TINJAUAN PUSTAKA Tampilan Pulasan Imunohistokimia Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Undifferentiated Carcinoma Nasofaring Tipe Regaud Dan Tipe Schmincke

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Nasofaring merupakan lubang sempit yang terdapat pada belakang rongga hidung. Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput dan ruas pertama tulang belakang. Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana. Orificium dari tuba eustachian berada pada dinding samping dan pada bagian depan dan belakang terdapat ruangan berbentuk koma yang disebut dengan torus tubarius. Bagian atas dan samping dari torus tubarius merupakan reses dari nasofaring yang disebut dengan fossa Rosenmuller. Nasofaring berhubungan dengan orofaring pada bagian soft palatum 2,16,17 . Gambar 1. Pemotongan sagital yang menunjukan nasofaring,orofaring dan hypofaring Dikutip dari :Mills SE, Histology for Pathology. Lippincolt William and Wilkins ; 2007 3 :439 Universitas Sumatera Utara

2.2. Histologi

Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia respiratory type 2,18 . Setelah 10 tahun kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi epitel nonkeratinizing squamous, kecuali pada beberapa area transition zone 19 . Mukosa membentuk invaginasi membentuk kripta. Stroma kaya akan jaringan limfoid dan terkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan terkadang merusak epitel membentuk reticulated pattern. Kelenjar seromucinous dapat juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga hidung 2 .

2.3. Epidemiologi

Karsinoma nasofaring merupakan penyebab kematian terbanyak pada sebagian besar populasi di Asia tenggara dan hanya sedikit pada Afrika Utara 4 . Walaupun jarang karsinoma nasofaring dapat dijumpai pada anak-anak 1 . Insiden meningkat setelah usia 30 tahun dan usia puncak pada 40-60 tahun 5 . Apabila kita melihat distribusi penyakit ini di seluruh dunia, maka karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai pada ras Mongol, di samping Mediteranian. Di Hongkong tercatat sebanyak 24 pasien karsinoma nasofaring per tahun per 100.000 penduduk, sedangkan angka rata-rata di Cina bagian selatan berkisar antara 20 per 100.000 penduduk. Bandingkan dengan negara Universitas Sumatera Utara Eropa atau Amerika Utara yang mempunyai angka kejadian 1 per 100.000 penduduk per tahun 20 . Angka kejadian karsinoma nasofaring di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 kasus baru per tahun per 100.000 penduduk. Catatan dari berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring menduduki urutan ke empat setelah kanker leher rahim, kanker payudara dan kanker kulit. Tetapi seluruh bagian THT telinga hidung dan tenggorokan di Indonesia sepakat mendudukan karsinoma nasofaring pada peringkat pertama penyakit kanker pada daerah ini. Dijumpai lebih banyak pada pria daripada wanita dengan perbandingan 2-3 orang pria dibandingkan 1 wanita 20 . Penelitian Fachiroh di Yogyakarta menyatakan insiden penderita karsinoma nasofaring 3,9 orang per 100.000 penduduk. Di bagian THT FK-UI RSCM selama periode 1988-1992 didapati 511 penderita baru karsinoma nasofaring. Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 1998-2000 ditemukan 130 penderita karsinoma nasofaring dari 1370 pasien baru onkologi kepala dan leher. Sementara pada periode 1 juli 2005-30 juni 2006 ditemukan 79 orang penderita baru karsinoma nasofaring 21 . Bukti epidemiologik lain adalah angka kejadian kanker ini di Singapura ,persentase terbesar yang dikenai adalah masyarakat keturunan Tionghoa 18,5 per 100.000 penduduk, disusul oleh keturunan Melayu 6,5 per 100.000 dan terakhir adalah keturunan Hindustan 0,5 per 100.000 20 . Universitas Sumatera Utara 2.4.Etiologi Penyebab dari karsinoma nasofaring ini adalah gabungan antara genetik, faktor lingkungan dan virus Epstein Barr 2,4,6,16,22 . 2.4.1.Genetik Analisa genetik pada populasi endemik berhubungan dengan HLA- A2, HLA-B17 dan HLA-Bw26. Dimana orang dengan yang memiliki gen ini memiliki resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring 19 . Studi pada orang Cina dengan keluarga menderita karsinoma nasofaring dijumpai adanya kelemahan lokus pada regio HLA. Studi dari kelemahan HLA pada orang-orang Cina menunjukkan bahwa orang-orang dengan HLA A0207 atau B4601 tetapi tidak pada A0201 memiliki resiko yang meningkat untuk terkena karsinoma nasofaring 23 . 2.4.2.Lingkungan Selama beberapa tahun, karsinoma nasofaring dilaporkan berhubungan dengan faktor lingkungan dibandingkan dengan virus Epstein Barr. Paparan dari ikan asin dan makanan yang mengandung volatile nitrosamine merupakan penyebab karsinoma nasofaring pada Cantonese. Konsumsi ikan asin selama masa anak-anak berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma nasofaring di Cina Timur. Hal ini didukung dengan penelitian pada binatang dimana tikus yang diberikan diet ikan asin akan mendapat karsinoma pada rongga hidung pada dosis tertentu 23 . Universitas Sumatera Utara Paparan dari formaldehid pada udara dan debu kayu juga berhubungan dengan peningkatan insiden karsinoma nasofaring. Laporan terakhir, pada wanita pekerja tekstil di Shanghai Cina , juga memiliki peningkatan insiden karsinoma nasofaring disebabkan akumulasi dari debu kapas, asam, caustic atau dyeing process. Merokok juga berhubungan dengan peningkatan resiko karsinoma nasofaring. Penelitian menunjukkan adanya paparan jangka panjang dari bahan-bahan polusi memegang peranan dalam patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor lingkungan lain yang dapat meningkatkan resiko karsinoma nasofaring yang pernah dilaporkan adalah penggunaan herbal cina, dijumpainya nikel pada daerah endemik, penggunaan alkohol dan infeksi jamur pada kavum nasi 2,23,25 . 2.4.3.Virus Epstein Barr Virus Epstein Barr EBV merupakan virus yang menginfeksi human B lymphocyte yang berhubungan dengan infeksi mononukleosis, limfoma burkitts dan karsinoma nasofaring 16,24 . Virus Epstein Barr merupakan large gamma herpes virus, dan DNA nya double stranded dan sekitar 172 kilobase kb pajangnya. Epstein Barr Virus Nuclear Antigen EBNA, Latent Membrane Protein-1 LMP-1, LMP-2 dan Epstein Barr virus Encoded small RNAs EBER pada sel-sel karsinoma nasofaring dijumpai pada infeksi sel-sel tumor oleh Virus Universitas Sumatera Utara Epstein Barr . Yang menarik, ekspresi dari Epstein Barr Virus Early Antigen EA berhubungan positif dengan konsumsi makanan bergaram dan makanan yang diawetkan , menunjukkan bahwa dijumpainya Virus Ebstein Barr positif dapat berhubungan dengan kebiasaan diet dan berhubungan dengan studi epidemiologi pada karsinoma nasofaring 25 . Lesi premalignant pada epitel nasofaring juga menunjukan adanya virus Epstein Barr, yang memperlihatkan infeksi terjadi pada fase awal karsinogenesis. Specific EBV latent gene dijumpai terekspresi pada karsinoma nasofaring dan pada lesi displastik. Hubungan latent viral protein latent membrane protein 1 dan 2 memiliki peranan penting pada pertumbuhan tumor, menyebabkan sifat invasif yang tinggi dari karsinoma 26 . Beberapa strain dari Virus Epstein Barr telah diidentifikasi yaitu EBV tipe A dan EBV tipe B berdasarkan pada variasi rangkaian dari Ebstein Barr Virus Nuclear Antigen EBNA dan LMP1 30-bp deletion variant del-LMP1 yang menunjukkan 10-amino acid deletion dalam terminal carboxyl-nya. Distribusi dari subtipe EBV dilaporkan pada berbagai penyakit dan berbagai organ yang terlibat. Pada karsinoma nasofaring, pada keturunan Cina dijumpai dominan EBV tipe A, dimana pada keturunan Alaska dominan EBV tipe B. Del-LMP1 dideteksi Universitas Sumatera Utara sebanyak 100 pada 48 biopsi karsinoma nasofaring di Taiwan dan 86 dari 187 biopsi di Asia 14 2.5.Patogenesis Gambar 2. Patogenesis karsinoma nasofaring Dikutip dari: Tao Q, Anthony TC Chan. Nasopahryngeal Carcinoma: Molecular Pathogenesis and TherapeuticDevelopments in Expert review in molecular medicine. Vol 9. May 2007 Universitas Sumatera Utara 2.6.Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 2.6.1.Gejala Menurut Formula Digby, setiap gejala mempunyai nilai diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan karsinoma nasofaring. Tabel 2.6.1. Formula Digby Bila jumlah nilai mencapai 50, diagnosa klinik karsinoma nasofaring dapat dipertangungjawabkan. Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor primer mutlak dilakukan, selain untuk Gejala Nilai Massa terlihat pada nasofaring Gejala khas di hidung Gejala khas pendengaran Sakit kepala unilateral atau bilateral Gangguan neurologik syaraf otak Eksopthalmus Limfadenopati leher 25 15 15 5 5 5 25 Universitas Sumatera Utara konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis 27 . 2.6.2.Pemeriksaan Nasofaring Pemeriksaan tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara rinoskopi posterior tidak langsung dan nasofaringoskop langsung serta fibernasofaringoskopi 27 . 2.6.3.Radiologi Digunakan untuk melihat massa tumor nasofaring dan melihat massa tumor yang menginvasi pada jaringan sekitarnya dengan menggunakan : 1. Computed Tomografi CT, dapat memperlihatkan penyebaran ke jaringan ikat lunak pada nasofaring dan penyebaran ke ruang paranasofaring. Sensitif mendeteksi erosi tulang, terutama pada dasar tengkorak. 2. Magnetic Resonance Imaging MRI, menunjukkan kemampuan imaging yang multiplanar dan lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan tumor dari peradangan. MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi metastase pada retrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam. MRI dapat mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat mendeteksinya 22,24 . Universitas Sumatera Utara 2.6.4.Serologi Pada tumor, DNA Epstein Barr bersifat homogen dan klonal melalui pengulangan skuensi. Ekspresi dari spesific viral messenger RNAs atau produk gen secara konsisten dapat dideteksi pada seluruh sel tumor. Virus dapat dideteksi pada tumor dengan pemeriksaan insitu hibridisasi dan tekhnik imunohistokimia. Dapat juga dideteksi dengan tekhnik PCR pada material yang diperoleh dari aspirasi biopsi jarum halus pada metastase kelenjar getah bening leher. Deteksi dari antibodi Ig G yang dijumpai pada masa awal infeksi virus dan antibodi Ig A yang dijumpai pada capsid viral antigen digunakan di Amerika Serikat untuk mendukung diagnosis karsinoma nasofaring 4,24 . Virus Epstein Barr dapat dijumpai pada nonkeratinizing squamous cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma 6 . 2.6.5.Pemeriksaan Patologi 2.6.5.1.Biopsi aspirasi jarum halus pada kelenjar getah bening servikalis. Sejumlah kasus karsinoma nasofaring diketahui berdasarkan pemeriksaan sitologi biopsi aspirasi kelenjar getah bening servikalis 27 . Universitas Sumatera Utara 2.6.5.2.Biopsi Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan dari mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya blind biopsy. Kunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada di dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-sama dengan ujung kateter yang dihidung. Demikian juga dengan kateter disebelahnya sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan anestesi topikal dengan xylocain 10 28 . Pada kasus dengan tidak dijumpainya lesi secara makroskopis, maka harus dilakukan biopsi yang multipel dari daerah dinding lateral, superior dan posterior pada pasien dengan resiko tinggi karsinoma nasofaring 2 . Universitas Sumatera Utara

2.7. Gambaran Klinis

Karsinoma nasofaring biasanya dijumpai pada dinding lateral dari nasofaring termasuk fossa Rosenmuler. Yang kemudian dapat menyebar ke dalam ataupun keluar nasofaring ke sisi lateral lainnya dan atau posterosuperior dari dasar tulang tengkorak atau palatum, rongga hidung atau orofaring. Metastase khususnya ke kelenjar getah bening servikal. Metastase jauh dapat mengenai tulang, paru-paru, mediastinum dan hati jarang. Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah yang terkena 1,5 . Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi sekitar 10 asimtomatik. Pembesaran dari kelenjar getah bening leher atas yang nyeri merupakan gejala yang paling sering dijumpai 2,6 . Gejala dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip dengan infeksi saluran nafas atas. Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan gejala telinga. Ini terjadi karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring. Tumor tumbuh mula-mula di fossa Rosenmuller di dinding lateral nasofaring dan dapat meluas ke dinding belakang dan atap nasofaring, menyebabkan permukaan mukosa meninggi. Permukaan tumor biasanya rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat tejadi perdarahan. Timbul keluhan pilek berulang dengan ingus yang bercampur darah. Kadang- kadang dapat dijumpai epistaksis. Tumor juga dapat menyumbat muara tuba eustachius, sehingga pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini umumnya Universitas Sumatera Utara unilateral, dan merupakan gejala yang paling dini dari karsinoma nasofaring. Sehingga bila timbul berulang-ulang dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma nasofaring 24,29 . Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga pada umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer telah meluas ke organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke kelenjar getah bening servikal. Pada stadium ini gejala yang dapat timbul adalah gangguan pada syaraf otak karena pertumbuhan ke rongga tengkorak dan pembesaran kelenjar leher 2,24,29 . Tumor yang meluas ke rongga tengkorak melalui foramen laserasum dan mengenai grup anterior saraf otak yaitu syaraf otak III, IV dan VI. Perluasan yang paling sering mengenai syaraf otak VI paresis abdusen dengan keluhan berupa diplopia, bila penderita melirik ke arah sisi yang sakit. Penekanan pada syaraf otak V memberi keluhan berupa hipestesi rasa tebal pada pipi dan wajah. Gejala klinik lanjut berupa ophtalmoplegi bila ketiga syaraf penggerak mata terkena. Nyeri kepala hebat timbul karena peningkatan tekanan intrakranial 24,29 . Metastasis sel-sel tumor melalui kelenjar getah bening mengakibatkan timbulnya pembesaran kelenjar getah bening bagian samping limfadenopati servikal. Selanjutnya sel-sel kanker dapat mengadakan infiltrasi menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat Universitas Sumatera Utara pada otot dan sulit digerakkan. Limfadenopati servikal ini merupakan gejala utama yang dikeluhkan oleh pasien 24,29 . 2.8.Klasifikasi Karsinoma Nasofaring Klasifikasi WHO tahun 1978 untuk karsinoma nasofaring 1 Keratinizing squamous cell carcinoma, 2 Nonkeratinizing squamous cell carcinoma 3 Undifferentiated carcinoma 1,3,16 . Klasifikasi WHO tahun 1991 membagi karsinoma nasofaring menjadi 1 Keratinizing squamous cell carcinoma, 2 Nonkeratinizing squamous cell carcinoma terdiri atas differentiated nonkeratinizing cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma sedangkan klasifikasi WHO tahun 2005 membagi karsinoma nasofaring menjadi 1 Keratinizing squamous cell carcinoma, 2 Non-keratinizing terdiri dari differentiated type dan undifferentiated type dan 3 Basaloid squamous cell carcinoma 3 . Menurut Ackerman berdasarkan pola pertumbuhannya terdapat 2 tipe undifferentiated carcinoma yaitu tipe Regaud dan tipe Schmincke 1,4,5 . 2.9.Makroskopis Tumor dapat berupa massa yang menonjol pada mukosa dan memiliki permukaan halus, bernodul dengan atau tanpa ulserasi pada permukaan atau massa yang menggantung dan infiltratif 2,22 . Namun terkadang tidak dijumpai lesi pada nasofaring 2 . Universitas Sumatera Utara 2.10.Mikroskopis 2.10.1. Sitologi 2.10.1.1. Sitologi squamous cell carcinoma Pada pemeriksaan sitologi, inti squamous cell carcinoma bentuknya lebih spindel dan lebih memanjang dengan khromatin inti yang padat dan tersebar tidak merata. Pleomorfisme dari inti dan membran inti lebih jelas. Selalu terlihat perbedaan variasi yang jelas dalam derajat khromasia di antara inti yang berdampingan. Nukleoli bervariasi dalam besar dan jumlahnya. Sitoplasma lebih padat, berwarna biru dan batas sel lebih mudah dikenal. Perbandingan inti, sitoplasma dan nukleolus adalah inti lebih kecil. Keratinisasi merupakan indikasi yang paling dapat dipercaya sebagai tanda adanya diferensiasi ke arah squamous cell. Bila keratisasi tidak terlihat maka dijumpainya halo pada sitoplasma di sekitar inti dan kondensasi sitoplasma pada bagian pinggir sel merupakan penuntun yang sangat menolong untuk mengenal lesi tersebut sebagai squamous cell carcinoma 30 . Universitas Sumatera Utara 2.10.1.2. Sitologi Undifferentiated Carcinoma Gambaran sitologi yang dapat dijumpai pada undifferentiated carcinoma berupa kelompokan sel-sel berukuran besar yang tidak berdiferensiasi, inti yang membesar dan khromatin pucat, terdapat anak inti yang besar, sitoplasma sedang, dijumpai latar belakang sel-sel radang limfosit diantara sel-sel epitel 31,32,33 . Dijumpai gambaran mikroskopis yang sama dari aspirat yang berasal dari lesi primer dan metastase pada kelenjar getah bening regional 33 . Gambar 3. Squamous cell carcinoma, inti polimorfis, khromatin kasar, batas sel jelas, sitoplasma kebiruan Dikutip dari: Lubis M. ND. 2009. Peran IHC dan ICC dalam Pemeriksaan Sitologi dan Histopatologi Karsinoma Nasopharyx. Simposium Telinga Hidung Tenggorok, Medan. Universitas Sumatera Utara 2.10.2.Histopatologi 2.10.2.1. Keratinizing Squamous cell carcinoma Pada pemeriksaan histopatologi keratinizing squamous cell carcinoma memiliki kesamaan bentuk dengan yang terdapat pada lokasi lainnya 2,6 . Dijumpai adanya diferensiasi dari sel skuamous dengan intercellular bridge atau keratinisasi 5,24 . Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau yang dihubungkan dengan stroma yang desmoplastik dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel plasma, neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Sel-sel tumor berbentuk poligonal dan stratified. Batas antar sel jelas dan dipisahkan oleh intercellular bridge. Sel-sel pada bagian Gambar 4. Kelompokan sel-sel epitel undifferentiated, dengan latar belakang limfosit. Tampak sitoplasma yang eosinofilik dan anak inti yang prominen Dikutip dari: Orell, SR, Philips, J. Fine-Needle Aspiration Cytology, Fourth Edition Elsevier, 2005. Universitas Sumatera Utara tengah pulau menunjukkan sitoplasma eosinofilik yang banyak mengindikasikan keratinisasi. Dijumpai adanya keratin pearls 2 . 2.10.2.2. Non Keratinizing Squamous cell carcinoma a. Differentiated Type Pada pemeriksaan histopatologi nonkeratinizing squamous cell carcinoma differentiated type memperlihatkan gambaran stratified dan membentuk pulau-pulau 4,5 . Sel-sel menunjukkan batas antar sel yang jelas dan terkadang dijumpai intercellular bridge yang samar-samar. Dibandingkan dengan undifferentiated carcinoma ukuran sel lebih kecil, rasio inti sitoplasma lebih kecil, inti lebih hiperkhromatik dan anak inti tidak menonjol 2 . Gambar 5. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume I, Philadelphia: Mosby, 20049. Universitas Sumatera Utara b. Undifferentiated Type Pada pemeriksaan undifferentiated carcinoma memperlihatkan gambaran sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan vesikular, dijumpai anak inti. Sel-sel tumor sering tampak terlihat tumpang tindih 24 . Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai infiltrat sel radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga dikenal juga sebagai lymphoepithelioma. Dapat juga dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel plasma, eosinofil, epitheloid dan multinucleated giant cell walaupun jarang 4,5 . Gambar 6. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma, differentiated type Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume I, Philadelphia: Mosby, 20049. Universitas Sumatera Utara Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe undifferentiated yaitu tipe Regaud, yang terdiri dari kumpulan sel-sel epithelial neoplastik dengan batas yang jelas yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfosit. Yang kedua tipe Schmincke, yang terdiri dari sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel-sel radang. Tipe ini sering dikacaukan dengan large cell malignant lymphoma 4,5 . Gambar 7 . Undifferentiated carcinoma type Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume I, Philadelphia: Mosby, 20049. Universitas Sumatera Utara 2.10.2.3. Basaloid Squamous Cell Carcinoma Bentuk mikroskopis lain yang jarang dijumpai adalah basaloid squamous cell carcinoma 2,4 . Tipe ini memiliki dua komponen yaitu sel-sel basaloid dan sel-sel squamous. Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti Gambar 8. Undifferentiated Carcinoma terdiri dari sel-sel yang membentuk sarang- sarang padat “Regaud type”. Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume I, Philadelphia: Mosby, 20049. Gambar 9.Undifferentiated Carcinoma terdiri sel-sel yang tumbuh membentuk gambaran syncytial yang difus Schmincke type Dikutip dari: Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume I, Philadelphia: Mosby, 20049. Universitas Sumatera Utara hiperkhromatin dan tidak dijumpai anak inti dan sitoplasma sedikit. Tumbuh dalam pola solid dengan konfigurasi lobular dan pada beberapa kasus dijumpai adanya peripheral palisading. Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau invasif. Batas antara komponen basaloid dan squamous jelas 2 . 2.11.Stadium Klinik Untuk karsinoma nasofaring pembagian TNM adalah sebagai berikut : T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya TX : Tumor primer tidak bisa dinilai TO :Tidak ditemukan bukti adanya tumor primer. Tumor dijumpai insitu T1 : Tumor terbatas pada nasofaring T2 : Tumor meluas ke jaringan lunak Gambar 10. Basaloid Squamous Cell Carcinoma pada nasofaring.Sel-sel basaloid menunjukkan festooning growth pattern, sel-sel basaloid berselang-seling dengan squamous differentiaton. Dikutip dari: Barnes L. Eveson JW. Reichart P. Sidrasky D. Pathology and Genetic Head and Neck Tumours. Lyon: IARC Press, 2003. Universitas Sumatera Utara T2a : Tumor meluas ke orofaring dan atau kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring T2b : Dengan perluasan ke parafaring T3 : Invasi ke struktur tulang dan atau sinus paranasal T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan atau mengenai syaraf otak, fossa infratemporal, hipofaring atau orbita N menggambarkan keadaaan kelenjar limfe regional NX : Keterlibatan kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai N0 : Tidak ada metastasis ke kelenkar limfe regional N1 : Terdapat metastase pada kelenjar limfe unilateral dengan ukuran 6 cm ,diatas supraklavikular N2 : Terdapat metastase pada kelenjar limfe bilateral dengan ukuran ‹ 6 cm , diatas supraklavikula. N3 : Terdapat pembesaran kelenjar 6 cm atau ekstensi ke supraklavikula N3a : Ukuran pembesaran kelenjar 6 cm N3b : Ekstensi ke supraklavikula Universitas Sumatera Utara M menggambarkan metastase jauh MX : Metastase jauh tidak bias dinilai M0 : Tidak ada metastase jauh M1 : Terdapat metastase jauh Berdasarkan TNM tersebut diatas, stadium penyakit dapat ditentukan : Stadium 0 : Tis, N0, M0 Stadium I : T1, N0, M0 Stadium IIA : T2a, N0, M0 Stadium IIB : T1, N1, M0, T2a, N1, M0 atau T2B, N0-1, M0 Stadium III : T1-2, N2, M0, T2a T2b, N2, M0 atau T3, N0-2, M0 Stadium IVA: T4, N0-2, M0 Stadium IVB: Tiap T, N3, M0 StadiumIVC: Tiap T, Tiap N, M1 1,2,4,29 2.12.Penatalaksanaan Pengobatan standar dengan menggunakan radioterapi, dengan angka ketahan hidup sekitar 50-70, tetapi beberapa penulis menganjurkan untuk mengkombinasikan dengan kemoterapi 24,27 . Universitas Sumatera Utara 2.13.Prognosis Angka ketahanan hidup dipengaruhi oleh usia lebih baik pada pasien usia muda, staging klinik dan lokasi dari metatase regional lebih baik pada yang homolateral dibandingkan pada metastase kontralateral dan metastase yang terbatas pada leher atas dibandingkan dari leher bawah 27 . Studi terakhir dengan menggunakan TNM Staging System menunjukkan 5 years survival rate untuk stage I 98, stage II A-B 95, stage III 86, dan stage IV A-B 73 24 . Secara mikroskopis, prognosis lebih buruk pada keratinizing squamous cell carcinoma dibandingkan dengan yang lainnya. Untuk nonkeratinizing squamous cell carcinoma, prognosis buruk bila dijumpai : 1.Anaplasia dan atau plemorfism. 2.Proliferasi sel yang tinggi dihitung dari mitotik atau dengan proliferasi yang dihubungkan dengan marker imunohistokimia . 3.Sedikitnya jumlah sel radang limfosit. 4.Tingginya densitas dari S-100 protein yang positif untuk sel-sel dendritik. 5.Dijumpai banyak pembuluh darah kecil. 6.Dijumpai ekspresi c-erb B-2 4 . 2.14.Matrix metalloproteinases Matrix metalloproteases matrix metalloproteinases, MMPs atau matrixin merupakan zinc dependent endopeptidase yang merupakan protein Universitas Sumatera Utara utama yang berperan dalam degradasi matriks ekstraselular. Matrix metalloproteinases MMPs mampu untuk mendegradasi molekul ekstraselular secara luas 7,8,9 . Matrix metalloproteinases MMPs memegang peranan penting dalam proliferasi sel, migrasi, diferensiasi, angiogenesis, apoptosis dan pertahanan tubuh. Disregulasi dari matrix metalloproteinases MMPs memiliki implikasi dalam berbagai penyakit termasuk arthritis, ulkus kronik, encephalomyelitis dan kanker. Invasi tumor, metastasis dan angiogenesis terjadi melalui degradasi dari matrik ekstraselular dan peningkatan ekspresi dari matrix metalloproteinase. Matrix metalloproteinase berhubungan dengan invasi dan metastase dari tumor ganas dengan asal histogenetik yang berbeda. Secara umum, matrix metalloproteinase memiliki satu sinyal peptide, satu propeptida, satu katalitik domain dengan ikatan kuat dengan zinc dan satu domain hemopexinlike yang berhubungan dengan domain katalitik pada region hinge 8 . Gambar 11 . Struktur dari Matrix metalloproteinase Dikutip dari: Westermarck J, Kahari V. Regulation of matrix metalloproteinase expression in tumor invasion in Faseb Journal; 199913: 781-92 Universitas Sumatera Utara Famili matrix metalloproteinases MMPs terdiri dari lebih dari 20 related zinc dependent enzymes. Enzim ini memiliki nama deskripsi berdasarkan substrat dan sistem penomoran matrix metalloproteinases MMPs berdasarkan pada urutan ditemukan. Matrix metalloproteinases MMPs memiliki karakteristik memiliki kemampuan mendegradasi protein matrix ekstraselular termasuk kolagen, laminin, fibronektin, vitronektin, aggrecan, enactin, tenascin, elastin dan proteoglycans. Sekarang ini, dikatakan bahwa matrix metalloproteinases MMPs dapat memecah banyak tipe dari peptida dan protein dan memiliki kemampuan penting lain berupa aktivitas proteolitik yang bebas 34 . Pembagian Matrix metalloproteinase 1.Collagenases MMP-1, -8 and -13 2.Gelatinases MMP-2 and MMP-9 3.Stromelysins MMP-3, -10 and-11 4.Matrilysin MMP-7 and MMP-26 5.Membrane-type MT-MMPs MMP-14, -15, -16, -17, -24 and -25 6.Lainnya MMP-12, -19, -20, -21, -23, -27 and -28 7 . Pada keadaan normal, matrix metalloproteinases MMPs diproduksi oleh jaringan ikat yang berperan untuk proses remodeling jaringan, pada siklus menstruasi, dan merupakan bagian dari proses perbaikan pada kerusakan jaringan. Kemampuan destruksi matrix metalloproteinases MMPs terutama Universitas Sumatera Utara fokus pada berbagai penelitian dengan kerusakan pada jaringan ikat seperti rheumatoid atritis, kanker dan penyakit-penyakit periodontal. Leukosit terutama makrofag, merupakan sumber utama penghasil matrix metalloproteinases MMPs. Matrix metalloproteinase MMPs yang dikeluarkan oleh leukosit memegang peranan penting dalam perpindahan leukosit dari pembuluh darah dan penetrasi ke jaringan, merupakan kunci dari penyakit radang. Opdenakker menunjukkan bahwa kerja matrix metalloproteinases MMPs tidak hanya mengizinkan emigrasi leukosit ke jaringan dan menyebabkan kerusakan jaringan, namun juga menghasilkan fragmen imunogenik dari protein normal yang dapat memperhebat penyakit autoimun. Dengan cara yang sama, metastase sel-sel kanker juga menggunakan MMPs untuk keluar dari jaringan dan untuk pembentukan pembuluh darah 9 . Matrix metalloproteinases MMPs menaikan progresivitas dan metastasis pada kanker invasif dengan mendegradasi matrik ekstraselular, terdiri dari 2 komponen utama yaitu membran basal dan jaringan ikat interstitial. Matrik ekstraselular sendiri terdiri dari banyak protein laminin-5, proteoglican, entactin, osteonectin, kolagen tipe IV merupakan elemen utama. matrix metalloproteinase-2 MMP-2 dan matrix metalloproteinase-9 MMP-9 yang berfungsi mendegradasi kolagen tipe IV dan laminin-5, membantu sel-sel kanker bermetastase, namun juga menyebabkan peningkatan pertumbuhan tumor dengan membentuk ruangan yang penting. Kemudian, rasio peningkatan Universitas Sumatera Utara matrix metalloproteinase-9 MMP-9 dari bentuk aktif ke laten berhubungan dengan progresi tumor pada kanker-kanker invasif. Matrix metalloproteinase-9 MMP-9 dan anggota famili yang lain juga menyebabkan angiogenesis proses penting dalam pertahanan tumor dengan mendegradasi membran basal interstitium dan juga mengeluarkan VEGF, yang diketahui sebagai molekul angiogenik. Lokasi matrix metalloproteinase-9 MMP-9 pada permukaan sel dibutuhkan untuk meningkatkan invasi tumor dan angiogenesis 12 . Sebagian besar matrix metalloproteinases MMPs diproduksi oleh sel stroma di bandingkan sel-sel kanker. Penjelasan untuk fenomena ini adalah sel- sel kanker memproduksi Extracellular MatrixMetalloproteinase Inducer EMMPRIN, yang merupakan glikoprotein pada permukaan sel, yang distimulasi langsung oleh fibroblast melalui kontak langsung untuk memproduksi MMP1,2,3 dan MMP14. EMMPRIN juga meningkat pada sel-sel radang dan dapat diimplikasikan pada kerusakan jaringan 8 . 2.15.Extracellular Matrix Metalloproteinase Inducer EMMPRIN EMMPRIN juga dikenal sebagai asbagin, M6 antigen atau CD147 adalah 58 kDA yang merupakan glikoprotein permukaan sel dan merupakan anggota dari superfamili imunoglobulin yang dijumpai pada permukaan sebagian besar sel dan merangsang sel-sel stroma untuk meningkatkan produksi matrix metalloproteinase 35,36 . Struktur utama EMMPRIN terdiri dari bagian Universitas Sumatera Utara ekstraselular yang mengandung dua immunoglobulin-like domain, satu transmembrane domain dan short cytoplasmic domain. Sel-sel tumor berhubungan dengan EMMPRIN akan merangsang pembentukan matrix metalloproteinase oleh fibroblas dengan perlekatan antara sel tumor dengan fibroblas. Walaupun demikian produksi dari EMMPRIN terlarut yang berasal dari sel-sel tumor telah dilaporkan pada beberapa penelitian 36 . Guo et al telah melaporkan, untuk merangsang matrix metalloproteinases MMPs, EMMPRIN membentuk komplek dengan matrix metalloproteinase-1 MMP-1 pada permukaan sel tumor dimana fungsinya tambahannya dapat meningkatkan mekanisme penting untuk memecah matriks ekstraselular untuk memungkinkan terjadinya invasi 37 . Tang et al melaporkan, sel tumor mempengaruhi fibroblas tanpa dijumpainya kontak antara fibroblas dengan EMMPRIN, yang menyebabkan peningkatan ekspresi matrix metalloproteinase-2 MMP-2 dan mengaktivasi atau meningkatkan perpindahan sel atau invasi dari sel-sel tumor 36 . Universitas Sumatera Utara Gambar 12. Gambaran hubungan antara EMMPRIN, MMP ,sel tumor dan sel host. Sel tumor menggunakan EMMPRIN yang ada pada permukaan sel untuk merangsang kontak dengan sel-sel fibroblast disekitarnya.1, menyebabkan fibroblast memberi sinyal untuk mengeluarkan MMPs 2. MMPs disekresi oleh sel-sel fibroblast yang separuh akan memecah EMMPRIN yang ada dipermukaan sel dan menghasilkan EMMPRIN yang terlarut sEMMPRIN. Molekul sEMMPRIN akan merangsang baik sel-sel disekitar tumor atau dapat bekerja pada tempat yang jauh untuk merangsang pembentukan MMP dan merangsang sel-sel tumor untuk migrasi dan invasi. Dikutip dari: Tang Y. Kesavan P. Nakada MT. Yan L. Tumor-Stroma Interaction: Positive Feedback Regulation of Extracellular Matrix metalloproteinase Inducer EMMPRIN Expression and Matrix metalloproteinase-Dependent Generation of Soluble EMMPRIN. Molecular Cancer research. 2004; 2: 73-80. Universitas Sumatera Utara 2.16.Matrix Metalloproteinase dan Kanker. Untuk dapat melakukan metastase sel tumor harus berinteraksi dengan membrane ekstraselular dalam beberapa tahap yaitu : • Terlepasnya sel tumor satu sama lain Dalam metastase yang pertama terjadi adalah meregangnya sel tumor, hal ini disebabkan oleh karena perubahan pola ekspresi molekul perekat sel. Dimana fungsi E cadherin lenyap pada semua kanker epitel, baik akibat mutasi inaktivasi gen E cad herin maupun oleh aktivasi gen β cathenin. • Melekatnya sel tumor ke komponen matriks Melekatnya sel tumor ke berbagai komponen ECM, seperti laminin dan fibronektin. Sel epitel normal memiliki reseptor untuk laminin membrane basal yang terpolarisasi di permukaan basalnya, sebaliknya sel karsinoma memiliki lebih banyak reseptor, dan reseptor ini tersebar diseluruh membran sel. • Penguraian matrik ekstraselular Degradasi lokal membrane basal dan jaringan ikat interstitium. Sel tumor sendiri akan mengeluarkan enzim proteolitik atau menginduksi sel penjamu misalnya. fibroblas untuk mengeluarkan protease. Disini berperan beberapa enzim penghancur yang disebut dengan metalloproteinase termasuk gelatinase, kolagenase dan stromelisin. Universitas Sumatera Utara • Migrasi sel tumor Pada tahap akhir proses invasi dalah sel tumor berjalan menembus membran basal yang telah rusak dan matriks yang telah mengalami lisis. Migrasi tampaknya diperantarai oleh berbagai sitokin yang yang berasal dari sel tumor, selain itu juga diperantarai oleh produk penguraian matriks misalnya. kolagen, laminin dan sebagian faktor pertumbuhan misalnya, insulin like growth factor I dan II yang memiliki aktivitas kemotaktik untuk sel tumor dan sel stroma juga menghasilkan efektor parakrin untuk motilitas sel 6 . Matrix metalloproteinases MMPs memiliki kemampuan mendegradasi seluruh komponen matrik ekstraselular. Pada kanker, yang utama adalah degradasi dari kolagen tipe IV, yang merupakan komponen protein utama dari membran basal oleh matrix metalloproteinase-2 MMP-2 dan matrix metalloproteinase-9 MMP-9. Kemudian, telah ditunjukkan bahwa banyak protein non matrik ekstraselular dapat juga dipecahkan oleh matrix metalloproteinase MMP tertentu. Matrix metalloproteinase MMP dihasilkan pada permukaan sel dapat merangsang pengeluaran dari heparin binding epitelial growth faktor, insulin-like growth faktor, and fibroblast growth faktor yang berfungsi untuk meningkatkan proliferasi sel. Pada keadaan lain, pengeluaran dan aktivasi dari matrik ekstraselular TGFß yang terpisah oleh matrix metalloprotainases MMPs dapat berguna untuk menghambat Universitas Sumatera Utara proliferasi sel. Matrix metalloproteinase MMP yang dirangsang oleh Fas ligand dari permukaan sel dapat meningkat atau mengganggu ketahanan sel. MMP 14 dan MMP 1 dapat juga terlibat dalam meningkatkan migrasi dari sel- sel kanker 8 . Ekspresi dari berbagai matrix metalloproteinases MMPs telah ditemukan meningkat pada berbagai kanker dan berhubungan dengan stadium lanjut, invasi, metastasis dan secara umum memiliki prognosis yang buruk. Ekspresi awal dari matrix metalloproteinases MMPs, baik pada sel-sel tumor atau pada jaringan disekitar sel-sel tumor membantu untuk remodel matrik ekstraselular dan pengeluaran matrik ekstraselular dan atau ikatan membran dengan faktor pertumbuhan, yang mempengaruhi lingkungan mikro untuk pembentukan tumor primer. Peningkatan ekspresi matrix metalloproteinase MMP, khususnya gelatinase, yang mendegradasi komponen membran basal, memungkinkan sel-sel tumor untuk menginvasi kedalam stroma disekitarnya juga memecah membran basal yang berhubungan dengan pembuluh darah kapiler dan limfatik sehingga memungkinkan sel tumor untuk masuk ke sirkulasi. Matrix metalloproteinases MMPs juga berpengaruh dalam migrasi sel dengan cara mengubah tempat perlekatan, membentuk tempat perlekatan baru, memecah sel-sel atau memecah reseptor sel-matrik dan mengeluarkan kemoaktraktan dari membran basal 35 . Universitas Sumatera Utara 2.17.Matrix Metalloproteinase dan Angiogenesis Angiogenesis merupakan proses komplek pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari pembuluh darah yang telah ada, yang terjadi melalui berbagai interaksi antara sel-sel endotelial, sekitar perisit dan sel-sel otot polos, matrik ekstraselular dan sitokin angiogenik faktor pertumbuhan 35 . Beberapa matrix metalloproteinases MMPs, terutama matrix metalloproteinase-2 MMP-2, matrix metalloproteinase-9 MMP-9 dan MT1- MMP1 merupakan regulator penting dalam angiogenesis 38 . Matrix metalloproteinases MMPs tidak dijumpai atau hanya sedikit diproduksi oleh sel endotelial, tetapi protease ini sangat kuat menginduksi aktivasi pada capillary sprout selama penyembuhan luka, peradangan dan pertumbuhan tumor dan dalam mengaktivasi sel-sel endotelial in vitro 38 . Angiogenesis dapat dirangsang oleh pengeluaran faktor proangiogenik, misalnya, VEGF, bFGF dan tumor nekrosis faktor- α dari sel-sel radang, sel mast, makrofag atau sel-sel tumor. Faktor ini berikatan ke reseptor permukaan sel Y shape receptor pada sel-sel endotelial, yang meningkatkan aktivasi proliferasi sel, peningkatan ekspresi dari molekul adhesi sel misalnya, integrin, α1β1, α2β1, α5β1, αvβ3 dan T-shape receptor, sekresi dari matrix metalloproteinase MMP dan peningkatan migrasi dan invasi 36 . Pemecahan kolagen tipe IV oleh MMP29 pada cryptic site yang menunjukkan Universitas Sumatera Utara kemampuan afinitas untuk αvß3 integrin, yang meningkatkan terjadinya angiogenesis 8 . 2.18.Matrix Metaloproteinase- 9 Matrix metalloproteinase-9 MMP-9 92-Kd Type IV collagenasegelatinase B, memiliki fungsi mendegradasi kolagen tipe IV, yang merupakan komponen utama dari matrik ekstraselular, yang dilaporkan berhubungan dengan invasi dan metastases sel-sel tumor 10,11 . Protein matrix metalloproteinase-9 terdiri dari satu N terminal signal sequence pre domain yang mengeluarkan protein langsung ke retikulum endoplasma. Pre domain diikuti oleh propeptide-pro domain yang merupakan enzyme maintains-latensi sebelum pecah, dan domain katalitik yang terdiri dari conserved zinc binding region. Juga dijumpai hemopexinvitronectin-like domain , yang berhubungan dengan domain katalitik dengan hinge atau linker region. Seperti enzim proteolitik lainnya, matrix metalloproteinase-9 MMP-9 pertama kali di sintesis sebagai inactive proenzime atau zymogen. Aktivasi dari pro matrix metalloproteinase-9 pro MMP-9 dimediasi oleh system plasminogen activatorPlasmin PAplasmin. Regulasi dari aktivitas matrix metalloproteinase-9 MMP-9 juga dikontrol oleh TIMP-3 12 . Matrix metalloproteinase-9 MMP-9 diinduksi berbagai faktor pada lingkungan tumor, seperti 12-o-tetradecanoyl-phorbol-13-acetate, cytokine seperti interleukin 1, oncogenes H-ras dan v-src dan faktor pertumbuhan Universitas Sumatera Utara termasuk interleukin, interferon, EGF Epidermal Growth Faktor, NGF Nerve Growth Faktor, basic FGF Fibroblast Growth Faktor, VEGF Vaskular Endotelial Growth Faktor, PDGF Platelet Derived GrowthFactors, TNF-a Tumor Necrosis Faktor, TGF-b Transforming Growth Faktor, Extracellular Matrix Metalloproteinase Inducer EMMPRIN, Osteopoitin dan Tumor Nekrosis Faktor Alpha. Disamping itu matrix metalloproteinase-9 MMP-9 juga diinduksi oleh protein Z, yang dikode oleh EBV immediate early gene BZLF1 yang diperantarai oleh cellular transcriptional faktor seperti NF-Kb, SP-1 dan AP-1. LMP1 juga merupakan salah satu faktor yang menginduksi matrix metalloproteinase-9 MMP-9 10,12 . Peningkatan matrix metalloproteinase-9 MMP-9 dijumpai pada karsinoma payudara, karsinoma endometrium, karsinoma kolorektal, karsinoma papilari tiroid dan karsinoma sel skuamous pada kepala dan leher 14 . Banyak penelitian melaporkan bahwa matrix metalloproteinase-2 MMP-2 dan matrix metalloproteinase-9 MMP-9 rensponsibel untuk invasi sel-sel tumor 39 . Fungsi utama dari matrix metalloproteinase-9 MMP-9 adalah mendegradasi protein pada matrix ekstraselular. Fungsi proteolitiknya memecah decorin, elastin, fibrillin, laminin, gelatin denatured collagen dan kolagen tipe IV,V,XI dan XIV dan juga mengaktivasi faktor pertumbuhan seperti proTGFb dan proTNFa. Secara fisiologi, matrix metalloproteinase-9 MMP-9 bersamaan Universitas Sumatera Utara dengan matrix metalloproteinases MMPs yang lain, memegang peranan dalam remodeling jaringan normal seperti pertumbuhan neurite, pembentukan embrio, angiogenesis, ovulasi, involusi dari kelenjar payudara dan penyembuhan luka 12 . 2.19.Matrix metalloproteinase-9 dan Karsinoma nasofaring Epstein Barr Virus EBV merupakan ubiquitus human gama herpesvirus yang berhubungan dengan beberapa tumor ganas seperti limfoma burkitts endemik, penyakit hodgkin dan karsinoma nasofaring. EBV menyebabkan infeksi laten pada limfosit B dan infeksi invitro menyebabkan imortalisasi. Dijumpai gen EBV yang mengkode LMP-1, LMP-2A dan -2B dan EBNA-1. Latent membrane protein- 1 LMP1 merupakan onkoprotein yang paling utama dari EBV dan penting untuk imortalisasi limfosit. Ekspresi LMP-1 juga dijumpai pada sampel lesi preinvasif walau jarang, menunjukkan bahwa ekspresi LMP1 merupakan kontributor penting dalam terjadinya karsinoma nasofaring. LMP-1 merupakan protein membrane integral yang terdiri dari 386 asam amino. 6 transmembran spanning region terhubung a short N-terminal cytoplasmic domain dengan satu long C terminal cytoplasmic domain. Analisis mutasi telah mengidentifikasi dua aktivation domain pada C terminus dari LMP-1. C Terminal Activation Region 1 CTAR-1 dan CTAR2. LMP-1 berhubungan dengan Tumor Nekrosis Faktor Receptor Family-Associated Factors TRAFs melalui TRAFT interaction domain dengan CTAR-1 13 . Universitas Sumatera Utara LMP1 berfungsi mengaktivasi reseptor Tumor Necrosis Factor TNF dan terutama untuk imortalisasi sel B dan transformasi dari fibroblas tikus. LMP1 meningkatkan ekspresi Matrix metalloproteinase -9 MMP-9 dan vaskular endotelial growth factor VEGF dan menekan ekspresi E cadherin pada sel epitelial in vitro dan pada jaringan tumor pada karsinoma nasofaring. Sehingga LMP1 dianggap berpengaruh pada invasif, angiogenesis dan metastasis tumor pada karsinoma nasofaring 14 . Horikawa et al. terdapat korelasi positif dari ekspresi protein matrix metalloproteinase-9 MMP-9 dengan LMP1 pada penderita karsinoma nasofaring. LMP1 dan matrix metalloproteinase-9 MMP-9 dominan pada sarang-sarang sel kanker. Secara umum, matrix metalloproteinase-9 MMP-9 diproduksi tidak hanya pada sel-sel tumor tetapi juga bervariasi pada sel-sel stroma 10 . Zen Liu et al melaporkan bahwa matrix metalloproteinase-9 MMP-9 memegang peranan dalam progresivitas karsinoma nasofaring, termasuk invasi tumor dan metastasis 17 . Universitas Sumatera Utara 2.20.Tissue Inhibitor of MMPs TIMPs Tissue Inhibitor of MMPs TIMPs terdiri dari 4 anggota inhibitor yang homolog TIMP 1, 2, 3 dan 4 8,40 . Secara umum konsentrasi dari TIMP lebih tinggi dari MMPs pada jaringan dan cairan ekstraselular, yang menyebabkan terbatasnya aktivitas proteolitik. Baik TIMPS dan matrix metalloproteinase MMPs disekresikan oleh sel-sel stroma dan sel-sel tumor. Ketidakseimbangan matrix metalloproteinases MMPs dan TIMPs dapat menyebabkan kerusakan dari matrik ekstraselular, menyebabkan sel-sel kanker menginvasi ke jaringan sekitar dan menyebabkan metastasis dan angiogenesis 41 . Universitas Sumatera Utara 2.21.Kerangka Konsepsional Undifferentiated carcinoma Kemampuan Invasi dan Metastase Tipe Regaud Tipe Schmincke Matrix Metalloproteinase-9 MMP-9 Universitas Sumatera Utara

BAB 3 BAHAN DAN METODA