Gambaran Imunoekspresi Matrix Metalloproteinase 9 (Mmp-9) Pada Lesi-Lesi Prakanker Dan Karsinoma Serviks Invasif

(1)

GAMBARAN IMUNOEKSPRESI MATRIX

METALLOPROTEINASE 9 (MMP-9) PADA LESI-LESI

PRAKANKER DAN KARSINOMA SERVIKS INVASIF

T E S I S

Oleh :

Jessy Chrestella

No. Registrasi : 17.928

Diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk mencapai keahlian dalam bidang Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul Tesis : Gambaran Immunoekspresi Matrix

Metallo-proteinase 9 (MMP-9) pada Lesi-Lesi Prakanker dan Karsinoma Serviks Invasif

Nama : Jessy Chrestella No. Register : 17.928

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH : PEMBIMBING I

Prof. Dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, SpPA(K) NIP. 130 318 033

PEMBIMBING II

Dr. H. Soekimin, SpPA NIP. 130 809 976

Ketua Program Studi PPDS I Departemen Patologi Anatomi

Dr. H. Joko S. Lukito, SpPA NIP. 130 675 617

Kepala Departemen Patologi Anatomi FK USU

Dr. H. Soekimin, SpPA NIP. 130 809 976


(3)

PERNYATAAN

GAMBARAN IMMUNOEKSPRESI MATRIX

METALLOPROTEINASE 9 (MMP-9) PADA LESI-LESI

PRAKANKER DAN KARSINOMA SERVIKS INVASIF

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 19 Oktober 2009


(4)

LEMBAR PANITIA UJIAN

Judul Tesis : Gambaran Immunoekspresi Matrix

Metallo-proteinase 9 (MMP-9) pada Lesi-Lesi Prakanker dan Karsinoma Serviks Invasif

Telah diuji pada

Hari/ Tanggal : Jumat, 16 Oktober 2009

Pembimbing : Prof. Dr. H. M. Nadjib D. Lubis, SpPA (K) Dr. H. Soekimin, SpPA

Dr. A. Harkingto Wibisono, SpPA

Penyanggah : Prof. Dr. Gani W. Tambunan, SpPA (K) Dr. H. Joko S. Lukito, SpPA


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat kasih dan karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Patologi Anatomi. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan penulis kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

GAMBARAN IMMUNOEKSPRESI MATRIX METALLOPROTEINASE 9 (MMP-9) PADA LESI-LESI PRAKANKER DAN

KARSINOMA SERVIKS INVASIF

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan dan juga atas bantuan materi dalam masa pendidikan dan penelitian ini.

Kepala Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. H. Soekimin, SpPA dan Ketua Program Studi PPDS-I Departemen Patologi Anatomi, Dr. H. Joko S.Lukito, SpPA, yang telah berkenan menerima, mendidik, membimbing serta senantiasa mengayomi penulis setiap hari dengan penuh kesabaran selama menjalani pendidikan. Sekretaris Departemen Patologi Anatomi, Dr. H. T. Ibnu Alferraly, SpPA dan Sekretaris Program Studi Dr. H. Delyuzar, SpPA (K), yang telah banyak memberi masukan, motivasi dan bimbingan


(6)

Prof. Dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, SpPA(K), selaku Guru Besar Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing penelitian dan penulisan tesis, yang penuh kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai dengan baik.

Prof. Dr. Gani W. Tambunan, SpPA (K), Guru Besar di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang membimbing, mendorong serta memberi semangat kepada penulis selama menjalani masa pendidikan.

Dr. Antonius Harkingto Wibisono, SpPA, yang tetap semangat dan aktif dalam membimbing, mengayomi dan mendidik penulis sejak awal hingga akhir pendidikan.

Kepala Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan, Dr. Sumondang M. Pardede, SpPA dan seluruh staf : Dr. Jamaluddin Pane, SpPA, Dr. Lisdine, SpPA, Dr. Stephen Udjung, SpPA yang telah memberikan kesempatan, sarana dan bimbingan selama penulis mengikuti pendidikan.

Drs. Abd. Jalil AA, M.Kes selaku pembimbing statistik yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Kehakiman beserta Staf, Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam beserta Staf khususnya Divisi Gastroenterologi, Kepala Departemen Radiologi beserta Staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama penulis stase di Departemen tersebut.

Teman sejawat PPDS dan para senior, para pegawai dan analis di lingkungan Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran


(7)

Universitas Sumatera Utara serta para analis yang bertugas di Instalasi Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan. Terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan sehingga penulis dapat sampai pada akhir program pendidikan ini.

Terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada Papa Riady dan Mama Elisabeth Tan, yang telah membesarkan, membimbing dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa kecil hingga kini, memberi motivasi selama mengikuti pendidikan ini.

Kepada yang saya hormati dan kasihi, Mami mertua, Dr. Endang Haryanti Gani, SpPar.K, yang telah banyak membantu dan memberi dorongan semangat selama mengikuti pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Buat suamiku tercinta Dr. Wahyudi Gani, SpOG dan anak-anakku yang tercinta, Samuel Joe Anderson Gani dan Grace Abigail Gani, tiada kata yang terindah yang dapat saya ucapkan selain puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kehadiran kalian bertiga dalam hidup saya dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengertian, kesabaran, dorongan semangat, pengorbanan dan doa yang diberikan kepada saya hingga dapat sampai pada akhir masa pendidikan ini.

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf kepada semua pihak atas semua kesalahan dan kekurangan penulis selama mengikuti masa pendidikan ini. Semoga segala bantuan, dorongan, bimbingan, dan doa yang telah diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Pengasih. Dan semoga Tuhan Yang Maha Baik senantiasa melimpahkan kasih dan berkatNya kepada kita semua.

Medan, Oktober 2009


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN TESIS………....……… i

LEMBAR PERNYATAAN……….…. ii

LEMBAR PANITIA PENGUJI………...… iii

UCAPAN TERIMA KASIH……….……... iv

DAFTAR ISI……… ……… vii

DAFTAR TABEL ……… ………….. ix

DAFTAR GAMBAR………..…….. ….. ix

DAFTAR SINGKATAN………..……… x

ABSTRAK……… xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Lata r Belakang Penelitian………. 1

1.2. Ident ifikasi Masalah.……….. 3

1.3. Hipo tesis ………. 4

1.4. Tuju an Penelitian……… 4

1.4.1. Tujuan Umum……… 4

1.4.2. Tuju an Khusus……….………. 4

1.5. Manf aat Penelitian……… 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker pada Serviks………. 6

2.2. Faktor Resiko Keganasan pada Serviks……… 6

2.3. Neoplasia Intraepitelial Serviks………... 8

2.4. Sejarah Perkembangan Terminologi Lesi Prakanker Serviks………...………... 10


(9)

2.5. Klasifikasi Sistem Bethesda... 11

2.5.1. Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LGSIL)... 14

2.5.2. High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HGSIL)………. 15

2.5.3. Karsinoma Sel Skuamosa Serviks Invasif... 16

2.6. Matrix Metalloproteinase (MMP)… ………. 17

2.6.1. Klasifikasi MMP………... 18

2.6.2. Struktur MMP………. 20

2.7. Peranan MMP Dalam Angiogenesis……….. 21

2.8. Peranan MMP Dalam Proses Keganasan………. 22

2.9. Matrix Metalloproteinase 9 (MMP-9) …………...…. 23

2.10. Kerangka Konsepsional……….. 30

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian……….. 31

3.1.1. Tempat penelitian………... 31

3.1.2. Waktu penelitian……….….….….…. 31

3.2. Rancangan Penelitian………..……..……… 31

3.3. Kerangka Operasional……….….. 32

3.4. Populasi, Sampel, dan Besar Sampel Penelitian………… 33

3.4.1. Populasi………..………. 33

3.4.2. Sampel……….………. 33

3.4.3. Besar sampel penelitian………. 33

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi………. 35

3.5.1. Kriteria inklusi……… 35

3.5.2. Kriteria eksklusi………... 35

3.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………. 36

3.6.1. Variabel penelitian……… 36

3.6.2. Definisi operasional ………..……….…… 36

3.7. Prosedur dan Teknik Penelitian………..…… 39

3.7.1. Pembuatan sediaan mikroskopis……… 39


(10)

3.7.3. Prot okol Pulasan MMP-9 dengan menggunakan The

Envision+ Dual Link System dari Dako……….. 41

3.8. Alat dan Bahan Penelitian……….. 43

3.8.1. Alat-alat penelitian………..…... 43

3.8.2. Bahan penelitian………..…. 44

3.9. Instrumen Penelitian……….……… 45

3.10. Teknik Analisis Data………..….. 46

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian………..………. 47

4.2. Pem bahasan……….……….…..…..…..…..…..…. 55

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………...……….… 60

5.2. Saran….……….…..…..…….. 61

DAFTAR PUSTAKA………..…..…..……. 62


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. MMP : nomenklatur, spesifisitas substrat, aktivasi

dan inhibisi………. 19

Tabel 4.1. Gambaran karakteristik penderita lesi prakanker dan kanker

serviks invasif ……….. 47

Tabel 4.2. Gambaran histopatologi dengan skor intensitas

epitel………..…….……....…… 49 Tabel 4.3. Gambaran histopatologi dengan skor kuantitas epitel 50

Tabel 4.4. Hubungan histopatologi , skor intensitas epitel dan skor

kuantitas epitel………….……....……....…….... 50

Tabel 4.5. Gambaran histopatologi dengan skor intensitas stroma. 51 Tabel 4.6. Gambaran histopatologi dengan skor kuantitas

stroma…...…….. 52 Tabel 4.7. Hubungan histopatologi , skor intensitas stroma dan skor


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Histopatologi jaringan serviks normal, CIN I, CIN II dan

CIN III….………....………....…………....……… 9

Gambar 2.2. Perbandingan antara empat klasifikasi sitologi untuk lesi sel skuamosa serviks : Bethesda 2001, Nomenklatur CIN, Nomenklatur Displasia dan Klasifikasi Papanicolaou… 13 Gambar 2.3. Peranan MMP dalam angiogenesis………. 21 Gambar 2.4. Peranan MMP dalam metastasis….……… 22


(13)

DAFTAR SINGKATAN

MMP : Matrix Metalloproteinase

HPV : Human Papilloma Virus

CIN : Cervical Intraepithelial Lesion

HSIL/HGSIL : High Grade Squamous Intraepithelial Lesion LSIL/LGSIL : Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion

Ca : carcinoma

ECM : Extracellular Matrix

IHK : Imunohistokimia

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor

TGF : Tumor Growth Factor


(14)

GAMBARAN IMMUNOEKSPRESI MATRIX METALLOPROTEINASE 9 (MMP-9) PADA LESI-LESI PRAKANKER DAN

KARSINOMA SERVIKS INVASIF

Abstrak :

Latar Belakang : Matrix Metalloproteinase 9 (MMP-9) merupakan enzim proteolitik yang diduga berperan penting dalam proses progresifitas lesi prakanker menjadi kanker serviks. Kadar MMP-9 yang tinggi akan menyebabkan proses degradasi jaringan serviks menjadi lebih cepat dan mempermudah proses invasi sel kanker. Penelitian ini mengevaluasi level immunoekspresi dari MMP-9 secara immunohistokimia pada berbagai spektrum lesi prakanker dan lesi karsinoma serviks invasif.

Bahan dan Cara : Evaluasi dilakukan terhadap intensitas dan kuantitas ekspresi immunohistokimia MMP-9 dari 50 jaringan serviks yang terbagi dalam tiga kelas yaitu lesi prakanker Low grade Squamous Intraepithelial Lesion (LGSIL), High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HGSIL), dan lesi karsinoma invasif. Desain penelitian ini akan menggunakan studi potong lintang secara observasional dan diuji statistik dengan korelasi Spearmen.

Hasil : Jumlah sel yang terwarnai diffuse pada stroma serviks dapat ditemukan pada 23 kasus (46%), di antaranya 12 kasus pada karsinoma invasif dan 9 kasus (18%) HGSIL. Stroma pada lesi LGSIL lebih banyak yang tidak menampilkan IHK MMP-9. Pada stroma neoplasia intraepitel dan karsinoma invasif serviks, terdapat hubungan yang positif dan signifikan dengan ekspresi imunohistokimia MMP-9 baik dari segi intensitas pewarnaannya maupun dengan jumlah sel yang positif terwarnai.

Kesimpulan : Semakin tinggi positivitas imunohistokimia MMP-9 yang dinilai berdasarkan intensitas dan kuantitasnya, semakin tinggi derajat keparahan lesi neoplasia serviks. Peningkatan ekspresi imunohistokimia MMP-9 berperan penting dalam proses karsinogenesis tumor serviks.

Kata Kunci : Matrix Metalloproteinase 9, MMP-9, LGSIL, HGSIL, karsinoma serviks invasif, immunohistokimia.


(15)

IMMUNOEXPRESSION OF MATRIX METALLOPROTEINASE 9 (MMP-9) ON PRECANCEROUS LESIONS

AND INVASIVE CERVICAL CANCER

Abstract :

Background : Matrix Metalloproteinase 9 (MMP-9) is a proteolytic enzyme assumed to have an important role in cervical carcinogenesis. Higher MMP-9 level will make cervical tissue degradation faster and cancer cells invasion easier. This study was done to evaluate the immune expression level of MMP-9 by immunohistochemistry on different precancerous lesions and invading cervical carcinoma.

Material and Method : MMP-9 immune expression of 50 cervical tissues was evaluated in three different groups which are Low grade Squamous Intraepithelial Lesion (LGSIL), High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HGSIL), and invasive cervical carcinoma. This is an observational, cross-sectional study and statistically analyzed with Spearmen correlation.

Results : Diffusely and intensely stained stromal cells can be found in 23 cases (46%) that included 12 cases in invasive carcinoma and 9 cases (18%) in HGSIL. Stromal cells in LGSIL mostly showed negative immune expression of MMP-9. There is statistically significant correlation between histopathologically diagnosed lesions with MMP-9 immune expression in stromal cells of precancerous lesions and invasive carcinoma.

Conclusion : MMP-9 expression in immunohistochemistry is involved in the cervical tumors carcinogenesis. The higher MMP-9 immune reactive expression intensity and quantity, the more severe the neoplastic cervical lesions.

Keywords : Matrix Metalloproteinase 9, MMP-9, LGSIL, HGSIL, invasive cervical cancer, immunohistochemistry.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Kanker serviks merupakan salah satu ancaman malignansi terbesar bagi wanita. Di negara sedang berkembang, kanker serviks menduduki urutan teratas bagi kanker ginekologi wanita dan mencakup 20% -30% dari keseluruhan kanker wanita.1,2,3,4

Reagan dan Hamonic pada tahun 1956 memperkenalkan istilah displasia untuk membedakan lesi prakanker serviks yang lebih ringan dengan keadaan karsinoma insitu. WHO pada tahun 1975 memberikan definisi displasia sebagai lesi dimana epitel normal digantikan dengan sel-sel yang menunjukkan proses atipia.4,5,6

Richart menggunakan terminologi Cervical Intraepitelial Neoplasia (CIN) untuk menggambarkan spektrum biologis dari lesi prakanker serviks. Terdapat tiga terminologi CIN yang digunakan yaitu CIN I (displasia ringan), CIN II (displasia sedang) dan CIN III (displasia berat/ karsinoma in situ).4-8

Sistem Bethesda kemudian memperbaiki terminologi lesi prakanker serviks menjadi Low Grade Squamous Intraepitelial Lesion (LGSIL), High Grade Squamous Intraepitelial Lesion (HGSIL) dan kanker


(17)

invasif. Dari berbagai terminologi ini jelas tergambar bahwa proses karsinogenesis epitel serviks merupakan suatu proses tunggal. Kanker serviks merupakan hasil akhir dari perjalanan progresifitas proses displasia atipik dari epitel serviks. Proses karsinogenesis ini lebih sering berkembang lambat, bahkan sering membutuhkan bertahun-tahun untuk suatu lesi prakanker serviks hingga berkembang menjadi kanker invasif. Namun demikian ada kalanya proses ini terjadi lebih cepat dari yang diduga.4,6,7,9-11

Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) merupakan enzim proteolitik yang diduga berperan penting dalam proses progresifitas lesi prakanker menjadi kanker serviks. Kadar MMP-9 yang tinggi akan menyebabkan proses degradasi jaringan serviks menjadi lebih cepat dan dengan demikian prose invasi sel kanker akan berlangsung lebih mudah.12-14

Peneliti berkeinginan untuk mengevaluasi sekaligus berusaha untuk mengkuantifikasi ekspresi MMP-9 secara imunohistokimia pada berbagai spektrum lesi prakanker dan kanker serviks. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, patogenesis kanker serviks akan menjadi lebih jelas dan memberi dampak pada usaha preventif dan kuratif bagi kanker serviks.


(18)

1.2. Identifikasi Masalah

Deteksi dini lesi displasia (prakanker) pada serviks sangat penting dalam usaha pencegahan terhadap karsinoma serviks, dimana di Indonesia karsinoma serviks menempati urutan pertama kanker terbanyak pada wanita. Deteksi dini keganasan pada serviks telah banyak dilakukan baik dengan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat), Schiller test menggunakan larutan lugol dan Pap’s smear. Namun, masih banyak juga kasus keganasan yang tidak terdeteksi secara dini karena seringkali pasien datang berobat dalam keadaan sudah stadium lanjut. Pada keadaan dimana terdapat lesi serviks yang mencurigakan, seorang klinisi akan melakukan biopsi jaringan tersebut dan mengirimkannya ke laboratorium Patologi Anatomi untuk dievaluasi secara histopatologi. Untuk mengetahui apakah lesi tersebut merupakan lesi infiltratif ataukah masih berupa lesi prakanker, seorang patolog dengan pengamatannya dapat menentukannya dengan melihat membran basalis epitel pelapis serviks tersebut, apakah masih intak atau tidak.

Cara lain yang mungkin lebih objektif adalah dengan memeriksa tampilan enzim Matrix Metalloproteinase-9 yang merupakan salah satu enzim yang terlibat dalam proses awal infiltrasi stroma serviks oleh sel-sel ganas. Selain untuk menentukan diagnosis, cara ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai prognosis dalam perkembangan kanker serviks serta memberikan sumbangsih dalam


(19)

usaha preventif dan kuratif dari lesi prakanker serviks dan penanganan kanker serviks.

1.3. Hipotesis

Hipotesis kerja penelitian ini adalah :

Ekspresi MMP-9 akan tampak meningkat secara gradual menurut tingkat keparahan lesi neoplasia intraepithelial dan karsinoma serviks invasif.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui peranan imunohistokimia MMP-9 pada neoplasia intraepithelial dan karsinoma serviks invasif dalam menentukan derajat keparahan lesi neoplasma di serviks.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Melihat gambaran karakteristik penderita lesi prakanker dan karsinoma serviks invasif.

2. Mengevaluasi derajat keterlibatan Matrix Metalloproteinase 9 (9) dan sekaligus mengkuantifikasikan ekspresi MMP-9 secara imunohistokimia pada lesi prakanker serviks dan kanker serviks invasif.


(20)

3. Melihat sifat hubungan antara level imunoekspresi MMP-9 dengan prognosis lesi prakanker dan karsinoma serviks invasif.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sarana indikator untuk melihat derajat keparahan atau perkembangan lesi prakanker serviks menjadi lesi kanker invasif serviks.

2. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan pemahaman ahli Patologi Anatomi akan peran imunohistokimia secara umum dan imunohistokimia MMP-9 secara khusus dalam mengevaluasi dan membantu penegakan diagnostik kanker serviks dapat menjadi lebih baik.

3. Pemahaman akan keterlibatan MMP-9 dalam proses invasi dan perkembangan kanker serviks diharapkan akan memberikan sumbangsih dalam usaha preventif dan kuratif dari lesi prakanker serviks dan penanganan kanker serviks.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker pada Serviks

Hingga kini, keganasan atau kanker pada serviks masih merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker, dengan perkiraan 274.000 kematian di seluruh dunia pada tahun 2004. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 kasus baru di seluruh dunia atau sekitar 83% kasus baru di negara-negara berkembang. Di Indonesia, kanker serviks masih merupakan penyebab kematian pertama akibat kanker pada wanita usia reproduktif. 1,2,4,5,7,15

Kanker serviks masih sangat sering dijumpai pada wanita dari negara-negara sedang berkembang karena minimnya fasilitas-fasilitas screening seperti Pap smear dan kurangnya edukasi awam tentang keganasan pada wanita. Sedangkan di negara-negara maju, angka kanker serviks dapat ditekan sampai 4-10 kasus per 100.000 wanita.2,4,16-19

2.2. Faktor Resiko Keganasan pada Serviks

Faktor-faktor resiko seorang wanita mengalami keganasan pada serviks cukup banyak. Di antaranya adalah infeksi HPV (Human


(22)

dengan banyak pasangan, multiparitas, penyakit infeksi menular seksual, status sosioekonomi rendah, HIV (Human Immunodeficiency Virus) – AIDS, merokok dan lainnya. Dan sekarang ini hampir bisa dipastikan, 99,7% kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV. 2,6,15-20

Infeksi Human Papiloma Virus

Penyakit keganasan pada serviks ini umumnya berawal dari infeksi Human Papiloma Virus (HPV) yang merangsang perubahan perilaku sel pelapis epitel serviks. Hampir bisa dipastikan bahwa kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV. Walaupun tidak semua infeksi virus HPV berakhir dengan kanker serviks, lebih dari 90% kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA virus HPV. Subtipe virus HPV berpengaruh besar terhadap persisten atau tidaknya suatu infeksi. 1,20-24

Virus HPV tipe 16 dan tipe 18 merupakan dua tipe virus yang paling banyak bertanggung jawab terhadap terjadinya kanker serviks. Kedua tipe virus ini mempengaruhi sekuensi gen onkoprotein E6 dan E7. Onkoprotein E6 akan mengikat dan menjadikan tumor suppressor gene p53 menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan tumor suppressor gene Retinoblastoma (Rb) menjadi tidak aktif. Sedangkan subtipe virus HPV lainnya seperti tipe 6 dan tipe 11 lebih banyak menyebabkan kondiloma , displasia ringan atau akan mereda dengan sendirinya. 20,21,24-26


(23)

Infeksi virus HPV memerlukan ko-faktor untuk dapat menimbulkan suatu keganasan. Beberapa kondisi seperti tingkat metaplasia serviks uteri saat terpapar virus HPV, kebiasaan berganti pasangan seksual, kontak seksual pertama pada usia muda, kebiasaan merokok, status imunitas tubuh, penggunaan imunosupresan dan infeksi HIV akan turut menentukan hasil akhir suatu infeksi virus HPV. 20,21,24-26

Sel epitel serviks yang terinfeksi oleh virus HPV mengalami mutasi genetik sehingga merubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini akan melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini. 20,21,26,27

2.3. Neoplasia Intraepithelial Serviks

Perubahan sel epitel serviks yang dikenal dengan displasia memiliki spektrum perkembangan yang khas. Terminologi lesi prakanker serviks menjelaskan adanya proses displasia yang ditandai dengan adanya sel atipia pada intraepitel serviks. Displasia ini dimulai dengan displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma insitu dan akhirnya setelah menginvasi membran basalis epitel serviks disebut sebagai kanker serviks invasif. 20,21,26,27


(24)

Lesi-lesi intraepithel serviks dapat terlihat dengan adanya inti sel epitel yang mengalami pembesaran, dengan tepi ireguler dan hiperkromatik, aktivitas mitotik yang meningkat dan perubahan pola maturitas. Glikogen sitoplasma juga berkurang bahkan tidak ada sehingga pada tes Schiller (pewarnaan Lugol) tidak terwarnai. 2,15,17,18

Petersen (1956) dalam salah satu penelitian terdahulunya menyebutkan bahwa dari 127 penderita lesi prakanker serviks yang berat, 11% akan menjadi lesi invasif dalam 3 tahun, 22% dalam 5 tahun dan 33% dalam 9 tahun.2

Transisi dari lesi prakanker serviks menjadi karsinoma invasif dan berbagai proses metastase lanjutan memerlukan kemampuan sel untuk melakukan penetrasi membran basalis, region subendothelia, untuk kemudian menginvasi stroma, kelenjar limfatik dan atau pembuluh darah. Semua proses ini membutuhkan adanya enzim litik. 13,15,29-32

Gambar 2.1. Histopatologi jaringan serviks normal, CIN I, CIN II dan CIN III (Diambil dari kepustakaan no.8)


(25)

2.4. Sejarah Perkembangan Terminologi Lesi Prakanker Serviks

Schauenstein (1908) adalah orang pertama yang mengemukakan gagasan bahwa karsinoma serviks invasif merupakan kejadian de novo. Konsep ini kemudian ditentang oleh banyak pihak, dimana seperti yang terbukti dan diyakini sampai saat ini, karsinoma invasif skuamosa serviks adalah hasil progresifitas suatu lesi pre invasif.4

Terminologi lesi pra kanker serviks berkembang dan mengalami perubahan sejalan dengan waktu. Reagan dan Hamonic (1956)

memperkenalkan istilah displasia untuk membedakan lesi prakanker serviks yang lebih ringan dengan keadaan karsinoma insitu. 4

WHO (1975) memberikan definisi displasia sebagai lesi dimana epitel normal digantikan dengan sel-sel yang menunjukkan proses atipia. Istilah karsinoma insitu menggambarkan lesi kanker yang masih terbatas di dalam epithelium serviks.4,11

Richart menggunakan terminologi Cervical Intraepitelial Neoplasia (CIN) untuk menggambarkan spektrum biologis dari lesi prakanker serviks. Terdapat tiga terminologi CIN yang digunakan yaitu CIN I (displasia ringan), CIN II (displasia moderat) dan CIN III (displasia berat/ karsinoma in situ ). 4


(26)

Sistem Bethesda kemudian memperbaiki terminologi lesi prakanker serviks menjadi Low Grade Squamous Intraepitelial Lesion (LGSIL), High Grade Squamous Intraepitelial Lesion (HGSIL) dan kanker invasif. 4,11

Dari berbagai terminologi diatas, jelas tergambar bahwa proses karsinogenesis epitel serviks merupakan suatu proses tunggal. Kanker serviks merupakan hasil akhir dari perjalanan progresifitas proses displasia atipik dari epitel serviks. Proses karsinogenesis ini lebih sering berkembang lambat, bahkan sering membutuhkan bertahun tahun untuk suatu lesi prakanker serviks hingga berkembang menjadi kanker invasif. Namun demikian ada kalanya proses ini terjadi lebih cepat dari yang diduga. 4,14,22

2.5. Klasifikasi Sistem Bethesda

Sejak diperkenalkan pada tahun 1988, Sistem Bethesda yang dipakai dalam pelaporan lesi prakanker serviks sel skuamosa tidak mengalami perubahan yang berarti. Pengelompokan terminologi LSIL dan HSIL tetap dipertahankan, yang menggambarkan betapa bukti epidemiologis, klinis dan bukti molekuler mendukung bahwa LSIL merupakan grup lesi heterogen yang kebanyakan merupakan infeksi HPV transien, sedangkan HSIL lebih sering berkaitan dengan infeksi viral persisten dan peningkatan resiko progresifitas menjadi kanker.4,15


(27)

Klasifikasi ini sebenarnya dirancang dan ditujukan awalnya untuk pelaporan specimen sitologi serviks. Namun sekarang ini diaplikasikan juga dalam pelaporan jaringan histologi dengan terminologi squamous intraepithelial lesion (SIL) yang terbagi lagi menjadi dua subdivisi yaitu low grade dan high grade. Lesi low grade (LSIL/LGSIL) berhubungan dengan CIN I (dan juga lesi HPV-induced yang belum terkualifikasi sebagai CIN I). Sedangkan lesi high grade (HSIL/HGSIL) berhubungan dengan lesi CIN II dan CIN III serta Ca insitu. 2,4,15

Menurut sistem Bethesda (2001), interpretasi abnormalitas sel epitel skuamosa serviks pada sitologi adalah sebagai berikut :11

1. Atypical squamous cell (ASC) , yang terbagi menjadi subgroup : a. ASC of undetermined significance (ASC-US)

b. ASC cannot exclude high- grade squamous intraepithelial lesion (ASC-H)

2. Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LGSIL)

LGSIL mencakup semua lesi prakanker serviks yang dimulai dari infeksi HPV, displasia ringan atau CIN 1.

3. High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HGSIL)

HGSIL mencakup semua lesi prakanker serviks yaitu displasia sedang (CIN 2) dan displasia berat (CIN 3), serta karsinoma insitu. 4. Karsinoma sel skuamosa serviks invasif.


(28)

Gambar 2.2. Perbandingan antara empat klasifikasi sitologi untuk lesi sel skuamosa serviks : Bethesda 2001, Nomenklatur CIN,Nomenklatur Displasia dan Klasifikasi Papanicolaou (diambil dari kepustakaan no. 11)

Interpretasi abnormalitas sel epitel skuamosa serviks pada sediaan histopatologi lebih sederhana karena hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu LSIL, HSIL dan karsinoma serviks invasif.2 Disini kategori ASC-US dan ASC-H pada sitologi tidak termasuk dalam pendiagnosaan histopatologis oleh karena tidak mempunyai kedudukan hirarki. ASC-US mengimplikasikan adanya keraguan dalam membedakan hasil sitologi reactive changes dengan LSIL, sedangkan ASC-H dalam membedakan metaplasia reaktif (imatur) dengan HSIL. Kedua perbedaan ini seharusnya dapat dinilai dengan mudah pada sediaan histopatologi. 11


(29)

Selain itu, dengan menggunakan sistem Bethesda dalam pelaporan sitologi dan histopatologi, diharapkan akan terdapat suatu metode pelaporan lesi yang standar sehingga dapat memfasilitasi peer review dan quality assurance.47

2.5.1. Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL/ LGSIL)

LGSIL ditandai dengan proses maturasi yang dapat terlihat pada dua pertiga lapisan atas dari epitel skuamous, dan pada lapisan superfisial dapat kita jumpai lesi sitopatik viral seperti koilositosis. Sedangkan yang mengalami abnormalitas inti atau atipia dengan figur mitotik adalah lapisan basal sepertiga bawah.2,15

Oleh karena sulitnya membedakan CIN I pada epitel lesi flat-non condylomatous dengan infeksi HPV murni, maka infeksi HPV sendiri dimasukkan ke dalam kategori LGSIL.15

Tahun 2001, sistem Bethesda tetap melanjutkan kombinasi efek sitopatik infeksi HPV tanpa bukti adanya proses CIN dengan abnormalitas sitologis yang diklasifikasikan terdahulu sebagai CIN I ke dalam kategori LGSIL. Pengelompokon kedua keadaan ini didukung oleh bukti penelitian reprodusibilitas interobserver dan intraobserver yang menunjukkan bahwa tingkat reprodusibilitas terendah dalam kontinum CIN adalah antara infeksi HPV (atypia


(30)

2.5.2. High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL/ HGSIL) HGSIL merupakan terminologi baru yang mencakup CIN II dan III serta karsinoma insitu. CIN II dapat ditandai dengan adanya proses maturasi pada setengah lapisan atas epitel dengan sel-sel atipik pada dua pertiga lapisan bawah/basal. Pada CIN III dan Ca insitu, abnormalitas inti dan atipia serta figur mitotik dapat ditemukan pada hampir seluruh ketebalan lapisan epitel.15

Bukti penelitian terkini lebih jauh lagi mendukung tetap dipertahankannya sistem Bethesda ini menggantikan pendahulunya yang telah dipakai berpuluh tahun lamanya. Alasan-alasan yang mendukung yaitu sebagai berikut :4,11

1. Pengklasifikasian lesi prakanker serviks menjadi LSIL dan HSIL merupakan tindakan diagnostik yang reproducible dan secara klinis sangat bermakna, baik dalam hal penegakan diagnostik maupun perencanaan terapi.

2. Pembagian kelompok HGSIL menjadi CIN 2 dan CIN 3 (displasia sedang dan displasia berat) ternyata tidak reproducible baik dari segi interobserver maupun intraobserver .

3. Efek infeksi HPV secara sitologi tidak dapat dibedakan secara jelas dengan CIN I atau displasia ringan.


(31)

2.5.3. Karsinoma Sel Skuamosa Serviks Invasif

Secara makroskopis, karsinoma serviks dapat berbentuk polipoid ataupun infiltratif ke dalam. Tumor tipe infiltratif akan menginvasi dan merusak struktur jaringan sekitarnya dibandingkan dengan yang polipoid. Beberapa tumor bahkan tidak kelihatan secara klinis sehingga pemeriksa terkadang melewatkannya begitu saja.2

Kanker serviks disebut invasif apabila sel-sel tumor telah menembus membran basalis dengan catatan apabila kedalaman invasi ke stroma kurang dari 5 mm dengan penyebaran horizontal maksimal 7 mm disebut sebagai mikroinvasif (menurut staging FIGO).2

Secara mikroskopis, akan terlihat seluruh ketebalan lapisan epitel skuamous mengalami pembesaran inti, kromatin kasar, nukleoli menonjol, ratio N/C meningkat. Terdapat dua bentuk dari karsinoma sel skuamosa yaitu keratinizing dan non keratinizing. Tipe keratinizing memiliki diferensiasi yang lebih baik dan kurang begitu berhubungan dengan infeksi HPV dan CIN. Tumor ini cenderung lebih besar namun lebih jarang ditemukan dibandingkan yang tipe non keratinizing. Pada tipe keratinizing akan terlihat massa pearl horn cyst atau lapisan mutiara tanduk, sedangkan tipe non keratinizing tidak dijumpai.2,15


(32)

2.6. Matrix Metalloproteinase (MMP)

MMP adalah kumpulan besar enzim yang mampu mendegradasi berbagai komponen dari ECM (Extra Cellular Matrix). Dalam keadaan normal, MMP hanya terbentuk pada tempat dan waktu saat remodeling jaringan terjadi, seperti saat perkembangan embrio, proses penyembuhan luka, involusi jaringan payudara dan uterus, ovulasi, transisi antara kartilago menjadi tulang sejati dalam proses osifikasi dan proses invasi trofoblast ke dalam stroma endometrium saat pembentukan plasenta.12-14,32-35

Namun, MMP juga terbentuk dan berperan pada keadaan patologis seperti periodontitis, gagal jantung, atherosklerosis, rheumatoid arthritis dan invasi sel tumor serta proses metastasis dan angiogenesis. Proses pengaktifan dari MMP dalam keadaan proses patologis seperti kanker banyak mem-bypass proses pengaktifan normal. 12,35,36

Menurut penelitian Deryugina dan Quigley (2006), peran dari MMP dalam perkembangan tumor dan metastasis lebih kompleks dimana MMP juga bertindak sebagai mediator utama dalam aktivasi faktor pertumbuhan, bioavailabilitas reseptor dan signaling, adhesi dan motilitas sel, apoptosis dan mekanisme survival, angiogenesis dan respon imun serta immune surveilance.35


(33)

Sekarang terdapat lebih dari 20 anggota keluarga MMP dan semuanya dapat dikelompokkan berdasarkan strukturnya. Struktur MMP secara garis besar terdiri dari peptida signal, prodomain dan domain katalitik. 37,38

2.6.1. Klasifikasi MMP

MMP secara garis besar terbagi menurut spesifisitas substratnya. Terdapat lima subgroup MMP yaitu :12,14,34-38

1. Collagenase (MMP-1,8 dan 13) 2. Gelatinase (MMP-2 dan -9)

3. Stromelysin (MMP-3, 10, 11 dan 19) 4. Matrilysin (MMP-7,12,18)

5. MMP yang terikat pada membran/membrane bound MMP (MTMMP-1,-4).

Secara kolektif, kesemua famili MMP dapat mendegradasi semua komponen matriks ekstraseluler dan membran basalis epitel. Namun, dari keseluruhan jenis MMP yang pernah ditemukan sampai sekarang ini, jenis Gelatinase dalam hal ini MMP-2 dan MMP-9, merupakan jenis yang paling sering diteliti dan dipelajari karena sangat berhubungan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel kanker.37-39


(34)

(35)

2.6.2. Struktur MMP

MMP adalah sekelompok enzim proteolitik yang memiliki karakteristik khusus yaitu sebagai berikut :40-42

1. MMP adalah proteinase yang dapat mendegradasi komponen ECM.

2. Semua MMP mengandung ion seng/zinc dalam domain katalitiknya, yang dapat diinhibisi oleh chelating agent.

3. MMP disekresi dalam bentuk proenzim (zymogen) dan membutuhkan aktivasi untuk dapat sepenuhnya bekerja.

4. MMP dapat dihambat oleh inhibitor jaringan alami yang disebut TIMP (Tissue Inhibitors of Metalloproteinase).

Kumpulan atau famili MMP ini membutuhkan unsur zinc/seng dalam proses aktivasi katalitiknya. Untuk menjadi aktif, enzim ini perlu membelah secara proteolitik. Beberapa MMP diaktivasi dengan serine protease seperti plasmin dan furin, sedangkan MMP lainnya diaktivasi oleh sesamanya sendiri. Aktivasi MMP yang paling banyak dipelajari adalah aktivasi MMP-9 oleh MT1- MMP. 43-45

Kemampuan degradasi MMP dalam tubuh manusia sangat tergantung dari keseimbangan antara banyaknya enzim yang aktif dan inhibitor alaminya yaitu TIMP. Adanya enzim yang teraktivasi merupakan aspek yang penting dibandingkan dengan keberadaan


(36)

2.7. Peranan MMP Dalam Angiogenesis

Gambar 2.3. Peranan MMP dalam angiogenesis. (Diambil dari kepustakaan no.12)

Bagan diatas menerangkan peranan MMP dalam proses angiogenesis. Faktor angiogenesis seperti VEGF dan bFGF (digambarkan sebagai segitiga berwarna) disekresikan oleh sel inflamasi atau sel tumor dan kemudian berikatan dengan reseptornya (reseptor berbentuk Y) di permukaan sel endotel. Hal ini akan mengaktifkan sel endothel untuk mensekresi MMP, untuk mengubah ekspresi integrin (reseptor bentuk T) dan melangsungkan proliferasi.12

Saat berlangsungnya proses degradasi ECM oleh MMP, terjadi pelepasan VEGF, bFGF dan TGF lebih banyak lagi oleh jaringan matriks. TGF


(37)

merangsang sekresi MMP oleh sel endothel dan juga bertindak sebagai chemoattractant untuk sel inflamasi dan merekrut perisit ke pembuluh darah baru hingga membantu proses maturasi pembuluh darah tersebut. MMP juga memfasilitasi migrasi sel endothel dengan cara mendegradasi adhesi jaringan. 12,36

2.8. Peranan MMP Dalam Proses Keganasan

Initiation of growth Intravasation

Extravasation

Sustained growth Metastasis

Survival in circulation

Local migration Angiogenesis

Invasion

Primary tumor growth Primary tumor

Gambar 2.4. Peranan MMP dalam metastasis. (Diambil dari kepustakaan no.12)

Peran serta MMP dalam proses malignansi mulai banyak dipelajari. Tahapan peranan MMP dalam proses malignansi, yaitu sebagai berikut :12,36

1. MMP membantu pembentukan microenvironment yang mendukung bagi pertumbuhan tumor yang diperkirakan terjadi melalui


(38)

2. MMP membantu proses angiogenesis tumor dan peningkatan kemampuan sel tumor untuk bermigrasi dan menginvasi stroma disekitarnya.

3. MMP berperan dalam kerusakan membran basalis dinding pembuluh darah, sehingga memudahkan masuknya sel tumor kedalam sirkulasi darah (intravasasi) dan keluar dari sirkulasi darah (ekstravasasi).

4. MMP kemudian juga berperan dalam modifikasi microenvironment baru di tempat metastasis. Hal ini akan membantu proses pertumbuhan sel tumor metastasis di lingkungan barunya.

5. MMP berperan dalam proses angiogenesis pada lokasi metastasis sehingga mendukung kelangsungan hidup sel tumor metastasis.

2.9. Matrix Metalloproteinase 9 (MMP-9)

Matrix metalloproteinase (MMP) merupakan sekelompok enzim litik yang diduga berperan dalam proses karsinogenesis sel epitel termasuk epitel serviks. Di antara banyak enzim litik famili matrixine ini, tipe IV collagenase yang disebut juga sebagai gelatinase merupakan tipe matrixine yang memiliki aktivitas degradasi kolagen tertinggi.13,33,38,40

Gelatinase atau collagenase tipe IV (MMP-2 dan -9) memiliki kemampuan untuk mendegradasi triple helix collagen tipe IV dari


(39)

lamina basalis yang ditemukan pada membran basalis. Mereka juga memiliki kemampuan tinggi dalam proses gelatinolitik yang mendegradasi colagen tipe V, VII, IX dan X, fibronektin dan elastin. Walaupun serupa dalam struktur dan fungsinya, kedua enzim gelatinase ini berasal dari transkripsi mRNA yang terpisah dari gen yang terpisah pula. Lebih lanjut, dari antara tipe IV collagenase ini, ternyata MMP-9 memiliki peran terpenting dan paling berkaitan dengan progresifitas suatu tumor. 13,33,38,40

MMP-9 disekresi oleh sel tubuh manusia, seperti sel fibroblast, sel endothel, sel polimorfonuklear, keratinosit dan makrofag. Disebutkan bahwa peningkatan ekspresi MMP-9 terjadi pada proses inflamasi dan juga pada proses keganasan. Peningkatan ekspresi ini dapat diamati dengan tehnik imunohistokimia yang terlihat terutama pada sel-sel stroma dan hampir pasti berkaitan dengan prognosis buruk pada penderita kanker. 42,44,45

Penelitian MMP pada proses karsinogenesis manusia memiliki beberapa kesulitan. Terdapat beberapa teknik pendeteksian MMP, masing masing dengan keuntungan dan kerugiannya. Ekspresi berlebihan dari MMP dan TIMP telah ditunjukkan dengan baik dalam berbagai penelitian kanker dan berhubungan erat dengan stage dan grade tumor. 13,39,44


(40)

Kadar gelatinase A (MMP-2) dan gelatinase B (MMP-9) ditemukan meninggi pada kanker lambung, bersamaan dengan peningkatan matrilysin (MMP-7) dan MT1-MMP (MMP-14). Penelitian imunohistokimia yang melibatkan 203 pasien kanker lambung menunjukkan ekspresi MMP-2 berkaitan dengan prognosis yang lebih jelek, walaupun tingkat survival tidak berbeda bermakna antara kadar ekspresi MMP-2 yang tinggi ataupun yang rendah. 35-37

Sier dkk juga menemukan bahwa adanya aktifitas gelatinase A dan progelatinase B pada kanker lambung juga merupakan marker prognostik yang tidak tergantung pada klasifikasi patologi. 32,34

Penelitian insitu hibridisasi kanker kolorektal menunjukkan peningkatan ekspresi gelatinase, dan penelitian zymografi menunjukkan bentuk aktif MMP-2 dan MMP-9 sering ditemukan dalam spesimen kanker dan MMP-2 bentuk aktif tidak ditemukan dalam mukosa kolon normal.35,38

Murray dkk menunjukkan ekspresi MMP-1 berkaitan dengan prognosis buruk kanker kolorektal. Penelitian terhadap 64 pasien tumor kolorektal menunjukkan bahwa MMP-1 positif pada 5 diatara 38 pasien Dukes B dan 5 diantara 25 kasus tumor Dukes C. Prognosis pasien dengan tumor yang menunjukkan aktifitas colagenase secara bermakna lebih jelek dibandingkan dengan pasien tanpa aktifitas


(41)

collagenase ini. Prognosis ini terlepas dari stage tumor dan umur pasien.35

Zeng dkk menemukan bahwa ekspresi mRNA gelatinase B secara bermakna berbanding terbalik dengan disease free survival. MMP juga ditemukan meningkat pada jaringan kanker payudara, dengan ditemukannya semua MMP dan TIMP kecuali stromelysin 2 (MMP-10) dan neutrophil collagenase (MMP-8).35

Talvensaari, Matilla, et al (1991) mengevaluasi 38 kasus karsinoma serviks, 13 kasus CIN I, 10 kasus CIN II dan 15 kasus CIN III dan mendapatkan bahwa terdapat ekspresi MMP-2 yang jauh lebih kuat dari grup karsinoma serviks bila dibandingkan dengan grup lesi prakanker serviks (CIN I, CIN II dan CIN III).13

Gilles et al ( 1996) mencoba membandingkan 7 kasus CIN III dan 7 kasus karsinoma serviks invasif dengan tehnik imunohistokimia dan mendapatkan bahwa terdapat peningkatan bermakna dari kadar MMP-2 pada semua kasus karsinoma serviks invasif bila dibandingkan dengan kelompok CIN III.13


(42)

Davidson et al ( 1999) mengevaluasi 49 kasus karsinoma serviks skuamosa, 10 kasus HGSIL dan 10 kontrol. Davidson et al mendapatkan bahwa ekspresi MMP-2 jauh lebih intens pada grup karsinoma dibandingkan dengan grup kontrol.13

Garzetti et al (1996) dalam penelitian dengan tehnik imunohistokimia menunjukkan terdapat korelasi antara ekspresi MMP-2 dan adanya metastasis kanker serviks stadium Ib dan IIa. Garzetti juga mengungkapkan bahwa terdapat positivitas yang lebih besar dari karsinoma invasif dibandingkan dengan keadaan lesi prakanker serviks CIN I, CIN II dan CIN III. 13

Sheu et al (2001) mengevaluasi 30 kasus karsinoma serviks dan menyimpulkan bahwa ekspresi MMP-2 terjadi pada hampir semua sel stroma, sedangkan pada grup kontrol hanya ditemukan ekspresi sangat minimal bahkan sampai tidak ditemukannya ekspresi MMP-2.13

Carmichael dkk yang juga mendukung hasil diatas mengemukakan bahwa regulasi fisiologis MMP-2 pada matriks ekstrasellular mungkin merupakan faktor penting dalam pertumbuhan atau perkembangan jaringan tubuh manusia.14,32


(43)

Penelitian terhadap ekspresi MMP dan TIMP (Tissue inhibitors of metalloproteinase) pada proses malignansi sangat penting karena data penelitian ini akan lebih menjelaskan peranan enzim MMP dan TIMP dalam pertumbuhan tumor dan proses metastasisnya. Dengan demikian, penelitian ini juga akan membantu identifikasi MMP tunggal ataupun subgroup MMP dalam progresifitas kanker tertentu. Selanjutnya informasi ini akan menjadi dasar untuk mendesain inhibitor MMP spesifik yang dapat menghambat subgroup MMP tersebut, sehingga dapat menjadi bagian dari terapi kanker yang lebih efektif.12,36

Penelitian mengenai peran enzim litik MMP-9 dan kaitannya dengan proses karsinogenesis serviks uteri masih terbatas. Kapan dan bagaimana lesi prakanker mulai mengadakan invasi terhadap stroma serviks masih mengundang beberapa pertanyaan.13

Sampai saat ini dikenal teori proteolitik atau lisisnya membran basalis. Teori ini didasarkan pada observasi bahwa membran sel neoplastik tidak mempunyai kontrol terhadap sistem adaptasi enzim, terutama pada enzim yang tidak seharusnya ditemukan pada daerah lesi tersebut. Menurut teori ini, sel-sel neoplastik bersifat invasif karena memperoleh kemampuan menghasilkan enzim litik yang mereka lalui. Karena membran basalis terdiri dari terutama colagen tipe IV, laminin


(44)

basalis dapat dengan mudah terurai, sehingga mempermudah perjalanan sel neoplastik bertransisi dari karsinoma insitu menjadi invasif.13

Oleh sebab itu, penulis merasa bahwa diperlukan penelitian lebih jauh untuk dapat lebih memahami peranan imunohistokimia pada umumnya dan imunohistokimia MMP-9 pada khususnya dalam perkembangan lesi prakanker serviks dan kanker serviks invasif, dengan harapan bahwa penelitian ini dapat berguna baik dalam membantu penegakan diagnostik patologi anatomi maupun bagi klinisi dalam praktek sehari hari. 36-38,42


(45)

2.10. Kerangka Konsepsional

Human Papilloma Virus (HPV)

Onko Protein E6

Onko Protein E7

LGSIL HGSIL Ca

invasif

MMP-9 Serviks

normal

Angio-genesis & metastasis Inaktivasi p53

Degradasi ikatan antar sel,

membran basalis dan sel stroma


(46)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU Medan, Departemen Patologi Anatomi RSUP Haji Adam Malik Medan dan Laboratorium swasta di Medan.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari September 2008 sampai Mei 2009 yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengumpulan sampel, pengolahan data penelitian serta penulisan tesis.

3.2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel jaringan serviks yang terbagi merata atas tiga kelas yaitu LGSIL, HGSIL dan karsinoma serviks invasif. Jaringan tersebut kemudian dievaluasi secara imunohistokimia untuk ekspresi MMP-9. Rancangan penelitian ini akan menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross sectional.


(47)

Dalam penelitian ini, tidak diberikan perlakuan terhadap variabel, namun hanya dilihat hasil pulasan imunohistokimia MMP-9. Pengukuran variabelnya hanya dilakukan satu kali dan pada satu saat.

3.3. Kerangka Operasional

IMUNOHISTOKIMIA MMP-9

Karsinoma invasif HGSIL

LGSIL

Pembacaan ulang Displasia berat (CIN III) Displasia

Sedang (CIN II)

Karsinoma sel skuamous

invasif Displasia

Ringan (CIN I)

Kriteria eksklusi Blok paraffin

Sediaan serviks

Distribusi Ekspresi MMP-9


(48)

3.4. Populasi, Sampel dan Besar Sampel Penelitian 3.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah sediaan blok parafin yang berasal dari jaringan serviks yang didiagnosa sebagai lesi prakanker dan karsinoma invasif pada Sentra diagnostik Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU, RSUP Haji Adam Malik Medan dan Laboratorium swasta di Medan.

3.4.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sediaan blok parafin dari jaringan serviks yang sesuai dengan kriteria inklusi dan sesuai besar sampel penelitian.

3.4.3. Besar Sampel Penelitian

Perkiraan besarnya sampel penelitian berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi :

(Z √2PQ + Z √P1Q1+P2Q2 )2 (P1-P2)n = 2

Keterangan :

n = besar sampel å n1 = n2 = n3

Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai yang ditentukan.


(49)

Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai yang ditentukan.

(untuk = 0,20 å Z = 0,842)

P1 = proporsi penderita kanker serviks invasif = 0,83

îmenurut salah satu studi, penderita kanker serviks invasif di negara sedang berkembang = 83,2% (kepustakaan no.4)

Q1 = 1- P1 = 1 – 0,83 = 0,17

P2 = proporsi penderita lesi prakanker high grade SIL = 0,15

îmenurut studi ALTS Trial, persentase keseluruhan CIN2 dan CIN3 dalam populasi = 15% (kepustakaan no.4)

Q2 = 1- P2 = 1 - 0,15 = 0,85

P = ½ (P1+P2) = ½ (0,83 + 0,15) = 0,49 Q = 1- P = 1 – 0,49 = 0,51

Hasil perhitungan :

n = [ (1,96√2(0,49)(0,51) + 0,842√(0,83)(0,17)+(0,15)(0,85) ]2 (0,50)2

= (1,3857 + 0,4364)2 (0,50)2 = 13,28 ≈ 13


(50)

Besar keseluruhan sampel minimal yang diikutkan dalam penelitian ini adalah 3 x 13 = 39 sampel.

3.5. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

Yang termasuk kriteria inklusi adalah sediaan blok parafin jaringan serviks dan slide pulasan Hematoksilin-Eosin yang didiagnosa dengan displasia ringan (CIN I), displasia sedang (CIN II), displasia berat (CIN III) dan karsinoma sel skuamous invasif.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

• Sediaan blok parafin jaringan serviks yang bukan didiagnosa sebagai displasia ringan (CIN I), displasia sedang (CIN II), displasia berat (CIN III) dan karsinoma sel skuamous invasif. • Sediaan jaringan serviks yang didiagnosa dengan keganasan

yang lain seperti adenokarsinoma serviks, karsinoma undifferentiated serviks dan tumor sekunder (metastase).

• Sediaan blok parafin yang rusak dan tidak dapat diproses lebih lanjut dengan pulasan imunohistokimia MMP-9.


(51)

3.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.6.1. Variabel Penelitian

Variabel yang menjadi perhatian di dalam penelitian ini adalah : • Variabel bebas berupa tampilan immunohistokimia MMP-9 • Variabel terikat berupa lesi prakanker dan karsinoma sel

skuamous serviks invasif.

3.6.2. Definisi Operasional

• MMP-9 adalah suatu enzim yang mampu mendegradasi berbagai komponen dari ECM (Extra Cellular Matrix) dalam proses invasi sel tumor dalam hal ini karsinoma sel skuamous pada serviks serta proses metastasis.

• Hasil pulasan immunohistokimia MMP-9 adalah tampilan pulasan warna coklat pada sitoplasma sel stroma yang dinyatakan dengan :

̇ Negatif, bila tidak berhasil menampilkan warna coklat, dimana pada saat proses yang sama kontrol (+) menampilkan warna coklat dengan pewarnaan kromogen DAB.

̇ Positif, bila terlihat tampilan pulasan warna coklat pada sitoplasma sel epitel ataupun stroma dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 400X pada 5 lokasi


(52)

lapangan pandang dan pada saat yang sama kontrol (+) juga menampilkan warna yang sama.

Yang dinilai pada jaringan ada 2 yaitu :

î Skor intensitas warna coklat : 0 = negatif

+1 = lemah +2 = sedang +3 = kuat

î Skor kuantitas : banyaknya sel

yang positif terwarnai

F = Fokal (setempat) jumlah sel yang terwarnai < 50% D = Diffuse (merata) jumlah sel yang terwarnai > 50%

• Yang dimaksud dengan lesi prakanker adalah lesi displasia ringan (CIN I), displasia sedang (CIN II) dan displasia berat (CIN III).

Displasia serviks (Cervical Intraepithelial Neoplasm = CIN) adalah perubahan neoplastik pada sel epitel pelapis serviks berupa peningkatan proliferasi, ukuran, konfigurasi serta orientasi sel yang masih terbatas pada epitel.


(53)

̇ Displasia ringan adalah perubahan neoplastik pada sel yang hanya terjadi pada sepertiga bawah (dari membran basalis) epitel pelapis skuamous.

̇ Displasia sedang adalah perubahan neoplastik pada sel yang terjadi pada minimal setengah ketebalan epitel pelapis skuamous mulai dari membran basalis.

̇ Displasia berat adalah perubahan neoplastik pada sel yang meliputi hampir seluruh ketebalan epitel pelapis skuamous namun membran basalis masih intak. Dalam hal ini, bila terdapat lesi karsinoma insitu, kami kelompokkan bersama dengan lesi displasia berat.

• Dalam penelitian ini, displasia kami kelompokkan menjadi dua tingkatan menurut sistem Bethesda yaitu LGSIL (Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion) dan HGSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion). Dimana menurut sistem ini, yang tercakup dalam LGSIL adalah displasia ringan (CIN I) dan yang tercakup dalam HGSIL adalah displasia sedang sampai berat (CIN II dan CIN III) bahkan karsinoma in situ. Lesi-lesi prakanker ini sering dijumpai secara bersamaan. Bila ditemukan beberapa lesi prakanker secara bersamaan, maka diagnosa akan dikelompokkan ke dalam variabel yang lebih berat.


(54)

• Karsinoma sel skuamous invasif adalah tumor ganas pada epitel pelapis skuamous pada serviks yang telah mengadakan infiltrasi ke stroma sekitarnya dimana bisa dipastikan membrana basalisnya tidak intak lagi. Dalam penelitian ini, karsinoma sel skuamous invasif tidak kita bedakan berdasarkan tipenya apakah keratinizing (membentuk zat mutiara tanduk) atau non keratinizing (tidak membentuk zat mutiara tanduk).

3.7. Prosedur dan Teknik Penelitian 3.7.1. Pembuatan sediaan mikroskopis

Sediaan mikroskopis dibuat dengan cara sebagai berikut :

1. Blok parafin yang telah dikumpulkan, disimpan dalam freezer sampai cukup dingin, selanjutnya dipotong tipis dengan menggunakan mikrotom dengan tebal 4 µm. Setiap blok parafin, dipotong ulang 1 kali untuk pulasan imunohistokimia MMP-9.

2. Sampel blok parafin yang sudah dipotong tipis (4 µm) ditempelkan pada kaca objek.

Pada pulasan imunohistokimia MMP-9 digunakan kaca objek yang telah di-coating dengan poly-L-lysine atau Silanized slide agar jaringan dapat menempel pada kaca objek selama proses pulasan imunohistokimia.


(55)

Proses pembuatan coated slide kaca objek adalah sebagai berikut :

1. Kaca objek direndam seluruhnya dalam Aseton selama 10 menit.

2. Masukkan kaca objek dalam larutan APES (3-aminopropyltriethoxylene, cat no. A3548 sigma 5 mL + aseton 195 mL) selama 10 menit.

3. Kaca objek selanjutnya dicuci dengan akuades.

4. Keringkan dalam inkubator bersuhu 37わC selama satu malam. 5. Kaca objek siap digunakan.

Cara menempelkan potongan tipis pada kaca objek coated adalah menggunakan ujung pisau atau pinset yang runcing. Potongan tipis dipisahkan dan diratakan dengan memasukkannya ke dalam air hangat. Setelah mengembang, pindahkan ke atas kaca objek. Selanjutnya, kaca objek diletakkan di atas alat pemanas (hot plate) 50-60わC. Setelah parafin melunak, kaca objek dikeringkan dan potongan jaringan siap untuk dipulas.


(56)

1. Siapkan preparat berupa potongan tipis jaringan 4 µm yang sudah ditempelkan pada kaca objek silanized.

2. Preparat dimasukkan dalam inkubator 1 malam, suhu 37 わC. 3. Deparafinisasi dengan mencelupkan preparat ke dalam

cairan xylol sebanyak 3 kali, masing-masing 5 menit.

4. Rehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan dalam etanol 98% sebanyak 3 kali, masing-masing selama 5 menit, kemudian alkohol 90%, 80% dan 70% masing-masing selama 5 menit.

5. Bilas dengan PBS 2 kali masing-masing selama 3 menit.

6. Masukkan ke dalam larutan Buffer Sitrat (yang telah dipanaskan sebelumnya dengan microwave selama 5’) - 2 x (masing-masing 5’).

7. Dinginkan selama 20 menit dalam suhu ruangan.

8. Bilas dengan PBS selama 3 menit 2 kali dan keringkan air di sekitar potongan jaringan.

9. Tandai di sekeliling potongan jaringan yang ingin dipulas dengan Pap Pen.

3.7.3. Protokol Pulasan MMP-9 dengan menggunakan The

Envision+ Dual Link System dari Dako

Langkah 1 : Endogenous Enzyme Block

• Bersihkan preparat dari sisa buffer pencuci dengan menggunakan lap khusus.


(57)

• Teteskan Dual endogenous enzyme block secukupnya untuk menutupi seluruh specimen.

• Inkubasi selama 5 -10 menit.

• Bilas dengan air distilasi atau solusi buffer (PBS) tanpa mengenai specimen langsung.

• Letakkan preparat dalam bath buffer yang baru.

Langkah 2 : Reagen antibodi primer atau kontrol negatif

• Bersihkan preparat dari sisa cairan buffer pencuci dengan lap khusus.

•Teteskan antibodi primer (yang sudah diencerkan) secukupnya menutupi seluruh jaringan.

• Inkubasi selama 30 menit.

• Bilas dengan lembut pada solusi buffer dan tempatkan dalam bath buffer (maksimal 1 jam dalam suhu ruangan).

Langkah 3 : Labeled Polymer-HRP

• Bersihkan preparat dari sisa cairan buffer seperti di atas. • Teteskan labelled polymer secukupnya.

• Inkubasi selama 30 menit.

• Bilas dengan lembut pada larutan buffer PBS/Tris HCl dan tempatkan dalam bath buffer selama 5 menit.


(58)

• Lap kering slide preparatnya seperti biasa.

• Teteskan larutan DAB + substrat-kromogen secukupnya dan inkubasi selama 5-10 menit.

• Bilas lembut dengan air distilasi.

Langkah 5 : Counterstain hematoxylin

• Masukkan slide ke dalam cairan Meyer hematoksilin dan inkubasi seperti biasa.

• Bilas dalam bath air distilasi.

• Celupkan slide 10 kali dalam larutan amonia 0,037 mol/L atau bluing agent lainnya.

• Bilas slide dalam bath air distilasi atau deionisasi selama 2-5 menit.

Langkah 6 : Mounting

• Teteskan dengan entelan atau media mounting lain dan tutup dengan kaca penutup.

3.8. Alat dan Bahan Penelitian 3.8.1. Alat-Alat Penelitian

Alat-alat yang diperlukan untuk penelitian ini adalah : mikrotom, waterbath, hot plate, freezer, inkubator, staining jar, rak kaca objek, kaca objek, rak inkubasi, pensil Diamond, pipet mikro,


(59)

timbangan bahan kimia, kertas saring, pengukur waktu, gelas Erlenmeyer, gelas beker, tabung sentrifuge, microwave, thermolyte stirrer, kaca penutup, entelan dan mikroskop cahaya. 3.8.2. Bahan Penelitian

• Blok parafin yang telah didiagnosa dengan pulasan Hematoksilin Eosin sebagai lesi serviks displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma sel skuamous invasif.

• Pulasan imunohistokimia menggunakan metode The EnVision+ Dual Link System kit, teknik pulasan IHK 2 langkah. Antibodi primer yang digunakan adalah Rabbit Polyclonal Hu- antibody MMP-9 dengan pengenceran 1 : 20.

The EnVision+ Dual Link System kit terdiri dari :

X 1 botol Dual endogenous enzyme block (15 ml)

X 1 botol Labelled polymer-HRP (15 ml)

X 1 botol DAB+ Substrat Buffer (18 ml)

X 1 botol DAB+ Chromogen (1 ml) • Larutan PBS :

X NaCl 87,5 gr + KH2PO4 1,92 gr dalam aquadest 800 ml.

X Tambahkan dengan Na2HPO42H2O 15,33 gr, aduk sampai larut.


(60)

• Larutan Buffer Sitrat :

X Citric acid 2,1 gr dilarutkan dalam 1 Liter aquadest.

X Ditetesi dengan NaOH 2 M sampai tercapai pH 6.

• Larutan DAB + Substrat-kromogen (1 ml larutan cukup untuk 10 jaringan) :

X Langkah 1 : Masukkan ke aliquot 1 ml substrat buffer secukupnya ke dalam kontainer (tergantung dari jumlah specimen yang akan dikerjakan).

X Langkah 2 : Untuk setiap 1 ml buffer, tambahkan setetes (20µL) cairan DAB+ kromogen, campurkan segera.

X Larutan DAB+ substrat kromogen ini hanya stabil dalam ± lima hari bila disimpan dalam suhu 2-8 わC.

3.9. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah hasil pulasan imunohistokimia MMP-9 terhadap sampel sediaan jaringan serviks. Untuk penilaian terhadap pulasan imunohistokimia MMP-9 adalah sebagai berikut :

• Kontrol positif : jaringan yang telah diketahui positif terhadap MMP-9 pada penelitian terdahulu (dalam hal ini sarkoma), dan jaringan placenta atau jaringan hepar.

• Kontrol negatif : karsinoma serviks dengan antibodi primer yang digantikan dengan serum normal.


(61)

• Positif : warna coklat yang tertampil pada sitoplasma sel epitel maupun stroma.

3.10. Teknik Analisis Data

1. Untuk melihat gambaran karakteristik penderita lesi prakanker dan karsinoma invasif pada serviks, hasil disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan tanpa diuji.

2. Untuk mengevaluasi derajat keterlibatan Matrix Metalloproteinase 9 (MMP-9) secara imunohistokimia pada lesi prakanker serviks dan kanker serviks invasif, hasil akan disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

3. Dan untuk melihat sifat hubungan antara level imunoekspresi MMP-9 dengan prognosis lesi prakanker dan karsinoma serviks invasif, digunakan uji korelasi Spearmen.


(62)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Pemeriksaan imunohistokimia MMP-9 dilakukan terhadap 50 sediaan blok parafin jaringan histopatologi serviks yang sebelumnya didiagnosa dengan pulasan Hematoksilin & Eosin sebagai lesi prakanker LGSIL dan HGSIL serta karsinoma invasif. Perincian karakteristik dari 50 sampel tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Gambaran karakteristik penderita lesi prakanker dan kanker serviks invasif

Karakteristik Parameter n %

Pap I 2 4,0

Pap Smear

Pap II 29 58,0

Pap III 14 28,0

Pap IV 5 10,0

Jumlah 50 100,0

Specimen LEEP 10 20,0

Biopsi 32 64,0

TAH 8 16,0

Jumlah 50 100,0

LGSIL 12 24,0

Histopatologi

LGSIL + radang 4 8,0

HGSIL 11 22,0

HGSIL + radang 6 12,0


(63)

P ad a

pap’smear didapati kelompok yang paling banyak adalah Pap II yaitu inflamatori smear sekitar 58%, diikuti dengan kelompok Pap III (28%) dan Pap IV 10%.

Ca Invasif + metastase 6 12,0

Jumlah 50 100,0

Skor intensitas Negatif 7 14,0

Lemah 17 34,0

Sedang 13 26,0

Kuat 13 26,0

Jumlah 50 100,0

Tabel 4.1. Lanjutan

Karakteristik Parameter n %

Skor kuantitas Negatif 7 14,0

Fokal 18 36,0

Diffuse 25 50,0

Jumlah 50 100,0

Skor intensitas Negatif 15 30,0

Lemah 17 34,0

Sedang 11 22,0

Kuat 7 14,0

Jumlah 50 100,0

Skor kuantitas Negatif 15 30,0

Fokal 12 24,0

Diffuse 23 46,0

Jumlah 50 100,0

Umur N = 50 Mean = 40,28 SD = 9,17 Minimum = 24 Maksimum = 57

Sediaan jaringan pada sampel kasus yang diikutkan dalam penelitian ini lebih banyak diperoleh dari biopsi eksisi (64%) dibandingkan dengan yang diperoleh dari total abdominal histerektomi (16%).


(64)

masing-masing sebanyak 12, 11 dan 11 kasus. Ada beberapa kasus dengan radang yang prominen diikutkan dalam penelitian ini.

Dari penelitian ini, didapati skor intensitas imunohistokimia MMP-9 pada epitel lebih banyak yang lemah sekitar 17 kasus (34%), dengan skor kuantitas pada epitel kebanyakan diffuse pada 25 kasus (50%). Skor intensitas IHK MMP-9 yang kuat pada stroma hanya ditemukan pada 7 kasus (14%), dengan tampilan diffuse pada 23 kasus (46%).

Usia rata-rata penderita lesi prakanker dan lesi kanker invasif yang ikut dalam penelitian ini adalah 40,28 tahun, dengan usia yang paling muda adalah 24 dan yang paling tua adalah 57 tahun.

Tabel 4.2. Gambaran Histopatologi dengan Skor Intensitas Epitel Skor Intensitas Epitel Jumlah Negatif Lemah Sedang Kuat n (%) Histopatologi

n (%) n (%) n (%) n (%)

LGSIL 3 (6,0) 7 (14,0) 2 (4,0) 0(0,0) 12 (24,0) LGSIL + radang 0 (0,0) 2 (4,0) 1 (2,0) 1 (2,0) 4 (8,0) HGSIL 2 (4,0) 2 (4,0) 1 (2,0) 6 (12,0) 11 (22,0) HGSIL + radang 0 (0,0) 2 (4,0) 4 (8,0) 0 (0,0) 6 (12,0) Ca Invasif 1 (2,0) 1 (2,0) 4 (8,0) 5 (10,0) 11 (22,0) Ca Invasif + metastase 1 (2,0) 3 (6,0) 1 (2,0) 1 (2,0) 6 (12,0) Jumlah 7 (14,0) 17 (34,0) 13 (26,0) 13 (26,0) 50 (100,0)

Pada sediaan LGSIL paling banyak ditemukan intensitas imunohistokimia MMP-9 yang lemah pada sel epitel serviks : 7 kasus (14%). Sedangkan untuk sediaan HGSIL dan karsinoma invasif, intensitas pewarnaan IHK MMP-9 pada epitel ditemukan cukup banyak


(65)

yang kuat yaitu 12 kasus. Pada kelompok LGSIL ditemukan satu kasus yang terpulas dengan kuat (+3) dimana hal ini dimungkinkan oleh karena adanya peradangan yang prominen dan luas.

Tabel 4.3. Gambaran Histopatologi dengan Skor Kuantitas Epitel Skor Kuantitas Epitel Jumlah Negatif Fokal Diffuse

Histopatologi

n (%) n (%) n (%)

n (%) LGSIL 3 (6,0) 6 (12,0) 3 (6,0) 12 (24,0) LGSIL + radang 0 (0,0) 1 (2,0) 3 (6,0) 4 (8,0) HGSIL 2 (4,0) 2 (4,0) 7 (14,0) 11 (22,0) HGSIL + radang 0 (0,0) 3 (6,0) 3 (6,0) 6 (12,0) Ca Invasif 1 (2,0) 3 (6,0) 7 (14,0) 11 (22,0) Ca Invasif + metastase 1 (2,0) 3 (6,0) 2 (4,0) 6 (12,0) Jumlah 7 (14,0) 18 (36,0) 25 (50,0) 50 (100,0)

Pada epitel, dijumpai 7 kasus LGSIL terpulas fokal (14%). Sedangkan untuk HGSIL dan karsinoma invasif, masing-masing 10 kasus (20%) dan 9 kasus (18%) terpulas dengan diffuse.

Tabel 4.4. Hubungan Histopatologi, Skor Intensitas Epitel dan Skor Kuantitas Epitel

Variabel yang dihubungkan n r p

Histopatologi dengan Skor

Intensitas Epitel 50 0,266 0,062

Histopatologi dengan Skor

Kuantitas Epitel 50 0,129 0,373

Skor Kuantitas Epitel dengan Skor

Intensitas Epitel 50 0,556 0,0001*

Keterangan : Uji Korelasi Spearman * Signifikan (p<0,05)

Dari tabel 4.4. kita dapat melihat hubungan antara lesi histopatologi yang telah didiagnosa sebelumnya dengan skor intensitas dan kuantitas pada


(66)

didapat secara statistik tidak signifikan, sehingga pada penelitian ini didapati tidak ada hubungan antara derajat keparahan neoplasia intraepithelial dan karsinoma serviks invasif dengan tampilan ekspresi imunohistokimia MMP-9.

Sedangkan tampilan skor kuantitas epitel ternyata signifikan berhubungan positif (r=0,556; p< 0,05) dengan skor intensitas tampilan imunohistokimia MMP-9. Artinya semakin banyak sel yang terwarnai dengan diffuse, semakin kuat intensitas tampilan imunohistokimianya.

Tabel 4.5. Gambaran Histopatologi dengan Skor Intensitas Stroma

Skor Intensitas Stroma Jumlah Negatif Lemah Sedang Kuat n (%) Histopatologi

n (%) n (%) n (%) n (%)

LGSIL 9 (18,0) 2 (4,0) 1 (2,0) 0(0,0) 12 (24,0) LGSIL + radang 1 (2,0) 2 (4,0) 0 (0,0) 1 (2,0) 4 (8,0) HGSIL 0 (0,0) 5 (10,0) 4 (8,0) 2 (4,0) 11 (22,0) HGSIL + radang 2 (4,0) 4 (8,0) 0 (0,0) 0 (0,0) 6 (12,0) Ca Invasif 2 (4,0) 1 (2,0) 4 (8,0) 4 (8,0) 11 (22,0) Ca Invasif + metastase 1 (2,0) 3 (6,0) 2 (4,0) 0 (0,0) 6 (12,0) Jumlah 15 (30,0) 17 (34,0) 11 (22,0) 7 (14,0) 50 (100,0)

Tabel 4.5. memperlihatkan gambaran histopatologi dengan skor intensitas yang tertampil pada stroma jaringan serviks lesi neoplasia intraepitel dan karsinoma invasif. Stroma pada lesi LGSIL lebih banyak yang tidak menampilkan IHK MMP-9 (20%) atau hanya 4 kasus (8%) yang menampilkan pulasan dengan intensitas lemah. Hanya satu kasus LGSIL yang disertai radang prominen yang menampilkan ekspresi kuat,


(67)

sedangkan yang 2 kasus LGSIL lain menampilkan intensitas lemah. Hal ini sesuai dengan tinjauan kepustakaan yang menyebutkan bahwa MMP-9 berperan pada proses inflamasi keganasan yang mana hampir pasti berkaitan dengan prognosis buruk penderita kanker.

Sedangkan untuk lesi HGSIL, tampilan terbanyak ditemukan dengan intensitas lemah 9 kasus (18%), diikuti dengan intensitas sedang pada 4 kasus (8%) HGSIL. Hanya 2 kasus yang tertampil dengan intensitas kuat. Kasus karsinoma invasif lebih terdistribusi ekspresi imunohistokimianya, mulai dari tampilan negatif sampai tampilan terbanyak pada intensitas sedang dijumpai pada 6 kasus (12%). Tampilan MMP-9 juga ditemukan positif pada 5 kasus (10%) karsinoma invasif yang telah mengalami metastase vaskuler maupun organik. Hal ini sesuai dengan penelitian Garzetti et al (1996) yang menunjukkan adanya korelasi antara ekspresi MMP dengan adanya kanker serviks yang telah bermetastasis.

Tabel 4.6. Gambaran Histopatologi dengan Skor Kuantitas Stroma Skor Kuantitas Stroma Jumlah Negatif Fokal Diffuse n (%) Histopatologi

n (%) n (%) n (%)

LGSIL 9 (18,0) 2 (4,0) 1 (2,0) 12 (24,0)

LGSIL + radang 1 (2,0) 2 (4,0) 1 (2,0) 4 (8,0)

HGSIL 0 (0,0) 5 (10,0) 6 (12,0) 11 (22,0)

HGSIL + radang 2 (4,0) 1 (2,0) 3 (6,0) 6 (12,0)

Ca Invasif 2 (4,0) 1 (2,0) 8 (16,0) 11 (22,0)

Ca Invasif + metastase 1 (2,0) 1 (2,0) 4 (8,0) 6 (12,0) Jumlah 15 (30,0) 12 (24,0) 23 (46,0) 50 (100,0)


(68)

Jumlah sel yang terwarnai positif diffuse pada stroma serviks dapat ditemukan pada 23 kasus (46%) penelitian ini, di antaranya 12 kasus pada karsinoma invasif dan 9 kasus (18%) pada lesi neoplasia intraepitel sedang-berat (HGSIL). Ekspresi fokal pada stroma dijumpai pada 12 kasus, dengan 5 diantaranya dari kelompok HGSIL.

Tabel 4.7. Hubungan Histopatologi, Skor Intensitas Stroma dan Skor Kuantitas Stroma

Variabel yang dihubungkan n r p

Histopatologi dengan Skor Intensitas

Stroma 50 0,378 0,007*

Histopatologi dengan Skor Kuantitas

Stroma 50 0,471 0,001*

Skor Kuantitas Stroma dengan Skor

Intensitas Stroma 50 0,736 0,0001*

Keterangan : Uji Korelasi Spearman * Signifikan (p<0,05)

Dengan menggunakan uji korelasi Spearmen, dapat ditemukan bahwa pada stroma lesi neoplasia intraepitel dan karsinoma invasif serviks yang terdiagnosa dengan histopatologi konvensional, terdapat hubungan yang positif dan signifikan dengan ekspresi imunohistokimia MMP-9 baik dari segi intensitas pewarnaannya maupun dengan jumlah sel yang positif terwarnai (p<0,05). Hubungan yang positif berarti bahwa semakin tinggi intensitas dan kuantitas ekspresi enzim MMP-9, semakin tinggi pula tingkat keparahan neoplasia intraepitel dan invasif pada serviks. Hal ini


(69)

sesuai dengan penemuan pada penelitian Gaiotto et al (2003) yang menggunakan imunohistokimia MMP-2 pada serviks.

Hal yang sama diperoleh pula untuk hubungan antara skor kuantitas pulasan pada stroma dengan skor intensitasnya. Terdapat hubungan positif yang signifikan (p<0,05) dimana artinya semakin tinggi skor kuantitas atau jumlah sel stroma yang terwarnai positif dengan IHK MMP-9, semakin tinggi pula tingkat intensitas warnanya.


(70)

4.2. Pembahasan

Lesi prakanker serviks dan kanker serviks invasif merupakan suatu penyakit keganasan yang memiliki pola penyebaran dan perjalanan penyakit yang cukup jelas. Pola penyebaran per kontinuitatum ke organ-organ sekitar serviks uteri akan menentukan derajat keparahan/stadium kanker serviks. Perjalanan penyakit kanker serviks selalu dimulai dari lesi prakanker dan membutuhkan lazimnya waktu bertahun-tahun untuk menembus membran basal serviks dan menjadi kanker invasif.

Infeksi HPV tipe onkogenik (HPV 16 dan 18) akan menyebabkan perubahan DNA sel serviks, yang menyebabkan sel serviks tersebut lebih aktif membelah, tidak terkontrol dan mudah melakukan penetrasi ke jaringan sekitarnya. Penetrasi jaringan ini membutuhkan enzim proteolitik, dimana famili matriks metalloproteinase diperkirakan mempunyai peran penting dalam mekanisme metastasis kanker serviks ke jaringan sekitarnya.

Matrix Metalloproteinase (MMP) berperan penting dalam proses karsinogenesis dan invasi sel tumor menembus membran basal menuju stroma dan metastasis. Overekspresi imunohistokimia MMP-9 sebagai salah satu famili enzim MMP, terlihat bergradasi pada lesi


(71)

LGSIL, HGSIL dan karsinoma serviks invasif. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ini dimana sel stroma fibroblast dan sebagian sel-sel epitel tumor terpulas positif pada sitoplasmanya dengan derajat intensitas dan kuantitas yang berbeda. Penelitian ini menunjukkan lebih jauh seberapa besar peranan enzim proteolitik MMP-9 ini dalam berbagai tingkatan lesi prakanker dan kanker serviks.

Dari hasil penelitian ini (tabel 4.2 dan 4.3) tampak bahwa pada epitel di antara lesi prakanker LGSIL dan HGSIL serta kanker terdapat trend peningkatan intensitas pewarnaan IHK MMP-9 seiring dengan bertambahnya derajat keparahan penyakit, walaupun setelah diuji (tabel 4.3) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Dengan demikian pada penelitian ini didapati tidak ada hubungan antara derajat keparahan neoplasia intraepithelial dan karsinoma serviks invasif dengan tampilan ekspresi imunohistokimia MMP-9 pada epitel serviks.

Walaupun begitu, pengamatan terhadap aktifitas MMP-9 pada stroma serviks (tabel 4.6) jelas menunjukkan bahwa jumlah sel yang positif pada pewarnaan IHK MMP-9 jelas berbeda signifikan antara lesi prakanker dan bila dibandingkan dengan kanker serviks invasif.


(72)

basalis, terdapat aktifitas MMP-9 yang cukup kuat pada stroma serviks. Hal ini menjelaskan bahwa diperlukan peran MMP-9 terlebih dahulu, untuk melakukan proses litik jaringan ikat dan stroma serviks, sebelum proses penetrasi sel kanker berlangsung.

Secara klinis hal ini mungkin dapat membantu para klinisi, dimana pembacaan sitologi atau histopatologi HGSIL yang meragukan atau cenderung kanker, dapat dilakukan pewarnaan IHK MMP-9, dimana HGSIL dengan pewarnaan IHK MMP-9 yang kuat diperkirakan akan memiliki waktu lebih singkat untuk menjadi kanker serviks invasif, dengan demikian klinisi dan pasien dapat lebih menentukan langkah tindakan yang perlu ditempuh untuk mendapat kesembuhan atau remisi total penyakit ini.

Menurut penelitian Benedet et al, Howe dan Anderson et al,10 HGSIL cenderung untuk memiliki proses mikroinvasi lebih banyak dibandingkan lesi LGSIL. Peranan IHK MMP9 dalam hal ini adalah untuk mengenal lebih dini lesi prakanker mana yang akan memberikan intensitas pewarnaan yang lebih kuat, dengan demikian dapat mendahului proses pembacaan histopatologi konvensional dalam mengenal proses malignansi pada jaringan serviks tersebut.

Pada penelitian ini dibedakan lesi HGSIL / LGSIL dengan atau tanpa proses radang. Sel displastik atau kanker mengeluarkan lebih banyak


(73)

enzim proteolitik MMP-9. Enzim ini cenderung berperan sebagai inflammatory cells chemoatractant, sehingga akan mengundang lebih banyak sel radang ke sekitar proses lesi prakanker dan kanker serviks.

Lesi HGSIL dan LGSIL yang disertai proses radang secara konsisten memberi gambaran pewarnaan IHK MMP9 yang jelas lebih intens dibandingkan dengan lesi HGSIL atau LGSIL tanpa proses radang. Hal ini harus dicermati dalam pembacaan histopatologi jaringan, dimana jaringan HGSIL atau LGSIL dengan proses radang sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan IHK, sehingga dapat dibedakan apakah radang tersebut hanya berupa proses inflamasi akibat infeksi lokal atau merupakan tanda aktifitas enzim proteolitik. Hal ini sesuai dengan penelitian Gaiotto et al, Carmichael et al dan Shu et al yang menyebutkan bahwa MMP-9 berperan pada proses inflamasi keganasan yang mana hampir pasti berkaitan dengan prognosis buruk penderita kanker.

Tampilan MMP-9 yang diffuse juga ditemukan positif pada 4 dari 6 kasus karsinoma invasif yang telah mengalami metastase vaskuler maupun organik. Hal ini sesuai dengan penelitian Garzetti et al (1996) yang menunjukkan adanya korelasi antara ekspresi MMP dengan adanya kanker serviks yang telah bermetastasis. Namun dari 6 kasus


(74)

karsinoma invasif dengan metastase, tidak satu kasuspun yang terlihat memiliki intensitas kuat pada sel stromanya.

Ukuran jaringan biopsi juga mempengaruhi dalam tampilan IHK MMP-9. Hal ini juga merupakan salah satu bias pada penelitian ini dimana ada beberapa kasus HGSIL yang tidak memperlihatkan ekspresi MMP-9 yang mungkin disebabkan specimen jaringan yang diperoleh cukup kecil.


(75)

Bab 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Terdapat hubungan yang bermakna dan searah antara derajat keparahan lesi neoplasia serviks dengan tingkat positivitas dan luas imunoekspresi MMP-9 pada fibroblast stroma tumor, namun pada sel epitel pelapis serviks, tidak ada hubungan bermakna.

2. Terdapat hubungan yang signifikan dan searah antara jumlah sel yang terpulas imunohistokimia MMP-9 dengan intensitas positivitas sel baik pada epitel maupun sel stroma serviks.

3. Ekspresi imunohistokimia MMP-9 pada sel stroma serviks dapat membedakan lesi-lesi neoplasia prakanker yang derajat rendah dengan derajat tinggi dan bahkan dengan karsinoma serviks invasif.

4. Semakin tinggi derajat keparahan lesi neoplasia serviks, semakin tinggi positivitas imunohistokimia MMP-9 yang dinilai berdasarkan intensitas dan kuantitasnya.

5. Peningkatan ekspresi imunohistokimia MMP-9 berperan penting dalam proses karsinogenesis tumor serviks.


(76)

5.2. Saran

1. Pemeriksaan imunohistokimia MMP-9 dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pemeriksaan biopsi lesi prakanker serviks karena dapat memberikan informasi progresivitas penyakit sebelum lesi prakanker menjadi lesi invasif.

2. Diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat ketepatan diagnosis histopatologi dan imunohistokimia dalam hubungannya dengan ukuran specimen biopsi lesi prakanker serviks dan kanker serviks invasif.


(77)

DAFTAR PUSTAKA

1. Edianto D. Kanker serviks. Dalam : Aziz F, Andrijono, Saifuddin AB, editor. Buku acuan nasional : Onkologi Ginekologi. Cetakan pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006 ; 442-54.

2. Rosai J. Rosai and Ackerman’ s : Surgical Pathology. 9th edition. Vol 2. Philadelphia : Mosby. 2004; 1523-51.

3. Putra AD, Moegni EM. Lesi prakanker serviks. Dalam : Aziz F, Andrijono, Saifuddin AB, editor. Buku acuan nasional : Onkologi Ginekologi. Cetakan pertama. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006; 399-412.

4. Hacker NF. Cervical cancer. In : Berek JS, Hacker NF, editors. Practical gynecologic oncology. 4th edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2005; 337-86.

5. Holschneider CH. Epidemiology, clinical features, and diagnosis of invasive cervical cancer. Available at : http://www.UpToDate.com. 2005.

6. Bertelsen BI. Uterine cervical neoplasia : aspects of biology and pathology. The Gade institute section for pathology Department of Pathology Institute Haukeland University Hospital, University of Bergen. 2006.

7. Saslow D, Runowicz CD, Solomon D, Moscick AB, Smith RA, et al. American cancer society guideline for the early detection of cervical neoplasia and cancer . CA Cancer J Clin. 2002; 52:342-62.

8. Crum CP, Lester SC, Cotran RS. The female genital system and breast. In : Kumar V, Cotran RS, Robbins S, editors. Robbins basic


(78)

pathology. International 7 th edition. Philadelphia : Saunders. 2003; 684-9.

9. Crum CP, Rose PG. Cervical squamous neoplasia. In : Crum CP, Lee KR editor. Diagnostic gynecologic and obstetric pathology. Philadelphia: Elsevier Saunders, Inc. 2006; 267–344.

10. Campion MJ. Preinvasive disease. In : Berek JS, Hacker NF, editors. Practical gynecologic oncology. 4th edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2005; 265-310.

11. Solomon D, Nayar R. The Bethesda system for reporting cervical cytology. 2nd edition. New York : Springer-Verlag. 2004; v-viii.

12. Rundhaug JE. Matrix metalloproteinases, angiogenesis, and cancer. Clin. Cancer Res. 2003; 9:551–4.

13. Gaiotto MAM, Focchi J, Ribalta JLC, Stavale JN, et al. Comparative study of MMP-2 (Matrix Metalloproteinase 2) immune expression in normal uterine cervix, intraepithelial neoplasias, and squamous cells cervical carcinoma. Am J Obstet Gynecol. 2004 ; 190:1278-82.

14. Eiffel PJ, Berek JS, Markman MA. Cancers of the cervix, vagina and vulva. In : DeVita VT, Hellman S, et al editors. Cancer : principles and practice of oncology. Book II. 7th ed. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. 2005 ; 1295-317.

15. Wells M, Ostor AG, Crum CP, Franschesci S, et al. Epithelial tumors of the uterine cervix. In : Tavasolli FA, Devilee P, editors. Pathology and genetics of tumours of the breast and female genital organs. World Health Organization classification of tumours. Lyon : WHO IARC Press. 2003 ; 259-71.

16. Crum CP, Nucci MR, Lee KR. The Cervix. In : Mills SE, Carter D et al, editors. Sternberg’s diagnostic surgical pathology. Vol 2. 4th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2004; 2378-415.

17. Robboy SJ, Duggan MA, Kurman RJ. The female reproductive system. In : Rubin E, Farber JL editors. Pathology. 2nd ed. Philadelphia : JB Lippincott. 1994 ; 922-31.


(1)

2 = sedang 3 = kuat

LAMPIRAN 2

FOTO-FOTO MIKROSKOPIS IMUNOHISTOKIMIA MMP-9

A B

Gambar 1. Jaringan karsinoma invasif dengan tampilan IHK MMP-9 intensitas kuat dan diffuse pada stroma A.Pembesaran 40x; B. Pembesaran 100x


(2)

Gambar 2. Biopsi Ca serviks invasif dengan skor intensitas +3 kuat yang terpulas fokal pada epitel permukaan (x200).

Gambar 3. Sediaan Ca invasif den tampilan IHK MMP-9 intensitas dan diffuse pada epitel ser (x100).

Gambar 4. Jaringan dengan tampilan IHK MMP-9 intensitas kuat dan diffuse pada epitel karsinoma invasif (x100).

Gambar 5. Jaringan HGSIL denga tampilan IHK MMP-9 intensitas ku namun fokal pada epitel dan nega pada stroma (x100).

Gambar 6. Jaringan HGSIL dengan tampilan IHK MMP-9 intensitas sedang dan diffuse pada epitel dan

Gambar 7. Sediaan Ca insitu (HGSIL

dengan tampilan IHK MMP-9


(3)

Gambar 9. Ekspresi positif kuat da diffuse pada jaringan hepar sebaga kontrol positif IHK (x200).

Gambar 8. Jaringan LGSIL dengan tampilan IHK MMP-9 intensitas sedang dan fokal pada epitel dan lemah pada stroma (x100).


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dr. Jessy Chrestella

NIP : 132 325 719

Tempat/ Tgl Lahir : Medan, 13 Januari 1982

Jenis Kelamin : Wanita

Status : Menikah

Agama : Kristen

Alamat : JL. Dr. Mansur No. 77

Medan – 20131, INDONESIA

Telepon : 061- 8211272 / HP. 08126023988

Email : jes_ch@msn.com / jes_ch_99@yahoo.com

Nama suami : Dr. Wahyudi Gani, SpOG

Nama anak : Samuel Joe Anderson Gani

Grace Abigail Gani

RIWAYAT PENDIDIKAN :

1. SD St. Yoseph II Medan – tahun 1987 - 1993 2. SMP St. Thomas 1 Medan – tahun 1993 - 1996 3. SMA St. Thomas 1 Medan – tahun 1996 - 1999

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – tahun 1999 - 2004.

5. Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Januari 2006 - sekarang.


(5)

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH :

1. Peserta pelatihan Basic Life Support Education Program, Medan, 10-11 November 2001.

2. Panitia 2nd Asean Conference on Medical Sciences, Medan, 18-20 Agustus 2002.

3. Peserta Simposium Early Detection of Ovarian Cancer, Medan, 4-5 Oktober 2003.

4. Peserta Pelatihan Advanced Cardiac Life support (ACLS), USU, MEDAN, 27-29 MEI 2005.

5. Peserta Kursus Neuropatologi, Medan, 18 Maret 2006.

6. Peserta Pertemuan Ilmiah IDI Cabang Medan, Medan, 13 Januari 2007.

7. Peserta Seminar Waspada Kanker pada Anak - IDAI dan USU, Medan, 24-25 Maret 2006.

8. Peserta Kursus Patologi Limforetikuler dan Sumsum Tulang, Jakarta, 24-25 Maret 2007.

9. Peserta 24th World Congress of Pathology and Laboratory

Medicine, Kuala Lumpur, 20-24 Agustus 2007.

10. Peserta Simposium Upaya Deteksi Dini Karsinoma Nasofaring di Sumatera Utara, Medan, 29 April 2008.

11. Peserta Kursus Patologi Ginekologi, Jakarta, 3-4 Mei 2008.

12. Panitia Seminar awam Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita, Medan, 14 Juni 2008.

13. Peserta Konferensi Kerja ke-11 dan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Anatomi (IAPI), Manado, 15-18 Juli 2008.

14. Peserta Kursus Patologi Tiroid dan Payudara, Jakarta, 13-14

Desember 2008.

15. Peserta Seminar dan Workshop Dermatopatologi, Medan, 25-26 Januari 2009.

16. Peserta Seminar Advances in Breast Cancer, Medan, 21 Februari 2009.


(6)

17. Peserta Kursus Patologi Gastrointestinal, Jakarta, 25-26 April 2009. 18. Panitia Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi