Kajian Perkembangan Dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza Dan Sunggal Serta Pemecahannya

(1)

KAJIAN PERKEMBANGAN DAN DORMANSI PADA

BIJI PADI (

Oryza sativa

L.)VARIETAS ARIZA DAN

SUNGGAL SERTA PEMECAHANNYA

TESIS

DONNA SINAMBELA

067001001/Agr

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

KAJIAN PERKEMBANGAN DAN DORMANSI PADA BIJI

PADI (

Oryza sativa

L.)VARIETAS ARIZA DAN SUNGGAL

SERTA PEMECAHANNYA

TESIS

UntukMemperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Agronomi Pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

Donna Sinambela

067001001/Agr

SEKOLAH PASCASARJANA AGRONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : KAJIAN PERKEMBANGAN DAN DORMANSI PADA BIJI

PADI (Oryza sativa L.,) VARIETAS ARIZA DAN SUNGGAL SERTA PEMECAHANNYA

Nama Mahasiswa : Donna Sinambela

Nomor Pokok : 067001001

Program Studi : Agronomi

Menyetujui:

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B.MSc) (Dr. Ir. Elisa Julianti, MS) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc) (Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. Msc)


(4)

Telah diuji Pada

Tanggal, 09 September 2008

Panitia Penguji Tesis :

Ketua : Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. MSc Anggota : Dr. Ir. Elisa Julianti, MS

Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc Dr. Ir. Rosmayati, MS


(5)

ABSTRAK

Donna Kristina Sinambela.. Kajian perkembangan dan dormansi pada biji padi

(Oryza sativa L.) varietas Sunggal dan Ariza Hibrindo R-1 serta pemecahannya, dibawah bimbingan Prof. Dr. T. Chairun Nisa, B. MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Elisa Julianti, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perkembangan benih padi varietas Sunggal dan Arize-hibrindo R-1, serta menetapkan fase matang fisiologis pada ke dua varietas tersebut. Untuk mengetahui penyebab serta pemecahan dormansi yang tepat dan efektif pada varietas sunggal dan arize hibrindo R-1 sehingga dapat diterapkan oleh analis benih Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) dan Produsen benih dalam pengujian perkecambahan, untuk mendukung program sertifikasi benih.

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Penelitian pertama tentang perkembangan fisiologis biji padi pada kedua varietas. Parameter yang diamati : berat segar biji dan berat kering biji, kadar air biji, dan kandungan hormon ABA dan IAA selama perkembangan biji. Analisis data disusun berdasarkan statistik deskriptif. Penelitian ke dua tentang mengkaji dormansi serta pemecahannya yang disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah varietas padi yang terdiri dari 2 taraf yaitu varietas : Sunggal, Hibrida (Arize-Hibrindo R-1) dan Faktor ke dua adalah Pemecahan Dormansi yang terdiri dari 7 taraf yaitu : 1. Benih tidak diberi perlakuan (kontrol); 2. Pengupasan sekam secara hati-hati; 3. Pengupasan sekam dan menggores endosperm; 4. Pemanasan benih dalam oven pada suhu 50°C selama dua hari; 5. Perendaman benih dalam larutan KNO3 3% masing-masing selama dua hari; 6. Pemanasan benih dengan

oven pada suhu 50°C selama dua hari, diikuti perendaman dalam larutan KNO3 3%

masing-masing selama 2 hari; 7. Perendaman benih dalam larutan giberelin 0.02% selama 2 hari. Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan metode Roled Paper. Empat ratus (400) butir benih diambil dari masing-masing perlakuan dan ditabur dalam empat (4) ulangan. Parameter yang diamati : persentase daya berkecambah pada 0, 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah panen, kadar lemak biji pada 0, 6 minggu setelah panen.

Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa perkembangan benih padi pada kedua varietas menunjukkan pola/kurva perkembangan benih fisiologis secara normal untuk berat segar biji dan berat kering biji, kadar air biji, dan stadium masak fisiologis dicapai pada umur 27 hari setelah antesis. Kandungan hormon ABA pada biji semakin meningkat dengan meningkatnya stadia kemasakan biji. Selanjutnya kandungan hormon IAA pada perkembangan biji menurun dengan semakin meningkat stadia kemasakan biji.

Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bahwa perlakuan varietas dan pemecahan dormansi berpengaruh sangat nyata terhadap persentase benih berkecambah. Varietas Ariza lebih cepat berkecambah, yaitu pada 0 dan 2 minggu


(6)

setelah panen memiliki perkecambahan yang lebih tinggi dari pada varietas Sunggal, sedangkan untuk varietas Sunggal perkecambahan yang tinggi mulai 4 minggu setelah panen. Pemecahan dormansi yang lebih cepat pada perlakuan Giberelin yang ditunjukkan oleh persentase benih berkecambah 98% pada 0 dan 2 minggu setelah panen.

Pemanasan benih dengan oven pada suhu 500C selama 2 hari diikuti perendaman dalam larutan KNO3 3% masing-masing selama 2 hari dan perlakuan

pemanasan benih dalam oven pada suhu 500C selama 2 hari mengakibatkan penurunan kandungan asam lemak yang nyata baik pada varietas sunggal maupun arize.


(7)

ABSTRACT

Donna Kristina Sinambela. Studies on the development and dormancy of

the rice seed, (Oryza sativa L,.) varieties Sunggal and Ariza Hibrindo-R1, and methods for breaking it, under supervision of Prof. Dr. T. Chairun, Nisa, B., MSc (Supervisor) and Dr. Ir. Elisa, Julianti, MS (Co- Supervisor).

The first objective of the research was to study the development pattern of the two rice seed varieties in order to ascertain their physiological maturity stage, while the second objective was to obtain the most effective treatment for breaking their dormancy closely after harvest, in order to facilititate the seed analyst at BPSB to record the germination percentage for the seed certification programme.

The research consisted of two experiments. The first was a descriptive experiment on the physiological development of both varieties of rice seeds. Parameters observed were fresh and dry seed weight, seed moisture content, and changes in the contents of the growth regulators ABA and IAA during seed development. Data were analyzed using the descriptive statical method. The second experiment was on dormancy breaking, using the Factorial Completely Randomized Design with two factors. The first factor was rice variety wich consisted of two levels, namely the sunggal variety and the ariza hibrindo R-1 variety. The second factor was seed treatments which consisted of seven levels : 1. without any treatment (control); 2. peeling the hull carefully; 3. peeling the hull and scratching the endosperm; 4. heating at 50°C for two-days; 5. soaking in 3% KNO3 for two-days; 6.

heating at 50°C for two-days; followed soaking in 3% KNO3 for two-days each,

soaking in 0.02 % gibberellin for two-days. After each treatment, germination test were carried out by the rolled paper towel method using 400 seeds with 4 replicates each. Parameters observed were germination percentages at 0, 2, 4, 6 and 8 week after sowing and fatty acid content of the seeds at 0 and 6 weeks after harvest.

Results from the first experiment showed that seeds of both rice varieties followed normal physiological development curves for both fresh and dry seed weight, and seed moisture content, and that physiological maturity stage was obtained at 27 days after anthesis. ABA content increased with increase in seed maturity, while IAA content decreased with seed maturity.

Results from the second experiement showed significant differences between the varieties and among seed treatments. Earlier germination at 0 and 2 weeks after harvest was obtainted for the variety ariza while for the variety sunggal high germination percentages started at 4 weeks after harvest. Highest germination percentages at 0 and 2 weeks after harvest of 98% each, was obtained from soaking in 0.02% gibberelin. Heating at 50°C followed by soaking in 3% KNO3 each for

two-days, and heating at 50°C for two-days resulted in significant decreases of the fatty acid content of seed of both varieties.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di Kerajaan Surga atas kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya dari mulai perencanaan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis ini, penulis banyak menerima bantuan dari banyak pihak, baik berupa doa, dorongan semangat, perhatian, bimbingan, tenaga, fasilitas, materi, dana dan sebagainya. Dalam tulisan ini penulis mencoba semampunya untuk menuangkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian dan tulisan ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang terdalam kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa, B. Msc., selaku Ketua Komisi Pembimbing sekaligus Direktur Sekolah Pasca Sarjana USU yang telah begitu banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Ibu Dr. Ir. Elisa Julianti, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang juga telah banyak membantu penulis dalam penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc., selaku Ketua Program Studi Agronomi dan Bapak Prof. Dr. Chairuddin Lubis, selaku Rektor USU Medan yang telah menerima dan mendidik penulis sebagai mahasiswa di Sekolah Pasca Sarjana USU.


(9)

4. Kepala Balai Pengawasan Dan Sertifikasi Benih Medan, Kepala Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam mengikuti izin belajar pada Sekolah Pasca Sarjana USU.

5. Bapak Ir. Lalu Sukarno, selaku Kepala Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Bogor, Ibu Dr. Ir. Elisa Julianti, selaku Kepala Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Medan, Bapak Kusnadi, selaku Asst. Kebun Percobaan Pasar Miring Medan, dan juga seluruh Staff dan Pegawai Kebun Percobaan Pasar Miring Medan yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.

6. Spesial Thanks buat temanku yang sangat baik yaitu Lince Romauli Panataria yang telah banyak berkorban baik waktu maupun materi selama penulis menyelesaikan studi di Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.

7. Sobatku yang baik Titir br. Butar-butar, Julia br. Hutahaean yang telah banyak membantu dan memberi dorongan kepada penulis selama study maupun selama penelitian berlangsung. Kalian adalah sobatku yang baik.

8. Thanks buat Bang Sabar Sinaga dan Rekan-rekanku yang ada di Laboratorium Kak Ir. Raulina Situmeang, Kak Herdeliana Manihuruk, Kak Bonur Situmorang, Kak Lusperia Butar-butar, Kak Liner Simanjuntak, Kak Purnama Hutasoit ’n Eka Ruliyani.

9. Buat teman-teman kuliahku stambuk 2006 yaitu Iwan Hasrizart, Syamsafitri, Julia. E. Hutahaean, Muhammad Nasir, Early Tiurlan. Irawati Rosalyne.


(10)

10.Kepada kedua orang tua, Bapak K.R Sinambela dan Ibu S.T. Naiborhu yang memotivasi untuk melanjutkan pendidikam S2, dan semua adik-adikku, Elisabeth, Horas, Natalin, terima kasih atas semua dukungan doa dan perhatiannya.

11.Terima kasih yang terdalam kusampaikan kepada suami terkasih, Raja Marnangkok Siahaan, S.E., Ak., yang dengan setia memberi motivasi/dukungan moral dan materiil, juga kepada putra-putriku Gamaliel Bungaran Siahaan, Galvano Sosuharon Siahaan, Giovanni Serena Siahaan atas pengertian, waktu, dan dorongan sekolah. Kiranya karya ini, hadiah terindah buat kalian.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

Medan, Juli 2008


(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan RahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. T. Chairun Nisa, B. MSc. Selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan kepada Ibu Dr. Ir.. Elisa Julianti, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini berjudul ”Kajian Perkembangan dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza dan Sunggal serta Pemecahannya”. Tulisan ini merupakan persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan terutama bagi para produsen benih, analis benih di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih untuk mendapatkan cara pemecahan dormansi yang tepat dan efektif.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih belum sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak dalam penyempurnaannya.


(12)

Akhir kata penulis berharap, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2008 Hormat saya,


(13)

DAFTAR

 

ISI

 

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Proses Pembentukan Biji dan Perkecambahan ... 6

Dormansi Pada Benih Padi ... 9

Perlakuan Pematahan Dormansi ... 12

Perlakuan Mekanis ... 12

Perlakuan Kimia ... 14

Perlakuan Hormon Giberelin ... 14

Peranan Beberapa Zat Pengatur Tumbuh dalam Perkecambahan ... 16

Hormon ABA (Asam Absisat) ... 16

Hormon IAA (Asam indol-3 asetat) ... 16

METODE PENELITIAN ... 18

Tempat dan Waktu ... 18

Bahan dan Alat Penelitian ... 18


(14)

Pelaksanaan Penelitian ... 20

Benih ... 20

Persiapan Lahan ... 21

Penyemaian Bibit ... 21

Penanaman Bibit ... 21

Pemupukan ... 22

Pemeliharaan Tanaman ... 22

Perkecambahan ... 23

Penelitian Pertama ... 24

Pengamatan Kandungan Hormon pada Biji Padi ... 24

1. Analisisis Kandungan ABA ... 24

2. Analisis Kandungan IAA ... 25

Penelitian Kedua ... 25

a. Pemanenan ... 25

b. Pengujian ... 25

c. Pengamatan Daya Berkecambah ... 26

Variabel Yang Diamati pada Penelitian Pertama ... 27

1. Berat Segar Benih ... 27

2. Berat Kering Benih ... 27

3. Kadar Air Benih ... 27

4. Kekerasan Benih ... 28

5. Daya Berkecambah ... 28

6. Kandungan ABA ... 28

Variabel yang Diamati pada Penelitian Kedua ... 29

1. Lemak ... 29

2. Daya Berkecambah ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

Hasil Penelitian Tahap Pertama ... 31

Hasil Penelitian Tahap Kedua ... 53

KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

Kesimpulan ... 62

Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 1. Rataan Berat Segar Biji, Berat Kering Biji, Kadar Air Biji,

Kekerasan Biji, Daya Kecambah mulai dari 0 HSA (Awal Anthesis) sampai 30 HSA (Panen) ... ……...

31

2. Perkembangan Bunga Padi Varietas Sunggal ...

40

3. Perkembangan Biji Padi Varietas Sunggal ...

41

4. Perkembangan Bunga Padi Varietas Ariza ……….………...

43

5. Perkembangan Biji padi Varietas Ariza ...

44

6. Rataan Persentase Benih Berkecambah Pada Padi (%) Pada Perlakuan Varietas Dan Pemecahan Dormansi ………..

54

7. Rataan Persentase Kadar Asam Lemak Pada Padi (%) pada Perlakuan Varietas dan Pemecahan Dormansi ………...


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 1. Pertambahan Berat Basah Biji Pada Tanaman Padi Varietas

Sunggal Dan Varietas Ariza mulai dari 0 – 30 HSA …... 32 2. Perubahan Berat Kering Biji Pada Tanaman Padi Varietas

Sunggal Dan Varietas Ariza dari 0 – 30 HSA ... 33 3. Perubahan Kadar Air Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal

Dan Varietas Ariza dari 0 – 30 HSA ……... 34 4. Grafik Perubahan Berat Segar, Berat Kering, Kadar Air Pada

Tanaman Padi Varietas Sunggal dari 0 – 30 HSA ………... 35 5. Grafik Perubahan Berat Segar, Berat Kering, Kadar Air Pada

Tanaman Padi Varietas Ariza mulai dari 0 – 30 HSA……….... 35 6. Perubahan Kekerasan Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal

Dan Varietas Ariza dari 0 – 30 HSA …………... 36 7. Perubahan Daya Berkecambah Biji Pada Tanaman Padi Varietas

Sunggal danVarietas Ariza dari 0 – 30 HSA ……….. 38 8. Bagian – bagian Bunga Padi ……….. 39 9. Kurva Perubahan Kandungan Hormon ABA Dan IAA Pada Biji

Padi Varietas Sunggal pada 28 sampai 77 HSA ……… 50 10. Kurva Perubahan Kandungan Hormon ABA Dan IAA Pada Biji


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman 1. Rata - Rata Persentase Benih Berkecambah Umur 0 Minggu Setelah

Panen ……….. 69

2. Sidik Ragam Persentase Benih Berkecambah 0 Minggu Setelah

Panen ……….. 69

3. Rata - Rata Persentase Benih Berkecambah Umur 2 Minggu Setelah

Panen ... 70 4. Sidik Ragam Persentase Benih Berkecambah 2 Minggu Setelah

Panen ... 70 5. Rata - Rata Persentase Benih Berkecambah Umur 4 Minggu Setelah

Panen ... 71 6. Sidik Ragam Persentase Benih Berkecambah 4 Minggu Setelah

Panen ... 71 7. Rata - Rata Persentase Benih Berkecambah Umur 6 Minggu Setelah

Panen ... 72 8. Sidik Ragam Persentase Benih Berkecambah 6 Minggu Setelah

Panen ... 72 9. Rata - Rata Persentase Benih Berkecambah Umur 8 Minggu Setelah

Panen ... 73 10. Sidik Ragam Persentase Benih Berkecambah 8 Minggu Setelah

Panen ... 73 11. Rata - Rata Persentase Kadar Lemak Umur 0 Minggu Setelah Panen 74 12. Sidik Ragam Persentase Kadar Asam Lemak Umur 0 Minggu

Setelah Panen ………. 74

13. Rata - Rata Persentase Kadar Asam Lemak Umur 6 Minggu Setelah

Panen ……….. 75


(18)

Setelah Panen ... 75 15. Matriks Korelasi Berat Segar, Kadar Air, Kekerasan, Daya

Berkecambah Berat Kering, Kandungan Hormon ABA dan

Kandungan Hormon IAA Varietas Sunggal Sunggal ... 76 16. Matriks Korelasi Berat Segar, Kadar Air, Kekerasan, Daya

Berkecambah Berat Kering, Kandungan Hormon ABA dan

Kandungan Hormon IAA Varietas Ariza Hibrindo R-1 ………. 76 17. Matriks Korelasi Persentase Benih Berkecambah, Kadar Lemak

Varietas Ariza ...

76

18. Matriks Korelasi Persentase Benih Berkecambah, Kadar Lemak Varietas Sunggal ...

77

19. Perubahan Daya Berkecambah (%) Biji Pada Tanaman Padi

Varietas Sunggal dan Vaeietas Ariza dari 0-30 HSA ……… 77 20. Tranformasi Perubahan Daya Berkecambah (%) Biji Pada Tanaman

Padi Varietas Sunggal dan Vaeietas Ariza dari 0-30 HSA ………… 77 Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 28 HAS ……….. 78 21. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 35 HAS ……….. 79 22. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 49 HAS ……….. 80 23. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid)

Pada Sampel Padi Varietas Sunggal – 56 HAS ……….. 81 24. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid)

Pada Sampel Padi Varietas Sunggal – 77 HAS ……….. 82 25. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Ariza Hibrindo R-1 – 28 HSA ………... 83 26. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada


(19)

27. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Ariza Hibrindo R-1 – 49 HSA ……… 85 28. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Ariza Hibrindo R-1-56 HSA ………... 86 29. Hasil Analisis ABA (Absisic Acid) & IAA (Indole Acetic Acid) Pada

Sampel Padi Varietas Ariza Hibrindo R-1-77 HSA ………... 87 30. Deskripsi Varietas Ariza Hibrindo R-1 ... 88 31. Deskripsi Varietas Sunggal ... 89


(20)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi padi dalam rangka ketahanan pangan nasional adalah dengan mengembangkan padi varietas unggul bersertifikat dan memperbaiki teknik budidaya padi sawah. Diantara padi varietas unggul bersertifikat adalah varietas sunggal yang mempunyai umur panen 115 -125 hari, dan padi hibrida yang varietasnya telah banyak dilepas oleh pemerintah seperti varietas hibrida Ariza-hibrindo R-1 yang mempunyai umur panen 108-118 hari (Baihaki 2004, Sinambela, dkk, 2004, dan Mashur 2007).

Sertifikasi benih telah diterapkan sebagai suatu mekanisme pengendalian mutu eksternal, untuk melindungi konsumen dalam memperoleh benih yang baik dan untuk membantu produsen dalam membangun kepercayaan konsumen terhadap mutu benih yang dihasilkan.

Sampai saat ini produksi benih padi bersertifikat di Indonesia baru mencapai sekitar 25% dari kebutuhan total. Dari sekian banyak kendala dalam produksi benih padi bersertifikat, di antaranya berkaitan dengan dormansi benih (Sinambela, dkk, 2004).

Pada perkembangan biji padi dimana, kandungan hormon ABA dalam biji semakin meningkat, dengan meningkatnya kemasakan biji. Sebaliknya kandungan hormon IAA selama perkembangan biji menurun, sejalan meningkat kemasakan biji. Hal ini menunjukkan bahwa, ABA merupakan penyebab dormansi, karena menurut


(21)

(Gardner, dkk, 1991), bahan perangsang pertumbuhan sering menurun selama pembentukan biji, sedangkan penghambat pertumbuhan seperti ABA meningkat. Akibatnya terjadi dormansi pada saat biji masak, karena adanya ketidak-seimbangan hormon.

Dormansi, disatu pihak bersifat positif tapi dilain pihak bersifat negatif pada saat benih diperlukan untuk segera tumbuh. Dormansi pada benih padi menguntungkan produsen benih karena dapat menekan laju deteriorasinya pada masa prapanen maupun pascapanen (pengeringan, prosesing, dan penyimpanan). Dormansi pada lot benih menyulitkan analis, karena dapat menimbulkan kekeliruan dalam pengujian daya berkecambah benih. Pengujian daya berkecambah terhadap lot benih dorman tanpa didahului oleh pematahan dormansi yang efektif dapat menyebabkan daya berkecambah benih yang dihasilkan tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Benih dorman yang tidak berkecambah akan dikelompokkan oleh analis ke dalam benih mati (Udin, 2001,Ade Santika, 2007).

Ini menyebabkan kurangnya validitas hasil pengujian daya berkecambah. Dalam pengujian, dimana lot-lot benih dorman sering dinyatakan tidak lulus atau belum memenuhi syarat untuk sertifikasi karena daya berkecambah benih kurang dari 80%. Oleh sebab itu, daya berkecambah benih harus diuji ulang beberapa minggu kemudian. Selama menunggu pengujian ulang, benih yang disimpan dalam suhu kamar mengalami after-ripening. Kondisi ini dapat menyebabkan sebagian benih patah dormansinya secara alamiah. Sebagian benih lainnya yang sudah tidak dorman, vigornya menurun atau bahkan mati. Penundaan kelulusan benih memberikan


(22)

kontribusi terhadap penurunan vigor atau daya simpan benih. Hal ini dapat diketahui dari seringnya dijumpai kasus-kasus penurunan daya berkecambah benih menjadi di bawah 80%, sementara label masih berlaku. Oleh karena itu, pemecahan dormansi yang efektif sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil pengujian daya berkecambah yang benar untuk menghindari penundaan sertifikasi yang dapat menurunkan vigor dan daya simpan benih. Bila pemecahan dormansi yang efektif sudah diketahui, maka kekeliruan dalam penilaian daya berkecambah benih dapat diatasi, atau waktu yang diperlukan untuk pengujian daya berkecambah menjadi lebih singkat.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul ” Kajian Perkembangan dan Dormansi pada biji Padi (Oryza sativa L) varietas Arize dan varietas Sunggal serta pemecahannya”.

Perumusan Masalah

Dormansi pada benih padi menyulitkan analis benih, karena dapat menimbulkan kekeliruan dalam pengujian daya berkecambah, dimana benih dorman yang tidak berkecambah akan dikelompokkan oleh analis ke dalam benih mati, sehingga hasil pengujian daya berkecambah tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya.

Belum adanya informasi rinci tentang penyebab dormansi, serta saat tercapainya fase matang fisiologis pada varietas unggul dan hibrida.


(23)

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola perkembangan benih padi varietas Sunggal dan Arize-hibrindo R-1, serta menetapkan fase matang fisiologis pada ke dua varietas tersebut.

2. Untuk mengetahui penyebab serta pemecahan dormansi yang tepat dan efektif pada padi varietas Sunggal dan Arize-hibrindo R-1 sehingga dapat diterapkan oleh analis benih Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) dan Produsen benih dalam pengujian perkecambahan, untuk mendukung program sertifikasi benih.

Hipotesis Penelitian

1. Fase matang fisiologis biji padi dicapai pada kisaran 26-28 HSA.

2. Penyebab dormansi terdapat peningkatan kandungan ABA (Asam Absisat) dan penurunan kandungan IAA (Indol Acetic Acid) pada benih padi dengan semakin meningkatnya stadia kemasakan benih.

3. Giberelin merupakan suatu cara pemecahan yang tepat dan efektif dalam pematahan dormansi padi yang dapat mempercepat perkecambahannya.

4. Ada perbedaan tanggap daya kecanbah dari dua varietas terhadap pemecahan dormansi.


(24)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi bagi analis benih khususnya (BPSB) dan Produsen benih dimana hasil pengujian daya berkecambah dapat mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.

Penelitian ini juga ditujukan sebagai salah satu syarat penyelesaian program Magister Pertanian pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembentukan Biji dan Perkecambahan

Setelah terjadi pembuahan atau peleburan diri antara inti sperma dengan inti sel telur, akan dihasilkan sebuah zygot atau embrio yang kelak akan menjadi tanaman baru, lalu zygot itu akan beristirahat dulu beberapa waktu. Peristiwa kedua adalah penggabungan diri antara inti sperma yang lain, dengan dua inti polar, dapat menyebabkan terjadinya endosperma yang mengandung zat makanan. Setelah endosperma terbentuk, maka inti endosperm akan membelah diri berulang kali dengan cepat, kadang-kadang dapat mendesak nucellus sedemikian hebatnya sehingga nucellus akhirnya hanya tinggal sebagai selaput yang tipis didalam biji. Pertumbuhan embryo di dalam biji pada permulaan berjalan lamban. Setelah embrio itu menyerap zat makanan yang tertimbun didalam endosperm maka tumbuhnya akan lebih cepat (Kamil, 1982, Santoso, 1992, Copeland dan Mc.Donald 2001, Sutopo, 2004)

Zygot, kantong embrio dan ovul berkembang menjadi biji sementara ovarium di sekelilingnya berkembang menjadi buah (perikarp). Proses pertumbuhan, bahan kimia yang disebut zat tumbuh atau hormon tumbuh sangat berperan penting (Salisbury dan Ross 1995, Copeland dan Mc.Donald 2001).

Buah pada saat masak fisiologis akan menghasilkan benih bermutu tinggi (Sadjad 1980, Kamil, 1982, Ismunadji, dkk, 1988, Santoso, dkk, 1990). Proses


(26)

kemasakan benih terjadi sejak fertilisasi ditunjukkan dengan perubahan morfologi, fisiologi maupun biokimia. Salah satu faktor yang menentukan tingkat mutu benih adalah fase perkembangan dan kemasakan benih.

Proses perkembangan dan kemasakan benih melalui tiga fase masing-masing 1) fase pertumbuhan, 2) fase menghimpun makanan, dan 3) fase pemasakan. Fase pertumbuhan terjadi beberapa hari sesudah penyerbukan dan pembuahan. Laju fase pertumbuhan mengikuti laju pembentukan jaringan yang berisi laju pembelahan sel dalam embrio dan kulit benih. Kadar air benih pada fase itu sekitar 75 – 80 %. Pada fase penghimpunan bahan makanan bobot kering benih meningkat hingga tiga kali sebaliknya kadar air menurun sekitar 60%. Akhir fase ini bobot kering benih mencapai maksimum dan benih mencapai tingkat masak fisiologis. Benih yang sehat padat dan masak biasanya lebih awet disimpan dibandingkan dengan benih yang belum masak (Kamil, 1982, Ismunadji, dkk, 1988, Santoso, dkk, 1990).

Pada fase perkembangan biji terjadi peningkatan berat kering benih. Peningkatannya mula-mula perlahan, kemudian lebih cepat, dan akhirnya lebih lambat lagi sampai titik berat kering maksimum tercapai. Berat kering maksimum tercapai pada saat benih masih relatif tinggi kadar airnya berkisar antara 25-35%, kemudian benih masuk pada fase pematangan dimana selama fase pematangan benih mengering. Pada fase ini terdapat sedikit peningkatan kandungan bahan. Berat kering konstan, tetapi kadar air turun sampai 10-20% (Copeland dan Mc Donald, 2001).


(27)

Sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sampai sekitar 20%, maka biji mencapai fase masak fisiologis, dimana tidak terjadi proses pertumbuhan pada biji sehingga biji tidak bertambah besarnya atau biji telah mencapai ukuran besar maksimum, berat kering maksimum, serta daya kecambah maksimum (Kamil, 1982).

Perkecambahan biji, bagi ahli fisiologi benih adalah munculnya radikula melalui kulit benih, sedangkan bagi analis benih perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur-struktur penting dari embrio benih. Proses metabolisme perkecambahan benih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah air, gas, suhu dan cahaya (Copeland dan Mc Donald, 2001).

Air adalah kebutuhan dasar untuk perkecambahan benih yang penting untuk aktivitas enzim, penguraian, translokasi dan penggunaan cadangan makanan. Proses pertama yang terjadi selama perkecambahan adalah pengambilan air melalui proses imbibisi. (Copeland dan Mc Donald, 2001) menyatakan imbibisi tergantung pada komposisi kimia benih, permiabilitas kulit benih dan ketersediaan air. Sedangkan ketersediaan air tergantung pada kekuatan matrik dinding sel, konsentrasi osmotik sel, dan tekanan turgor sel.

Dalam kondisi ketersediaan air optimum, penyerapan air selama perkecambahan benih berlangsung dalam tiga fase (Bewley dan Black, 1985). Fase pertama disebut imbibisi (Bewley dan Black, 1985; Come dan Thevenot, 1982; Hadas, 1982). Fase ke dua disebut fase transisi (Hadas, 1982) atau fase aktivasi (Come dan Thevenot, 1982) atau lag phase (Bewley dan Black, 1985). Fase terakhir


(28)

merupakan fase pertumbuhan (Come dan Thevenot, 1982; Hadas, 1982). Fase ini hanya dialami oleh benih non dorman.

Fase aktivasi merupakan fase yang paling kritis karena fase ini berperan dalam proses pertumbuhan yang menuju pada pembentukan tanaman (Come dan Thevenot, 1982; Hadas, 1982). Bewley dan Black, (1985) juga menekankan pentingnya lag phase karena pada fase ini terjadi peritiwa-peristiwa metabolik untuk persiapan pemunculan akar.

Dormansi Pada Benih Padi

Dormansi diartikan sebagai suatu fenomena fisiologis yang menunjukkan ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada kondisi optimum (Copeland dan Mc Donald, 2001, ISTA. 2005). Pada benih padi, dormansi telah terjadi sejak benih masih berada pada tanaman induknya setelah embrio berkembang penuh, sehingga disebut innate dormancy atau dormansi primer (Ellis dkk, 1985). Dormansi yang demikian dapat berperan dalam mencegah benih berkecambah pada malainya sebelum dipanen atau viviparous yang merugikan produsen benih (Ellis dkk, 1985).

Benih dalam keadaan dorman bukan berarti mati, karena benih tersebut dapat dirangsang untuk berkecambah dengan berbagai perlakuan. Benih yang dorman dan benih yang mati dapat diketahui melalui uji perkecambahan. Bila volume benih pada akhir perkecambahan sama dengan keadaan sebelum dikecambahkan maka benih dalam keadaan dorman. Sebaliknya, bila volume benih menunjukkan perubahan,


(29)

misalnya mengecil, ditumbuhi cendawan dan atau bila dipijat terasa lembek, berarti benih tersebut mati (Saenong dkk.1989).

Benih dikatakan dorman apabila benih itu sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahannya (Schmidt, 2000, Viemont dan J. Crabbe, 2000).

Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi benih adalah tidak sempurnanya embrio, embrio belum masak fisiologis, kulit benih yang tebal, kulit yang impermiabel dan adanya zat-zat penghambat perkecambahan (Schmidt, 2000, Copeland dan Mc.Donald 2001).

Beberapa jenis benih tetap dorman disebabkan oleh kulit benihnya yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan dari embrio. Kulit benih tidak dapat dilalui air atau udara karena keras atau tertutup oleh gabus maupun lilin. Jika kulit benih dihilangkan maka akan terjadi perkecambahan. Dormansi juga dapat disebabkan keadaan fisiologi dari embrio antara lain akibat embrio yang rudimenter atau secara fisiologis belum masak, maksudnya belum mampu membentuk zat-zat yang diperlukan untuk perkecambahan misalnya zat tumbuh seperti Giberelin (Schmidt, 2000).

Hambatan perkecambahan benih dapat terjadi karena kulit benih dan dapat pula karena kandungan bahan kimia. Bahan kimia tersebut dapat menciptakan suasana osmotik yang tidak menguntungkan pertumbuhan, dapat pula merangsang pembentukan zat-zat penghambat pertumbuhan, yang membatasi pertumbuhan, atau


(30)

dapat mengadakan sistem-sistem biokimia lebih kompleks yang berhubungan dengan kepekaan benih terhadap cahaya.

Bahan perangsang pertumbuhan sering menurun selama pembentukan biji, sedangkan penghambat pertumbuhan seperti ABA meningkat. Akibatnya, terjadi dormansi pada saat biji masak, karena adanya ketidak-seimbangan hormon (Gardner, dkk, 1991). ABA merupakan zat penghambat tumbuh, yang dalam fase dormansi biji menyebabkan biji tidak berkecambah. Hal ini terutama disebabkan oleh hambatan terhadap proses pemanjangan radikel.

Biji yang telah masak, waktu dikecambahkan ada yang tidak dapat berkecambah meskipun berada dalam lingkungan yang baik. Schmidt (2000) menyatakan bahwa terhalangnya perkecambahan biji dapat disebabkan faktor genetik dan lingkungan. Ketebalan sekam lemma dan palea pada benih padi diduga dapat menghambat perkecambahan. Dengan mengupas kulit biji, maka masa dormansi padi dapat dipatahkan (IRRI, 1997).

Pada padi, masa dormansi benih beragam dari 0 sampai 11 minggu sesudah panen. Padi yang benihnya tidak memiliki dormansi memungkinkan untuk ditanam secara beruntun atau terus menerus. Walau bagaimanapun, benih dapat segera tumbuh apabila ditanam di musim hujan dan panen sewaktu masih banyak hujan, atau sewaktu disimpan sementara menjelang proses pengeringan. Namun hal ini berakibat turunnya mutu gabah/beras.

Pada padi tipe indica, dormansi benih dapat disebabkan oleh perikarp yang impermiabel terhadap oksigen (Bewley dan Black, 1985), adanya zat penghambat


(31)

abscisic acid ( Hayashi, 1987), atau asam-asam lemak jenuh rantai pendek (IRRI, 1987).

Schmidt, (2000) membagi usaha pematahan dormansi dalam empat kategori yaitu perlakuan secara mekanis, perlakuan dengan memakai cahaya, perlakuan dengan suhu dan perlakuan dangan bahan kimia.

Perlakuan Pematahan Dormansi Perlakuan Mekanis

Beberapa cara perlakuan mekanis untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermiabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas yaitu :

1. Skarifikasi.

Skarifikasi dapat dilakukan dengan aberasi yaitu menggosok kulit benih dengan benda yang kasar atau kikir, maupun kertas pasir. Tujuan untuk menipiskan kulit biji yang keras sehingga lebih permianel terhadap air atau gas (Salisbury dan Ross, 1995). Olivera, dkk (1982) dalam Gardner dkk (1991) menjelaskan, bahwa faktor utama yang bertanggung jawab atas kerasnya biji pada Leucaena (legum) adalah tertutupnya pleurogram. Banyak benih dapat diperbaiki perkecambahannya dengan menghilangkan atau menipiskan jaringan kulit benih terutama lapisan batu yang sering kali sangat menentukan peristiwa dormansi benih. Hal ini sering dilakukan secara luas terutama pada benih leguminosa yang mempunyai kulit tebal dan keras (Danoesastro, 1973).


(32)

Cooklebur dan oat liar merupakan contoh klasik dormansi biji yang diakibatkan oleh kulit biji kedap O2. Penghilangan sekam pada cooklebur dan oat liar

meningkatkan perkecambahan (Gardner, dkk, 1991).

Dormansi embrio pada barley dapat dipecahkan dengan membuang scutellum dan pada apel dengan membuang sebagian jaringan kotiledon.

Penggerusan kulit biji pada palem dapat meningkatkan perkecambah sebesar 68.89% (Purba, 2000).

2. Daging buah dikupas

Daging buah yang menyelimuti biji sering mengandung zat penghambat yang dapat menghalangi perkecambahan benih.

Pada rotan diperoleh percepatan dan peningkatan daya kecambah dengan membuang kulit daging buah, dengan cara ini diperoleh daya kecambah diatas 80% (Schmidt, 2000).

Ketebalan sekam lemma dan palea pada benih padi diduga dapat menghambat perkecambahan, dengan mengupas kulit biji, masa dormansi dapat dipatahkan (Nugraha, 2001).

3. Perendaman dalam air panas

Beberapa jenis benih perlu diberi perlakuan perendaman dalam air panas dengan tujuan meningkatkan permeabilitas (Salisbury dan Ross, 1995).

Perendaman biji dalam air panas bertujuan untuk memperbaiki permeabilitas kulit benih sehingga dapat mempermudah masuknya air dan gas, sehingga dapat


(33)

meningkatkan persentase biji berkecambah. Telah dilaporkan, bahwa pemanasan biji legum pada suhu 100 0C selama 1.5 menit atau pada air panas dapat mengurangi biji yang keras dan pemberian panas 100 0C selama 5-20 detik dapat menyebabkan terbukanya pleurogram dan menghasilkan perkecambahan 95-100% (Olvera, dkk, 1982 dalam Gardner, dkk, 1991).

Demikian pula, pemanasan pada benih jati pada suhu 80 0C selama 2 hari menunjukkan peningkatan perkecambahan menjadi sebesar 56% (Haryati, 2002)

Perlakuan Kimia

Perlakuan dengan kimia sering dipakai untuk memecahkan dormasi pada benih, tujuannya agar kulit benih lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Bahan kimia yang biasa dipakai adalah Potassium Nitrat, Potassium hydroxide, asam Nitrat dan Thiourea (Schmidt, 2000, Sutopo, 2004 ).

Perendaman dengan Potassium Nitrat pada benih Acacia nilotica pada konsentrasi 1%, telah menyebabkan perkecambahan meningkat dari 37% (kontrol) menjadi 79%, dan pada konsentrasi 2% meningkat menjadi 85%. Pada benih Casuarina equisetifolia perkecambahan meningkat dari 46% (kontrol) menjadi 65% setelah perendaman dalam 1.5% selama 36 jam (Schmidt, 2000).

Demikian pula perendaman dengan Thiourea 1% selama 24 jam pada benih benih Ziziphus mauritiana, telah memperbesar persentase perkecambahan dari 41% (control) menjadi 78%. (Schmidt, 2000).


(34)

Amen (1963) dalam Gardner, dkk, 1991 menyatakan bahwa kebanyakan mekanisme dormansi dapat dihilangkan oleh bahan perangsang pertumbuhan. Kenyataan, bahwa perlakuan dengan GA3 (Giberelin Acid) dapat menggantikan

kebutuhan akan cahaya pada banyak biji fotoblastik (selada, tembakau) dan mengganti kebutuhan akan suhu dingin pada spesis yang membutuhkan stratifikasi.

Kandungan bahan perangsang pertumbuhan sering kali menurun selama pembentukan biji sedangkan penghambat pertumbuhan seperti ABA meningkat, akibatnya terjadi dormansi pada saat biji masak karena adanya ketidak seimbangan hormon. Penghambat pertumbuhan yang mengendalikan dormansi mungkin terdapat dalam embrio seperti pada beberapa rumput-rumputan ; dalam sekam seperti pada selada atau dalam buah seperti pada apel dan tomat (Abidin, 1987).

Menurut Bewley dan Black (1985) ABA terdapat pada biji dorman, tapi kebanyakan sudah hilang jauh sebelum dormansi berakhir. Jadi ABA mungkin merupakan penghambat kuat bagi perkecambahan tetapi masih ada penghambat lainnya yang menyebabkan biji dorman.

Pada biji, salah satu efek giberelin adalah mendorong pemanjangan sel sehingga radikula dapat mendobrak endosperm, kulit biji atau buah yang membatasi pertumbuhannya (Salisbury dan Ross, 1995). Giberelin juga mendorong sekresi enzim hidrolitik ke endosperm tempat enzim tersebut mencerna cadangan makanan dan dinding sel. Cadangan makanan menjadi lebih mudah tersedia (Gardner, dkk, 1991).


(35)

Giberelin terdapat pada banyak macam benih dimana apabila benih Avena fatua keluar dari dormansi, terbentuklah suatu zat perangsang pertumbuhan yang mirip giberelin. Benih ini juga dapat dipatahkan dormansinya apabila direndam dalam giberelin. Demikian juga peristiwa dormansi yang berhubungan dengan suatu zat penghambat dapat diatasi dengan cara merendam dalam larutan giberelin (Danoesastro, 1973).

Pengaruh GA3 terhadap perkecambahan biji berbeda-beda tergantung pada

jenis biji dan dormansinya. Pada biji yang masa dormansinya lama seperti Licuala grandis, dan masa dormansinya sedang seperti Archontophoenix alexandrae pemberian GA3 meningkatkan perkecambahan, tetapi tidak berpengaruh terhadap

Livistonia chinensis dan Caryota mitis dan malah menurunkan perkecambahan Phytohosperma macarthurii (Lakitan, 1997).

Peranan Beberapa Zat Pengatur Tumbuh Dalam Perkecambahan

Hormon ABA (Asam absisat)

Semua jaringan tanaman mengandung hormon ABA yang dapat dipisahkan secara kromatografi. Senyawa tersebut merupakan inhibitor B- kompleks. Senyawa ini mempengaruhi proses pertumbuhan, dormansi dan absisi. Beberapa peneliti akhirnya menemukan senyawa yang sama yaitu asam absisat (ABA). Peneliti tersebut yaitu Addicott et al dari California USA pada tahun 1967 pada tanaman kapas dan Rothwell serta Wain pada tahun 1964 pada tanaman lupin (Wattimena 1992).


(36)

Menurut Salisbury dan Ross (1995) zat pengatur tumbuhan yang diproduksi di dalam tanaman disebut juga hormon tanaman. Hormon tanaman yang dianggap sebagai hormon stress diproduksi dalam jumlah besar ketika tanaman mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya ABA. Keadaan rawan tersebut antara lain kurang air, tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas. ABA membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut.

Hormon IAA (asam indol-3 asetat)

Istilah auksin pertama kali digunakan oleh Frist Went seorang mahasiswa Pasca Sarjana di negeri Belanda pada tahun 1926 yang kini diketahui sebagai asam indol-3 asetat atau IAA (Salisbury dan Ross 1995). Senyawa ini terdapat cukup banyak diujung koleoptil tanaman oat kearah cahaya. Dua mekanisme sintesis IAA yaitu pelepasan gugus amino dan gugus karboksil akhir dari rantai triphtofan. Enzim yang paling aktif diperlukan untuk mengubah triphtofan menjadi IAA terdapat di jaringan muda seperti meristem tajuk, daun serta buah yang sedang tumbuh. Semua jaringan kandungan IAA paling tinggi karena disintesis di daerah tersebut.

IAA terdapat di akar pada konsentrasi yang hampir sama dengan bagian tumbuhan lainnya (Salisbury dan Ross 1995). IAA dapat memacu pemanjangan akar pada konsentrasi yang sangat rendah. IAA adalah auksin endogen yang terdapat dalam tanaman. IAA berperan dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu perbesaran sel, yaitu koleoptil atau batang penghambat mata tunas samping, pada konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan mata tunas untuk


(37)

menjadi tunas absisi (pengguguran) daun aktivitas dari kambium dirangsang oleh IAA.

METODE PENELITIAN

Penelitian pertama mengkaji perkembangan fisiologi biji padi serta kandungan hormon ABA dan IAA selama perkembangan.

Penelitian ke dua untuk mengkaji dormansi serta pemecahannya pada biji padi varietas Hibrida (Arize-Hibrindo R-1), varietas unggul (Sunggal),

Tempat dan Waktu

Pertanaman padi dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasar Miring. Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, pada bulan Desember 2007 hingga Mei 2008. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Analisis hormon ABA dan IAA dilaksanakan di Balitbiogen Bogor. Penelitian ini dimulai bulan April 2008 sampai dengan Juli 2008

Penelitian pemecahan dormansi dilaksanakan di Laboratorium UPT. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dimulai bulan April 2008 sampai dengan Juli 2008


(38)

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah: benih padi dari 2 varietas yang meliputi varietas Hibrida (Arize-Hibrindo R-1), varietas unggul (Sunggal), kompos jerami, pupuk Urea, TSP, dan KCL, untuk pengendalian hama dan penyakit serta gulma dipakai insektisida, pestisida.

Alat yang digunakan adalah etiket, tali rafia, spidol, mesin perontok padi, pinggan petri, kertas koran, gunting, gelas ukur, pinset, pensil, mistar, buku catatan data, bak plastik, alat penghitung (counter), dan germinator model ”IPB73-2A/B”. Prosedur kerja meliputi pengambilan sampel, pengujian, dan pengamatan.

Rancangan Penelitian

Penelitian pertama tentang perkembangan fisiologis biji dan kandungan hormon pada padi varietas Sunggal dan varietas Hibrida Ariza-Hibrindo R-1

Penelitian ke dua tentang mengkaji dormansi serta pemecahannya pada biji padi varietas Hibrida (Arize-Hibrindo R-1), varietas unggul (Sunggal), disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan model rancangan sebagai berikut :

Yijk = + gi + j + ( g )ij + ijk: dimana : i = 1,2,3,4 ; j = 1,2

Yijk = nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan varietas dan pemecahan dormansi

= nilai rata-rata

gi = pengaruh taraf ke-i dari faktor I j = pengaruh taraf ke-j dari faktor II


(39)

( g )ij = adanya perbedaan tanggap dari dua varietas terhadap pemecahan

Dormansi

ijk = pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j

dari

faktor II pada ulangan ke-k

Faktor I adalah Varietas padi (V)

V1 = Sunggal

V2 = Hbrida (Ariza Hibrindo R-1

Faktor II adalah Pemecahan Dormansi (P)

Pemecahan Dormansi dilakukan dengan

P0 = Benih tidak diberi perlakuan (kontrol).

P1 = Pengupasan sekam secara hati-hati,

P2 = Pengupasan sekam dan menggores endosperm

P3 = Pemanasan benih dalam oven pada suhu 50°C selama dua hari

P4 = Perendaman benih dalam larutan KNO3 3% masing-masing selama dua

hari

P5 = Pemanasan benih dengan oven pada suhu 50°C selama dua hari, diikuti

perendaman dalam larutan KNO3 3% masing-masing selama dua hari

P6 = Perendaman benih dalam larutan giberelin 0.02%.selama dua hari

Dengan demikian penelitian terdiri atas 2 x 7 = 14 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga seluruhnya diperoleh 14 x 3 = 42 kombinasi perlakuan


(40)

Pelaksanaan Penelitian Benih

Benih yang digunakan adalah benih yang mempunyai kelas benih Pokok (BP ) dan berasal dari Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balitpa) Sukamandi, Jawa Barat. Benih yang digunakan adalah varietas sunggal dan varietas Hibrida (arize- Hibrindo R-1).

Persiapan Lahan

Petak penelitian dilakukan pada satu petakan seluas 425 m dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm

Untuk perlakuan tradisionil tillage (TI) yaitu tanah sawah (petakan) digenangi dengan air sampai jenuh hingga tergenang selama 1 hari kemudian tanah dicangkul dengan ke dalam 20 cm dan di balik kemudian dibiarkan selama 2 hari, setelah itu tanah dicangkul kembali hingga halus dan diratakan kemudian bibit di tanam kelapangan dengan umur bibit 7 hari setelah semai.

Penyemaian Bibit

Lahan persemaian di cangkul dan dihaluskan setelah itu diberi pupuk kompos setara 10 ton/ha. (5 kg untuk luas lahan 1 x 5m2 ). Kondisi lahan untuk persemaian dalam kondisi jenuh air.


(41)

Sebelum benih disemai terlebih dahulu direndam dengan fungisida Ditane- M45 lebih kurang 15 menit, lalu direndam dalam air mengalir lebih kurang 24 jam, setelah itu bibit disebar merata di persemaian, kemudian ditutup dengan tanah tipis.

Penanaman Bibit

Bibit dipindahkan ke lapangan setelah berumur 7 hari setelah semai dengan 1 bibit/lubang tanam. Jarak tanam 30 cm x 30 cm. Pada saat penanaman bibit atau selama fase vegetatif (pertumbuhan) kondisi tanah di jaga agar tetap pada posisi jenuh air sehingga perkembangan akar dan anakan maksimal.

Pemupukan

Pupuk dasar (Urea, TSP dan KCL) diberikan sesuai dengan rekomendasi setempat yaitu, dosis anjuran pupuk Urea (150 kg urea/ha) pupuk urea diberikan 3 kali dengan dosis 飴 dari dosis anjuran, pemberian pemupukan urea pertama dilakukan pada saat tanam sebanyak (1,44 kg), pemberian pupuk yang kedua pada saat 3 Minggu Setelah Tanam (3 MST) sebanyak (1.44 kg), dan pemberian pupuk yang ketiga pada 6 MST sebanyak (1,44 kg).

Pupuk TSP dan KCL diberikan sekali yaitu pada saat tanam. Dosis anjuran untuk pupuk P (100 kg TSP/ha) pemberian pupuk P sebanyak (2.89 kg), dan untuk dosis anjuran untuk pupuk K (100 kg KCl/ha) pemberian pupuk K sebanyak (2.89 kg).


(42)

Kondisi tanah dijaga dalam kondisi jenuh air selama masa pertumbuhan vegetatif dengan cara mengatur air irigasi, bila terjadi hujan dibuat saluran pembuangan air sehingga kondisi tanah tetap jenuh air.

Setelah tanaman memasuki masa pertumbuhan generatif yang ditandai dengan pembengkakan batang utama (bunting), tanah sawah diberikan air sampai tergenang dengan ketinggian air mencapai 5-7 cm yang bertujuan untuk mengendalikan gulma, menekan serangan hama wereng, dan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman agar pertumbuhan generatif berjalan normal tidak terganggu.

Pengendalian gulma dilakukan dengan cara menyiangi rumput dari areal tanaman setelah tanaman berumur 3, 6 MST atau sehari sebelum aplikasi pemberian pupuk pada 3 dan 6 MST.

Pemberantasan terhadap hama dan penyakit dilakukan penyemprotan dengan memakai beberapa jenis obat-obatan yang biasa dilakukan oleh petani setempat seperti hama keong mas disemprot dengan Samponen (2kg/rante), Kurater atau Furadan (17 kg/ha), hama putih, ulat penggulung daun disemprot dengan bestok, wereng disemprot dengan Aplaud, daun kuning disemprot dengan Bapistin, dan disesuaikan dengan jenis hama yang terdapat dilapangan.

Setelah tanaman memasuki masa pematangan bulir/biji, air di areal sawah secara perlahan dikeluarkan sampai kondisi tanah mencapai jenuh air, terus mencapai kapasitas lapang dan akhirnya kering. Pengeringan ini bertujuan untuk mempercepat pematangan bulir padi secara serentak.


(43)

Perkecambahan

Empat ratus (400) butir benih diambil secara acak dari masing-masing perlakuan dan ditabur dalam empat (4) ulangan, satu (1) ulangan sebanyak 100 butir. Benih ditaburkan antara dua lapis kertas basah lalu digulung kemudian dimasukkan dalam kantong plastik dan diletakkan berdiri dalam germinator (UKDp).

Penelitian Pertama

Pengamatan dilakukan sejak terjadinya antesis hingga mencapai masak fisiologis. Pengamatan dilakukan pada tanaman yang berbunga, pemasangan label setelah terjadinya antesis pada tanaman untuk setiap varietas, pengamatan dilakukan setiap minggu setelah terjadinya antesis, ke tiga pengambilan sampel untuk diamati. Parameter-parameter yang diamati sebagai berikut : perkembangan gabah mulai antesis sampai matang fisiologis, berat segar biji, berat kering biji, kadar air biji, kekerasan biji, daya berkecambah biji.

Pengamatan kandungan hormon pada biji padi

1. Analisis kandungan ABA

Analisis ABA menggunakan metode Synder dan Robertson dkk. (1987) dengan alat High Performance Liquid Chromatography. Tahap analisis mencakup


(44)

penyimpanan ekstrak. Ekstrak dari jaringan benih padi yaitu bagian embrio dan kotiledonnya disimpan dalam nitrogen cair. Kemudian di purifikasi dengan larutan methanol: akuades : asam asetat ( 50 : 49 ; 1, v/v). Penetapan kandungan ABA, larutan contoh disuntikkan ke alat High Performance Liguid Chromatographi. Fase diam yang digunakan adalah kolom C 18 sedangkan fase cair adalah metanol : asam asetat : akuades. Detektor dengan 260 nm sedang kecepatan alir fase gerak adalah 1 ml/menit suhu detektor 25º C dengan attenuasi 0.02.

2. Analisis kandungan IAA

Analisis kandungan IAA ini menggunakan metode Sandberg dkk. (1987). Tahap analisis mencakup penyimpanan ekstrak. Ekstrak dari jaringan benih padi yaitu bagian embrio dan kotiledonnya disimpan dalam larutan metanol 0.3 g/ml yang mengandung 0.02 % natrium dietikarbamat, selama 2 jam. Ekstrak metalonat dipurifikasi dengan kromatografi XAD, kemudian dicuci 5 ml etil asetat/hexana (3:1,v/v), dan disuntikkan pada alat High Performance Liquid Chromatographi.

Penelitian Ke Dua

a. Pemanenan

Biji padi yang dipetik hanya biji yang dipasang label yang tanggal penandaan labelnya sama dan pemetikan dilakukan pada biji yang telah masak fisiologis, yaitu biji mengisi penuh dan telah berwarna kuning. Malai dari tiap varietas diikat dengan tali rafia yang telah diberi etiket identitas varietas.


(45)

Selanjutnya, malai dibawa ke BPTP Pasar Miring untuk dirontok dengan menggunakan mesin perontok.

b. Pengujian

Gabah dirontok segera setelah panen, kemudian diambil sampel benih untuk pengamatan awal (daya berkecambah, kadar air). Sisa benih dikeringkan sampai kadar air ±11%, dibersihkan dan disortasi, kemudian dikemas dalam kantong plastik. Perlakuan meliputi: 1) pengupasan sekam secara hati-hati (P1),

2) pengupasan sekam dan menggores endosperm (P2), 3) benih tidak diberi

perlakuan (kontrol) (P0), 4) pemanasan benih dalam oven pada suhu 50°C selama

dua hari (P3), 5) perendaman benih dalam larutan KNO3 3% masing-masing

selama dua hari (P4), 6) pemanasan benih dengan oven pada suhu 50°C selama

dua hari, diikuti perendaman dalam larutan KNO3 3% masing-masing selama 2 hari (P5), 7) perendaman benih dalam larutan giberelin 0.02% (P6). Benih

dinyatakan patah dormansinya apabila daya berkecambahnya 80% atau lebih. Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan metode Rolled Paper. Setiap varietas padi dianalisis secara terpisah.

c. Pengamatan Daya Berkecambah

Pengamatan daya berkecambah benih masing-masing varietas dari tiap ulangan dilakukan pada hari ketujuh setelah pengecambahan, dengan cara menghitung benih yang berkecambah. Menurut Kamil (1982), benih dikatakan berkecambah bila radikula telah tampak keluar menembus koleorhiza diikuti munculnya koleoptil yang membungkus daun. Dengan menggunakan pinset,


(46)

benih diambil sambil dihitung menggunakan alat penghitung (counter) dan dikumpulkan pada bak plastik. Hasil pengamatan dicatat pada buku catatan data, kemudian dibuat nilai rata-ratanya. Pengujian dilakukan setiap dua minggu, dengan cara menyiapkan kembali benih yang diambil dari sampel benih yang tersisa masing-masing 100 butir, dengan tiga ulangan untuk tiap varietas. Benih dikecambahkan pada kertas koran. Kemudian diberi nomor urut varietas sesuai dengan buku catatan data. Setelah diberi air secukupnya, benih disimpan dalam germinator. Sisa benih yang telah dirontok disimpan dalam plastik transparan pada ruang terbuka dengan suhu udara 26-33ºC. Pengujian dihentikan satu minggu setelah varietas mencapai titik perkecambahan tertinggi.

Variabel Yang Diamati Pada Penelitian Pertama

1. Berat Segar Benih

Pengujian Berat Segar benih (g) dilakukan pada saat 7 HSA 14 HSA, 21 HSA, 28 HSA Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang benih sebanyak 100 butir. (ISTA Rules, 2005)

2. Berat kering Benih

Pengujian Berat Kering benih (g), dilakukan pada saat 7HSA, 14HSA, 21HSA, 28HSA. Pengukuran dilakukan dengan cara benih dikering ovenkan selama 24 jam pada suhu 105 0C sebanyak 100 butir. Setelah 24 jam benih dimasukkan ke desikator selama 30 menit kemudian ditimbang. (ISTA Rules, 2005)


(47)

3. Kadar air benih (%)

Penetapan kadar air dilakukan pada 7HSA, 14HSA,, 21HSA, 28HSA, Penetapan kadar air dilakukan dengan menghitung kadar air biji.

Kadar air (KA) dihitung berdasarkan rumus yang terdapat dalam ISTA Rules, (2005), yaitu sebagai berikut:

Berat Segar – Berat Kering Kadar Air =

Berat Segar

4. Kekerasan Benih

Kekerasan Benih (kg/cm2), diukur dengan cara mengukur kekerasan benih yang berumur 7HSA, 14HSA, 21HSA, 28HSA dengan menggunakan alat zwick. 5. Daya Berkecambah

Pengujian daya berkecambah dilakukan pada saat 7HSA, 14HSA, 21HSA dan 28HSA. Daya berkecambah diukur berdasarkan persentase kecambah nomal pada hari ke – 7 setelah benih dikecambahkan. Kriteria kecambah normal berdasarkan pada kriteria kecambah normal benih padi yaitu; pada akar dimana akar primer tumbuh panjang, disertai dengan banyak akar sekunder, pada plumule dimana pertumbuhan daun pertama baik, biasanya muncul dari koleoptil atau paling sedikit berukuran kira-kira seperdua panjang koleoptil atau koleoptil mungkin pecah (terbuka), sehingga daun pertama tumbuh normal atau hanya sedikit membuka Kamil (1982). Daya Berkecambah (DB) akhir dihitung


(48)

berdasarkan rumus yang terdapat dalam Copeland dan McDonald (2001) yaitu sebagai berikut :

benih yang berkecambah normal

X 100% benih yang dikecambahkan

6. Kandungan ABA

Pengujian kandungan ABA dilakukan dengan menggunakan empat tingkat kemasakan 28HSA, 35HAS, 49HSA , 56 HAS.

Variabel Yang Diamati Pada Penelitian Kedua

1. Lemak

Pengujian kadar lemak dilakukan pada 1MSP dan 6MSP

Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan Tecator Soxter SystemHT 1043 dan Extraction unit Apriyantono dkk (1989) sebanyak 2-3 gram sampel yang dihaluskan (W0) dimasukkan kedalam timbel lalu ditimbang dan diatasnya

ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Kemudian timbel ditempatkan kedalam thimbel holder dalam Extraction unit. Tambahkan 50 ml larutan alkohol dan chloroform dengan perbandingan 2 : 1 kedalam tiap cawan ektraksi yang telah ditimbang sebelumnya (W1).

Ekstraksi berlangsung selama 15 menit dengan timbel dalam posisi mendidih dan dalam posisi rinsing selama 30 menit. Setelah pelarut diuapkan, cawan ektraksi dikeluarkan untuk dikeringkan pada suhu 105 0C selama 30 menit. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Bagian


(49)

yang terlarut dinyatakan sebagai kandungan lemak dalam sampel (crude fat) dihitung sebagai berikut :

(W2 – W1)

Lemak = X 100 W1

2. Daya Berkecambah

Pengujian daya berkecambah dilakukan pada saat 0 MSP, 2 MSP, 4 MSP, 6 MSP, 8 MSP, 10 MSP, (sampai Patah Dormansinya), dengan berbagai perlakuan. Daya berkecambah diukur berdasarkan persentase kecambah nomal pada hari ke – 7 setelah benih dikecambahkan. Kriteria kecambah normal berdasarkan pada kriteria kecambah normal benih padi yaitu; pada akar dimana akar primer tumbuh panjang, disertai dengan banyak akar sekunder, pada plumule dimana pertumbuhan daun pertama baik, biasanya muncul dari koleoptil atau paling sedikit berukuran kira-kira seperdua panjang koleoptil atau koleoptil mungkin pecah (terbuka), sehingga daun pertama tumbuh normal atau hanya sedikit membuka Kamil (1982). Daya Berkecambah (DB) akhir dihitung berdasarkan rumus yang terdapat dalam dalam Copeland dan Mc. Donald (2001) yaitu sebagai berikut :

benih yang berkecambah normal

DB = X 100% benih yang dikecambahkan


(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap Pertama

Kajian perkembangan fisiologi biji padi serta kandungan hormon ABA dan IAA selama perkembangan.

Berat Segar Biji (g)

Berat segar biji (g) diperoleh dari hasil penimbangan biji sebanyak 100 butir yaitu mulai dari umur 0 HSA sampai 30 HSA

Data rataan berat segar biji pada tanaman padi varietas sunggal dan ariza terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Berat Segar Biji, Berat Kering Biji, Kadar Air Biji, Kekerasan Biji, Daya Kecambah mulai dari 0 HSA (Awal Antesis) sampai 30 HSA (Panen)

Varietas Sunggal Varietas Ariza Hari Setelah Antesis (HSA) Berat Segar Biji (gr) Berat Kering Biji (gr) Kadar Air Biji (%) Kekerasan Biji (kg/cm2)

Daya Kecambah (%) Berat Segar Biji (gr) Berat Kering Biji (gr) Kadar Air Biji (%) Kekerasan Biji (kg/cm2)

Daya Kecambah

(%)

0 3.89 0.63 83.93 9.50 0.71 2.57 0.47 81.83 10.50 0.71

7 7.61 0.88 88.51 21.00 0.71 5.42 0.74 86.40 24.50 0.71

14 4.09 1.60 60.96 146.00 0.71 1.01 1.40 61.43 179.00 1.87

21 4.00 2.45 38.79 508.75 1.22 3.45 2.28 34.09 728.25 3.24

23 3.56 2.65 25.50 571.25 1.22 3.39 2.40 29.17 789.25 3.24

25 3.38 2.60 23.05 663.25 1.22 3.34 2.55 23.54 850.25 3.24

27 3.47 2.70 22.22 922.25 2.35 3.38 2.60 23.08 1065.5 3.39

28 2.94 2.30 21.74 984.75 2.35 3.17 2.50 21.2 1144.75 3.39


(51)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 7 14 21 23 25 27 28 30

Hari Setelah Anthesis (HSA)

B e ra t S e g a r B ij i (g r) Var. Sunggal Var. Ariza segar m

varietas ariza menurun menjadi 1.01, pada umur 21 HSA mulai menaik sebesar 3.45 sesuai dengan keadaan lingkungan.

Agar lebih jelas pertambahan berat segar biji (g) pada varietas sunggal dan varietas ariza mulai dari 0 HSA sampai 30 HSA dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pertambahan Berat Basah Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dan Varietas Ariza mulai dari 0-30 HSA

Pada pengamatan pertama yaitu hari ke 0 HSA, diperoleh pengukuran berat segar biji padi untuk varietas sunggal 3.89 gram dan varietas ariza 2.57 gram. Berat aksimum diperoleh untuk varietas sunggal umur 7 HSA yaitu 7.61 gram dan untuk varietas ariza umur 7 HSA yaitu 5.42 gram. Pada umur 14 HSA kondisi berat segar biji untuk varietas sunggal menurun menjadi 4.09 gram, sedangkan untuk


(52)

Donna Sinambela : Kajian Perkembangan Dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza Dan Sunggal Serta Pemecahannya, 2008

2.5 3

0.5 1 1.5 2

B

e

ra

t K

e

ri

n

g

B

ij

i

(g

r)

Var. Sunggal Var. Ariza Berat Kering Biji (g)

Berat kering biji (g) diperoleh dari hasil penimbangan berat segar biji (g)

kemudian dilanjutkan pengovenan untuk menimbang berat kering biji (g). Data rataan berat kering biji pada tanaman padi varietas sunggal dan ariza dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa pada umur 27 HSA, berat kering biji (g) untuk varietas sunggal dan ariza telah mencapai titik maksimum yang berarti biji telah mencapai fase matang fisiologis.

Agar lebih jelas pertambahan berat kering biji (g) pada varietas sunggal dan varietas ariza mulai dari 0 HSA sampai 30 HSA dapat dilihat pada Gambar 2.


(53)

Donna Sinambela : Kajian Perkembangan Dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza Dan

80 90 100

10 20 30 40 50 60 70

K

ada

r A

ir

Bi

ji

(gr)

Var. Sunggal Var. Ariza Gambar 2. Perubahan Berat Kering Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dan

Varietas Ariza dari 0-30 HSA

Kadar Air Biji (%)

Data hasil pengamatan kadar air biji dapat dilihat pada tabel 1. Kadar air biji diukur setelah kering ovenkan yang diukur dengan metode yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui rataan kadar air biji dapat dilihat pada Tabel 1.

Kadar air biji yang terendah diperoleh pada pengamatan umur 30 HSA yaitu untuk varietas sunggal 20% dan varietas ariza 20.88%, sedangkan kadar air yang tertinggi diperoleh pada pengamatan umur 7 HSA sebesar 88.51 % untuk varietas sunggal dan 86.40% untuk varietas ariza.

Agar lebih jelas kadar air biji mulai dari 0 HSA sampai 30 HSA dapat dilihat pada Gambar 3.


(54)

Donna Sinambela : Kajian Perkembangan Dan Dormansi Pada Biji Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ariza Dan Sunggal Serta Pemecahannya, 2008

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

Hari Setelah Anthesis (HSA)

(g r ) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 (% ) 6 90

Berat Segar Var. Ariza (gr) Berat Kering Var. Ariza (gr)

Kadar Air Var. Ariza (%) Daya Kecambah (%)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30

(g r ) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 (% )

Gambar 3. Perubahan Kadar Air Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dan Varietas Ariza dari 0-30 HSA

Gambar 4. Grafik Perubahan Berat Segar, Berat Kering, Kadar Air, Daya Kecambah Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dari 0-30 HSA


(55)

200 400 600 800 1000 1200

K

ek

er

as

an

Bi

ji

(k

g/

cm

2 ) 1400

Var. Sunggal Var. Ariza Gambar 5. Grafik Perubahan Berat Segar, Berat Kering, Kadar Air, Daya

Berkecanbah Pada Tanaman Padi Varietas Ariza dari 0-30 HSA

Kekerasan Biji (kg/cm2)

Kekerasan biji (kg/cm2) diperoleh dengan alat zwick. Data rataan kekerasan biji pada tanaman padi varietas sunggal dan ariza dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa pada pengamatan umur 0 HSA diperoleh kekerasan biji 9.50 kg/cm2 untuk varietas sunggal dan 10.50 kg/cm2 untuk varietas

m

ariza. Pengamatan selanjutnya sampai umur 30 HSA diperoleh kekerasan biji 1000.75 kg/cm2 untuk varietas sunggal dan 1163.25 untuk varietas ariza. Hal ini disebabkan karena tingkat kematangan biji, dimana dengan semakin matangnya biji

aka komponen – komponen biji semakin padat dan kompak dan kekompakan komponen biji tersebut mencerminkan kekerasan biji.

Agar lebih jelas perkembangan kekerasan biji (kg/cm2 ) dari 0 HSA sampai 30 HSA dapat dilihat pada Gambar 6.


(56)

Gambar 6. Perubahan Kekerasan Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal dan Varietas Ariza dari 0-30 HSA

Perkembangan benih padi dalam penelitian ini menunjukkan pola yang normal dan sesuai dengan pola perkembangan benih secara umum, yaitu terdiri dari 3 fase. (Copeland dan Mc. Donald, 2001). Fase I., fase pembelahan sel (terjadi pertambahan berat segar), fase II, akumulasi cadangan makanan atau fase menghimpun cadangan makanan (terjadi pertambahan berat kering, penurunan kadar air), fase III, fase pemasakan (terjadi penambahan kekerasan benih).

Daya Kecambah (%)

Daya berkecambah diukur berdasarkan persentase kecambah nomal pada hari ke – 7 setelah benih dikecambahkan. Data rataan daya kecambah biji padi varietas sunggal dan ariza terdapat pada Tabel 1.

Pada penelitian ini biji padi varietas sunggal sudah mulai berkecambah pada umur 21 HSA sebesar 1%, sedangkan biji padi varietas ariza sudah mulai berkecambah pada umur 14 HSA sebesar 3%. Ini membuktikan bahwa sebenarnya benih telah mampu berkecambah jauh sebelum mencapai masak fisiologi, sebagaimana dinyatakan (Copeland dan Mc Donald, 2001) telah melaporkan bahwa kedele mampu berkecambah pada kira-kira 38 hari setelah penyerbukan, sedangkan berat kering maksimumnya (masak fisiologisnya) baru dicapai pada 60-65 hari.


(57)

0 1 2 3 4 5

0 7 14 21 23 25 27 28 30

Hari Setelah Anthesis (HSA)

D

a

y

a

K

e

c

a

m

b

a

h

(%

)

Var. Sunggal Var. Ariza

Gambar 7. Perubahan Daya Berkecambah Biji Pada Tanaman Padi Varietas Sunggal Agar lebih jelas pertambahan daya berkecambah (%) pada varietas sunggal dan varietas ariza mulai dari 0 HSA sampai 30 HSA dapat dilihat pada Gambar 6.

dan Varietas Ariza dari 0-30 HSA

Ciri-Ciri Perkembangan Bunga dan Biji

Hasil pengamatan secara morfologi maupun fisiologi dari 10 stadia perkembangan biji padi dibagi ke dalam 2 stadia perkembangan bunga dan 8 stadia perkembangan biji, disajikan dalam Tabel 2,3,4,5. Kesepuluh stadia yang dihasilkan


(58)

pada penelitian ini maka dapat dibagi tiga fase (Ismunadji, dkk, 1988, Sadjad 1988, Santoso, dkk, 1990, Copeland dan Mc. Donald, 2001).

Fase pertumbuhan terjadi dari stadium 2 hingga stadium 3, fase menghimpun cadangan makanan terjadi dari stadium 4 hingga stadium 6, dan fase pemasakan terjadi dari stadium 7 hingga stadium 10. Penelitian ini menunjukkan bahwa stadium masak fisiologi dicapai pada stadium 8 umur 27 HSA. Ciri-ciri masak fisiologis biji untuk varietas sunggal adalah sebagai berikut : kulit biji berwarna kuning, berat segar ram, kulit biji semakin air biji 22.22% dan untuk varietas ariza r biji yaitu 3.38 gram, berat kering

ngeras, daya berkecambah 11%,

Paleal apiculus Kepala sari

Stamen Filamen

Palea Lemma

Kepala putik (stigma) Tangkai putik Pistil

Bakal buah/ovary biji yaitu 3.47 gram, berat kering biji tertinggi yaitu 2.70 g

mengeras, daya berkecambah 5%, kadar

adalah kulit biji berwarna kuning emas, berat sega biji tertinggi yaitu 2.60 gram kulit biji semakin me kadar air biji 23.08%.

Awn


(59)

Rachilla

Liemma steril

Glumerudimentary Penicel

Gambar 8. Bagian – bagian Bunga padi (Suyamto, 2006)

Tabel 2. Perkembangan bunga padi varietas Sunggal

Stadia perkembangan bunga (HSA) Ciri-ciri

Stadium 1 Bunga masih kuncup, perikarp berwarna hijau muda

Stadium 2 (0) Bunga sudah mekar, perikarp berwarna hijau terang, kepala sari berwarna kuning cerah. (antesis


(60)

Tabel 3. Perkembangan biji padi varietas sunggal

CIRI - CIRI Perkembangan

Biji (HSA) Morfologi Fisiologi

Stadium 3 (7) Kulit biji berwarna hijau. Berat segar biji 7.61 gram. Berat kering biji 0.88 gram

Daya berkecambah 0 %. Kadar air biji 88.51 %

Stadium 4 (14) Kulit Biji berwarna hijau gelap. Berat segar biji 4.09gram. Berat kering biji 1.60 gram

Daya berkecambah 0 %. Kadar air biji 60.96 %

Stadium 5 (21) Kulit biji berwarna hijau kekuningan. Berat segar biji

Daya berkecambah 1 %. Kadar air biji 38.379% 4.00 gram. Berat kering biji


(61)

Stadium 6 (23) Kulit biji berwarna hijau kekuningan. Berat segar biji 3.56 gram. Berat kering biji 2.65 gram

Daya berkecambah 1 %. Kadar air biji 25.50 %

Stadium 7 (25) Kulit biji berwarna kuning agak keputihan (kuning muda). Berat segar biji 3.38 gram. Berat kering biji 2.60 gram

Daya berkecambah 1 %. Kadar air biji 23.05 %

Stadium 8 (27) Kulit biji berwarna kuning. Daya berkecambah 5 %.

Berat segar biji 3.47 gram. Berat kering biji 2.70 gram

Kadar air biji 22.22 %

Stadium 9 (28) Kulit biji berwarna kuning kusam. Berat segar biji 2.94 gram. Berat kering biji 2.30 gram

Daya berkecambah 5 %. Kadar air biji 21.74 %


(62)

Stadium10 30) Kulit biji berwarna kuning kusam. Berat segar biji 3.13 gram. Berat kering biji 2.50 gram

Daya berkecambah 5 %. Kadar air biji 20.0 %

Tabel 4. Perkembangan bunga padi varietas ariza.

Stadia perkembangan bunga (HSA) Ciri-ciri

Stadium 1 Bunga masih kuncup, perikarp berwarna hijau muda keputihan

Stadium 2 (0) Bunga sudah mekar, perikarp berwarna hijau terang, kepala sari berwarna kuning cerah. (antesis)


(63)

Tabel 5. Perkembangan biji padi varietas ariza

CIRI - CIRI Perkembangan

benih (HSA) Morfologi Fisiologi

Stadium 3 (7) Kulit biji berwarna hijau terang.

Berat segar biji 5.42 gram. Berat

Daya berkecambah 0 %. Kadar air biji 86.40 % kering biji 0.74 gram

Stadium 4 (14) Kulit biji berwarna hijau. Berat

segar biji 1.01 gram. Berat kering biji 1.40 gram

Daya berkecambah 3 %. Kadar air biji 61.43 %

Stadium

gram

ah 10 %.

5 (21) Kulit biji berwarna hijau

kekuningan. Berat segar biji 3.45 gram. Berat kering biji 2.28

Daya berkecamb Kadar air biji 34.09 %


(64)

Stadium 6 (23) Kulit biji berwarna hijau kekuningan. Berat segar biji 3.39 gram. Berat kering biji 2.40 gram

Daya berkecambah 10 %. Kadar air biji 29.17 %

Stadium 7 (25) Kulit biji berwarna kuning.

Berat segar biji 3.34 gram. Berat kering biji 2.55 gram

Daya berkecambah 10 %. Kadar air biji 23.54 %

Stadium 8 (27) Kulit biji berwarna kuning emas.

Berat segar biji 3.38 gram. Berat kering biji 2.60 gram

Daya berkecambah 11 %. Kadar air biji 23.08 %

Stadium 9 (28) Perikarp berwarna kuning emas.

Berat basah benih 3.17 gram. Berat kering benih 2.50 gram

Daya berkecambah 11 %. Kadar air benih 21.20 %


(65)

Stadia 10 (30) Perikarp berwarna kuning kusam. Berat basah benih 3.15 gram. Berat kering benih 2.49 gram

Daya berkecambah 15 %. Kadar air benih 20.88 %

Proses pembungaan mencakup beberapa proses yaitu terbukanya sekam kelopak, penaburan serbuk sari oleh kepala sari, penutupan sekam kelopak. Proses pembungaan terjadi pada pagi hari atau menjelang siang hari. Antesis telah mulai bila benang sari bunga paling ujung pada tiap cabang telah tampak keluar. Antesis terdiri dari beberapa peristiwa antara membukanya dan menutupnya bunga. Tiap bunga memiliki 6 benang sari yang menopang kepala sari yang berisi tepung sari yang berwarna kuning. Bagian – bagian bunga padi terdiri atas pedicel (tangkai padi), lemma mandul, rakhilla, ovary, urat sekam, lemma, putik, palea, awn (ekor gabah) dan benang sari. Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap bunga pada malai terletak pada cabang-cabang bulir yang terdapat pada cabang primer dan sekunder. Tiap unit bunga padi terdiri dari satu bunga sehingga padi termasuk bunga monoeseus. Bunga tersebut mengadakan penyerbukan sendiri. Padi merupakan salah satu spesies dari famili Graminaceae, yang termasuk dalam monoeseus bunga, dimana bunga jantan dan betina, pada satu tanaman. Perkembangan bunga dan bagian-bagiannya diamati secara visual.


(66)

Bakal biji (ovary), dapat menjadi biji setelah mengalami pembuahan. Penyerbukan pada padi adalah penyerbukan sendiri tidak dibantu oleh serangga, umumnya ditunjukkan oleh warna bunga yang kuning.

Setelah terjadi pembuahan atau peleburan diri antara inti sperma dengan inti sel telur, menghasilkan sebuah zygot atau embrio yang kelak akan menjadi tanaman baru maka zygot itu akan beristirahat dulu beberapa waktu. Peristiwa kedua adalah penggabungan diri antara inti sperma yang lain, dengan dua inti polar, dapat menyebabkan terjadinya endosperma yang mengandung zat makanan. Setelah endosperma terbentuk, maka inti endosperm akan membelah diri berulang kali dengan cepat, kadang-kadang dapat mendesak nucellus sedemikian kuatnya sehingga nucellus akhirnya hanya tinggal sebagai selaput yang tipis di dalam biji.

Pertumbuhan embryo di dalam biji pada permulaan berjalan lamban. Setelah embrio itu menyerap zat makanan yang tertimbun di dalam endosperm maka tumbuhnya akan lebih cepat.

Beberapa faktor yang menentukan perkembangan biji sehingga buah mencapai kemasakan yaitu : jumlah bunga yang dihasilkan oleh tanaman, persentase bunga yang mengalami penyerbukan, persentase bunga yang mengalami pembuahan, persentase buah muda yang mengalami pembuahan, dan persentase buah muda yang dapat tumbuh terus hingga menjadi buah masak. Kegagalan buah muda untuk menjadi buah masak ada beberapa sebab, yaitu keadaan kantung embrio di dalam biji tidak normal, embrio, dan endosperm berhenti tumbuh, tanahnya terlalu kering atau


(1)

Lampiran 31 Deskripsi Varitas Padi Hibrida (

Ariza

- Hibrindo R – 1)

Nomor Seleksi

: 92089

Asal Perrsilangan

: F1 dari persilangan induk betina (CMS) 6

CO2 dengan induk jantan (restor) M07

Golongan

: Indica

Umur Tanaman

: 108 - 129 hari

Bentuk Tanaman

: Tegak

Tinggi Tanaman (cm)

: 84 – 118 cm

Anakan Produktif

: 5 – 13

Warna :

:

Kaki

: Hijau

Batang :

Hijau

Helai Daun

: Hijau

Telinga Daun

: Hijau


(2)

Muka Daun

: Kasar

Posisi Daun

: Semi erect

Daun Bendera

: Miring

Gabah :

Bentuk :

Ramping

Warna :

Kuning

Bobot 1000 Butir

: 21,4 – 27,4 (g)

Nasi :

Kadar Amilosa

: 15,67 – 22,03 %

Tekstur

: Pulen

Panen

:

Potensi Hasil

: 9,32 t/ha

Rata-rata Hasil

: 6,77 ton/ha GKG

Kerontokan

: Tahan

Ketahanan Terhadap

:

Rebah :

Tahan

Hama

: Peka terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3

Penyakit

: Peka terhadap hawar daur bakteri strain IV

dan VIII

Keterangan

: Cocok ditanam untuk lahan sawah irigasi

Pengusul

: PT. Sutowido Galang Pratama, Salim Group

Sumber : Deskripsi Varietas Padi UPT. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV

Dinas Pertanian Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara, Medan 2004.

Lampiran 32. Deskripsi Varitas Sunggal Padi Sawah

Nomor Seleksi : S3382-3f-1-3

Asal Perrsilangan : S487b-75/IR19961//IR19661///IR64///IR64 Golongan : Cere ( Indica)

Umur Tanaman : 115 - 125 hari Bentuk Tanaman : Tegak

Tinggi Tanaman (cm) : 99 – 110 cm Anakan Produktif : 16 – 18 malai

Warna : :

Kaki : Hijau

Batang : Hijau

Helai Daun : Hijau Telinga Daun : Putih Lidah Daun : Putih

Muka Daun : Agak kasar


(3)

Daun Bendera : Tegak

Gabah :

Bentuk : Panjang ramping

Warna : Kuning bersih

Bobot 1000 Butir : 25 – 26 gr

Nasi : Kadar Amilosa : 23 %

Panen :

Potensi Hasil : 5 – 8 ton/ha gabah kering giling (kadar air 14%) Ketahanan Terhadap :

Hama : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Penyakit : Tahan terhadap bakteri hawar daun strain III,

dan IV

Keterangan : Dapat ditanam pada musim penghujan dan musim kemarau dan cocok untuk ditanam pada lahan di bawah 600 m diatas permukaan laut Pemulia : Z.A. Simanullang, A.A. Daradjat, B. Suprihanto,

Nafizah, U. Susanto, dan N. Yunani

Teknisi : Edi Suwandi, Toyib S.M, M. Sailan, Nurul S, Maman S, Zaenal, Misbah A

Sumber : Deskripsi Varietas Padi UPT. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas Pertanian Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara, Medan 2004.

Lampiran 19. Hasil Analisis ABA (

Absisic Acid

) & IAA (

Indole Acetic Acid

) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 28 HSA

Hasil Analisis

No Jenis

Analisis

ABA IAA

Satuan

1.

Padi Sunggal – 28 HSA

36.21

12.12

ppm

2.

Padi Sunggal – 28 HSA

39.24

11.04

ppm

3.

Padi Sunggal – 28 HSA

39.27

11.09

ppm

Sumber : Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian


(4)

Lampiran 20. Hasil Analisis ABA (

Absisic Acid

) & IAA (

Indole Acetic Acid

) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 35 HSA

Hasil Analisis

No Jenis

Analisis

ABA IAA

Satuan

1.

Padi Sunggal – 35 HSA

40.51

9.55

ppm

2.

Padi Sunggal – 35 HSA

42.42

10

ppm

3.

Padi Sunggal – 35 HSA

42.95

10.1

ppm

Sumber : Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian

Lampiran 21. Hasil Analisis ABA (

Absisic Acid

) & IAA (

Indole Acetic Acid

) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 49 HSA

Hasil Analisis

No Jenis

Analisis

ABA IAA

Satuan

1.

Padi Sunggal – 49 HSA

44.06

8.11

ppm

2.

Padi Sunggal – 49 HSA

44.92

7.84

ppm

3.

Padi Sunggal – 49 HSA

44.32

7.85

ppm

Sumber : Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian

Lampiran 22. Hasil Analisis ABA (

Absisic Acid

) & IAA (

Indole Acetic Acid

) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 56 HSA

Hasil Analisis

No Jenis

Analisis

ABA IAA

Satuan

1.

Padi Sunggal – 56 HSA

49.04

4.02

ppm

2.

Padi Sunggal – 56 HSA

49.11

4.11

ppm

3.

Padi Sunggal – 56 HSA

49.72

4.06

ppm

Sumber : Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian

Lampiran 23. Hasil Analisis ABA (

Absisic Acid

) & IAA (

Indole Acetic Acid

) Pada

Sampel Padi Varietas Sunggal – 77 HSA


(5)

Hasil Analisis

No Jenis

Analisis

ABA IAA

Satuan

1.

Padi Sunggal – 77 HSA

46

8.20

ppm

2.

Padi Sunggal – 77 HSA

46.10

8.40

ppm

3.

Padi Sunggal – 77 HSA

46.20

8.60

ppm

Sumber : Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian

Lampiran 24. Hasil Analisis ABA (

Absisic Acid

) & IAA (

Indole Acetic Acid

) Pada

Sampel Padi Varietas Hibrindo R-1-28 HSA

Hasil Analisis No Jenis Analisis

ABA IAA Satuan

1. Ariza Hibrindo R-1-28 HSA 41.11 11.25 ppm

2. Ariza Hibrindo R-1-28 HSA 41.04 12.04 ppm

3. Ariza Hibrindo R-1-28 HSA 42.09 11.75 ppm

Sumber : Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian

Lampiran 25. Hasil Analisis ABA (

Absisic Acid

) & IAA (

Indole Acetic Acid

) Pada

Sampel Padi Varietas Hibrindo R-1-35 HSA

Hasil Analisis Jenis Analisis

ABA IAA Satuan

1. Ariza Hibrindo R-1-35 HSA 43.12 10.91 ppm

2. Ariza Hibrindo R-1-35 HSA 44.04 10.21 ppm

3. Ariza Hibrindo R-1-35 HSA 44.19 10 ppm

Sumber : Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian

Lampiran 26. Hasil Analisis ABA (

Absisic Acid

) & IAA (

Indole Acetic Acid

) Pada

Samprl Padi Varietas Hibrindo R-1-49 HSA

Hasil Analisis

No Jenis Analisis

ABA IAA Satuan


(6)

2. Ariza Hibrindo R-1-49 HSA 49.21 8.11 ppm

3. Ariza Hibrindo R-1-49 HSA 49.04 8.02 ppm

Sumber : Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian

Lampiran 27. Hasil Analisis ABA (

Absisic Acid

) & IAA (

Indole Acetic Acid

) Pada

Sampel Padi Varietas Hibrindo R-1-56 HSA

Hasil Analisis

No Jenis Analisis

ABA IAA Satuan

1. Padi Hibrindo R-1 – 56 HSA 53.94 5.02 ppm

2. Padi Hibrindo R-1 – 56 HSA 52.91 5.11 ppm

3. Padi Hibrindo R-1 – 56 HSA 52.54 5.06 ppm

Sumber : Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian

Lampiran 28. Hasil Analisis ABA (

Absisic Acid

) & IAA (

Indole Acetic Acid

) Pada

Sampel Padi Varietas Hibrindo R-1-77 HSA

Hasil Analisis

No Jenis Analisis

ABA IAA Satuan

1. Padi Hibrindo R-1 – 77 HSA 50.4 6.5 ppm

2. Padi Hibrindo R-1 – 77 HSA 51.1 6.4 ppm

3. Padi Hibrindo R-1 – 77 HSA 51 6.9 ppm

Sumber : Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian