Konsep Diri Wanita Bertato Anggota Paguyuban Tatto Bandung (Studi Fenomenologi Tentang Konsep Diri Wanita Bertato Anggota Paguyuban Tatto Bandung)

(1)

KONSEP DIRI WANITA BERTATO ANGGOTA PAGUYUBAN TATTOO BANDUNG (Studi Fenomenologi Tentang Konsep Diri Wanita Bertato Anggota Paguyuban Tattoo Bandung)

Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) program studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh:

HYSUA ALAMANDA CITRARISTU NIM: 41809168

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

(3)

(4)

x

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERSEMBAHAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

ABSTRAK………... iv

ABSTRACT………...... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ………... xiv

DAFTAR TABEL ……… xv DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Rumusan Makro ... 9

1.2.2 Rumusan Mikro ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10 1.4 Kegunaan Penelitian


(5)

xi

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Penelitian terdahulu...12

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.2.1 Definisi Komunikasi ... 15

2.1.2.2 Tujuan Komunikasi ... 19

2.1.2.3 Proses Komunikasi... 21

2.1.2.4 Fungsi Komunikasi ... 22

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarpribadi 2.1.3.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi... 22

2.1.3.2 Ciri-ciri Komunikasi Antarpribadi... 22

2.1.3.3 Tujuan Komunikasi Antarpribadi... 23

2.1.3.4 Sifat Komunikasi Antarpribadi... 24

2.1.4 Tinjauan Tentang Konsep Diri 2.1.4.1 Pengertian Konsep Diri ... 25

2.1.4.2 Faktor-faktor yang memperngaruhi Konsep Diri... .27

2.1.5 Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik ... 28

2.1.6 Tinjauan Tentang Wanita... 34

2.1.7 Tinjauan Tentang Tato... 34

2.2 Kerangka Pemikiran……… 37 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN


(6)

3.1 Paguyuban Tattoo Bandung

3.1.1Sejarah Paguyuban Tattoo Bandung ... 44

3.1.2 Logo dan Arti Lambang ... 46

3.1.3 Visi dan Misi Paguyuban Tattoo Bandung ... 47

3.1.4 Struktur Organisasi Paguyuban Tattoo Bandung ... 47

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian ... 48

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.2.2.1 Studi Pustaka... 51

3.2.2.2 Studi Lapangan... 51

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 52

3.2.4 Teknik Analisis Data... 54

3.2.5 Uji Keabsahan Data... 56

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian... ... 58

3.3.2 Waktu Penelitian... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Informan………..68

4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Wanita Anggota Paguyuban Tattoo Bandung Memaknai diri (self) nya ……….77

4.2.2 Significant other memaknai wanita anggota Paguyuban tattoo Bandung………..83 4.2.3 Reference group memaknai wanita anggota


(7)

xiii

Paguyuban tattoo Bandung……….87

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian………89

4.3.1 Wanita Anggota Paguyuban Tattoo Bandung Memaknai diri (self) nya……….90

4.3.2 Significant other memaknai wanita anggota Paguyuban tattoo Bandung……….92

4.3.3 Reference group memaknai wanita anggota Paguyuban tattoo Bandung……….94

4.3.4 Konsep diri wanita anggota Paguyuban Tattoo Bandung………..96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan . . . 98

5.2. Saran . . . 99

5.2.1. Saran Bagi Wanita Paguyuban tattoo Bandung . . . 99

5.2.2. Saran Bagi Masyarakat . . . …….. 100

5.2.3. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya……….. 100

DAFTAR PUSTAKA . . . 102

LAMPIRAN . . . 104

DAFTAR RIWAYAT HIDUP . . . 137


(8)

vi

Yang Maha Esa, yang mana atas segala berkat dan anugerah-Nya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, keyakinan dan jalan serta kesabaran bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Penyusunan penelitian ini yaitu berjudul : “KONSEP DIRI WANITA BERTATO ANGGOTA PAGUYUBAN TATTOO BANDUNG (Studi Fenomenologi Tentang Konsep Diri Wanita Bertato Anggota Paguyuban Tattoo Bandung)”, dan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna mendapat nilai akhir bagi kelulusan di tingkat Strata Satu (S1).

Penulis sangat menyadari bahwa adanya peran berharga dari orang-orang hebat disisi penulis yang bersedia membagi hidupnya bersama-sama merasakan apa yang penulis alami, hadapi dan rasakan. Dengan segala kerendahan hati, penulis ucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada orangtua tercinta Ayah Ricky Harahap dan Unda Lydia Yemima, atas segala cinta kasih dan sayang yang mewarnai kehidupan penulis serta selalu setia mendukung penulis, memberikan kekuatan moril dan memenuhi kebutuhan material penulis.

Pada kesempatan ini perkenankan peneliti menghaturkan rasa hormat dan banyak terimakasih kepada:

1. Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), yang selalu memberi dukungan kepada mahasiswanya.


(9)

vii

2. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat M. Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia, yang telah membantu penulis dalam bidang akademik .

3. Yth. Ibu Melly Maulin P. S.Sos, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia, yang telah memberikan nasihat, saran dan motivasi kepada penulis hingga saat ini. 4. Yth. Bapak. Sangra Juliano Prakasa.,M. IKom selaku Dosen Wali IK-5

2009 yang telah banyak memberikan nasihat, semangat dan arahan kepada penulis selama menempuh studi di UNIKOM.

5. Yth. Bapak. Arie Prasetio, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, menasihati, mengarahkan dan memberikan petunjuk serta motivasi yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini.

6. Yth. Seluruh Bapak/Ibu Dosen tetap dan Bapak/Ibu Dosen Luar Biasa Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations Unikom, yang telah memberikan dukungan, pikiran, tenaga, saran, dan waktu serta pengajaran yang baik selama penulis mengikuti perkuliahan.

7. Yth. Ibu Ratna., Amd.Kom selaku Sekertaris Dekan yang selalu memberikan informasi tentang proses akademik selama penulis mengikuti jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Komputer Indonesia.

8. Yth. Ibu Astri Ikawati., A.Md., Kom., selaku sekertariat Program studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP UNIKOM, yang telah membantu kelancaran administrasi kepada penulis.


(10)

9. Keluarga besar Paguyuban Tattoo Bandung yang rela ditanya, diganggu, dibuat pusing oleh penulis, terimakasih sambutan dan senyuman yang hangat yang diberikan.

10.

Sisis Ayunda Abia dan Radinda Harahap sebagai kakak dan adik tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, semangat serta dukungan yang tidak ternilai harganya hingga sampai saat ini.

11.Seluruh keluarga besar Harahap dan Mangempis Sigar yang telah memberikan doa dan dukungan luar biasa sampai saat ini.

12.Vilia Desvianti dan Icha Anastasya yang tidak henti-hentinya menanyakan proses skripsi ini, serta memberikan doa dan motivasi yang sangat berharga.

13.Megan Sabana yang rela memberikan waktu dan informasi yang sangat membantu.

14.Lita, Sarah, Fresly, Agnes, Nunuy, Sisca yang setia mendukung penulis selama kurang lebih delapan tahun.

15.Teman-teman seperjuangan Wiwit, Distia, Tisa, Lani, Dewi, Evfry, Riryn, Melvhin, Achan, Bang Tiar, Bang Berry, Bang Nico, Yanis, Fazar, Budi, Bashir, Yogi, Tumpal IK-5 2009, IK-Humas 2, dll yang

tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk motivasi dan

kebersamaan kalian.

16.Semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas doa dan dukungannya.


(11)

ix

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlimpah bagi orang-orang yang telah membantu penulis dengan segala kesabaran dan keikhlasannya.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan kemampuan pengetahuan dan pengalaman penulis sehingga penulisan skripsi ini masih memerlukan banyak perbaikan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima saran dan kritik membangun guna perbaikan lebih lanjut. Namun demikian, penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan pembaca pada umumnya.

Bandung, Juli 2013 Penulis

Hysua Alamanda 41809168


(12)

102 Buku:

Burns, R.B. 1993. Konsep Diri (Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku). Jakarta: Arcan.

Cangara, Hafied. 2002, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

______________ 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi (cetakan kelima). Jakarta: PT Raja Grafindo

Devito, Joseph.A. 1997. Komunikasi AntarManusia. Jakarta: Professional Books.

Effendi, Onong Uchjana. 2001. Ilmu Komunikasi dan Teori Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

_____________________. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

____________________. 2006. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kuswarno, Engkus. 2009 . Fenomenologi .Bandung: widya padjajaran

Meleong, Lexy J. 1980. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya

Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya


(13)

103

______________. 2007 Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

_____________. 2010. Metode Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Olong, Hatib Abdul Kadir. 2006. Tato. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara

Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : LKIS

Rakhmat,Jalalludin, 2002. Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

______________. 2008. Psikologi Komunikasi: Edisi Revisi (Cetakan keduapuluh enam). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sendjaja, Sasa Duarsa dkk, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Pusat Penerbitan UT Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta ________. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo.

Skripsi

Hendra Yana. 2012 . Universitas Komputer Indonesia.Konsep Diri Pengguna Tato Dikalangan Mahasiswa Kota Bandung Sebagai Gaya Hidupnya.

Michail Jagar. 2012. Universitas Komputer Indonesia. Konsep Diri Musisi Punk di Kota Cimahi (Studi Fenomenologi tentang Konsep Diri Musisi Punk Di Kota Cimahi)


(14)

1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Tato merupakan salah satu cara untuk mengekspresikan diri, dimana tato dilihat juga sebagai fenomena seni yang dapat berbicara mengenai sesuatu yang dimaksudkan para pengguna tato. Setiap orang yang menggunakan tato memiliki arti tersendiri dari tato yang digambar ditubuhnya. Setiap gambar-gambar pada tubuh yang ditato pasti memiliki arti yang sangat penting didalam hidupnya, karena tato bukan hanya gambar sembarangan yang dapat dihapus kapan saja mereka mau, tetapi kekal, selain tidak dapat dihapus, cara menggambar tato di tubuh manusia juga tidak asal-asalan, selain harus merasakan yang sakit, tato juga harus digambar secara professional, karena jika tidak dilakukan oleh ahlinya, memungkinkan terjadinya kekecewaan, karena gambar kekal yang ada ditubuhnya bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dengan pengguna tato tersebut.

Dalam bahasa Indonesia tato merupakan pengindonesiaan dari kata tatto yang berarti goresan, gambar, atau lambang yang membentuk sebuah desain pada kulit tubuh.

Didalam Ensipklopedia Indonesia dijelaskan bahwa tato merupakan lukisan berwarna permanen pada kulit tubuh. Konon kata “tato” berasal dari bahasa Tahiti, yakni “tattau” yang berarti menandai, dalam arti bahwa tubuh ditandai dengan menggunakan alat berburu yang runcing untuk memasukan zat pewarna dibawah permukaan kulit. Amy Krakov mengungkapkan secara teknis bahwa tato adalah pewarnaan permanen


(15)

2

pada tubuh dengan cara diserapkan dengan benda tajam ke dalam kulit. (Olong, 2006:83-84) .

Seni tato pun ternyata mengenal berbagai macam aliaran. Menurut Kent- Kent sebagai salah satu seorang profesionalis tato serta pemilik Studio Kenamaan di Bandung Kent Tattoo, menklasifikasikan beberapa jenis gambar tato, yaitu:

1. Natural, berbagai macam gambar tato berupa pemandangan alam atau bentuk muka

2. Treeball, merupakan serangkaian gambar yang dibuat menggunakan blok warna. Tato ini banyak dipakai oleh suku Maori.

3. Outschool (Oldskool), tato yang dibuat berupa gambar-gambar zaman dulu, seperi perahu jangkar atau simbol yang tertusuk pisau.

4. Newschool (Nuskool), gambarnya cenderung mengarah ke bentuk grafiti dan anime.

5. Biomekanik (Biomechanic), berupa gambar aneh yang merupakan imajinasi dari teknologi, seperti gambar robot, mesin dll. (Olong, 2006:85)

Pada awalnya, secara lokalitas tato merupakan kebudayaan yang eksis di daerah masing-masing namun kini tato ada di seluruh permukaan bumi. Munculnya tato di dunia awalnya masih menggunakan teknik manual yaitu melalui bahan-bahan tradisional. Pada umunya tato berfungsi sebagai ritual pada suku Maya, misalnya pada bayi akan dicetak dikeningnya ketika ia lahir, kemudian akan dilanjutkan pada bagian batang hidung dan kepala bagian belakang.

Tato di Indonesia berawal dari kepulauan Mentawai yang terletak di sebelah barat Sumatera Barat. Mentawai biasanya menjalani upacara peralihan masa kanak-kanak ke remaja, mereka mengadakan pesta besar dan tubuh anak


(16)

ditato oleh sipatiti, yakni seorang ahli tato ataupun bagi seorang perempuan muda akan makin cantik bila memiliki banyak tato. Intinya perempuan ini akan dikagumi laki-laki bila memiliki banyak body painting. Berbeda dengan suku Dayak yang memiliki sejarah pembuatan tato di Indonesia, bagi masyarakat suku dayak seorang laki-laki yang di tato lengannya memiliki keberanian luar biasa karena pernah memenggal kepala musuhnya.

Saat ini, di Indonesia sendiri, tato bukan hanya untuk memperlihatkan status sosial tertentu, seperti halnya menandakan seseorang berstatus preman atau kriminal. Tato menjadi budaya populer yang secara sederhana lebih sering disebut budaya pop, merupakan fenomena yang menyangkut apapun yang terjadi di sekeliling kita setiap harinya. Gaya berpakaian, film, musik, makanan, termasuk bagian dari budaya pop.

Definisi sederhana dari populer sendiri adalah sesuatu yang dapat diterima, disukai, atau disetujui oleh masyarakat banyak. Sementara, definisi sederhana dari budaya adalah salah satu pola yang merupakan kesatuan dari pengetahuan, kepercayaam, serta kebiasaan yang tergantung kepada kemampuan manusia untuk belajar dan menyebarkannya ke generasi selanjutnya. (Olong, 2006:8)

Dahulu budaya tato hanya menjadi simbol bagi kalangan tertentu, misalnya dibubuhkan kepada seseorang yang hendak memasuki masa dewasa dengan melalui proses ritual yang bersifat magis dan berbelit, sedangkan dewasa ini tato menjadi konsumsi bagi banyak kalangan tanpa melihat dan merasa bahwa individu tersebut sedang memasuki suatu keadaan tertentu dengan tato sebagai simbolnya. Hal tersebut juga merupakan bukti penguat bahwa tato menjelma dari tradisi dengan budaya tinggi (high culture) menjadi budaya pop (pop culture),


(17)

4

dimana dari berbagai kalangan tanpa memandangan status sosial merasa nyaman menggunakannya.

Muncul dan berjamurnya salon-salon atau studio-studio tato di Indonesia merupakan dukungan tersendiri bagi pengguna tato. Pada sisi yang berbeda tato dikenal dengan kesan yang mengerikan dan maskulin yang hanya digunakan oleh laki-laki, padahal banyak juga wanita yang menjadi pengguna tato. Wanita yang terlihat anggun ternyata banyak yang mengekspresikan kesukaannya melalui tato. Biasanya wanita pengguna tato memakai gambar-gambar yang lucu, misalnya bunga, mahkota, sayap malaikat, kupu-kupu, hati, tokoh kartun, serta gambar-gambar yang menunjukan bahwa seperti itulah keanggunan mereka sesungguhnya, serta warna-warna yang menunjukan wanita seperti warna merah muda dan biru muda. Akan tetapi, di luar dari kelucu-lucuannya itu masih banyak pengguna tato yang menggunakan gambar-gambar yang terlihat garang dan seram.

Masyarakat yang hanya melihat sekilas tentang wanita bertato biasanya langsung mengambil kesimpulan bahwa wanita yang bertato adalah wanita yang nakal yang tidak tahu aturan, dan tidak jauh mereka menghakimi bahwa wanita bertato itu galak dan mengerikan. Hal tersebut membuat wanita yang bertato merasa lebih tidak dihargai oleh masyarakat luas, sementara setiap manusia ingin dihargai dan dihormati, namun sepertinya tanggapan-tanggapan yang diberikan masyarakat tentang wanita bertato mempengaruhi konsep diri dalam kehidupannya. “Konsep diri seseorang seperti kaca cermin,dengan pemikiran


(18)

bahwa konsep diri seseorang dipengaruhi oleh pandangan orang lain terhadap individu yang bersangkutan”. (Burns 1993:17)

Konsep diri seseorang terbentuk dari komponen kognitif yang disebut self image atau citra diri dan komponen afektif yang disebut self esteem atau harga diri, yang dipengaruhi oleh significant other (orang lain), orang lain disini adalah orang lain yang sangat penting yang memiliki hubungan darah yang bisa jadi masih hidup ataupun sudah meninggal misalnya saja orang tua, saudara-saudara, kakak, adik. Orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah secara perlahan-lahan terbentuk konsep diri. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan menyebabkan kita menilai diri kita secara positif, sebaliknya ejekan, cemoohan, dan hardikan membuat kita memandang diri kita secara negatif. Konsep ini juga berasal dari George Heber Mead, memandang diri kita seperti orang-orang lain memandangnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Yang mempengaruhi konsep diri selanjutnya adalah kelompok rujukan (reference group), orang orang dekat yang tidak ada ikatan darah, misalnya teman kantor, lingkungan bermain baik di rumah atau di sekolah. Kelompok rujukan yaitu kelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap konsep diri kita, kelompok ini adalah orang yang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya (Rakhmat, 2008:104). Seperti yang dibahas Mead, konsep diri berkaitan erat dengan interaksi simbolik. Mead mengatakan bahwa pikiran (mind) dan aku/diri (self) berasal dari masyarakat (society) atau proses-proses interaksi. Bagi Mead tidak ada pikiran yang lepas bebas dari situasi sosial. Konsep diri


(19)

6

timbul untuk disatukan dan diorganisasikan melalui internalisasi orang lain secara umum. (Effendi, 1993:390)

Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai makhluk yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Konsep diri juga didefinisikan secara umum sebagai kenyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu. Konsep diri seorang wanita bertato, mereka menginginkan kebebasan bertindak, kebebasan berpikir dan kebebasan berprilaku.

Konsep diri merupakan bagian yang penting dari kepribadian seseorang yaitu sebagai penentu bagaimana seseorang bersikap dan bertingkah laku. Jika manusia memandang dirinya tidak mampu, tidak berdaya dan hal-hal negatif lainnya, ini akan mempengaruhi dia dalam berusaha. Konsep diri menjadi sangat mempengaruhi kepribadian seseorang, dengan konsep diri yang dimiliki seseorang, dia akan bertingkahlaku sesuai dengan konsep dirinya. Setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang berdasarkan konsep yang dibentuknya untuk menampilkan seseorang yang dia bentuk.

Wanita mempunyai konsep dirinya masing-masing saat melakukan interaksi sosial, apa yang mereka pikirkan tentang dirinya akan tercermin dari bagaimana mereka berbicara dan bagaimana cara mereka berpenampilan dan


(20)

bersikap. Citra yang mereka buat mengenai diri sendiri dengan sendirinya tampil melalui cara-cara tersebut.Bagaimana mereka mengapresiasi diri sendiri dan tingkat penghargaan terhadap dirinya sendiri akan tercermin dari tingkah laku dan kepribadian yang mereka tunjukan kepada masyarakat. Menurut Mead juga :

“Konsep diri sebagai suatu obyek timbul di dalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian imdividu tersebut mengenai bagaimana orang-orang lain bereaksi kepadanya. Sehingga dia dapat mengantisipasikan reaksi-reaksi orang lain agar bertingkah laku dengan pantas, individu tersebut belajar untuk menginterpretasikan lingkungannya sebagaimana yang dilakukan orang-orang lainnya.(Burns 1993 : 19)” Penggabungan dari perkiraan-perkiraan seperti itu mengenai bagaimana ‘orang lain yang disamaratakan’ ini akan memberikan tempat asal utama dari peraturan dalam yang pada akhirnya datang untuk membimbing dan mempertahankan/memelihara tingkah laku, bahkan jika kekuatan-kekuatan dari luar tidak ada lagi. Di dalam cara ini komunitas melaksanakan pengawasan terhadap tingkah laku dari masing-masing individu, sebagaimana hal ini dalam bentuk orang lain yang disamaratakan yaitu proses sosial dan pola budaya diasimilasikan ke dalam individu itu. Maka diri merupakan suatu struktur sosial yang timbul dari pengalaman sosial. Sekali terbentuk hal itu dapat memberikan pengalaman sosial bagi dirinya sendiri. Tetapi, yang lebih penting, Mead melihat bahasa sebagai penghubung diantara diri dan masyarakat itu. Manusia mempunyai simbol bahasa, maka dari itu tidak perduli apakah arti yang dikomunikasikan diantara dua individu ataupun antara seorang individu dengan dirinya sendiri. Menurut Mead, “Di dalam situasi yang terakhir ini individu tersebut menaruh dirinya sendiri pada tempat orang lain dan dapat mengambil alih sikap-sikap seorang lainya dan bertindak terhadap dirinya sendiri sebagaimana orang lain


(21)

8

berbuat”(Burns 1993 : 19). Dalam buku tersebut, Horney juga mengatakan bahwa :

“Seseorang yang tidak mempercayai dirinya sendiri patut untuk disayangi adalah orang yang tidak mampu untuk mencintai orangorang lain, dan dari karyanya yang selanjutnya dia dapat melihat yaitu,’semakin banyak kecemasan dilepaskan dengan psiko-analisa, semakin mampu membuat seseorang tersebut untuk menyayangi dan mempunyai toleransi yang sungguh-sungguh bagi dirinya sendiri dan bagi orang-orang lain.”(Burns 1993 : 287)

Pemahaman akan diri mencakup pengungkapan diri dan kesadaran diri yang berlangsung sepanjang hidup suatu individu melalui segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya. Setiap individu akan belajar dari setiap pengalamannya, mencakup bagaimana dia menyikapi suatu permasalahan dan apa tindakan yang akan dia ambil untuk menyelesaikan masalah tersebut, menunjukan seberapa dalam dia mengetahui dan memahami dirinya. Identitas dibentuk oleh diri kita sendiri dan melekat dalam sikap dan tingkah laku kita. Identitas tersebut akan mempengaruhi bagaimana orang lain memperlakukan kita, juga mempengaruhi kita dalam mempresepsikan diri kita.

Karena konsep diri itu abstrak maka cocok untuk ranah penelitian kualitatif, disini peneliti mengangkat judul ini berangkat dari ketertarikan akan keingintahuan lebih lagi akan konsep diri dari wanita bertato.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengambil rumusan masalah melalui pertanyaan makro dan mikro.


(22)

1.2.1. Rumusan masalah Makro

Bagaimana Konsep diri wanita bertato anggota Paguyuban Tattoo Bandung?

1.2.2. Rumusan masalah Mikro

Berdasarkan pertanyaan makro diatas, maka peneliti dapat merusmuskan pertanyaan mikro sebagai berikut:

1. Bagaimana wanita bertato anggota Paguyuban Tattoo Bandung memaknai dirinya sendiri (self)?

2. Bagaimana significant other memaknai wanita bertato anggota Paguyuban Tattoo Bandung?

3. Bagaimana reference group memaknai wanita bertato anggota Paguyuban Tatto Bandung?

1.3. Maksud dan Tujuan penelitian 1.3.1. Maksud penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa Bagaimana konsep diri wanita bertato anggota Paguyuban Tattoo Bandung (studi fenomenologi tentang konsep diri wanita bertato anggota Paguyuban Tattoo Bandung)


(23)

10

1.3.2. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui wanita bertato anggota Paguyuban Tattoo Bandung memaknai dirinya sendiri (self)

2. Untuk mengetahui significant other memaknai wanita bertato anggota Paguyuban Tattoo Bandung

3. Untuk mengetahui reference group memaknai wanita bertato anggota Paguyuban Tatto Bandung

1.4. Kegunaan penelitian

Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat, sejalan dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna secara teoritis maupun praktis.

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis peneliti berharap agar penelitian ini dapat mengembangkan kajian studi Ilmu Komunikasi secara umum dan konsep diri secara khusus. Selain itu pula dapat menjadi acuan dalam memperdalam pengetahuan dan teori mengenai informasi yang berhubungan dengan studi Ilmu Komunikasi.


(24)

1.4.2. Kegunaan praktis 1. Kegunaan bagi peneliti

Penelitian yang dilakukan berguna bagi peneliti yaitu sebagai aplikasi dari keilmuan yang selama dalam masa perkuliahan hanya diterima secara teori. Penelitian ini diharapkan dapat member pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti, khususnya dalam memahami kehidupan.

2. Kegunaan bagi universitas

Bagi universitas, khususnya program studi Ilmu Komunikasi, diharapkan hasil penelitian ini berguna sebagai literature bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian yang sama, serta diharapkan dapat berguna untuk seluruh mahasiswa dalam meningkatkan pengetahuan mahasiswa dan memberikan pengetahuan tentang konsep diri wanita bertato.

3. Kegunaan bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat mengenai keberadaan wanita bertato di sekitar lingkungannya, khususnya mengenai konsep diri wanita anggota paguyuban tattoo Bandung.


(25)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Studi Penelitian terdahulu

Studi penelitian terdahulu sangat penting bagi bahan acuan yang membantu penulis dalam merumuskan asumsi dasar untuk pengembangan kajian. Tentunya studi terdahulu tersebut harus yang relevan baik dari konteks penelitian maupun metode penelitian yang digunakan. Kajian tentang pembentukan konsep diri secara khusus lebih banyak dibahas dari ilmu psikologi, namun pada hakekatnya berkaitan erat dengan ilmu komunikasi, seperti yang disebutkan oleh Burns “diri itu ada mungkin melibatkan tidak lebih daripada fakta bahwa manusia dengan sadar menyadari tentang diri mereka sendiri dan lingkungan” (Burns 1993 : 38)

Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti penulis yaitu:

Tabel 2.1 Penelitian terdahulu

Aspek

Nama Peneliti

Hendra Yana Michail Jagar


(26)

Universitas

Universitas Komputer Indonesia

Universitas Komputer Indonesia

Judul Peneliti

Konsep Diri Pengguna Tato Dikalangan Mahasiswa Kota Bandung Sebagai Gaya

Hidupnya.

“Konsep diri musisi punk di Kota Cimahi (studi fenomenologi tentang konsep diri musisi Punk di

Kota Cimahi)”

Jenis Penelitian

Kualitatif dengan metode penelitian deskriptif

Kualitatif dengan metode penelitian fenomenologi

Tujuan Penelitian

untuk mengetahui Konsep Diri Pengguna Tato Dikalangan Mahasiswa

Kota Bandung Sebagai Gaya Hidupnya. Untuk mengetahui Pandangan, maka peneliti mengangkat

sub fokus Pandangan Pengguna Tato Dikalangan

Mahasiswa Kota Bandung Sebagai Gaya Hidupnya, Perasaan Pengguna Tato Dikalangan Mahasiswa

Kota Bandung Sebagai

untuk mengetahui musisi punk memaknai dirinya sebagai seorang musisi punk, bagaimana significant

other dan reference group memaknai musisi punk serta untuk

mengetahui konsep diri musisi punk di Kota Cimahi.


(27)

14

Gaya Hidupnya, Konsep Diri Pengguna Tato Dikalangan Mahasiswa

Kota Bandung Sebagai Gaya Hidupnya.

Hasil Penelitian

1) Pandangan Pengguna Tato Dikalangan Mahasiswa Kota Bandung Sebagai Gaya

Hidupnya mereka memandang tato sebagai

suatu seni, cara mengekspresikan diri, sebagai jati diri, pembeda antara diri mereka dan orang

lain. 2) Perasaan Pengguna Tato Dikalangan Mahasiswa Kota Bandung Sebagai Gaya

Hidupnya mereka mempunyai kepuasaan tersendiri atas dirinya yang mempunyai tato terlepas dari

persepsi yang negatif dari orang-orang sekitarnya. 3)

konsep diri musisi punk di pengaruhi oleh self, significant

others dan reference groups . Pemaknaan dan pandangan sikap

significant others dan reference groups terjadi melalui pertukaran

simbol-simbol yang memiliki makna dapat mempengaruhi konsep diri musisi punk tersebut.

Konsep diri pada musisi punk cenderung masih di pandang

negative, meskipun pada kenyataanya tidak semua musisi punk identik dengan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan lingkungan sekitar.

Kesimpulan penelitian adalah musisi punkmenilai diri mereka


(28)

Konsep Diri Pengguna Tato Dikalangan Mahasiswa Kota

Bandung Sebagai Gaya Hidupnya pengaruh perilaku yang mereka kaitkan dengan tato lebih kepada motivasi,

mereka menilai tato bisa membuat lebih percaya diri.

sebagai pribadi yang kreatif, mandiri dan bukan sekedar untuk mengikuti trend semata. Selain itu

mereka memaknai diri mereka sebagai individu yang baik yang bisa menempatkan dirinya sebagai

seorang musisi punk. Saran penelitian adalah untuk musisi punk teruslah berkreatifitas

dan menciptakan karya-karya terbaik dalam bermusik, serta tunjukan nilai-nilai positif dari

setiap karya agar dapat memberikan pengetahuan

mengenaipunk terhadap masyarakat, sehingga masyarakat

tidak lagi memandang buruk mengenai musik punk.

2.1.2. Tinjauan tentang Komunikasi 2.1.2.1.Definisi Komunikasi

Dalam setiap kehidupan manusia, komunikasi merupakan suatu aktivitas yang sangat penting. Manusia adalah makhluk sosial


(29)

16

dan sebagai makhluk sosial sangatlah tidak mungkin bagi manusia untuk tidak melakukan komunikasi dengan manusia lain karena hanya dengan komunikasi manusia dapat mengenal satu sama lain dan saling bertukar berbagai macam informasi sehingga meningkatkan pengetahuan manusia dalam berbagai bidang, misalnya: ilmu pengetahuan dan teknologi. Komunikasi memiliki peranan penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Melalui komunikasi didalam sebuah organisasi akan tampak jelas interaksi antara atasan dan bawahan dalam setiap penyampaian pesan atau informasi yang terjadi dalam organisasi tersebut.

Mengenai komunikasi, Onong Uchjana Effendi dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek” mengemukakan pendapatnya sebagai berikut, “Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna.” (Effendi, 2006: 9)

Komunikasi dapat berlangsung dengan baik apabila terdapat saling pengertian antara pengirim dan penerima pesan, sehingga terdapat suatu pemahaman terhadap sebuah ide atau gagasan. Melalui pemahaman yang baik, tujuan komunikasi untuk memberikan rangsangan atas perubahan sikap akan mudah dicapai. Komunikan


(30)

akan menerima pesan yang disampaikan komunikator sesuai dengan tujuan komunikasi itu sendiri.

Komunikasi merupakan alat utama yang digunakan dalam rangka melakukan interaksi yang berkesinambungan untuk berbagai tujuan menurut kepentingannya. Komunikasi bersifat fundamental karena berbagai maksud dan tujuan yang ingin dicapai memerlukan adanya suatu pengungkapan atas dasar-dasar tujuan tersebut, maka dalam hal ini komunikasi menjadi alat utama yang digunakan untuk menyampaikan tujuan-tujuan tersebut. Komunikasi sangat mendasari berbagai pemaknaan yang akan dibuat dan yang akan terbuat setelahnya.

Berbagai pendapat untuk menjelaskan komunikasi juga diungkapkan oleh Charles R. Berger dan Steven H. Chaffe dalam buku “Handbook Communication Science” (1983: 17) yang dikutip oleh Wiryanto, menerangkan bahwa:

Communication science seeks to understand the production, processing and effect of symbol and signal system by developing testable theories containing lawful generalization, that explain phenomena associated with production, processing and effect (Ilmu komunikasi itu mencari untuk memahami mengenai produksi, pemrosesan dan efek dari simbol serta sistem sinyal, dengan mengembangkan pengujian teori-teori menurut hukum generalisasi guna menjelasken fenomena yang berhubungan dengan produksi, pemrosesan dan efeknya).” (Wiryanto, 2004: 3)

Carl I. Hovland (1948: 371) dalam buku “Social Communication”, yang dikutip oleh Wiryanto mendefinisikan komunikasi,


(31)

18

“The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify, the behavior of other individu (Komunikasi adalah proses di mana individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain).” (Wiryanto, 2004: 6).

Everett M. Rogers dan D. Lawrence Kincaid (1981: 8) dalam buku “Communication Network: Towards a New Paradigm for Research” sebagaimana yang dikutip oleh Wiryanto menerangkan bahwa, “Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.” (Wiryanto, 2004: 6).

Dari beberapa definisi dan pengertian komunikasi yang telah dikemukakan menurut beberapa ahli komunikasi, maka jelas bahwa komunikasi antarmanusia hanya dapat terjadi apabila seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya dapat terjadi apabila didukung oleh adanya komponen atau elemen komunikasi yang diantaranya adalah sumber, pesan, media, penerima dan efek. Ada beberapa pandangan tentang banyaknya unsur komunikasi yang mendukung terjadi dan terjalinnya komunikasi yang efektif. Secara garis besar komunikasi telah cukup didukung oleh tiga unsur utama yakni sumber, pesan dan penerima,


(32)

sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain ketiga unsur yang telah disebutkan Aristoteles, seorang ahli filsafat Yunani Kuno menerangkan dalam bukunya ”Rhetorica” sebagaimana yang dikutip oleh Hafied Cangara mengatakan bahwa, “Suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsur yang mendukung, yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkan.” (Cangara, 2005: 21).

2.1.2.2.Tujuan Komunikasi

Komunikasi memiliki tujuan. Seperti kegiatan lainnya, komunikasi memiliki tujuan atau destination yang ingin dicapai oleh para pelaku komunikasi. Menurut Schramm dalam Sendjaja menjelaskan, “tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yaitu : kepentingan komunikator dan kepentingan komunikan”. (Sendjaja, 2004:2.19)

Tujuan komunikasi menurut Sendjaja dilihat dari sudut kepentingan sumber atau komunikator antara lain :

1. Memberikan informasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan yang didalamnya sarat akan informasi. Melalui komunikasi, pesan tersebut disampaikan komunikator kepada komunikan.

2. Mendidik

Dari sekedar memberikan informasi, akhirnya banyak input yang disampaikan komunikator agar komunikan menjadi lebih luas pengetahuannya.

3. Menghibur

Seorang komunikator berkomunikasi tidak semata-mata memberikan informasi dan pengetahuan melainkan juga


(33)

20

menghibur perasaan komunikan. Hal ini sering dilakukan untuk mengakrabkan ikatan emosional.

4. Menganjurkan suatu tindakan

Pesan yang disampaikan komunikator merupakan stimulus yang dapat menjadi acuan bagi komunikan. Komunikator dapat mempengaruhi komunikan melalui komunikasi. (Sendjaja, 2004:2.19).

Sedangkan tujuan komunikasi menurut Sendjaja dilihat dari sudut kepentingan penerima atau komunikan antara lain:

1. Memahami informasi

Minimnya informasi menjadikan seseorang menjadi kurang paham mengenai suatu hal. Melalui informasi yang disampaikan komunikator, komunikan menjadi lebih paham mengenai informasi yang dibutuhkannya.

2. Mempelajari

Pesan yang disampaikan komunikator sarat akan pengetahuan dan informasi. Dengan berkomunikasi dengan komunikator, komunikan dapat mempelajari hal-hal yang tidak diketahuinya.

3. Menikmati

Tanpa disadari seorang komunikator adalah entertainer sejati. Komunikan dimanjakan oleh banyaknya informasi, pengetahuan, dan sekaligus hiburan dari komunikator. 4. Menerima atau menolak anjuran komunikan

Mereka kerap kali menjadi sasaran dari komunikator. Komunikasi memungkinkan seorang dapat menerima atau menolak sesuatu akibat pengaruh komunikator. (Sendjaja, 2004:2.19)

Tujuan komunikasi pada umumnya menurut Hafied Cangara adalah mengandung hal-hal sebagai berikut:

1. Supaya yang disampaikan dapat dimengerti.

Seorang komunikator harus dapat menjelaskan kepada komunikan (penerima) dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang dimaksud oleh pembicara atau penyampai pesan (komunikator).

2. Memahami orang

Sebagai komunikator harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya. Jangan hanya berkomunikasi dengan kemauan sendiri.


(34)

Komunikator harus berusaha agar gagasan dapat diterima oleh orang lain dengan menggunakan pendekatan yang persuasif bukan dengan memaksakan kehendak.

4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu

Menggerakkan sesuatu itu dapat berupa kegiatan yang lebih banyak mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki. (Cangara, 2002: 22).

2.1.2.3.Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).

Menurut Onong Uchjana Effendi, Proses komunikasi dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni :

1. Proses komunikasi secara primer, Proses ini adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

2. Proses komunikasi secara sekunder, adalah proses penyampaian pesan oleh seorang komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seseorang menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. (Effendi, 1993:33)


(35)

22

2.1.2.4.Fungsi Komunikasi

Adapun fungsi Komunikasi menurut Onong Uchjana Effendi dalam bukunya Ilmu, teori & Filsafat Komunikasi adalah:

1. Menginformasikan (to inform) 2. Mendidik (to educate)

3. Menghibur (to entertain)

4. Mempengaruhi (to influence) (Effendi, 1993: 55)

2.1.3. Tinjauan tentang Komunikasi Antarpribadi 2.1.3.1.Definisi Komunikasi Antarpribadi

Sebagaimana kita tahu bahwa konsep diri adalah salah satu cabang dari Komunikasi Antar Pribadi. Selanjutnya peneliti akan meninjau terlebih dahulu tentang Komunikasi Antar Pribadi itu sendiri.

Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book” sebagai

“The process of sending and receiving message beetwen two persons, or among a small group of person with some effect and some immediate feedback” (proses penerimaan dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara kelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik dalam berkomunikasi secara seketika). (Devito dalam Effendi ,1993 : 60)

2.1.3.2. Ciri-ciri Komunikasi Antrapribadi

Menurut Barnlund (1968) ada beberapa ciri Komunikasi Antarpribadi yaitu komunikasi antarpribadi selalu :


(36)

1. Terjadi secara spontan

2. Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur. 3. Terjadi secara kebetulan

4. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu.

5. Dilakukan oleh orang-orang yang identitas keanggotaannya yang kadang-kadang kurang jelas.

6. Bisa terjadi sambil lalu.

Menurut Evert M. Rogers dalam Depari (1988) menyebutkan beberapa ciri komunikasi antarpribadi sebagai berikut :

1. Arus pesan cenderung dua arah.

2. Konteks komunikasi adalah tatap muka. 3. Tingkat umpan balik yang tinggi.

4. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektifitas sangat tinggi. 5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban. 6. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.

2.1.3.3. Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi memiliki beberapa tujuan diantaranya : 1.Mengenal diri sendiri dan orang lain

Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk mengenal diri sendiri dan orang lain. Komunikasi antarpribadi membantu kita untuk mengenal lebih jauh mengenai diri kita sendiri, yaitu sejauhmana kita membuka diri dengan orang lain. Selain itu, komunikasi antarpribadi juga membantu kita mengenal sikap, perilaku dan juga tingka laku orang lain.


(37)

24

2.Mengetahui dunia luar

Komunikasi antarpribadi membantu kita untuk mengenal lingkungan di sekitar baik berkaitan dengan objek maupun kejadian yang berada di sekitar. Dengan komunikasi antarpribadi kita mampu melakukan interasi dengan orang – orang yang berada di lingkungan kita. Sehingga dengan komunikasi antarpribadi kita bisa mengetahui keadaan di luar dunia.

3.Menciptakan dan memelihara hubugan menjadi bermakna Manusia diciptakan sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial. Manusia sering melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Komunikasi antarpribadi mampu memelihara dan menciptakan hubungan dengan sesama. Selain itu, komunikasi antarpribadi mampu membantu mengurangi kesepian dan juga menciptakan suasana baru. 4.Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi antarpribadi sering kita berupaya mengubah sikap dan perilaku orang lain. Mealalui pesa yang persuasif maka kita bisa mempengaruhi orang lain. 5.Bermain dan mencari hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan. Melalui komunikasi antarpribadi kita bisa memperoleh hiburan. Karena komunikasi antarpribadi bisa memberikan suasana yang lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.

6.Membantu

Komunikasi antarpribadi bisa membantu seseorang untuk melepaskan kesedihan. Komunikasi antarpribadi yang sering dilakukan adalah dengan menasehati.

(Sendjaja, 2004:5.13)

2.1.3.4. Sifat Komunikasi Antarpribadi

Menurut Onong Uchjana Effendi dalam bukunya Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi (1993) Secara teoritis antarpribadi diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya, yaitu:

1.Komunikasi Diadik (dyadic communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi antrapribadi yang berlangsung antara dua orang yakni yang seorang adalah


(38)

komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang lagi komunikan yang menerima pesan. Oleh karena perilaku komunikasinya dua orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens. Komunikator memusatkan perhatiannya hanya kepada diri komunikan seorang itu. 2.Komunikasi Triadik (triadic communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan.

2.1.4.Tinjauan tentang Konsep diri 2.1.4.1.Pengertian Konsep diri

Konsep diri merupakan gambaran yang bersifat individu dan sangat pribadi, dinamis dan evaluatif yang masing-masing orang mengembangkannya di dalam transaksi dengan lingkungan kejiwaannya dan yang dia bawa di dalam perjalanan hidupnya.

Konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, pendapat orang mengenai diri kita dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain terhadap dirinya. Konsep diri merupakan konsep dasar dan aspek kritikal dari individu.


(39)

26

Konsep diri adalah pandangan mengenai diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis”. (Rakhmat,2008:99)

Dalam konsep diri terdapat dua komponen, yaitu komponen kognitif dan juga komponen afektif. Kedua komponen tersebut tidak bisa dipisahkan, karena antara komponen yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Komponen kognitif adalah komponen yang berkaitan dengan kemampuan seseorang. Dalam Psikologi Sosial komponen ini disebut citra diri (self image). Sedangkan komponen yang berikutnya adalah komponen afektif. Komponen ini berkaitan dengan perasaan dan emosi seseorang. Komponen ini dikenal dengan harga diri (self esteem).

Konsep diri yang baik ditandai dengan sikapnya yang optimis dan terbuka terhadap lingkungan. Selain itu, dia juga memiliki keyakinan untuk mengatasi masalah yang dia hadapi dan juga mampu memperbaiki dirinya dengan cara menampilkan kepribadian dan juga perilaku yang disenangi oleh orang lain. Sedangkan konsep diri yang tidak baik ditandai dengan sikap yang pesimis, tertutup, tidak percaya diri dan mudah tersinggung. Selain itu, dia selalu minder karena dia merasa jika dia tidak disenangi oleh orang – orang yang berada disekitarnya. Dia selalu merasa jika orang lain adalah musuhnya yang tidak senang dengan dirinya.


(40)

2.1.4.2.Faktor-Faktor yang mempengaruhi Konsep diri

George Herbert Mead mengatakan setiap manusia mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi. (Mulyana, 2002:10) Akan tetapi konsep diri yang terbentuk sejak usia dini dipengaruhi oleh significant other dan kelompok rujukan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri yaitu : 1. Orang lain (significant other)

Konsep diri seseorang terbentuk dari bagaimana penilaian orang terhadap dirinya dan bagaimana ia memandang dirinya sendiri. Pandangan ini bisa dilakukan dengan mencoba menempatkan diri pada posisi orang lain. Konsep diri sangat dipengaruhi oleh orang – orang yang berada disekitar kita. Akan tetapi, tidak semua orang lain bisa mempengaruhi dan membentuk konsep diri seseorang. Ada orang-orang yang paling mempengaruhi terbentuknya konsep diri seseorang. Adapun orang-orang ini disebut significant Others. Orang-orang ini akan mendorong dan mengiring kita tindakan kita, mempengaruhi perilaku, pikiran dan membentuk pikiran kita. Mereka menyentuh kita secara emosional. Menurut George H.Mead bahwa significant others ini adalah orang-orang yang penting dalam kehidupan kita. Mereka ini adalah orang tua, saudara-saudara dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Sedangkan Richard Dewey dan W.J Humber menamai orang –


(41)

28

orang penting ini adalah affective others. Affective others ini adalah orang lain yang memiliki ikatan emosional dengan kita. Dari merekalah kita mendapat senyuman, pujian, penghargaan, semangat, motivasi dan lain sebagainya. Ketika kita beranjak dewasa, maka kita akan menghimpun segala bentuk penilaian yang diberikan orang lain terhadap kita. Penilaian-penilaian tersebut akan mempengaruhi bagaimana kita berperilaku.

2. Kelompok rujukan (reference group)

Dalam kehidupan sehari – hari , setiap orang akan melakukan interaksi sosial baik dengan kelompok maupun dengan organisasi. Orang-orang yang berada dalam kolompok atau organisasi ini disebut kelompok rujukan (reference group) yaitu orang – orang yang ikut membantu mengarahkan dan menilai diri kita. Adapun kelompok rujukan ini adalah orang-orang yang berada disekitar lingkungan kita misalnya guru, teman-teman, masyarakat dan lain sebagainya. Dengan adanya kelompok rujukan ini, orang akan meniru perilaku yang ada dalam kelompok rujukan. Jadi, bisa dikatakan kelompok rujukan juga ikut mengarahkan perilaku dan juga tindakan kita.

2.1.5.Tinjauan tentang Interaksi Simbolik

Manusia selalu melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Dalam interaksi tersebut, terjadi pertukaran simbol – simbol baik itu


(42)

verbal ataupun nonverbal. Dalam simbol – simbol atau lambang – lambang tersebut terdapat makna yang hanya dipahami oleh anggotanya saja. Makna ini akan sangat mempengaruhi individu bertingkah laku atau berperilaku. Pendekatan atau teori yang mengkaji mengenai interaksi ini adalah interaksi simbolik. Interaksi simbolik dalam hal ini merupakan sebuah perspektif. Perspektif interkasi simbolik sebenarnya berada di bawah payung fenomenologis.

Maurice Natanson menggunakan istilah fenomenologis sebagai suatu istilah generik untuk merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai focus untuk memahami tindakan sosial. Menurutnya, pandangan fenomenologis atas realitas sosial menganggap dunia intersubjektif sebagai terbentuk dalam aktivitas kesadaran yang salah satu hasilnya adalah ilmu alam. (Mulyana,2010:59).

Joel M. Charon dalam bukunya “Symbolic Interactionism” (1979) mendefinisikan interaksi sebagai “aksi sosial bersama, individu-individu berkomunikasi satu sama lain mengenai apa yang mereka lakukan dengan mengorientasikan kegiatannya kepada dirinya masing-masing” (mutual social action, individuals, communicating to each other in what they do, orienting their acts to each other). (Effendi 1993:390)

Salah satu tokoh perspektif interaksi simbolik adalah Mead. Inti interaksi simbolik menurut Mead adalah “Diri”. Mead memberikan definisi interaksi simbolik yaitu sebagai berikut :

Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan


(43)

30

hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi. Berdasarkan paparan diatas, maka interaksi simbolik erat kaitannya dengan Mind (pikiran), Self (diri) dan Society (masyarakat) :

1. Mind (Pikiran)

Pikiran menghasilkan suatu bahasa isyarat yang disebut simbol. Simbol-simbol yang mempunyai arti bisa berbentuk gerak gerik atau gesture tapi juga bisa dalam bentuk sebuah bahasa. Dan kemampuan manusia dalam menciptakan bahasa inilah yeng membedakan manusia dengan hewan. Bahasa membuat manusia mampu untuk mengartikan bukan hanya simbol yang berupa gerak gerik atau gesture, melainkan juga mampu untuk mengartikan simbol yang berupa kata-kata. Kemampuan inilah yang memungkinkan manusia menjadi bisa melihat dirinya sendiri melalui perspektif orang lain dimana hal ini sangatlah penting dalam mengerti arti-arti bersama atau menciptakan respon yang sama terhadap simbol-simbol suara yang sama. Dan agar kehidupan sosial tetap bertahan, maka seorang individu harus bisa mengerti simbol-simbol dengan arti yang sama, yang berarti bahwa manusia harus mengerti bahasa yang


(44)

sama. Proses berpikir, bereaksi, dan berinteraksi menjadi mungkin karena simbol – simbol yang penting dalam sebuah kelompok sosial mempunyai arti yang sama dan menimbulkan reaksi yang sama pada orang yang menggunakan simbol itu, maupun pada orang yang bereaksi terhadap simbol-simbol itu. Mind (pikiran) merupakan mekanisme penunjuk diri, untuk menunjukan makna pada diri sendiri dan kepada orang lain.

2. Self (Diri)

Perkembangan self (diri) mengarah pada sejauhmana seseorang akan mengambil peran. Pengambilan peran ini akan merujuk pada bagaimana seseorang memahami dirinya dari perspektif orang lain. Dalam arti ini, Self bukan suatu obyek melainkan suatu proses sadar yang mempunyai kemampuan untuk berpikir, seperti:

a. Mampu memberi jawaban kepada diri sendiri seperti orang lain yang juga member jawaban.

b. Mampu memberi jawaban seperti aturan, norma atau hukum yang juga memberi jawaban padanya.

c. Mampu untuk mengambil bagian dalam percakapan sendiri dengan orang lain.

d. Mampu menyadari apa yang sedang dikatakan dan kemampuan untuk menggunakan kesadaran untuk


(45)

32

menentukan apa yang harus dilakukan pada fase berikutnya. Self mengalami perkembangan melalui proes sosialisasi, dan ada tiga fase dalam proses sosialisasi tersebut. Pertama adalah Play Stage atau tahap bermain. Dalam fase atau tahapan ini, seorang anak bermain atau memainkan peran orang – orang yang dianggap penting baginya. Fase kedua dalam proses sosialisasi serta proses pembentukan konsep tentang diri adalah Game Stage atau tahap permainan, dimana dalam tahapan ini seorang anak mengambil peran orang lain dan terlibat dalam suatu organisasi yang lebih tinggi. Sedang fase ketiga adalah Generalized Other, yaitu harapan – harapan, kebiasaan – kebiasaan, standar – standar umum dalam masyarakat. Dalam fase ini anak- anak mengarahkan tingkah lakunya berdasarkan standar – standar umum serta norma – norma yang berlaku dalam masyarakat. Setelah melewati tahap – tahap perkembangan, maka akan terlihat self seseorang.

3. Society (Masyarakat)

Masyarakat dalam teori interaks simbolik ini bukanlah masyarakat dalam artian makro dengan segala struktur yang ada, melainkan masyarakat dalam ruang lingkup yang lebih mikro, yaitu organisasi sosial tempat akal budi (mind) serta diri (self) muncul. Masyarakat itu sebagai pola – pola interaksi dan


(46)

institusi sosial yang adalah hanya seperangkat respon yang biasa terjadi atas berlangsungnya pola – pola interaksi tersebut, karena Mead berpendapat bahwa masyarakat ada sebelum individu dan proses mental atau proses berpikir muncul dalam masyarakat.

Proses sosial dilihat sebagai kehidupan kelompok yang membentuk aturan – aturan dan bukan aturan yang membentuk kelompok. Proes sosial atau realitas sosial mengacu pada perilaku individu di lingkungan sosial. Dalam realitas sosial, individu akan merepresentasikan pada habbit atau kebiasaan. Dengan kebiasaan ini, orang bisa menginterpretasikan dan juga memberikan pandangan mengenai bagaimana kita bertindak. Jadi, pada dasarnya teori interaksi simbolik adalah sebuah teori yang mempunyai inti bahwa manusia bertindak berdasarkan atas makna – makna, dimana makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain, serta makna – makna it uterus berkembang dan disempurnakan pada saat interaksi itu berlangsung.

Interaksi simbolik tidak terlepas dari simbol – simbol ataupun lambang – lambang pada saat melakukan komunikasi atau interaksi. Melalui simbol – simbol yang bermakna inilah yang akan menggiring perilaku manusia dalam berinteraksi di lingkungannya. Manusia selalu melakukan manipulasi terhadap simbol – simbol yang mereka gunakan.


(47)

34

2.1.6.Tinjauan tentang Wanita

Wanita dalam bahasa Sansekerta adalah Vani. Vani atau Desire memiliki arti keinginan. Jadi, wanita mengandung makna sesuatu yang selalu diinginkan. Arti konotasi dari kata ini yaitu wanita adalah objeks seks, selalu diinginkan (Sankrtit – English Dictionary ; Sir Monier Williams, delhi Varanasi, Motilal Banarsidas, 1981).

Wanita merupakan mahluk yang indah yang Tuhan ciptakan. Sosok yang lembut, dan penuh cinta kasih. Menurut definisi dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, perbedaan anatara perempuan dengan wanita adalah, perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Sedangkan wanita adalah perempuan yang berusia dewasa.

2.1.7. Tinjauan tentang Tato

Tato secara bahasa mempunyai istilah yang nyaris sama di seluruh penjuru dunia, diantaranya, tatoage, tatuar, tatouge, tatowier, tatuaje, tattoos, tattueringar, tatuagens, tatoveringer, dan tatu. Tato yang merupakan dari body painting adalah suatu produk dari kegiatan menggambar pada kulit tubuh dengan menggunakan alat sejenis jarum atau benda yang dipertajam yang terbuat dari flora. Gambar tersebut dihias dengan pigmen warna-warni.


(48)

Pengertian dasar mengenai tato, dijelaskan oleh Hatib Abdul Kadir Olong yang menjelaskan, bahwa:

“Dalam bahasa Indonesia, kata tato merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar atau lambang yang membentuk sebuah design pada kulit tubuh. Di dalam “Ensiklopedia Indonesia” dijelaskan bahwa tato merupakan lukisan berwarna permanen pada kulit tubuh. Sedangkan dalam “Ensiklopedia Amerika” disebutkan bahwa tattoo, tattooing is the production of pattern on the face and body by serting dye under the skin some anthropologist think the practice developed for the painting indications of status, or as mean of obtaining magical protection (Menato adalah kegiatan dalangkhasilkan suatu pola pada wajah dan tubuh dengan memasukan atau membentuknya di bawah kulit yang bagi sebagian antropolog diindikasikan sebagai nilai status atau juga memiliki nilai magis tersendiri)” (Olong, 1996: 83).

Konon kata tato berasal dari Tahiti, yakni tatau yang berarti menandai, dalam arti bahwa tubuh ditandai dengan menggunakan alat pemburu yang runcing untuk memasukkan zat pewarna di bawah permukaan kulit. Anne Nicholas dalam “The Art of New Zealand” menjelaskan bahwa kata tato yang berasal dari kata tattau tersebut dibawa oleh Joseph Banks yang pertama kali bersandar di Tahiti pada tahun 1769, dan disana ia mencatat berbagai fenomena manusia Tahiti yang tubuhnya dipenuhi oleh tato.

Dalam “The American Heritage Desk Dictionary” ditulis bahwa kata tato berasal dari bahasa Tahiti Tatau. Joseph Banks yang kapalnya mencapai Tahiti pada tahun 1769, mencatat fenomena tubuh penuh tato yang dilihatnya dari penduduk asli Tahiti, tetapi Kapten Bougainville-lah yang memperkenalkan kata “tatau” ke dalam bahasa Inggris.


(49)

36

Dalam hal penandaan, Victor Turner membagi dua macam teknik penandaan, seperti yang dikutip oleh Olong berikut ini:

1. Scarification, yaitu teknik penandaan pada tubuh dengan cara penggoresan sehingga membuat luka yang membuat panjang dan lurus di permukaan kulit tubuh.

2. Cicatrization, yaitu penandaan tubuh dengan cara menyobek kulit dan menyumpalkan sesuatu barang kedalam kulit tersebut. Dalam menghasilkan penandaan pada tubuh tersebut, bahan pewarnanya dapat berupa arang, cat, tinta, pasta, hingga bubuk. Penggunaan tato berdasar dua hal diatas dapat kita jumpai pada masyarakat Kepulauan Pasifik, Afrika dan Amerika. (Olong, 2006: 87). Teknik pengerjaannya ialah dengan menggambari bagian tubuh secara langsung dengan tinta warna khusus yang diolah dari bahan semir rambut. Namun sekarang ini dipasaran telah beredar tinta khusus tato temporer yang dikeluarkan oleh beberapa kosmetik. Jenis gambar tato ada dua macam yaitu flash adalah tato yang banyak dipilih dan disukai, gambarnya pun sudah kita kenal seperti gambar naga, hati, atau jangkar. Sedangkan custom adalah tato yang dibuat berdasarkan keinginan atau ide dari orang yang akan ditato.


(50)

Gambar 2.1.

Proses pemberian warna pada tubuh

(Sumber: www.pinterest.com) 2.2. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur pikir penulis yang dijadikan sebagaai skema pemikiran yang melatar belakangi penelitian ini. Adapun paradigma dan teori yang member arahan untuk dapat menjelaskan konsep diri wanita bertato ialah melalu studi fenomenologi. Fenomenologi adalah bagaimana memahami tindakan sosial melalui penafsiran. Proses penafsiran dapat digunakan untuk memperjelas atau memeriksa makna yang


(51)

38

sesungguhnya, sehingga dapat memberikan konsep kepekaan yang implisit. (Kuswarno, 2009:18)

Berdasarkan dari beberapa sumber, maka dapat dikatakan bahwa fenomenologi berusaha mengangkat dan memahami arti dari peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu. Selain itu, fenomenologi juga membahas mengenai kehidupan sosial yang menyangkut hubungan sosial. Dimana dalam hubungan sosial, setiap individu akan menggunakan simbol-simbol yang digunakan dan dimaknai oleh individu sehingga bisa membentuk tingkah laku individu.

Dalam hubungan sosial, proses pertukaran simbol-simbol atau lambang-lambang yang diberi makna ini disebut interaksi simbolik. Esensi dari interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni proses komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna yang hanya dipahami oleh anggota kelompok yang hanya ada di dalamnya.

Perspektif interaksi simbolik memfokuskan pada perilaku seseorang. Hal ini karena interaksi simbolik memandang bahwa seseorang akan merespon suatu situasi simbolik tertentu. Simbol tersebut bisa berupa verbal maupun nonverbal. Selanjutnya simbol tersebut akan diberi makna tertentu. Makna yang merupakan hasil dari interaksi akan melekat dan membentuk konsep diri seseorang.

Secara teoritis interaksi simbolik adalah interaksi yang di dalamnya terjadi pertukaran simbol-simbol yang mengandung makna. Sedangkan interaksi simbolik menurut Mead dalam buku Fenomenologi mengatakan


(52)

bahwa Interaksi simbolik adalah kemampuan manusia untuk dapat merespon simbol–simbol diantara mereka ketika berinteraksi, membawa penjelasan interaksionisme simbolik kepada konsep tentang diri (self). (Kuswarno,2009:114).

Selain itu, Douglas (1970) dalam buku filsafat ilmu komunikasi juga memberikan penjelasan mengenai pengertian interaksi simbolik yang terkait dengan konsep dan asumsi dasar interaksi simbolik.

Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (Mind) mengenai diri (Self), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi. (Ardianto,2007:136)

Bertolak pada uraian diatas, maka dalam interaksi simbolik terdapat tiga asumsi yang menjadi dasar dalam interaksi simbolik. Adapun tiga asumsi dasar tersebut adalah pikiran (mind), diri (self), dan masyarakat (society). Pikiran (mind) merupakan penunjuk diri. Pikiran dalam hal ini akan menunjukan sejauhmana seseorang memahami dirinya sendiri. Manusia selalu melakukan interaksi dengan berbeda-beda. Melalui pikiran (mind) maka manusia dituntut untuk memahami dan memaknai simbol yang ada.

Perkembangan diri (self) mengarah pada sejauhmana seseorang akan mengambil peran. Pengambilan peran ini akan merujuk pada bagaimana seseorang memahami dirinya dari perspektif orang lain.

Menurut Mead sebagai suatu proses sosial, diri terdiri dari dua fase, yaitu “Aku” (I) dan daku (me). “Aku” kecenderung individu


(53)

40

yang implusif, spontan, tidak terorganisasikan atau dengan kata lain merespresentasikan kecenderung individu yang tidak terarah. Sedangkan “daku” menunjukan individu yang bekerjasama dengan orang lain, meliputi seperangkat sikap dan definisi berdasarkan pengertian dan harapan dari orang lain atau yang dapat diterima dalam kelompok. (Kuswarno,2009,115).

Dalam proses sosial akan melibatkan masyarakat. Masyarakat merupakan sebuah kelompok individu yang sering melakukan tindakan sosial dan juga proses sosial. Masyarakat (society) inilah yang mempengaruhi terbentuknya pikiran (mind) dan diri (self).

Proses sosial dilihat sebagai kehidupan kelompok yang membentuk aturan-aturan dan bukan aturan yang membentuk kelompok. Proses sosial atau realitas sosial mengacu pada perilaku individu di lingkungan sosial. Dalam realitas sosial, individu akan merepresentasikan pada habit atau kebiasaan. Dengan kebiasaan ini, orang bisa menginterpretasikan dan juga memberikan pandangan mengenai bagaimana kita bertindak.

Interaksi yang melibatkan simbol-simbol yang bermakana akan mempengaruhi diri kita. Makna yang diperoleh dari simbol-simbol akan menggiring kita untuk berperilaku dalam suatu lingkungan. Dengan interaksi simbolik akan mempengaruhi pada bagaimana kita bisa mengenal diri kita atau mengenal konsep diri.

Konsep diri memiliki dua komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif berkaitan dengan kemampuan seseorang. Kemudian komponen kognitif ini dikenal dengan self image (citra


(54)

diri). Sedangkan komponen afektif berkaitan dengan perasaan dan emosi seseorang. Komponen ini dikenal dengan self esteem (harga diri).

Terbentuknya konsep diri terjadi karena adanya interaksi perilaku baik secara verbal atau non verbal. Verbal mencakup bahasa lisan yaitu tulisan, bahasa,kode dan lain sebagainya. Sedangkan non-verbal mengacu pada ciri paralinguistik seperti gerak tubuh, isyarat, mimik, gerak mata dan lain sebagainya. akan tetapi konsep diri yang terbentuk sejak usia dini dipengaruhi oleh significant other dan kelompok rujukan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri yaitu :

1. Orang lain (significant other)

Konsep diri seseorang terbentuk dari bagaimana penilaian orang terhadap dirinya dan bagaimana ia memandang dirinya sendiri. Pandangan ini bisa dilakukan dengan mencoba menempatkan diri pada posisi orang lain.

Konsep diri sangat dipengaruhi oleh orang – orang yang berada disekitar kita. Akan tetapi, tidak semua orang lain bisa mempengaruhi dan membentuk konsep diri seseorang. Ada orang-orang yang paling mempengaruhi terbentuknya konsep diri seseorang. Adapun orang-orang ini disebut significant Others. Orang-orang-orang ini akan mendorong dan mengiring kita tindakan kita, mempengaruhi perilaku, pikiran dan membentuk pikiran kita. Mereka menyentuh kita secara emosional. Menurut George H.Mead bahwa significant others ini adalah orang-orang yang penting dalam kehidupan kita. Mereka ini adalah orang-orang


(55)

42

tua, saudara-saudara dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita, dari merekalah kita mendapat senyuman, pujian, penghargaan, semangat, motivasi dan lain sebagainya. Ketika kita beranjak dewasa, maka kita akan menghimpun segala bentuk penilaian yang diberikan orang lain terhadap kita. Penilaian-penilaian tersebut akan mempengaruhi bagaimana kita berperilaku.

2. Kelompok rujukan (reference group)

Dalam kehidupan sehari – hari , setiap orang akan melakukan interaksi sosial baik dengan kelompok maupun dengan organisasi. Orang-orang yang berada dalam kelompok atau organisasi ini disebut kelompok rujukan (reference group) yaitu orang – orang yang ikut membantu mengarahkan dan menilai diri kita. Adapun kelompok rujukan ini adalah orang-orang yang berada disekitar lingkungan kita misalnya guru, teman-teman , masyarakat dan lain sebagainya. Untuk mempermudah pemaham yang telah dipaparkan diatas maka peneliti menggambarkannya seperti gambar sebagai berikut:


(56)

Gambar 2.2. Model penelitian

Sumber: Peneliti, 2013

FENOMENOLOGI

Bagaimana kita memahami tindakan wanita bertato melalui penafsiran. Penafsiran tidak hanya melihat tapi dengan cara memahami dan memaknai dengan terjun langsung dan

juga larut dilingkungan wanita bertato

INTERAKSI SIMBOLIK

Kemampuan wanita bertato untuk dapat merespon simbol-simbol kepada dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Dalam interaksi simbolik melibatkan 3 asumsi yaitu pikiran (mind), diri (self) dan masyarakat (society)

KONSEP DIRI

Kesadaran wanita anggota paguyuban tattoo Bandung mengenai dirinya sendiri serta keterlibatannya melakukan hubungan dan

interaksi dengan lingkungannya.

KONSEP DIRI WANITA BERTATO ANGGOTA PAGUYUBAN TATTOO BANDUNG Orang Lain/Significant Others

Orang Tua dan Keluarga

Kelompok Rujukan / Generalized Other Lingkungan dan Masyarakat


(57)

44 BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1. Paguyuban Tattoo Bandung

3.1.1. Sejarah Paguyuban Tattoo Bandung

Paguyuban Tattoo Bandung adalah suatu perkumpulan pengguna tato pada umumnya, pencinta tato pada khususnya yang ada di Kota Bandung. Awalnya Paguyuban Tattoo Bandung hanya didominasi oleh orang-orang yang memiliki tato saja, tetapi seiring berjalannya waktu akhirnya banyak yang tertarik kepada tato dan mendaftar sebagai member di Paguyuban Tatto Bandung.

Terbentuknya Paguyuban Tatto Bandung ini berawal dari studio tattoo yang bernama login tato yang ada di jalan ranggamalela. Studio ini dimiliki oleh seorang yang sangat mencintai seni body painting sehingga ia berfikir akan membuat sebuah perkumpulan atau komunitas, untuk menyatukan para artis tato dan piercing agar semua pengguna tato dan piercing terjalin silaturahmi yang erat, serta menumbuhkan rasa percaya diri dalam setiap anggota. Akhirnya pada tanggal 9 agustus tahun 2010 terbentuklah Paguyuban Tattoo Bandung ini, yang merupakan suatu pengakuan khusus oleh dunia, karena Paguyuban Tattoo Bandung ini memiliki ikatan seni seluruh dunia. Anggota dari Paguyuban Tattoo Bandung hingga saat ini adalah 69 orang.


(58)

Adapun kegiatan rutin yang dilakukan Paguyuban Tattoo Bandung adalah pertemuan antar anggota yang diadakan setiap hari senin, acara rutin tersebut tidak hanya sekedar diskusi tentang tato, tetapi juga berdiskusi tentang kegiatan mereka selama 1 minggu kemarin. Dan kegiata rutin setiap tahunnya adalah menggalang dana untuk bagi-bagi makanan kepada warga kota Bandung yang dianggap kurang mampu pada saat bulan puasa.

Gambar 3.1.

Penggalangan dana Paguyuban Tattoo Bandung


(59)

46

3.1.2. Logo dan Arti Lambang

Sebagai identitas dari Paguyuban Tattoo Bandung maka dibuatlah logo Paguyuban Tattoo Bandung seperti yang dibawah ini.

Gambar 3.2

Logo Paguyuban Tattoo Bandung

Sumber: Paguyuban Tattoo Bandung

Seperti yang dapat kita lihat pada logo diatas, gambar yang ada adalah mesin tato yang serupa dengan alat musik angklung, yang mempunyai arti penyatuan para artis tato yang berada di kota Bandung. Karena angklung merupakan salah satu alat musik yang khas berasal dari kota Bandung.


(60)

3.1.3. Visi dan Misi Paguyuban Tattoo Bandung 3.1.3.1.Visi Paguyuban Tattoo Bandung

Selalu konsisten untuk membina serta mewadahi minat dan bakat dalam seni yang dipertanggujawabkan sebagai acuan

organisasi sehingga terwujud sebagai organisasi yang kreatif dan inovatif terutama di bidang seni tato dan piercing sebagai visi utama.

3.1.3.2.Misi Paguyuban Tattoo Bandung Mencitrakan positif dunia tattoo dan piercing. 3.1.4. Struktur Organisasi Paguyuban Tattoo Bandung

Agar dapat berjalan dengan baik, lancar dan teratur setiap organisasi perlu menyusun struktur organisasi yang berguna untuk menetapkan pembagian tugas, pendelegasian tugas pada posisi tertentu. Berikut ini adalah nama-nama dari kepengurusan dalam Paguyuban Tattoo Bandung:

Ketua : Untung Wakil Ketua : Goes Sekertaris : Chandra Bendahara : N’Thung Humas : Aep blood Tatib : Kimik Logistik : Ebie Pembinaan : Ade


(61)

48

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2009:2)

3.2.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendeketan kualitatif dengan metode fenomenologi.

Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam - dalamnya melalui pengumpulan data sebanyak-banyaknya. Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya.

Fenomenologi mempelajari struktur pengalaman sadar (dari sudut pandang orang pertama), bersama dengan kondisi-kondisi yang relevan. Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan suku kata phainomenon yang berarti “yang menampak”.

“Menurut Husserl, dengan fenomenologi kita akan dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya langsung, seolah-olah kita mengalamainya sendiri.”(Kuswarno, 2009:10)

Menurut The Oxford English Dictionary pengertian fenomenologi yaitu:

Fenomenologi adalah The science of phenomena as distinct from being (ontology), dan b. Division of any science with


(62)

describe and classifies its phenomena. Jadi, fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang sudah menjadi, atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan fenomena, atau studi tentang fenomena. Dengan kata lain, fenomenologi mempelajari fenomena yang tampak didepan kita, dan bagaimana penampakannya. (Kuswarno, 2009:1)

Lebih lanjut dikatakan oleh Alfred Schutz, salah satu tokoh fenomenologi yang menonjol bahwa

Fenomenologi adalah bagaimana memahami tindakan sosial melalui penafsiran. Proses penafsiran dapat digunakan untuk memperjelas atau memeriksa makna yang sesungguhnya, sehingga dapat memberikan konsep kepekaan yang implisit. Hubungan-hubungan sosial antara manusia ini kemudian akan membentuk totalitas masyarakat. jadi, setiap individu menggunakan simbol-simbol yang telah diwariskan padanya, untuk memberi makna pada tingkah lakunya sendiri. (Kuswarno, 2009:18)

Fenomenologi berusaha mengungkapkan esensi dari realitas tanpa memisahkan esensi tersebut dari fenomenanya dengan cara melepaskan segala pikiran dan pengalaman inderawi yang mempengaruhinya. Jadi yang terpenting dalam fenomenologi adalah mempelajari apa sebenarnya yang dihadapi tanpa membiarkan faktor apapun melakukan intervensi dan menjauhkannya dari usaha melakukan analisis langsung terhadap esensi. Adapun ciri-ciri penelitian kualitatif yang sejalan dengan penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Fokus pada sesuatu yang nampak, kembali kepada yang sebenarnya (esensi), keluar dari rutinitas, dan keluar dari apa yang diyakini sebagai kebenaran dan kebiasaan sehari-hari.

2. Fenomenologi tertarik dengan keseluruhan, dengan mengamati entitas dari berbagai sudut pandang dan perspektif, sampai didapat pandangan esensi dari pengalaman atau fenomena yang diamati. 3. Fenomenologi mencari makna dan hakikat dari penampakan,


(63)

50

pengalaman. Makna ini yang pada akhirnya membawa kepada ide, konsep, penilaian, dan pemahaman yang hakiki.

4. Fenomenologi mendeskripsikan pengalaman, bukan menjelaskan atau menganalisisnya. Sebuah deskriptif fenomenologi akan sangat dekat dengan kealamiahan (tekstur, kualitas, dan sifat-sifat penunjang) dari sesuatu. Sehingga deskripsi akan mempertahankan fenomena itu seperti apa adanya, dan menonjolkan sifat alamiah dan makna dibaliknya. Selain itu, deskripsi juga akan membuat fenomena “hidup” dalam term yang akurat dan lengkap. Dengan kata lain sama “hidup”-nya antara tampak dalam kesadaran dengan yang terlihat oleh panca indera.

5. Fenomenologi berakar pada pertanyaan-pertanyaan yang langsung berhubungan dengan makna dari fenomena yang diamati. Dengan demikian penelitian fenomenologi akan sangat dekat fenomena yang diamati. Analoginya, peneliti itu menjadi salah satu bagian puzzle dari sebuah kisah biografi.

6. Integrasi dari subjek dan objek. Persepsi penelitian akan sebanding/sama dengan apa yang dilihat/didengarnya. Pengalamannya akan suatu tindakan akan membuat objek menjadi subjek, dan subjek menjadi objek.

7. Investigasi yang dilakukan dalam kerangka intersubjektif, realitas adalah salah satu bagian dari proses secara keseluruhan.

8. Data yang diperoleh (melalui berpikir, instuisi, refleksi, dan penilaian) menjadi bukti-bukti utama dalam pengetahuan ilmiah. 9. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus dirumuskan dengan sangat

hati-hati. Setiap kata harus dipilih, dimana kata yang terpilih adalah kata yang paling utama, sehingga dapat menunjukkan makna yang utama pula. (Kuswarno,2009:37)

3.2.2. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi pustaka yang meliputi internet searching dan studi dokumentasi. Serta studi lapangan yang meliputi observasi dan wawancara.


(1)

99

3. Reference group memaknai Wanita Bertato Anggota Paguyuban Tattoo Bandung

Reference group ada yang mengganggap positif dan juga negatif, tetapi bukanlah yang tidak boleh, hanya saja suatu keanehan apabila hanya untuk kepuasan semata.

4. Konsep diri wanita Bertato anggota paguyuban tattoo Bandung

Konsep diri wanita bertato anggota paguyuban tattoo Bandung adalah sebuah konsep dimana mereka bertindak sesuai dengan pandangan terhadap diri mereka sendiri dan orang lain terhadap diri mereka. Pandangan atau sikap yang dilakukan Significant others dan reference group terhadap wanita bertato memberikan pengaruh terhadap perkembangan konsep diri dari individu yang bersangkutan.

Wanita bertato anggota Paguyuban Tattoo Bandung menilai tato sebagai suatu seni yang setiap orang bebas memakainya,dan mereka mengganggap dirinya bisa banyak belajar setelah menggunakan tato karena banyaknya pandangan negatif dari orang luar yang membuat mereka menjadi pribadi yang lebih kuat lagi dalam menjalani hari.

5.2. Saran

Dalam penelitian yang dilakukan ini, peneliti harus mampu memberikan suatu masukan berupa saran-saran yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:


(2)

1. Bagi Wanita Bertato Anggota Paguyuban Tattoo Bandung

 Wanita bertato diharapkan dapat menunjukan hal yang positif terhadap lingkungan sekitar agar tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas, dengan tidak mengkonsumsi minuman keras, dan obat-obat terlarang lainnya seperti yang dipandang oleh masyarakat luas kebanyakan.

 Disarankan wanita bertato dapat menjaga tatonya di lingkungan sekitar, agar tidak menimbulkan omongan di lingkungan sekitar, serta memunculkan hl-hal yang negatif.

 Diharapkan wanita bertato melakukan kegiatan sosial di luar, agar dapat dikenal secara baik oleh masyarakat luas dan tidak dipandang menjadi suatu kejahatan kalau menggunakan tato.

2. Bagi Masyarakat

 Tidak memandang sinis serta negatif wanita bertato dalam bermasyarakat hanya karena tato ditubuhnya yang tidak sama dengan wanita lainnya diluar sana.

 Jangan menganggap tato adalah sebuah kriminal, sebab tidak semua wanita bertato memiliki kelakuan yang buruk.


(3)

101

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya, disarankan untuk mencari dan membaca referensi lain lebih banyak lagi tentang wanita bertato sehingga hasil penelitian selanjutnya akan semakin baik serta dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang baru.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya yakni dalam program studi ilmu komunikasi.


(4)

137  Data Pribadi

Nama Lengkap : Hysua Alamanda Citraristu Harahap

Panggilan : Manda

Jenis Kelamin : Perempuan

Anak ke : 2 dari 3 bersaudara Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 26 April 1992 Kewarganegaraan : Indonesia

Status Perkawinan : Belum Menikah

Agama : Kristen Protestan

Alamat Lengkap : Jl. Terjun bebas no 11

Perumahan Arcamanik Endah. Bandung

Telepon / HP : 08176602180

E-mail : alamanda_citrarestu@yahoo.co.id Motto : Only believe, all things are possible.


(5)

138

Riwayat Pendidikan

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2009-Sekarang

Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Hubungan Masyarakat. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung.

2. 2006-2009 SMK/SMIP Paramitha 1 Jakarta Berijazah 3. 2003-2006 SMP Mutiara 17 Agustus Bekasi Berijazah 4. 1997-2003 SDN Marga Mulya VII Bekasi Berijazah 5. 1996-1997 TK Tytyan kencana Bekasi Berijazah

Pengalaman Pelatihan dan Seminar

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2012 charity rotaract “outing to the zoo” Bandung

Bersertifikat

2. 2012 Peserta Seminar bedah buku CHAIRUL TANJUNG Si Anak Singkong

Bersertifikat

3. 2012 Peserta seminar “menulis, rejeki tidak

akan habis bersama raditya dika”

Bandung

Bersertifikat

4. 2011 Peserta seminar “Road to success of a

Movie Maker” Bandung


(6)

5. 2011 Peserta “talk show of entrepreneurship

and art show” bersama Raditya Dika dengan tema “ACT LOCALLY, THINK

GLOBALLY” Universitas Padjajaran Bandung

Bersertifikat

6. 2011 Peserta Study Tour Media Massa 2011 oleh Prodi Ilmu Komunikasi &Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

7. 2010 Peserta Seminar fotografi, lomba foto

essay dan apresiasi seni “tekhnik dan

bahasa foto Bandung.

Bersertifikat

8. 2010 Peserta Table Manner course Banana-inn hotel Bandung

Bersertifikat

9 2010 Peserta “Seminar budaya preneurship

“mengangkat budaya bangsa melalui

jiwa entrepreneurship” Bandung

Bersertifikat

10 2009 Peserta training “Kebudayaan film &

Sensor film” Bandung

Bersertifikat

11 2009 Peserta “Peningkatan Kualitas keilmuan, keterampilan ICT dan kewirausahaan sebagai Fakultas Ilmu

soial dan Ilmu Politik Unggulan”

Bandung