Pertemuan dengan Sujuta Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan jelas dan benar
82 Kelas V SD
Setelah pulih, Petapa Siddharta bertekad akan melanjutkan pertapaan di hutan dekat sungai. Di tempat itu tinggal pula seorang wanita muda kaya raya bernama
Sujata. Sujata ingin berkaul kepada dewa pohon karena permohonannya supaya diberi seorang anak laki-laki terkabul. Hari itu Sujata mengirim pelayannya untuk
membersihkan tempat di bawah pohon tempat ia akan mempersembahkan makanan yang lezat-lezat kepada dewa pohon. Ia agak terkejut waktu pelayannya
tergesa-gesa kembali dan memberitahukan: “O, Nyonya, dewa pohon itu sendiri telah datang dari kayangan untuk menerima langsung persembahan Nyonya. Beliau
sekarang sedang duduk bermeditasi di bawah pohon. Alangkah beruntungnya bahwa dewa pohon berkenan untuk menerima sendiri persembahan Nyonya.”
Sujata gembira sekali mendengar berita tersebut. Setelah makanan selesai dimasak, berangkatlah Sujata ke hutan. Sujata merasa kagum melihat dewa pohon
dengan wajah yang agung sedang duduk bermeditasi. Ia tidak tahu, bahwa orang yang dikira sebagai dewa pohon sebenarnya adalah Petapa Siddharta. Dengan
hati-hati, makanan ditempatkan di mangkuk dan dengan hormat dipersembahkan kepada Petapa Siddharta yang dikira Sujata sebagai dewa pohon.
Petapa Siddharta menyambut persembahan ini. Setelah habis makan, terjadilah percakapan antara Petapa Siddharta dengan Sujata seperti di bawah ini.
“Dengan maksud apakah engkau membawa makanan ini?” “Tuanku yang terpuja, makanan yang telah aku persembahkan kepada tuanku
adalah cetusan terima kasihku karena Tuan telah meluluskan permohonanku agar dapat diberi seorang anak laki-laki.”
Kemudian, Petapa Siddharta menyikap kain yang menutup kepala bayi dan meletakkan tangannya di dahinya sambil memberi berkah:
“Semoga berkah dan keberuntungan selalu menjadi milikmu. Semoga beban hidup akan engkau terima dengan ringan. Aku bukanlah dewa pohon, tetapi seorang
putra raja yang telah enam tahun menjadi petapa untuk mencari sinar terang yang dapat dipakai untuk memberi penerangan kepada manusia yang berada dalam
kegelapan. Aku yakin dalam waktu dekat ini aku akan memperoleh sinar terang itu. Dalam hal ini persembahan makanmu telah banyak membantu, karena sekarang
badanku menjadi kuat dan segar kembali. Karena itu, dengan persembahanmu ini, engkau akan mendapat berkah yang sangat besar. Tetapi, adikku yang baik, coba
katakan apakah engkau sekarang bahagia dan apakah penghidupan yang disertai cinta saja sudah memuaskan?”
“Tuanku yang terpuja, karena aku tidak menuntut banyak, hatiku dengan mudah mendapat kepuasan. Sedikit tetesan air hujan sudah cukup untuk memenuhi
mangkuk bunga lily, meskipun belum cukup untuk membuat tanah menjadi basah. Aku sudah merasa bahagia dapat memandang wajah suamiku yang sabar atau
melihat senyum bayi ini. Setiap hari dengan senang hati aku mengurus rumah tangga, memasak, memberi sesajen kepada para dewata, menyambut suamiku
yang baru pulang dari pekerjaan, apalagi sekarang dengan dilahirkannya seorang anak laki-laki yang menurut buku-buku suci akan membawa berkah kalau kami
kelak meninggal dunia. Juga aku tahu bahwa kebaikan datang dari perbuatan baik dan kemalangan datang dari perbuatan jahat yang berlaku bagi pada semua orang
dan pada setiap waktu, sebab buah yang manis muncul dari pohon yang baik dan buah yang pahit keluar dari pohon yang penuh racun. Apakah yang harus ditakuti
83 Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
oleh orang yang berkelakuan baik kalau nanti tiba saatnya mesti mati?” Mendengar penjelasan Sujata itu, Petapa Siddharta menjawab:
“Kau sudah mengajar kepada orang yang seharusnya menjadi gurumu. Dalam penjelasanmu yang sederhana itu terdapat sari kebajikan yang lebih nyata dari
kebajikan yang tinggi: meskipun engkau tidak belajar apa-apa namun engkau tahu jalan kebenaran dan menyebar keharumanmu ke seluruh pelosok. Sebagaimana
engkau sudah mendapat kepuasan, semoga Aku pun mendapatkan apa yang Aku cari. Aku, yang engkau pandang sebagai seorang dewa, minta didoakan supaya Aku
dapat berhasil melaksanakan cita-cita-Ku.”
“Semoga Tuanku berhasil mencapai cita-cita Tuanku sebagaimana aku mencapai cita-citaku.”
Petapa Siddharta kemudian melanjutkan perjalanannya dengan membawa mangkuk kosong. Ia menuju ke tepi Sungai Neranjara dalam perjalanannya ke Gaya.
Tiba di tepi sungai, Petapa Siddharta melempar mangkuknya ke tengah sungai dengan berkata:
“Kalau memang waktunya sudah tiba, mangkuk ini akan mengalir melawan arus dan bukan mengikuti arus.”
Satu keajaiban terjadi karena mangkuk itu ternyata mengalir melawan arus.