kim et al., 2014).
Berikut ini adalah kompososi pakan buatan yang dikeluarkan oleh P3GI
(2014) untuk hama C. sacchariphagus dan C. auricilius.
Tabel 1. Komposisi pakan buatan untuk C. sacchariphagus dan C. auricilius
Bahan
Serbuk pucuk tebu
Tepung kacang hijau
Vitamin C
Formalin 40%
Yeast (ragi roti)
Nipagin
Sorbic acid
Sukrose
Agar powder
Air untuk agar
Air untuk blender
Banlate
Tauge Kacang Hijau
Berat
C. sacchariphagus Bojer C. auricilius Dudgeon
20 g
30 g
175 g
30 g
2.6 g
1.3 g
0.3ml
0.3 ml
25 g
13 g
1.6g
1,6 g
0.8 g
0.4 g
20 g
10.2 g
5.1 g
350 ml
350 ml
120 ml
0.025 g
18 g
Alfazairy et al. (2012) juga melakukan penelitian dengan menggunakan
pakan buatan untuk memperbanyak
Spodoptera littoralis dengan komposisi
pakan yang disarankan mengandung lentil kuning 180 g, Lens culinaris, beras 25
g, bubuk padi, bubuk ragi 18.5 g , asam askorbat 3 g, asam sorbat 4 g, 2.5 g
natrium benzoat, 1 ml formalin (37-40%) dan air keran 575 ml. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa 180 g dari lentil kuning, L. culinaris dan beras 25 g
dapat digunakan sebagai komponen bahan pakan buatan yang bergizi dan sebagai
agen pembentuk gel tanpa mempengaruhi sifat
fisik
dari
makanan untuk
menghindari efek negatif kemungkinan terhadap pertumbuhan larva dan pupa.
Menurut Chen et al.
(2014) berbagai macam formulasi pakan telah
dikembangkan baik untuk larva maupun imago, terutama untuk efisiensi biaya dan
pasokan bahan. Namun, hanya empat larva dan dua formulasi pakan untuk imago
yang telah diterapkan di enam pabrik produksi massal lalat steril di Amerika
Serikat, Meksiko dan Panama. Di sini, mereka meninjau secara
sejarah
penelitian
pakan
screwworm
dan
singkat
pengembangannya,
serta
memperkenalkan formulasi pakan yang digunakan dalam pemeliharaan massal
dan memaparkan kelebihan dan kekurangannya dari segi aplikasi pada tanaman.
Viedma et al. (1985) menemukan komposisi pakan buatan yang sesuai
untuk beberapa ordo serangga, termasuk famili Cossidae yang terdiri dari :
Tabel 2. Komposisi pakan buatan untuk beberapa ordo serangga
Bahan
Berat
Sintetis
Semi sintetis
Air destilata
25 cc
200 cc
Agar
3,5 g
10 g
Selulosa
2g
1.3 g
Glukosa
1,5 g
0.3 ml
Yeast (ragi roti)
3g
44 g
Vitamin bebas kasein
1,2 g
Saccharose
2,5 g
Asam askorbat
0,4 g
Asam benzoat
0,1 g
1g
Campuran garam
1g
Larutan Vitamin
2 cc
Nipagin
1g
1g
Spesific component
10 g
Kecambah gandum
44 g
Maize semola / tepung jagung
22 g
Khusus untuk nipagin, 1 g nipagin dicampur dengan 5 cc alkohol 70%.
Nonci (2004); Wang et al. (2005) dan Kojima et al. (2010) melakukan
pembiakan massal terhadap O. furnacalis untuk menguji keefektifan musuh
alaminya seperti parasitoid Trichogramma ostriniae, T. dendrolini, predator
Proreus sp., Euborellia sp., Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor dan
patogen Metarhizium anisopliae dan
Beauveria bassiana; menguji
adaptasi
fisiologis O. furnacalis terhadap alelokimia yang dikeluarkan oleh tanaman inang
(jagung); dan identifikasi tanaman atau rumputan yang menguntungkan tanaman
utama karena menghasilkan semiokimia yang bersifat repellent terhadap hama
serangga dan
bersifat
attractant terhadap musuh alami O. furnacalis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa O. furnacalis yang dibiakkan secara massal dapat
digunakan sebagai inang untuk perbanyakan parasitoid dan predator.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan
Tebu PTPN II Sei Semayang (± 40 mdpl) mulai bulan April sampai September
2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu serbuk varietas tebu VMC 76-16 dan PS 682
yang berasal dari bagian batang dan pucuk (sogolan), kecambah kacang hijau,
yeast, nipagin, natrium benzoat, agar powder, vitamin C, formalin 40%, Sukrosa,
air (aquades), alkohol dan larva P. castaneae yang berumur < 2 hari.
Alat yang digunakan yaitu blender, timbangan digital dengan tipe Kern
ACJ/ACS, cepuk (botol) plastik dengan tinggi 8 cm dan diameter 4 cm dan cepuk
yang lebih kecil dengan tinggi 2 cm dan diameter 1,8 cm, kuas, bunsen,
keranjang, saringan, dan alat bantu lainnya yang mendukung penelitian.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap non faktorial dan
perlakuan yang digunakan adalah jenis serbuk, terdiri dari 3 taraf yaitu:
V1 = Serbuk pucuk (sogolan) tebu Varietas PS 862 dengan berat 8,6 g
V2 = Campuran serbuk batang dan pucuk (sogolan) tebu 1 : 1 Varietas VMC
76-16 dengan berat 4,3 : 4,3 g
V3 = Campuran serbuk batang dan pucuk (sogolan) tebu 1 : 1 Varietas PS 862
dengan berat 4,3 : 4,3 g
Metode linear dihitung dengan:
Yij
= µ + Ti + Eij
i = 1,2,…… t
j = 1,2,…… r
t = jumlah perlakuan
r = jumlah ulangan
Keterangan :
Yij = data yang disebabkan pengaruh perlakuan pada taraf ke i dan ulangan ke-j
µ = rataan atau nilai tengah
Ti = efek sebenarnya dari perlakuan pada taraf ke-i
Eij = efek error dari treatment ke-i dan ulangan ke-j
(Sastrosoepadi, 2000).
Jumlah ulangan dihitung dengan:
t (r-1)
≥ 15
3 (r-1)
≥ 15
3r - 3
≥ 15
r
≥ 18/3
r
≥ 6 = 10
Berdasarkan perhitungan diatas maka setiap perlakuan diulang sebanyak 10 kali.
Sehingga diperoleh unit percobaan sebanyak 3 x 10 yaitu 30 unit percobaan.
V1
V2
V1
V3
V1
V2
V3
V1
V3
V2
V3
V3
V2
V1
V2
V3
V1
V2
V1
V3
V2
V1
V3
V2
V3
V1
V2
V3
V2
V1
Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata,
maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan
pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1989).
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan serbuk tebu
Batang dan pucuk (sogolan) tebu varietas VMC 76-16 dan PS 862 yang
diambil dari lapangan dicacah dengan ukuran 10-15 cm menggunakan parang.
Hasil cacahan batang dan sogolan tebu dimasukkan kedalam mesin penggiling
JATCO dan diulang dua kali hingga akhirnya cacahan tebu berbentuk serat kasar
yang basah. Serat kasar yang masih basah kemudian dibawa ke laboratorium dan
dikering anginkan di bawah sinar matahari selama ± 3-7 hari tergantung intensitas
penyinaran matahari. Kemudian di masukkan ke dalam amplop ukuran A4 dan
diovenkan pada suhu 80o C selama ± 4 jam. Serbuk yang telah kering diayak dan
diblender lalu diayak kembali hingga serbuk menjadi halus.
Pembuatan pakan buatan
Semua bahan yang diperlukan ditimbang yaitu serbuk varietas tebu VMC
76-16 dan PS 682 yang berasal dari
bagian batang, sogolan (pucuk) dan
campuran batang dan sogolan sesuai dengan perlakuan (masing-masing varietas
8,6 g dan 4,3 : 4,3 g untuk campuran), kacang hijau yang telah direndam selama
12 jam 75 g, nipagin 0,7 g, yeast 10,7 g, natrium benzoat 0,35 g, agar powder 4,4
g, vitamin C 1,1 g, formalin 40% 0,12 ml, sukrosa 8,6 g, air untuk agar 160 ml, air
untuk blender 80 ml.
Hal yang pertama dilakukan adalah memasukkan air sebanyak 80 ml ke
dalam blender lalu dimasukkan secara berurut kecambah kacang hijau 75 g,
serbuk tebu (8,6 g atau 4,3 : 4,3 g sesuai perlakuan) dan sukrosa 8,6 g kemudian
diblender agar bahan tersebut halus, setelah itu dimasukkan kembali ke dalam
blender secara berturut-turut nipagin 0,7 g, yeast 10,7 g, natrium benzoat 0,35 g,
dan vitamin C 1,1 g. Dipanaskan air sebanyak 160 ml yang di dalamnya telah
dimasukkan agar powder seberat
4,4 g, selanjutnya setelah mendidih agar
dimasukkan ke dalam blender yang sudah berisi seluruh bahan-bahan kemudian
diblender. Saat bahan-bahan diblender, dimasukkan formalin 40% sebanyak
0,12 ml dengan menggunakan jarum suntik ke dalam blender. Setelah itu,
disediakan cepuk-cepuk sebagai wadah pakan buatan, cepuk tersebut sebelumnya
telah disterilkan dengan direbus terlebih dahulu selanjutnya dikering anginkan
selama 1 hari, dibersihkan dengan alkohol selanjutnya media dituang ke dalam
cepuk. Karena ada 3 perlakuan maka pembuatan media dilakukan sebanyak 3 kali
sesuai dengan perlakuan yang diuji cobakan dan jumlah ulangan yang digunakan.
Setiap cepuk berisi media seberat 2,5 g untuk cepuk kecil dan 15,5 g untuk cepuk
besar. Setelah itu cupuk yang telah berisi media disterilkan dengan sinar UV
selama 20 menit.
Berikut ini adalah tabel komposisi pakan buatan yang digunakan dalam
penelitian ini :
Tabel 3. Komposisi pakan buatan untuk larva P. castaneae
Bahan
Serbuk tebu
Kecambah kacang hijau
Vitamin C
Formalin 40%
Yeast (ragi roti)
Methyl p hidroxy benzoate/ Nipagin
Natrium Benzoat
Sukrose
Agar powder
Air untuk agar
Air untuk blender
Berat
8,6 g
75 g
1,1 g
0,12 ml
10,7 g
0.7 g
0.35 g
8,6 g
4,4 g
160 ml
80 ml
Penyediaan larva P. castaneae
Kelompok telur PBR diambil dari kandang perkawinan imago jantan dan
betina yang terbuat dari kawat kassa yang berbentuk balok dengan panjang 1 m,
lebar 0,5 m dan tinggi 0,75 m. Dalam kandang dimasukkan tanah pada bagian
dasar setebal 8-10 cm dan ditancapkan puser atau pucuk tebu yang kering yang
berguna sebagai tempat betina meletakkan telur. Selanjutnya, telur dipelihara
dalam tabung reaksi dan ditutup kain hitam hingga berwarna kehitaman hingga
akhirnya menetas setalah 10-12 hari. Setelah menetas dan berumur < 2 hari, larva
diletakkan di dalam cepuk yang berisi pakan buatan sesuai dengan perlakuan.
Peletakan larva ke pakan buatan
Sebelum larva diletakkan di pakan buatan, terlebih dahulu dibuat lubang
kecil pada permukaan media pakan yang diharapkan akan mempermudah larva
masuk atau menggerek ke dalam pakan buatan yang telah disediakan. Peletakan
dilakukan secara perlahan hingga larva benar – benar menempel pada permukaan
media pakan buatan. Pada setiap cepuk diletakkan 2 larva berumur < 2 hari
sehingga jumlah larva yang dibutuhkan untuk percobaan ini yaitu 60 ekor larva.
Peubah Amatan
Persentase mortalitas larva
Persentase mortalitas larva dan pupa dihitung dengan rumus :
P=
x 100 %
Keterangan :
P = Persentase mortalitas larva
a = Jumlah larva yang mati
b = Jumlah larva yang hidup
(Abbott, 1925).
Fase telur
Diamati perkembangan telur setiap hari hingga menetas menjadi larva
dengan cara menghitung berapa hari fase telur hingga menetas menjadi larva dan
dideskripsikan bagaimana morfologinya.
Perilaku larva
Diamati perilaku larva sejak baru menetas (instar 1) hingga memasuki fase
prapupa pada instar 10. Diamati bagaimana perilaku larva tiap instarnya mulai
instar 1 samapi 10 dan dicatat ciri khas larva tiap instar.
Panjang tubuh larva
Panjang tubuh larva dihitung dengan menggunakan penggaris atau kertas
milimeter yang diletakkan pada dinding atau tutup cepuk tergantung pada posisi
larva yang akan diukur panjangnya. Pengukuran dimulai dari instar 1 sampai
instar 10.
Lama stadia Larva
Diamati perkembangan larva setiap hari pada minggu-minggu awal dan
setelah itu 2 hari sekali pada saat larva sudah memasuki instar 5-10, kemudian
dihitung berapa kali mengalami pergantian kutikula serta dicatat berapa lama
waktu yang diperlukan untuk setiap instar. Untuk mengetahui berapa kali larva
akan mengalami pergantian kutikula maka dilakukan pengamatan tiap hari dan
media akan diganti setiap 1 bulan sekali atau tergantung pada kelayakan dari
media. Pada saat pembongkaran media, dilihat ada atau tidak sisa kutikula yang
terlepas dari larva tersebut dan diperkirakan sudah berapa hari larva tersebut
berganti kutikula dengan melihat kondisi larva dan kutikula lama yang terlepas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan
Tebu PTPN II Sei Semayang, Medan (± 40 mdpl) dengan kisaran suhu ruang
perbanyakan selama penelitian sebesar 26,3-330C dengan suhu rata-rata sebesar
±28,310C dan kisaran kelembaban sebesar 58-89% dengan kelembaban rata-rata
sebesar ± 78,60%.
1.
Fase Telur
Hasil pengamatan diketahui bahwa lama periode telur P. castaneae adalah
10-12 hari. Telur - telur yang masih baru berwarna putih kusam. Setelah 4-5 hari
warna telur berubah menjadi coklat muda dan agak menguning. Saat berumur 810 hari, telur berubah menjadi kelabu pekat dan tidak transparan yang
menunjukkan bahwa telur akan segera menetas. Telur berbentuk oval dengan
panjang 1,4-1,7 mm dan lebar 0,6-0,8 mm. Telur diletakkan di pucuk daun tebu
yang kering yang masih melekat pada batang atau di tepi daun yang digulung dan
direkatkan secara berkelompok. Dalam satu helai daun tebu yang sudah kering
dan menggulung dapat ditemukan lebih dari satu kelompok telur.
a
b
Gambar 5. Jumlah telur dalam satu baris tiap cm (a) dan kelompok telur
P. castaneae (b).
Kelompok telur tersusun rapi dalam satu barisan atau lebih. Dalam satu
baris kelompok telur terdapat 15 - 95 butir telur. Tiap cm barisan telur terdapat 8-
13 butir telur. Jumlah telur tiap kelompok telur bervariasi antara 30-350 butir. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian PTPN II (2009) dan Wirioatmodjo (1980) yang
menyatakan bahwa telur - telur yang masih baru berwarna putih kotor, telur
berbentuk oval dengan panjang 1,8 mm dan lebar 0,8 mm dan setiap 1 cm baris
terdiri dari 9 - 12 butir telur.
2. Perilaku Larva
Hasil pengamatan diketahui bahwa larva P. castaneae memiliki perilaku
yang unik. Larva terdiri dari 10 instar, dan tiap instar memiliki perilaku yang
berbeda-beda. Pada saat telur menetas menjadi larva, maka larva memasuki
fase instar 1. Lama stadia instar 1 adalah 6-10 (± 6,67) hari dengan panjang 4-5
(± 4,47) mm. Ciri khas dari larva instar 1 adalah berkelompok, aktif bergerak dan
sangat tertarik terhadap cahaya. Larva mengikuti arah datangnya cahaya dan
secara bersama-sama membentuk suatu kumpulan atau kelompok larva dalam
jumlah yang besar.
Setelah larva yang berusia < 2 hari dimasukkan ke dalam pakan buatan,
larva tidak langsung menggerek pakan, namun
berada dipermukaan pakan
ataupun di bawah tutup cepuk (Gambar 6a dan b). Larva mulai menggerek pada
saat berumur 7 hari atau lebih setelah berganti kutikula memasuki instar 2
(Gambar 6c). Ciri khas dari larva instar 2 adalah larva tidak langsung menggerek
pakan, namun menggerek secara perlahan mulai dari bagian permukaan hingga
akhirnya masuk dan menggerek ke dalam media. Larva instar 2 umumnya belum
terlalu aktif menggerek, gerekan yang dibuatnya masih relatif pendek dan sama
panjang dengan panjang tubuhnya (Gambar 6d).
a
b
c
d
Gambar 6. Larva instar 1 (a dan b), larva instar 2 yang baru berganti kutikula (c)
dan sudah menggerek media (d).
Lama stadia larva instar 2 yaitu 8-14 (± 9,83) hari, setelah itu akan
berganti kutikula dan memasuki instar 3. Ukuran tubuh dari larva instar 3
meningkat cukup signifikan yaitu dari 4-7 ( ± 5,48) mm pada instar 2 menjadi 512 (± 7,33) mm pada instar 3. Larva instar 3 lebih aktif menggerek pakan
(Gambar 7a) dibandingkan instar 2, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Capinera
(2009) yang menyatakan bahwa larva Diatraea saccharalis pada instar 3 mulai
aktif
melakukan gerekan. Namun terkadang larva keluar dari pakan dan
menempel di bawah tutup cepuk (Gambar 3b).
a
b
Gambar 7. Pakan yang sudah digerek larva instar 3 (a) dan larva instar 3 yang
menempel di bawah tutup cepuk (b).
Ciri dari larva instar 3 adalah mulai membentuk sawang seperti benangbenang halus di atas permukaan media atau di bawah tutup cepuk yang berguna
sebagai pelindung diri dan sebagai jalan bagi larva untuk mencapai tutup cepuk.
Lama stadia larva instar 3 adalah 9-18 (± 12,80) hari kemudian berganti kutikula
menjadi larva instar 4.
Larva instar 4 memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari larva instar 3
namun pada beberapa larva yang diuji coba, terdapat larva yang memiliki ukuran
tubuh sama dengan instar sebelumnya atau tidak mengalami perubahan panjang
tubuh. Lama stadia larva instar 4 adalah 10-17 (± 12,40) hari dengan panjang
tubuh 8-13 (± 9,50) mm. Larva instar 4 sudah aktif menggerek, hal ini
ditunjukkan dari media yang terdapat lorong atau lubang-lubang gerekan.
Disamping itu larva instar 4 juga membentuk sawang di sekitar tutup cepuk dan
sesekali naik ke permukaan media.
Larva instar 5 dan 6 memiliki perilaku yang tidak berbeda jauh yaitu aktif
menggerek dan lebih sering berada di bawah tutup cepuk hal ini terlihat dari
kutikula larva yang berada di atas permukaan pakan dan bukan di dalam pakan.
Saat larva berada di bawah tutup cepuk, pada saat itu lah larva semakin aktif
membuat benang-benang halus (Gambar 8b) sebagai jalan bagi larva untuk keluar
ataupun menggerek ke dalam pakan. Lama stadia larva instar 5 adalah 10-16
(± 12,60) hari dengan panjang tubuh 10-17 (± 12,27) mm sedangkan lama stadia
larva instar 6 adalah 10-18 (± 11,87) hari dengan panjang tubuh 11-19 (± 13,53)
mm.
Larva instar 7 dan 8 juga memiliki perilaku yang hampir sama dan lebih
dominan berada di dalam pakan. Hal ini ditunjukkan dari kutikula larva yang
berada di dalam pakan, namun demikian tidak menutup kemungkinan larva untuk
naik ke atas permukaan media maupun ke bawah tutup cepuk. Larva menggerek
pakan dan membuat lubang gerekan serta mencapai keaktifan menggerek paling
tinggi pada akhir instar 6 dan memasuki instar 7. Pada saat itu larva sangat aktif
menggerek hingga dapat melubangi tutup, dinding maupun bagian dasar dari
cepuk hingga akhirnya ada bagian cepuk yang bolong. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan menggerek larva ini sangat kuat dan dibutuhkan bahan
tambahan sebagai pelapis tutup maupun bagaian cepuk yang terlihat sudah
mulai digerek oleh larva (Gambar 8d). Lubang gerekan dalam media juga
dijadikan larva sebagai jalan untuk menggerek bagian pakan yang masih layak
(Gambar 8a). Cara larva ini menggerek sangat unik yaitu selain bergerak maju
ataupun mundur, larva ini juga membalikkan tubuhnya hingga berbentuk seperti
huruf C ( Gambar 8c) untuk berbalik arah dari depan ke belakang. Lama stadia
larva instar 7 adalah 12-20 (± 12,47) hari dengan panjang tubuh 14-23 (± 15,60)
mm sedangkan larva instar 8 adalah 13-18 (± 12,47) hari dengan panjang tubuh
17-24 (17,13) mm.
a
b
c
d
Gambar 8. Lubang gerekan yang dibuat oleh larva instar 7 (a), sawang
atau benang-benang halus yang dibuat oleh larva instar 4 (b), larva instar 7
berbalik arah membentuk huruf C dalam media (c), bagian dasar cepuk yang
diberi pelapis tambahan akibat gerekan larva instar 7.
Larva instar 9 memiliki perilaku yang mirip dengan instar 6 dan 7 yaitu
lebih banyak menghabiskan waktu di atas permukaan media dan di bawah tutup
cepuk dengan membuat sawang atau benang-benang halus yang nantinya akan
melindungi larva pada saat akan menjadi pupa. Namun demikian larva masih tetap
menggerek pakan dan tergolong kurang aktif bergerak serta lebih banyak berdiam
diri dalam media. Larva instar 9 memiliki kutikula yang lebih tebal dibandingkan
dengan instar-instar sebelumnya, hal ini disebabkan usia larva yang semakin tua.
Lama stadia instar 9 adalah 12-18 (± 13,4) hari dengan panjang 19-27 (± 18,40)
mm. Setelah larva berganti kutikula, selanjutnya larva memasuki instar 10.
Namun pada saat larva berada pada instar 10, larva tidak menunjukkan tandatanda akan memasuki fase prapupa. Larva terlihat awet muda sama seperti pada
instar 9 dan
tidak berganti kutikula hingga lebih dari 25 hari sehingga
menyebabkan larva tetap awet muda dan tidak berubah menjadi pupa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan buatan berpengaruh terhadap
lama fase setiap instar dan panjang instar. Larva tetap awet muda dan tidak
berganti kutikula menjadi pupa pada instar 10. Larva berganti kutikula sebanyak 9
kali (Gambar 9) dan terus menggerek pakan, tidak menua serta tidak berubah
menjadi pupa. Dengan demikian, fase larva pada P. castaneae yang dibiakkan
dalam pakan buatan terdiri dari 10 instar dengan lama fase larva >125 hari. Hal ini
berbeda dengan hasil penelitian Pramono (2005) yang menyatakan bahwa
lamanya fase larva yang diberi pakan alami adalah 78-83 hari dan Naseri et al
(2010) yang menyatakan bahwa H. armigera memiliki pertumbuhan yang lebih
baik pada pakan buatan dengan enzim protease yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pakan kedelai.
Gambar 9. Kutikula dari P. castaneae mulai dari instar 1 sampai instar 9.
Larva P. castaneae yang dibiakkan dengan pakan buatan memiliki
kutikula yang tipis dan transparan serta sangat rentan terhadap gangguan terutama
gesekan pada saat pemindahan ke pakan buatan yang baru apabila media pakan
yang lama sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi oleh larva. Larva terlihat
sangat peka sesaat setelah berganti kutikula pada setiap instarnya dan ditemukan
beberapa kasus larva yang tidak dapat melepaskan kutikula lamanya dan
menyebabkan larva mati. Hanya larva yang aktif makan dan memiliki ketahanan
tubuh yang tinggilah yang dapat bertahan hidup dan mampu berganti kutikula
pada setiap instarnya. Kendala yang dihadapi selama penelitian adalah serangan
jamur maupun bakteri pada pakan, namun hal ini jarang terjadi karena jumlah
pengawet yang digunakan cukup tinggi. Selain itu, kendala lainnya adalah cepuk
yang terbuat dari bahan plastik dapat dilubangi oleh larva, hal ini disebabkan oleh
kemampuan menggerek larva sang