Ekspresi Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9) Pada Karsinoma Nasofaring Di RSUP. H. Adam Malik Medan

(1)

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9)

PADA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

Tesis

Oleh:

Dr. DEWI PUSPITASARI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9)

PADA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

Tesis

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Spesialis dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Bedah Kepala Leher

Oleh:

Dr. DEWI PUSPITASARI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Medan, Agustus 2012

Tesis dengan judul

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9)

PADA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing

Ketua

NIP: 19700316 200212 1 002 dr. Farhat, Sp.THT-KL (K)

Anggota

dr.Rizalina A. Asnir,Sp.THT-KL(K)

NIP: 19610716 198803 2 001 NIP: 19710622 199703 2 001 dr. Andrina YM Rambe,Sp.THT-KL

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ketua Program Studi

Prof.Dr.dr. Abd.Rachman Saragih,Sp.THT-KL(K) dr. T.Siti Hajar Haryuna,Sp.THT-KL NIP: 19471130 198003 1 001 NIP: 19790620 200212 2 003


(4)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah yang

Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Salawat beserta salam atas junjungan kita

Nabi besar Muhammad S.A.W, keluarga dan sahabatnya. Hanya dengan segala

rahmat dan karunia Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sehingga

tesis ini dapat diselesaikan. Dengan tulus hati penulis mengucapkan terima kasih

yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan

kepada yang terhormat:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof.Dr.dr.Sjahril

Pasaribu,Sp.A(K), DTM&H, dan mantan rektor Prof.dr.Chairuddin Panusunan

Lubis,Sp.A(K),DTM&H yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof.dr.

Gontar Alamsyah Siregar,Sp.PD-KGEH yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan di Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja di Rumah

Sakit ini.

Kepala Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas


(5)

untuk menggunakan peralatan serta melakukan penelitian di lingkungan

Laboratorium Patologi Anatomi. Serta kepada dr.Jessy Christella,Sp.PA yang

membantu dalam pemeriksaan imunohistokimia.

Prof.Dr.dr.Abdul Rachman Saragih,Sp.THT-KL(K) sebagai Kepala

Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan sejak penulis mengikuti

pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun

pengetahuan umum lainnya..

Yang terhormat, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL sebagai Ketua

Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/

RSUP H. Adam Malik Medan, atas bimbingan dan dorongan semangat yang

diberikan.

Yang terhormat dr.Farhat,Sp.THT-KL(K) sebagai ketua pembimbing tesis

yang penuh pengertian selalu memberikan dorongan semangat, bimbingan dan

saran dalam menyusun tesis. Serta kepada dr.Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K)

dan dr.Andrina YM Rambe, Sp THT-KL sebagai anggota pembimbing tesis yang

telah banyak memberikan wawasan keilmuan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis Spesialis ini. Penulis mengucapkan terimakasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu dan bimbingan yang telah

diberikan selama dalam penelitian dan penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada semua


(6)

Prof.dr.Ramsi Lutan,Sp.THT-KL(K); dr.Yuritna Haryono,Sp.THT-KL(K);

Prof.dr.Askaroellah Aboet,Sp.THT-KL(K); Prof.Dr.dr.Abdul Rachman

Saragih,Sp.THT-KL(K); dr.Muzakkir Zamzam,Sp.THT-KL(K); dr.Mangain

Hasibuan,Sp.THT-KL; dr.T.Sofia Hanum,Sp.THT-KL(K); Prof.Dr.dr.Delfitri

Munir,Sp.THT-KL(K); dr.Linda I Adenin,Sp.THT-KL;

(almh)dr.Hafni,Sp.THT-KL(K); dr.Ida Sjailandrawati Hrp,Sp.THT-KL; dr.Adlin Adnan,Sp.THT-KL;

dr.Rizalina A. Asnir,Sp.THT-KL(K), dr.Siti Nursiah,Sp.THT-KL; dr.Andrina YM

Rambe,Sp.THT-KL; dr.Harry A.Asroel, Sp.THT-KL; dr.Farhat,Sp.THT-KL(K);

dr.T. Siti Hajar Haryuna,Sp.THT-KL, dr.Aliandri,Sp.THT-KL; dr.Ashri

Yudhistira,Sp.THT-KL; dr.Devira Zahara,Sp.THT-KL, dr.H.R.Yusa

Herwanto,Sp.THT-KL, dr.M.Pahala Hanafi Hrp,Sp.THT-KL dan dr. Ferryan

Sofyan,M.Kes,Sp.THT-KL yang telah memberikan bimbingan, ilmu dan

pengetahuan di bidang THT-KL yang bermanfaat bagi penulis di kemudian hari.

Yang terhormat dr. Putri C. Eyanoer, M.Epid, PhD yang telah banyak

membantu penulis di bidang metodologi penelitian dalam pengolahan data tesis

ini.

Yang tercinta teman-teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter

Spesialis Ilmu Kesehatan THT-KL yang telah bersama-sama, baik dalam suka

maupun dalam duka, saling membantu sehingga terjalin persaudaraan yang erat,

dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi

ini. Semoga Allah selalu memberkahi kita semua.

Sembah sujud dan ucapan terima kasih penulis kepada orang tua penulis


(7)

mengasuh, membesarkan, mendidik, mengajar, dan membimbing penulis sejak

kecil dengan penuh kasih sayang dan kesabaran yang begitu tulus. Doa ananda

semoga ayahanda dan ibunda dihapuskan segala dosa dan dilipatgandakan segala

amal kebaikan

Kepada kedua mertua penulis H. Asril Basrah dan Hj. Ratnawati Siregar

yang selalu berdoa, memberi semangat kepada penulis untuk mengisi kehidupan

ini dengan penuh ikhlas. Atas segala pengorbanan dari Ayahanda dan Ibunda

semoga Allah SWT memberi balasan, kebaikan berlipat ganda, dan diampunkan

segala dosa.

Ucapan cinta kasih yang tulus kepada suami penulis Marwan Al Fajri, ST

yang telah mendampingi penulis baik dalam suka dan duka dalam mengisi

kehidupan ini, atas segala pengertian, dukungan, kesabaran, dan kasih sayang

yang telah diberikan selama ini. Semoga Allah terus menerus mempererat

hubungan batin kita di sisa hidup kita dan mempertemukan kita di akhirat nanti.

Terimakasih juga penulis tujukan kepada kakak-kakak penulis Rini

Hariyani, Devi Juliastuti,SH,Sp.CN, Dahlia Triyanti,SE dan Syafina Khairiah,

MSI,Ak atas segala dukungan dan perhatian serta rasa persaudaraan yang erat

selama ini. Semoga kita dalam mengisi kehidupan ini dapat memberikan manfaat

kepada orang lain sesuai dengan ajaran agama kita, serta terus menerus membina

kerukunan keluarga dan rasa saling mengasihi di masa-masa mendatang.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada ipar saya Meilinda Sari, SE

dan M.Febryansah, ST yang telah memberikan perhatian, bantuan, dukungan, dan


(8)

Semoga segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis

menjadi amal ibadah. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak, dan semoga Allah Subhanahu Wata’ala selalu

melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.

Medan, Agustus 2012


(9)

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 PADA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Abstrak

Pendahuluan: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan salah satu jenis kanker kepala dan leher dengan prognosis buruk karena posisi tumor berdekatan dengan dasar tengkorak dan struktur vital. KNF berpotensi tinggi mengadakan invasi dan metastasis dibanding kanker kepala leher lainnya. Invasi sel kanker, metastasis dan angiogenesis merupakan suatu kaskade kompleks yang salah satunya melibatkan sekresi enzim proteolisis oleh sel tumor atau sel penjamu dimana substratnya adalah komponen matriks ekstraselular. Degradasi matriks ekstraseluler yang akan menyebabkan sel tumor melakukan invasi ke jaringan sekitarnya, vaskular atau pembuluh limfatik. Yang berperan pada proses degradasi ini salah satunya adalah matriks metalloproteinase-9 (MMP-9). MMP-9 berperan pada proses invasi tumor, metastasis dan induksi vaskularisasi jaringan tumor.

Tujuan: Untuk mengetahui ekspresi MMP-9 pada karsinoma nasofaring.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan melakukan pemeriksaan imunohistokimia MMP-9 pada 30 jaringan KNF yang belum pernah mendapat radioterapi, kemoterapi maupun kombinasi.

Hasil: Distribusi frekuensi penderita KNF terbanyak pada kelompok umur 41-50 tahun dan 51-60 tahun masing-masing sebanyak 9 0rang (30,0%); laki-laki (73,3%) dan tipe histopatologi non-keratinizing squamous cell carcinoma (53,3%). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara tipe histopatologi KNF, tumor primer, metastasis kelenjar getah bening dan stadium dengan ekspresi MMP-9.

Kata Kunci : karsinoma nasofaring, ekspresi, matriks metalloproteinase-9 (MMP-9).


(10)

MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9) EXPRESSION IN NASOPHARYNGEAL CARCINOMA AT H. ADAM MALIK HOSPITAL

Abstract

Introduction: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) carries a poor prognosis because of its proximity to skull base and other vital structures. Nasopharyngeal carcinoma shows invasive and metastatic features and is more metastatic than other head and neck carcinoma.

Objective: To determine MMP-9 expression in the nasopharyngeal carcinoma. Cancer cell invasion, metastasis, and angiogenesis is a complex, multistep process involving the cooperation of multiple proteolytic enzymes secreted by tumor or host cells and whose substrates include extracellular matrix components. Degradation of the extracellular matrix will lead the tumor cells invasion into surrounding tissue, vascular or lymphatic vessels.Which acts in the degradation process is matrix metalloproteinase-9 (MMP-9). MMP-9 is a key step in tumor invasion, metastases and induction of vascularization of tumor tissue.

Method: This study was descriptive by carrying out the immunohistochemical staining MMP-9 in 30 nasopharyngeal carcinoma tissues that had never received radiotherapy, chemotherapy and/or combination.

Result: Patients with nasopharynx carcinoma are most prevalent in age group 41-50 years and 51-60 years (30,0% respectively), men (73.3%) and non-ceratinizing squamous cell carcinoma (53,3%).Immunohistochemical analysis revealed that the protein expression of MMP-9 detected in NPC tissues were no significant differences between the histologic type, primary tumor (T), lymph node metastasis (N) and stage of the NPC (p>0.05).

Keywords : nasopharyngeal carcinoma, expression,matrix metalloproteinase-9 (MMP-9).


(11)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Abstrak ... vii

Abstract ... viii

Daftar isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiii

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka ... 5

2.1 Karsinoma Nasofaring ... 5

2.2 Matriks Metalloproteinase ... 12

2.2.1 Peranan MMP dalam angiogenesis ... 16

2.2.2 MMP dalam proses keganasan ... 18

2.2.3 Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9) ... 24

2.2.4 MMP-9 pada KNF ... 26

Kerangka Konsep ... 28

Bab 3 Metode Penelitian ... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29


(12)

3.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel ... 29

3.4 Variabel Penelitian ... 30

3.5 Definisi Operasional... 31

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 33

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.8 Analisa Data ... 36

3.9 Kerangka kerja ... 37

Bab 4 Hasil Penelitian ... 38

4.1 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan Umur ... 38

4.2 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

4.3 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan Tipe Histopatologi ... 39

4.4 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan ekspresi MMP-9 ... 40

4.5 Distribusi frekuensi tipe histopatologi jaringan KNF berdasarkan ekspresi MMP-9 ... 40

4.6 Distribusi frekuensi tumor primer (T) KNF berdasarkan ekspresi MMP-9 ... 41

4.7 Distribusi frekuensi metastasis kelenjar getah bening (N) KNF berdasarkan ekspresi MMP-9 ... 41

4.8 Distribusi frekuensi stadium KNF berdasarkan ekspresi MMP-9 ... 42

Bab 5 Pembahasan ... 43

5.1 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan Umur ... 44

5.2 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

5.3 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan Tipe Histopatologi ... 46

5.4 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan ekspresi MMP-9 ... 47

5.5 Distribusi frekuensi tipe histopatologi jaringan KNF berdasarkan ekspresi MMP-9 ... 48

5.6 Distribusi frekuensi tumor primer (T) KNF berdasarkan ekspresi MMP-9 ... 50

5.7 Distribusi frekuensi metastasis kelenjar getah bening (N) KNF berdasarkan ekspresi MMP-9 ... 53


(13)

Bab 6 Kesimpulan dan Saran ... 57

6.1 Kesimpulan ... 57

6.2 Saran ... 57

Daftar Pustaka ... 59

Lampiran 1 ... 64

Lampiran 2 ... 66

Lampiran 3 ... 67

Lampiran 4 ... 68

Lampiran 5 ... 69

Lampiran 6 ... 74

Lampiran 7 ... 75


(14)

DAFTAR TABEL

4.1. Distribusi frekuensi KNF berdasarkan umur

4.2. Distribusi frekuensi KNF berdasarkan jenis kelamin

4.3. Distribusi frekuensi KNF berdasarkan tipe histopatologi

4.4. Distribusi frekuensi KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

4.5. Distribusi frekuensi tipe histopatologi KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

4.6. Distribusi frekuensi tumor primer (T) KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

4.7. Distribusi frekuensi metastasis kelenjar getah bening (N) berdasarkan

ekspresi MMP-9


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penatalaksanaan KNF menurut NCCN 2010

Gambar 2.2

Gambar 2.3 MMP pada progresi tumor Struktur MMP

Gambar 2.4 Peranan MMP pada kanker

Gambar 2.5 Struktur domain gelatinase

Gambar 2.6 Kerangka konsep

Gambar 7.1 Pewarnaan imunohistokimia MMP-9 pada jaringan KNF dengan

intensitas kuat

Gambar 7.2 Pewarnaan imunohistokimia MMP-9 pada jaringan KNF dengan

intensitas sedang

Gambar 7.3 Pewarnaan imunohistokimia MMP-9 pada jaringan KNF dengan


(16)

(17)

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 PADA KARSINOMA NASOFARING DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Abstrak

Pendahuluan: Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan salah satu jenis kanker kepala dan leher dengan prognosis buruk karena posisi tumor berdekatan dengan dasar tengkorak dan struktur vital. KNF berpotensi tinggi mengadakan invasi dan metastasis dibanding kanker kepala leher lainnya. Invasi sel kanker, metastasis dan angiogenesis merupakan suatu kaskade kompleks yang salah satunya melibatkan sekresi enzim proteolisis oleh sel tumor atau sel penjamu dimana substratnya adalah komponen matriks ekstraselular. Degradasi matriks ekstraseluler yang akan menyebabkan sel tumor melakukan invasi ke jaringan sekitarnya, vaskular atau pembuluh limfatik. Yang berperan pada proses degradasi ini salah satunya adalah matriks metalloproteinase-9 (MMP-9). MMP-9 berperan pada proses invasi tumor, metastasis dan induksi vaskularisasi jaringan tumor.

Tujuan: Untuk mengetahui ekspresi MMP-9 pada karsinoma nasofaring.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan melakukan pemeriksaan imunohistokimia MMP-9 pada 30 jaringan KNF yang belum pernah mendapat radioterapi, kemoterapi maupun kombinasi.

Hasil: Distribusi frekuensi penderita KNF terbanyak pada kelompok umur 41-50 tahun dan 51-60 tahun masing-masing sebanyak 9 0rang (30,0%); laki-laki (73,3%) dan tipe histopatologi non-keratinizing squamous cell carcinoma (53,3%). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara tipe histopatologi KNF, tumor primer, metastasis kelenjar getah bening dan stadium dengan ekspresi MMP-9.

Kata Kunci : karsinoma nasofaring, ekspresi, matriks metalloproteinase-9 (MMP-9).


(18)

MATRIX METALLOPROTEINASE-9 (MMP-9) EXPRESSION IN NASOPHARYNGEAL CARCINOMA AT H. ADAM MALIK HOSPITAL

Abstract

Introduction: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) carries a poor prognosis because of its proximity to skull base and other vital structures. Nasopharyngeal carcinoma shows invasive and metastatic features and is more metastatic than other head and neck carcinoma.

Objective: To determine MMP-9 expression in the nasopharyngeal carcinoma. Cancer cell invasion, metastasis, and angiogenesis is a complex, multistep process involving the cooperation of multiple proteolytic enzymes secreted by tumor or host cells and whose substrates include extracellular matrix components. Degradation of the extracellular matrix will lead the tumor cells invasion into surrounding tissue, vascular or lymphatic vessels.Which acts in the degradation process is matrix metalloproteinase-9 (MMP-9). MMP-9 is a key step in tumor invasion, metastases and induction of vascularization of tumor tissue.

Method: This study was descriptive by carrying out the immunohistochemical staining MMP-9 in 30 nasopharyngeal carcinoma tissues that had never received radiotherapy, chemotherapy and/or combination.

Result: Patients with nasopharynx carcinoma are most prevalent in age group 41-50 years and 51-60 years (30,0% respectively), men (73.3%) and non-ceratinizing squamous cell carcinoma (53,3%).Immunohistochemical analysis revealed that the protein expression of MMP-9 detected in NPC tissues were no significant differences between the histologic type, primary tumor (T), lymph node metastasis (N) and stage of the NPC (p>0.05).

Keywords : nasopharyngeal carcinoma, expression,matrix metalloproteinase-9 (MMP-9).


(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) termasuk 10 jenis kanker terbanyak di

Indonesia pada tahun 2004-2006 dan terus mengalami peningkatan jumlah

penderita selama periode tersebut (Depkes, 2007). Hampir seluruh penderita

datang pada stadium lanjut, bahkan sebagian lagi datang dengan keadaan umum

yang jelek (Soetjipto, 1993; Mulyarjo, 2002). KNF merupakan salah satu jenis

kanker kepala dan leher dengan prognosis yang buruk karena posisi tumor yang

berdekatan dengan dasar tengkorak (Mulyarjo, 2002; Brennan, 2006; Jeyakumar

et. al., 2006). KNF berpotensi tinggi mengadakan invasi dan metastasis dibandingkan kanker kepala dan leher lainnya. Sekitar 90% pasien KNF

menunjukkan metastasis kelenjar limfe servikal (Horikawa et. al., 2000; Jian-Guo, Xuan & Ping, 2004). Kebanyakan kematian pada KNF berhubungan dengan

metastasis tumor dibandingkan tumor primernya (Liu et. al., 2010).

Invasi dan metastasis sel tumor merupakan suatu kaskade kompleks yang

salah satunya melibatkan sekresi enzim proteolisis oleh sel tumor atau sel

penjamu dimana substratnya adalah komponen matriks ekstraseluler (Charoenrat,

Rhys-Evans & Eccles, 2001). Matriks ekstraseluler merupakan pertahanan utama

sel tumor untuk menghambat metastasis (Jiang, Goldberg & Shi, 2002). Jika


(20)

invasi ke jaringan sekitarnya, vaskular atau pembuluh limfatik yang akan

membentuk koloni metastasis (Zhang et. al., 2003). Yang berperan pada proses degradasi ini adalah matriks metalloproteinase (Angulo et. al., 2010).

Matriks metalloproteinase (MMP) merupakan famili zinc dependent endopeptidase yang mengatur integritas dan komposisi matriks ekstraseluler (Angulo et. al., 2010). Salah satu jenis MMP yaitu MMP-9 mampu melakukan degradasi molekul kolagen tipe IV dan V serta gelatin sebagai komponen utama

pada membran basal (Zhang et. al., 2003; Mroczko et.al., 2008). Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan MMP-9 dengan metastasis

kelenjar limfe KNF. Liu et. al. (2010) melaporkan MMP-9 mempunyai hubungan dengan ukuran tumor (T), metastasis kelenjar limfe (N) dan stadium klinis pada

KNF. Jian-guo, Xuan dan Ping (2004) juga menemukan adanya hubungan

MMP-9 dengan metastasis kelenjar limfe dan stadium klinis.

MMP-9 pada sel tumor juga menunjukkan sebagai faktor prognostik pada

beberapa tipe tumor. Liu et. al. (2010) melaporkan pasien KNF dengan ekspresi MMP-9 yang lebih tinggi memiliki angka harapan hidup yang lebih pendek.

Liu et. al. (2010) melaporkan bahwa peningkatan ekspresi protein MMP-9 menjadi prediktor prognostik yang jelek pada pasien KNF, terutama pada yang

stadium lanjut. Sementara, distribusi frekuensi penderita KNF di RSUP H. Adam

Malik Medan tahun 2006-2010 sebagian besar dijumpai pada stadium lanjut

sebesar 82.7% dari 335 penderita (Puspitasari, 2011).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui ekspresi


(21)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat

dirumuskan masalah penelitian yaitu : Bagaimana ekspresi MMP-9 pada

karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui ekspresi MMP-9 pada karsinoma nasofaring

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi KNF berdasarkan umur

b. Mengetahui distribusi frekuensi KNF berdasarkan jenis kelamin

c. Mengetahui distribusi frekuensi KNF berdasarkan tipe histopatologi

jaringan

d. Mengetahui distribusi frekuensi KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

e. Mengetahui distribusi frekuensi menurut tipe histopatologi jaringan

KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

f. Mengetahui distribusi frekuensi menurut tumor primer (T) KNF

berdasarkan ekspresi MMP-9

g. Mengetahui distribusi frekuensi menurut kelenjar getah bening

leher(N) KNF berdasarkan ekspresi MMP- 9

h. Mengetahui distribusi frekuensi menurut stadium KNF berdasarkan


(22)

1.4. Manfaat Penelitian

• Untuk mengetahui ekspresi MMP-9 pada KNF.

• Sebagai rujukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan peran MMP-9 sebagai faktor prognosis pada KNF.

• Sebagai dasar penelitian selanjutnya dalam usaha pengembangan terapi terhadap KNF dalam mengoptimalkan efek terapi dasar KNF.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinoma Nasofaring

Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel

pseudostratified columnar tipe pernafasan dan epitel non keratinizing stratified squamous dengan batas superior tulang sfenoid, bagian inferior berbatasan dengan palatum mole, bagian posterior berbatas dengan clivus dan vertebra cervical I dan

II, dan bagian anterior berbatas dengan koana (Cottrill & Nutting, 2003; Wei,

2006; Zhou et. al., 2007; Plant, 2009).

Berbeda dengan selaput lendir saluran nafas lainnya, selaput lendir

nasofaring mengandung banyak sekali jaringan limfoid yang terletak didalam dan

dibawah epitel yang merupakan kumpulan sel limfosit tipe B dan sedikit tipe T

yang membentuk folikel-folikel dan pusat germinal tanpa kapsul. Struktur limfoid

ini banyak terdapat di dinding lateral terutama di sekitar muara tuba Eustachius,

dinding posterior dan bagian nasofaring di palatum molle. Struktur limfoid ini

merupakan lengkung bagian atas dari cincin Waldeyer (Gustafson & Neel, 1989;

Chew, 1997). Pada dinding lateral, terutama di daerah tuba Eustachius paling kaya

akan pembuluh limfe. Aliran limfenya juga berjalan ke arah anteroposterior dan

bermuara ke kelenjar retrofaringeal atau ke kelenjar yang paling proksimal dari

masing-masing sisi rantai kelenjar spinal dan jugularis interna, dimana rantai


(24)

mastoid. Beberapa kelenjar dari rantai jugular letaknya sangat dekat dengan

saraf-saraf kranial terakhir, yaitu saraf-saraf IX,X,XI,XII (Cottrill & Nutting, 2003).

KNF sering berawal dari fossa Rosenmuller dan dapat meluas kedalam

atau keluar dari dinding lateral dan/atau posterosuperior ke dasar otak atau ke

palatum, kavum nasi atau orofaring (Brennan, 2006). KNF mudah meluas ke

fosa serebri media melalui 2 titik lemah yaitu foramen laserum dan ovale (Cotrril

&Nutting, 2003).

Kluster KNF pada suku di Cina Selatan secara kuat menunjukkan

keterlibatan faktor etiologi mayor termasuk genetik, lingkungan dan faktor virus.

Faktor etiologi yang penting lainnya pada beberapa tipe dari KNF adalah EBV

(Epstein-barr virus). Ada dua jenis infeksi EBV yang terjadi, yaitu infeksi litik, dimana DNA dan protein virus disintesis, disusul dengan perakitan partikel virus

dan lisis sel. Jenis infeksi kedua adalah infeksi laten non litik, disini DNA virus

dipertahankan di dalam sel terinfeksi sebagai episom. Infeksi laten inilah yang

sering berlanjut menjadi keganasan. Berbagai antigen yang disandi oleh virus

dapat diidentifikasi dalam nukleus, sitoplasma dan membran sel terinfeksi.

Antigen ini dapat menginduksi respon imun seperti EBNA (Epstein-barr nuclear antigen) yang diekspresikan pada infeksi litik dini tapi juga dapat diekspresikan pada infeksi laten. Protein lain adalah LMP (latent membrane protein) dan VCA (viral capsid antigen). Infeksi EBV mempunyai dampak yang jelas pada sel B. Percobaan invitro membuktikan bahwa virus ini merupakan aktivator proliferasi

poliklonal sel B yang tidak tergantung pada sel T, dan mengakibatkan sel B yang


(25)

terjadi respon seluler atau respon humoral terhadap antigen yang disandi oleh

virus DNA tersebut, ternyata hanya sel T spesifik terhadap antigen tersebutlah

yang dapat memperantarai penolakan terhadap tumor tersebut secara in vivo. Jadi

untuk mengatasi infeksi EBV diperlukan respon imun seluler atau respon sel T.

Pada keadaan defisiensi respon imun seluler, dapat mengakibatkan sel yang

terinfeksi EBV secara laten mengalami transformasi ganas (Notopuro, Kentjono

& Harijono, 2005). Klonal EBV DNA telah ditemukan pada beberapa lesi

pre-invasif, menunjukkan bahwa adanya hubungan antara EBV DNA dengan proses

transformasi. Hubungan lain meliputi infeksi hidung yang kronis, higienis yang

buruk dan paparan dari nitrosamin dan hidrokarbon polisiklik pada makanan yang

diasinkan (Jeyakumar et. al., 2006).

KNF merupakan salah satu kanker yang sering pada penduduk Cina atau

Asia, dan merupakan salah satu masalah kesehatan di Cina Selatan dengan insiden

20 kasus per 100.000 (Cho, 2007). Pada daerah endemik, insiden meningkat sejak

usia 20 tahun dan mencapai puncak pada dekade IV dan V. Pada daerah resiko

rendah usia terbanyak pada dekade V dan VI tapi masih terdapat insidensi yang

signifikan pada usia dibawah 30 tahun sehingga didapati distribusi usia bimodal

dengan puncak awalnya antara usia 15-25 tahun. Kanker nasofaring lebih sering

dijumpai pada pria,dengan perbandingan pria dan wanita 3:1 (Cottrill & Nutting,

2003; Ganguly et al. 2003).

Penderita KNF sering mengalami satu atau lebih dari 4 kelompok gejala

yaitu gejala hidung, telinga, keterlibatan saraf kranial dan pembesaran kelenjar


(26)

area yang sulit diperiksa, maka metastasis servikal sering dijumpai pada tampilan

awal (Plant, 2009). Lebih dari 40% dari seluruh kasus KNF, keluhan adanya

tumor di leher ini yang paling sering dijumpai dan yang mendorong penderita

untuk datang berobat (Soetjipto, 1989; Ahmad, 2002). Metastasis jauh dari KNF

dapat secara limfogen atau hematogen terutama ditemukan di tulang, paru, hepar

dan kelenjar getah bening supraklavikular. Metastasis sejauh ini menunjukkan

prognosis yang sangat buruk, biasanya 90% meninggal dalam waktu 1 tahun

setelah diagnosis ditegakkan (Chiesa & De Paoli, 2001). Tanda dan gejala awal

KNF tidak khas dan tidak spesifik, dan nasofaring merupakan area yang sulit

untuk diperiksa. Sehingga KNF sering didiagnosis saat stadium lanjut

dibandingkan keganasan kepala leher lainnya (Plant, 2009). Mayoritas kematian

KNF berhubungan dengan metastasis tumor dibandingkan tumor primer. Namun,

mekanisme molekular invasi dan metastasis KNF masih belum sepenuhnya

dimengerti (Li et. al.,2010).

Konfirmasi pasti diagnosis KNF diperoleh dari hasil biopsi positif yang

diambil dari tumor di nasofaring. Pemeriksaan radiologi yang lebih baik untuk

KNF adalah CT-Scan dengan kontras dan MRI dengan enhancement (Chew, 1997; Jeyakumar et. al. 2006; Wei, 2006).

KNF diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO) menjadi 3 tipe histologi, yaitu:

Tipe 1 : Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (keratinizing squamous cell carcinoma)


(27)

Tipe 2 : Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratinisasi (non keratinizing squamous cell carcinoma)

Tipe 3 : Karsinoma tidak berdiferensiasi (undifferentiated carcinoma)

Terdapat beberapa cara untuk menentukan stadium KNF. Di beberapa

negara Asia digunakan penentuan stadium yang dikemukakan oleh Ho pada tahun

1978 (Ho’s system), sementara di Amerika dan Eropa lebih disukai penentuan stadium sesuai dengan kriteria yang ditetapkan AJCC/UICC (American Joint Committee on Cancer / International Union Against Cancer). Cara penentuan stadium KNF yang terbaru adalah menurut AJCC/UICC tahun 2010.

Klasifikasi TNM menurut AJCC 2010:

Tumor Primer (T)

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak terbukti adanya tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan /

kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring.

T2 Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.

T3 Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus


(28)

T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya saraf

kranial, hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa

infratemporal / ruang mastikator.

KGB Regional (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter

terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan/atau

unilateral atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan

diameter terbesar 6 cm atau kurang.

N2 Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar

6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular.

N3 Metastasis pada kelenjar getah bening diatas 6 cm dan/atau pada

fossa supraklavikular:

N3a Diameter terbesar lebih dari 6 cm

N3b Meluas ke fossa supraklavikular

Metastasis Jauh (M)

M0 Tanpa metastasis jauh


(29)

Tabel 1. Stadium KNF berdasarkan AJCC 2010

Stadium T N M

I II III IV A IV B IV C T T 1 T 1 T 2 T 1-2 T 3 semua T 4 semua T No N N 1 N 0-1 N 2 N 0-2 0 -N 2 Semua N 3 Mo Mo Mo Mo Mo Mo M M 0 1

Penatalaksanaan menurut NCCN 2010


(30)

Radioterapi telah menjadi modalitas terapi primer untuk KNF selama

bertahun-tahun. KNF umumnya tidak dapat dioperasi, lebih responsif terhadap

radioterapi dan kemoterapi dibandingkan tumor ganas kepala leher lainnya

(Guigay et al. 2006; Wei, 2006).

Prognosis

Prognosis yang jelek berhubungan dengan perluasan tumor terutama yang

melibatkan saraf kranial atau perluasan intrakranial, keterlibatan pembesaran

kelenjar limfe, kelenjar limfe bilateral dan di supraklavikular, peninggian LDH

dan kadar antibodi EBV yang tinggi. Angka harapan hidup bervariasi pada

stadium. Pada stadium I dan II (terbatas di nasofaring, tanpa metastasi kelenjar

limfe atau metastasis lainnya) mempunyai 5-year survival sebesar 70-80%. Pada stadium III mempunya 40-50% 5-year survival. Sedangkan 5-year survival pada stadium IV (invasi ke dasar tengkorak atau saraf kranial, pembesaran kelenjar

limfe bilateral atau metastasis jauh) adalah 20-40% (Titcomb, 2001).

2.2. Matriks Metalloproteinase (MMP)

Matriks metalloproteinase pertama kali diidentifikasi pada vertebra oleh

Jerome Gross dan Charles M. Lapiere pada tahun 1962 yang meneliti degradasi

kolagen triple-helical selama metamorfosis kecebong (Krizkova et al,2011).

Matriks metalloproteinase (MMP), cysteine proteinases, aspartic proteinases dan serine proteinase merupakan enzim proteolisis yang terlibat dalam degradasi matriks ekstraseluler (Amalinei et. al., 2010). MMP merupakan


(31)

famili zinc dependent endopeptidase, kumpulan besar enzim yang bertanggung jawab terhadap remodelling jaringan dan degradasi berbagai komponen dari matriks ekstraseluler, termasuk kolagen, elastin, gelatin, matriks glikoprotein dan

proteoglikan (Verma & Hansch, 2007; Angulo et. al., 2011).

Saat ini, terdapat lebih dari 26 anggota keluarga MMP dan semuanya

dapat dikelompokkan berdasarkan strukturnya (Amalinei et. al., 2010). Struktur MMP secara garis besar terdiri dari : 1) sinyal peptida yang mengarahkan MMP

untuk mensekresi atau jalur insersi membran plasma; 2) prodomain; 3) katalitik

domain berikatan dengan zinc; 4) domain hemopexin yang menjadi perantara interaksi dengan substrat dan enzim spesifik; 5) regio hinge yang berhubungan dengan katalitik dan domain hemopexin (Cao & Zucker, 2007).

Gambar 2.2. Struktur MMP (Gill & Parks, 2011)

MMP secara garis besar terbagi menurut spesifisitas substrat, persamaan


(32)

Gelatinase, Stromelysin, Matrilysin, Membrane-type MMPs Transmembrane, MMP lainnya (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

Enzim MMP

Kolagenase :

• Kolagenase - 1 • Kolagenase - 2 • Kolagenase - 3

MMP - 1 MMP - 8 MMP – 13

Gelatinase :

• Gelatinase - A • Gelatinase - B

MMP – 2 MMP – 9 Stromelysin :

• Stromelysin – 1 (progelatinase) • Stromelysin – 2

• Stromelysin – 3

MMP – 3 MMP – 10 MMP – 11

Matrilysin :

• Matrilysin – 1 (uterine matrilysin) • Matrilysin – 2 (endometase)

MMP – 7 MMP – 26 Membrane-type MMPs Transmembrane :

• MT1 – MMP • MT2 – MMP • MT3 – MMP • MT5 – MMP • MT4 – MMP

• MT6 – MMP (leukolysin)

MMP – 14 MMP – 15 MMP – 16 MMP – 24 MMP – 17 MMP – 25

Lainnya :

• Macrophage elastase RASI–1

• Enamelysin

MMP – 12 MMP – 19 (MMP – 18)


(33)

XMMP (Xenopus)/Cy–MMP (Cynops)

• Femalysin • CA–MMP • CMMP (Gallus) • Epilysin

MMP – 21 (MMP – 23A)

MMP – 22 MMP – 23 MMP – 27 MMP – 28

Tabel 2. Grup MMP (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

Antara kondisi fisiologis dan patologis, ekspresi MMP akan cepat

terangsang ketika remodeling jaringan diperlukan (Decock et. al., 2008). MMP mempunyai peranan pada embriogenesis dan kondisi fisiologis lainnya seperti

proliferasi, motilitas sel, remodeling, penyembuhan luka dan proses reproduksi seperti ovulasi, implantasi embrio, proliferasi endometrium, involusi uterus,

payudara serta prostat (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

MMP diekskresikan oleh bermacam connective tissue dan sel pro-inflamasi termasuk fibroblast, osteoblas, sel endotelial, makrofag, neutrofil dan

limfosit (Verma & Hansch, 2007). Ekspresi aktivasi MMP dapat dikontrol pada

tingkat transkripsi gen oleh aktivasi proenzim dan inhibitor spesifik dan non

spesifik. Kebanyakan MMP disekresi sebagai proenzim laten (inactive zymogen) yang mengalami pemecahan proteolisis di amino-terminal domain saat aktivasi (Charoenrat, Rhys-Evans & Eccles, 2001; Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

Secara kolektif, kesemua famili MMP dapat mendegradasi semua

komponen matriks ektraseluler dan membran basalis epitel. Masing-masing

komponen matriks ekstraseluler dapat dipecah oleh kelompok MMP atau MMP


(34)

Ekspresi MMP yang tidak terkontrol mempunyai keterkaitan dengan

patogenesis rheumatoid arthritis, invasi tumor dan metastasis (Yoshizaki et. al, 1998). MMP berperan pada beberapa proses patofisiologi yang kompleks, antara

lain :

 destruksi jaringan, misalnya pada invasi dan metastasis kanker, reumatoid artritis, osteoartritis, ulkus dekubitus, ulser gastrikus,ulserasi kornea, penyakit periodontal, kerusakan otak dan penyakit neuroinflamasi.

 fibrosis, misalnya pada sirosis hepatis, fibrosis paru, otosklerosis, aterosklerosis, dan multiple sclerosis.

 kelemahan matriks, misalnya pada kardiomiopati dilatasi, aneurisma aorta dan epidermiolisis bulosa ( Amalinei et. al., 2010).

2.2.1. Peranan MMP dalam Angiogenesis

Angiogenesis merupakan proses yang kompleks dimana terbentuknya

pembuluh darah baru yang berasal dari pembuluh darah yang telah ada, yang

melibatkan interaksi multipel antara sel endotelial, perisit sekitar dan sel otot

polos, matriks ekstraseluler dan sitokin angiogenik (Rundhaug, 2003).

Angiogenesis penting pada proses remodelling vaskular dan penyembuhan luka namun juga dapat terjadi pada beberapa kondisi patologis seperti rheumatoid

artritis, retinopati diabetik, psoriasis dan kanker (Amalinei et. al., 2010). Dasar angiogenesis adalah migrasi sel endotel kedalam jaringan longgar di sekitarnya,

MMP mempunyai peranan yang kompleks termasuk degradasi matriks


(35)

dan molekul adhesi serta menimbulkan efek keseimbangan antara proangiogenik

dan antiangiogenik (Amalinei et. al., 2010).

Angiogenesis bisa diawali oleh pelepasan faktor proangiogenik (seperti

VEGF, bFGF, dan TNF- α) dari sel inflamasi, sel mast, makrofag atau sel tumor. Faktor ini akan berikatan dengan reseptor di permukaan sel endotel yang dapat

merangsang proliferasi, meningkatkan ekspresi cell adhesion molecules (misalnya integrin α1β1, α2β1 dan α5β1), sekresi MMP dan meningkatkan invasi dan migrasi (Rundhaug, 2003).

VEGF merupakan mitogen poten dan bertindak sebagai chemoattractant untuk sel endotel dan merangsang pelepasan MMP-2, MMP-9 dan MT1-MMP

oleh sel endotel. Selain itu, VEGF dapat meningkatkan permeabilitas vaskular,

yang akan menimbulkan kebocoran protein plasma yang terdiri dari fibronektin

dan protein clotting lainnya. Aktivitasi sistem clotting menyebabkan penumpukan fibrin di stroma sementara. Fibronektin dan fibrin kemudian berikatan dan

mengaktifkan reseptor integrinnya (α5β1 dan αvβ3) pada sel endotel yang aktif. Beberapa laporan menduga αvβ3 mempunyai efek antiangiogenik sebagai reseptor untuk inhibitor angiogenik endogen, trombospondin dan tumstatin. TGFβ (transforming growth factor-β) merupakan chemoattractant yang poten untuk monosit dan makrofag dan merangsang ekspresi MMP-2 dan -9 sel endotel dan

menurunkan ekspresi TIMP. TGFβ juga berperan dalam maturasi pembuluh darah (Rundhaug, 2003).

Bergers et. al. (2000) menunjukkan MMP-9 mempunyai peranan sebagai komponen angiogenik saat terjadi karsinogenesis pankreatik dan mempunyai


(36)

fungsi untuk meningkatkan kemampuan angiogenesis VEGF. Pada penelitiannnya

didapatkan bahwa MMP-9 meningkatkan pelepasan VEGF dari pulau Langerhans

pankreas secara in vitro. Antibodi yang menghambat VEGF akan mengganggu MMP-9 untuk merangsang angiogenik.

MMP mempunyai efek langsung terhadap sel endotelial yang diperlukan

untuk migrasi sel dan pembentukan saluran. MMP-2, MMP-9 dan MMP-7

terekspresi pada sel endotel vaskular tumor (Amalinei et.al., 2010). Saat berlangsungnya proses degradasi matriks ektraseluler, MMP juga dapat

mengaktivasi beberapa faktor pro-angiogenik seperti VEGF, bFGF (basic fibroblast growth factor) atau TGF-β yang berperan dalam memfasilitasi angiogenesis tumor (Amalinei et. al. 2010; Chen, 2011).

2.2.2. MMP dalam Proses Keganasan

Karakteristik dasar dari kanker adalah kemampuannya untuk menginvasi

jaringan sekitarnya dan metastasis regional dan jauh (Petruzzeli, 2000).

Penelitian dasar kanker pada umumnya ditujukan kepada mutasi sel kanker

yang menyebabkan gain-of-function onkogen atau loss-of-function tumor supressor gen. Namun, matriks ekstraseluler tumor, sel stromal pada tumor juga

berperan penting terhadap progresi dari tumor (Egeblad &Werb, 2002).

Matriks ekstraseluler merupakan barrier utama yang harus dilewati sel kanker untuk menimbulkan suatu metastasis. Sel kanker awalnya harus melewati

membran basal epitel, kemudian sel kanker menginvasi ke stroma di sekitarnya.


(37)

ekstravasasi ke organ jauh untuk membuat proliferasi tumor yang baru (Vasala ,

2008). Proses metastasis ini didukung dengan munculnya dan sekresi beberapa

enzim proteolisis yang akan mendegradasi beberapa komponen matriks

ekstraseluler (Chen et. al., 2011). Degradasi ini akan membentuk lubang kecil pada membran basal sekitar pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi dan

invasi sel tumor (Morris, Dawson & Young, 2009). MMP, famili zinc dependent endopeptidase, merupakan protease utama yang berperan dalam migrasi sel tumor, penyebaran, invasi jaringan dan metastasis (Chen et. al. ,2011). Disamping itu, terjadinya malignansi juga berhubungan dengan angiogenesis yang

memudahkan terjadinya pertumbuhan tumor, memudahkan penyebaran melalui

hematogen. MMP mempunyai peranan terjadinya angiogenesis melalui pelepasan

dan aktivasi proangiogenik potensial atau melakukan degradasi terhadap inhibitor

angiogenesis (Ahmed & Mohammed, 2011). Aktivitas MMP juga berhubungan

dengan mekanisme sel kanker terhindar dari respon sistem imun. Beberapa MMP

termasuk MMP-9 mampu menekan proliferasi limfosit T dengan merusak sinyal

IL-2Rα (Krizkovq et al, 2011).

MMP memfasilitasi proses invasi dan metastasis dengan mendegradasi

komponen matriks ekstraseluler. Selain itu juga memperantarai aktivasi faktor

pertumbuhan, menekan apoptosis sel tumor, dan merusak perkembangann gradien


(38)

Gambar 2.3 MMP pada progresi tumor (Vasala, 2008)

Peningkatan aktivitas MMP telah dideteksi dan menunjukkan hubungan

dengan invasi dan metastasis beberapa kanker termasuk ovarium, paru, payudara,

kolorektal dan kanker sel serviks (Ahmad & Mohammed, 2011).

Marguiles et. al. (1992) sebagai pelopor yang menduga bahwa kanker kandung kemih berhubungan dengan peningkatan aktivitas kolagenase.

Selanjutnya, Davies et. al. (1993) melaporkan ekspresi pro MMP-9 dan pro MMP-2 mempunyai hubungan dengan derajat tumor kandung kemih. Selain itu, ia

juga melaporkan bahwa kadar MMP-9 lebih tinggi pada kanker kandung kemih

dibandingkan dengan kontrol. Penelitian Angulo et. al. (2010) dengan studi kasus kontrol pada 11 kontrol dan 31 kasus kanker kandung kemih diperoleh kadar

mRNA MMP-9 dan MMP-2 pada darah tepi lebih tinggi pada kasus dibandingkan

kontrol (p<0.05) dan juga melaporkan bahwa MMP-9 dan MMP-2 mempunyai hubungan dengan stadium klinis (p<0.05).

Berdasarkan studi terhadap 54 pasien dengan karsinoma sel skuamosa


(39)

dan MMP 13 dan lebih tinggi pada jaringan tumor dibandingkan dengan mukosa

normal. Selain itu juga diperoleh hubungan yang signifikan kadar MMP-9 dengan

pembesaran kelenjar limfe (p<0.001) (Charoenrat, Rhys-Evans & Eccles, 2001). Delektorskaya et. al. (2007) dengan studi kasus kontrol terhadap kanker kolorektal dengan 92 sampel dengan metastasis jauh (kasus) dan 73 sampel tanpa

metastasis jauh (kontrol) didapatkan overekspresi MMP-9 (61.9%) dan MMP-2

(46.7%) pada kasus dengan p=0.001. Ekspresi MMP-9 di sel kanker mempunyai hubungan signifikan dengan prognosis (p=0.032).

Ahmad & Mohammed (2011) melakukan studi potong lintang pada 40

sampel jaringan adenokarsinoma kolorektal dan memperoleh adanya perbedaan

yang signifikan antara ekspresi MMP-2 dan MMP-9 in situ mRNA antara jaringan tumor dengan batas reseksi potongan jaringan tersebut (p<0.001 dan p<0.001). Selain itu, mereka juga melaporkan adanya peningkatan ekspresi MMP-2 dan

MMP-9 pada tumor yang menginvasi submukosa sampai ke propria muskularis

dibandingkan dengan tumor yang menginvasi di serosa (p<0.05 dan p<0.05) yang menunjukkan adanya perbedaan ekspresi MMP-2 dan MMP-9 pada kedalaman

invasi tumor.

Pada analisa hibridisasi in situ menunjukkan adanya ekspresi mRNA MMP-2 dan MMP-9 pada sel tumor adenokarsinoma dan sel stroma, terutama

yang berdekatan dengan sel kanker. Hal ini mencerminkan dugaan bahwa induksi

ekspresi MMP-2 dan MMP-9 pada sel adenokarsinoma kolorektal distimulus oleh

sel stroma. Hal ini mendukung laporan sebelumnya yang menunjukkan ekspresi


(40)

dan sel endotelial) mensekresi berbagai tipe MMP sebagai respon terhadap

sitokin, kemokin, extracellular matrix metalloproteinase inducers (EMMPRIN) yang disekresikan dari sel tumor (sel tumor menggunakan MMP yang dihasilkan

untuk merusak membran basal, menginvasi jaringan yang terdekat dan metastasis

organ jauh) (Ahmed & Mohammed, 2011). Sel tumor juga dapat merangsang sel

penjamu di sekitar stroma untuk mensekresi enzim MMP atau sebaliknya

(Charoenrat, Rhys-Evans & Eccles, 2001).

Aktivitas MMP diatur pada tiga tahap yaitu transkripsi, aktivasi zimogen

prekursor dan inhibisi oleh inhibitor terutama tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMPs) dan proteinase inhibitor nonspesifik. TIMPs diekspresi awalnya oleh sel tumor dan berperan dalam sebagai regulator

mekanisme aktivasi stroma MMP (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007; Ahmed &

Mohammed, 2011). TIMP terdiri dari empat anggota dan berperan kuat dalam

mengatur mekanisme aktivasi dan fungsi MMP. TIMP-1 dapat menghambat

kolagenase MMP-3 dan gelatinase. TIMP-2 mengikat MMP-2 dan juga

menghambat aktivitas MMP-1, MMP-3, MMP-7 dan MMP-9. Keseimbangan

lokal antara enzim MMP dan inhibitornya merupakan faktor yang sangat penting

dalam invasi dan metastasis tumor (Charoenrat, Rhys-Evans & Eccles, 2001;

Chen, 2011). Penelitian Ikebe et al (1999) terhadap 57 spesimen karsinoma sel skuamosa oral diperoleh kadar TIMP-1 pada spesimen jaringan tumor lebih tinggi

pada kasus non-metastasis dibandingkan kasus metastasis. Pada kasus dengan

kadar MMP yang tinggi dan kadar TIMP yang rendah berpotensial untuk terjadi


(41)

Jalur Mitogen-activated protein kinase (MAPK) dikenal berpartisipasi pada beberapa kaskade dalam pertumbuhan sel, apoptosis, diferensiasi dan metastasis.

Extracellular signal regulating kinase (ERK1/2) dan c-Jun N-terminal kinase (JNK), merupakan MAPK mamalia yang utama berperan dalam migrasi sel dan induksi proteinase, yang menjadi dasar proses metastasis. ERK1/2 dan JNK

berperan dalam mengatur ekspresi MMP. Selain itu, Pl3K/Akt dan sinyal MAPK

juga berperan dalam regulasi ekspresi MMP melalui faktor transkripsi termasuk

NF-κB. NF-κB disimpan dalam bentuk inaktif di sitoplasma oleh inhibitor κB (IκB). NF-κB dilepas dari IκBα dan bertranslokasi dari sitoplasma ke nukleus, yang berikatan dengan target gen yang selanjutnya memfasilitasi proliferasi sel,

angiogenesis, dan metastasis. Dengan demikian, penghambatan P13K/Akt dan

jalur MAPK termasuk NF-κB merupakan target potensial pengembangan strategi terapi tumor (Chen, 2011).

Tahapan MMP dalam proses keganasan yaitu sebagai berikut :

• MMP membantu pembentukan microenvironment yang mendukung bagi pertumbuhan tumor yang diperkirakan terjadi melalui pelepasan growth factor matriks ekstraseluler.

• MMP membantu proses angiogenesis tumor dan peningkatan kemampuan sel tumor untuk bermigrasi dan menginvasi stroma disekitarnya.

• MMP berperan dalam proses angiogenesis pada lokasi metastasis sehingga mendukung kelangsungan hidup sel tumor metastasis


(42)

• MMP berperan dalam kerusakan membran basalis dinding pembuluh darah, sehingga memudahkan masuknya sel tumor kedalam sirkulasi darah

(intravasasi) dan keluar dari sirkulasi darah (ekstravasasi).

• MMP kemudian berperan juga dalam modifikasi microenvironment baru di tempat metastasis. Hal ini akan membantu proses pertumbuhan sel tumor

metastasis di lingkungan barunya.

Gambar 2.4. Peranan MMP pada kanker (Rao, 2003)

2.2.3. Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9)

Dari keseluruhan jenis MMP yang pernah ditemukan sampai sekarang ini,

jenis Gelatinase dalam hal ini MMP-2 dan MMP-9 merupakan enzim utama

untuk mendegradasi kolagen tipe IV,V, VII, X, XI dan XIV, gelatin, elastin,

proteoglycan core protein, myelin basic protein, fibronektin, fibrilin-1dan prekursor TNF-α dan IL-1b dan mampu memecah kolagen tipe I, komponen


(43)

utama yang membentuk struktur molekul stroma (Amalinei, Caruntu & Balan,

2007; Chen, 2011).

Gambar 2.5 Struktur domain gelatinase. (Vasala, 2008)

MMP-2 dan MMP-9 adalah jenis enzim sering diteliti dan dipelajari

karena sangat berhubungan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel kanker

(Rundhaug, 2005; Decock, 2008). Ekspresi MMP-2 dan MMP-9 mempunyai

peranan dalam karakter invasi sel melalui kemampuannya untuk mendegradasi

kolagen tipe IV yang merupakan komponen utama membran basal (Yoshizaki,

1998).

MMP-9 (92-kDa gelatinase) pertama kali disaringdari makrofag manusia

(Vasala, 2008). Ekspresi MMP-9 terbatas di osteoklas, makrofag, trofoblas, dan

dikontrol oleh growth factor, kemokin dan sinyal stimulus lainnya (

Peranan MMP dilakukan dengan regulasi sitokin, growth factor, dan cell adhesion molecules. MMP-3, MMP-7, MMP-9 dan MMP-19 melepaskan IGF (insulin-like growth factor) yang menstimulasi proliferasi tumor. Permukaan yang telah berikatan dengan MMP-9 akan mengaktifkan TGF-β yang berperan dalam invasi tumor dan angiogenesis. 2, 3, 7, 9,

MMP-12, MMP-13 dan MMP-20 melepas angiostatin selain itu MMP-3, MMP-7, Amalinei,


(44)

MMP-9 dan MMP-19 juga melepas VEGF yang menstimulasi angiogenesis tumor

(Amalinei et. al., 2010).

2.2.4. MMP-9 pada KNF

KNF merupakan neoplasma yang berasal dari mukosa epitel nasofaring

dan diperkirakan berhubungan erat dengan infeksi EBV, diet dan faktor genetik

(Liu et. al., 2010). Pada masa laten, EBV menghasilkan enam EBV nuklear antigen (EBNA 1, 2, 3A, 3B, 3C, dan LP) dan tiga Latent membran Protein (LMP-1, 2A, 2B), serta dua EBV Non-Polyadenylated RNAs (EBERs) (Zheng et al, 2007). LMP-1 diduga mempunyai peranan dalam patogenesis KNF (Morris,

Dawson & Young, 2009). LMP-1 diperlukan untuk transformasi limfosit B dan

ekspresi LMP-1 dijumpai pada 70% KNF dan pada seluruh lesi preinvasif EBV

(Yoshizaki et.al., 1998).

LMP-1 dapat merangsang ekspresi dan aktivitas beberapa faktor yang

berperan dalam invasi sel dan metastasis. Pada degradasi matriks ekstraseluler,

LMP-1 secara in vitro dapat merangsang MMP-9 yang disertai dengan adhesi, migrasi dan invasi. LMP-1 memperantarai induksi MMP-9 diatur melalui aktivasi

NF-κB dan ERK-MAPK. Selain itu, juga diatur oleh AP-1 dan faktor transkripsi Ets, termasuk c-Jun. Selain itu, MMP juga terlibat dalam produksi VEGF. LMP-1

juga dapat mengurangi ekspresi TIMP tertentu (Morris, Dawson & Young, 2009).

Pada pemeriksaan darah tepi sel mononuklear (peripheral blood mononuclear cells) dari 146 kasus KNF dibandingkan dengan 110 kontrol diperoleh kadar mRNA MMP-9 pada kasus lebih tinggi dibandingkan dengan


(45)

kontrol (p<0.001). Peningkatan ekspresi MMP-9 berhubungan dengan karakter klinis yaitu stadium lanjut (p<0.001), T (p=0.016), N (p=0.002), tipe histologi (p=0.037) dan poor overall survival (p=0.049) (He et. al., 2011).

Studi kasus kontrol Liu et. al. (2010) dengan mendeteksi ekspresi mRNA MMP-9 pada 32 jaringan normal nasofaring dibandingkan dengan 164 jaringan

KNF menunjukkan tingkat ekspresi MMP-9 lebih tinggi 3.4 kali dibandingkan

jaringan normal nasofaring (p=0.008). Selain itu, juga mendapatkan adanya korelasi tingkat ekspresi MMP-9 dengan metastasis kelenjar limfe (p=0.002) dan stadium klinis (p<0.001). Sedangkan antara tingkat ekspresi MMP-9 berdasarkan karakter klinikopatologis (umur, jenis kelamin, riwayat merokok, klasifikasi T dan

metastasis jauh) tidak menunjukkan korelasi yang signifikan. Pasien dengan

ekspresi MMP-9 yang lebih tinggi mempunyai overall survival time yang lebih pendek dibandingkan pasien dengan MMP-9 lebih rendah (p=0.001). Selain itu, klasifikasi T,N,M dan stadium juga mempunyai hubungan siginifikan dengan

kesintasan pasien (p=0.034, p<0.001, p<0.001 dan p<0.001). Dengan analisa mulivariat diduga tingkat ekspresi MMP-9 merupakan indikator prognosis

independen (p=0.008). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah menunjukkan overekspresi mRNA MMP-9 pada jaringan KNF maka diperkirakan adanya

keterlibatan MMP-9 pada patogenesis KNF. Overekspresi MMP-9 pada KNF

akan mempercepat pertumbuhan tumor dengan degradasi matriks ekstraseluler

yang akan memicu angiogenesis dan invasi sel lokal. (Liu et. al.; 2010).

Wong et. al. (2004) melakukan pengukuran tingkat proMMP-2 dan proMMP-9 plasma pada 40 sampel undifferentiated KNF dan 40 sampel normal,


(46)

dan diperoleh peningkatan ekspresi proMMP-2 dan proMMP-9 pada stadium

lanjut.

Horikawa et. al (2000) melakukan pemeriksaan immunohistokimia pada 38 spesimen tumor dari penderita KNF mendapatkan adanya korelasi ekspresi

MMP-9 dengan metastasis kelenjar limfe (p=0.0004), namun ekspresi MMP-9 berdasarkan histologi, umur, jenis kelamin, klasifikasi T atau stadium klinis

menunjukkan tidak adanya korelasi yang signifikan.

KERANGKA KONSEP

: Hal yang diamati dalam penelitian

Faktor proangiogenik MMP-9

Infeksi EBV

LMP-1

NF-κB

MAPK c-JNK PI3 Akt AP-1

• Tumor primer (T)

• Metastasis kelenjar getah bening (N) • Stadium

• Histopatologi

Karsinoma Nasofaring angiogenesis

invasi metastasis


(47)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini tidak

memberikan perlakuan terhadap variabel, namun hanya melihat ekspresi

imunohistokimia MMP-9 pengukuran variabelnya dilakukan hanya satu

kali dan pada satu saat.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL RSUP H. Adam

Malik Medan dan Departemen Patologi Anatomi FK USU. Penelitian

dilakukan mulai bulan Desember 2011 sampai Mei 2012.

3.3. Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah penderita KNF yang ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan hasil biopsi

histopatologi yang berobat ke Subdivisi Onkologi-Bedah Kepala Leher

THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Kriteria Populasi


(48)

2. Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan

radioterapi, kemoterapi atau kombinasi keduanya.

3. Hasil pemeriksaan biopsi histopatologi dari Departemen Patologi

Anatomi FK USU

4. Bersedia diikutsertakan dengan menandatangani informed consent 3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah total populasi penelitian.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel penelitian adalah secara concesutive sampling

3.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah :

• karsinoma nasofaring • jenis kelamin

• umur

• tipe histopatologi

• tumor primer nasofaring (T)

• metastasis kelenjar getah bening (N) • stadium


(49)

3.5. Definisi Operasional

1. Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel yang

melapisi permukaan nasofaring, yang ditegakkan berdasarkan hasil

pemeriksaan histopatologi dan dinilai berdasarkan kriteria WHO.

2. Jenis kelamin sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis yaitu:

a. Laki-laki

b. yang Perempuan

3. Umur adalah usia dihitung dalam tahun dan perhitungannya berdasarkan

kalender masehi. Umur penderita karsinoma nasofaring sesuai dengan ulang

tahun yang terakhir, dikelompokkan atas:

a. ≤ 20 tahun b. 21-30 tahun

c. 31-40 tahun

d. 41-50 tahun

e. 51-60 tahun

f. >60 tahun

4. Tipe histopatologi karsinoma nasofaring adalah jenis dari suatu tumor ganas

yang sediaannya diambil dari jaringan nasofaring dan dilihat di bawah

mikroskop oleh ahli patologi anatomi yang hasil pemeriksaannya

dikelompokkan berdasarkan kriteria WHO:

Tipe 1: Keratinizing Squamous cell carcinoma Tipe 2: Non keratinizing squamous cell carcinoma Tipe 3: Undifferentiated carcinoma


(50)

5. Tumor primer (T) karsinoma nasofaring adalah perluasan tumor primer yang

diukur oleh ahli Radiologi dengan memakai CT-Scan sesuai kriteria AJCC

tahun 2010.

Hasil ukur : 1, 2, 3, 4

T1: Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring

dan/kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring.

T2: Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.

T3: Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus

paranasal

T4: Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya syaraf

kranial, hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa

infratemporal/ruang mastikator.

6. Metastasis kelenjar getah bening (N) adalah pembesaran kelenjar getah

bening leher sesuai kriteria AJCC tahun 2010 dengan memakai CT-Scan

nasofaring potongan axial dengan kontras yang dinilai oleh ahli Radiologi.

Hasil ukur : 0,1,2,3

N0: Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1: Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter

terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan/atau

unilateral atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan

diameter terbesar 6 cm atau kurang.

N2: Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm


(51)

N3: Metastasis pada kelenjar getah bening diatas 6 cm dan/atau pada fossa

supraklavikular.

7. Stadium karsinoma nasofaring adalah penentuan stadium penyakit berdasarkan klasifikasi AJCC tahun 2010 yang dikelompokkan: I, II, III, IV.

8. Ekspresi MMP-9

Ekspresi MMP-9 berdasarkan pewarnaan immunohistokimia MMP-9

ditemukan tampilan pulasan warna coklat pada sitoplasma sel stroma. Untuk

skor akhir digunakan skor imunoreaktif. Skor imunoreaktif diperoleh

dengan mengalikan skor luas dengan skor intensitas. Kontrol positif yang

digunakan berasal dari jaringan plasenta yang dilakukan pewarnaan

immunohistokimia. Kontrol negatif yang digunakan berasal dari jaringan

karsinoma nasofaring yang dilakukan pewarnaan immunohistokimia tanpa

memberikan antibodi MMP-9.

Ekspresi MMP-9 negatif : 0 – 3

Ekspresi MMP-9 positif / overekspresi : 4 – 9

3.6. Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaringan nasofaring

dalam bentuk blok parafin yang didiagnosis sebagai karsinoma nasofaring.

Bahan ini diperiksa secara immunohistokimia dengan menilai


(52)

0 : berarti negatif Skor luas dinilai :

1 : pewarnaan positif < 10% jumlah sel

2 : pewarnaan positif 10-50% jumlah sel

3 : pewarnaan positif > 50% jumlah sel

0 : berarti negatif

Skor intensitas dihitung :

1 : lemah

2 : moderat

3 : kuat

Untuk skor akhir digunakan skor imunoreaktif. Skor imunoreaktif

diperoleh dengan mengalikan skor luas dengan skor intensitas. Skor

imunoreaktif 4 atau lebih dinilai positif atau overekspresi MMP-9.

3.6.1. Alat dan Bahan penelitian

Penelitian ini membutuhkan beberapa peralatan dan reagen sebagai

berikut:

a. Catatan medis penderita dan status penelitian penderita

b. Formulir persetujuan ikut penelitian

c. Bahan untuk pemeriksaan hispatologi: formalin 10%, blok paraffin,

aqua destillata, hematoxyllin-eosin.

d. Bahan untuk pemeriksaan immunohistokimia: xylol, alkohol absolut,


(53)

Tris Buffer Saline (TBS), antibodi MMP-9, DAKO Real EnVision,

Choromogen Diamino Benzidine (DAB). Lathium Carbonat jenuh,

Tris EBTA, Hematoxylin, aqua destillata.

e. Alat untuk biopsi: blakesley nasal foscep lurus/bengkok, endoskopi

kaku, 4 mm, 00

f. Alat untuk pemeriksaan histopatologi dan immunohistokimia: mesin

pemotong jaringan (microtome), waterbath,hot plate, staining jar, rak kaca objek, kaca objek, rak inkubasi, silanized slide,Pap pen, pipet

mikro, tabung sentrifuge,pengukur waktu dan mikroskop cahaya. .

3.6.2. Prosedur Kerja Pemeriksaan Immunohistokimia MMP-9:

1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5 menit 2. Rehidrasi (Alkohol absolute, Alk 96%, Alk 80%, Alk 70%) @ 4 menit

3. Cuci dengan air mengalir 5 menit

4. Masukkan slide ke dalam PT Link Dako Epitope Retrieval : set up Preheat 65°C, Running time 98°C selama 15 menit.

± 1 jam

5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4

5 menit

6. Blocking dengan peroxidase block 5-10 menit

7. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit 8. Blocking dengan Normal horse Serum (NHS) 3 % 15 menit 9. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit 10. Inkubasi dengan Antibodi MMP-9 dengan pengenceran 1:40 1 jam 11. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 /Tween 20 5 menit

12. Dako Real Envision Rabbit/Mouse 30 menit

13. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 /Tween 20 5-10 menit 14. DAB+Substrat Chromogen solution dengan pengenceran 5 menit


(54)

20 µL DAB : 1000 µL substrat (tahan 5 hari di suhu 2-8°C setelah di-mix)

15. Cuci dengan air mengalir 10 menit

16. Counterstain dengan Hematoxylin 3 menit

17. Cuci dengan air mengalir 5 menit

18. Lithium carbonat (5% dlm aqua) 2 menit

19. Cuci dengan air mengalir 5 menit

20. Dehidrasi (Alk 80%, Alk 96%, Alk Abs) @5 menit

21. Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @5 menit

22. Mounting + cover glass

3.7. Teknik Pengumpulan Data

Data diambil dari hasil pemeriksaan di Departemen THT-KL FK USU /

RSUP H. Adam Malik Medan dan pemeriksaan imunohistokimia dilakukan di

Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan.

3.8 Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel. Data deskriptif (frekuensi

dan mean) dianalisa dengan menggunakan SPSS version 15. Untuk menilai kebermaknaan jenis histopatologi, ukuran tumor, metastasis kelenjar getah

bening dan stadium KNF variabel berdasarkan ekspresi MMP-9 digunakan uji


(55)

3.9 Kerangka Kerja

PEMERIKSAAN

IMMUNOHISTOKIMIA MMP-9 KARSINOMA NASOFARING

NEGATIF : Skor 0-3

POSITIF/OVEREKSPRESI: Skor 4-9

Tumor primer

Metastasis KGB

Histopatologi jaringan

Stadium Klinis

Tumor primer

Metastasis KGB

Histopatologi jaringan

Stadium Klinis


(56)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengambilan sampel

penelitian didapat dari jaringan nasofaring dengan tindakan biopsi pada penderita

karsinoma nasofaring di poliklinik THT-KL RSUP. H. Adam Malik Medan.

Kemudian sampel penelitian dikirim ke Departemen Patologi Anatomi FK USU

untuk pemeriksaan histopatologi dan immunohistokimia. Data penelitian adalah

seluruh kasus karsinoma nasofaring yang memenuhi kriteria populasi.

4.1. Distribusi frekuensi KNF berdasarkan umur

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan umur

Umur (tahun) n %

< 20 1 3,3

21 – 30 1 3,3

31 – 40 5 16,7

41 – 50 9 30,0

51 – 60 9 30,0

> 60 5 16,7

TOTAL 30 100,0

Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi frekuensi tertinggi pada

kelompok umur 41-50 tahun sebanyak 9 orang (30,0%) dan 51-60 tahun sebanyak 9

orang (30,0%), sedangkan yang terendah pada kelompok umur < 20 tahun sebanyak

1 orang (3,3%) dan 21-30 tahun sebanyak 1 orang (3,3%). Umur termuda adalah 16


(57)

4.2 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa frekuensi jenis kelamin

laki-laki sebanyak 22 orang (73,3%) sedang jenis kelamin perempuan sebanyak 8

orang (26,7%).dengan perbandingan 3 : 1.

4.3 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan tipe histopatologi

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan tipe histopatologi

Tipe Histopatologi n %

Keratinizing squamous cell carcinoma Non keratinizing squamous cell carcinoma Undifferentiated carcinoma

1 16 13

3,3 53,3 43,4

Total 30 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 tampak tipe histopatologi penderita karsinoma

nasofaring terbanyak adalah tipe non keratinizing squamous cell carcinoma yaitu sebanyak 16 jaringan karsinoma nasofaring (53,3%) dan diikuti tipe

undifferentiated carcinoma sebanyak 13 jaringan karsinoma nasofaring (43,4%).

Jenis Kelamin n %

Laki – laki 22 73,3

Perempuan 8 26,7


(58)

4.4 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

Ekspresi MMP-9 n %

Overekspresi Negatif

10 20

33,3 66,7

TOTAL 30 100,0

Pada tabel di atas diketahui bahwa overekspresi MMP-9 dijumpai pada 10

jaringan KNF (33,3%) dari 30 jaringan KNF.

4.5 Distribusi frekuensi tipe histopatologi jaringan KNF -9 berdasarkan ekspresi MMP-9

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi tipe histopatologi jaringan KNF -9 berdasarkan ekspresi MMP-9

Tipe histopatologi Ekspresi MMP-9

Overekspresi negatif

n % n %

keratinizing squamous cell carcinoma 0 0,0 1 5,0

non keratinizing squamous cell carcinoma 7 70,0 9 45,0

undifferentiated carcinoma 3 30,0 10 50,0

TOTAL 10 100,0 20 100,0

p=0.387

Pada tabel 4.5. nilai overekspresi MMP-9 paling banyak dijumpai pada

tipe histopatologi non keratinizing squamous cell carcinoma sebanyak 7 jaringan karsinoma nasofaring (70,0%), diikuti tipe undifferentiated carcinoma sebanyak 3 jaringan karsinoma nasofaring (30,0%), dengan uji Chi-Square didapatkan nilai


(59)

4.6 Distribusi frekuensi tumor primer (T) KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi (T) KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

Tumor primer (T) Ekspresi MMP-9

Overekspresi Negatif

n % n %

1 2 20,0 5 25,0

2 1 10,0 4 20,0

3 4 40,0 3 15,0

4 3 30,0 8 40,0

TOTAL 10 100,0 20 100,0

p=0.927

Pada tabel di atas diketahui bahwa overekspresi MMP-9 paling banyak

dijumpai pada T3 sebanyak 4 jaringan karsinoma nasofaring (40,0%). Pada uji

Mann Whitney-U diperoleh nilai p=0.927

4.7 Distribusi frekuensi metastasis KGB (N) KNF berdasarkan ekspresi MMP- 9

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi metastasis KGB (N) KNF berdasarkan ekspresi MMP- 9.

Kelenjar getah bening (N) Ekspresi MMP-9

overekspresi Negatif

n % n %

0 0 0,0 1 5,0

1 3 30,0 5 25,0

2 3 30,0 5 25,0

3 4 40,0 9 45,0

TOTAL 10 100,0 20 100,0


(60)

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa overekspresi MMP-9 paling

banyak dijumpai pada N3 sebanyak 4 jaringan karsinoma nasofaring (40,0%)

diikuti dengan N1 dan N2 masing-masing sebanyak 3 jaringan karsinoma

nasofaring (30,0%), dengan uji Mann Whitney-U didapatkan nilai p=0.925.

4.8 Distribusi frekuensi stadium KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi stadium KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

Stadium Ekspresi MMP-9

overekspresi Negatif

n % n %

I 0 0,0 0 0,0

II 1 10,0 2 10,0

III 3 30,0 3 15,0

IV 6 60,0 15 75,0

TOTAL 10 100,0 20 100,00

p=0.461

Overekspresi MMP-9 paling banyak dijumpai pada stadium IV yaitu

sebanyak 6 jaringan karsinoma nasofaring (60,0%) diikuti dengan stadium III

yaitu sebanyak 3 jaringan nasofaring (30,0 %). Dengan uji Mann Whitney-U didapatkan nilai p=0.461


(61)

BAB 5

PEMBAHASAN

Pengambilan sampel penelitian didapat dari jaringan nasofaring dengan

tindakan biopsi pada penderita karsinoma nasofaring di poliklinik THT-KL

RSUP. H. Adam Malik Medan. Kemudian sampel penelitian dikirim ke

Departemen Patologi Anatomi FK USU untuk pemeriksaan histopatologi dan

immunohistokimia. Data penelitian adalah seluruh kasus karsinoma nasofaring

yang memenuhi kriteria populasi.

5.1. Distribusi frekuensi KNF berdasarkan kelompok umur

Distribusi frekuensi tertinggi dijumpai pada kelompok umur 41-50 tahun

dan 51-60 yang masing-masing sebanyak 9 orang (30,0%) sedangkan frekuensi

yang terendah dijumpai pada kelompok umur <20 tahun dan 21-30 tahun yang

masing-masing sebanyak 1 orang (3,3%).

Hal ini sesuai dengan penelitian Puspitasari (2011) di RSUP H. Adam

Malik Medan periode 2006-2010 mendapatkan kelompok umur terbanyak pada

51-60 tahun sebanyak 89/335 orang (26,5%). Penelitian case series Yenita dan Asri (2008) di Sumatera Barat selama periode 2006-2008 melaporkan paling

banyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun sebesar 17/45 orang (37,8%).

Hal yang sama juga dilaporkan oleh Pua et.al (2008) di Malaysia mendapatkan presentase tertinggi pada kelompok umur 51-60 tahun sebesar


(62)

Menurut Lee (2003) dan Thompson (2005) umur penderita KNF bervariasi

mulai dari kurang 10 tahun hingga 80 tahun, dengan puncak insiden pada umur

40-50 tahun ataupun 40-60 tahun. Keganasan banyak didapatkan pada usia tua

(lebih dari 40 tahun) karena sistem imunitas dan mekanisme perbaikan DNA yang

mengalami mutasi (DNA repair) sudah kurang berfungsi dengan baik. Mekanisme perbaikan DNA dibutuhkan guna memperbaiki rangkaian asam amino

pada kode genetik DNA yang mengalami mutasi. Jika mekanisme perbaikan DNA

ini mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya maka mutasi gen DNA

yang sudah terjadi akan menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali

(Soehartono et. al., 2007). Berdasarkan penelitian para ahli disimpulkan bahwa suatu karsinogenesis merupakan proses yang berlangsung sangat lama. Suatu

proses transformasi sel sendiri dapat berlangsung lama, karena didalam sel kanker

telah terakumulasi banyak mutasi. Infeksi EBV sebagai salah satu faktor risiko

KNF memiliki masa laten untuk mempertahankan episom EBV dalam epitel

nasofaring yang terinfeksi, sekitar 20-25 tahun tanpa gejala. Hal ini menyebabkan

infeksi EBV menyediakan kumpulan sel target pada nasofaring yang rentan

terhadap paparan karsinogen lingkungan serta perubahan genetik selanjutnya pada

onkogen dan gen supresor tumor yang berperan dalam transformasi keganasan


(63)

5.2. Distribusi frekuensi KNF berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan tabel 4.2 jenis kelamin laki-laki lebih banyak dijumpai yaitu

sebanyak 22 orang (73,3%) dibandingkan perempuan sebanyak 8 orang (26,7%)

dengan perbandingan 3:1.

Penelitian di sentra lain di Indonesia mendapatkan hasil yang tidak jauh

berbeda yaitu Yenita dan Asri (2008) di Sumatera Barat mendapatkan

perbandingan laki-laki dan perempuan 2.5:1.

Penderita KNF lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan

perempuan dilaporkan pada hampir semua penelitian, hal ini diduga ada

hubungannya dengan kebiasaan hidup serta pekerjaan yang menyebabkan

laki-laki sering terpapar dengan karsinogen penyebab KNF. Paparan uap, asap debu

dan gas kimia di tempat kerja meningkatkan risiko KNF 2-6 kali, sementara

paparan formaldehid meningkatkan risiko 2-4 kali (Chang & Adami, 2006).

Merokok dan zat karsinogen akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang

dapat merusak DNA, sehingga bila DNA repair tidak sanggup untuk memperbaikinya maka dapat terjadi kanker (Hecht, 2003). Mukosa nasofaring

dapat langsung terpapar dengan asap rokok yang dihisap, dan kanker dapat

diinduksi pada daerah kontak dengan karsinogen (Cheng, 1999). Alkohol dan

stres dapat menstimulasi hipotalamus memproduksi corticotropin releasing hormone (CRH), hormon ini akan merangsang kelenjar pituitari untuk memproduksi adrenal corticotropic hormone (ACTH) dan akan menstimulasi kelenjar adrenal untuk memproduksi glucocorticoid. Efek glucocorticoid ini akan mengurangi produksi sitokin sehingga dapat menurunkan respon imun, sehingga


(64)

peminum alkohol lebih rentan untuk terkena infeksi termasuk VEB (Vaughan et al, 1996).

5.3. Distribusi frekuensi KNF berdasarkan tipe histopatologi

Penelitian ini menemukan tipe histopatologi penderita karsinoma

nasofaring terbanyak adalah tipe non keratinizing squamous cell carcinoma sebanyak 16 jaringan karsinoma nasofaring (53,3%) dan tipe histopatologi yang

paling sedikit adalah tipe histopatologi keratinizing squamous cell carcinoma sebanyak 1 jaringan karsinoma nasofaring (3,3%).

Hal ini sama dengan penelitian lain di RSUP H. Adam Malik Medan yaitu

Puspitasari (2011), Harahap (2009) dan Hidayat (2009) yang mendapatkan tipe

non keratinizing squamous cell carcinoma paling banyak dijumpai pada KNF dengan proporsi masing-masing sebesar 46,6%, 50,0% dan 63,6%. Berbeda

dengan Aliandri (2007) mendapatkan WHO tipe 3 yang terbanyak (54,4%);

Zahara (2007) mendapatkan jenis histopatologi terbanyak WHO tipe 3 (58,3%);

dan Munir (2007) mendapatkan WHO tipe 3 sebesar 54,6%.

Di Amerika Utara didapati WHO tipe 1 (25%), WHO tipe 2 (12%) dan

WHO tipe 3 (63%). Sementara itu distribusi histopatologi di Cina Selatan WHO

paling banyak dijumpai WHO tipe 3 (95%) diikuti WHO tipe 2 (2%) (Wei &

Sham, 2005; Wei, 2006).

Histopatologi KNF berdasarkan WHO tipe 2 dan 3 paling banyak dijumpai


(65)

Sementara WHO tipe 1 lebih sering dijumpai di Eropa dengan prognosis yang

lebih buruk (Licitra et al. 2003; Guigay et al. 2006).

5.4. Distribusi frekuensi KNF berdasarkan eksperesi MMP-9

Peningkatan ekspresi MMP-9 mempengaruhi kemampuan sel tumor untuk

mencerna atau merusak barrier suatu jaringan terutama membran basal pada

pembuluh darah (Zhang et al, 2003). Overekspresi MMP-9 pada KNF diperkirakan berperan dalam pertumbuhan tumor dengan memicu angiogenesis

dan penyebaran invasi lokal dan metastasis dengan mendegradasi matriks

ekstraseluler (Liu et al,2010). Oleh karenanya, overekspresi MMP-9 dapat digunakan sebagai marker untuk proses invasif dan metastasis suatu karsinoma

(Zhang et al, 2003).

Pada penelitian ini didapatkan overekspresi MMP-9 pada 10 jaringan KNF

dari 30 jaringan KNF (33,3%) dengan tampilan pulasan warna coklat pada

sitoplasma sel stroma dengan pewarnaan imunohistokimia MMP-9 dengan

pengenceran 1:40.

Penelitian ini hampir sama dengan yang didapatkan Garcia et al (2008) pada angiocentric midfacial lymphoma yaitu hanya 4 dari 20 kasus yang menunjukkan ekspresi MMP-9 positif di stroma. Hal ini diduga karena pada

limfoma ekstranodal tipe sel T/NK hanya sedikit kandungan elemen stromal

seperti fibroblas dibandingkan dengan karsinoma, sehingga MMP-9 hanya sedikit


(66)

Hasil ini berbeda dengan Liu et al (2010) yang mendapatkan overekspresi MMP-9 lebih besar pada 127/164 jaringan KNF (77,4%) dibandingkan dengan

jaringan nasofaring non KNF yang hanya menunjukkan overekspresi pada 17/32

jaringan (53,1%) dengan pewarnaan imunohistokimia MMP-9 dengan

pengenceran 1:100.

Selain itu, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian pada jenis

kanker lain yaitu Angulo et al (2011) melaporkan kadar MMP-2 dan MMP-9 di darah tepi lebih tinggi pada kanker kandung kemih dibandingkan dengan kontrol.

Penelitian Mroczko et al (2010) terhadap 35 penderita adenoma kolorektal dan 70 subjek yang sehat mendapatkan kadar serum MMP-9 dan TIMP-1 pada penderita

adenoma kolorektal lebih tinggi dibandingkan pada subjek yang sehat.

Perbedaan ini dikarenakan karena metode dan sediaan yang digunakan

berbeda, dimana pada penelitian ini melihat ekspresi MMP-9 pada jaringan secara

kualitatif, sedangkan pada penelitian tersebut dilakukan pada sediaan darah tepi

yang bersifat kuantitatif.

5.5. Distribusi frekuensi histopatologi jaringan KNF berdasarkan

ekspresi MMP-9

Nilai overekspresi MMP-9 pada penelitian ini paling banyak dijumpai

pada tipe histopatologi non keratinizing squamous cell carcinoma sebanyak 7 jaringan karsinoma nasofaring (70,0%) dan tidak dijumpai overekspresi MMP-9


(67)

Faktor etiologi yang penting dari KNF adalah infeksi Epstein-Barr virus (EBV). Pada KNF WHO tipe 2 dan 3 ditemui titer EBV yang tinggi, tetapi WHO

tipe 1 tidak mempunyai hubungan dengan titer EBV. KNF WHO tipe 1 dominan

ditemukan pada etnis Kaukasian seperti di Eropa (August et al, 2001). EBV mempunyai afinitas dengan limfosit di saluran nafas atas. Pada masa infeksi laten

EBV menghasilkan beberapa tipe protein. Sel nasofaring memproduksi LMP1 dan

EBNA1 (Plant, 2009). LMP-1 dapat merangsang ekspresi dan aktivitas beberapa

faktor yang berperan dalam invasi sel dan metastasis. Pada degradasi matriks

ekstraseluler, LMP-1 secara in vitro dapat merangsang MMP-9 yang disertai dengan adhesi, migrasi dan invasi. LMP-1 memperantarai induksi MMP-9 diatur

melalui aktivasi NF-κB dan ERK-MAPK. Selain itu, juga diatur oleh AP-1 dan faktor transkripsi Ets, termasuk c-Jun. Selain itu, MMP juga terlibat dalam

produksi VEGF. LMP-1 juga dapat mengurangi ekspresi TIMP tertentu (Morris,

Dawson & Young, 2009). Oleh karenanya, pada pada penelitian ini didapatkan

overekspresi MMP-9 paling banyak dijumpai pada tipe non-keratinizing squamous cell carcinoma.

Dengan uji chi square,pada penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara tipe histopatologi KNF dengan ekspresi MMP-9

(p=0.387)

Hal yang serupa juga dengan Horikawa et al (2000) yang melaporkan tidak adanya hubungan antara jenis histopatologi jaringan KNF dengan ekspresi


(68)

Namun berbeda halnya dengan penelitian Delektorskaya et al (2007) menemukan peningkatan ekspresi MMP-9 pada sel tumor adenokarsinoma

kolorektral tipe poorly differentiated dibandingkan dengan tipe moderate-well differentiated adenocarcinoma, selain itu juga menemukan adanya hubungan yang signifikan antara ekspresi MMP-9 dengan tipe histologi (p=0.011) dan ekspresi MMP-9 di sel kanker mempunyai hubungan signifikan dengan prognosis

(p=0.032). Gu et al (2005) mendapatkan bahwa poor differentiated esophaegal squamous cell carcinoma mempunyai overekspresi MMP-9. Hal ini menunjukkan bahwa tipe ini dengan overekspresi MMP-9 memiliki kecendrungan malignansi

yang tinggi.

5.6. Frekuensi tumor primer KNF berdasarkan ekspresi MMP-9

Pada tabel di atas diketahui bahwa overekspresi MMP-9 paling banyak

dijumpai pada T3 sebanyak 4 jaringan karsinoma nasofaring (40,0%) dan paling

sedikit pada T2 sebanyak 1 jaringan nasofaring (10,0%).

Penelitian Liu et al (2010) pada jaringan KNF menunjukkan overekspresi MMP-9 pada 85/116 jaringan KNF dengan T1-2 dan 42/46 jaringan T3-4.

Angulo et al (2011) mendapatkan peningkatan ekspresi MMP-9 melalui pemeriksaan RT-PCR pada penderita kanker kandung kemih dengan T3-4

Invasi tumor memerlukan dua hal yang penting yaitu berkurangnya

afinitas antar sel atau antara sel dan matriks ekstraseluler yang memfasilitasi

pelepasan daerah tumor primernya; selain itu terjadinya remodelling matriks berdasarkan AJCC 2006.


(69)

ekstraseluler oleh peningkatan aktivitas proteolisis lokal yang berpengaruh dalam

migrasi sel. Sel kanker mendegradasi membran basal sehingga sel tumor akan

menginvasi connective tissue, migrasi ke pembuluh darah dan memasuki sirkulasi darah. Langkah pertama terjadinya invasi secara umumnya dimulai dengan

degradasi protein membrane basal termasuk kolagen tipe IV. Hanya matrilysin,

gelatinase dan stromelysin-1 dan -2 yang mampu mendegradasi kolagen tipe ini.

Dalam hal ini, MMP mempunyai peranan dalam migrasi sel dan invasi tumor

(Forget, Desroslers & Beliveau, 1999).

Overekspresi MMP-9 pada KNF mempercepat pertumbuhan tumor dengan

mempengaruhi angiogenesis dan meningkatkan invasi lokal dan metastasis

dengan mendegradasi matriks ekstraseluler. Hal ini menunjukkan MMP-9

berperan dalam progresivitas KNF termasik invasi tumor dan metastasis. (Liu et al, 2010).

Pada penelitian ini karena data yang tidak terdistribusi normal maka untuk

melihat perbedaan antara tumor primer dengan ekspresi MMP-9 maka dilakukan

uji Mann Whitney-U dan tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna antara tumor primer dengan ekspresi MMP-9 (p=0.927).

Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan Liu et al (2010) yang mendapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara besar tumor KNF dengan

ekspresi MMP-9 (p=0.064). Demikian juga halnya dengan Guo, Xuan & Ping (2004) serta Horikawa et al (2000) yang mendapatkan tidak ada perbedaan klasifikasi besar tumor (T) KNF dengan ekspresi MMP-9 (p>0.05).


(1)

Mann-Whitney Test

Ranks

EKspresi MMP-9 N Mean Rank Sum of Ranks Tumor

dimension1

Negatif 20 15.40 308.00

Over Ekspresi 10 15.70 157.00

Total 30

Kelenjar getah bening

dimension1

Negatif 20 15.60 312.00

Over Ekspresi 10 15.30 153.00

Total 30

Stadium

dimension1

Negatif 20 16.18 323.50

Over Ekspresi 10 14.15 141.50

Total 30

Test Statisticsb

Tumor

Kelenjar getah

bening Stadium Mann-Whitney U 98.000 98.000 86.500 Wilcoxon W 308.000 153.000 141.500

Z -.092 -.094 -.737

Asymp. Sig. (2-tailed) .927 .925 .461 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .948a .948a .559a a. Not corrected for ties.


(2)

(3)

LAMPIRAN 7. GAMBAR PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA MMP-9

Gambar 7.1 Pewarnaan imunohistokimia MMP-9 pada jaringan KNF dengan intensitas kuat (pembesaran 400x)


(4)

Gbr 7.3. Pewarnaan imunohistokimia MMP-9 pada jaringan KNF dengan intensitas lemah (Pembesaran 400x)


(5)

LAMPIRAN 8. CURICULUM VITAE

I. IDENTITAS

1. Nama : dr. Dewi Puspitasari 2. Tempat/ Tanggal lahir : Medan / 08 Januari 1983

3. Alamat : Jl. Asrama Komplek Bumi Asri Blok E-122 Medan

4. No Telp/ HP : 087868844904

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1988-1994 : SDN 0670479 Medan 2. 1994-1997 : SLTP Negeri 1 Medan 3. 1997-2000 : SMU Negeri 1 Medan

4. 2000-2006 : Fakultas Kedokteran USU Medan 5. 2008- Sekarang : PPDS I. Kes THT-KL FK USU Medan

III. KEANGGOTAAN PROFESI

1. 2006 - 2009 : Anggota IDI Cabang kota Medan, Sumatera Utara

2. 2008- sekarang : Anggota Muda PERHATI-KL Cabang SUMUT


(6)