Penggunaan Protease Lambung Tuna (Thunnus obesus) sebagai Koagulan dalam Pembuatan Keju Cheddar
Buat Mamah dan Papah tercinta.
serta Mbak Ina. Mbak Ami dan &Ii.
tcrima kasih untuk segalanya.
)
---
-
----- -------_ ....__._-_.__ .. -----------
SKRIPSI
PENGGUNAAN PROTEASE LAMBUNG TUNA (Thunnus obesus)
SEBAGAI KOAGULAN DALAM PEMBUATAN KEJU CHEDDAR
Oleh
ROFIAH SUSRINI
F 27. 0758
I 9 9 5
FAKUL T AS
TEKNOLOGI
INSTITUT PERTANIAN
BOGOR
PERT ANIAN
BOGOR
ROFIAH SUSRINI.
F27 0758.
Penggunaan Protease Lambung
Tuna (Thunnus obesus) Sebagai Koagulan dalam Pembuatan Keju
Cheddar. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS.
RINGKASAN
Enzim protease yang terdapat dalam lambung ikan tuna
(Thunnus obesus) diduga dapat digunakan sebagai koagulan
(penggumpal)
pengganti
dalam
koagulan
rennet anak sapi.
pembuatan
standar
keju,
yang
sebagai
umum
alternatif
digunakan,
yaitu
Penelitian ini bertujuan untuk menge-
tahui tingkat kelayakan penggunaan protease lambung tuna
sebagai koagulan dalam pembuatan keju cheddar.
Dalam penelitian ini protease lambung tuna diekstrak
dengan
asam
asetat
menggunakan metoda
Shamsuzzaman dan
Haard (1983).
Enzim yang telah diekstrak kemudian diguna-
kan
koagulan
sebagai
dalam
pembuatan
Penggunaan protease lambung tuna
(PLT)
keju
cheddar.
sebagai koagulan
tidak hanya berupa enzim PLT murni namun juga dilakukan
per1akuan berupa pencampuran enzim PLT dengan enzim standar
(rennet anak sapi)
dengan perbandingan 75: 25 dan 50: 50 .
Sebagai pembanding dibuat pula keju cheddar dengan koagulan
rennet
anak
sapi
dan
rennilase.
Tiap
keju
kemudian
dianalisis karakteristiknya dalam keadaan segar (meliputi
rendemen, Kadar air, Kadar protein dan Kadar lemak) maupun
semasa dan setelah pemeraman selama 3 bulan yang rneliputi
uji tekstur, uji aktifitas proteolitik dan uji organoleptik.
Dari
data
yang
diperoleh
diketahui
keju
dengan
koagulan PLT murni dan campuran memiliki karakteristik yang
hampir sarna.
kecil,
Ketiga keju tersebut memiliki rendemen yang
berkisar antara 12,69% hingga 13,57%,
cukup jauh
dibanding kedua keju pembanding yang masing-rnasing memiliki
rendemen 16,16% untuk keju dengan koagulan rennilase dan
16,70% untuk keju dengan koagulan rennet anak sapi.
Ketiga
keju tersebut juga memiliki tekstur yang sangat lunak yang
pada akhir masa pemeraman memiliki tingkat kelunakan hingga
0,406
mm/det/g
untuk
PLT murni,
0,434
mm/det/gr
untuk
campuran 75: 25 dan 0,294 mm/det/g untuk campuran 50: 50.
Sedangkan
keju
dengan
koagulan
rennet
anak
sapi
dan
rennilase masing-rnasing hanya mencapai 0,177 mm/det/g dan
0,190 mm/det/g.
Adanya
perbedaan
karakteristik
antara
keju
dengan
koagulan PLT baik murni maupun campuran dengan koagulan
pembandingnya
disebabkan
oleh
aktifitas
koagulan PLT yang cukup tinggi.
Hal
ini
proteolitik
terlihat dari
tingginya kadar tirosin dan triptofan terlarut pada keju
tersebut yang pada akhir masa pemerarnan mencapai kisaran
0,766-0,828 mM tirosin dan 0,402-0,424 mM triptofan dalam
larutan sitrat HCl, sedangkan keju dengan koagulan rennet
anak sapi hanya mencapai 0,699 mM tirosin dan 0,278 mM
triptofan pada larutan sitrat HCl.
Selain itu keju dengan koagulan PLT murni dan campuran
memiliki cita rasa yang cukup pahit.
Hasil uji organolep-
tik untuk uji kesukaan menghasilkan skor 1 (tidak suka)
hingga 2
(agak tidak suka)
penerimaan umum,
sedangkan untuk uj i perbandingan j amak
menghasilkan skor 1
buruk)
terhadap parameter rasa dan
(lebih buruk)
untuk parameter
rasa
dan
hingga 2
(agak lebih
penerimaan umum yang
dibandingkan dengan keju dengan koagulan standar.
Meskipun demikian,
keju dengan koagulan murni dan
campuran dengan rennet anak sapi 50:50 memiliki beberapa
karakteristik yang tidak berbeda nyata dengan keju pembandingnya,
yaitu meliputi kadar protein,
kadar lemak dan
kadar air.
Dari seluruh pengamatan terhadap karakteristik keju
dengan koagulan PLT dapat dinilai bahwa enzim PLT menghasilkan keju dengan mutu yang kurang sebanding dengan keju
yang dibuat dengan koagulan rennet anak sapi, terutama bila
dilihat dari cita rasa keju yang cukup pahit, rendemen yang
kecil dan tekstur keju yang lunak.
tidak
diinginkan
itu
tetap
Karakteristik keju yang
dihasilkan
meskipun
telah
dilakukan pencampuran koagulan PLT dengan rennet anak sapi
hingga perbandingan 50:50.
PENGGUNAAN PROTEASE LAMBUNG TUNA (Thunnus obesus)
SEBAGAI KOAGULAN DALAM PEMBUATAN KEJU CHEDDAR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
Fakultas Teknologi Pertanian
Oleh
ROFIAH SUSRINI
F 27 0758
1994
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGGUNAAN PROTEASE LAMBUNG TUNA (Thunnus obesus)
SEBAGAI KOAGULAN DALAM PEMBUATAN KEJU CHEDDAR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
FAKULTASTEKNOLOGIPERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Oleh
ROFIAH SUSRINI
F 270758
dilahirkan di Majalengka II Mei 1971
セldァ。ャオウ@
: 25 Juli 1995
lYienyetujul :
Agustus 1995
セBGjOWqカvイlMエ@
.....セ、jャ・Hケ@
Muchtadi, MS
DoseD Pembimbing
KATAPENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan laporan
hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Drh. Djundjung Daulay, MSc. (aIm) atas segal a saran,
dukungan
dan
bantuannya
selama
penelitian
dilakukan.
Semoga Allah SWT menerima segala amal ibadah beliau dan
mengampuni segala kesalahan yang telah dilakukan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS. selaku dosen pembimbing
atas segala bimbingan dan bantu an selama penelitian dan
penyusunan skripsi.
2.
Bapak dan Ibu Guru serta dosen-dosen di IPB yang telah
mengajar dan membimbing Penulis selama ini.
3.
Dr.
Ir.
Endang
Sukara
selaku
Kepala
Laboratorium
Fermentasi Puslitbang LIPI Cibinong, Bogor.
4.
Stat laboratorium termentasi dan mikrobiologi Puslit-
bang LIPI Cibinong, Bogor.
5.
Stat laboratorium kimia AP4 IPB, Bogor.
6.
Stat laboratorium mikrobiologi FTDC IPB, Bogor.
7.
Stat laboratorium PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
S.
Stat laboratorium Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
IPB, Bogor.
i
9.
Rekan-rekan kerja selama penelitian (Pungkas, Yanti dan
Emil atas segal a bantuan dan kerja sarna selama penelitian hingga penyusunan skripsi.
10. Sahabat-sahabat di TPG (Ati, Helda dan Rinal, rekanrekan di wisrna "Serajeve" dan "Aulia", dan tentu saja
rekan-rekan di "Asy-Syifaa".
11. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun
tidak
langsung
selama
penelitian
dan
penyusunan
skripsi.
Akhirnya
penulis
kritik
harapkan
dan
saran
untuk perbaikan
yang
membangun
selanjutnya.
sangat
Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Boger,
Agustus 1995
Penulis
ii
DAFfARISI
halaman
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR lSI
iii
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMP I RAN
vii
I. PENDAHULUAN
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
4
A. KEJU ....................................... 4
1. Definisi
................................ 4
2. Klasifikasi
............................. 5
3. Aspek Kimia Keju
........................ 6
B. KEJU CHEDDAR
............................... 8
C. PROTEASE PENGGUMPAL SUSU ..................... 10
1. Rennet Anak Sapi
........................ 10
2. Protease Pengganti Rennet Anak Sapi
12
3. Protease Lambung Tuna
................... 15
D. PROSES PENGGUMPALAN SUSU OLEH ENZIM PROTEASE
16
E. PENGUJIAN KELAYAKAN PENGGUNAAN PROTEASE SEBAGAI
PENGGANTI RENNET ANAK SAPI ................. 18
III. BAHAN DAN METODA PENELITIAN
A. BAHAN
22
22
ALAT ......................................
C. METODA PENELITIAN
.........................
1. Ekstraksi Enzim Protease
...............
2. Uj i Clotting Time
......................
3. Pembuatan Keju Cheddar .................
4. Uj i Organoleptik
......................
5. Rancangan Percobaan .....................
D. PROSEDUR ANALISIS ......................... .
1. Rendemen Dadih .........................
2. Kadar Air ..............................
3. Kadar Lemak ............................
4. Kadar Protein ..........................
5. Kadar Nitrogen Non Protein .............
6. Uj i tekstur ............................
7. Uji Aktifitas Proteolitik ..............
B.
iii
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
22
23
23
24
26
28
28
29
29
29
30
31
32
32
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
35
A. HASIL UJI CLOTTING TIME KOAGULAN ...........
B. KARAKTERISTIK KEJU SEGAR '" ................
1. Rendemen Dadih ..........................
2. Kadar Air ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
3. Kadar Protein
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
4. Kadar Lemak
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
C. KARAKTERISTIK KEJU PERAM ...................
1. Perubahan Tekstur Keju ..................
2. Aktifitas Proteolitik ...................
D. UJI ORGANOLEPTIK KEJU ......................
E. KELAYAKAN PENGGUNAAN PLT SEBAGAI KOAGULAN
DALAM PEMBUATAN KEJU CHEDDAR ................
V. KESIMPULAN DAN SARAN
35
37
37
39
41
43
44
45
48
53
57
61
A. KESIMPULAN .................................
B. SARAN ......................................
61
63
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMP I RAN
67
iv
DAFfAR TABEL
Halaman
Tabel1.
Produksi ikan tuna di Indonesia
Tabel 2.
Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik
pemeraman dan kadar air .................. 5
Tabel 3.
Rasio aktifitas penggumpalan terhadap
aktifitas proteolitik (CPR) beberapa
protease pada substrat kasein ............. 16
Tabel 4.
Hasil rata-rata uji clotting time koagulan
Tabel 5.
Nilai rata-rata rendemen dadih
...........
Tabel 6 .
Nilai rata-rata kadar air keju
........... 40
Tabel 7.
Nilai rata-rata kadar protein keju
Tabel 8.
Nilai rata-rata kadar lemak keju
v
.......... 2
36
37
. . . . . . . 42
..........
43
DAFfAR GAMBAR
Halaman
......
cheddar ..........
keju .............
Gambar 1. Metoda ekstraksi enzim lambung tuna
23
Gambar 2. Prosedur pembuatan keju
27
Gambar 3 . Tahapan uji proteolitik
33
Gambar 4. Grafik pengukuran tingkat kekerasan keju
46
Gambar 5. Grafik pengukuran kadar tirosin terlarut
keju .....................................
50
Gambar 6. Grafik pengukuran kadar triptofan terlarut
keju .....................................
50
Gambar 7. Grafik rata-rata penerimaan keju
55
Gambar 8. Grafik rata-rata perbandingan penerimaan
keju .....................................
55
vi
DAFfAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Rendemen dadih
68
Lampiran 2.
Kadar air keju
69
Lampiran 3.
Kadar protein keju, whey dan susu ......
70
Lampiran 4.
Kadar lemak keju, whey dan susu ........
71
Lampiran 5.
Hasil uji clotting time
koagulan ......
72
Lampiran 6.
Kadar lemak, protein, dan kasein susu ..
72
Lampiran 7.
Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap kadar air keju ...............
73
Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap kadar protein keju ...........
73
Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap kadar lemak keju .............
73
Lampiran 10. Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap rendemen keju
................
74
Lampiran 11. Analisis varian hasil uji clotting time
koagulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
74
Lampiran 12. Analisis varian pengaruh jenis kaogulan
terhadap kadar lemak whey .............
74
Lampiran 13. Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap kadar protein whey ...........
75
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 14. Uji wilayah berganda Duncan pengaruh jenis
koagulan terhadap penerimaan rasa keju
75
Lampiran 15. Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap penerimaan aroma keju
........
75
Lampiran 16. Uji wilayah berganda Duncan pengaruh jenis
koagulan terhadap penerimaan aroma keju
76
Lampiran 17. Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap penerimaan umum keju .........
vii
76
Lampiran 18. Uji Wilayah berganda Duncan pengaruh jenis
koagulan terhadap penerimaan umum keju
76
Lampiran 19. Analisis varian perbandingan penggunaan
jenis koagulan terhadap rasa keju dengan
koagulan standar ......................
77
Lampiran 20. Uji wilayah berganda Duncan perbandingan
penggunaan jenis koagulan terhadap rasa
keju dengan koagulan standar ...........
77
Lampiran 21. Analisis varian perbandingan penggunaan
jenis koagulan terhadap aroma keju dengan
koagulan standar ....................... 77
Lampiran 22. Uji wilayah berganda Duncan perbandingan
penggunaan jenis koagulan terhadap aroma
keju dengan koagulan standar ...........
78
Lampiran 23. Analisis varian perbandingan penggunaan
jenis koagulan terhadap penerimaan umum
keju dengan koagulan standar ...........
78
Lampiran 24. Uji wilayah berganda Duncan perbandingan
penggunaan jenis koagulan terhadap penerimaan umum keju dengan koagulan standar
78
Lampiran 25. Rekapitulasi data uji kesukaan terhadap
keju .................................
79
Lampiran 26. Rekapitulasi data uji perbandingan jamak
terhadap keju ........................
80
viii
I. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Keju adalah produk pang an hasil olahan susu yang
kini telah dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia
sebagai produk pangan yang bernilai gizi tinggi.
Me-
luasnya jumlah konsumen keju di Indonesia dapat dilihat dengan semakin banyaknya jumlah industri
roti
dan kue yang merupakan industri yang menggunakan keju
sebagai salah satu bahan campurannya, atau dengan semakin banyaknya jenis-jenis keju yang dapat dijumpai
di pasar dan toko-toko.
Industri keju tergolong industri pengolahan susu
yang
sederhana
karena
tidak
memerlukan
modal
yang
besar dan peralatan yang canggih dalam pengelolaannya.
Dengan semakin meningkatnya
Indonesia,
jumlah konsumen keju di
maka pengembangan
prospek yang cukup cerah.
industri
kej u memil iki
Hal ini penting untuk di-
jajaki dalam rangka mengurangi jumlah impor keju dari
Eropa dan Australia.
Pada dasarnya kendala utama yang dihadapi pad a
pembuatan keju dalam skala industri adalah ketersediaan rennet anak sapi sebagai koagulan keju yang semakin
terbatas,
sehingga harganyapun menj adi
Oleh karena
pengganti
itu kini
rennet
cukup mahal.
telah banyak dicari
sebagai
koagulan
keju.
alernatif
Meskipun
2
demikian
belum
didapat
hasil
yang
cukup
menggem-
birakan.
Salah satu alternatif yang kini sedang dijajaki
adalah penggunaan enzim protease
tuna sebagai kogulan keju.
dari
lambung
ikan
Ikan tuna adalah jenis
ikan yang sangat besar jumlahnya di Indonesia dan menyebar
luas
sepanjang perairan Hindia dan
Pasifik.
Kondisi seperti ini memungkinkan ikan tuna selalu tersedia untuk kebutuhan industri di Indonesia (Anugrah,
1987) .
Tabel 1.
Produksi ikan tuna di Indonesia (ton)
Tuna
42.563
66.254
88.666
79.383
Cakalang
107.543
113.844
114.168
132.695
TOlIgkol
127.898
135.332
139.430
150.439
Sumber: Diljell Perikallall. 1993
Penggunaan enzim protease dari lambung ikan tuna
merupakan hal yang sangat menguntungkan.
Bagi indus-
tri keju hal ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap rennet anak sapi sebagai koagulan keju,
sedang-
kan bagi pabrik pengolah ikan tuna pemanfaatan lambung
ikan tuna dapat meningkatkan nilai ekonomis dari lambung tuna yang selama ini hanya dianggap sebagai bagian yang sangat tidak ekonomis.
3
B.
TUJUAN
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
membandingkan
sifat fisik kimia dan organoleptik keju cheddar yang
dibuat menggunakan koagulan berupa enzim protease lambung tuna dengan keju cheddar yang dibuat menggunakan
koagulan rennet anak sapi dan rennilase
mikroba) .
(enzim dari
ll. TINJAUAN PUSTAKA
A.
KEJU
l.
Definisi
Organisasi
Pertanian
dan
Pangan
(Food
and
Agriculture Organization) dari Perserikatan BangsaBangsa
mendefinisikan
keju
sebagai
produk
segar
atau peram yang dihasilkan dengan pemisahan cairan
(whey)
dari dadih setelah penggumpalan susu, krim,
skim, atau kombinasi-kombinasi diantaranya (Daulay,
1991) .
Keju
yang
merupakan
umumnya
hasil
menggunakan
berupa rennet anak sapi.
dipisahkan,
dari
penggumpal
susu
(koagulan)
Setelah koagulan dan whey
susu yang tergumpal
jut melalui proses pemotongan,
asaman.
penggumpalan
(dadih)
lebih lan-
pemanasan dan pengo
Dadih yang telah diolah i tu kemudian di-
beri garam dan diinokulasi dengan kapang atau bakteri yang diinginkan,
cetakan.
beberapa
Pemeraman
hari,
berapa tahun.
baru kemudian dilakukan penkeju
dapat
beberapa bulan,
dilakukan
salama
bahkan hingga be-
Terbentuknya flavor yang khas,
lembung-gelembung
gas,
pertumbuhan
kapang
geatau
bakteri dan sebagainya merupakan hal-hal yang membent uk keragaman jenis keju yang ada (Herchdoerfer,
1986) .
.."
,
5
2.
K1asifikasi
Menurut
Nelson
keju
tergantung
jenis
digunakan,
dan
Trout
pada
(a)
(1951),
bahan
(b) metoda koagulasi susu,
dalam dadih,
keragaman
dasar
yang
(e) kadar whey
(d) dilakukannya pemeraman atau tidak,
dan (e) metoda pemeraman yang digunakan.
Daulay (1991) menyatakan bahwa perbedaan jenis
bahan baku keju, metoda pengolahan,
dan lama peme-
raman akan menghasilkan penampakan produk akhir yang
berbeda.
oleh
Galloway dan Grawford (1986) yang dikutip
Daulay
(1991) ,
mengklasifikasi
berdasarkan karakteristik pemeraman,
jenis
keju
dan kadar air
(Tabel 2).
Tabel 2.
Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik
pemeraman dan kadar air."
haktt:ri
Satlgat keras
RVᄋSセ@
{Iセョァ。ャ@
Kera:SセMTs@
Dengan haktcri tckstur tertutup
Keju Cheddar, dan Cc!o;hin'
Dengan hakleri Ichtur tr:rhuka
Kcju Swis:-. dan Emmcrualcl
Deugan haktcri
Kcju EW'-'I dall Brid
Dongall kapang
Keju Roquetorl
Semi kera:-.
41·52
Kcju Penm:sall
Semi lunak
45-55
Dengan hakteri
Keju Limhurger
Lunak
55-80
Dengan kapan£
Kcju Camemhon
Tanp" pemeranllUl
Keju Cottage
'Sumher: Daul"y, (1991).
6
3.
Aspek Kimia Keju
Komponen nitrogen susu
sapi
segar,
yang me-
rupakan bahan dasar pembuatan keju, terdiri dari
kasein, 5,1%- a-laktalbumin, 8,5%globulin,
セMャ。ォエ「オュゥョ@
1,7%-
1, 7%- pepton dan 5%- senyawa non protein.
Kasein susu terdiri dari komponen a-kasein,
dan
K -kasein
protein
anion
78%-
dengan perbandingan 3: 2: 1.
セMォ。ウ・ゥョ@
Protein-
tersebut berikatan dengan ion kalsium dan
seperti
fosfat
dan
sitrat
membentuk
misel
kasein yang stabil (Yamamoto, 1975).
Kekerasan,
tekstur dan flavor keju merupakan
hasil interaksi yang sangat kompleks dari unsur-unsur
pembentuknya, sedangkan dadih yang terbentuk terjadi
karena peranan
K-
Di dalam susu
K-
koloid dan
kasein.
kasein yang terdapat dalam susu.
kasein berperan sebagai pelindung
bertanggung
jawab atas
Adanya gangguan pada
K
keutuhan misel
-kasein akan menyebab-
kan ketidakstabilan pada keutuhan misel kasein, hal
ini merupakan tahap awal dari pembentukan dadih susu
(Kilara dan Iya, 1984).
Protein lain yang juga berperan dalam proses
koagulasi susu adalah protein serum,
yaitu lakto-
globulin dan laktalbumin yang bersifat larut dalam
whey susu.
Pada pembuatan keju,
protein whey ini
7
terkurung da1am dadih pada saat terjadi koagu1asi,
akan tetapi karena sifatnya yang 1ebih 1arut da1am
air,
sebagian protein ini ter1epas ke da1am whey,
terutama
ketika
dadih
dipotong
atau
dihancurkan.
Protein yang tertingga1 da1am dadih menjadi bagian
dari tubuh keju dan membantu penyediaan sumber-sumber
asam amino untuk pembentukan cita rasa keju (Dau1ay,
1991) .
Lemak pada
susu ada1ah
sumber dari
sebagian
komponen pembentuk cita rasa, aroma, dan ke1embutan
tubuh pada keju matang.
Pengaruh dari 1emak tidak
hanya tergantung pada jenis keju tetapi
juga dari
komposisi 1emak yang ada da1am keju.
Keju yang
dibuat dari susu tanpa lemak umumnya mempunyai tubuh
yang kering dan tekstur yang keras serta membentuk
cita rasa yang kurang baik dibandingkan dengan keju
yang dibuat dari susu berlemak.
1a-g1obu1a
1emak
pada
keju
Penggabungan globuterjadi
karena
ter-
perangkapnya globula-globu1a 1emak tersebut pada saat
penggumpa1an protein berlangsung (Dau1ay, 1991).
Laktosa ada1ah senyawa yang 1arut da1am air,
karena itu1ah pada saat pembuatan keju sebagian besar
1aktosa
Meskipun
ter1arut
demikian
da1am whey
masih
dan
ikut
tersisa
1aktosa yang tertingga1 da1am keju.
terbuang.
sejum1ah
keci1
Laktosa yang
8
tertinggal
itu
akan
berubah
menjadi
asam
laktat
selama proses pemeraman keju berlangsung (National
Dairy Council, 1967).
Jumlah mineral yang terdapat dalam keju sangat
tergantung pada metoda pembuatannya.
Jumlah total
mineral keju bervariasi sesuai dengan jumlah garam
yang ditambahkan pada saat pembuatan keju serta jenis
koagulan yang digunakan.
Umumnya kalsium dan fosfat
yang terdapat dalam susu akan tertinggal dalam dadih,
namun potasium,
sodium dan klorin
sebagian besar
terbuang dalam whey (National Dairy Council, 1967).
Terperangkapnya sebagian besar lemak dalam dadih
menyebabkan vitamin-vi tamin yang larut dalam lemak
turut tertinggal dalam dadih.
Vitamin-vitamin yang
tertinggal dalam dadih ini diperlukan bagi
ー・イエオュセ@
buhan mikroba-mikroba yang diin,)inkan selama peme-raman keju (Daulay, 1991).
B.
KEJU CHEDDAR
Keju Cheddar adalah jenis keju yang pada awalnya
dibuat berabad-abad yang lampau di desa kecil Cheddar, di
Inggris.
Jenis keju ini kemudiar. menjadi sangat populer
dan menyebar ke
modifikasi.
seluruh dunia
serta mengalami banyak
Keju ini memiliki karakteristik khas yang
9
disebabkan oleh adanya proses "cheddaring" dalam pembuatannya (Kosikowski, 1982).
Keju Cheddar merupakan jenis dari keju keras yang
sangat
populer dan banyak diproduksi.
Proses
pem-
buatannya mirip dengan keju keras.lainnya, hanya hal yang
perlu diperhatikan adalah perbandingan lemak dan kasein
harus
berkisar
antara
1:0,68-1:0,72,
sedangkanjenis
kultur yang sering digunakan, yaitu Streptococcus lactis,
Streptococcus cremoris, Lactobacillus casei, dan beberapa
kultur lainnya (Sa'id, 1987)
Menurut Nelson dan Trout (1951), keju cheddar dibuat
dari susu segar atau susu pasteurisasi dengan penambahan
sejumlah kecil kultur bakteri asam laktat. Pembentukan
dadih
umumnya
dilakukan
dengan
menggunakan
rennet yang diikuti dengan pemanasan dadih.
koagulan
Karakteris-
tik khas dari keju cheddar berupa anyaman dadih terjadi
saat dilakukannya proses "cheddaring".
Menurut
National
Dairy
Council
(1967),
proses
"cheddaring" adalah proses dimana dadih yang telah masak
dan dibuang sebagian airnya dipotong-potong, ditimbun dan
dibalik-balik
berulang-ulang
hingga
terbentuk
suatu
'anyaman' dari dadih dan hampir seluruh whey yang tersisa
terkuras dari dadih.
Dadih keju yang telah diperas dan dicelupkan dalam
parafin
panas
(untuk
mencegah
evaporasi)
kemudian
10
disimpan pada suhu 15°C dan RH 88% selama 4 hingga 10
bulan.
Proses pematangan terjadi karena adanya enzim
yang dihasilkan oleh bakteri starter.
Keju yang telah
matang akan berbentuk padat namun tidak terlalu keras
(Sa'id, 1987).
Keju cheddar yang baik menu rut Kosikowski (1982),
adalah yang memiliki kadar air tidak lebih dari 39%, dan
kadar lemak kurang dad 50% (%bk).
Selain itu bahan baku
berupa susu segar telah mengalami proses pasteurisasi dan
keju yang siap dikonsumsi minimal telah diperam selama 60
hari.
C.
PROTEASB PBNGGOKPAL SUSU
1.
Rennet Anak Sapi
Hingga saat ini koagulan keju yang dianggap
paling
baik
adalah
rennin,
bentuk
ekstrak kasar
(rennet)
bent uk pasta atau bubuk.
protease yang diuj i
baik digunakan dalam
cair maupun dalam
Oleh karena itulah seluruh
kelayakannya sebagai koagulan
susu dalam pembuatan keju senantiasa dibandingkan
hasilnya dengan rennin (Kilara dan Iya, 1984).
Enzim rennin banyak terdapat di dalam lambung
anak sapi yang masih menyusui dan merupakan sumber
enzim komersial yang utama (Richardson, 1975).
Enzim
11
ini ditemukan oleh Heinz
tahun 1951
(Sumner dan
Somers, 1947).
Pengertian terhadap istilah rennet harus dibedakan dengan rennin.
Rennet adalah hasil ekstrak
kasar enzim
yang diperoleh dari abomasum anak sapi
atau
ruminansia
hewan
menyusui.
lain
terutama
Selain mengandung rennin,
mengandung enzim-enzim lainnya.
yang
rennet
masih
juga
Enzim rennin juga
dinamakan kimosin untuk menghindari kekeliruan dengan
hormon renin yang disekresi oleh ginjal (Muchtadi et
al., 1992).
Menurut
Scott
(1981),
ekstrak
rennet
yang
diperoleh dari lambung anak sapi yang belum disapih
mengandung rennin 88-94% dan pepsin 6-12%.
Sedangkan
ekstrak rennet yang diperoleh dari sapi yang telah
tua atau yang telah makan pakan lain selain susu
mengandung 6-10% rennin dan 90-94% pepsin.
sifat utama yang membedakan enzim pepsin dan
rennin adalah profil pH aktifitasnya.
Rennin me-
•
miliki aktifitas spesifik yang sifatnya lebih besar
daripada pepsin pada pH yang lebih tinggi.
Perbedaan
ini penting dalam hubungannya dengan prosedur pembuatan keju (Cheeseman, 1981).
Menurut Scott (1981),
rennin paling aktif pada pH antara 6,2-6,4, sedangkan
pepsin paling aktif pada pH antara 1,7-2,3.
12
2.
Protease Pengganti Rennet Anak Sapi
Beberapa
tingkat
enzim yang
tinggi
menggumpalkan
telah
susu,
diekstrak
dicoba
tetapi
dari
tUmbuhan
kemampuannya
untuk
penggunaannya
tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
Kebanyakan tanaman
penghasil protease ini memiliki daya proteolitik yang
sangat kuat sehingga menghasilkan rasa yang pahit,
keju berbentuk pasta dan rendemen yang sedikit (Brown
dan Ernstrom, 1988).
Koagulan
susu
dari
tumbuhan
yang
telah
laporkan adalah getah dari Ficus carica.
di-
Koagulan
ini telah banyak digunakan dalam pembuatan keju di
India.
Beberapa koagulan dari tumbuhan lain juga
mampu menggumpalkan keju,
proteolitik,
bromelin dari
seperti
tetapi
papain
Ananas sativa,
terlalu bersifat
dari
dan
Carica
papaya,
risin dari biji
Ricinus comunis (Scott, 1981).
Ratusan kultur bakteri dan kapang telah diteliti
aktifitas proteolitik dan kernampuannya dalam menggumpalkan
susu.
Beberapa
telah
diproduksi
secara
komersial, namun meskipun demikian penelitian masih
tetap
berlangsung dan
sUmber-sumber
kadang dilaporkan (Scott, 1981).
baru
kadang-
13
Akhir-akhir
ini
protease
dari
kapang
yang
diproduksi oleh spesies Mucor miehei, Mucor pusillus
dan Endothya parasitica
telah dikembangkan untuk
mensubstitusi rennin secara keseluruhan atau sebagian.
Keju Gouda yang dibuat dengan rennet anak sapi
dan rennilase memiliki tingkat kemiripan yang tinggi
(Richardson, 1975).
Rennet
parasitica
dari
telah
M.
pusillus,
banyak
M.
miehei
dan
diperjualbelikan
pembuatan berbagai jenis keju.
untuk
Di Amerika Serikat
rennet mikroba yang berasal dari
punyai nama dagang Hannilase,
E.
Mucor miehei mem-
Rennilase,
Fromase,
Miky dan Maryzeme, sedangkan Mucor pusillus mempunyai
nama dagang Novadel, Noury dan Meito.
Rennet dari
Endothya parasi tica mempunyai nama dagang Suparen dan
Sure Curd, sedangkan rennet dari Bacillus subtilis
mempunyai nama dagang Mikrozyme (Scott, 1981).
Pepsin merupakan protease hewan yang paling umum
digunakan sebagai pengganti rennin dalam pembuatan
keju.
Pepsin adalah enzim proteolitik dari cairan
lambung yang memulai pencernaan terhadap protein.
Enzim ini pertama kali ditemukan oleh Schwann pada
tahun 1836 (Sumner dan Somers, 1947).
Pepsin terdapat pada cairan lambung dari mamalia, burung, reptil dan ikan dalam bentuk inaktif
14
pepsinogen dan terkonversi menjadi pepsin oleh asam
(Harrow dan Mazur, 1954).
Pada dasarnya enzim pepsin yang berlebihan tidak
dikehendaki dalam pembuatan keju, karena secara umum
enzim ini memiliki aktifitas proteolitik yang besar,
sehingga
akan
menghasilkan
peptida-peptida
yang
terasa pahit serta menghasilkan keju dengan rendemen
yang rendah (Cheeseman,19B1).
Campuran rennin dengan
pepsin dengan perbandingan 1: 1 merupakan pilihan yang
paling
banyak
mencegah
digunakan.
penggunaan
pepsin
Beberapa
sendirian
faktor
yang
diantaranya
adalah waktu penggumpalannya yang lebih lama, dadih
yang
lebih
lunak,
kehilangan
lemak
dalam whey,
terbentuk peptida pahit serta ketidakmampuan untuk
aktif pada pH diatas 6,5 (Kilara dan Iya, 1981).
Penelitian terhadap pepsin babi, pepsin sapi dan
pepsin ayam telah dilakukan oleh Green pada tahun
1972, demikian pula dengan pepsin kambing dan domba
yang telah diteliti oleh Anifantakis pada tahun 1979.
Namun hasil dari penelitian tersebut belum memberikan
hasil yang cukup memuaskan, kecuali untuk pepsin babi
dan pepsin sapi yang telah diproduksi secara komersial.
Campuran antara pepsin babi dan rennet anak
sapi dengan perbandingan 1:1 merupakan pilihan yang
banyak disukai dan kini telah menguasai 40\ dari
15
pasaran koagulan keju di Amerika Serikat (Cheeseman,
1981) .
3.
Protease Lambung Tuna
Ekstraksi pepsin dari lambung tuna telah dilakukan oleh Tavares (1982).
Menurutnya, aktifasi
pepsin tuna dipengaruhi oleh suhu, pH dan konsentrasi
garam.
Aktifasi maksimum pepsin tuna dapat diting-
katkan dengan cara mengatur pH tidak lebih dari 4,0.
Adanya garam dalam ekstrak enzim akan mempertinggi
ekstraksi dan kecepatan aktifasi.
Ekstraksi dan
aktifasi maksimum terjadi pada suhu 4-5°C.
Penelitian terhadap protease tuna juga telah
dilakukan oleh Hidayat (1994), Wirasetyo (1994), Alfi
(1994), dan Hartono (1994).
Hasil penelitian menun-
jukkan nilai perbandingan antara aktifitas penggumpalan susu terhadap aktifitas proteolitik (clotting
to proteolitic ratio, CPR) yang cukup rendah, dibanding dengan rennilase dan rennet anak sapi, dengan
kata lain aktifitas proteolitiknya cukup tinggi.
Perbandingan nilai CPR enzim protease lambung
tuna terhadap beberapa enzim protease hewan lain
dapat dilihat dapat dilihat pada tabel berikut.
16
Tabel 3.
Rasio aktifitas penggumpalan terhadap
aktifitas proteolitik (CPR) beberapa
protease pada substrat kasein
0,494
0,871
1,042
0,12 (Hartono, 1994)
0,145 (Wirastyo, 1994)
0,042 (Hidayat, 1994)
0,114 (Alii, 1994)
Pepsin babi
Rennilase
Rennet aDak sapi
Protease tuna
Kepekaan protease tuna terhadap suhu
relatif
lebih tinggi dibanding dengan rennet anak sapi dan
pepsin
babi,
sedangkan
peneli tian
terhadap
kasinya dalam pembuatan keju belum dilakukan,
aplioleh
karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui
kualitas
keju
yang
dihasilkan
dari
protease tuna (Wirasetyo, 1994).
D.
PROSES PENGGUMPALAN SUSU OLEH ENZIM PROTEASE
Pada umumnya dadih pada pembuatan keju diproduksi
dengan menggunakan koagulan enzim.
proteolitik
akan
memecah
Enzim yang bersifat
protein-protein
dalam
susu
sehingga menjadi tidak larut dan membentuk suatu gumpalan
massa yang didalamnya terperangkap komponen-komponen susu
lainnya (Daulay, 1991).
Penambahan rennin pada susu yang akan diolah menjadi
keju
(umumnya
bersuhu
32°C),
akan
menyebabkan
ber-
17
langsungnya reaksi 2 langkah, yaitu langkah enzimatis dan
langkah non enzimatis.
secara terpisah,
Kedua reaksi tersebut berlangsung
tetapi tidak dapat dibedakan secara
visual, hanya penampakan dari dadih menunjukkan kesempurnaan proses (Daulay, 1991).
Mekanisme proses ini secara mendetil adalah sebagai
Rennin memecah
berikut.
ikatan fenilalanin-metionin
(105-106) dalam K-kasein sehingga menghancurkan aktifitas
penstabilannya terhadap a dan
Para-K-kasein
セMォ。ウ・ゥョN@
yang dihasilkan kemudian menggumpal dengan adanya ion-ion
kalsium.
Bagaimana kalsium, para-K-kasein bersama dengan
kasein-kasein lainnya membentuk agregat belum diketahui
dengan jelas (Brown dan Ernstorm, 1988).
Mekanisme kerja yang telah disetujui dari aktifitas
rennin adalah sebagai berikut:
rennin
K-kasein
para-K-kasein
MセI@
para-K-kasein
Akibat
MセI@
telah
glikomakropeptida
(larut whey)
dikalsium para-K-kasein
pH 6,0-6,4
dari
+
tidak
stabilnya
adanya kontak dengan kalsium, a dan
dari
suspensi
membentuk
gel
yang
K-kasein
dan
dipisahkan
セMォ。ウ・ゥョ@
lunak
dan
lembut.
Makropeptida yang terbentuk merupakan suatu makropeptida
yang mengandung gula amino, dan dengan demikian dikenal
18
sebagai gl ikomakropept ida .
Mekanisme protease selain
rennin dalam penggumpalan susu mengikuti pola yang mirip
dengan rennin (Daulay, 1991).
E.
PENGUJIAN KELAYAKAN PENGGUNAAN PROTEASE SEBAGAI
PENGGANTI RENNET ANAK SAPI
Dengan semakin banyaknya enzim-enzim protease yang
diduga dapat digunakan sebagai pengganti rennet anak sapi
dalam pembuatan keju,
telah banyak dipikirkan metode-
metode pengujian yang mudah dan murah untuk menilainya.
Hal
ini
dilakukan
karena
pengujian
langsung
dengan
pembuatan keju dianggap tidak ekonomis, disamping memang
pengujian karakteristik dari enzim tersebut diharapkan
dapat lebih memperjelas mekanisme pembentukan keju untuk
kemudian
dapat
diteliti
lebih
lanjut
cara-cara
yang
efektif dalam pembuatan keju yang baik (Kilara dan Iya,
1984) .
Hampir semua enzim proteolitik dapat menggumpalkan
susu dibawah kondisi yang cocok (Berridge, 1945), tetapi
tidak semua enzim tersebut baik untuk digunakan dalam
pembuatan
sekali
keju,
yang
bahkan
mencapai
dapat
dikatakan hanya
penggunaan
secara
sedikit
komersial.
Ketidak-cocokan tersebut disebabkan karena sifat proteolitiknya yang kuat.
Sifat proteolitik enzim dalam susu
cenderung menyebabkan dadih
lunak
karena
tidak dapat
{
19
mengeluarkan air dan memberikan hasil akhir yang buruk
(Scott,
1981).
Sebagai
contoh pada
sebagian besar
protease tanaman yang mempunyai sifat proteolitik yang
kuat dapat menyebabkan pencernaan yang luas pada dadih,
sehingga mengurangi rendemen, menimbulkan flavor pahit,
dan menghasilkan keju yang pucat
(Brown dan Ernstorm,
1988) .
Phelan yang dikutip oleh Kilara dan Iya
(1984),
memberikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh
protease pengganti renet anak sapi, diantaranya memiliki
rasio penggumpalan terhadap proteolitik yang
tinggi,
bebas dari bakteri kontaminan dan patogen, tahan lama disimpan dan mudah dalam penanganan,
dan produk akhir
memiliki kualitas yang sebanding dengan keju yang dibuat
dengan rennet anak sapi.
Besarnya aktifitas proteolitik enzim dilihat dari
nilai rasio antara aktifitas penggumpalan susu terhadap
aktifitas proteolitiknya (clotting to proteolitic ratio,
CPR).
Jika aktifitas proteolitik dominan, rendemen keju
dan penyimpanan lemak berkurang.
Nilai CPR untuk rennin
yang bebas pepsin adalah konstan,
tetapi untuk rennin
yang tercampur pepsin tidak konstan
(Kilara dan Iya,
1984) .
Pengujian aktifitas proteolitik dari suatu protease
untuk pembuatan keju telah banyak dilakukan.
Substrat
20
yang pada awalnya umum digunakan dalam penguj ian ini
adalah susu segar, namun karena sifat dari susu segar
yang tidak konstan, Berridge (1952) yang dukutip oleh
Kilara dan Iya ( 1984) mengganti substrat tersebut dengan
susu skim yang memiliki kandungan bahan yang relatif
lebih konstan.
Untuk lebih spesifik lagi, Raymond (1972)
yang juga dikutip oleh Kilara dan Iya (1984), menggunakan
substrat berupa hexapeptida-N-leu-ser-phe dalam pengujian
aktifitas proteolitik enzim, dimana dalam substrat ini
secara khusus terkandung ikatan phe-met yang merupakan
ikatan spesifik dari protein yang dipecah oleh rennin
dalam penggumpalan susu.
Anifantakis dan Green (1980), serta Shamsuzzaman dan
Haard
(1983)
menguji
protease
yang
diperoleh
untuk
mengganti rennet anak sapi dengan melihat nilai CPR enzim
terhadap
substrat
hemoglobin
dan
kasein
murni
yang
kemudian dibandingkan dengan rennet anak sapi standar.
Semakin tinggi nilai CPR atau semakin mendekati nilai CPR
rennet anak sapi, protease tersebut semakin berpeluang
besar cocok sebagai pengganti rennet anak sapi.
Penguj ian terhadap sifat enzim lainnya yang juga tak
kalah pentingnya adalah dengan melihat pengaruh pH, suhu,
dan CaCl, yang terkandung dalam susu terhadap aktifitas
'\
21
penggumpalan,
dan
stabilitas enzim dalam berbagai nilai pH
pengaruh
pengenceran
enzim
terhadap
aktifitas
penggumpalan (Shamsuzzaman dan Haard, 1983).
Menurut Hidayat
(1994),
penilaian kelayakan suatu
protease sebagai pengganti rennet anak sapi harus disertai
dengan
uji
pembuatan
keju
dengan
menggunakan
protease yang hendak diuji sebagai koagulan, tidak hanya
sebatas mengamati aktifitas dan karakteristik protease
tersebut.
Hal
ini
dapat
dibuktikan
dengan
hasil
penelitian terhadap atlantic cod oleh Shamsuzzaman dan
Haard (1983), dimana protease dari lambung ikan tersebut
memiliki nilai CPR yang rendah namun mampu menghasilkan
keju dengan mutu yang baik.
ill. BAHAN DAN "METODA PENELITIAN
A.
BAHAN
Bahan baku utama yang digunakan adalah lambung
Ikan Tuna
(Thunnus obesus)
Lambung
dan susu murni.
tuna yang diperoleh dari PT Abicomas Muara Baru, Jakarta dicuci bersih dan disimpan beku pada suhu -20°C
sebelum digunakan, sedangkan susu murni segar diperoleh dari Koperasi Produksi Susu Kedung Halang, Bogor.
Enzim yang digunakan untuk pembuatan keju terdiri
dari
Renilase
150
L
tipe
T
(NOVO,
Denmark)
yang
diperoleh dari PT NOVO, Jakarta serta Rennet Anak Sapi
R-3376 tipe I
(Sigma Chemical) yang diperoleh dari PAU
Pangan dan Gizi
digunakan
IPB,
adalah
(CHR Hansen,
Bogor,
sedangkan
Freeze Dried
Denmark)
yang
Lactic
starter yang
Culture
R-707
juga diperoleh dari
PAU
Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisa
kimia
diantaranya
asetat glasial,
larutan
parrafin,
NaOH,
HCl,
CaCl"
natrium sitrat,
asam
petroleum
bensena Berta bahan-bahan untuk analisa protein yang
diperoleh dari Laboratorium Teknologi Pangan dan Gizi.
B.
ALAT
Peralatan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah kulkas, blender, timbangan, Sentirifus Beckman
23
model J2-21.
termometer.
Controller
pH meter.
stopwatch.
17100-1.
penangas.
cheese vat.
presser.
magnetic stirrer.
spektrofotometer
Amicon
ultrafiltrasi.
serta alat-alat gel as untuk analisa kimia.
C.
METODA PENELITXAN
1.
Ekstraksi Enzim Protease
Metoda ekstraksi enzim yang digunakan adalah
metode Shamsuzzaman dan Haard
(1983).
Prosedur
ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 1.
LAMBUNG BBKU lKAN TUNA DI'I'HAWING
DAN DIPOTONG KBCIL-KBCIL
!
PBNGHANCURAN LAMBUNG DBNGAN BLENDER
1
EKSTRAKSI DENGAN LARUTAN ASAM ASETAT
10\ pH 2.5 DBNGAN PERBANDINGAN 1 GRAM
UNTUK TIAP 5 ML LARUTAN DBNGAN MBNGGUNAKAN
MAGNETIC STIRRER PADA 4°C SELAMA 1 JAM
!
PBNGATURAN pH 5.8 DENGAN NaOH IN
1
SBNTRlPUS 15000 RPM. 4°C SBLAMA 1 JAM
1
PBMEKATAN 10 KALI DBNGAN ULTRAPILTRASI
• CUT OPP' MBMBRAN 10000 DALTON
Gambar 1.
Hetoda ekstraksi enzim dari lambung tuna
24
2.
Uj i Clotting Time
Uji clotting time dilakukan untuk mengetahui
jumlah enzim yang harus ditambahkan ke dalam susu
pada saat pembuatan keju.
tahap,
yaitu
tercepat
uji
untuk
mengetahui
enzim dalam menggumpal
untuk mengetahui
Uj i
Uji ini terdiri atas 2
yang
susu
jumlah enzim yang
dilakukan
kemampuan
menggunakan
serta uj i
dibutuhkan.
metoda
yang
dikeluarkan oleh NOVO Enzyme (1982).
a. Uji Clotting Time 1
Susu
segar
sebanyak
10
dalam penangas hingga 37°C.
penambahan 1 ml koagulan
lamanya
Waktu
waktu
hingga
penggumpalan
diatur
hingga
mengencerkan
4
dipanaskan
Kemudian dilakukan
(enzim) dan dihitung
susu
susu
mulai
oleh
sampai
enzim
ml
6
(bila
tergumpal.
enzim kemudian
detik
waktu
dengan
cara
penggumpalan
terlalu cepat) .
b. Uji Clotting Time 2
Sebanyak
hingga 37°C,
100
ml
susu
segar
dipanaskan
kemudian ditambahkan 1 ml enzim
pada
uj i
clotting
hasil
pengenceran
(bila
dilakukan
pengenceran)
dan
waktu
terj adinya
penggumpalan
susu.
time
1
dihitung
Jumlah
25
enzim yang diperlukan untuk menggumpalkan susu
diketahui dengan menggunakan rumus berikut.
x
dimana: 100
10
=
100 x 10
1 x t
=
volume (ml) susu segar
=
waktu (menit) yang diharapkan
untuk terjadinya penggumpalan
1
=
volume (ml) enzim
t
=
waktu (menit) hasil uji
clotting time 2
X
volume (ml) susu yang dapat
=
digumpalkan oleh enzim dalam
waktu 10 menit
Jumlah
pembuatan
koagulan
keju
yang
dihitung
ditambahkan
dengan
dalam
persamaan
berikut.
y
= z
X
dimana:
Z
Y
= volume
= volume
susu yang akan dibuat keju (ml)
koagulan yang dibutuhkan untuk
menggumpalkan susu sebanyak Z ml
X
= nilai
hasil perhitungan uji clotting time
26
3•
Pembua tan Kej u Cheddar
a.
Perlakuan Awal
Pembuatan
keju
dilakukan
lima macam koagulan,
(RAS) ,
rennilase,
(PLT) ,
campuran
menggunakan
yaitu rennet anak sapi
protease
PLT
lambung
dan
RAS
tuna
50:50
dan
campuran PLT dan RAS 75:25.
Tiap pembuatan keju dilakukan sebanyak
3
kali
yang
ulangan,
harus
sebelumnya
Pembuatan
jumlah koagulan
sedangkan
telah
ditambahkan
uji
clotting
time.
cheddar
dilakukan
dengan
dengan
keju
menggunakan metoda Scott (1982)
h.
dihitung
(Gambar 2) .
Perlakuan lanjutan
Dadih yang
telah dicetak
(keju segar)
kemudian diperam selama 3 bulan pada suhu 711°C.
Namun sebelumnya dilakukan
terlebih
dahulu
beberapa
meliputi
analisis
analisis kadar protein,
kimia,
kadar lemak,
air dan perhitungan rendemen.
keju
kadar
Analisis pada
juga dilakukan selama masa pemeraman,
meliputi
setiap
uji
empat
tekstur
keju
yang
dilakukan
minggu
dan
uj i
aktifitas
proteolitik yang dilakukan tiap dua minggu.
27
PASTEURISASI 5L SUSU SEGAR,
DIDINGINKAN HINGGA 30°C
1
INOKULASI 0,32 G STARTER DITAMBAH 1,75 ML
CaCl, 50% ,INKUBASI SELAMA 15 MENIT
J
PENGGUMPALAN SUSU DENGAN ENZIM SELAMA
0,5 - 2 JAM
1
PEMOTONGAN DADIH 1X1 CM', DIDIAMKAN 7 MENIT
1
PEMANASAN DADIH HINGGA 39°C SELAMA 30 MENIT
1
PEMISAHAN WHEY, DIBIARKAN 15 MENIT
1
'CHEDDARING'
PENAMBAHAN BEBAN 1 KG PADA DADIH
TIAP 15 MENIT SELAMA 1,5 JAM
1
PENGGARAMAN
(2,5 - 3%)
1
PENCETAKAN DENGAN TEKANAN 25 PSI, 12 JAM
PENAMBAHAN TEKANAN HINGGA 60 PSI, 24 JAM
1
I PELAPISAN KEJU DENGAN PARRAFIN
Gambar 2.
Prosedur pembuatan keju cheddar
28
4.
Oji Organoleptik
Uji organoleptik pada keju dilakukan setelah
masa pemeraman berakhir.
meliputi aroma,
Parameter yang diuj i
rasa dan penerimaan umum.
Uj i
organoleptik pad a keju dilakukan dengan dua macam
metoda
pengujian,
yaitu
uji
kesukaan
dan
uji
perbandingan jamak (Soekarto, 1985).
1. OJ i kesukaan
Seluruh keju disaj ikan secara acak pada
15
orang
panelis
agak
skor meliputi 5 tarat,
(2) agak tidak suka,
terlatih.
yaitu
Pemberian
(1)
(3) netral,
tidak suka,
(4) agak suka
dan (5) suka.
2. Oji pembanding
Keju diuji oleh 15 panelis agak terlatih
dan
disajikan
(standar) .
yaitu
(3)
(1)
sarna,
acak
dengan
satu
pembanding
Pemberian skor meliputi 5 tarat,
lebih buruk.
(4)
(2)
agak lebih buruk.
agak lebih baik dan
(5)
lebih
baik.
5•
Ilancangan Percobaan
Seluruh
data
yang
didapat
diolah
dengan
program komputer Sirichai menggunakan persarnaan
29
acak
lengkap
yang
dilanjutkan
Perbedaan
Duncan.
dengan
perlakuan
uji
dilihat
beda
dari
penggunaan koagulan, meliputi koagulan rennet anak
sapi
(RAS) ,
(PLT) ,
rennilase,
protease
lambung
campuran koagulan PLT dan RAS
tuna
50: 50 dan
75:25.
D.
PROSEDUR ANALISIS
1.
Rendemen
Rendemen akhir keju dihitung setelah dadih
dicetak dengan penekanan selama minimal 36 jam.
Keju segar
(sebelum dilapisi parrafin)
ditimbang
dan dibandingkan dengan volume awal susu segar.
= berat
Rendemen akhir (%b/v)
2.
keju
volume susu
x
100%
Kadar Air (AOAC, 1981)
Sebanyak
teliti
dalam
2-5
gram
wadah
diketahui beratnya,
sampel
cawan
ditimbang
kering
yang
secara
telah
lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 105°C selama 6
jam.
Setelah kering,
cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator,
kemudian
ditimbang.
Kadar
deogao persamaan berikut.
air
sampel
dhitung
30
= b1
Kadar air (%)
b1
b2
3•
= berat
= berat
- b2
b1
x
100%
sampel awal (gram)
sampel akhir (gram)
Kadar Lemak
a. Wbey dan Susu Segar (Apriyantono, 1989)
Sebanyak 10 ml H 2 SO.,
10,75 ml whey atau
susu serta 1 ml amil alkohol dimasukkan dalam
tabung
Tabung
butirometer.
dikocok merata,
dan
kemudian disentrifus 1100 rpm
selama 4 menit.
dalam penangas
ditutup
Kemudian tabung ditempatkan
bersuhu
65°C
selama
3 menit.
Kadar lemak sampel dibaca sesuai tinggi lemak
dalam skala pada kolom tabung.
h. Keju (AOAC, 1981)
Sebanyak 2-3
pelarut
selama
dan
gram keju diekstrak dengan
petroleum
6
jam.
benzen
Pe1arut
ditampung.
Labu
dalam
berisi
lemak
x
100%
bI
b1
= be rat
sampel awal (gram)
b2 = berat lemak (gram)
kemudian
suhu 105°C hingga
berat konstan.
= b2
soxhlet
kemudian didestilasi
dipanaskan dalam oven pad a
Kadar lemak (%)
alat
31
4.
Xadar Protein (AOAC, 1984)
Sampel
sebanyak
0,1
gram dirnasukkan dalam
labu kjeldahl dan ditambahkan
terdiri dari
Campuran
H,SO.
gram katalis yang
campuran CUSO. dan Na.SO.
tersebut
pekat,
cairannya
1
selanjutnya
kemudian
be rwa rna
(1: 1, 2) .
ditambah
2,5
sampai
didekstruksi
hijau
jernih.
m1
Kemudian
pendidihan dilanjutkan hingga 30 menit.
Labu
beserta
isinya
didihkan
sampai
suhu
karnar, kemudian isinya dipindahkan ke dalam alat
destilasi dan ditambah 15 ml NaOH 50\.
Hasil sUlingan ditampung dalam erlenmeyer 200
m1 yang berisi 25 ml HCI 0,02 N sampai tertampung
tidak
kurang
dad
25
m1
destilat,
hasilnya dititrasi dengan NaOH
kemudian
0,02 N disertai
penambahan indikator mengsel 3-4 tetes.
sarna dilakukan terhadap blangko.
protein dilakukan
tidak
hanya
Hal yang
Pengukuran Kadar
pada
keju
segar
namun juga pada whey dan susu segar yang digunakan
dalam pembuatan keju.
Kadar protein (\)
=a
x N x 14 x 6,38
x
100\
W
a
= selisih
m1 NaOH yang digunakan mentitrasi
blanko dengan contoh
N
= Normalitas
larutan NaOH
W • berat contoh (mg)
32
5.
Kadar Nitrogen Non Protein (Apriyantono, 1989)
Sebanyak 2 gram sampel (keju/whey) dimasukkan
dalam labu kjeldahl dan ditambahkan 50 ml H2 0,
sedikit batu didih dan 1-2 tetes silikon antibusa.
Larutan didihkan selama 0,5 jam dan ditambah 2 ml
larutan
alumunium
sulfat.
Kemudian dipanaskan
kembali hingga mendidih dan ditambah 50 ml tembaga
asetat monohidrat 3\ (w/V) , setelah itu didinginkan.
Larutan disaring dengan kertas saring Whatman
no. 41 ke dalam labu buchner.
Setelah labu kjel-
dahl dibersihkan dengan 50 ml H2 0, filtrat dipindahkan kembali ke dalam labu kjeldahl dan ditetapkan kadar nitrogennya dengan metoda kjeldahl.
6.
Uji Tekstur
Tekstur keju diukur dengan alat Seta Penetrometer Controller tipe 17100-1,
bulan
seka1i
se1ama
3
bulan
dilakukan setiap
berturut-turut.
Tekstur keju dinyatakan dalam milimeter penetrasi
perdetik per gram beban (mm/det/gram).
7.
Uji Aktifitas Proteo1itik (Vaka1eries dan Price,
1959)
Uji proteolitik
(Gambar 3)
dilakukan untuk
mengetahui tingkat kematangan keju yang diperam.
33
a. Larutan Natrium sitrat-keju
2 gram keju
8 ml Na-sitrat 0,5M
16 ml air suling
1
Diaduk dengan stirrer magnetic
7 menit
1
Ditepatkan menjadi 40 ml
dengan air suling
1
Larutan A
b. Filtrat Asam Hidroklorat
25 ml larutan A
2,5 ml Hel 1,41 N
1
Ditepatkan menjadi 31,25 ml
dengan air suling
1
pH ditepatkan hingga 4,4±0,05
dan disaring dengan kertas saring
Whatman no. 42
1
Pengukuran OD pada panjang gelombang
270 nm dan 290 nm
Gambar 3.
Tahapan Uji Proteolitik Keju
34
Prinsip dari metoda ini adalah mengukur absorpsi
cahaya
ultraviolet
oleh
tirosin
dan
triptofan
terlarut yang menunjukkan tingkat degradasi protein
oleh enzim protease.
Uji proteolitik dilakukan terhadap keju segar
maupun keju yang diperam setiap selang waktu 15
hari selama 3 bulan berturut-turut.
Jumlah tirosin dan triptofan terlarut diukur
dengan rumus berikut:
-
M
tir
=
(0,95 E l70
M
trip
=
(0,307 E 290
Dimana
1,31 E,,, ) x 1O·)
-
0,02 E".) x 1O·)
M
tir
=
mol tirosin perliter larutan
M
trip
=
mol triptofan perliter larutan
Em
= nilai OD pada
Em
=
270 nm
nilai OD pada 290 nm
IV. BASIL DAN PEMBAHASAN
A.
BASIL UJI CLOTTING TIME ltOAGULAN
Uji clotting time keju bertujuan untuk menghitung
volume koagulan yang harus ditambahkan pada sejumlah
susu
dalam
pembuatan
Menurut
keju.
NOVO
(1982),
penggumpalan susu akan memberikan hasil terbaik bila
koagulan
yang
memulai
digunakan
penggumpalan
memiliki
susu
sejak
kemampuan
untuk
hingga
detik
4
6
Oleh karena itu
pertama saat koagulan di tambahkan.
bila enzim yang akan digunakan sebagai koagulan memiliki kemampuan untuk mulai menggumpalkan susu lebih
cepat dari 4 detik,
maka koagulan dalam bentuk cair
harus diencerkan terlebih dahulu,
dalam
bentuk
Tingkat
padat
pengenceran
uji
dilarutkan
enzim
I.
Koagulan
yang
kemudian
dihitung
dengan
clotting
time
time
I
dan
II
suling.
menggunakan
diencerkan
clotting
air
dihitung
time
uji
dalam
ini
clotting
metoda
sedangkan koagulan
II .
untuk
telah
volume
penggunaannya
Hasi1
rata-rata uji
tiap
koagulan
yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Data dari Tabel 4 menunjukkan bahwa koagulan PLT
digunakan
tanpa
pengenceran,
demikian
pula
dengan
koagulan PLT yang telah dicampur penggunannya dengan
rennet anak sapi, seluruhnya digunakan tanpa dilakukan
pengenceran,
sedangkan
koagulan
rennilase
harus
36
diencerkan hingga 500 kali.
yang
berbentuk
padat
Koagulan rennet anak sapi
(bubuk)
dilarutkan
dalam
air
dengan perbandingan 1 mg dalam 100 ml air.
Tabel 4.
Hasil rata-rata uji clotting time koagulan
PLT:RAS 50:50
tidak diencerkan
3.80
PLT:RAS 75:25
tidak diencerkan
4.10
PLT
tidak diencerkan
3.50
dilarutkan (lmg: lOOml)
2.90
pengencerall 500 kali
3.45
RAS (bubuk)
Rennilast:
Bila dilihat dari hasil uji
yaitu
penentuan
persen
koagulan
clotting
yang
time
II,
diperlukan
setelah pengenceran dilakukan, tidak didapat perbedaan
hasil yang menyolok.
Hal ini diperkuat dengan hasil
perhitungan
yang
berbeda
オjセ@
nyata
beda
antara
satu
menunjukkan
hasil
koagulan dengan
tidak
koagulan
la
serta Mbak Ina. Mbak Ami dan &Ii.
tcrima kasih untuk segalanya.
)
---
-
----- -------_ ....__._-_.__ .. -----------
SKRIPSI
PENGGUNAAN PROTEASE LAMBUNG TUNA (Thunnus obesus)
SEBAGAI KOAGULAN DALAM PEMBUATAN KEJU CHEDDAR
Oleh
ROFIAH SUSRINI
F 27. 0758
I 9 9 5
FAKUL T AS
TEKNOLOGI
INSTITUT PERTANIAN
BOGOR
PERT ANIAN
BOGOR
ROFIAH SUSRINI.
F27 0758.
Penggunaan Protease Lambung
Tuna (Thunnus obesus) Sebagai Koagulan dalam Pembuatan Keju
Cheddar. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS.
RINGKASAN
Enzim protease yang terdapat dalam lambung ikan tuna
(Thunnus obesus) diduga dapat digunakan sebagai koagulan
(penggumpal)
pengganti
dalam
koagulan
rennet anak sapi.
pembuatan
standar
keju,
yang
sebagai
umum
alternatif
digunakan,
yaitu
Penelitian ini bertujuan untuk menge-
tahui tingkat kelayakan penggunaan protease lambung tuna
sebagai koagulan dalam pembuatan keju cheddar.
Dalam penelitian ini protease lambung tuna diekstrak
dengan
asam
asetat
menggunakan metoda
Shamsuzzaman dan
Haard (1983).
Enzim yang telah diekstrak kemudian diguna-
kan
koagulan
sebagai
dalam
pembuatan
Penggunaan protease lambung tuna
(PLT)
keju
cheddar.
sebagai koagulan
tidak hanya berupa enzim PLT murni namun juga dilakukan
per1akuan berupa pencampuran enzim PLT dengan enzim standar
(rennet anak sapi)
dengan perbandingan 75: 25 dan 50: 50 .
Sebagai pembanding dibuat pula keju cheddar dengan koagulan
rennet
anak
sapi
dan
rennilase.
Tiap
keju
kemudian
dianalisis karakteristiknya dalam keadaan segar (meliputi
rendemen, Kadar air, Kadar protein dan Kadar lemak) maupun
semasa dan setelah pemeraman selama 3 bulan yang rneliputi
uji tekstur, uji aktifitas proteolitik dan uji organoleptik.
Dari
data
yang
diperoleh
diketahui
keju
dengan
koagulan PLT murni dan campuran memiliki karakteristik yang
hampir sarna.
kecil,
Ketiga keju tersebut memiliki rendemen yang
berkisar antara 12,69% hingga 13,57%,
cukup jauh
dibanding kedua keju pembanding yang masing-rnasing memiliki
rendemen 16,16% untuk keju dengan koagulan rennilase dan
16,70% untuk keju dengan koagulan rennet anak sapi.
Ketiga
keju tersebut juga memiliki tekstur yang sangat lunak yang
pada akhir masa pemeraman memiliki tingkat kelunakan hingga
0,406
mm/det/g
untuk
PLT murni,
0,434
mm/det/gr
untuk
campuran 75: 25 dan 0,294 mm/det/g untuk campuran 50: 50.
Sedangkan
keju
dengan
koagulan
rennet
anak
sapi
dan
rennilase masing-rnasing hanya mencapai 0,177 mm/det/g dan
0,190 mm/det/g.
Adanya
perbedaan
karakteristik
antara
keju
dengan
koagulan PLT baik murni maupun campuran dengan koagulan
pembandingnya
disebabkan
oleh
aktifitas
koagulan PLT yang cukup tinggi.
Hal
ini
proteolitik
terlihat dari
tingginya kadar tirosin dan triptofan terlarut pada keju
tersebut yang pada akhir masa pemerarnan mencapai kisaran
0,766-0,828 mM tirosin dan 0,402-0,424 mM triptofan dalam
larutan sitrat HCl, sedangkan keju dengan koagulan rennet
anak sapi hanya mencapai 0,699 mM tirosin dan 0,278 mM
triptofan pada larutan sitrat HCl.
Selain itu keju dengan koagulan PLT murni dan campuran
memiliki cita rasa yang cukup pahit.
Hasil uji organolep-
tik untuk uji kesukaan menghasilkan skor 1 (tidak suka)
hingga 2
(agak tidak suka)
penerimaan umum,
sedangkan untuk uj i perbandingan j amak
menghasilkan skor 1
buruk)
terhadap parameter rasa dan
(lebih buruk)
untuk parameter
rasa
dan
hingga 2
(agak lebih
penerimaan umum yang
dibandingkan dengan keju dengan koagulan standar.
Meskipun demikian,
keju dengan koagulan murni dan
campuran dengan rennet anak sapi 50:50 memiliki beberapa
karakteristik yang tidak berbeda nyata dengan keju pembandingnya,
yaitu meliputi kadar protein,
kadar lemak dan
kadar air.
Dari seluruh pengamatan terhadap karakteristik keju
dengan koagulan PLT dapat dinilai bahwa enzim PLT menghasilkan keju dengan mutu yang kurang sebanding dengan keju
yang dibuat dengan koagulan rennet anak sapi, terutama bila
dilihat dari cita rasa keju yang cukup pahit, rendemen yang
kecil dan tekstur keju yang lunak.
tidak
diinginkan
itu
tetap
Karakteristik keju yang
dihasilkan
meskipun
telah
dilakukan pencampuran koagulan PLT dengan rennet anak sapi
hingga perbandingan 50:50.
PENGGUNAAN PROTEASE LAMBUNG TUNA (Thunnus obesus)
SEBAGAI KOAGULAN DALAM PEMBUATAN KEJU CHEDDAR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
Fakultas Teknologi Pertanian
Oleh
ROFIAH SUSRINI
F 27 0758
1994
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGGUNAAN PROTEASE LAMBUNG TUNA (Thunnus obesus)
SEBAGAI KOAGULAN DALAM PEMBUATAN KEJU CHEDDAR
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
FAKULTASTEKNOLOGIPERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Oleh
ROFIAH SUSRINI
F 270758
dilahirkan di Majalengka II Mei 1971
セldァ。ャオウ@
: 25 Juli 1995
lYienyetujul :
Agustus 1995
セBGjOWqカvイlMエ@
.....セ、jャ・Hケ@
Muchtadi, MS
DoseD Pembimbing
KATAPENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan laporan
hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Drh. Djundjung Daulay, MSc. (aIm) atas segal a saran,
dukungan
dan
bantuannya
selama
penelitian
dilakukan.
Semoga Allah SWT menerima segala amal ibadah beliau dan
mengampuni segala kesalahan yang telah dilakukan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS. selaku dosen pembimbing
atas segala bimbingan dan bantu an selama penelitian dan
penyusunan skripsi.
2.
Bapak dan Ibu Guru serta dosen-dosen di IPB yang telah
mengajar dan membimbing Penulis selama ini.
3.
Dr.
Ir.
Endang
Sukara
selaku
Kepala
Laboratorium
Fermentasi Puslitbang LIPI Cibinong, Bogor.
4.
Stat laboratorium termentasi dan mikrobiologi Puslit-
bang LIPI Cibinong, Bogor.
5.
Stat laboratorium kimia AP4 IPB, Bogor.
6.
Stat laboratorium mikrobiologi FTDC IPB, Bogor.
7.
Stat laboratorium PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
S.
Stat laboratorium Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
IPB, Bogor.
i
9.
Rekan-rekan kerja selama penelitian (Pungkas, Yanti dan
Emil atas segal a bantuan dan kerja sarna selama penelitian hingga penyusunan skripsi.
10. Sahabat-sahabat di TPG (Ati, Helda dan Rinal, rekanrekan di wisrna "Serajeve" dan "Aulia", dan tentu saja
rekan-rekan di "Asy-Syifaa".
11. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun
tidak
langsung
selama
penelitian
dan
penyusunan
skripsi.
Akhirnya
penulis
kritik
harapkan
dan
saran
untuk perbaikan
yang
membangun
selanjutnya.
sangat
Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Boger,
Agustus 1995
Penulis
ii
DAFfARISI
halaman
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR lSI
iii
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMP I RAN
vii
I. PENDAHULUAN
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
4
A. KEJU ....................................... 4
1. Definisi
................................ 4
2. Klasifikasi
............................. 5
3. Aspek Kimia Keju
........................ 6
B. KEJU CHEDDAR
............................... 8
C. PROTEASE PENGGUMPAL SUSU ..................... 10
1. Rennet Anak Sapi
........................ 10
2. Protease Pengganti Rennet Anak Sapi
12
3. Protease Lambung Tuna
................... 15
D. PROSES PENGGUMPALAN SUSU OLEH ENZIM PROTEASE
16
E. PENGUJIAN KELAYAKAN PENGGUNAAN PROTEASE SEBAGAI
PENGGANTI RENNET ANAK SAPI ................. 18
III. BAHAN DAN METODA PENELITIAN
A. BAHAN
22
22
ALAT ......................................
C. METODA PENELITIAN
.........................
1. Ekstraksi Enzim Protease
...............
2. Uj i Clotting Time
......................
3. Pembuatan Keju Cheddar .................
4. Uj i Organoleptik
......................
5. Rancangan Percobaan .....................
D. PROSEDUR ANALISIS ......................... .
1. Rendemen Dadih .........................
2. Kadar Air ..............................
3. Kadar Lemak ............................
4. Kadar Protein ..........................
5. Kadar Nitrogen Non Protein .............
6. Uj i tekstur ............................
7. Uji Aktifitas Proteolitik ..............
B.
iii
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
22
23
23
24
26
28
28
29
29
29
30
31
32
32
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
35
A. HASIL UJI CLOTTING TIME KOAGULAN ...........
B. KARAKTERISTIK KEJU SEGAR '" ................
1. Rendemen Dadih ..........................
2. Kadar Air ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
3. Kadar Protein
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
4. Kadar Lemak
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
C. KARAKTERISTIK KEJU PERAM ...................
1. Perubahan Tekstur Keju ..................
2. Aktifitas Proteolitik ...................
D. UJI ORGANOLEPTIK KEJU ......................
E. KELAYAKAN PENGGUNAAN PLT SEBAGAI KOAGULAN
DALAM PEMBUATAN KEJU CHEDDAR ................
V. KESIMPULAN DAN SARAN
35
37
37
39
41
43
44
45
48
53
57
61
A. KESIMPULAN .................................
B. SARAN ......................................
61
63
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMP I RAN
67
iv
DAFfAR TABEL
Halaman
Tabel1.
Produksi ikan tuna di Indonesia
Tabel 2.
Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik
pemeraman dan kadar air .................. 5
Tabel 3.
Rasio aktifitas penggumpalan terhadap
aktifitas proteolitik (CPR) beberapa
protease pada substrat kasein ............. 16
Tabel 4.
Hasil rata-rata uji clotting time koagulan
Tabel 5.
Nilai rata-rata rendemen dadih
...........
Tabel 6 .
Nilai rata-rata kadar air keju
........... 40
Tabel 7.
Nilai rata-rata kadar protein keju
Tabel 8.
Nilai rata-rata kadar lemak keju
v
.......... 2
36
37
. . . . . . . 42
..........
43
DAFfAR GAMBAR
Halaman
......
cheddar ..........
keju .............
Gambar 1. Metoda ekstraksi enzim lambung tuna
23
Gambar 2. Prosedur pembuatan keju
27
Gambar 3 . Tahapan uji proteolitik
33
Gambar 4. Grafik pengukuran tingkat kekerasan keju
46
Gambar 5. Grafik pengukuran kadar tirosin terlarut
keju .....................................
50
Gambar 6. Grafik pengukuran kadar triptofan terlarut
keju .....................................
50
Gambar 7. Grafik rata-rata penerimaan keju
55
Gambar 8. Grafik rata-rata perbandingan penerimaan
keju .....................................
55
vi
DAFfAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Rendemen dadih
68
Lampiran 2.
Kadar air keju
69
Lampiran 3.
Kadar protein keju, whey dan susu ......
70
Lampiran 4.
Kadar lemak keju, whey dan susu ........
71
Lampiran 5.
Hasil uji clotting time
koagulan ......
72
Lampiran 6.
Kadar lemak, protein, dan kasein susu ..
72
Lampiran 7.
Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap kadar air keju ...............
73
Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap kadar protein keju ...........
73
Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap kadar lemak keju .............
73
Lampiran 10. Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap rendemen keju
................
74
Lampiran 11. Analisis varian hasil uji clotting time
koagulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
74
Lampiran 12. Analisis varian pengaruh jenis kaogulan
terhadap kadar lemak whey .............
74
Lampiran 13. Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap kadar protein whey ...........
75
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 14. Uji wilayah berganda Duncan pengaruh jenis
koagulan terhadap penerimaan rasa keju
75
Lampiran 15. Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap penerimaan aroma keju
........
75
Lampiran 16. Uji wilayah berganda Duncan pengaruh jenis
koagulan terhadap penerimaan aroma keju
76
Lampiran 17. Analisis varian pengaruh jenis koagulan
terhadap penerimaan umum keju .........
vii
76
Lampiran 18. Uji Wilayah berganda Duncan pengaruh jenis
koagulan terhadap penerimaan umum keju
76
Lampiran 19. Analisis varian perbandingan penggunaan
jenis koagulan terhadap rasa keju dengan
koagulan standar ......................
77
Lampiran 20. Uji wilayah berganda Duncan perbandingan
penggunaan jenis koagulan terhadap rasa
keju dengan koagulan standar ...........
77
Lampiran 21. Analisis varian perbandingan penggunaan
jenis koagulan terhadap aroma keju dengan
koagulan standar ....................... 77
Lampiran 22. Uji wilayah berganda Duncan perbandingan
penggunaan jenis koagulan terhadap aroma
keju dengan koagulan standar ...........
78
Lampiran 23. Analisis varian perbandingan penggunaan
jenis koagulan terhadap penerimaan umum
keju dengan koagulan standar ...........
78
Lampiran 24. Uji wilayah berganda Duncan perbandingan
penggunaan jenis koagulan terhadap penerimaan umum keju dengan koagulan standar
78
Lampiran 25. Rekapitulasi data uji kesukaan terhadap
keju .................................
79
Lampiran 26. Rekapitulasi data uji perbandingan jamak
terhadap keju ........................
80
viii
I. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Keju adalah produk pang an hasil olahan susu yang
kini telah dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia
sebagai produk pangan yang bernilai gizi tinggi.
Me-
luasnya jumlah konsumen keju di Indonesia dapat dilihat dengan semakin banyaknya jumlah industri
roti
dan kue yang merupakan industri yang menggunakan keju
sebagai salah satu bahan campurannya, atau dengan semakin banyaknya jenis-jenis keju yang dapat dijumpai
di pasar dan toko-toko.
Industri keju tergolong industri pengolahan susu
yang
sederhana
karena
tidak
memerlukan
modal
yang
besar dan peralatan yang canggih dalam pengelolaannya.
Dengan semakin meningkatnya
Indonesia,
jumlah konsumen keju di
maka pengembangan
prospek yang cukup cerah.
industri
kej u memil iki
Hal ini penting untuk di-
jajaki dalam rangka mengurangi jumlah impor keju dari
Eropa dan Australia.
Pada dasarnya kendala utama yang dihadapi pad a
pembuatan keju dalam skala industri adalah ketersediaan rennet anak sapi sebagai koagulan keju yang semakin
terbatas,
sehingga harganyapun menj adi
Oleh karena
pengganti
itu kini
rennet
cukup mahal.
telah banyak dicari
sebagai
koagulan
keju.
alernatif
Meskipun
2
demikian
belum
didapat
hasil
yang
cukup
menggem-
birakan.
Salah satu alternatif yang kini sedang dijajaki
adalah penggunaan enzim protease
tuna sebagai kogulan keju.
dari
lambung
ikan
Ikan tuna adalah jenis
ikan yang sangat besar jumlahnya di Indonesia dan menyebar
luas
sepanjang perairan Hindia dan
Pasifik.
Kondisi seperti ini memungkinkan ikan tuna selalu tersedia untuk kebutuhan industri di Indonesia (Anugrah,
1987) .
Tabel 1.
Produksi ikan tuna di Indonesia (ton)
Tuna
42.563
66.254
88.666
79.383
Cakalang
107.543
113.844
114.168
132.695
TOlIgkol
127.898
135.332
139.430
150.439
Sumber: Diljell Perikallall. 1993
Penggunaan enzim protease dari lambung ikan tuna
merupakan hal yang sangat menguntungkan.
Bagi indus-
tri keju hal ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap rennet anak sapi sebagai koagulan keju,
sedang-
kan bagi pabrik pengolah ikan tuna pemanfaatan lambung
ikan tuna dapat meningkatkan nilai ekonomis dari lambung tuna yang selama ini hanya dianggap sebagai bagian yang sangat tidak ekonomis.
3
B.
TUJUAN
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
membandingkan
sifat fisik kimia dan organoleptik keju cheddar yang
dibuat menggunakan koagulan berupa enzim protease lambung tuna dengan keju cheddar yang dibuat menggunakan
koagulan rennet anak sapi dan rennilase
mikroba) .
(enzim dari
ll. TINJAUAN PUSTAKA
A.
KEJU
l.
Definisi
Organisasi
Pertanian
dan
Pangan
(Food
and
Agriculture Organization) dari Perserikatan BangsaBangsa
mendefinisikan
keju
sebagai
produk
segar
atau peram yang dihasilkan dengan pemisahan cairan
(whey)
dari dadih setelah penggumpalan susu, krim,
skim, atau kombinasi-kombinasi diantaranya (Daulay,
1991) .
Keju
yang
merupakan
umumnya
hasil
menggunakan
berupa rennet anak sapi.
dipisahkan,
dari
penggumpal
susu
(koagulan)
Setelah koagulan dan whey
susu yang tergumpal
jut melalui proses pemotongan,
asaman.
penggumpalan
(dadih)
lebih lan-
pemanasan dan pengo
Dadih yang telah diolah i tu kemudian di-
beri garam dan diinokulasi dengan kapang atau bakteri yang diinginkan,
cetakan.
beberapa
Pemeraman
hari,
berapa tahun.
baru kemudian dilakukan penkeju
dapat
beberapa bulan,
dilakukan
salama
bahkan hingga be-
Terbentuknya flavor yang khas,
lembung-gelembung
gas,
pertumbuhan
kapang
geatau
bakteri dan sebagainya merupakan hal-hal yang membent uk keragaman jenis keju yang ada (Herchdoerfer,
1986) .
.."
,
5
2.
K1asifikasi
Menurut
Nelson
keju
tergantung
jenis
digunakan,
dan
Trout
pada
(a)
(1951),
bahan
(b) metoda koagulasi susu,
dalam dadih,
keragaman
dasar
yang
(e) kadar whey
(d) dilakukannya pemeraman atau tidak,
dan (e) metoda pemeraman yang digunakan.
Daulay (1991) menyatakan bahwa perbedaan jenis
bahan baku keju, metoda pengolahan,
dan lama peme-
raman akan menghasilkan penampakan produk akhir yang
berbeda.
oleh
Galloway dan Grawford (1986) yang dikutip
Daulay
(1991) ,
mengklasifikasi
berdasarkan karakteristik pemeraman,
jenis
keju
dan kadar air
(Tabel 2).
Tabel 2.
Klasifikasi keju berdasarkan karakteristik
pemeraman dan kadar air."
haktt:ri
Satlgat keras
RVᄋSセ@
{Iセョァ。ャ@
Kera:SセMTs@
Dengan haktcri tckstur tertutup
Keju Cheddar, dan Cc!o;hin'
Dengan hakleri Ichtur tr:rhuka
Kcju Swis:-. dan Emmcrualcl
Deugan haktcri
Kcju EW'-'I dall Brid
Dongall kapang
Keju Roquetorl
Semi kera:-.
41·52
Kcju Penm:sall
Semi lunak
45-55
Dengan hakteri
Keju Limhurger
Lunak
55-80
Dengan kapan£
Kcju Camemhon
Tanp" pemeranllUl
Keju Cottage
'Sumher: Daul"y, (1991).
6
3.
Aspek Kimia Keju
Komponen nitrogen susu
sapi
segar,
yang me-
rupakan bahan dasar pembuatan keju, terdiri dari
kasein, 5,1%- a-laktalbumin, 8,5%globulin,
セMャ。ォエ「オュゥョ@
1,7%-
1, 7%- pepton dan 5%- senyawa non protein.
Kasein susu terdiri dari komponen a-kasein,
dan
K -kasein
protein
anion
78%-
dengan perbandingan 3: 2: 1.
セMォ。ウ・ゥョ@
Protein-
tersebut berikatan dengan ion kalsium dan
seperti
fosfat
dan
sitrat
membentuk
misel
kasein yang stabil (Yamamoto, 1975).
Kekerasan,
tekstur dan flavor keju merupakan
hasil interaksi yang sangat kompleks dari unsur-unsur
pembentuknya, sedangkan dadih yang terbentuk terjadi
karena peranan
K-
Di dalam susu
K-
koloid dan
kasein.
kasein yang terdapat dalam susu.
kasein berperan sebagai pelindung
bertanggung
jawab atas
Adanya gangguan pada
K
keutuhan misel
-kasein akan menyebab-
kan ketidakstabilan pada keutuhan misel kasein, hal
ini merupakan tahap awal dari pembentukan dadih susu
(Kilara dan Iya, 1984).
Protein lain yang juga berperan dalam proses
koagulasi susu adalah protein serum,
yaitu lakto-
globulin dan laktalbumin yang bersifat larut dalam
whey susu.
Pada pembuatan keju,
protein whey ini
7
terkurung da1am dadih pada saat terjadi koagu1asi,
akan tetapi karena sifatnya yang 1ebih 1arut da1am
air,
sebagian protein ini ter1epas ke da1am whey,
terutama
ketika
dadih
dipotong
atau
dihancurkan.
Protein yang tertingga1 da1am dadih menjadi bagian
dari tubuh keju dan membantu penyediaan sumber-sumber
asam amino untuk pembentukan cita rasa keju (Dau1ay,
1991) .
Lemak pada
susu ada1ah
sumber dari
sebagian
komponen pembentuk cita rasa, aroma, dan ke1embutan
tubuh pada keju matang.
Pengaruh dari 1emak tidak
hanya tergantung pada jenis keju tetapi
juga dari
komposisi 1emak yang ada da1am keju.
Keju yang
dibuat dari susu tanpa lemak umumnya mempunyai tubuh
yang kering dan tekstur yang keras serta membentuk
cita rasa yang kurang baik dibandingkan dengan keju
yang dibuat dari susu berlemak.
1a-g1obu1a
1emak
pada
keju
Penggabungan globuterjadi
karena
ter-
perangkapnya globula-globu1a 1emak tersebut pada saat
penggumpa1an protein berlangsung (Dau1ay, 1991).
Laktosa ada1ah senyawa yang 1arut da1am air,
karena itu1ah pada saat pembuatan keju sebagian besar
1aktosa
Meskipun
ter1arut
demikian
da1am whey
masih
dan
ikut
tersisa
1aktosa yang tertingga1 da1am keju.
terbuang.
sejum1ah
keci1
Laktosa yang
8
tertinggal
itu
akan
berubah
menjadi
asam
laktat
selama proses pemeraman keju berlangsung (National
Dairy Council, 1967).
Jumlah mineral yang terdapat dalam keju sangat
tergantung pada metoda pembuatannya.
Jumlah total
mineral keju bervariasi sesuai dengan jumlah garam
yang ditambahkan pada saat pembuatan keju serta jenis
koagulan yang digunakan.
Umumnya kalsium dan fosfat
yang terdapat dalam susu akan tertinggal dalam dadih,
namun potasium,
sodium dan klorin
sebagian besar
terbuang dalam whey (National Dairy Council, 1967).
Terperangkapnya sebagian besar lemak dalam dadih
menyebabkan vitamin-vi tamin yang larut dalam lemak
turut tertinggal dalam dadih.
Vitamin-vitamin yang
tertinggal dalam dadih ini diperlukan bagi
ー・イエオュセ@
buhan mikroba-mikroba yang diin,)inkan selama peme-raman keju (Daulay, 1991).
B.
KEJU CHEDDAR
Keju Cheddar adalah jenis keju yang pada awalnya
dibuat berabad-abad yang lampau di desa kecil Cheddar, di
Inggris.
Jenis keju ini kemudiar. menjadi sangat populer
dan menyebar ke
modifikasi.
seluruh dunia
serta mengalami banyak
Keju ini memiliki karakteristik khas yang
9
disebabkan oleh adanya proses "cheddaring" dalam pembuatannya (Kosikowski, 1982).
Keju Cheddar merupakan jenis dari keju keras yang
sangat
populer dan banyak diproduksi.
Proses
pem-
buatannya mirip dengan keju keras.lainnya, hanya hal yang
perlu diperhatikan adalah perbandingan lemak dan kasein
harus
berkisar
antara
1:0,68-1:0,72,
sedangkanjenis
kultur yang sering digunakan, yaitu Streptococcus lactis,
Streptococcus cremoris, Lactobacillus casei, dan beberapa
kultur lainnya (Sa'id, 1987)
Menurut Nelson dan Trout (1951), keju cheddar dibuat
dari susu segar atau susu pasteurisasi dengan penambahan
sejumlah kecil kultur bakteri asam laktat. Pembentukan
dadih
umumnya
dilakukan
dengan
menggunakan
rennet yang diikuti dengan pemanasan dadih.
koagulan
Karakteris-
tik khas dari keju cheddar berupa anyaman dadih terjadi
saat dilakukannya proses "cheddaring".
Menurut
National
Dairy
Council
(1967),
proses
"cheddaring" adalah proses dimana dadih yang telah masak
dan dibuang sebagian airnya dipotong-potong, ditimbun dan
dibalik-balik
berulang-ulang
hingga
terbentuk
suatu
'anyaman' dari dadih dan hampir seluruh whey yang tersisa
terkuras dari dadih.
Dadih keju yang telah diperas dan dicelupkan dalam
parafin
panas
(untuk
mencegah
evaporasi)
kemudian
10
disimpan pada suhu 15°C dan RH 88% selama 4 hingga 10
bulan.
Proses pematangan terjadi karena adanya enzim
yang dihasilkan oleh bakteri starter.
Keju yang telah
matang akan berbentuk padat namun tidak terlalu keras
(Sa'id, 1987).
Keju cheddar yang baik menu rut Kosikowski (1982),
adalah yang memiliki kadar air tidak lebih dari 39%, dan
kadar lemak kurang dad 50% (%bk).
Selain itu bahan baku
berupa susu segar telah mengalami proses pasteurisasi dan
keju yang siap dikonsumsi minimal telah diperam selama 60
hari.
C.
PROTEASB PBNGGOKPAL SUSU
1.
Rennet Anak Sapi
Hingga saat ini koagulan keju yang dianggap
paling
baik
adalah
rennin,
bentuk
ekstrak kasar
(rennet)
bent uk pasta atau bubuk.
protease yang diuj i
baik digunakan dalam
cair maupun dalam
Oleh karena itulah seluruh
kelayakannya sebagai koagulan
susu dalam pembuatan keju senantiasa dibandingkan
hasilnya dengan rennin (Kilara dan Iya, 1984).
Enzim rennin banyak terdapat di dalam lambung
anak sapi yang masih menyusui dan merupakan sumber
enzim komersial yang utama (Richardson, 1975).
Enzim
11
ini ditemukan oleh Heinz
tahun 1951
(Sumner dan
Somers, 1947).
Pengertian terhadap istilah rennet harus dibedakan dengan rennin.
Rennet adalah hasil ekstrak
kasar enzim
yang diperoleh dari abomasum anak sapi
atau
ruminansia
hewan
menyusui.
lain
terutama
Selain mengandung rennin,
mengandung enzim-enzim lainnya.
yang
rennet
masih
juga
Enzim rennin juga
dinamakan kimosin untuk menghindari kekeliruan dengan
hormon renin yang disekresi oleh ginjal (Muchtadi et
al., 1992).
Menurut
Scott
(1981),
ekstrak
rennet
yang
diperoleh dari lambung anak sapi yang belum disapih
mengandung rennin 88-94% dan pepsin 6-12%.
Sedangkan
ekstrak rennet yang diperoleh dari sapi yang telah
tua atau yang telah makan pakan lain selain susu
mengandung 6-10% rennin dan 90-94% pepsin.
sifat utama yang membedakan enzim pepsin dan
rennin adalah profil pH aktifitasnya.
Rennin me-
•
miliki aktifitas spesifik yang sifatnya lebih besar
daripada pepsin pada pH yang lebih tinggi.
Perbedaan
ini penting dalam hubungannya dengan prosedur pembuatan keju (Cheeseman, 1981).
Menurut Scott (1981),
rennin paling aktif pada pH antara 6,2-6,4, sedangkan
pepsin paling aktif pada pH antara 1,7-2,3.
12
2.
Protease Pengganti Rennet Anak Sapi
Beberapa
tingkat
enzim yang
tinggi
menggumpalkan
telah
susu,
diekstrak
dicoba
tetapi
dari
tUmbuhan
kemampuannya
untuk
penggunaannya
tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
Kebanyakan tanaman
penghasil protease ini memiliki daya proteolitik yang
sangat kuat sehingga menghasilkan rasa yang pahit,
keju berbentuk pasta dan rendemen yang sedikit (Brown
dan Ernstrom, 1988).
Koagulan
susu
dari
tumbuhan
yang
telah
laporkan adalah getah dari Ficus carica.
di-
Koagulan
ini telah banyak digunakan dalam pembuatan keju di
India.
Beberapa koagulan dari tumbuhan lain juga
mampu menggumpalkan keju,
proteolitik,
bromelin dari
seperti
tetapi
papain
Ananas sativa,
terlalu bersifat
dari
dan
Carica
papaya,
risin dari biji
Ricinus comunis (Scott, 1981).
Ratusan kultur bakteri dan kapang telah diteliti
aktifitas proteolitik dan kernampuannya dalam menggumpalkan
susu.
Beberapa
telah
diproduksi
secara
komersial, namun meskipun demikian penelitian masih
tetap
berlangsung dan
sUmber-sumber
kadang dilaporkan (Scott, 1981).
baru
kadang-
13
Akhir-akhir
ini
protease
dari
kapang
yang
diproduksi oleh spesies Mucor miehei, Mucor pusillus
dan Endothya parasitica
telah dikembangkan untuk
mensubstitusi rennin secara keseluruhan atau sebagian.
Keju Gouda yang dibuat dengan rennet anak sapi
dan rennilase memiliki tingkat kemiripan yang tinggi
(Richardson, 1975).
Rennet
parasitica
dari
telah
M.
pusillus,
banyak
M.
miehei
dan
diperjualbelikan
pembuatan berbagai jenis keju.
untuk
Di Amerika Serikat
rennet mikroba yang berasal dari
punyai nama dagang Hannilase,
E.
Mucor miehei mem-
Rennilase,
Fromase,
Miky dan Maryzeme, sedangkan Mucor pusillus mempunyai
nama dagang Novadel, Noury dan Meito.
Rennet dari
Endothya parasi tica mempunyai nama dagang Suparen dan
Sure Curd, sedangkan rennet dari Bacillus subtilis
mempunyai nama dagang Mikrozyme (Scott, 1981).
Pepsin merupakan protease hewan yang paling umum
digunakan sebagai pengganti rennin dalam pembuatan
keju.
Pepsin adalah enzim proteolitik dari cairan
lambung yang memulai pencernaan terhadap protein.
Enzim ini pertama kali ditemukan oleh Schwann pada
tahun 1836 (Sumner dan Somers, 1947).
Pepsin terdapat pada cairan lambung dari mamalia, burung, reptil dan ikan dalam bentuk inaktif
14
pepsinogen dan terkonversi menjadi pepsin oleh asam
(Harrow dan Mazur, 1954).
Pada dasarnya enzim pepsin yang berlebihan tidak
dikehendaki dalam pembuatan keju, karena secara umum
enzim ini memiliki aktifitas proteolitik yang besar,
sehingga
akan
menghasilkan
peptida-peptida
yang
terasa pahit serta menghasilkan keju dengan rendemen
yang rendah (Cheeseman,19B1).
Campuran rennin dengan
pepsin dengan perbandingan 1: 1 merupakan pilihan yang
paling
banyak
mencegah
digunakan.
penggunaan
pepsin
Beberapa
sendirian
faktor
yang
diantaranya
adalah waktu penggumpalannya yang lebih lama, dadih
yang
lebih
lunak,
kehilangan
lemak
dalam whey,
terbentuk peptida pahit serta ketidakmampuan untuk
aktif pada pH diatas 6,5 (Kilara dan Iya, 1981).
Penelitian terhadap pepsin babi, pepsin sapi dan
pepsin ayam telah dilakukan oleh Green pada tahun
1972, demikian pula dengan pepsin kambing dan domba
yang telah diteliti oleh Anifantakis pada tahun 1979.
Namun hasil dari penelitian tersebut belum memberikan
hasil yang cukup memuaskan, kecuali untuk pepsin babi
dan pepsin sapi yang telah diproduksi secara komersial.
Campuran antara pepsin babi dan rennet anak
sapi dengan perbandingan 1:1 merupakan pilihan yang
banyak disukai dan kini telah menguasai 40\ dari
15
pasaran koagulan keju di Amerika Serikat (Cheeseman,
1981) .
3.
Protease Lambung Tuna
Ekstraksi pepsin dari lambung tuna telah dilakukan oleh Tavares (1982).
Menurutnya, aktifasi
pepsin tuna dipengaruhi oleh suhu, pH dan konsentrasi
garam.
Aktifasi maksimum pepsin tuna dapat diting-
katkan dengan cara mengatur pH tidak lebih dari 4,0.
Adanya garam dalam ekstrak enzim akan mempertinggi
ekstraksi dan kecepatan aktifasi.
Ekstraksi dan
aktifasi maksimum terjadi pada suhu 4-5°C.
Penelitian terhadap protease tuna juga telah
dilakukan oleh Hidayat (1994), Wirasetyo (1994), Alfi
(1994), dan Hartono (1994).
Hasil penelitian menun-
jukkan nilai perbandingan antara aktifitas penggumpalan susu terhadap aktifitas proteolitik (clotting
to proteolitic ratio, CPR) yang cukup rendah, dibanding dengan rennilase dan rennet anak sapi, dengan
kata lain aktifitas proteolitiknya cukup tinggi.
Perbandingan nilai CPR enzim protease lambung
tuna terhadap beberapa enzim protease hewan lain
dapat dilihat dapat dilihat pada tabel berikut.
16
Tabel 3.
Rasio aktifitas penggumpalan terhadap
aktifitas proteolitik (CPR) beberapa
protease pada substrat kasein
0,494
0,871
1,042
0,12 (Hartono, 1994)
0,145 (Wirastyo, 1994)
0,042 (Hidayat, 1994)
0,114 (Alii, 1994)
Pepsin babi
Rennilase
Rennet aDak sapi
Protease tuna
Kepekaan protease tuna terhadap suhu
relatif
lebih tinggi dibanding dengan rennet anak sapi dan
pepsin
babi,
sedangkan
peneli tian
terhadap
kasinya dalam pembuatan keju belum dilakukan,
aplioleh
karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui
kualitas
keju
yang
dihasilkan
dari
protease tuna (Wirasetyo, 1994).
D.
PROSES PENGGUMPALAN SUSU OLEH ENZIM PROTEASE
Pada umumnya dadih pada pembuatan keju diproduksi
dengan menggunakan koagulan enzim.
proteolitik
akan
memecah
Enzim yang bersifat
protein-protein
dalam
susu
sehingga menjadi tidak larut dan membentuk suatu gumpalan
massa yang didalamnya terperangkap komponen-komponen susu
lainnya (Daulay, 1991).
Penambahan rennin pada susu yang akan diolah menjadi
keju
(umumnya
bersuhu
32°C),
akan
menyebabkan
ber-
17
langsungnya reaksi 2 langkah, yaitu langkah enzimatis dan
langkah non enzimatis.
secara terpisah,
Kedua reaksi tersebut berlangsung
tetapi tidak dapat dibedakan secara
visual, hanya penampakan dari dadih menunjukkan kesempurnaan proses (Daulay, 1991).
Mekanisme proses ini secara mendetil adalah sebagai
Rennin memecah
berikut.
ikatan fenilalanin-metionin
(105-106) dalam K-kasein sehingga menghancurkan aktifitas
penstabilannya terhadap a dan
Para-K-kasein
セMォ。ウ・ゥョN@
yang dihasilkan kemudian menggumpal dengan adanya ion-ion
kalsium.
Bagaimana kalsium, para-K-kasein bersama dengan
kasein-kasein lainnya membentuk agregat belum diketahui
dengan jelas (Brown dan Ernstorm, 1988).
Mekanisme kerja yang telah disetujui dari aktifitas
rennin adalah sebagai berikut:
rennin
K-kasein
para-K-kasein
MセI@
para-K-kasein
Akibat
MセI@
telah
glikomakropeptida
(larut whey)
dikalsium para-K-kasein
pH 6,0-6,4
dari
+
tidak
stabilnya
adanya kontak dengan kalsium, a dan
dari
suspensi
membentuk
gel
yang
K-kasein
dan
dipisahkan
セMォ。ウ・ゥョ@
lunak
dan
lembut.
Makropeptida yang terbentuk merupakan suatu makropeptida
yang mengandung gula amino, dan dengan demikian dikenal
18
sebagai gl ikomakropept ida .
Mekanisme protease selain
rennin dalam penggumpalan susu mengikuti pola yang mirip
dengan rennin (Daulay, 1991).
E.
PENGUJIAN KELAYAKAN PENGGUNAAN PROTEASE SEBAGAI
PENGGANTI RENNET ANAK SAPI
Dengan semakin banyaknya enzim-enzim protease yang
diduga dapat digunakan sebagai pengganti rennet anak sapi
dalam pembuatan keju,
telah banyak dipikirkan metode-
metode pengujian yang mudah dan murah untuk menilainya.
Hal
ini
dilakukan
karena
pengujian
langsung
dengan
pembuatan keju dianggap tidak ekonomis, disamping memang
pengujian karakteristik dari enzim tersebut diharapkan
dapat lebih memperjelas mekanisme pembentukan keju untuk
kemudian
dapat
diteliti
lebih
lanjut
cara-cara
yang
efektif dalam pembuatan keju yang baik (Kilara dan Iya,
1984) .
Hampir semua enzim proteolitik dapat menggumpalkan
susu dibawah kondisi yang cocok (Berridge, 1945), tetapi
tidak semua enzim tersebut baik untuk digunakan dalam
pembuatan
sekali
keju,
yang
bahkan
mencapai
dapat
dikatakan hanya
penggunaan
secara
sedikit
komersial.
Ketidak-cocokan tersebut disebabkan karena sifat proteolitiknya yang kuat.
Sifat proteolitik enzim dalam susu
cenderung menyebabkan dadih
lunak
karena
tidak dapat
{
19
mengeluarkan air dan memberikan hasil akhir yang buruk
(Scott,
1981).
Sebagai
contoh pada
sebagian besar
protease tanaman yang mempunyai sifat proteolitik yang
kuat dapat menyebabkan pencernaan yang luas pada dadih,
sehingga mengurangi rendemen, menimbulkan flavor pahit,
dan menghasilkan keju yang pucat
(Brown dan Ernstorm,
1988) .
Phelan yang dikutip oleh Kilara dan Iya
(1984),
memberikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh
protease pengganti renet anak sapi, diantaranya memiliki
rasio penggumpalan terhadap proteolitik yang
tinggi,
bebas dari bakteri kontaminan dan patogen, tahan lama disimpan dan mudah dalam penanganan,
dan produk akhir
memiliki kualitas yang sebanding dengan keju yang dibuat
dengan rennet anak sapi.
Besarnya aktifitas proteolitik enzim dilihat dari
nilai rasio antara aktifitas penggumpalan susu terhadap
aktifitas proteolitiknya (clotting to proteolitic ratio,
CPR).
Jika aktifitas proteolitik dominan, rendemen keju
dan penyimpanan lemak berkurang.
Nilai CPR untuk rennin
yang bebas pepsin adalah konstan,
tetapi untuk rennin
yang tercampur pepsin tidak konstan
(Kilara dan Iya,
1984) .
Pengujian aktifitas proteolitik dari suatu protease
untuk pembuatan keju telah banyak dilakukan.
Substrat
20
yang pada awalnya umum digunakan dalam penguj ian ini
adalah susu segar, namun karena sifat dari susu segar
yang tidak konstan, Berridge (1952) yang dukutip oleh
Kilara dan Iya ( 1984) mengganti substrat tersebut dengan
susu skim yang memiliki kandungan bahan yang relatif
lebih konstan.
Untuk lebih spesifik lagi, Raymond (1972)
yang juga dikutip oleh Kilara dan Iya (1984), menggunakan
substrat berupa hexapeptida-N-leu-ser-phe dalam pengujian
aktifitas proteolitik enzim, dimana dalam substrat ini
secara khusus terkandung ikatan phe-met yang merupakan
ikatan spesifik dari protein yang dipecah oleh rennin
dalam penggumpalan susu.
Anifantakis dan Green (1980), serta Shamsuzzaman dan
Haard
(1983)
menguji
protease
yang
diperoleh
untuk
mengganti rennet anak sapi dengan melihat nilai CPR enzim
terhadap
substrat
hemoglobin
dan
kasein
murni
yang
kemudian dibandingkan dengan rennet anak sapi standar.
Semakin tinggi nilai CPR atau semakin mendekati nilai CPR
rennet anak sapi, protease tersebut semakin berpeluang
besar cocok sebagai pengganti rennet anak sapi.
Penguj ian terhadap sifat enzim lainnya yang juga tak
kalah pentingnya adalah dengan melihat pengaruh pH, suhu,
dan CaCl, yang terkandung dalam susu terhadap aktifitas
'\
21
penggumpalan,
dan
stabilitas enzim dalam berbagai nilai pH
pengaruh
pengenceran
enzim
terhadap
aktifitas
penggumpalan (Shamsuzzaman dan Haard, 1983).
Menurut Hidayat
(1994),
penilaian kelayakan suatu
protease sebagai pengganti rennet anak sapi harus disertai
dengan
uji
pembuatan
keju
dengan
menggunakan
protease yang hendak diuji sebagai koagulan, tidak hanya
sebatas mengamati aktifitas dan karakteristik protease
tersebut.
Hal
ini
dapat
dibuktikan
dengan
hasil
penelitian terhadap atlantic cod oleh Shamsuzzaman dan
Haard (1983), dimana protease dari lambung ikan tersebut
memiliki nilai CPR yang rendah namun mampu menghasilkan
keju dengan mutu yang baik.
ill. BAHAN DAN "METODA PENELITIAN
A.
BAHAN
Bahan baku utama yang digunakan adalah lambung
Ikan Tuna
(Thunnus obesus)
Lambung
dan susu murni.
tuna yang diperoleh dari PT Abicomas Muara Baru, Jakarta dicuci bersih dan disimpan beku pada suhu -20°C
sebelum digunakan, sedangkan susu murni segar diperoleh dari Koperasi Produksi Susu Kedung Halang, Bogor.
Enzim yang digunakan untuk pembuatan keju terdiri
dari
Renilase
150
L
tipe
T
(NOVO,
Denmark)
yang
diperoleh dari PT NOVO, Jakarta serta Rennet Anak Sapi
R-3376 tipe I
(Sigma Chemical) yang diperoleh dari PAU
Pangan dan Gizi
digunakan
IPB,
adalah
(CHR Hansen,
Bogor,
sedangkan
Freeze Dried
Denmark)
yang
Lactic
starter yang
Culture
R-707
juga diperoleh dari
PAU
Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk analisa
kimia
diantaranya
asetat glasial,
larutan
parrafin,
NaOH,
HCl,
CaCl"
natrium sitrat,
asam
petroleum
bensena Berta bahan-bahan untuk analisa protein yang
diperoleh dari Laboratorium Teknologi Pangan dan Gizi.
B.
ALAT
Peralatan
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah kulkas, blender, timbangan, Sentirifus Beckman
23
model J2-21.
termometer.
Controller
pH meter.
stopwatch.
17100-1.
penangas.
cheese vat.
presser.
magnetic stirrer.
spektrofotometer
Amicon
ultrafiltrasi.
serta alat-alat gel as untuk analisa kimia.
C.
METODA PENELITXAN
1.
Ekstraksi Enzim Protease
Metoda ekstraksi enzim yang digunakan adalah
metode Shamsuzzaman dan Haard
(1983).
Prosedur
ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 1.
LAMBUNG BBKU lKAN TUNA DI'I'HAWING
DAN DIPOTONG KBCIL-KBCIL
!
PBNGHANCURAN LAMBUNG DBNGAN BLENDER
1
EKSTRAKSI DENGAN LARUTAN ASAM ASETAT
10\ pH 2.5 DBNGAN PERBANDINGAN 1 GRAM
UNTUK TIAP 5 ML LARUTAN DBNGAN MBNGGUNAKAN
MAGNETIC STIRRER PADA 4°C SELAMA 1 JAM
!
PBNGATURAN pH 5.8 DENGAN NaOH IN
1
SBNTRlPUS 15000 RPM. 4°C SBLAMA 1 JAM
1
PBMEKATAN 10 KALI DBNGAN ULTRAPILTRASI
• CUT OPP' MBMBRAN 10000 DALTON
Gambar 1.
Hetoda ekstraksi enzim dari lambung tuna
24
2.
Uj i Clotting Time
Uji clotting time dilakukan untuk mengetahui
jumlah enzim yang harus ditambahkan ke dalam susu
pada saat pembuatan keju.
tahap,
yaitu
tercepat
uji
untuk
mengetahui
enzim dalam menggumpal
untuk mengetahui
Uj i
Uji ini terdiri atas 2
yang
susu
jumlah enzim yang
dilakukan
kemampuan
menggunakan
serta uj i
dibutuhkan.
metoda
yang
dikeluarkan oleh NOVO Enzyme (1982).
a. Uji Clotting Time 1
Susu
segar
sebanyak
10
dalam penangas hingga 37°C.
penambahan 1 ml koagulan
lamanya
Waktu
waktu
hingga
penggumpalan
diatur
hingga
mengencerkan
4
dipanaskan
Kemudian dilakukan
(enzim) dan dihitung
susu
susu
mulai
oleh
sampai
enzim
ml
6
(bila
tergumpal.
enzim kemudian
detik
waktu
dengan
cara
penggumpalan
terlalu cepat) .
b. Uji Clotting Time 2
Sebanyak
hingga 37°C,
100
ml
susu
segar
dipanaskan
kemudian ditambahkan 1 ml enzim
pada
uj i
clotting
hasil
pengenceran
(bila
dilakukan
pengenceran)
dan
waktu
terj adinya
penggumpalan
susu.
time
1
dihitung
Jumlah
25
enzim yang diperlukan untuk menggumpalkan susu
diketahui dengan menggunakan rumus berikut.
x
dimana: 100
10
=
100 x 10
1 x t
=
volume (ml) susu segar
=
waktu (menit) yang diharapkan
untuk terjadinya penggumpalan
1
=
volume (ml) enzim
t
=
waktu (menit) hasil uji
clotting time 2
X
volume (ml) susu yang dapat
=
digumpalkan oleh enzim dalam
waktu 10 menit
Jumlah
pembuatan
koagulan
keju
yang
dihitung
ditambahkan
dengan
dalam
persamaan
berikut.
y
= z
X
dimana:
Z
Y
= volume
= volume
susu yang akan dibuat keju (ml)
koagulan yang dibutuhkan untuk
menggumpalkan susu sebanyak Z ml
X
= nilai
hasil perhitungan uji clotting time
26
3•
Pembua tan Kej u Cheddar
a.
Perlakuan Awal
Pembuatan
keju
dilakukan
lima macam koagulan,
(RAS) ,
rennilase,
(PLT) ,
campuran
menggunakan
yaitu rennet anak sapi
protease
PLT
lambung
dan
RAS
tuna
50:50
dan
campuran PLT dan RAS 75:25.
Tiap pembuatan keju dilakukan sebanyak
3
kali
yang
ulangan,
harus
sebelumnya
Pembuatan
jumlah koagulan
sedangkan
telah
ditambahkan
uji
clotting
time.
cheddar
dilakukan
dengan
dengan
keju
menggunakan metoda Scott (1982)
h.
dihitung
(Gambar 2) .
Perlakuan lanjutan
Dadih yang
telah dicetak
(keju segar)
kemudian diperam selama 3 bulan pada suhu 711°C.
Namun sebelumnya dilakukan
terlebih
dahulu
beberapa
meliputi
analisis
analisis kadar protein,
kimia,
kadar lemak,
air dan perhitungan rendemen.
keju
kadar
Analisis pada
juga dilakukan selama masa pemeraman,
meliputi
setiap
uji
empat
tekstur
keju
yang
dilakukan
minggu
dan
uj i
aktifitas
proteolitik yang dilakukan tiap dua minggu.
27
PASTEURISASI 5L SUSU SEGAR,
DIDINGINKAN HINGGA 30°C
1
INOKULASI 0,32 G STARTER DITAMBAH 1,75 ML
CaCl, 50% ,INKUBASI SELAMA 15 MENIT
J
PENGGUMPALAN SUSU DENGAN ENZIM SELAMA
0,5 - 2 JAM
1
PEMOTONGAN DADIH 1X1 CM', DIDIAMKAN 7 MENIT
1
PEMANASAN DADIH HINGGA 39°C SELAMA 30 MENIT
1
PEMISAHAN WHEY, DIBIARKAN 15 MENIT
1
'CHEDDARING'
PENAMBAHAN BEBAN 1 KG PADA DADIH
TIAP 15 MENIT SELAMA 1,5 JAM
1
PENGGARAMAN
(2,5 - 3%)
1
PENCETAKAN DENGAN TEKANAN 25 PSI, 12 JAM
PENAMBAHAN TEKANAN HINGGA 60 PSI, 24 JAM
1
I PELAPISAN KEJU DENGAN PARRAFIN
Gambar 2.
Prosedur pembuatan keju cheddar
28
4.
Oji Organoleptik
Uji organoleptik pada keju dilakukan setelah
masa pemeraman berakhir.
meliputi aroma,
Parameter yang diuj i
rasa dan penerimaan umum.
Uj i
organoleptik pad a keju dilakukan dengan dua macam
metoda
pengujian,
yaitu
uji
kesukaan
dan
uji
perbandingan jamak (Soekarto, 1985).
1. OJ i kesukaan
Seluruh keju disaj ikan secara acak pada
15
orang
panelis
agak
skor meliputi 5 tarat,
(2) agak tidak suka,
terlatih.
yaitu
Pemberian
(1)
(3) netral,
tidak suka,
(4) agak suka
dan (5) suka.
2. Oji pembanding
Keju diuji oleh 15 panelis agak terlatih
dan
disajikan
(standar) .
yaitu
(3)
(1)
sarna,
acak
dengan
satu
pembanding
Pemberian skor meliputi 5 tarat,
lebih buruk.
(4)
(2)
agak lebih buruk.
agak lebih baik dan
(5)
lebih
baik.
5•
Ilancangan Percobaan
Seluruh
data
yang
didapat
diolah
dengan
program komputer Sirichai menggunakan persarnaan
29
acak
lengkap
yang
dilanjutkan
Perbedaan
Duncan.
dengan
perlakuan
uji
dilihat
beda
dari
penggunaan koagulan, meliputi koagulan rennet anak
sapi
(RAS) ,
(PLT) ,
rennilase,
protease
lambung
campuran koagulan PLT dan RAS
tuna
50: 50 dan
75:25.
D.
PROSEDUR ANALISIS
1.
Rendemen
Rendemen akhir keju dihitung setelah dadih
dicetak dengan penekanan selama minimal 36 jam.
Keju segar
(sebelum dilapisi parrafin)
ditimbang
dan dibandingkan dengan volume awal susu segar.
= berat
Rendemen akhir (%b/v)
2.
keju
volume susu
x
100%
Kadar Air (AOAC, 1981)
Sebanyak
teliti
dalam
2-5
gram
wadah
diketahui beratnya,
sampel
cawan
ditimbang
kering
yang
secara
telah
lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 105°C selama 6
jam.
Setelah kering,
cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator,
kemudian
ditimbang.
Kadar
deogao persamaan berikut.
air
sampel
dhitung
30
= b1
Kadar air (%)
b1
b2
3•
= berat
= berat
- b2
b1
x
100%
sampel awal (gram)
sampel akhir (gram)
Kadar Lemak
a. Wbey dan Susu Segar (Apriyantono, 1989)
Sebanyak 10 ml H 2 SO.,
10,75 ml whey atau
susu serta 1 ml amil alkohol dimasukkan dalam
tabung
Tabung
butirometer.
dikocok merata,
dan
kemudian disentrifus 1100 rpm
selama 4 menit.
dalam penangas
ditutup
Kemudian tabung ditempatkan
bersuhu
65°C
selama
3 menit.
Kadar lemak sampel dibaca sesuai tinggi lemak
dalam skala pada kolom tabung.
h. Keju (AOAC, 1981)
Sebanyak 2-3
pelarut
selama
dan
gram keju diekstrak dengan
petroleum
6
jam.
benzen
Pe1arut
ditampung.
Labu
dalam
berisi
lemak
x
100%
bI
b1
= be rat
sampel awal (gram)
b2 = berat lemak (gram)
kemudian
suhu 105°C hingga
berat konstan.
= b2
soxhlet
kemudian didestilasi
dipanaskan dalam oven pad a
Kadar lemak (%)
alat
31
4.
Xadar Protein (AOAC, 1984)
Sampel
sebanyak
0,1
gram dirnasukkan dalam
labu kjeldahl dan ditambahkan
terdiri dari
Campuran
H,SO.
gram katalis yang
campuran CUSO. dan Na.SO.
tersebut
pekat,
cairannya
1
selanjutnya
kemudian
be rwa rna
(1: 1, 2) .
ditambah
2,5
sampai
didekstruksi
hijau
jernih.
m1
Kemudian
pendidihan dilanjutkan hingga 30 menit.
Labu
beserta
isinya
didihkan
sampai
suhu
karnar, kemudian isinya dipindahkan ke dalam alat
destilasi dan ditambah 15 ml NaOH 50\.
Hasil sUlingan ditampung dalam erlenmeyer 200
m1 yang berisi 25 ml HCI 0,02 N sampai tertampung
tidak
kurang
dad
25
m1
destilat,
hasilnya dititrasi dengan NaOH
kemudian
0,02 N disertai
penambahan indikator mengsel 3-4 tetes.
sarna dilakukan terhadap blangko.
protein dilakukan
tidak
hanya
Hal yang
Pengukuran Kadar
pada
keju
segar
namun juga pada whey dan susu segar yang digunakan
dalam pembuatan keju.
Kadar protein (\)
=a
x N x 14 x 6,38
x
100\
W
a
= selisih
m1 NaOH yang digunakan mentitrasi
blanko dengan contoh
N
= Normalitas
larutan NaOH
W • berat contoh (mg)
32
5.
Kadar Nitrogen Non Protein (Apriyantono, 1989)
Sebanyak 2 gram sampel (keju/whey) dimasukkan
dalam labu kjeldahl dan ditambahkan 50 ml H2 0,
sedikit batu didih dan 1-2 tetes silikon antibusa.
Larutan didihkan selama 0,5 jam dan ditambah 2 ml
larutan
alumunium
sulfat.
Kemudian dipanaskan
kembali hingga mendidih dan ditambah 50 ml tembaga
asetat monohidrat 3\ (w/V) , setelah itu didinginkan.
Larutan disaring dengan kertas saring Whatman
no. 41 ke dalam labu buchner.
Setelah labu kjel-
dahl dibersihkan dengan 50 ml H2 0, filtrat dipindahkan kembali ke dalam labu kjeldahl dan ditetapkan kadar nitrogennya dengan metoda kjeldahl.
6.
Uji Tekstur
Tekstur keju diukur dengan alat Seta Penetrometer Controller tipe 17100-1,
bulan
seka1i
se1ama
3
bulan
dilakukan setiap
berturut-turut.
Tekstur keju dinyatakan dalam milimeter penetrasi
perdetik per gram beban (mm/det/gram).
7.
Uji Aktifitas Proteo1itik (Vaka1eries dan Price,
1959)
Uji proteolitik
(Gambar 3)
dilakukan untuk
mengetahui tingkat kematangan keju yang diperam.
33
a. Larutan Natrium sitrat-keju
2 gram keju
8 ml Na-sitrat 0,5M
16 ml air suling
1
Diaduk dengan stirrer magnetic
7 menit
1
Ditepatkan menjadi 40 ml
dengan air suling
1
Larutan A
b. Filtrat Asam Hidroklorat
25 ml larutan A
2,5 ml Hel 1,41 N
1
Ditepatkan menjadi 31,25 ml
dengan air suling
1
pH ditepatkan hingga 4,4±0,05
dan disaring dengan kertas saring
Whatman no. 42
1
Pengukuran OD pada panjang gelombang
270 nm dan 290 nm
Gambar 3.
Tahapan Uji Proteolitik Keju
34
Prinsip dari metoda ini adalah mengukur absorpsi
cahaya
ultraviolet
oleh
tirosin
dan
triptofan
terlarut yang menunjukkan tingkat degradasi protein
oleh enzim protease.
Uji proteolitik dilakukan terhadap keju segar
maupun keju yang diperam setiap selang waktu 15
hari selama 3 bulan berturut-turut.
Jumlah tirosin dan triptofan terlarut diukur
dengan rumus berikut:
-
M
tir
=
(0,95 E l70
M
trip
=
(0,307 E 290
Dimana
1,31 E,,, ) x 1O·)
-
0,02 E".) x 1O·)
M
tir
=
mol tirosin perliter larutan
M
trip
=
mol triptofan perliter larutan
Em
= nilai OD pada
Em
=
270 nm
nilai OD pada 290 nm
IV. BASIL DAN PEMBAHASAN
A.
BASIL UJI CLOTTING TIME ltOAGULAN
Uji clotting time keju bertujuan untuk menghitung
volume koagulan yang harus ditambahkan pada sejumlah
susu
dalam
pembuatan
Menurut
keju.
NOVO
(1982),
penggumpalan susu akan memberikan hasil terbaik bila
koagulan
yang
memulai
digunakan
penggumpalan
memiliki
susu
sejak
kemampuan
untuk
hingga
detik
4
6
Oleh karena itu
pertama saat koagulan di tambahkan.
bila enzim yang akan digunakan sebagai koagulan memiliki kemampuan untuk mulai menggumpalkan susu lebih
cepat dari 4 detik,
maka koagulan dalam bentuk cair
harus diencerkan terlebih dahulu,
dalam
bentuk
Tingkat
padat
pengenceran
uji
dilarutkan
enzim
I.
Koagulan
yang
kemudian
dihitung
dengan
clotting
time
time
I
dan
II
suling.
menggunakan
diencerkan
clotting
air
dihitung
time
uji
dalam
ini
clotting
metoda
sedangkan koagulan
II .
untuk
telah
volume
penggunaannya
Hasi1
rata-rata uji
tiap
koagulan
yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Data dari Tabel 4 menunjukkan bahwa koagulan PLT
digunakan
tanpa
pengenceran,
demikian
pula
dengan
koagulan PLT yang telah dicampur penggunannya dengan
rennet anak sapi, seluruhnya digunakan tanpa dilakukan
pengenceran,
sedangkan
koagulan
rennilase
harus
36
diencerkan hingga 500 kali.
yang
berbentuk
padat
Koagulan rennet anak sapi
(bubuk)
dilarutkan
dalam
air
dengan perbandingan 1 mg dalam 100 ml air.
Tabel 4.
Hasil rata-rata uji clotting time koagulan
PLT:RAS 50:50
tidak diencerkan
3.80
PLT:RAS 75:25
tidak diencerkan
4.10
PLT
tidak diencerkan
3.50
dilarutkan (lmg: lOOml)
2.90
pengencerall 500 kali
3.45
RAS (bubuk)
Rennilast:
Bila dilihat dari hasil uji
yaitu
penentuan
persen
koagulan
clotting
yang
time
II,
diperlukan
setelah pengenceran dilakukan, tidak didapat perbedaan
hasil yang menyolok.
Hal ini diperkuat dengan hasil
perhitungan
yang
berbeda
オjセ@
nyata
beda
antara
satu
menunjukkan
hasil
koagulan dengan
tidak
koagulan
la