Interpretasi Makna Peribahasa Bahasa Jepang yang Terbentuk Dari Kata Mizu

(1)

SKRIPSI

“INTERPRETASI MAKNA PERIBAHASA BAHASA JEPANG

YANG TERBENTUK DARI KATA MIZU”

“MIZU NO KOTOBA KARA DEKITA

KOTOWAZA NO IMI NO KAISHAKU”

OLEH:

DESI JULITA PURBA NIM : 080722009

Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

JURUSAN EKSTENSI SASTRA JEPANG

MEDAN


(2)

SKRIPSI

“INTERPRETASI MAKNA PERIBAHASA BAHASA JEPANG

YANG TERBENTUK DARI KATA MIZU”

“MIZU NO KOTOBA KARA DEKITA

KOTOWAZA NO IMI NO KAISHAKU”

OLEH:

DESI JULITA PURBA NIM : 080722009

Pembimbing I Pembimbing II

Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D NIP. 19691011.2002.12.1.001 NIP. 19580704 198412 1 001

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Unversitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra

Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

JURUSAN EKSTENSI SASTRA JEPANG MEDAN


(3)

Disetujui Oleh Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Jurusan Sastra Jepang Ketua Jurusan,

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D NIP. 19580704 198412 1 001


(4)

PENGESAHAN Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang Pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Pada : Jam

Tanggal : Juli 2010 Hari :

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19511013 197603 1 001

Panitia Ujian

No. Nama

1. Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D ( ) Tanda Tangan

2. Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum ( ) 3. Adriana Hasibuan, S.S, M.Hum ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam kepada Rasulullah SAW teladan yang terbaik bagi umat manusia.

Skripsi yang berjudul Interpretasi Makna Peribahasa Bahasa Jepang yang Terbentuk Dari Kata Mizu ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kesulitan yang bila direnungkan adalah hal yang wajar dalam upaya meraih sebuah keberhasilan. Selain itu sebagai manusia yang memilki banyak kekurangan, penulis pun tidak luput dari kesalahan-kesalahan.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D., selaku Ketua Program Studi S-1 Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing, yang telah demikian

besar memberikan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan pengarahan dengan sabar dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4. Ibu Hj.Siti Muharami Malayu, S.S, M.Hum., selaku dosen wali.

5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Sastra Jepang Ekstensi dan DIII Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pendidikan kepada penulis.


(6)

6. Kepada orang tua penulis Bapak Setia Purba, S.E dan Ibunda Salmiah, S.Pd yang selalu mendoakan penulis agar penulis selalu sehat, selamat dan menjadi manusia yang berguna, memberikan dukungan moral dan material yang tak tehinga sampai penulis menjadi sarjana seperti yang dicita-citakan, penulis tidak mampu membalasnya walau sampai kapanpun juga.

7. Kepada abangda Munzir dak kakanda Heni Yulita yang telah mendukung dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Ke-12 sahabatku di Program Studi Sastra Jepang Ekstensi (Kak Ade, Kak Hanum, Eka, Volga, Morina, Juli, Mila, Reni, Melati, Bang Putra, Irwan, dan Angga) dan sahabatku yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, selamat berjuang ya sobat mudah-mudahan kita menjadi manusia yang berguna bagi Agama, Orang Tua, Nusa dan Bangsa. Amin.

10. Akhir kata, semoga skipsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis sendiri dan mereka yang ingin mengetahui tentang peribahasa bahasa Jepang yang terbentuk dari kata Mizu

Medan, Juli 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... ….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Krangka Teori ... 8

1.5 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Metode Penelitian ... 11

BAB II PERIBAHASA JEPANG YANG TERBENTUK DARI KATA MIZU DI JEPANG... ….. 13

2.1 Unsur-unsur Bahasa 2.1.1 Fonem ... 13

2.1.2 Morfem... 14

2.1.3 Sintaksis ... 15

2.1.4 Semantik ... 16

2.2 Definisi Peribahasa Secara Umum ... 16

2.2.1 Definisi Peribahasa Jepang ... 17

2.2.2 Pengklasifikasian Peribahasa Jepang ... 18

2.2.2.1 Penggolongan Peribahasa Jepang berdasarkan Naiyoo (isi) menurut Morikuni Honami. ... 19

2.2.2.2 Penggol ongan Peribahasa Jepang berdasarkan Bunkei (bentuk kalimat) menurut Hirayama Teruo. ... 21

2.2.2.3 Penggol ongan Peribahasa Jepang berdasarkan Hyoogen (cara pengungkapan) menurut Hirayama Teruo. ... 23

2.3 Air Dalam Pandangan Masyarakat Jepang ... 25


(8)

BAB III INTERPRETASI PERIBAHSA JEPANG YANG TERBENTUK

DARI KATA MIZU ... ….. 33

3.1 水至りて渠成る (みずいたりてきょなる) ... 33

3.2 水清ければ魚棲まず(みずきよければうおすまず) ... 33

3.3 水と油(みずとあぶら)... 34

3.4 水の底の針を捜す(みずのそこのはりをさがす) ... 35

3.5 水の飲み置きで役に立たず(みずののみおきでやくにたたず) ... 35

3.6 水に絵を描く(みずにえをかく) ... 36

3.7 水の干落ちるを待っているようなも (みずのひおちるをまって いるようなも) ... 37

3.8 水に懲りて湯を辞す(みずにこりてゆをじす) ... 37

3.9 水濁ればすなわち尾を振るうの魚無し (みずにごばすなわち おをふるうのうおなし) ... 38

3.10 水は天から貰い水(みずはてんからもらいみず)... 38

3.11 水積もりて川と成る(みずつもりてかわとなる)... 39

3.12 水積もりて魚集まる(みずつもりてうおあつまり) ... 40

3.13 水積もりて淵となリ、学積もりて聖となる (水積もりて淵となり、 がくつもりてせいとなる)... 40

3.14 水入りて垢落ちず(みずいりてあかおちず) ... 41

3.15 水音すれば里に近し(みずおとすればさとちかし) ... 41

3.16 水と魚(みずとうお) ... 42

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... ….. 44

4.1 Kesimpulan ... 44

4.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(9)

ABSTRAK

Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia, sebab bahasa sebagai alat komunikasi dapat membantu manusia untuk menyampaikan gagasan –gagasan dan mengungkapkan perasaan jiwa manusia dalam suatu masyarakat, sehingga dapat saling menginformasikan gagasan dan perasaan mereka masing-masing.

Peranan bahasa mempunyai pengaruh terhadap hubungan antar masyarakat ataupun bangsa, baik dalam bidang informasi dan teknologi, perkembangan kebudayaan, maupun perekonomian. Melalui kemajuan hubungan tersebut, mendorong banyak orang untuk tidak hanya menguasai bahasa ibu sebagai alat komunikasi, tetapi juga harus mampu mempelajari bahasa asing lainnya.

Ada begitu banyak hal yang dapat dipelajari dari bahasa asing khususnya bahasa Jepang. Salah satu diantaranya adalah peribahasa, yang diartikan dalam bahasa Jepang yaitu Kotowaza. Peribahasa merupakan sesuatu yang unik dan sulit untuk dipelajari, karena gramatika peribahasa yang digunakan berbeda dengan gramatika yang dipelajari oleh mahasiswa dalam pendidikan. Selain itu juga karena peribahasa tidak selalu dipakai dalam kehidupan sehari-hari, maka banyak orang sulit memahami makna dari peribahasa Jepang tersebut.

Peribahasa Jepang (kotowaza) memiliki jumlah yang cukup banyak dan terdiri dari beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut berasal dari lingkungan sekitar masyarakat sendiri atau dari unsur yang hubungannya erat dengan kehidupan masyarakat, misalnya berasal dari Lima Unsur Elemen Jepang yang dipengaruhi Buddhism atau biasa disebut Godai. Lima Elemen Jepang (Godai) tersebut terdiri dari unsur tanah, api, angin, air dan langit. Dan dalam skripsi ini, penulis menggunakan air sebagai unsur peribahasa Jepang tersebut dan menginterpretasikannya ke dalam bahasa Indonesia agar dapat mudah dipahami maknanya.


(10)

Perlu kita ketahui, air memiliki banyak sifat dan bila dihubungkan dengan manusia, air dapat mewakili karakteristik dan pemikiran manusia. Karena kita dapat memperoleh nilai-nilai luhur melalui sifat-sifat air tersebut. Sehingga menjadi suatu budaya yang tertanam dalam diri masyarakat, maksudnya disini adalah air sebagai perantara masyarakat dalam memahami lingkungannya yang dituangkan kedalam suatu unsur seni bahasa yang bersifat nasihat atau sindiran.

Peribahasa Jepang berunsur air cukup banyak, namun penulis hanya menginterpretasikan 16 peribahasa Jepang saja., dan ke-16 peribahasa Jepang tersebut kemudian akan dihubungkan dengan sifat air yang sesungguhnya. 16 peribahasa Jepang tersebut adalah :

1. 水至りて渠成る (みずいたりてきょなる)

a. “mizu itarite kyonaru”

2. 水清ければ魚棲まず (みずきよければうおすまず)

a. ”mizu kyokereba uo sumazu”

3. 水と油 (みずとあぶら)

a. “mizu to abura”

4. 水の底の針を捜す (みずのそこのはりをさがす)

a. “mizu no soko no hari o sagasu”

5. 水の飲み置きで役に立たず (みずののみおきでやくにたたず)

a. “mizu no nomi okide yakuni tatazu”

6. 水に絵を描く (みずにえをかく)

a. “mizu ni e o kaku”


(11)

a. “mizu no hi ochiru o matte iruyouna mo”

8. 水に懲りて湯を辞す (みずにこりてゆをじす)

a. “mizu ni korite yu o jisu”

9. 水濁ればすなわち尾を振るうの魚無し (みずにごればすなわちおをふるう

のうおなし)

a. “mizu nigoreba sunawachi o o furuu no uo nashi”

10.水は天から貰い水 (みずはてんからもらいみず)

a. “mizu wa ten kara morai mizu”

11.水積もりて川と成る (みずつもりてかわとなる)

a. “mizu tsumorite kawa to naru”

12.水積もりて魚集まる (みずつもりてうおあつまり)

a. “mizu tsumorite uo atsumaru”

13.水積もりて淵となリ、学積もりて聖となる ( み ず あ つ も り て ふ ち と な り 、

がくつもりてせいとなる)

a. “mizu atsumorite fuchi tonari, gaku tsumorite seito naru”

14.水入りて垢落ちず (みずいりてあかおちず)

a. “mizu irite aka ochizu”

15.水音すれば里に近し (みずおとすればさとちかし)

a. “mizu otosureba sato chikashi”

16.水と魚 (みずとうお)

a. “mizu to uo”

Kemudian setelah menginterpretasikan ke-16 peribahasa Jepang tersebut, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :


(12)

1. Unsur air yang digunakan pada peribahasa Jepang tersebut berasal dari kepercayaan masyarakat terhadap Godai atau Lima Elemen Jepang.

2. Dari ke-16 peribahasa Jepang berunsur air yang penulis interpretasikan, hanya 7 peribahasa Jepang yang maknanya berhubungan dengan sifat air. Yakni peribahasa nomor 1, 4, 6, 8, 10, 11, dan 13.

3. Hanya 7 peribahasa Jepang yang maknanya berhubungan dengan sifat air. Yakni perbahasa :

1. 水至りて渠成る (みずいたりてきょなる)

“mizu itarite kyonaru”

4. 水の底の針を捜す (みずのそこのはりをさがす)

“mizu no soko no hari o sagasu”

6. 水に絵を描く (みずにえをかく)

“mizu ni e o kaku”

8. 水に懲りて湯を辞す (みずにこりてゆをじす)

“mizu ni korite yu o jisu”

10. 水は天から貰い水 (みずはてんからもらいみず)

“mizu wa ten kara morai mizu”

11. 水積もりて川と成る (みずつもりてかわとなる)

“mizu tsumorite kawa to naru”

13. 水積もりて淵となリ、学積もりて聖となる( み ず あ つ も り て ふ ち と な り 、

がくつもりてせいとなる)


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Hanya melihat pada air, orang akan berfikir bahwa air adalah sesuatu yang sangat sederhana di sekitar kita. Namun bila kita teliti kembali dan melihat keadan sekitar yang menunjukkan keadaan dimana ada air dapat dipastikan ada kehidupan di sekitarnya, dan sebaliknya bila tidak ada air dapat dipastikan kehidupan makhluk di sekitar tempat tersebut akan kesulitan atau berjuang keras dalam mempertahankan kehidupannya, atau bahkan punah. Maka, dengan ini dapat disimpulkan bahwa air merupakan bagian penting dalam kehidupan dan sebagai salah satu faktor penting dalam perkembangbiakan makhluk hidup di bumi ini.

Air merupakan cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau, terdapat dan diperlukan di kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan yang secara kimiawi mengandung senyawa hidrogen dan oksigen, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 8). Atom-atom hidrogen tertempel pada sisi atom oksigen sehingga menghasilkan molekul air dengan muatan positif dan negative. Keduanya saling tarik-menarik, dan apabila kita sering melihat tetesan air maka keadaan tersebut bukanlah dikarenakan gaya gravitasi bumi, tapi lebih dikarenakan molekul air yang saling tarik menarik, H. Nuijten (2007 : 2)

Air disebut “pelarut universal (sedunia)” karena air melarutkan lebih banyak zat daripada cairan apapun. Ini berarti bahwa dimanapun air mengalir, baik melalui tanah maupun badan kita, air itu membawa serta zat-zat berharga seperti zat kimia, zat mineral (tambang), dan bahan gizi, H. Nuijten (2007 : 5).

Air merupakan zat yang unik, karena ia merupakan zat alamiah yang dapat berubah wujud dari cairan menjadi padat (es), kemudian menjadi gas(uap) atau sebaliknya. Air juga


(14)

memiliki indeks panas khusus yang tinggi. Ini berarti air dapat menyimpan panas, sebelum air mulai dipanaskan. Inilah sebabnya air sangat berharga untuk industri dan dalam radiator mobil sebagai pendingin. Selain itu air memiliki ketegangan permukaan yang sangat tinggi. Dengan kata lain, air itu lengket dan elastis serta condong menggumpal dalam tetes daripada menyebar dalam lapisan tipis, H. Nuijten (2007 : 7, 8). Sifat air yang di atas juga menunjukkan bahwa ketika kecondongan air menggumpal dan gumpalan air menjadi air yang berkumpul besar, maka air tersebut bahkan dapat menghancurkan sebuah tembok, atau bangunan rumah. Menagapa ? ini dikarenakan sifat air yang lain, yakni bersifat menekan ke segala arah yang disebabkan pengaruh dari kuantitas air dan kedalaman air.

Jika kita melakukan suatu percobaan terhadap air, yakni dengan memasukkan air pada tempat atau wadah yang berbeda, seperti : gelas, cawan, piring dan lain sebagainya, maka kita akan melihat bahwa air tersebut berubah bentuk. Misalnya, kita memasukkan air ke dalam gelas, maka bentuk air akan menyerupai gelas, begitu juga bila kita tuangkan air ke dalam tempat / wadah yang lainnya. Ini membuktikan bahwa air juga dapat berubah bentuk sesuai dengan tempatnya, H.Nuijen (2007 : 9).

Siklus awal air pertama kali tidak dapat ditentukan. Namun kita dapat memulainya dari air laut yang menguap karena panas yang diberikan matahari. Suhu yang lebih dingin dari uap tersebut akan mengembun dan membentuk awan. Arus udara menggerakkan butiran awan tersebut sehingga bertubrukan, membesar kemudian jatuh ke bumi yang disebut hujan, salju atau es. Limpasan air tersebut kemudian sebagian meresap ke dalam lapisan tanah dan menjadi cadangan air pada batu-batuan yang jenuh dengan air di bawah permukaan tanah dan menyimpan air segar untuk jangka waktu yang panjang. Sedangkan sebagian lagi menginfiltrasi atau merembes kembali ke permukaan tanah yang terendah sehingga ada yang membentuk danau, sungai atau kembali ke laut, dimana siklus air “terakhir”.


(15)

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan sifat air yang sesungguhnya, yakni :

1. Air tidak berwarna, berbau maupun berasa.

2. Air sebagai zat “pelarut universal (sedunia)” karena mampu melarutkan lebih banyak zat daripada cairan apapun.

3. Air dapat berubah wujud dari cair menjadi padat (es) kemudian menjadi gas (uap) atau sebaliknya.

4. Dapat menyerap dan menyimpan panas.

5. Air memiliki ketegangan yang tinggi sehingga menjadikannya condong berbentuk tetesan daripada menyebar dalam lapisan tipis.

6. Air bersifat menekan ke segala arah. 7. Air dapat berubah bentuk.

8. Air cenderung mengalir dari dataran/tempat tinggi menuju dataran/tempat yang rendah.

Air memiliki posisi yang sangat penting bagi sebagian kelompok atau Negara, salah satunya Jepang. Bagi masyarakat Jepang air dihubungkan erat dengan kehidupan sosial dan nilai keagamaan mereka. Misalnya, ada beberapa tempat di Jepang yang difungsikan airnya untuk beberapa ritual yang memberikan bantuan atau jaminan yang berhubungan dengan hampir semua peristiwa dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Koichiro Matsuura, Direktur Jenderal UNESCO, mengirim pesan untuk Hari Air Dunia pada tahun 2002: yang menyatakan bahwa"...Air bukan hanya merupakan sumber daya alam sebagai pembentuk suatu peradaban yang dimulai dari pertanian dan pengembangan perindustrian, tapi juga sebagai nilai-nilai luhur yang kita peroleh dari air sehingga menjadi kebudayaan yang tertanam dalam budaya masyarakat. Selain itu kebutuhan dan permintaan


(16)

air telah menjadi kekuatan pendorong sosial dan budaya pembangunan ekonomi seluruh masyarakat di dunia".

Nilai-nilai luhur yang kita peroleh dari air sehingga menjadi suatu budaya yang tertanam dalam diri masyarakat, maksudnya disini adalah air sebagai perantara masyarakat dalam memahami lingkungannya yang dituangkan ke dalam suatu unsur seni bahasa yang bersifat nasihat dan pedoman hidup atau sindiran terhadap seseorang.

Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia, sebab bahasa sebagai alat komunikasi yang membantu manusia dalam mengungkapkan perasaan jiwa manusia dalam suatu masyarakat.

Menurut Poerwadarminta (1985:5) menyatakan bahwa bahasa adalah alat yang digunakan seseorang untuk melahirkan pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan dalam perasaan. Ia berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat sebagai pemakai bahasa, sehingga saling menginformasikan gagasan dan perasaannya dari informasi tersebut.

Gorys Keraf (1980:16)mengatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antar anggota mayarakat berupa lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap. Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan seseorang atau lebih berupa lambang bunyi, suara untuk menyampaikan informasi sehingga dapat mengungkapkan gagasan dan perasaan seseorang.

Peranan bahasa juga mempengaruhi hubungan antar masyarakat ataupun bangsa. Melalui kemajuan hubungan tersebut mendorong banyak orang untuk tidak hanya menguasai bahasa ibu sebagai alat komunikasi tetapi juga harus mampu mempelajari bahasa asing.

Ada begitu banyak hal yang dapat dipelajari dari bahasa asing khususnya bahasa Jepang. Salah satu kesulitan tersebut diantaranya adalah peribahasa atau yang diartikan dalam bahasa Jepang yaitu Kotowaza. Peribahasa merupakan sesuatu yang unik dan sulit untuk


(17)

dipelajari, karena gramatika peribahasa yang digunakan berbeda dengan gramatika yang dipelajari oleh mahasiswa. Selain itu juga karena peribahasa tidak selalu dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Harimurti Kridalaksana (1993:169) yang dimaksud dengan peribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang bersifat turun temurun digunakan untuk menguatkan maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran atau pedoman hidup.

Dalam peribahasa, memiliki jumlah yang cukup banyak dan berasal dari berbagai macam unsur, baik itu dari unsur manusia, hewan/binatang, benda-benda, tumbuhan bagian tubuh dan lain-lain. Dari sekian banyak unsur tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti peribahasa Jepang yang terbentuk dari unsur air (mizu) untuk dijadikan bahan skripsi. Contohnya : dapat kita lihat dari peribahasa Jepang di bawah ini :

水と油

mizu to abura

Peribahasa ini mempunyai makna :

Dua hal yang tidak cocok satu dan lainnya. (故事ことわざ事典,小学館) Pada contoh peribahasa di atas, kita dapat melihat pemakaian unsur yang sama yaitu air (mizu)sebagai unsur utamanya.

Melihat hal ini penulis merasa tertarik mempelajari peribahasa yang memiliki unsur air (mizu). Apakah semua peribahasa yang menggunakan kata mizu menggunakan unsur air bila kita melihat maknanya. Sehingga penulis terdorong untuk menulis skripsi yang berjudul : “Interpretasi Makna Peribahasa Bahasa Jepang yang Terbentuk dari Kata Mizu”

1.2 Perumusan Masalah

Peribahasa merupakan salah satu aspek budaya Jepang. Tanpa disadari sering didengar namun jarang dipahami maknanya dalam percakapan sehari-hari oleh non-penutur


(18)

asli Jepang. Selain itu peribahasa Jepang khususnya yang terbentuk dari kata Mizu jumlahnya cukup banyak dan mengandung arti yang bermacam-macam dan kalau diinterpretasikan, maka kata Mizu tersebut kedalam peribahasa Indonesia terkadang tetap memakai kata mizu(air), namaun terkadang yang lainnya.

Melihat latar belakang dan penjelasan diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana makna yang dimiliki oleh peribahasa Jepang yang terbentuk dari kata Mizu ?

2. Sejauh mana pemakaian kata Mizu dalam peribahasa Jepang ?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Mengingat peribahasa Jepang yang menggunakan kata Mizu sangat banyak, maka penulis akan membatasinya menjadi 16 peribahasa Jepang yang terbentuk dari kata Mizu, karena menurut saya hanya 16 peribahasa Jepang yang bila diiterpretasikan sama maknanya dengan peribahasa Indonesia. Adapun peribahasa tersebut yakni :

Untuk melengkapi pembahasannya, maka dalam penulisan akan didukung dengan contoh penggunaan peribahasa Jepang tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

1. 水至りて渠成る (みずいたりてきょなる)

“mizu itarite kyonaru”

2. 水清ければ魚棲まず (みずきよければうおすまず)

”mizu kyokereba uo sumazu”

3. 水と油 (みずとあぶら)

“mizu to abura”

4. 水の底の針を捜す (みずのそこのはりをさがす)


(19)

5. 水の飲み置きで役に立たず (みずののみおきでやくにたたず)

“mizu no nomi okide yakuni tatazu”

6. 水に絵を描く (みずにえをかく)

“mizu ni e o kaku”

7. 水の干落ちるを待っているようなも (みずのひおちるをまっているよう

なも)

“mizu no hi ochiru o matte iruyouna mo”

8. 水に懲りて湯を辞す (みずにこりてゆをじす)

“mizu ni korite yu o jisu”

9. 水濁ればすなわち尾を振るうの魚無し (みずにごればすなわちおを

ふるうのうおなし)

“mizu nigoreba sunawachi o o furuu no uo nashi”

10.水は天から貰い水 (みずはてんからもらいみず)

“mizu wa ten kara morai mizu”

11.水積もりて川と成る (みずつもりてかわとなる)

“mizu tsumorite kawa to naru”

12.水積もりて魚集まる (みずつもりてうおあつまり)

“mizu tsumorite uo atsumaru”

13.水積もりて淵となリ、学積もりて聖となる( み ず あ つ も り て ふ ち と な り 、

がくつもりてせいとなる)

“mizu atsumorite fuchi tonari, gaku tsumorite seito naru”

14.水入りて垢落ちず (みずいりてあかおちず)

“mizu irite aka ochizu”


(20)

“mizu otosureba sato chikashi”

16.水と魚 (みずとうお)

“mizu to uo”

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka

Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antar manusia yang dipergunakan dalam berbagai macam situasi. Bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca (Sugihastuti, 2000:8).

Harimurti Kridalaksana (1993: 169) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan peribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang bersifat turun temurun digunakan untuk menguatkan maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran atau pedoman hidup. Menurut Ishida Shooichiroo dalam Dharmayanty (1999: 9) :

“Kotowaza seikatsu suru no ni sankoo ni naru mijikai kotoba” (peribahasa adalah kalimat pendek yang berguna dalam kehidupan). Begitu pula menurut Akiyama Ken dalam Dharmayanty (1999: 9) :

“Kotowaza wa oshie ya imashime nado imi o motta mijikai bun”

(Peribahasa adalah kalimat pendek yang mengandung arti nasehat, peringatan dan sebagainya).

Sedangkan menurut Kunimitsu Shooichi dalam Darmayanty (1999: 10) :

“Kotowaza wa furuku kara hitobito ni ii nara wa sareta kotoba, kyookun, fuushi, nado no imi o fukumi, jisei no shinjitsu o ugatsu mono ga ooi”

(peribahasa dalam kalimat disebarluaskan melalui adat kebiasaan oleh masyarakat sejak lama, isinya banyak mengandung pengajaran, sindiran, kebenaran dalam kehidupan manusia dan lain sebagainya).


(21)

Hiyashi Shinobu juga mengungkapkan pernyataan yang sama tentang peribahasa Jepang : “Kotowaza wa hitobito no seikatsu no chie kara umareta kita. Kyookun ya hihan o fukumu mijikai kotoba”.

(peribahasa adalah kalimat pendek yang lahir dari pemikiran kehidupan masyarakat, mengandung isi kritikan, pengajaran dan lain sebagainya).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Kotowaza atau peribahasa adalah kalimat pendek yang mengandung nasehat, kritik, peringatan, sindiran, ajaran, kebenaran dan lain sebagainya dalam kehidupan manusia yang disebarluaskan melalui adat kebiasaan masyarakat setempat.

b. Kerangka Teori

Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan teori semiotika. Kata semiotika sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Semion yang berarti tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berhubungan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda. (Van Zoest, 1993:1).

Luxemberg (1992:46) menjelaskan bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda, lambang-lambang, sistem lambang dan proses perlambangan. Ilmu tentang semiotik ini menganggap bahwa fenomena sosial ataupun masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.

Menurut Pradopo (2001:7) menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem, aturan-aturan, konveksi-konveksi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut punya arti.

Wahab (1995:16) mengatakan bahwa teori semantik yang berdasarkan kebenaran yang menjelaskan bentuk-bentuk logis dimana semua kesimpulan yang relevan dengan


(22)

kebenaran analistis dapat ditarik, dan ini memberikan titik temu yang nyata dengan karya yang sekarang ini sedang digarap dalam logika formal.

Van Zoest (1996:5) juga megungkapkan bahwa semiotika adalah studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, baik itu cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimaanya oleh mereka yang mempergunakannya.

Semiotik mencakup tiga bidang, yakni :

1. Sintaksis, yang menelaah tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Bidang garapan sintaksis adalah kalimat yang mencakup : jenis dan fungsinya, unsur-unsur pembentuknya, serta struktur dan maknanya (Nita dalam Dedi Sutedi 2003:61).

Contoh dalam peribahasa Jepang :

“Air tenang biasa menghanyutkan”. Jenisnya adalah peribahasa yang berfungsi sindiran atau pujian bagi orang lain. Sedangkan maknanya adalah ”orang yang pendiam biasanya banyak pengetahuannya atau bisa juga berbahaya” (Muhammad Ali 1993:2)

2. Semantik, menelaah tentang makna yang merupakan penghubung komunikasi agar dapat dimengerti oleh pembicara dan lawan bicara.

Contoh dalam peribahasa Indonesia :

Engkau bagaikan air di daun talas. Kalimat peribahasa ini disebutkan agar komunikasi tidak terlihat kasar, dapat dimengerti keduanya namun dapat menyampaikan perasaan pembicara. Makna peribahasa tersebut adalah “selalu berubah-ubah, tidak tetap pendirian”. (Muhammad Ali 1993:2)

3. Pragmatik, menelaah tentang hubungan tanda-tanda dengan penafsiran atau interpretor.


(23)

Contohnya bila kita mendengar seseorang mengucapkan peribahasa “menjilat air ludah sendiri” . Maka dengan mudah disimpulkan bahwa pembicara sedang marah ataupun mencibir seseorang.

Semiotik sebagai ilmu yang mempelajari lambang-lambang sangat berhubungan erat dengan hal yang dijadikan lambang. Di kehidupan sehari-hari, lambang digunakan dalam berkomunikasi. Lambang yang sudah umum dikenal di seluruh dunia dan telah mendapatkan kesepakatan semua orang adalah lambang lalu lintas. Tapi ada juga lambang-lambang di beberapa negara yang menggunakan hewan atau tumbuhan untuk menggambarkan sesuatu. Misal : singa, atau beruang yang melambangkan orang yang kuat, ular sebagai orang yang licik, kuda sebagai orang yang bijak, bunga untuk melambangkan sesuatu yang indah, dan sebagainya.

1.5Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui makna yang dimiliki oleh peribahasa Jepang yang terbentuk dari kata Mizu.

2. Untuk mengetahui pemakaian kata Mizu dalam peribahasa bahasa Jepang. b. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis sendiri adalah sebagai sarana untuk memperdalam pengetahuan dan wawasan mengenai makna peribahasa Jepang yang menggunakan kata Mizu.


(24)

2. Memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan mahasiswa sastra dan bahasa Jepang pada khususnya mengenai makna dari peribahasa yang terbentuk dari kata Mizu.

3. Diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin membahas tentang interpretasi makna peribahasa yang munggunakan atau terbentuk dari kata Mizu.

1.6Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang membicarakan kemungkinan untuk memecahkan masalah yang aktual dengan cara mengumpulkan data, mnganalisa, dan menginterpretasikannya (Surahmad, 1982:147).

Untuk mendapatkan tanda-tanda yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menghimpun data dari berbagai literature, baik dari buku-buku yang berhubungan dengan peribahasa Jepang secara langsung maupun dari buku-buku yang membahas masalah tentang makna peribahasa jepang yang menggunakan kata Mizu.

Pengumpulan data dilakukan dengan mencari buku-buku, baik yang berhubungan langsung maupun sebagai tambahan dari judul yang diteliti. Buku-buku dikumpulkan dari perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah, situs-situs internet, dan Japan Foundation.


(25)

BAB II

PERIBAHASA JEPANG YANG TERBENTUK DARI KATA MIZU DI JEPANG

Unsur-unsur Bahasa Fonem

Fonem adalah bunyi unsur terkecil dari suatu bahasa yang berbeda atau mirip kedengarannya bila diucapkan dan digunakan untuk membedakan arti dari suatu kata. Dalam ilmu bahasa fonem itu ditulis di antara dua garis miring: /.../. /p/ dan /b/ adalah dua fonem karena kedua bunyi itu membedakan arti. Contoh:

pola — /pola/ : bola — /bola/ parang — /paraŋ/ : barang — /baraŋ/ peras — /pɘras/ : beras — /bɘras/

Contoh lainnya kata ular dan ulas memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /er/ dan /es/. Setiap bahasa memiliki jumlah dan jenis fonem yang berbeda-beda. Misalnya bahasa diganti dengan fonem /ra/.

Fonem dalam bahasa dapat mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung pada tempatnya dalam kata atau suku kata. Fonem /p/ dalam bahasa Indonesia, misalnya, dapat mempunyai dua macam lafal. Bila berada pada awal suku kata, fonem itu dilafalkan secara lepas. Pada kata /pola/, misalnya, fonem /p/ itu diucapkan secara lepas untuk kemudian diikuti oleh fonem /o/. Bila berada pada akhir kata, fonem /p/ tidak diucapkan secara lepas; bibir kita masih tetap rapat tertutup waktu mengucapkan bunyi ini. Dengan demikian, fonem /p/ dalam bahasa Indonia mempunyai dua variasi.


(26)

Variasi suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Alofon dituliskan di antara dua kurung siku [...]. Kalau [p] yang lepas kita tandai dengan [p] saja, sedangkan [p] yang tak lepas kita tandai dengan [p>], maka kita dapat berkata bahwa dalam bahasa Indonesia fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [p>].

Morfem

Morfem yait suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar, penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.

Konsep morfem berbeda dari kata. Morfem terbagi 2 jenis, yakni : morfem bebas dan morfem terikat. Morfem terikat terlihat lebih ekslusif daripada morfem bebas, karena penulisannya berdampingan dengan morfem bebas. Contohnya :

Morfem bebas

Anak kecil = kata /anak/ berarti manusia yang masih berusia muda, sedangkan kata /kecil/ adalah merupakan kata dalam suatu kata sifat ukuran suatu benda.

Morfem terikat

Pragawati = Kata Pragawati memiliki dua morfem yakni /praga/ dan /wati /. Kata /praga/ merupakan kata dasar, penambahan morfem /wati/ yang sekaligus merupakan ”akhiran ” menyebabkan perubahan arti dari kata praga.


(27)

Sintaksis

Sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan struktur-struktur kalimat, klausa, dan frase.

 Definisi atau batasan sintaksis menurut para ahli - Hari Murt Kridalaksana (1993)

Sintaksis adalah subsistem bahasa yang mencakup tentang kata yang sering dianggap bagian dari gramatika yaitu morfologi dan cabang linguistic yang mempelajari tentang kata.

- Ramlah (2001:18)

Istilah sintaksis (Belanda, Syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase.

- Gleason (1955)

“Syntax maybe roughly defined as the principles of arrangement of the construction (word) into large constructions of various kinds.”

Artinya: sintaksis mungkin dikaitkan dari definisi prinsip aransement konstruksi (kata) kedalam konstruksi besar dari bermacam-macam variasi.

- Ramlah (1976:57)

Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur farase dan kalimat.


(28)

Mendefinisikan sintaksis sebagai pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan terkecil dalam bidang ini adalah kata.

- O’ Grady, et. al., (1997)

“the system of the rules and categories that underlines sentence formation in human language.”

Artinya: Aturan dalam sistem pola kalimat dasar dalam bahasa manusia.

Jadi, penulis dapat menyimpulkan bahwa sintaksis yaitu penggabunga menjad contohkan dalam bahasa Indonesia, dalam aturan Sintaksisnya terdapat aturan SPO atau Jepang yang meletakkan Predikat setelah Objek.

Semantik

Semantik ekspresi makna: sert atau konteks tertentu. Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa semantik adalah ilmu bahasa yang mempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suat


(29)

Definisi Peribahasa Secara Umum

Harimurti Kridalaksana (1999 : 169 ) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan peribahasa adalah “kalimat atau penggalan kalimat yang bersifat turun temurun, digunakan untuk menguatkan maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran / pedoman hidup”. Lain halnya dengan pendapat Lukman Ali (1995 : 755 ), dia menguraikan bahwa peribahasa adalah “kalimat ringkas yang berisi perbandingan, nasihat, prinsip hidup atau tingkah laku”.

Zainuddin (1992 : 68 ) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan peribahasa adalah “ kalimat atau ucapan yang mengungkapkan sesuatu (dengan pengkiasan ) yang makna dan fungsinya dalam konveksi masyarakat”. Sedangkan Poerwadarminta ( 1976 : 738 ) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan peribahasa adalah “kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan biasanya mengkiaskan sesuatu maksud yang tertentu”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan peribahasa / kotowaza adalah kalimat pendek yang mengandung arti nasehat, peringatan, perbandingan, kritikan, pengajaran, sindiran dan lain sebagainya. Digunakan untuk menguatkan maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran / pedoman hidup yang disebarluaskan melalui adat dan kebiasaan masyarakat.

Definisi Peribahasa Jepang

Menurut Akiyama Ken dalam Dharmayanty (1999:9) :

“Kotowaza wa oshie ya imashime nado imi motta mijikai bun”

“Peribahasa adalah kalimat yang mengandung arti nasehat, peringatan dan lain sebagainya”.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ishida Shooichiroo dalam Dharmayanty (1999:9) :

“Kotowaza wa seikatsu suru noni sankoo ni naru mijikai kotoba”. “Peribahasa adalah kalimat pendek yang berguna dalam kehidupan”.


(30)

Sedangkan menurut Hayashi Shinobu dalam Dharmayanty (1999:10) menerangkan bahwa :

“Kotowaza wa hito bito seikatsu no chie kara umarete kita, kyookun ya hihan o fukumu mijikai kotoba”.

“Peribahasa adalah kalimat pendek yang lahir dari pemikiran kehidupan masyarakat , mengandung isi kritikan, pengajaran dan lainnya”.

Hal ini sependapat dengan pernyataan Kunimitsu Shooichi dalam Dharmayanty (1999:10) yang menyatakan bahwa :

“Kotowaza furukukara hito bito ni iinarawasareta kotoba, kyookun, fuunishi nado no imi o fukumi, jinsei no shinjitsu o ugatsu ga ooi”.

“Peribahasa adalah kalimat yang disebarluaskan melalui adat kebiasaan oleh masyarakat sejak lama, isinya banyak mengandung pengajaran, sindiran, kebenaran dalam kehidupan manusia dan lain sebagainya”.

Hal ini sependapat juga sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Kindaichi Haruhiko dalam Darmayanty (1999:10) bahwa :

“Kotowaza wa seken ni hiroku iinasawasarete kito kotoba de, kyookun ya fuushi nado o fukundo chiku”.

“Peribahasa adalah kalimat yang disebarluaskan melalui adat kebiasaan dalam masyarakat, yang isinya mengandung pengajaran, sindiran dan lain sebagainya”.

Pengklasifikasian Peribahasa Jepang

Menurut Morikuni Honami dan Hirayama Teruo dalam Dharmayanty (1999:11) menjelaskan peribahasa Jepang dapat digolongkan menjadi beberapa macam atau jenis, yaitu berdasarkan : Naiyoo (isi), Bunkei (bentuk kalimat) dan Hyoogen (cara pengungkapan). Tetapi pendapat yang dikemukakan oleh Morikuni Honami maupun pendapat yang


(31)

dikemukakan oleh Hirayama Teruo satu sama lain tidak lengkap, tetapi dapat saling melengkapi. Morikuni Honomi menjelaskan secara rinci mengenai penggolongan peribahasa Jepang berdasarkan Naiyoo (isi), tetapi tidak menjelaskan tentang penggolongan peribahasa Jepang berdasarkan Bunkei (bentuk kalimat) dan Hyoogen (cara pengungkapan). Sedangkan Hirayama Teruo menjelaskan secara rinci mengenai Bunkei (bentuk kalimat) dan Hyoogen (cara pengungkapan), tetapi tidak menjelaskan secara rinci mengenai penggolongan peribahasa Jepang berdasarkan Naiyoo (isi). Dengan kata lain, kedua pendapat di atas dapat saling melengkapi satu sama lain dalam menjelaskan mengenai penggolongan peribahasa Jepang.

Penggolongan Peribahasa Jepang berdasarkan Naiyoo (isi) menurut Morikuni Honami.

a. Jinsei no ishie ya shinri o arawashita mono.

“Menunjukkan kebenaran dan ajaran kehidupan manusia “. Contoh : (1) jinji o tsukushite tenmei o matasu.

“yarudake yattara ato wa kami sama ni makasenai to iu koto”.

“Kalau sudah melakukan sesuatu serahkanlah hasilnya kepada Tuhan” (2) Gei wa mi o tasukeru.

“Isoide iru toki hodo, awatete wa ikenai to iu koto”.

“Sesingkat apapun waktunya, jangan melakukan pekerjaan dengan terburu-buru”.

(3) tabi wa michizure yow a nasake.

“se no naka o ikite iku ni wa, tagaini omoiyari no kokoro o motsu koto ga taisetsi da to iu koto”.


(32)

“Bagi orang yang hidup di dunia ini, mempunyai perasaan simpati antara satu dengan yang lainnya adalahhal yang sangat penting”.

b. Seikatsu no chishiki ya chie o arawashita mono.

“Menunjukkan pemikiran dan pengetahuan tentang kehidupan” Contoh : (1) ishi hashi o taite wataru.

“Hijooni yoojinbunkai to iu koto” “sangat hati-hati”.

(2) Gei wa mi o tasukeru.

“narai oboeta gei ga, seikatsu ni yakudatta to iu koto”.

“Keahlian yang tanpa sengaja teringat karena seringnya latihan, sangat bergunabagi kehidupan”.

c. Hito o hihan shitari hinikuttari shita mono. “Isinya menyindir atau mengkritik orang”.

Contoh : (1) I no naka no kawaza taikai o shirazu.

“Seken shirazu de ibatte iru hito o imashimete to iu koto”. “Menasehati orang yang sombong karena orang itu kurang pengetahuan”.

(2) Udo no taiboku.

“Karada bakari ookikute, yuku ni tatanai koto”. “ Badannya saja yang besar, tapi tidak ada gunanya”. (3) Namakemono no sekku hataraki.

“Fudan, namakete iru hito wa, hokano hito ga yasunde iru toki, hataranakereba naranaku naru mono de aru”.


(33)

“Biasanya, orang yang malas harus bekerja pada saat orang lain istirahat”.

d. Monogoto no yoosu omoshiroku tatoeta mono

“Perumpamaan atau kiasan yang menarik tentang keadaan suatu hal” Contoh : (1) Toranu tanuki no kawazan yoo.

“Doo naru ka wakaranai no ni atte ni shite keikaku o tateru koto o iu”. “Membuat rencana dengan mengandalkan harapan yang belum pasti”. (2) Donguri no sei kurabe.

“Dore mo onaji youni hibon de, tokubetsu ni nukidete mono ga naku, amari kawaranai to iu tatoe”.

“ Perumpamaan yang menyatakan bahwa yang mana pun sama saja, tidak ada bedanya, tidak ada yang istimewa”.

(3) Hana yori dango.

“Utsukushii mono o me de tanoshimu yori jissai ni mini naru mono no houga ii to iu tatoe”.

“Rasanya lenih baik makan buah yang sudah matang daripada menikmati pemandangan yang indah”.

Penggolongan Peribahasa Jepang berdasarkan Bunkei (bentuk kalimat) menurut Hirayama Teruo.

a. (nani wa

“Mengambil bentuk deskripsi (nani

dou) no jojutsu keishiki o toru mono. wa dou) Contoh : (1) Kaeru no ko wa kaeru.


(34)

“Anak orang biasa (kebanyakan), biasanya disebut juga orang biasa(orang kebanyakan)”.

(2) Oya ni ninu ko wa

b. (nani

oniko.

“Ko wa kanarazu oya ni niru mono de, moshi nitenakereba ningen no ko dewanaku, oni no ko da to iu koto”.

“Seorang anak pasti mirip dengan orang tuanya sehingga bila ada anak yang tidak mirip, dia disebut anak hantu”.

seyo

“Mengambil bentuk perintah (nani o )no meirei keishiki o toru mono.

seyo) Contoh : (1) Zen wa isoge

“Yoi koto ga ki ga kawattari jama ga haittarishinai uchi ni hayaku shita houga yoi koto”.

“Hal yang baik akan lebih baik bila segera dilakukan, selama tidak mengganggu atau membuat jadi berubah pikiran”.

(2) Nana tabi sagashite hito o utagae

c. (nani

.

“Mono ga miataranai toki wa tannin ni nusumareta no dewanai ka utagau mae ni. Jibun de nandemo nen o irete agasu koto,

karugarushiku hito o utagatte wa ikenai to iu imi”.

sureba

“Mengambil bentuk pengandayan bersyarat (nani nani) no jouken keishiki o toru mono.

sureba nani) Contoh : (1) Uwase o sureba kage ga sasu.

“kage de hito no uwasu o suru to, sono hito ga guuzen ni kuru to iu koto”.


(35)

“Kalau menggosipkan orang secara diam-diam, maka orang yang digosipkan tersebut akan muncul tiba-tiba”.

(2) Mateba

d. (nani

kanro no hiyori.

“yukkuri akiramezuni matte ireba kanarazu chansu ga yatte kuru to iu koto”.

“Bila menunggu tanpa rasa putus asa, kesempatan itu pasti akan datang”.

to

“Mengambil bentuk menderetkan (nani

nani) no heiretau keishiki o taru mono. to

e. (nani

nani). Contoh : (1) Tsuki to suppon

“Futatsu no mono gamitame wa nite iru ga, nakami wa kake hanarete ite, hidoku chigate iru koto no tatoe”.

“Dua barang yang kelihatannya sama, ternyata dalamnya berbeda, suatu perbedaan yang sangat jauh”.

yori

“Mengambil bentuk perbandingan (nani

nani) no hikaku keishiki o taru mono. yori nani). Contoh : (1) Kame no kou yori toshi no kou.

“Nenchousha no nagai aida no keiken wa totemo toutoi mono da to iu koto”.

“Pengalaman hidup orang yang usianya jauh lebih tua, ternyata sangat berharga”.

(2) Iroke yori kuike.

“Sukina hito no koto o omou yori, sukina mono o taberu houga saki da to iu koto”.


(36)

“Lebih mengutamakan makan makanan yang disukai daripada melamunkan orang yang disukai”.

Penggolongan Peribahasa Jepang berdasarkan Hyoogen (cara pengungkapan) menurut Hirayama Teruo.

a. Gaisu denaka, gutai tekina sushi o mochi iru.

“Menggunakan kata bilangan konkrit, bukan hanya angka perkiraan”. Contoh : (1) Juu nin to iro

“Juu nin yoreba juu nin kao chigau youni, kangaekata ya seishitsu chigau koto”.

“Bila ada sepuluh orang yang berbeda bentuk mukanya, maka akan ada sepuluh cara berfikir dan sepuluh karakter yang berbeda”.

(2) Momokuri san nen kaki hach

b. Kochouhou

i nen

“Nani goto no mono ni naru made ni wa, sorenari no jikan ga hitsuyou to iu koto”.

“Sebelum segala sesuatunya menjadi terlambat, waktu yang masih ada itu merupakan sesuatu yang penting”.

“Cara yang mengatakan berlebihan”.

Contoh : (1) Suzume hayaku made odori wasurenu

“Chiisai toki ni, mi ni tsuketa koto wa, toshi o totemo wasurenai mono da to iu koto”.

“hal yang melekat di diri pada masa kecil, merupakan hal yang tidak dapat dilupakan meskipun sudah tua”.


(37)

“Ai no me ya hiiki me de mireba mini kui koto mo utsukushiku mieru”. “Bila melihat mata yang berpihak pada cinta, maka hal yan jelek pun terlihat bagus”.

c. Taihihou

“Perbandingan yang kontras”

Contoh : (1) Awasemono wa hanaremono

“Ningen no nikutai wa chisuikafuu ga gattai shite dekita mono de aru kara, mata moto no shiso ni kangen suru koto”.

“Karena jasmani manusia terbuat dari kombinasi tanah, air, api, dan udara, maka tubuh dapat mereduksi/memecahkan keempat bahan dasar tersebut”.

(2) Rongo yomi no rongo

d. Shouryakuhou

shirazu

“Hon o yonde, bunshou toshite wa wakatte ite mo jikko ga dekinai koto no tatoe”.

“Meskipun membaca buku dan mengerti setiap kalimatnya, tetapi dalam pelaksanaannya tidak bisa”.

“Cara penyingkatan hal-hal yang menakutkan/mengerikan”. Contoh : (1) Jishin, kaminari, kaji, oyaji

“Kowai mono no junjo o itta mono”.

“Adanya urusan tentang hal-hal yang mengerikan”.

Air Dalam Pandangan Masyarakat Jepang

Kita mengetahui bahwa fakta membuktikan 70% dari permukaan bumi ditutupi oleh air dan sisanya adalah daratan dan 70% dari tubuh kita juga sangat membutuhkan cairan air


(38)

karena air merupakan salah satu alat transportasi dalam tubuh sebagai penyalur nutrisi pada setiap bagian di tubuh kita. Karenanya air merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Air memiliki posisi yang sangat penting bagi sebagian kelompok atau Negara, salah satunya Jepang. Bagi masyarakat Jepang air dihubungkan erat dengan kehidupan sosial dan nilai keagamaan masyarakat di Jepang. Misalnya, ada beberapa tempat di Jepang yang difungsikan airnya untuk beberapa ritual yang memberikan bantuan atau jaminan yang berhubungan dengan hampir semua peristiwa dalam kehidupan masyarakat Jepang.

Sebuah peristiwa kelahiran, kesehatan bayi, pemulihan kesehatan atau penyakit, meminta keberhasilan dalam ujian atau pekerjaan baru, mengetahui hasil yang tepat untuk pindah rumah, memohon dimudahkan dalam hal perekonomian, penglihatan yang baik, panjang umur, kedamaian, memohon petunjuk mengambil keputusan agar lebih bijaksana dan ingin memperoleh wahyu, semua ritual tersebut dilakukan dengan menggunakan air.

Menurut masyarakat Jepang, air bekerja dengan dua cara, yakni memberikan dan menjauhkan. Memberikan maksudnya disini ritual air dilakukan untuk memohon diberikannya kesehatan, kekayaan, dan nikmat suci karena asal-usul atau diberkati dalam kehidupannya. Sedangkan menjauhkan maksudnya disini ritual air digunakan untuk memohon dijauhkannya dari kejahatan, dijauhkan dari hal-hal buruk dalam kehidupan sehari-hari, dan untuk menjauhkan pengaruh buruk benda dengan cara mensucikannya. Hal inilah yang membuat kita dapat menarik kesimpulan bahwa tidak diragukan lagi betapa pentingnya air dalam ritual praktek keagamaan di Jepang.

Beberapa penjelasan bisa ditawarkan, tapi semua berasal dari satu fakta yang tak terelakkan dari sejarah Jepang yang telah mengakar bagi masyarakat Jepang tentang air dan kesatuan alam yang luar biasa mempengaruhi kehidupan masyarakat Jepang sendiri. Semua


(39)

fakta yang berhubungan dengan air tersebut bersumber pada masyarakat Jepang yang mempercayainya konsep dari lima elemen atau sering disebut Godai, yang sangat dipengaruhi oleh Buddhism. Ke-lima elemen tersebut adalah :

1. 地Chi (kadang-kadang ji) atau tsuchi, yang berarti "

keras, di dunia. Contoh yang paling dasar dari chi adalah batu. Batu sangat tahan terhadap pergerakan atau perubahan, sama seperti segala sesuatu yang dipengaruhi oleh chi. Pada orang dapat dihubungkan dengan tulang, otot dan jaringan yang diwakili oleh chi. Secara emosional, chi ini terutama terkait dengan pemikiran kuat seseorang, stabilitas, fisik, dan gravitasi. Dalam pikiran, berhubungan dengan keyakinan, dan emosional itu untuk memiliki sesuatu tetap seperti apa adanya, atau melakuakan perlawanan untuk perubahan.

2. 火Ka atau hi, yang berarti "

dunia. Hewan, khususnya predator, yang mampu bergerak dan penuh energi kuat, adalah contoh utama dari obyek ka. Tubuh, ka mewakili metabolisme kita dan panas tubuh, dan dalam alam mental dan emosional, itu merupakan dorongan dan semangat. Ka dapat dikaitkan dengan motivasi, keinginan, niat, dan semangat yang dikeluarkan tubuh kita.

3. 風Fu atau Kaze, berarti "

menikmati kebebasan bergerak. Selain dari udara, asap, dan sejenisnya, fu dapat diwakili dalam beberapa hal yang diwakili oleh pikiran manusia. Seperti halnya kita berkembang secara fisik, kita belajar dan memperluas mental, dalam hal pengetahuan kita, pengalaman kita, dan kepribadian kita. Fu terkait dengan mental dan emosional yang terbuka. Hal ini dapat diasosiasikan dengan kemauan, menghindar, kebajikan, kasih sayang, dan kebijaksanaan.


(40)

4. 水Sui atau mizu, yang berarti "

tak berbentuk di dunia. Contoh nyatanya adalah sungai dan sejenisnya, tanaman juga dikategorikan dalam sui, karena mereka beradaptasi dengan lingkungan mereka, tumbuh dan berubah sesuai dengan arah matahari dan perubahan musim. Darah dan cairan tubuh lainnya diwakili oleh sui, seperti juga mental atau emosional kecenderungan terhadap adaptasi dan perubahan. Sui dapat dikaitkan dengan emosi, pembelaan diri, kemampuan beradaptasi, fleksibilitas, kelenturan, dan magnet.

5. Elemen yang terakhir ini biasanya diartikan sebagai "kekosongan" ketika mengacu ke elemen, tapi konteks lain kebanyakan mengacu pada "langit", dan karenanya kadang diterjemahkan sebagai "Surga".

Koichiro Matsuura, Direktur Jenderal UNESCO, mengirim pesan untuk Hari Air Dunia pada tahun 2002: yang menyatakan bahwa"...Air bukan hanya merupakan sumber daya alam sebagai pembentuk suatu peradaban yang dimulai dari pertanian dan pengembangan perindustrian, tapi juga sebagai nilai-nilai luhur yang kita peroleh dari air sehingga menjadi kebudayaan yang tertanam dalam budaya masyarakat. Selain itu kebutuhan dan permintaan air telah menjadi kekuatan pendorong sosial dan budaya pembangunan ekonomi seluruh masyarakat di dunia".

Nilai-nilai luhur yang kita peroleh dari air sehingga menjadi suatu budaya yang tertanam dalam diri masyarakat, maksudnya disini adalah air sebagai perantara masyarakat dalam memahami lingkungannya yang dituangkan kedalam suatu unsur seni bahasa yang bersifat nasihat atau sindiran.

Sebuah peristiwa kelahiran, kesehatan bayi, pemulihan kesehatan atau penyakit, meminta keberhasilan dalam ujian atau pekerjaan baru, mengetahui hasil yang tepat untuk pindah rumah, memohon dimudahkan dalam hal perekonomian, penglihatan yang baik,


(41)

panjang umur, kedamaian, memohon petunjuk mengambil keputusan agar lebih bijaksana dan ingin memperoleh wahyu, semua ritual tersebut dilakukan dengan menggunakan air.

Selain itu, penghormatan khusus juga diberikan masyrakat Jepang terhadap air, yakni dapat dilihat melalui taman-taman kota yang sebagian besar berunsur air, dan sungai-sungai yang terpelihara kebersihan dan kejernihan airnya oleh setiap masyarakat. Sebagian besar dikarenakan setiap masyarakat Jepang juga masih mempercayai adanya legenda makhluk di dalam mitologi agama Shinto di Jepang, mengenai makhluk yang diidentifikasikan sebagai dewa air. Makhluk itu disebut Kappa. Kappa yang sering diidentifikasi sebagai dewa air ini memiliki berbagai macam sebutan. Nama lain dari makhluk ini diantaranya adalah Kawataro (bocah air), Kawaka, Kawaranbe, Kyuusenbou, Masunta, Mu jima dan Ningyo.

Peribahasa Jepang yang Terbentuk dari Kata Air (Mizu) di Jepang

Dalam peribahasa Jepang unsur utama pembentuk sebuah peribahasa terdiri dari berbagai macam unsur, salah satunya adalah unsur Godai. Godai yang dijadikan unsur utama pembentuk peribahasa Jepang diantaranya adalah kayu, api, air, tanah, udara/awan. Dari beberapa Godai yang menjadi unsur utama pembentuk sebuah peribahasa Jepang, penulis memilih Mizu sebagai unsur utama peribahasa Jepang dalam penelitian ini. Dan dari beberapa refrensi, penulis memilih 16 peribahasa yang akan diuraikan maknanya.

Berikut ini secara singkat akan penulis uraikan masing-masing makna yang dimiliki oleh ke-16 peribahasa Jepang tersebut.

1. 水至りて渠成る (みずいたりてきょなる)

“mizu itarite kyonaru”

“mizu ga nagaretekuruto, shizen ni mizo ga dekiru, shizen ni mizo ga dekiru. Gakumon fukakunaruto, shizen ni toku ga kanseisuru to iu koto o tatoete iu. Mata kikai ga touraisuru to shizen ni monogoto wa dekiagaru to iukoto.”


(42)

”ibarat air yang mengalir alami ke selokan. Ibarat ilmu yang digali secara alami, kemudian menghasilkan kesempatan mendatangkan barang yang banyak”.

2. 水清ければ魚棲まず (みずきよければうおすまず)

”mizu kyokereba uo sumazu”

“mizu ga seiretsu sugiruto kaette sakana wa sumanaimonoda. Jinkaku ga amari ni seiren sugitarisuru to, kaette hito ni shitashimarenaito iu tatoe.”

”ibarat air yang terlalu jernih malah ikan tidak mau tinggal. Ibarat karakter orang yang begitu jujur malah tidak mau bergaul dengan orang”.

3. 水と油 (みずとあぶら)

“mizu to abura”

“mizu to abura ga konzari awanai youni, shikkurito chouwashinai koto, tagai ni shoubun no awanai koto o tatoete iu”

“air dan minyak yang bercampur tidak bisa, hal yang tidak serasi dan harmoni, karena tidak ada kesesuaian sifat satu sama lainnya”

4. 水の底の針を捜す (みずのそこのはりをさがす)

“mizu no soko no hari o sagasu”

“mizu no soko shizunde iru hari o sagasu. Nakanakashi gatai koto. Jouju gatai koto o iu”

”mencari jarum di dasar air. Benar-benar hal yang sulit untuk dilakuakan”.

5. 水の飲み置きで役に立たず (みずののみおきでやくにたたず)

“mizu no nomi okide yakuni tatazu”

“mizu wa nomi dame dekizu, ikura takusan nonde mo izura kakuyouni, donna ni te o utsukushitemo yakunonai tatoe”

”seberapa banayakpun meminum air tetap haus, seberapa kerasnya usaha tangan untuk menganbil air pun tidak bias menghilangkan rasa harus”


(43)

6. 水に絵を描く (みずにえをかく)

“mizu ni e o kaku”

“suimen ni e o kaku youna mono dearu. Sugu kieru koto, nanimo ato ni nokoranai koto, mata, kuroushitemo erutokoro nonai koto o tatoete iu”

”melukis di permukaan air. Segera terhapus dan tidak menyisakan apapun. Walau berusaha dengan sekuat tenaga tidak akan memperoleh hasil apapun”

7. 水の干落ちるを待っているようなも (みずのひおちるをまっているよう

なも)

“mizu no hi ochiru o matte iruyouna mo”

“mizu no nagare ga kareruno o mate iru youna mono. Bakabakashii hodo ki no nagai banashi dearu to iukoto”

“ menunggu kering air sungai. Merupakan hal yang mustahil”

8. 水に懲りて湯を辞す (みずにこりてゆをじす)

“mizu ni korite yu o jisu”

“mizu de koritatame, mizu ni nite iru yu mademo osorete jitaisuru” ”hal belajar dari pengalaman, suatu reaksi ketika menyentuh air panas”

9. 水濁ればすなわち尾を振るうの魚無し (みずにごればすなわちおを

ふるうのうおなし)

“mizu nigoreba sunawachi o o furuu no uo nashi”

“mizu ga nigoru to oyogi mawaru sakana wa inakunaru. Seiji ga tadashiku okonawarete inai to, hitobito wa jiyuu ni tanoshikurasukotoga dekinakunaru” “ibarat air berlumpur tidak ada ikan yang berenang. Ibarat di bidang politik, masyarakat tidak memiliki kebebasan menikmati politik yang benar”


(44)

“mizu wa ten kara morai mizu”

“seikatsu ni hitsuyouna mizu wa ten kara futta ame o ateru. Ido ya suidou no nai seikatsu o iu”

“air yang dibutuhkan bagi kehidupan adalah berasal dari hujan yang turun dari langit. Bukan dari saluran air maupun sumur”.

11.水積もりて川と成る (みずつもりてかわとなる)

“mizu tsumorite kawa to naru”

“mizu ga atsumatte kawa to naru. Chiisana mono ga atsumatte dai o nasuto iu tatoe”

”air yang berkumpul menjadi sungai. Hal kecil bila ditumpuk akan menjadi besar”

12.水積もりて魚集まる (みずつもりてうおあつまり)

“mizu tsumorite uo atsumaru”

“mizu ga yutakana tokoro ni wa, sakana ga yotte kuru. Ri no aru tokoro ni hito ga atsumaru tatoe”

”tempat yang kaya akan air maka ikan akan datang mendekat. Tempat yang dapat menghasilkan keuntungan maka orang akan datang mendekat”

13.水積もりて淵となリ、学積もりて聖となる( み ず あ つ も り て ふ ち と な り 、

がくつもりてせいとなる)

“mizu atsumorite fuchi tonari, gaku tsumorite seito naru”

“wazukana mizu de atsumareba ookina fuchi to nari, sukoshi zutsu demo tayumazu gakumon o tsumi kasaneru koto ni yotte, shounin no shiro ni tassuru koto ga dekiru”

“sediki demi sedikit air berkumpul membentuk lubuk. Ilmu yang dikumpulkan bahkan mampu menyelesaikan istana ”


(45)

“mizu irite aka ochizu”

“mizu irita noni aka wa ochinai. Yarigai no nai tatoe” ”bagai air yang tidak dijatuhi debu. Tidak berarti apa pun”

15.水音すれば里に近し (みずおとすればさとちかし)

“mizu otosureba sato chikashi”

“sanro o tadotte kite, mizu no nagareru oto ga kikoeru youni nabera, hitozato chikazuitashirushi dearu”

“berjalan di kaki gunung bila terdengar suara air mengalir menandakan sudah mendekati perkampungan penduduk

16.水と魚 (みずとうお)

“mizu to uo”

“mizu to sakana no youna kankei, missetsuna kankei ni aru koto” ”bagai ikan dan air, yakni hubungan yang sangat erat”


(46)

BAB III

INTERPRETASI PERIBAHASA JEPANG YANG TERBENTUK DARI KATA MIZU

Seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya peribahasa Jepang yang terbentuk dari kata mizu memiliki bermacam-macam arti. Setelah penulis menganalisa refrensi yang ada pada bab II, maka berikut ini akan penulis uraikan arti peribahasa Jepang yang terbentuk dari kata Mizu, makna peribahasa tersebut, serta contoh peribahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini penulis akan menginterpretasikan 16 kotowaza yang terbentuk dari kata mizu.

水至りて渠成る (みずいたりてきょなる)

Peribahasa Jepang mizu itarite kyonaru memiliki arti sebagai berikut : “mizu ga nagaretekuruto, shizen ni mizo ga dekiru, shizen ni mizo ga dekiru. Gakumon fukakunaruto, shizen ni toku ga kanseisuru to iu koto o tatoete iu. Mata kikai ga touraisuru to shizen ni monogoto wa dekiagaru to iukoto” yang artinya ”ibarat air yang mengalir alami ke dermaga. Ibarat ilmu yang digali secara alami, kemudian menghasilkan kesempatan mendatangkan barang yang banyak”. Peribahasa tersebut melambangkan pada seseorang yang bila secara alamiah menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, maka apapun yang diinginkan dan dicita-citakannya akan dapat diperolehnya kelak.

Hal ini dapat diibaratkan pada air yang secara alami mengalir mencari celah, melewati berbagai saluran hingga akhirnya berhasil menempuh tujuannya untuk berkumpul di satu tempat yang sama dengan air yang lain yakni dermaga.

Jadi penulis berpendapat bahwa bila kita bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu maka kelak apa yang kita cita-citakan akan tercapai.


(47)

水清ければ魚棲まず (みずきよければうおすまず)

Peribahasa Jepang mizu kyokereba uo sumazu memiliki arti sebagai berikut :“mizu ga seiretsu sugiruto kaette sakana wa sumanaimonoda. Jinkaku ga amari ni seiren sugitarisuru to, kaette hito ni shitashimarenaito iu tatoe” .Yang artinya ”bagai air yang terlalu jernih malah tidak mau ditinggali ikan. Bagai karakter, orang yang suci dan jujur malah tidak bergaul dengan orang lain”. Peribahasa ini melambangkan air yang jernih dengan karakter baik dan suci seseorang dan ikan sebagai makhluk sosial.

Kita mengetahui bahwa air berhubungan erat dengan ikan. Namun dalam konteks peribahasa Jepang di atas memiliki keadaan yang berlawanan. Air yang jernih malah ikan tidak ada di dalamnya, dan bila dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari diibaratkan seseorang yang memiliki sifat yang suci malah tidak ingin bergaul dengan atau bersosialisasi dengan orang lain. Ini berarti bahwa ada 2 kemungkinan mengapa orang suci tersebut tidak ingin bersosialisasi. Kemungkinan yang pertama adalah orang tersebut merasa minder atau kurang percaya diri untuk memulai bersosialisasi, atau yang ke-dua karena dia menganggap dirinya tidak pantas bersosialisasi dengan orang disekitarnya atau lingkungannya. Hal ini dapat merugikannya kelak, karena pada dasarnya manusia atau makhluk hidup tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan makhluk hidup lainnya.

水と油 (みずとあぶら)

Peribahasa Jepang “mizu to abura” memiliki arti sebagai berikut “mizu to abura ga ko zari awanai youni, shikkurito chouwashinai koto, tagai ni shoubun no awanai koto o tatoete iu”. Yang artinya, “air dan minyak yang bercampur tidak bisa, hal yang tidak serasi dan harmoni, karena tidak ada kesesuaian sifat satu sama lainnya”.

Bila kita melakukan percobaan kimia dengan mencampurkan air dan minyak didalam satu wadah, maka apa yang terjadi?. Kita akan melihat posisi minyak berada di atas dan air


(48)

dibawahnya. Ini dikarenakan berat jenis air lebih berat daripada minyak yang mengakibatkan minyak tidak larut (menyatu) dengan air sehingga yang terlihat air terpisah dari minyak walau berada dalam satu wadah sekalipun.

Bila situasi tersebut dilambangkan dengan kehidupan sehari-hari kita, hal tersebut merupakan keadaan dimana dua karakter orang yang berbeda atau keduanya pernah memiliki permasalahan sebelumnya, bila dipertemukan pada tempat atau ruang kerja yang sama, maka keduanya tidak akan memiliki kecocokan satu dan lainnya sehingga mengakibatkan kurangnya kekompakan dalam menyelesaikan masalah atau pekerjaan.

水の底の針を捜す (みずのそこのはりをさがす)

Peribahasa Jepang“mizu no soko no hari o sagasu” memili arti sebagai berikut : “mizu no soko shizunde iru hari o sagasu. Nakanakashi gatai koto. Jouju gatai koto o iu”, yang artinya, ”mencari jarum di dasar air. Benar-benar hal yang sulit untuk dilakuakan”.

Peribahasa di atas dapat digambarkan dalam kehidupan sehari-hari. Yakni dimana bila kita menjatuhkan benda kecil ke dasar air, adalah hal yang mustahil dan sukar untuk mencarinya kembali. Ini dikarenakan membutuhkan waktu yang lama kita berada dalam air, sedangkan manusia tidak dapat bertahan lebih lama di dalam air karena manusia memerlukan oksigen untuk bernafas dan hidup.

Contoh lainnya adalah ketika kita mencari seseorang di kota yang baru kita datangi, dimana kita tidak mengetahui dengan jelas identitas orang yang kita cari. Maka kesulitanlah yang akan kita peroleh.

水の飲み置きで役に立たず (みずののみおきでやくにたたず)

Peribahasa Jepang “mizu no nomi okide yakuni tatazu” memiliki arti “mizu wa nomi dame dekizu, ikura takusan nonde mo izura kakuyouni, donna ni te o utsukushitemo


(49)

yakunonai tatoe”, yang artinya sebagai berikut , ”seberapa banayakpun meminum air tetap haus, seberapa kerasnya usaha tangan untuk menganbil air pun tidak bias menghilangkan rasa harus tersebut”.

Peribahasa ini menggambarkan orang yang merasa selalu kurangan dalam hidupnya. Ini dapat dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari, dimana seseorang yang hidupnya kaya harta dan hidupnya serba berkecukupan. Tapi dia masih melakukan segala cara apapun untuk menambah kekayaan hartanya tersebut, dan itu semua belum menutupi kekurangannya terhadap harta yang dimilikinya.

Apakah yang menyebabkan hal itu terjadi?, dan mengapa orang tersebut selalu belum merasa cukup atas harta yang dimilikinya?. Itu semua dikarenakan kurangnya rasa syukur orang tersebut terhadap nikmat yang diberikan Sang Pencipta padanya, sehingga dia terus-menerus merasa kekurangan.

水に絵を描く (みずにえをかく)

Peribahasa Jepang “mizu ni e o kaku” memiliki arti, “suimen ni e o kaku youna mono dearu. Sugu kieru koto, nanimo ato ni nokoranai koto, mata, kuroushitemo erutokoro nonai koto o tatoete iu”, yang dapat diartikan sebagai berikut : ”melukis di permukaan air. Segera terhapus dan tidak menyisakan apapun. Walau berusaha dengan sekuat tenaga pun tidak akan memperoleh hasil apapun”.

Bila kita mengambil sepotong kayu dan mencoba menulis atau menggambar sesuatu di atas air, maka hasilnya tidak akan tampak. Itu dikarenakan gambar yang kita buat terbawa oleh arus air yang mengalir, sehingga tidak meninggalkan apapun. Berbeda bila kita menggambar sesuatu di atas kertas, maka akan tampak hasil dari yang kita gambar.

Bila digambarkan dalam kehidupan sehari-hari dapat diibaratkan seseorang yang ketika masih muda dapat menerima dan dengan mudah menyerap ilmu yang diberikan


(50)

kepadanya, dan dapat mengingatnya dalam jangka waktu yang cukup lama. Namun ketika usia semakin tua, maka hal apapun yang diajarkan kepadanya sangat sulit daya pikirnya mencerna dan bahkan dengan mudanya melupakan hal atau ilmu yang ia peroleh. Ini dikarenakan daya ingatnya melemah. Jadi penulis berpendapat hendaknyalah kita bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu ketika usia muda, karena katika usia tua daya ingat akan melemah dan menyulitkan kita menuntut ilmu di usia tua.

水の干落ちるを待っているようなも (みずのひおちるをまっているようなも)

Peribahasa Jepang “mizu no hi ochiru o matte iruyouna mo” memiliki arti, “mizu no nagare ga kareruno o mate iru youna mono. Bakabakashii hodo ki no nagai banashi dearu to iukoto”, yang artinya sebagai berikut : “ menunggu kering air sungai. Merupakan hal yang mustahil”.

Sungai memiliki kapasitas air yang cukup banyak. Sungai tidak akan benar-benar kering atau benar-benar habis airnya walau dalam keadaan musim panas sekalipun. Karenanya hal yang mustahil dan melelahkan bila kita menunggu air sungai kering.

Situasi dalam peribahasa diatas dapat digambarkan dalam kehidupan sehari-hari. Yakni seseorang yang malas dalam berusaha, ia hanya menunggu seseorang yang kiranya baik hati dan dermawan kemudian datang padanya dengan mewariskan sebagian harta kepanya. Itu merupakan hal yang mustahil. Sama halnya dengan kita berharap turunnya hujan emas. Jadi penulis berpendapat bahwa untuk memperoleh kehidupan yang layak adalah dengan berusaha dan bekerja, karena harta tidak akan datang dengan sendirinya tanpa kita memperolehnya dengan usaha.


(51)

Peribahasa Jepang “mizu ni korite yu o jisu” memiliki arti sebagai serikut : “mizu de koritatame, mizu ni nite iru yu mademo osorete jitaisuru”, yang artinya, ”hal belajar dari pengalaman, suatu reaksi ketika menyentuh air panas”.

Ketika kita belum mengetahui bahwa teko yang akan kita sentuh adalah berisikan air panas, maka kita akan menyentuhnya seperti biasa. Namun reaksi yang kita lakukan berbeda ketika kita telah menyentuhnya dan merasakan panas dari luar teko. Dengan reaksi cepat menarik dan menjauhkan tangan kita dari teko tersebut. Ini merupakan reaksi cepat yang diberikan oleh otak, sehingga membuat kita berhati-hati ketika akan menyentunya kembali.

Bila peribahasa di atas dilambangkan dalam kehidupan sehari-hari dapat kita contohkan juga dengan seseorang yang melintasi sebuah jembatan yang terbuat dari kayu. Kemudian ia berjalan santai seperti biasa. Tapi tiba-tiba dengan reaksi cepat ia mengangkat satu kakinya dan berhenti berjalan. Ini dikarenakan ada paku yang menusuk kakinya. Setelah beberapa saat ia kembali berjalan namun kali ini lebih berhati-hati.

Jadi penulis berpendapat ketika sesuatu menyakiti diri kita maka dengan cepat otak kita melakuakan perintah pada tubuh untuk bereaksi menghindarinya. Tapi ketika kita tidak dapat menghindarinya lagi, maka reaksi yang kita lakukan adalah lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan yang sama.

水濁ればすなわち尾を振るうの魚無し (みずにごばすなわちおをふるうの

うおなし)

Peribahasa Jepang “mizu nigoreba sunawachi o o furuu no uo nashi” memiliki arti sebagai berikut :“mizu ga nigoru to oyogi mawaru sakana wa inakunaru. Seiji ga tadashiku okonawarete inai to, hitobito wa jiyuu ni tanoshikurasukotoga dekinakunaru”. Yang artinya, “ibarat air berlumpur tidak ada ikan yang berenang. Ibarat berpolitik, masyarakat tidak memiliki kebebasan melakukan politik yang benar”.


(52)

Ketika air jernih ikan akan bebas berenang, tapi ketika air berlumpur maka ikan akan kesulitan berenang. Sama halnya ketika politik dilaksanakan dengan jalan yang baik dan benar oleh hanya sebagian orang, namun banyak orang berpolitik dengan jalan yang salah, maka sebagian orang tersebut tidak akan leluasa dan menegakkan hal yang benar. Lama-kelamaan mereka mundur dan yang tersisa hanya politik di jalan yang salah, sehingga dapat menghancurkan negaranya secara perlahan.

水は天から貰い水 (みずはてんからもらいみず)

Peribahasa Jepang, “mizu wa ten kara morai mizu”, memiliki arti berikut : “seikatsu ni hitsuyouna mizu wa ten kara futta ame o ateru. Ido ya suidou no nai seikatsu o iu”. Yang artinya, “air yang dibutuhkan bagi kehidupan adalah berasal dari hujan yang turun dari langit. Bukan dari saluran air maupun sumur”.

Air yang mengalir memenuhi saluran air, sungai, maupun sumur adalah tidak dating dengan sendirinya. Itu semua diawali dari air hujan yang turun dari langit, kemudian mengalir mencari celah dan berkumpul di beberapa bagian di atas permukaan bumi salah satunya sungai dan sumur.

Bila dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yakni bahwa harta yang kita peroleh walaupun dengan usaha dan kerja keras kita tapi bila tanpa kehendak dari Tuhan maka kita tidak akan dapat menikmatinya.

Jadi penulis berpendapat semua harta dan kenikmatan yang kita peroleh dari Tuhan, dan selayaknya kita bersyukur selalu kepadanya.


(53)

Peribahasa Jepang “mizu tsumorite kawa to naru”, memiliki arti berikut : “mizu ga atsumatte kawa to naru. Chiisana mono ga atsumatte dai o nasuto iu tatoe”. Yang artinya, ”air yang berkumpul menjadi sungai. Hal kecil bila ditumpuk akan menjadi besar”.

Tetesan air yang mengalir meresap ke dalam tanah dan berkumpul di tempat yang sama dengan tetesan air lainnya, sehingga membentuk sungai yang besar dan dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup. Ini dapat dicontohkan dari segi positif pada seseorang yang mengumpulkan uang koin demi koin, tapi lama kelamaan koin tersebut bertumpuk menjadi uang yang bila ditukarkan memiliki nominal yang besar, sehingga dengan uang tersebut ia dapat membeli sesuatu yang ia inginkan.

Contoh lainnya adalah bersifat negatif, yakni ketika suatu hari seseorang mencuci sepotong pakaian tapi tidak menyetrikanya. Hari berikutnya ia melakukan hal yang sama dan seterusnya. Maka pakaian yang tadinya hanya sepotong menjadi beberapa stel pakaian yang menumpuk, sehingga pada akhirnya ketika menumpuk ia akan kesulitan menyetrikanya karena sudah terlalu banyak dan akan membuatnya keletihan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa hal yang kecil dapat menjadi besar bila kita mengumpulkannya, namun kadang kala dapat menguntungkan kita dan dapat merugikan kita juga.

水積もりて魚集まる (みずつもりてうおあつまり)

Peribahasa Jepang “mizu tsumorite uo atsumaru”, memiliki arti berikut : “mizu ga yutakana tokoro ni wa, sakana ga yotte kuru. Ri no aru tokoro ni hito ga atsumaru tatoe”. Yang artinya, ”tempat yang kaya akan air maka ikan akan datang mendekat. Tempat yang dapat menghasilkan keuntungan maka orang akan datang mendekat”.

Ikan sangat menyukai air yang banyak atau dalam karena ia dapat leluasa berenang. Sama halnya bila diibaratkan dengan manusia dan kehidupan sehari-harinya. Manusia atau


(54)

seseorang akan cenderung memihak dan mendekatkan diri pada orang yang memberikan keuntungan padanya. Misalkan, seorang pria yang memiliki dua orang saudara kandung. Satu saudaranya orang kaya dan memiliki kedudukan di lingkungannya, dan satu lagi saudaranya adalah orang biasa yang miskin. Maka secara otomatis perlakuan seseorang tersebut terhadap kedua saudaranya sedikit berbeda. Ia lebih mengutamakan saudaranya yang berada. Mengapa?, karena ia berharap kelak bila ia dalam kesulitan maka saudaranya yang kaya tersebut akan membantunya.

Ini merupakan naluri manusiawi, karena penulis berpendapat bahwa sebagian besar manusia memiliki sifat keinginan membalas budi. Jadi, ketika seseorang berbuat baik atau berpihak kepada kita, secara otomatis kita akan berusaha untuk membalasnya.

水積もりて淵となリ、学積もりて聖となる (水積もりて淵となり、がくつもり

てせいとなる)

Peribahasa Jepang “mizu atsumorite fuchi tonari, gaku tsumorite seito naru”, memiliki arti berikut : “wazukana mizu de atsumareba ookina fuchi to nari, sukoshi zutsu demo tayumazu gakumon o tsumi kasaneru koto ni yotte, shounin no shiro ni tassuru koto ga dekiru”. Yang artinya, “sediki demi sedikit air berkumpul membentuk lubuk. Ilmu yang dikumpulkan bahkan mampu menyelesaikan istana ”.

Air yang hanya awalnya berupa tetesan saja mampu membentuk palung (bagian terdalam laut) bilaberkumpul. Ibarat seseorang yang menuntut ilmu, bila dengan sungguh-sungguh ia menuntut ilmu, bahkan dengan modal ilmunya tersebut ia dapat membangun sebuah istana. Karena ilmu yang ia peroleh dapat diterapkan ke dalam pekerjaannya sehingga menghasilkan uang. Dari uang tersebut ia dapat membayar kuli bangunan ataupun artsitektur untuk mendirikan sebuah istana untuknya.


(55)

Disini penulis dapat memberikan pendapat bahwa ilmu yang kita peroleh dengan sungguh-sungguh dan kita terapkan kedalam kehidupan kita, akan dapat membahagiakan kehidupan kita kelak.

水を知る者は水に溺る (水を知る者は水に溺る)

Peribahasa jepang ”mizu o shiru mono wa mizu ni oboru”, memiliki arti berikut : ”mizu ni nare, mizu o yoku shiru mono wa mizu no tameni mei o otosu”. Yang artinya, ”orang yang mengetahui dangan baik tentang air, maka akan menggantungkan kehidupannya pada air”.

Maksudnya peribahasa di atas dapat diibaratkan pada seseorang yang dari kecilnya sudah mengetahui tentang laut, pantai, ombak dan kehidupan di sekitarnya, maka ketika besar ia akan lebih memilih bekerja mencari nafkah dengan bidang yang ia temui sejak kecil. Itu bisa berupa menjadi pelaut, nelayan, ataupun pekerjaan yang berhubungan dengan laut. Ia memilih pekerjaan tersebut karena ia merasa sudah memahami laut dalam hidupnya.

Begitu pula anak seorang dokter. Sejak kecil kehidupan sehari-harinya berhubungan dengan pasien orang tuanya, obat-obatan, maupun alat medis. Maka pekerjaan yang ia tekuni nantinya tidak jauh hubunganya dengan bidang kesehatan, karena ia merasa medis adalah sudah menjadi bagian dari hidupnya.

水音すれば里に近し (みずおとすればさとちかし)

Peribahasa Jepang “mizu otosureba sato chikashi”, memiliki arti berikut : “sanro o tadotte kite, mizu no nagareru oto ga kikoeru youni nabera, hitozato chikazuitashirushi dearu”. Yang artinya, “berjalan di kaki gunung bila terdengar suara air mengalir menandakan sudah mendekati perkampungan penduduk”.


(56)

Ketika seseorang sering berjalan di sekitar kaki gunung, maka ia dapat mengetahui makna dari situasi tanda yang diberikan oleh alam sekitarnya, kemudian segera melakukan sesuatu bila mana jiwanya terancam. Seperti halnya ketika ia sedang berjalan, kemudian mendengar suara air yang mengalir, maka ia berfikir bahwa tidak jauh lagi ia akan menemukan perkampungan. Karena ia beranggapan bahwa dimana ada air maka disekitarnya akan ada kehidupan, karena makhluk hidup tidak dapat hidup tanpa air.

Jadi penulis menarik kesimpulan dari peribahasa di atas bahwa orang yang telah menekuni suatu kegiatan maka ia akan mengetahui makna dari tanda yang diberikan oleh keadaan alam sekitar kegiatannya tersebut. Contoh lainnya adalah seorang ahli geometri dan fisika. Para ahli tersebut dapat mengetahui bagaimana tanda-tanda yang diberikan alam ketika akan terjadi gempa, dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh penduduk yang tingga l di sekitar gempa tersebut.

水と魚 (みずとうお)

Peribahasa Jepang “mizu to uo” memiliki arti berikut : “mizu to sakana no youna kankei, missetsuna kankei ni aru koto”. Yang artinya, ”bagai ikan dan air, yakni hubungan yang sangat erat”.

Ikan tidak akan dapat hidup tanpa air, dan sebaliknya air tidak akan tampak ada kehidupan di dalamnya bila tidak ada ikan yang hidup di dalam air tersebut. Keduanya saling berhubungan, saling membutuhkan, dan ini merupakan pertalian yang erat.

Bila diibaratkan ke dalam kehidupan, kita bisa mencontohkan hubungan antara suami dan istri. Istri membutuhkan suami sebagai kepala rumah tangga, pencari nafkah keluarga, dan sebagai pelindung keluarga. Dan begitu juga sebaliknya, suami membutuhkan istri untuk mengatur perekonomian keluarga, mendidik anak, dan tempat bertukar fikiran. Keduanya


(57)

tidak dapat dipisahkan, dan bila mana salah satu dari mereka tidak ada, maka kehidupan keluarga kurang berjalan dengan harmonis.


(1)

Ketika seseorang sering berjalan di sekitar kaki gunung, maka ia dapat mengetahui makna dari situasi tanda yang diberikan oleh alam sekitarnya, kemudian segera melakukan sesuatu bila mana jiwanya terancam. Seperti halnya ketika ia sedang berjalan, kemudian mendengar suara air yang mengalir, maka ia berfikir bahwa tidak jauh lagi ia akan menemukan perkampungan. Karena ia beranggapan bahwa dimana ada air maka disekitarnya akan ada kehidupan, karena makhluk hidup tidak dapat hidup tanpa air.

Jadi penulis menarik kesimpulan dari peribahasa di atas bahwa orang yang telah menekuni suatu kegiatan maka ia akan mengetahui makna dari tanda yang diberikan oleh keadaan alam sekitar kegiatannya tersebut. Contoh lainnya adalah seorang ahli geometri dan fisika. Para ahli tersebut dapat mengetahui bagaimana tanda-tanda yang diberikan alam ketika akan terjadi gempa, dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh penduduk yang tingga l di sekitar gempa tersebut.

水と魚 (みずとうお)

Peribahasa Jepang “mizu to uo” memiliki arti berikut : “mizu to sakana no youna kankei, missetsuna kankei ni aru koto”. Yang artinya, ”bagai ikan dan air, yakni hubungan yang sangat erat”.

Ikan tidak akan dapat hidup tanpa air, dan sebaliknya air tidak akan tampak ada kehidupan di dalamnya bila tidak ada ikan yang hidup di dalam air tersebut. Keduanya saling berhubungan, saling membutuhkan, dan ini merupakan pertalian yang erat.

Bila diibaratkan ke dalam kehidupan, kita bisa mencontohkan hubungan antara suami dan istri. Istri membutuhkan suami sebagai kepala rumah tangga, pencari nafkah keluarga, dan sebagai pelindung keluarga. Dan begitu juga sebaliknya, suami membutuhkan istri untuk mengatur perekonomian keluarga, mendidik anak, dan tempat bertukar fikiran. Keduanya


(2)

tidak dapat dipisahkan, dan bila mana salah satu dari mereka tidak ada, maka kehidupan keluarga kurang berjalan dengan harmonis.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Setelah penulis menginterpretasi peribahasa Jepang yang terbentuk dari kata Mizu maka di dapat hasil berupa kesimpulan sebagai berikut :

1. Peribahasa Jepang yang terbentuk dari kata Mizu sebagai unsur utamanya, memiliki banyak arti yang merupakan simbol-simbol kehidupan yang biasanya masih sering dipergunakan dalam percakapan kehidupan sehari-hari.

2. Ternyata sebagian besar peribahasa Jepang yang menggunakan unsur utama Mizu, bermakna nasehat dalam menjalani kehidupan bagi masyarakat Jepang. Ini dikarenakan air memiliki hubungan antara kehidupan ritual keagamaan bagi masyarakat di Jepang, karena air merupakan salah satu dari lima elemen (Godai) penting yang dipercayai masyarat Jepang dalam kehidupannya. Namun dari ke-16 peribahasa Jepang yang penulis interpretasikan, ada juga yang bermakna sindiran, ataupun kritikan.

3. Dari ke- 16 peribahasa yang penulis interpretasikan, ada beberapa peribahasa yang berkaitan atau dikaitkan dengan sifat-sifat air yang sesungguhnya.

4.2 Saran

Dalam mempelajari suatu bahasa, baik itu bahasa Indonesia maupun bahasa asing, khususnya bahasa Jepang, sebaiknya yang kita pelajari tidak hanya sebatas pelajaran yang diberikan oleh staff pengajar di dalam perkuliahan saja, seperti : Bunpou, Choukai, Kaiwa dan lain sebagainya, tetapi juga meliputi hal-hal lain yang berhubungan erat dengan bahasa yang kita pelajari, misalnya kebudayaan, folklore-nya, makanannya, dan lain sebagainya.


(4)

Peribahasa merupakan bagian penting dari bahasa Jepang yang erat hubungannya dengan aspek budaya, sehingga sebagai pembelajar bahasa Jepang, ada baiknya bila kita mengenal bahasa yang kita pelajari tersebut berikut peribahasanya.

Mengingat bahan peribahasa Jepang tidak diajarkan secara khusus dalam perkuliahan, maka penulis melalui Skripsi ini mengajak para pembelajar bahasa Jepang untuk mulai mengenal peribahasa Jepang sedini mungkin, karena pembahasan tentang peribahasa Jepang sangat menarik, baik dilihat dari kata-kata yang dipakainya, susunan kalimatnya maupun arti yang dimiliki oleh masing-masing peribahasa Jepang tersebut.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Lukman, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Darmayanty, Nike, 1999. Analisis Peribahsa Jepang. Bandung : IKIP Bandung. Kridalsana, Harimurti, 1993. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama 故事、ことわざの辞典、小学館(こじ、ことわざのじてん、しょうがくかん)

Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn, 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Sumardjo, Jakob dan Sauni K.M. 1998. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : Gramedia. Poerwadaminta. W.J.S, 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Sugihastuti, 2000. Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar. Bandung : Teknik Tarsito. Tetsuya, Niino, 2002. Daisoo Poketto Jiten Series 5

Zoest, Aart Van, 1993. Semiotika. Jakarta : Yayasan Sumber Agung (Terj.)

Matsuura, Kenji, 1994. 松浦健二著(しょうほけんにちょ)、日本語―インドネシア語

辞典、 Kamus Bahasa Jepang - Indonesia. Kyoto, Japan : 京都産業大学出版会 (きょうとさんぎょうだいがくしゅっぱんかい)

http://satriasputra.blogspot.com/2010/04/misteri-kappa-dewa-air-dari-jepang.html


(6)

-Elements-of-Fengshui