Studi Kapasitas Kerja dan Susut Saat Panen Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Menggunakan Paddy Mower
STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT SAAT PANEN
PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG
MENGGUNAKAN PADDY MOWER
MOHAMMAD IKHSAN
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kapasitas Kerja
dan Susut Saat Panen Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Menggunakan
Paddy Mower adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Mohammad Ikhsan
NIM F14100088
ABSTRAK
MOHAMMAD IKHSAN. Studi Kapasitas Kerja dan Susut Saat Panen Padi
(Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Menggunakan Paddy Mower. Dibimbing oleh
GATOT PRAMUHADI.
Lahan sawah yang memiliki luasan per petak kurang dari 0.1 ha dan
berteras, tidak dapat dijangkau oleh mesin-mesin pertanian yang berukuran dan
berkapasitas besar. Mesin pemanen padi tipe sandang (paddy mower) merupakan
mesin pertanian yang dapat digunakan di lahan kecil dan berteras. Tujuan
penelitian ini adalah mengukur dan membandingkan susut saat panen dengan sabit
dan paddy mower dengan metode petak sampling. Parameter unjuk kerja lainnya
yang diukur adalah kapasitas lapang efektif (KLE) dan biaya pokok pemanenan
(BPP). Hasil pengukuran menunjukkan rata-rata susut saat panen mekanis lebih
rendah yaitu 4.25% dibandingkan dengan pemanenan manual yang mencapai
7.89%, begitu pula dengan KLE pemanenan mekanis yang lebih besar yaitu 0.041
ha/jam berbanding 0.012 ha/jam.orang pada pemanenan manual. BPP pemanenan
mekanis mencapai titik impas dengan BPP pemanenan manual yaitu sebesar
Rp520,833/ha pada luas panen 2.42 ha/tahun. Faktor-faktor tersebut dapat
dijadikan pertimbangan pemilihan metode pemanenan terutama di lahan sawah
berteras yang tidak dapat dijangkau mesin pemanen lainnya untuk mengatasi
kekurangan tenaga kerja pemanen.
Kata kunci: paddy mower, pemanenan, sabit, susut
ABSTRACT
MOHAMMAD IKHSAN. Study of Working Capacity and Paddy (Oryza sativa
L.) Harvesting Losses of Ciherang Variety Utilized Paddy Mower. Supervised by
GATOT PRAMUHADI.
Rice fields area that have less than 0.1 ha/plot and terraced, can not be
reached by agricultural machinery which has a big size and large capacity. Paddy
mower is an agricultural machine that can be used in small and terraced fields.
The objectives of this study are to measure and to compare the harvesting losses
of paddy harvesting with a sickle and paddy mower by using plot sampling
method. Other performance parameters measured were the effective field capacity
(EFC) and the cost of harvesting (CoH). The measurement results show the
average of paddy mower harvesting losses is 4.25% which is lower as compared
to sickle harvesting which reached 7.89%, as well as EFC of paddy mower
harvesting is 0.041 ha/hour which is greater than sickle harvesting (0.012
ha/hour.man). CoH of paddy mower harvesting reached the break even point
(Rp520,833/ha) with the CoH of sickle harvesting at 2.42 ha harvested area per
year. These factors can be taken into consideration in the selection of harvesting
methods mainly in terraced rice fields in order to solve lacked of labor problem.
Keywords: harvesting, losses, paddy mower, sickle
STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT SAAT PANEN
PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG
MENGGUNAKAN PADDY MOWER
MOHAMMAD IKHSAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Studi Kapasitas Kerja dan Susut Saat Panen Padi (Oryza sativa L.)
Varietas Ciherang Menggunakan Paddy Mower
Nama
: Mohammad Ikhsan
NIM
: F14100088
Disetujui oleh
Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Studi Kapasitas Kerja dan Susut Saat Panen Padi (Orya sativa L.)
Varietas Ciherang Menggunakan Paddy Mower.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr Ir Gatot Pramuhadi MSi selaku dosen pembimbing akademik
atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian
dan penyusunan skripsi ini, serta Dr Ir Rokhani Hasbullah MSi dan Ir Agus Sutejo
MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahannya. Terima
kasih kepada PT Agrindo Maju Lestari yang telah menyediakan paddy mower dan
membantu pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada keluarga, terutama almarhum papa yang telah mendidik penulis
sampai akhir hayatnya dan mama yang terus mendukung serta memberikan doa,
teman-teman TMB 47 dan keluarga pinokio yang banyak memberikan bantuan
dan semangat selama menempuh pendidikan di IPB.
Bogor, September 2014
Mohammad Ikhsan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Padi Varietas Ciherang
3
Pemanenan Padi
3
Alat dan Mesin Pemanenan
3
Kapasitas Lapang dan Biaya Pokok Pemanenan
5
Susut Saat Panen
5
METODE
5
Tempat dan Waktu
5
Alat dan Bahan
6
Prosedur Penelitian
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Kondisi Tanaman dan Lahan
11
Kapasitas Lapang dan Efisiensi Lapang Pemanenan
11
Susut Saat Panen
15
Biaya Pokok Pemanenan
17
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
DAFTAR TABEL
1 Kondisi tanaman
2 Kapasitas lapang dan efisiensi lapang pemanenan manual dan mekanis
3 Rincian biaya pokok pemanenan manual
4 Rincian biaya pokok pemanenan mekanis
5 Rincian biaya pokok perontokan
11
14
18
18
19
DAFTAR GAMBAR
1 Sabit pemanen padi
2 Bagian-bagian mesin pemanen padi tipe sandang
3 Diagram skematik prosedur penelitian
4 Petak lahan sampling untuk kontrol dan perlakuan
5 Tahapan pemanenan petak sampling kontrol
6 Sabit bergerigi
7 Analisis sudut kerja operasi paddy mower
8 Analisis kecepatan sudut pemotongan
9 Pola kerja circuitous pemanenan mekanis
10 Perbandingan susut saat panen pemanenan manual dan mekanis
11 Hasil pemotongan pemanenan mekanis
12 Bagian tanaman di luar lebar kerja yang terpotong
13 Analisis titik impas metode pemanenan mekanis terhadap pemanenan
manual
4
4
6
7
8
12
12
13
15
16
17
17
19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Spesifikasi teknik paddy mower
2 Persyaratan unjuk kerja mesin pemanen padi tipe sandang (paddy
mower) berdasarkan SNI 7600:2010
3 Gambar teknik paddy mower
4 Data pengukuran susut saat panen
23
24
25
29
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan makanan pokok di beberapa negara Asia, termasuk
Indonesia. Beras berasal dari tanaman padi (Oryza sativa L.) yang merupakan
salah satu tanaman pangan yang sangat penting di Indonesia. Indonesia
merupakan negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia dengan mayoritas
penduduknya menjadikan beras sebagai makanan pokok. Dalam rangka
memenuhi kebutuhan konsumsi beras dalam negeri yang begitu besar dan terus
meningkat, produksi beras nasional pun terus ditingkatkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Tercatat terjadi peningkatan produksi padi nasional pada
tahun 2010 yang mencapai 66.4 juta ton GKG dengan luas panen mencapai 13.25
juta hektar atau produktivitas 5.02 (ton/ha) sampai tahun 2012 yang mencapai
produksi 69 juta ton GKG atau meningkat 3.7 % (BPS 2012).
Upaya-upaya pemerintah untuk terus meningkatkan produksi beras
diantaranya adalah pencetakan lahan sawah baru, penyuluhan praktek budidaya
sawah yang baik, pemberian bantuan alat-alat / mesin budidaya dan pasca panen.
Namun upaya pemerintah tersebut memiliki halangan diantaranya konversi lahan
pertanian menjadi lahan non-pertanian seperti perumahan dan industri serta
menurunnya minat penduduk untuk menjadi tenaga pertanian.
Tenaga kerja sektor pertanian berdasarkan umur dibedakan menjadi
Generasi Muda Pertanian yang berumur (15-29 tahun) dan Bukan Generasi Muda
Pertanian yang berumur (30-60 tahun). Perkembangan jumlah tenaga kerja pada
sektor pertanian pada tahun 2007-2011 terus menurun terutama pada kelompok
umur Generasi Muda Pertanian yang mengalami penurunan per tahun rata-rata
3.18%. Bahkan perbandingan Generasi Muda dan Bukan Generasi Muda pada
tahun 2011 masing-masing sebesar 23.03% dan 76.97%. Hal ini menunjukkan
minat Generasi Muda menurun untuk bekerja di sektor pertanian (Kementrian
Pertanian 2012).
Upaya diseminasi mekanisasi pertanian sebenarnya telah lama dilakukan
untuk mengantisipasi kondisi tersebut. Mekanisasi dapat menjadi solusi tepat bagi
kelangsungan produksi pertanian secara umum. Namun sayangnya pengembangan
teknologi pertanian terutama di bidang mekanisasi pertanian belum dapat
menyentuh petani-petani padi sawah Indonesia yang mayoritas merupakan petani
yang kepemilikan lahannya kecil (kurang dari 0.2 ha). Ketidakmampuan petani
menjangkau teknologi pertanian tersebut disebabkan mahalnya alat-alat dan mesin
pertanian yang mayoritas merupakan alat dan mesin pertanian berkapasitas besar
dan diperuntukkan bagi pertanian yang berskala industri.
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut menyebabkan diperlukannya
intensifikasi pertanian untuk pertanian padi sawah skala kecil yang merupakan
mayoritas pelaku pertanian padi sawah di Indonesia. Penerapan mekanisasi
pertanian harus dilakukan secara menyeluruh terutama pada kegiatan budidaya
yang memerlukan banyak tenaga kerja (padat karya). Hal tersebut dilakukan untuk
mengisi kekurangan tenaga kerja disamping untuk meningkatkan hasil dengan
menekan susut panen dan meningkatkan produktivitas gabah kering panen (GKP).
2
Pemanenan adalah salah satu kegiatan budidaya pertanian padi sawah yang
memerlukan banyak tenaga kerja dan merupakan salah satu kegiatan yang
menyebabkan susut produksi. Penggunaan mesin pemanen seperti rice combine
harvester dan paddy reaper telah dapat menurunkan susut pemanenan. Namun
penyerapan teknologi pertanian dalam bidang pemanenan padi sulit dilakukan,
menurut Pramudya (1996) hal ini disebabkan oleh karakteristik petani di
Indonesia yang khas yaitu : mempunyai lahan yang sempit dan berteras, lemah
dalam penyediaan modal, dan mempunyai tingkat pendidikan dan keterampilan
rendah.
Mesin pemanen padi tipe sandang (paddy mower) adalah salah satu
alternatif solusi penerapan mekanisasi selektif yang dapat diterapkan. Teknologi
pada mesin ini cukup sederhana dalam penggunaan dan perawatan serta relatif
lebih murah dibandingkan dengan mesin pemanen lain. Ukuran dan bentuk mesin
yang kecil dan ringan membuat mesin ini cocok digunakan di sawah yang sempit
dan berteras yang tidak dapat dijangkau oleh mesin pemanen lainnya seperti rice
combine harvester dan paddy reaper.
Perumusan Masalah
Pemanenan padi di areal lahan sawah skala kecil, dapat dilakukan secara
manual menggunakan sabit bergerigi dan secara mekanis menggunakan paddy
mower, oleh karena itu perlu dikaji, diteliti, dan dibandingkan hasil unjuk kerja
kedua metode tersebut, yaitu kapasitas lapang efektif pemanenan yang dinyatakan
dalam (ha/jam) untuk pemanenan mekanis dan (ha/jam.orang) untuk pemanenan
manual, efisiensi lapang pemanenan (%), susut saat panen (%), dan biaya pokok
pemanenan (Rp/ha).
Pemanenan padi menggunakan sabit dan paddy mower merupakan metode
pemanenan yang memisahkan operasi pemotongan malai dan perontokan gabah.
Hal tersebut memungkinkan untuk mengukur kapasitas kerja dan susut pada
masing-masing operasi secara terpisah. Pada penelitian ini, susut yang diukur
adalah pada susut saat pemotongan malai padi (susut saat panen) baik pada
pemanenan manual menggunakan sabit bergerigi, maupun pemanenan mekanis
menggunakan paddy mower. Pengukuran dan pembandingan kapasitas kerja dan
susut hanya dilakukan saat operasi pemotongan padi, hal ini bertujuan untuk
menganalisis secara khusus kinerja pemotongan dari kedua metode pemanenan
karena operasi perontokkan dilakukan dengan cara yang sama yaitu dengan
manual (gebot).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah :
1. Menganalisis pemanenan secara mekanis menggunakan paddy mower
serta pemanenan manual menggunakan sabit bergerigi pada saat operasi
pemotongan yang meliputi kapasitas lapang efektif pemanenan (KLE),
susut saat panen serta analisis biaya pokok pemanenan.
2. Membandingkan hasil analisis pemanenan mekanis menggunakan paddy
mower dan pemanenan manual menggunakan sabit bergerigi.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Padi Varietas Ciherang
Padi (Oryza sativa L.) jenis ciherang merupakan salah satu varietas unggul
tanaman padi yang dikembangkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Varietas ini merupakan hasil persilangan varietas IR 64 dengan varietas/galur lain
sehingga memiliki sifat-sifat yang disukai petani dan masyarakat seperti tekstur
nasi yang pulen, tingkat kerontokan sedang, dan berumur relatif pendek yakni
116-125 hari. Varietas yang dikeluarkan pada tahun 2000 ini memiliki anakan
produktif 14-17 batang dengan tinggi tanaman 107-115 cm. Padi varietas ciherang
cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500
mdpl (Litbang Deptan 2014).
Pemanenan Padi
Kegiatan pemanenan padi merupakan kegiatan yang dilakukan di lahan
(on farm) yang bertujuan untuk mengambil hasil pertanian. Pemanenan padi
biasanya dipanen bersama malainya untuk kemudian dirontokan atau pelepasan
butir-butir gabah dari malainya. Penentuan umur panen dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu dengan pengamatan visual dan pengamatan teoritis. Secara visual
dapat dilihat kenampakan padi pada hamparan sawah. Umur panen optimal padi
dicapai setelah 90% sampai 95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna
kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi demikian dapat
menghasilkan gabah yang berkualitas sangat baik, dengan kandungan butir hijau
dan butir mengapur rendah. Padi yang panen dengan kondisi optimum juga
menghasilkan rendemen giling tinggi. Penentuan umur optimum berdasarkan
pengamatan teoritis dilakukan dengan menghitung umur tanaman berdasarkan
hari setelah berbunga (hsb), yaitu sekitar 30 sampai 35 hsb atau umur tanaman
berdasarkan hari saat tanam (hst), yaitu 135 sampai 140 hst. Selain itu dapat juga
diukur berdasarkan kadar air gabah. Kadar air gabah optimum pemanenan
mencapai 22 sampai 23 % pada musim kemarau dan 24 sampai 26% pada musim
hujan (Sulistiadji 2007).
Alat dan Mesin Pemanenan
Pada umumnya di Indonesia pemanenan masih menggunakan metode
tradisional atau manual. Menurut Sulistiadji (2007) ada 3 cara panen padi di
Indonesia yakni secara tradisional (ani-ani), secara manual (pemanenan dengan
sabit dan perontokan menggunakan gebot), dan pemanenan mekanis. Kegiatan
perontokan dilakukan setelah kegiatan pemotongan, penumpukan, dan
pengumpulan padi. Seperti halnya pemanenan, kegiatan perontokan dilakukan
secara manual dan mekanis. Perontokan secara manual dengan cara dibanting
(gebot) menghasilkan susut yang relatif besar, kualitas mutu gabah yang rendah,
dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak sedangkan penggunaan mesin
perontok mampu meningkatkan efisiensi kerja dan kapasitas kerja, kualitas mutu
gabah yang baik, dan susut yang lebih rendah.
4
Alat Panen Sabit
Sabit merupakan alat panen manual yang masih digunakan secara umum
oleh petani di Indonesia. Terdapat dua jenis sabit, yaitu sabit biasa seperti yang
disajikan pada Gambar 1 dan sabit bergerigi. Pada umumnya kedua sabit ini
digunakan untuk memotong padi varietas unggul baru berpostur pendek seperti
IR-64 dan Cisadane. Pemotongan padi dengan sabit dilakukan dengan cara
memotong bagian atas, tengah, dan bawah. Hal ini disesuaikan dengan cara
perontokannya. Pemotongan dengan cara memotong bagian bawah dilakukan
apabila perontokan dibanting atau digebot dan menggunakan pedal thresher
sedangkan pemotongan atas biasanya menggunakan perontokan power thresher
(Sulistiadji 2007). Penggunaan sabit bergerigi dapat menurunkan susut panen
sebesar 1 sampai 2 % lebih rendah dari pada susut panen menggunakan sabit jenis
biasa (Suismono et al. 1990).
Gambar 1 Sabit pemanen padi (Sulistiadji 2007)
Mesin Pemanen Padi Tipe Sandang (Paddy Mower)
Menurut SNI 7600:2010, mesin pemanen padi tipe sandang atau paddy
mower adalah mesin yang memotong batang padi dan meletakkan hasil
potongannya ke bagian samping arah kiri jalannya operator yang
pengoperasiannya disandang di bagian pinggang kanan operator. Pemotongan
menggunakan pisau berputar yang digerakkan oleh motor bensin, bagian-bagian
paddy mower lainnya dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil potongan paddy mower
berupa kumpulan malai-malai padi yang tersusun dan siap untuk dirontokkan.
Gambar 2 Bagian-bagian mesin pemanen padi tipe sandang (GTI 2008)
5
Kapasitas Lapang dan Biaya Pokok Pemanenan
Dalam pengukuran kinerja suatu alat atau mesin pertanian (on farm),
kapasitas lapang adalah salah satu parameter penting yang menunjukkan
kemampuan kerja suatu alat untuk menyelesasikan pekerjaannya dalam suatu
luasan lahan dalam satuan waktu tertentu. Menurut Daywin et al. (1992) ada dua
jenis kapasitas lapang yang biasa digunakan dalam pertanian, yaitu kapasitas
lapang teoritis (KLT) dan kapasitas lapang efektif (KLE). Kedua jenis kapasitas
lapang ini dinyatakan dalam satuan ha/jam. KLT adalah kemampuan kerja suatu
alat di dalam suatu bidang tanah dengan lebar kerja 100% tanpa waktu belok atau
waku tidak efektif lainnya (Srivastava et. al 1993). KLE merupakan kemampuan
kerja mesin di lapang untuk menyelesaikan pekerjaan pada suatu bidang tanah
dalam waktu total tertentu. Perbandingan keduanya dapat dihitung sebagai
efisiensi lapang (ELP).
Biaya pokok pemanenan dapat dinyatakan dalam basis tahunan (annual),
jam (hourly), dan luasan (per-hectare basis). Biaya pokok pemanenan terdiri dari
biaya kepemilikan alat/mesin (ownership cost) atau biaya tetap (fixed cost). Besar
dari biaya tetap (Rp/tahun) tidak bergantung kepada jumlah mesin yang
digunakan. Sebaliknya, biaya operasi atau variable cost (Rp/jam) bergantung
kepada jam kerja dan jumlah mesin yang digunakan (Srivastava et. al 1996).
Susut Saat Panen
Susut saat panen panen atau kehilangan pada saat panen adalah banyaknya
butir gabah yang tercecer akibat perlakuan saat panen oleh tenaga pemanenan dan
peralatan panen yang digunakan. Susut panen dapat diketahui dengan menghitung
atau membandingkan antara petak kontrol yang dipanen secara hati-hati dengan
petak perlakuan yang dipanen oleh tenaga pemanenan seperti layaknya memanen
padi (Suismono et al. 1990). Menurut Hasbi (2012), kehilangan hasil terbesar
terjadi pada kegiatan pemanenan (susut saat panen) dan perontokan. Menurut
Nugraha 2009, terdapat tiga macam cara untuk mengukur susut saat panen,
diantaranya adalah:
1. Metode membandingkan produksi gabah yang diperoleh antara petak
kontrol dengan petak perlakuan yang berukuran sama.
2. Metode membandingkan produksi gabah yang diperoleh antara petak
kontrol dengan perlakuan. Pada metode ini petak kontrol berukuran 1 m x
1 m sebanyak lima petak yang terletak di sekeliling petak perlakuan yang
berukuran 2.5 m x 2.5 m.
3. Metode pengukuran susut panen dengan menggunakan metode 9 papan.
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor dan lahan padi sawah di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor
6
Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Januari 2014 hingga April 2014.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sabit bergerigi
dan paddy mower dengan spesifikasi teknik terlampir pada Lampiran 1. Pengujian
alat merujuk kepada beberapa parameter uji yang terdapat dalam SNI 7600:2010
(Lampiran 2), alat-alat pendukung yang diperlukan adalah alat-alat ukur yang
terdiri dari : stopwatch, instrumen pengukur putaran (tachometer), instrumen
pengukur kadar air biji-bijian (grain moisture tester), timbangan kasar, timbangan
halus, gelas ukur, mistar ukur, dan roll meter. Adapun bahan yang diperlukan
dalam penelitian ini adalah bahan bakar bensin campur dan petak lahan sawah
siap panen.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan pemanenan, yaitu pemanenan
mekanis dengan menggunakan paddy mower dan pemanenan manual dengan
menggunakan sabit bergerigi. Parameter yang diamati diantaranya adalah
kapasitas lapang efektif (KLE) dan kapasitas lapang toritis (KLT) pemanenan
mekanis (ha/jam), KLE dan KLT pemanenan manual (ha/jam.orang), efisiensi
lapang pemanenan (ELP) (%), susut saat panen (%), dan biaya pokok pemanenan
(BPP) (Rp/ha). Masing-masing parameter diukur sebanyak tiga kali ulangan.
Diagram skematik pengambilan data disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram skematik prosedur penelitian
7
Pengamatan Kondisi Tanaman
Pengamatan kondisi tanaman dilakukan untuk menentukan waktu
pelaksanaan panen dan pemenuhan kriteria pengujian. Pengamatan yang
dilakukan diantaranya adalah varietas, umur tanaman padi kadar air gabah, tinggi
tanaman, panjang malai, jarak tanam, jarak baris, kerapatan (jumlah rumpun
dalam luasan sampling), dan jumlah tanaman per rumpun. Pengukuran tinggi
tanaman, panjang malai, jarak tanam, jarak baris dilakukan secara acak sebanyak
lima kali ulangan sedangkan untuk kerapatan dan jumlah tanaman per rumpun
dilakukan di setiap petak sampling sebanyak lima kali ulangan.
Pengukuran Susut Saat Panen
Menurut Alizadeh dan Allameh (2013), susut terjadi secara alami sebelum
pemanenan selain disebabkan faktor mekanis dan fisik pada saat pemanenan. Pada
metode pemanenan tidak langsung (indirect harvesting), yaitu metode yang
memisahkan operasi pemotongan malai dan perontokan gabah, maka
dimungkinkan untuk mengukur susut pada masing-masing operasi tersebut secara
terpisah.
Susut yang diukur pada penelitian ini adalah susut yang disebabkan oleh
kegiatan pemotongan baik pada pemanenan manual maupun pemanenan mekanis
dengan metode perbandingan produktivitas GKP pada petak kontrol dan
perlakuan. Lahan yang diperlukan dalam pengujian ini adalah lahan yang
memiliki kondisi lahan kering dan permukaan lahan datar. Lahan sampling
kontrol (Ao) dan perlakuan (At) berukuran (2 x 2) m2 seperti yang dapat dilihat
pada Gambar 4. Pengukuran susut dengan metode petak sampling memerlukan
kondisi tanaman yang seragam pada tiap petaknya serta memperhatikan jumlah
rumpun setiap petak (Nugraha 2009). Pemanenan pada petak kontrol dilakukan
secara hati-hati untuk menghindari gabah yang tercecer dengan cara memberikan
plastik pembungkus pada setiap malai sebelum pemanenan (Gambar 5),
sedangkan pada petak perlakuan pemanenan dilakukan sesuai dengan metode
pemanenan setempat yaitu menggunakan sabit bergerigi dan mekanis
menggunakan paddy mower (Suismono et al. 1990). Perontokan hasil panen pada
petak kontrol dan perlakuan dilakukan secara teliti untuk menghindari kehilangan
hasil selama perontokan.
Gambar 4 Petak lahan sampling untuk kontrol dan perlakuan
8
Gambar 5 Tahapan pemanenan petak sampling kontrol (Hindiani 2013)
Agar dapat membandingkan susut pemanenan secara manual dan mekanis
maka diperlukan kondisi kadar air GKP yang sama. Bobot GKP kontrol dan
perlakuan pada kadar air aktual (Wi) akan dikonversi menjadi bobot GKP kontrol
dan perlakuan pada kadar air 14% (Wf) yang dihitung dengan menggunakan
Persamaan 1. Kadar air gabah aktual merupakan kadar air gabah setelah gabah
dipanen. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan pengukur kadar air
digital (grain moisture tester). Selanjutnya, susut saat panen akan dihitung
berdasarkan persamaan 2.
.........................................................................(1)
Keterangan :
Wf
: berat gabah pada kadar air 14% (kg)
KA aktual : kadar air aktual GKP (%)
KA aktual : kadar air standar (14 %)
Wi
: berat gabah aktual (kg)
Kehilangan hasil saat panen (SP) =
..................................(2)
Keterangan :
SP
: susut saat panen (%)
Xs
: produktivitas GKP kontrol (ton/ha)
Xa
: produktivitas GKP perlakuan (ton/ha)
Pengukuran susut saat panen pada masing-masing metode pemanen
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Pengambilan data produktivitas GKP
sampling kontrol dilakukan sebanyak satu kali untuk setiap ulangan pengambilan
data produktivitas GKP sampling perlakuan yang dipanen pada hari yang sama
untuk meminimalisasi susut akibat perbedaan umur panen dari petak perlakuan
dan kontrol. Kuantitas dan kualitas hasil kegiatan pemanenan sangat bergantung
kepada waktu, kehilangan hasil optimum yang diakibatkan oleh ketidaktepatan
waktu pemanenan disebut sebagai timeliness losses. Menurut Kastens (1997),
besarnya timeliness losses sangat tergantung kepada jenis tanaman, lokasi dan
waktu sehingga tidak terdapat persamaan umum untuk menentukkan besarnya
kehilangan hasil panen. Oleh karena itu perbedaan waktu pemanenan, lokasi, dan
jenis tanaman dapat mengakibatkan perbedaan nilai susut yang terukur.
9
Pengukuran KLE, KLT dan ELP Pemanenan Mekanis dan Manual
Kapasitas lapang efektif pemanenan dinyatakan dalam ha/jam, diperoleh
dengan mengukur waktu lapang total dan luas panen. Luas lahan yang digunakan
untuk melakukan pengukuran kapasitas lapang adalah lahan aktual berukuran 10 x
10 m. Pengukuran KLE dilakukan pada saat operasi pemotongan malai padi,
kegiatan pengumpulan dan perontokan dilakukan oleh tenaga lain dan tidak
dianalisis secara khusus pada penelitian ini.
Perhitungan KLE menggunakan persamaan 3 untuk paddy mower dan
persamaan 4 untuk pemanenan menggunakan sabit dengan (La) sebagai jumlah
tenaga panen.Waktu lapang total dihitung berdasarkan lamanya waktu selama
pemanenan manual dan mekanis untuk menghitung KLE, sedangkan waktu panen
efektif diukur saat pemotongan malai padi dilakukan menggunakan sabit dan
digunakan untuk menghitung KLT pemanenan manual. KLT pemanenan mekanis
dihitung dengan menggunakan persamaan 6. Nilai KLE dan KLT dari masingmasing metode pemanenan tersebut akan menentukkan efisiensi lapang
pemanenan pemanenan manual (ELPs) seperti pada persamaan 7 dan 8.
.......................................................................................... (3)
................................................................................. (4)
................................................................................(5)
............................................................................ (6)
.......................................................................... (7)
....................................................................... (8)
Keterangan:
KLE
: Kapasitas Lapang Efektif pemanenan mekanis (ha/jam)
KLT
: Kapasitas Lapang Teoritis pemanenan mekanis (ha/jam)
KLES : Kapasitas Lapang Efektif (waktu lapang total) pemanenan manual
(ha/jam.orang)
KLTS : Kapasitas Lapang Efektif (waktu efektif) pemanenan manual
(ha/jam.orang)
Aa
: luasan lahan aktual (ha)
Te
: waktu efektif pemanenan (jam)
Tt
: waktu lapang total (jam)
La
: jumlah tenaga panen (orang)
l
: lebar kerja (m)
v
: kecepatan teoritis (m/detik)
ELP
: efisiensi lapang pemanenan mekanis (%)
Biaya Pemanenan
Biaya tetap dalam Rp/tahun diperoleh dari penjumlahan biaya penyusutan
dalam Rp/tahun dan biaya bunga modal dalam Rp/tahun dengan mengetahui
tingkat bunga modal harga awal mesin, harga akhir mesin, dan umur ekonomis
mesin, seperti pada persamaan 10, 11, dan 12. Biaya tidak tetap dalam Rp/jam
diperoleh dari penjumlahan biaya konsumsi bahan bakar, upah operator atau
tenaga kerja seperti pada persamaan 13, 14, 15 dan 16. Biaya total (B) dalam
10
Rp/jam diperoleh dari penjumlahan dari biaya tetap (BT) dan biaya tidak tetap
(BTT). Perhitungan biaya total menggunakan persamaan 17.
-
BT
............................................................................................. (10)
.........................................................................................(11)
......................................................................................(12)
..............................................................................(13)
...........................................................................................(14)
..............................................................................(15)
........................................................................................... (16)
.................................................................................. (17)
.........................................................................................(18)
.....................................................................................(19)
BPPs
Keterangan :
D
: biaya penyusutan (Rp/tahun)
P
: harga awal mesin (Rp)
S
: harga akhir mesin (Rp)
N
: umur ekonomis mesin (tahun)
I
: biaya bunga modal (Rp/tahun)
i
: bunga modal (%)
BT
: biaya tetap (Rp/tahun)
BTT
: biaya tidak tetap (Rp)
BB
: biaya bahan bakar / bensin campur (Rp/jam)
FC
: konsumsi bahan bakar (liter/jam)
FV
: volume bahan bakar terpakai (liter)
Tp
: waktu lapang total (jam)
HBB
: harga bahan bakar (Rp/L)
BO
: biaya upah operator (Rp/jam)
U
: upah operator (Rp/hari)
JK
: jam kerja/hari (jam/hari)
B
: biaya total (Rp/jam)
W
: upah tenaga panen Rp/ha/orang)
BPP
: biaya pokok pemanenan (Rp/ha)
BPPs : biaya pokok pemanenan (Rp/ha)
KLE
: kapasitas lapang efektif pemanenan mekanis (ha/jam)
KLEs : kapasitas lapang efektif pemanenan manuak (ha/jam.orang)
X
: perkiraan jam kerja per tahun (jam/tahun)
Perhitungan biaya pokok pemanenan mekanis (BPP) dalam Rp/ha diperoleh
dengan menghitung biaya total dan mengetahui KLE, persamaan yang digunakan
yaitu persamaan 18. Biaya pokok pemanenan manual dihitung berdasarkan upah
tenaga panen dan KLE pemanenan manual seperti pada persamaan 19.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Tanaman dan Lahan
Varietas yang ditanam pada lahan lokasi penelitan adalah padi varietas
ciherang dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 6:1 (50 x 25 x 20 cm)
atau terdapat enam baris tanaman (jarak tanam 25 cm) diselingi satu baris kosong
dengan lebar dua kali jarak tanam (50 cm) dan jarak tanam pada baris memanjang
sebesar 20 cm. Metode penanaman bibit padi yang dilakukan di Kelurahan Situ
Gede masih dilakukan secara manual, sehingga masih terdapat jarak tanam padi
yang tidak seragam atau tidak berada dalam barisan yang lurus. Hal tersebut dapat
mengakibatkan operator kesulitan dalam melakukan pemanenan. Data mengenai
kondisi tanaman selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kondisi tanaman
Parameter
Tinggi tanaman
Panjang malai
Jarak tanam
Jarak baris
Kerapatan
Jumlah tanaman/rumpun
Kadar air gabah
Satuan
cm
cm
cm
cm
rumpun/m2
%
Nilai
96.4
23
25/20
50
40
21
24
Kondisi lahan pada saat pemanenan cukup kering dengan bagian pinggir
lahan tanah masih lembek. Namun, kondisi tersebut tidak terlalu mempengaruhi
kinerja pemanenan karena tanah yang lembek tidak dilewati oleh operator.
Kondisi lahan sangat mempengaruhi kerja operator dalam mengoperasikan paddy
mower. Kondisi lahan yang lembek dapat menghambat pergerakan operator
sehingga kapasitas lapang efektif pemanenan akan menurun dan mempengaruhi
susut pemanenan. Kadar air gabah yang terukur saat akan dilakukan pemanenan
adalah 24%.
Kapasitas Lapang dan Efisiensi Lapang Pemanenan
Pemanenan padi di Kelurahan Situ Gede, Kota Bogor, dilakukan dengan
memotong rumpun padi dengan jarak 5-10 cm dari permukaan tanah. Hal tersebut
dilakukan karena kegiatan perontokan gabah masih dilakukan dengan cara manual
yaitu gebot.
Pemotongan malai padi dengan menggunakan sabit bergerigi dilakukan
tanpa memberikan ayunan pada sabit. Pemanen memegang rumpun padi dengan
tangan kiri di atas tempat irisan kemudian menggesekan sabit bergerigi untuk
memotong rumpun padi. Pemanen biasanya melakukan dua kali pemotongan
rumpun padi sebelum menyimpannya dan beralih ke rumpun padi selanjutnya.
Sabit bergerigi yang digunakan mempunyai panjang total sebesar 320 mm,
diameter gagang 30 mm, panjang kepala sabit 160 mm dan kerapatan gerigi 16
gerigi per inchi. Gambar sabit bergerigi yang digunakan dapat dlihat pada Gambar
6.
12
Gambar 6 Sabit bergerigi
Pada pemanenan mekanis menggunakan paddy mower dilakukan dengan
cara mengayunkan pisau pemotong secara teratur pada lebar kerja sepanjang 1 m.
Lintasan yang ditempuh oleh pisau pemotong berupa busur (arc) 60.5o dengan
jari-jari 998.5 mm seperti yang disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Kecepatan sudut pemotongannya adalah 0.528 - 0.660 rad/s.
Gambar 7 Analisis sudut kerja operasi paddy mower
13
Gambar 8 Analisis kecepatan sudut pemotongan
Mesin pemanen padi ini dioperasikan pada kisaran kecepatan putar pisau
5700-6000 rpm dengan arah putaran pisau berlawanan jarum jam (counterclockwise) digerakan oleh motor bensin 2 tak 42.7 cc berpendingin udara dengan
daya maksimum 1.25 kW pada 6500 rpm. Pisau yang digunakan adalah pisau
bergerigi dengan diameter total 25.5 mm dan tebal 1.5 mm. Spesifikasi dan
gambar teknik paddy mower secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1 dan
Lampiran 3.
Hasil unjuk kerja pemanenan mekanis dan manual dapat dilihat pada Tabel
2. Pada pemanenan manual, alat yang digunakan adalah sabit bergerigi dengan
kapasitas lapang efektif (KLE) pemanenan manual yang terukur sebesar 0.012
ha/jam.orang dengan efisiensi lapang mencapai rata-rata 87.1%, nilai tersebut
tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Departemen Pertanian dan
UGM (1987) dalam Suismono (1990) yakni kapasitas panen dengan sabit
bergirigi yang mencapai 87-98 jam/ha atau 0.010-0.011 ha/jam. Efisiensi lapang
pemanenan (ELP) manual dipengaruhi oleh waktu efektif pemanenan dan waktu
tidak efektif pemanenan yang diperlukan oleh tenaga pemanen untuk memanen
padi pada luasan tertentu, sedangkan pada pemanenan mekanis efisiensi lapang
pemanenan dihitung berdasarkan perbandingan kapasitas lapang efektif (KLE)
pemanenan terhadap kapasitas lapang teoritis (KLT).
Kapasitas lapang efektif pemanenan mekanis pada penelitian ini sebesar
0.041 ha/jam dengan efisiensi lapang pemanenan rata-rata mencapai 91.35%.
Nilai KLE yang didapat tidak jauh berbeda dengan KLE minimum yang
disyaratkan pada SNI 7600:2010 yaitu sebesar 0.04 ha/jam dengan ELP minimum
90%. Besarnya kapasitas lapang pemanenan mekanis sangat dipengaruhi oleh
lebar kerja dan kecepatan kerja.
14
Tabel 2 Kapasitas lapang dan efisiensi lapang pemanenan manual dan mekanis
Manual
(ha)
0.01
0.01
0.01
Waktu
Lapang
Total
(jam)
0.909
0.714
1.000
Mekanis
0.01
0.01
0.01
0.248
0.243
0.240
Luas
lahan
Waktu
Efektif
(jam)
0.769
0.667
0.833
rata-rata
rata-rata
KLT
KLE
(ha/jam.orang) (ha/jam.orang)
0.013
0.011
0.015
0.014
0.012
0.010
0.013
0.012
0.045
0.045
0.045
0.045
0.040
0.041
0.042
0.041
ELP
(%)
84.6
93.4
83.3
87.1
89.6
91.1
93.3
91.3
Keterangan :
KLT : Kapasitas Lapang Teoritis
KLE : Kapasitas Lapang Efektif
ELP : Efisiensi Lapang Pemanenan
Kecepatan maju (v) = 0.125 m/detik
Lebar kerja (l)
= 1 meter
Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) = v x l x 0.36
= 0.125 m/detik x 1 m x 0.36
= 0.045 ha/jam
Pola kerja pemanenan mekanis menggunakan pola circuitous seperti yang
disajikan pada Gambar 9. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu tidak
efektif pemanenan karena arah rebahan padi yang satu arah (arah kiri). Pada saat
operasi, operator memanen padi dengan cara menyusuri pinggir lahan untuk
kemudian memutari lahan sampai ke tengah. Oleh karena itu, pada saat
pengoperasian terdapat waktu belok yang termasuk kedalam waktu tidak efektif.
Adapun waktu tidak efektif lainnya yang terjadi di lahan adalah waktu istirahat
operator dan waktu penyetelan atau pengisian bahan bakar. Pola kerja pemanenan
manual berbeda dengan pemanenan mekanis. Pada umumnya, tenaga tebang akan
menebang terlebih dahulu suatu luasan pada lahan yang akan dipanen sebagai
tempat untuk mengumpulkan hasil penebangan dan untuk merontokkan.
Pemanenan selanjutnya dilakukan dengan pola tidak beraturan. Pola kerja yang
tidak beraturan tersebut menjadi salah satu faktor kapasitas lapang dan efisiensi
lapang pemanenan manual lebih rendah dibandingkan pemanenan mekanis yang
memiliki pola kerja yang teratur dan kontinu.
15
Gambar 9 Pola kerja circuitous pemanenan mekanis
Menurut Sulistiadji (2007), terdapat dua pilihan
lebar kerja pada
pemanenan mekanis menggunakan paddy mower, yaitu lebar kerja 3 baris (75 cm)
dan lebar kerja 4 baris (100 cm). Pada penggunaan lebar kerja 4 baris, kapasitas
lapang pemanenan dapat mencapai 0.057 ha/jam dengan kecepatan kerja
mencapai 9.07 m/menit atau 0.152 m/detik. Pada penelitian ini, kecepatan kerja
yang terukur adalah 0.125 m/detik, oleh karena itu peningkatan KLE pemanenan
mekanis masih dapat dilakukan dengan cara meningkatkan keterampilan operator
untuk mencapai KLE maksimum 0.057 ha/jam. Nilai KLE maksimum tersebut
sangat berarti untuk mengatasi kekurangan tenaga pemanen dan mengurangi biaya
pokok pemanenan. Pemanenan mekanis dengan KLE maksimum 0.057 ha/jam,
dapat menurunkan biaya pokok pemanenan sebesar 18% menjadi Rp452,448/ha
dan memperpendek hari panen yang dibutuhkan menjadi 2 hari panen/musim pada
lahan dengan luasan 1 ha.
Susut Saat Panen
Pada pemanenan manual, alat yang biasa digunakan adalah sabit bergerigi.
Menurut Suismono et. al. (1990), penggunaan sabit bergerigi telah diketahui dapat
menurunkan susut pemanenan sebesar 1 sampai 2% menjadi 8.89%. Nilai susut
saat panen kedua metode pemanenan dapat dilihat pada Gambar 10 dan Lampiran
3. Secara umum, rata-rata susut dari pemanenan manual masih lebih besar
dibandingkan pemanenan mekanis, masing-masing sebesar 7.89% dan 4.25%.
Namun nilai susut saat panen mekanis menggunakan paddy mower masih lebih
tinggi dibandingkan dengan persyaratan mutu pada SNI 7600:2010 yang
mensyaratkan nilai susut lebih rendah dari 1.2 % (Lampiran2), sedangkan
menurut Sulistiadji (2007), nilai kehilangan hasil pemanenan atau susut saat
panen mekanis menggunakan paddy mower sebesar 0.35%. Perbedaan nilai susut
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya perbedaan kondisi tanaman
pada saat pemanenan, jarak tanam yang kurang sesuai, kemampuan operator, dan
perbedaan metode pengukuran susut pemanenan. Kedua hasil susut panen tersebut
16
diukur menggunakan metode 9 papan, sedangkan pada penelitian ini susut diukur
dengan membandingkan produktivitas pada petak perlakuan dan petak kontrol.
Pengukuran susut dengan menggunkan metode 9 papan selalu
menghasilkan nilai susut yang jauh lebih rendah dari metode perbandingan petak
kontrol dan perlakuan. Namun masing-masing metode tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan. Kelebihan metode 9 papan diantaranya menghindari
bias dalam pengukuran petakan maupun dalam pemilihan keseragaman kesuburan
tanaman, tidak akan terjadi angka negatif karena perbedaan produksi antara petak
kontrol dan petak perlakuan. Namun metode 9 papan membatasi gerak para
pemanen dan pengaruh metodologi tersebut memaksa para pemanen
melakasanakan pemanenan secara sangat hati-hati, sedangkan secara realita di
lapangan, perilaku para pemanen merupakan penyebab kehilangan hasil yang
terbesar sehingga metode 9 papan ini belum tepat digunakan untuk memprediksi
kekurangan hasil panen nasional. Di lain pihak, metode pembandingan memiliki
kekurangan diantaranya masalah ketidakseragaman areal tanaman yang menjadi
sampling, faktor ketepatan dalam plotting dan faktor psikologis tenaga pemanen.
Namun hal ini dapat dihindari dengan cara pemilihan kondisi tanaman yang
seragam, teknik sampling yang tepat dan tidak memengaruhi perilaku pemanen
(Nugraha 2009).
9.00
8.00
8.24
7.89
7.21
Susut Panen (%)
7.00
6.00
5.00
4.39
4.22
4.14
4.00
Susut saat panen manual
3.00
Susut saat panen mekanis
2.00
1.00
0.00
1
2
Ulangan
3
Gambar 10 Perbandingan susut saat panen pemanenan manual dan mekanis
Produktivitas pemanenan hanya mencapai 2.2 ton/ha. Rendahnya
produktivitas disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi cuaca yang
tidak mendukung, hama dan penyakit tanaman. Pada produktivitas tersebut, losses
yang terjadi akibat pemanenan manual mencapai 171.6 kg/ha dan 93.5 kg/ha
untuk pemanenan mekanis, sedangkan pada produktivitas normal yang mencapai
5 ton/ha, losses yang dihasilkan oleh pemanenan manual dan mekanis masingmasing sebesar 390kg/ha dan 212.5 kg/ha.
Hasil pemanenan mekanis oleh paddy mower berupa malai padi yang
tersusun di sebelah kiri di sepanjang jalur kerja operator seperti yang disajikan
pada Gambar 11. Sistem tanam yang digunakan dengan jarak tanam (50 x 25 x 20
17
cm) membuat pengoperasian paddy mower sulit dilakukan terutama pada saat
memotong barisan dengan jarak tanam 20 cm. Hal tersebut disebabkan oleh
diameter pisau (25 cm) yang lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam.
Kondisi tersebut menyebabkan adanya tanaman di luar lebar kerja pengoperasian
yang ikut terpotong (Gambar 12) sehingga meningkatkan susut saat panen.
Gambar 11 Hasil pemotongan pemanenan mekanis
Gambar 12 Bagian tanaman di luar lebar kerja yang terpotong
Analisis Pemanenan
Biaya Pokok Pemanenan
Analisis biaya pemanenan diperlukan sebagai salah satu dasar pemilihan
atau penggunaan alat dan mesin pertanian. Analisis dapat dilakukan berdasarkan
pendekatan nilai ekonomi, yaitu keuntungan dan biaya. Pada kasus pemilihan dua
metode pemanenan, pemilihan dapat dilakukan dengan menganalisis biaya pokok
pemanenan dalam satuan Rp/ha.
Berikut data mengenai biaya pokok pemanenan kedua metode pemanenan
ditampilkan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Pada penelitian ini, analisis biaya hanya
18
dilakukan terhadap kegiatan pemanenan (pemotongan padi) untuk kegiatan
perontokan padi dilakukan analisisi biaya tersendiri Tabel 5.
Analisis biaya pemanenan dilakukan dengan memberikan beberapa asumsi
yang diperlukan, seperti umur ekonomis alat/mesin dan bunga modal. Luasan
lahan panen pada analisis biaya di atas adalah sebesar 1 ha. Untuk luasan lahan
panen yang lebih besar, ditampilkan pada Gambar 13 yang juga merupakan
analisis break event point dari penggunaan paddy mower sebagai alat panen.
Tabel 3 Rincian biaya pemanenan manual
Parameter/Variabel
Satuan
Kapasitas lapang efektif pemanenan
Jam kerja
Upah tenaga panen per hari
Upah tenaga panen
Biaya Pemanenan
ha/jam.orang
jam/hari
Rp/orang
Rp/jam.orang
Rp/ha
Nilai
0.012
8
50,000
6250
520,833
Tabel 4 Rincian biaya pokok pemanenan mekanis
Parameter/Variabel
Satuan
Harga awal
Harga akhir
Umur ekonomi
Jam kerja
Hari kerja
Waktu operasional
Kapasitas lapang efektif
Tingkat bunga modal
Biaya penyusutan
Biaya bunga modal
Harga bensin premium
harga oli 2 tak
harga bahan bakar (25:1)
Konsumsi bahan bakar
Biaya bahan bakar
Upah tenaga kerja
Biaya tetap
Biaya tidak tetap
Biaya total
Biaya pokok pemanenan
Rp
Rp
Tahun
jam/hari
hari/tahun
jam/tahun
ha/jam
%
Rp/tahun
Rp/tahun
Rp/liter
Rp/liter
Rp/liter
liter/jam
Rp/jam
Rp/jam
Rp/tahun
Rp/jam
Rp/jam
Rp/ha
Nilai
1,850,000
500,000
5
8
7
49
0.041
10
270,000
111,000
6,500
25000
7211.54
1.2
8,654
6,250
381,000
14,904
22,714
552,559
19
Tabel 5 Rincian biaya perontokan
Parameter
Kapasitas Perontokan
KLE perontokan
Upah tenaga perontok
Biaya pokok perontokan
Satuan
Jumlah
kg/jam.orang
ha/jam.orang
Rp/jam.orang
Rp/ha
53
0.023
6,250
270,272
Gambar 13 Analisis titik impas metode pemanenan mekanis terhadap
pemanenan manual
Setiap tahunnya, di kelurahan Situ Gede, kota Bogor, terdapat dua kali
musim panen. Sehingga untuk setiap hektar lahan memerlukan setidaknya 7 hari
panen per tahun atau 3-4 hari panen per musim dengan jam kerja 8 jam per hari
menggunakan paddy mower, sedangkan pemanenan manual memerlukan tenaga
pemanen sebanyak 4 orang tenaga pemanen untuk menyelesaikan pemanenan
dalam 7 hari panen per tahun atau 3-4 hari per musim.
Pada kondisi di lapangan, sistem pembayaran tenaga pemanen dilakukan
berdasarkan hasil produksi panen yang didapat dengan sistem pembagian 1:10.
Sistem pembayaran seperti itu menyulitkan pembandingan metode pemanenan
manual dengan metode mekanis karena besarnya biaya pemanenan bergantung
kepada hasil panen yang tidak pasti. Oleh karena itu pada penelitian ini
diasumsikan sistem pembayaran tenaga pemanen dilakukan berdasarkan jam kerja
yakni sebesar Rp50,000/hari per orang dengan 8 jam kerja per hari. Nilai upah
harian tersebut merupakan nilai upah buruh tani rata-rata.
Pada luas panen sebesar 1 ha per musim tanam, biaya pokok pemanenan
dari pemanenan mekanis lebih kecil dibandingkan pemanenan manual, yaitu
masing-masing sebesar Rp552,559 dan Rp520,833. Kegiatan perontokan yang
menggunakan metode gebot memiliki kapasitas perontokan hingga 53
kg/jam.orang dengan biaya pokok pemanenan sebesar Rp270,272/ha sawah. Pada
pemanenan mekanis, biaya pokok pemanenan dipengaruhi oleh biaya tetap, biaya
20
tidak tetap dan waktu operasional. Semakin lama waktu operasional paddy mower
per tahun (jam/tahun), akan menurunkan biaya pokok pemanenan (Rp/ha).
Lamanya waktu operasional tersebut bergantung kepada luas panen per tahun
(Gambar 13). Adapun batasan waktu operasional per tahun atau luas panen per
tahun dibatasi oleh waktu panen optimum.
Titik impas atau break even point suatu metode pemanenan dapat membantu
pengambil keputusan untuk melihat luasan panen minimal yang harus dikerjakan
oleh pemanenan mekanis untuk mendapatkan biaya pokok pemanenan yang lebih
kecil atau sama dengan biaya pokok pemanenan manual. Pada Gambar 13, dapat
dilihat titik impas penggunaan paddy mower sebagai pemanen padi terhadap
pemanenan manual adalah pada luasan panen 2.42 ha/tahun (1.21 ha/musim) atau
59.07 jam kerja pemanenan per tahun (29.5 jam/musim) dengan asumsi terdapat
dua kali panen dalam satu tahun. Nilai titik impas tersebut dapat bergeser apabila
sistem pembayaran upah tenaga panen didasarkan kepada sistem pembagian.
Paddy Mower sebagai barang modal dapat disewakan untuk usaha
mendapatkan nilai ekonomis. Pertimbangan penentuan harga sewa ditentukan
berdasarkan biaya tetap yang nilainya tidak berubah setiap tahunnya dan jam kerja
yang dikehendaki, sedangkan biaya tidak tetap menjadi tanggungan penyewa.
Pada penelitian ini, biaya tetap penggunaan paddy mower adalah Rp381,000/tahun,
jika jam kerja sewa yang diinginkan minimal 56 jam/musim atau 7 hari
kerja/musim maka harga sewa minimumnya adalah Rp27,300/hari.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pemanenan mekanis menggunakan paddy mower memiliki unjuk kerja yang
lebih baik dibandingkan dengan pemanenan manual. Kapasitas lapang efektif
pemanenan mekanis mencapai 0.041 ha/jam dengan efisiensi lapang 91.35%,
lebih besar dibandingkan pemanenan manual yang hanya mencapai 0.012
ha/jam.orang dengan efisiensi lapang 87.1%. Kapasitas lapang pemanenan
mekanis masih bisa ditingkatkan menjadi 0.057 ha/jam dengan meningkatkan
keterampilan operator yakni dengan meningkatkan kecepatan kerja sampai
0.152 m/detik.
2. Pemanenan mekanis menggunakan paddy mower dapat mengatasi masalah
kekurangan tenaga pemanen karena 1 unit paddy mower yang dioperasikan
oleh 1 orang operator dapat menggantikan 3 sampai 4 orang tenaga pemanen
(tebang).
3. Berdasarkan nilai susut saat panen kedua metode pemanenan, susut saat
panen dengan menggunakan paddy mower (4.25%) lebih rendah
dibandingkan susut saat panen manual menggunakan sabit (7.89%). Susut
saat panen yang lebih rendah dapat meningkatkan produksi GKP dengan
mengurangi gabah yang tertinggal di lahan akibat kegiatan pemanenan.
4. Biaya pokok pemanenan dengan luas panen minimal 2.42 ha/tahun atau 1.21
ha/musim (asumsi setiap tahun terdapat 2 musim tanam) mencapai titik impas
dengan biaya pokok pemanenan manual. Hal tersebut sangat menguntungkan
bagi petani karena dapat mengurangi pengeluaran biaya dan mempercepat
21
waktu panen. Untuk mencapai luas panen minimum yang disyaratkan, petani
yang rata-rata hanya mempunyai lahan dibawah 1 ha dapat menggunakan
paddy mower secara berkelompok melalui Kelompok Tani atau memiliki
sendiri alat tersebut dengan pilihan disewakan untuk mencapai jam kerja atau
luas panen minimum per tahun paddy mower. Semakin besar luas panen yang
dikerjakan per tahunnya dapat menurunkan biaya pokok pemanenan sehingga
lebih menguntungkan.
Saran
1. Kekurangan tenaga pemanen padi dapat diatasi salah satunya dengan
menggunakan paddy mower terutama untuk lahan-lahan yang tidak bisa
dijangkau oleh mesin pemanen padi lainnya.
2. Penelitian mengenai penggunaan paddy mower masih harus dilakukan
terutama mengenai lebar kerja pada lahan yang ditanami padi dengan jarak
tanam legowo yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Alizadeh MR dan Allameh A. 2013. Evaluating rice losses in various harvesting
practices. International Research Journal of Applied and Basic Sciences
[Internet]. [diunduh 2014 Jan 20]; 4 (4): 894-901. Tersedia pada:
http://www.irajabs.com.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Tanaman Pangan [Internet]; [diunduh 2013
Des 8]. Tersedia pada : www.bps.go.id.
Daywin JF, Sitompul G, Hidayat I. 1992. Mesin-mesin Budidaya Pertanian.
Bogor (ID): IPB Press.
[Deptan dan UGM] Departemen Pertanian dan UGM. 1987. Laporan Akir Pilot
Proyek Penerapan Peralatan Pascapanen. Di dalam Suismono, Djoko SD,
Sutrisno dan Udin SN. 1990. Studi Susut Panen dan Perontokan dengan
Menggunakan Beberapa Jenis Sabit di Sukamandi. Reflektor [Internet],
[diunduh 2014 Jan 15]; Vol. 3 No. 1-2. Tersedia pada:
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id.
[GTI] Garuda Tasco International. 2008. Tasco Paddy Reaper. [Internet];
[diunduh 2014 21 Januari]. Tersedia pada: http://www.tactasco.com.
Hasbi. 2012. Perbaikan teknologi pascapanen padi di lahan suboptimal. Jurnal
Lahan Suboptimal [Internet]. [diunduh 2014 Agu 13]. ISSN: 2302-3015.
Vol. 1, No.2: 186-196, Oktober 2012. Tersedia pada: www.pur-plsounsri.org/upload_file/25-80-1-PB.pdf.
Hindiani L. 2013. Studi kapasitas kerja dan susut pemanenan rice combine
harvester di Desa Sukamandi, Subang, J
PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG
MENGGUNAKAN PADDY MOWER
MOHAMMAD IKHSAN
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kapasitas Kerja
dan Susut Saat Panen Padi (Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Menggunakan
Paddy Mower adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Mohammad Ikhsan
NIM F14100088
ABSTRAK
MOHAMMAD IKHSAN. Studi Kapasitas Kerja dan Susut Saat Panen Padi
(Oryza sativa L.) Varietas Ciherang Menggunakan Paddy Mower. Dibimbing oleh
GATOT PRAMUHADI.
Lahan sawah yang memiliki luasan per petak kurang dari 0.1 ha dan
berteras, tidak dapat dijangkau oleh mesin-mesin pertanian yang berukuran dan
berkapasitas besar. Mesin pemanen padi tipe sandang (paddy mower) merupakan
mesin pertanian yang dapat digunakan di lahan kecil dan berteras. Tujuan
penelitian ini adalah mengukur dan membandingkan susut saat panen dengan sabit
dan paddy mower dengan metode petak sampling. Parameter unjuk kerja lainnya
yang diukur adalah kapasitas lapang efektif (KLE) dan biaya pokok pemanenan
(BPP). Hasil pengukuran menunjukkan rata-rata susut saat panen mekanis lebih
rendah yaitu 4.25% dibandingkan dengan pemanenan manual yang mencapai
7.89%, begitu pula dengan KLE pemanenan mekanis yang lebih besar yaitu 0.041
ha/jam berbanding 0.012 ha/jam.orang pada pemanenan manual. BPP pemanenan
mekanis mencapai titik impas dengan BPP pemanenan manual yaitu sebesar
Rp520,833/ha pada luas panen 2.42 ha/tahun. Faktor-faktor tersebut dapat
dijadikan pertimbangan pemilihan metode pemanenan terutama di lahan sawah
berteras yang tidak dapat dijangkau mesin pemanen lainnya untuk mengatasi
kekurangan tenaga kerja pemanen.
Kata kunci: paddy mower, pemanenan, sabit, susut
ABSTRACT
MOHAMMAD IKHSAN. Study of Working Capacity and Paddy (Oryza sativa
L.) Harvesting Losses of Ciherang Variety Utilized Paddy Mower. Supervised by
GATOT PRAMUHADI.
Rice fields area that have less than 0.1 ha/plot and terraced, can not be
reached by agricultural machinery which has a big size and large capacity. Paddy
mower is an agricultural machine that can be used in small and terraced fields.
The objectives of this study are to measure and to compare the harvesting losses
of paddy harvesting with a sickle and paddy mower by using plot sampling
method. Other performance parameters measured were the effective field capacity
(EFC) and the cost of harvesting (CoH). The measurement results show the
average of paddy mower harvesting losses is 4.25% which is lower as compared
to sickle harvesting which reached 7.89%, as well as EFC of paddy mower
harvesting is 0.041 ha/hour which is greater than sickle harvesting (0.012
ha/hour.man). CoH of paddy mower harvesting reached the break even point
(Rp520,833/ha) with the CoH of sickle harvesting at 2.42 ha harvested area per
year. These factors can be taken into consideration in the selection of harvesting
methods mainly in terraced rice fields in order to solve lacked of labor problem.
Keywords: harvesting, losses, paddy mower, sickle
STUDI KAPASITAS KERJA DAN SUSUT SAAT PANEN
PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS CIHERANG
MENGGUNAKAN PADDY MOWER
MOHAMMAD IKHSAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Studi Kapasitas Kerja dan Susut Saat Panen Padi (Oryza sativa L.)
Varietas Ciherang Menggunakan Paddy Mower
Nama
: Mohammad Ikhsan
NIM
: F14100088
Disetujui oleh
Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul Studi Kapasitas Kerja dan Susut Saat Panen Padi (Orya sativa L.)
Varietas Ciherang Menggunakan Paddy Mower.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr Ir Gatot Pramuhadi MSi selaku dosen pembimbing akademik
atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian
dan penyusunan skripsi ini, serta Dr Ir Rokhani Hasbullah MSi dan Ir Agus Sutejo
MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahannya. Terima
kasih kepada PT Agrindo Maju Lestari yang telah menyediakan paddy mower dan
membantu pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada keluarga, terutama almarhum papa yang telah mendidik penulis
sampai akhir hayatnya dan mama yang terus mendukung serta memberikan doa,
teman-teman TMB 47 dan keluarga pinokio yang banyak memberikan bantuan
dan semangat selama menempuh pendidikan di IPB.
Bogor, September 2014
Mohammad Ikhsan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Padi Varietas Ciherang
3
Pemanenan Padi
3
Alat dan Mesin Pemanenan
3
Kapasitas Lapang dan Biaya Pokok Pemanenan
5
Susut Saat Panen
5
METODE
5
Tempat dan Waktu
5
Alat dan Bahan
6
Prosedur Penelitian
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Kondisi Tanaman dan Lahan
11
Kapasitas Lapang dan Efisiensi Lapang Pemanenan
11
Susut Saat Panen
15
Biaya Pokok Pemanenan
17
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
DAFTAR TABEL
1 Kondisi tanaman
2 Kapasitas lapang dan efisiensi lapang pemanenan manual dan mekanis
3 Rincian biaya pokok pemanenan manual
4 Rincian biaya pokok pemanenan mekanis
5 Rincian biaya pokok perontokan
11
14
18
18
19
DAFTAR GAMBAR
1 Sabit pemanen padi
2 Bagian-bagian mesin pemanen padi tipe sandang
3 Diagram skematik prosedur penelitian
4 Petak lahan sampling untuk kontrol dan perlakuan
5 Tahapan pemanenan petak sampling kontrol
6 Sabit bergerigi
7 Analisis sudut kerja operasi paddy mower
8 Analisis kecepatan sudut pemotongan
9 Pola kerja circuitous pemanenan mekanis
10 Perbandingan susut saat panen pemanenan manual dan mekanis
11 Hasil pemotongan pemanenan mekanis
12 Bagian tanaman di luar lebar kerja yang terpotong
13 Analisis titik impas metode pemanenan mekanis terhadap pemanenan
manual
4
4
6
7
8
12
12
13
15
16
17
17
19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Spesifikasi teknik paddy mower
2 Persyaratan unjuk kerja mesin pemanen padi tipe sandang (paddy
mower) berdasarkan SNI 7600:2010
3 Gambar teknik paddy mower
4 Data pengukuran susut saat panen
23
24
25
29
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan makanan pokok di beberapa negara Asia, termasuk
Indonesia. Beras berasal dari tanaman padi (Oryza sativa L.) yang merupakan
salah satu tanaman pangan yang sangat penting di Indonesia. Indonesia
merupakan negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia dengan mayoritas
penduduknya menjadikan beras sebagai makanan pokok. Dalam rangka
memenuhi kebutuhan konsumsi beras dalam negeri yang begitu besar dan terus
meningkat, produksi beras nasional pun terus ditingkatkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Tercatat terjadi peningkatan produksi padi nasional pada
tahun 2010 yang mencapai 66.4 juta ton GKG dengan luas panen mencapai 13.25
juta hektar atau produktivitas 5.02 (ton/ha) sampai tahun 2012 yang mencapai
produksi 69 juta ton GKG atau meningkat 3.7 % (BPS 2012).
Upaya-upaya pemerintah untuk terus meningkatkan produksi beras
diantaranya adalah pencetakan lahan sawah baru, penyuluhan praktek budidaya
sawah yang baik, pemberian bantuan alat-alat / mesin budidaya dan pasca panen.
Namun upaya pemerintah tersebut memiliki halangan diantaranya konversi lahan
pertanian menjadi lahan non-pertanian seperti perumahan dan industri serta
menurunnya minat penduduk untuk menjadi tenaga pertanian.
Tenaga kerja sektor pertanian berdasarkan umur dibedakan menjadi
Generasi Muda Pertanian yang berumur (15-29 tahun) dan Bukan Generasi Muda
Pertanian yang berumur (30-60 tahun). Perkembangan jumlah tenaga kerja pada
sektor pertanian pada tahun 2007-2011 terus menurun terutama pada kelompok
umur Generasi Muda Pertanian yang mengalami penurunan per tahun rata-rata
3.18%. Bahkan perbandingan Generasi Muda dan Bukan Generasi Muda pada
tahun 2011 masing-masing sebesar 23.03% dan 76.97%. Hal ini menunjukkan
minat Generasi Muda menurun untuk bekerja di sektor pertanian (Kementrian
Pertanian 2012).
Upaya diseminasi mekanisasi pertanian sebenarnya telah lama dilakukan
untuk mengantisipasi kondisi tersebut. Mekanisasi dapat menjadi solusi tepat bagi
kelangsungan produksi pertanian secara umum. Namun sayangnya pengembangan
teknologi pertanian terutama di bidang mekanisasi pertanian belum dapat
menyentuh petani-petani padi sawah Indonesia yang mayoritas merupakan petani
yang kepemilikan lahannya kecil (kurang dari 0.2 ha). Ketidakmampuan petani
menjangkau teknologi pertanian tersebut disebabkan mahalnya alat-alat dan mesin
pertanian yang mayoritas merupakan alat dan mesin pertanian berkapasitas besar
dan diperuntukkan bagi pertanian yang berskala industri.
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut menyebabkan diperlukannya
intensifikasi pertanian untuk pertanian padi sawah skala kecil yang merupakan
mayoritas pelaku pertanian padi sawah di Indonesia. Penerapan mekanisasi
pertanian harus dilakukan secara menyeluruh terutama pada kegiatan budidaya
yang memerlukan banyak tenaga kerja (padat karya). Hal tersebut dilakukan untuk
mengisi kekurangan tenaga kerja disamping untuk meningkatkan hasil dengan
menekan susut panen dan meningkatkan produktivitas gabah kering panen (GKP).
2
Pemanenan adalah salah satu kegiatan budidaya pertanian padi sawah yang
memerlukan banyak tenaga kerja dan merupakan salah satu kegiatan yang
menyebabkan susut produksi. Penggunaan mesin pemanen seperti rice combine
harvester dan paddy reaper telah dapat menurunkan susut pemanenan. Namun
penyerapan teknologi pertanian dalam bidang pemanenan padi sulit dilakukan,
menurut Pramudya (1996) hal ini disebabkan oleh karakteristik petani di
Indonesia yang khas yaitu : mempunyai lahan yang sempit dan berteras, lemah
dalam penyediaan modal, dan mempunyai tingkat pendidikan dan keterampilan
rendah.
Mesin pemanen padi tipe sandang (paddy mower) adalah salah satu
alternatif solusi penerapan mekanisasi selektif yang dapat diterapkan. Teknologi
pada mesin ini cukup sederhana dalam penggunaan dan perawatan serta relatif
lebih murah dibandingkan dengan mesin pemanen lain. Ukuran dan bentuk mesin
yang kecil dan ringan membuat mesin ini cocok digunakan di sawah yang sempit
dan berteras yang tidak dapat dijangkau oleh mesin pemanen lainnya seperti rice
combine harvester dan paddy reaper.
Perumusan Masalah
Pemanenan padi di areal lahan sawah skala kecil, dapat dilakukan secara
manual menggunakan sabit bergerigi dan secara mekanis menggunakan paddy
mower, oleh karena itu perlu dikaji, diteliti, dan dibandingkan hasil unjuk kerja
kedua metode tersebut, yaitu kapasitas lapang efektif pemanenan yang dinyatakan
dalam (ha/jam) untuk pemanenan mekanis dan (ha/jam.orang) untuk pemanenan
manual, efisiensi lapang pemanenan (%), susut saat panen (%), dan biaya pokok
pemanenan (Rp/ha).
Pemanenan padi menggunakan sabit dan paddy mower merupakan metode
pemanenan yang memisahkan operasi pemotongan malai dan perontokan gabah.
Hal tersebut memungkinkan untuk mengukur kapasitas kerja dan susut pada
masing-masing operasi secara terpisah. Pada penelitian ini, susut yang diukur
adalah pada susut saat pemotongan malai padi (susut saat panen) baik pada
pemanenan manual menggunakan sabit bergerigi, maupun pemanenan mekanis
menggunakan paddy mower. Pengukuran dan pembandingan kapasitas kerja dan
susut hanya dilakukan saat operasi pemotongan padi, hal ini bertujuan untuk
menganalisis secara khusus kinerja pemotongan dari kedua metode pemanenan
karena operasi perontokkan dilakukan dengan cara yang sama yaitu dengan
manual (gebot).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah :
1. Menganalisis pemanenan secara mekanis menggunakan paddy mower
serta pemanenan manual menggunakan sabit bergerigi pada saat operasi
pemotongan yang meliputi kapasitas lapang efektif pemanenan (KLE),
susut saat panen serta analisis biaya pokok pemanenan.
2. Membandingkan hasil analisis pemanenan mekanis menggunakan paddy
mower dan pemanenan manual menggunakan sabit bergerigi.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Padi Varietas Ciherang
Padi (Oryza sativa L.) jenis ciherang merupakan salah satu varietas unggul
tanaman padi yang dikembangkan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Varietas ini merupakan hasil persilangan varietas IR 64 dengan varietas/galur lain
sehingga memiliki sifat-sifat yang disukai petani dan masyarakat seperti tekstur
nasi yang pulen, tingkat kerontokan sedang, dan berumur relatif pendek yakni
116-125 hari. Varietas yang dikeluarkan pada tahun 2000 ini memiliki anakan
produktif 14-17 batang dengan tinggi tanaman 107-115 cm. Padi varietas ciherang
cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500
mdpl (Litbang Deptan 2014).
Pemanenan Padi
Kegiatan pemanenan padi merupakan kegiatan yang dilakukan di lahan
(on farm) yang bertujuan untuk mengambil hasil pertanian. Pemanenan padi
biasanya dipanen bersama malainya untuk kemudian dirontokan atau pelepasan
butir-butir gabah dari malainya. Penentuan umur panen dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu dengan pengamatan visual dan pengamatan teoritis. Secara visual
dapat dilihat kenampakan padi pada hamparan sawah. Umur panen optimal padi
dicapai setelah 90% sampai 95% butir gabah pada malai padi sudah berwarna
kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi demikian dapat
menghasilkan gabah yang berkualitas sangat baik, dengan kandungan butir hijau
dan butir mengapur rendah. Padi yang panen dengan kondisi optimum juga
menghasilkan rendemen giling tinggi. Penentuan umur optimum berdasarkan
pengamatan teoritis dilakukan dengan menghitung umur tanaman berdasarkan
hari setelah berbunga (hsb), yaitu sekitar 30 sampai 35 hsb atau umur tanaman
berdasarkan hari saat tanam (hst), yaitu 135 sampai 140 hst. Selain itu dapat juga
diukur berdasarkan kadar air gabah. Kadar air gabah optimum pemanenan
mencapai 22 sampai 23 % pada musim kemarau dan 24 sampai 26% pada musim
hujan (Sulistiadji 2007).
Alat dan Mesin Pemanenan
Pada umumnya di Indonesia pemanenan masih menggunakan metode
tradisional atau manual. Menurut Sulistiadji (2007) ada 3 cara panen padi di
Indonesia yakni secara tradisional (ani-ani), secara manual (pemanenan dengan
sabit dan perontokan menggunakan gebot), dan pemanenan mekanis. Kegiatan
perontokan dilakukan setelah kegiatan pemotongan, penumpukan, dan
pengumpulan padi. Seperti halnya pemanenan, kegiatan perontokan dilakukan
secara manual dan mekanis. Perontokan secara manual dengan cara dibanting
(gebot) menghasilkan susut yang relatif besar, kualitas mutu gabah yang rendah,
dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak sedangkan penggunaan mesin
perontok mampu meningkatkan efisiensi kerja dan kapasitas kerja, kualitas mutu
gabah yang baik, dan susut yang lebih rendah.
4
Alat Panen Sabit
Sabit merupakan alat panen manual yang masih digunakan secara umum
oleh petani di Indonesia. Terdapat dua jenis sabit, yaitu sabit biasa seperti yang
disajikan pada Gambar 1 dan sabit bergerigi. Pada umumnya kedua sabit ini
digunakan untuk memotong padi varietas unggul baru berpostur pendek seperti
IR-64 dan Cisadane. Pemotongan padi dengan sabit dilakukan dengan cara
memotong bagian atas, tengah, dan bawah. Hal ini disesuaikan dengan cara
perontokannya. Pemotongan dengan cara memotong bagian bawah dilakukan
apabila perontokan dibanting atau digebot dan menggunakan pedal thresher
sedangkan pemotongan atas biasanya menggunakan perontokan power thresher
(Sulistiadji 2007). Penggunaan sabit bergerigi dapat menurunkan susut panen
sebesar 1 sampai 2 % lebih rendah dari pada susut panen menggunakan sabit jenis
biasa (Suismono et al. 1990).
Gambar 1 Sabit pemanen padi (Sulistiadji 2007)
Mesin Pemanen Padi Tipe Sandang (Paddy Mower)
Menurut SNI 7600:2010, mesin pemanen padi tipe sandang atau paddy
mower adalah mesin yang memotong batang padi dan meletakkan hasil
potongannya ke bagian samping arah kiri jalannya operator yang
pengoperasiannya disandang di bagian pinggang kanan operator. Pemotongan
menggunakan pisau berputar yang digerakkan oleh motor bensin, bagian-bagian
paddy mower lainnya dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil potongan paddy mower
berupa kumpulan malai-malai padi yang tersusun dan siap untuk dirontokkan.
Gambar 2 Bagian-bagian mesin pemanen padi tipe sandang (GTI 2008)
5
Kapasitas Lapang dan Biaya Pokok Pemanenan
Dalam pengukuran kinerja suatu alat atau mesin pertanian (on farm),
kapasitas lapang adalah salah satu parameter penting yang menunjukkan
kemampuan kerja suatu alat untuk menyelesasikan pekerjaannya dalam suatu
luasan lahan dalam satuan waktu tertentu. Menurut Daywin et al. (1992) ada dua
jenis kapasitas lapang yang biasa digunakan dalam pertanian, yaitu kapasitas
lapang teoritis (KLT) dan kapasitas lapang efektif (KLE). Kedua jenis kapasitas
lapang ini dinyatakan dalam satuan ha/jam. KLT adalah kemampuan kerja suatu
alat di dalam suatu bidang tanah dengan lebar kerja 100% tanpa waktu belok atau
waku tidak efektif lainnya (Srivastava et. al 1993). KLE merupakan kemampuan
kerja mesin di lapang untuk menyelesaikan pekerjaan pada suatu bidang tanah
dalam waktu total tertentu. Perbandingan keduanya dapat dihitung sebagai
efisiensi lapang (ELP).
Biaya pokok pemanenan dapat dinyatakan dalam basis tahunan (annual),
jam (hourly), dan luasan (per-hectare basis). Biaya pokok pemanenan terdiri dari
biaya kepemilikan alat/mesin (ownership cost) atau biaya tetap (fixed cost). Besar
dari biaya tetap (Rp/tahun) tidak bergantung kepada jumlah mesin yang
digunakan. Sebaliknya, biaya operasi atau variable cost (Rp/jam) bergantung
kepada jam kerja dan jumlah mesin yang digunakan (Srivastava et. al 1996).
Susut Saat Panen
Susut saat panen panen atau kehilangan pada saat panen adalah banyaknya
butir gabah yang tercecer akibat perlakuan saat panen oleh tenaga pemanenan dan
peralatan panen yang digunakan. Susut panen dapat diketahui dengan menghitung
atau membandingkan antara petak kontrol yang dipanen secara hati-hati dengan
petak perlakuan yang dipanen oleh tenaga pemanenan seperti layaknya memanen
padi (Suismono et al. 1990). Menurut Hasbi (2012), kehilangan hasil terbesar
terjadi pada kegiatan pemanenan (susut saat panen) dan perontokan. Menurut
Nugraha 2009, terdapat tiga macam cara untuk mengukur susut saat panen,
diantaranya adalah:
1. Metode membandingkan produksi gabah yang diperoleh antara petak
kontrol dengan petak perlakuan yang berukuran sama.
2. Metode membandingkan produksi gabah yang diperoleh antara petak
kontrol dengan perlakuan. Pada metode ini petak kontrol berukuran 1 m x
1 m sebanyak lima petak yang terletak di sekeliling petak perlakuan yang
berukuran 2.5 m x 2.5 m.
3. Metode pengukuran susut panen dengan menggunakan metode 9 papan.
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor dan lahan padi sawah di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor
6
Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Januari 2014 hingga April 2014.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sabit bergerigi
dan paddy mower dengan spesifikasi teknik terlampir pada Lampiran 1. Pengujian
alat merujuk kepada beberapa parameter uji yang terdapat dalam SNI 7600:2010
(Lampiran 2), alat-alat pendukung yang diperlukan adalah alat-alat ukur yang
terdiri dari : stopwatch, instrumen pengukur putaran (tachometer), instrumen
pengukur kadar air biji-bijian (grain moisture tester), timbangan kasar, timbangan
halus, gelas ukur, mistar ukur, dan roll meter. Adapun bahan yang diperlukan
dalam penelitian ini adalah bahan bakar bensin campur dan petak lahan sawah
siap panen.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan pemanenan, yaitu pemanenan
mekanis dengan menggunakan paddy mower dan pemanenan manual dengan
menggunakan sabit bergerigi. Parameter yang diamati diantaranya adalah
kapasitas lapang efektif (KLE) dan kapasitas lapang toritis (KLT) pemanenan
mekanis (ha/jam), KLE dan KLT pemanenan manual (ha/jam.orang), efisiensi
lapang pemanenan (ELP) (%), susut saat panen (%), dan biaya pokok pemanenan
(BPP) (Rp/ha). Masing-masing parameter diukur sebanyak tiga kali ulangan.
Diagram skematik pengambilan data disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram skematik prosedur penelitian
7
Pengamatan Kondisi Tanaman
Pengamatan kondisi tanaman dilakukan untuk menentukan waktu
pelaksanaan panen dan pemenuhan kriteria pengujian. Pengamatan yang
dilakukan diantaranya adalah varietas, umur tanaman padi kadar air gabah, tinggi
tanaman, panjang malai, jarak tanam, jarak baris, kerapatan (jumlah rumpun
dalam luasan sampling), dan jumlah tanaman per rumpun. Pengukuran tinggi
tanaman, panjang malai, jarak tanam, jarak baris dilakukan secara acak sebanyak
lima kali ulangan sedangkan untuk kerapatan dan jumlah tanaman per rumpun
dilakukan di setiap petak sampling sebanyak lima kali ulangan.
Pengukuran Susut Saat Panen
Menurut Alizadeh dan Allameh (2013), susut terjadi secara alami sebelum
pemanenan selain disebabkan faktor mekanis dan fisik pada saat pemanenan. Pada
metode pemanenan tidak langsung (indirect harvesting), yaitu metode yang
memisahkan operasi pemotongan malai dan perontokan gabah, maka
dimungkinkan untuk mengukur susut pada masing-masing operasi tersebut secara
terpisah.
Susut yang diukur pada penelitian ini adalah susut yang disebabkan oleh
kegiatan pemotongan baik pada pemanenan manual maupun pemanenan mekanis
dengan metode perbandingan produktivitas GKP pada petak kontrol dan
perlakuan. Lahan yang diperlukan dalam pengujian ini adalah lahan yang
memiliki kondisi lahan kering dan permukaan lahan datar. Lahan sampling
kontrol (Ao) dan perlakuan (At) berukuran (2 x 2) m2 seperti yang dapat dilihat
pada Gambar 4. Pengukuran susut dengan metode petak sampling memerlukan
kondisi tanaman yang seragam pada tiap petaknya serta memperhatikan jumlah
rumpun setiap petak (Nugraha 2009). Pemanenan pada petak kontrol dilakukan
secara hati-hati untuk menghindari gabah yang tercecer dengan cara memberikan
plastik pembungkus pada setiap malai sebelum pemanenan (Gambar 5),
sedangkan pada petak perlakuan pemanenan dilakukan sesuai dengan metode
pemanenan setempat yaitu menggunakan sabit bergerigi dan mekanis
menggunakan paddy mower (Suismono et al. 1990). Perontokan hasil panen pada
petak kontrol dan perlakuan dilakukan secara teliti untuk menghindari kehilangan
hasil selama perontokan.
Gambar 4 Petak lahan sampling untuk kontrol dan perlakuan
8
Gambar 5 Tahapan pemanenan petak sampling kontrol (Hindiani 2013)
Agar dapat membandingkan susut pemanenan secara manual dan mekanis
maka diperlukan kondisi kadar air GKP yang sama. Bobot GKP kontrol dan
perlakuan pada kadar air aktual (Wi) akan dikonversi menjadi bobot GKP kontrol
dan perlakuan pada kadar air 14% (Wf) yang dihitung dengan menggunakan
Persamaan 1. Kadar air gabah aktual merupakan kadar air gabah setelah gabah
dipanen. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan pengukur kadar air
digital (grain moisture tester). Selanjutnya, susut saat panen akan dihitung
berdasarkan persamaan 2.
.........................................................................(1)
Keterangan :
Wf
: berat gabah pada kadar air 14% (kg)
KA aktual : kadar air aktual GKP (%)
KA aktual : kadar air standar (14 %)
Wi
: berat gabah aktual (kg)
Kehilangan hasil saat panen (SP) =
..................................(2)
Keterangan :
SP
: susut saat panen (%)
Xs
: produktivitas GKP kontrol (ton/ha)
Xa
: produktivitas GKP perlakuan (ton/ha)
Pengukuran susut saat panen pada masing-masing metode pemanen
dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Pengambilan data produktivitas GKP
sampling kontrol dilakukan sebanyak satu kali untuk setiap ulangan pengambilan
data produktivitas GKP sampling perlakuan yang dipanen pada hari yang sama
untuk meminimalisasi susut akibat perbedaan umur panen dari petak perlakuan
dan kontrol. Kuantitas dan kualitas hasil kegiatan pemanenan sangat bergantung
kepada waktu, kehilangan hasil optimum yang diakibatkan oleh ketidaktepatan
waktu pemanenan disebut sebagai timeliness losses. Menurut Kastens (1997),
besarnya timeliness losses sangat tergantung kepada jenis tanaman, lokasi dan
waktu sehingga tidak terdapat persamaan umum untuk menentukkan besarnya
kehilangan hasil panen. Oleh karena itu perbedaan waktu pemanenan, lokasi, dan
jenis tanaman dapat mengakibatkan perbedaan nilai susut yang terukur.
9
Pengukuran KLE, KLT dan ELP Pemanenan Mekanis dan Manual
Kapasitas lapang efektif pemanenan dinyatakan dalam ha/jam, diperoleh
dengan mengukur waktu lapang total dan luas panen. Luas lahan yang digunakan
untuk melakukan pengukuran kapasitas lapang adalah lahan aktual berukuran 10 x
10 m. Pengukuran KLE dilakukan pada saat operasi pemotongan malai padi,
kegiatan pengumpulan dan perontokan dilakukan oleh tenaga lain dan tidak
dianalisis secara khusus pada penelitian ini.
Perhitungan KLE menggunakan persamaan 3 untuk paddy mower dan
persamaan 4 untuk pemanenan menggunakan sabit dengan (La) sebagai jumlah
tenaga panen.Waktu lapang total dihitung berdasarkan lamanya waktu selama
pemanenan manual dan mekanis untuk menghitung KLE, sedangkan waktu panen
efektif diukur saat pemotongan malai padi dilakukan menggunakan sabit dan
digunakan untuk menghitung KLT pemanenan manual. KLT pemanenan mekanis
dihitung dengan menggunakan persamaan 6. Nilai KLE dan KLT dari masingmasing metode pemanenan tersebut akan menentukkan efisiensi lapang
pemanenan pemanenan manual (ELPs) seperti pada persamaan 7 dan 8.
.......................................................................................... (3)
................................................................................. (4)
................................................................................(5)
............................................................................ (6)
.......................................................................... (7)
....................................................................... (8)
Keterangan:
KLE
: Kapasitas Lapang Efektif pemanenan mekanis (ha/jam)
KLT
: Kapasitas Lapang Teoritis pemanenan mekanis (ha/jam)
KLES : Kapasitas Lapang Efektif (waktu lapang total) pemanenan manual
(ha/jam.orang)
KLTS : Kapasitas Lapang Efektif (waktu efektif) pemanenan manual
(ha/jam.orang)
Aa
: luasan lahan aktual (ha)
Te
: waktu efektif pemanenan (jam)
Tt
: waktu lapang total (jam)
La
: jumlah tenaga panen (orang)
l
: lebar kerja (m)
v
: kecepatan teoritis (m/detik)
ELP
: efisiensi lapang pemanenan mekanis (%)
Biaya Pemanenan
Biaya tetap dalam Rp/tahun diperoleh dari penjumlahan biaya penyusutan
dalam Rp/tahun dan biaya bunga modal dalam Rp/tahun dengan mengetahui
tingkat bunga modal harga awal mesin, harga akhir mesin, dan umur ekonomis
mesin, seperti pada persamaan 10, 11, dan 12. Biaya tidak tetap dalam Rp/jam
diperoleh dari penjumlahan biaya konsumsi bahan bakar, upah operator atau
tenaga kerja seperti pada persamaan 13, 14, 15 dan 16. Biaya total (B) dalam
10
Rp/jam diperoleh dari penjumlahan dari biaya tetap (BT) dan biaya tidak tetap
(BTT). Perhitungan biaya total menggunakan persamaan 17.
-
BT
............................................................................................. (10)
.........................................................................................(11)
......................................................................................(12)
..............................................................................(13)
...........................................................................................(14)
..............................................................................(15)
........................................................................................... (16)
.................................................................................. (17)
.........................................................................................(18)
.....................................................................................(19)
BPPs
Keterangan :
D
: biaya penyusutan (Rp/tahun)
P
: harga awal mesin (Rp)
S
: harga akhir mesin (Rp)
N
: umur ekonomis mesin (tahun)
I
: biaya bunga modal (Rp/tahun)
i
: bunga modal (%)
BT
: biaya tetap (Rp/tahun)
BTT
: biaya tidak tetap (Rp)
BB
: biaya bahan bakar / bensin campur (Rp/jam)
FC
: konsumsi bahan bakar (liter/jam)
FV
: volume bahan bakar terpakai (liter)
Tp
: waktu lapang total (jam)
HBB
: harga bahan bakar (Rp/L)
BO
: biaya upah operator (Rp/jam)
U
: upah operator (Rp/hari)
JK
: jam kerja/hari (jam/hari)
B
: biaya total (Rp/jam)
W
: upah tenaga panen Rp/ha/orang)
BPP
: biaya pokok pemanenan (Rp/ha)
BPPs : biaya pokok pemanenan (Rp/ha)
KLE
: kapasitas lapang efektif pemanenan mekanis (ha/jam)
KLEs : kapasitas lapang efektif pemanenan manuak (ha/jam.orang)
X
: perkiraan jam kerja per tahun (jam/tahun)
Perhitungan biaya pokok pemanenan mekanis (BPP) dalam Rp/ha diperoleh
dengan menghitung biaya total dan mengetahui KLE, persamaan yang digunakan
yaitu persamaan 18. Biaya pokok pemanenan manual dihitung berdasarkan upah
tenaga panen dan KLE pemanenan manual seperti pada persamaan 19.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Tanaman dan Lahan
Varietas yang ditanam pada lahan lokasi penelitan adalah padi varietas
ciherang dengan menggunakan sistem tanam jajar legowo 6:1 (50 x 25 x 20 cm)
atau terdapat enam baris tanaman (jarak tanam 25 cm) diselingi satu baris kosong
dengan lebar dua kali jarak tanam (50 cm) dan jarak tanam pada baris memanjang
sebesar 20 cm. Metode penanaman bibit padi yang dilakukan di Kelurahan Situ
Gede masih dilakukan secara manual, sehingga masih terdapat jarak tanam padi
yang tidak seragam atau tidak berada dalam barisan yang lurus. Hal tersebut dapat
mengakibatkan operator kesulitan dalam melakukan pemanenan. Data mengenai
kondisi tanaman selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kondisi tanaman
Parameter
Tinggi tanaman
Panjang malai
Jarak tanam
Jarak baris
Kerapatan
Jumlah tanaman/rumpun
Kadar air gabah
Satuan
cm
cm
cm
cm
rumpun/m2
%
Nilai
96.4
23
25/20
50
40
21
24
Kondisi lahan pada saat pemanenan cukup kering dengan bagian pinggir
lahan tanah masih lembek. Namun, kondisi tersebut tidak terlalu mempengaruhi
kinerja pemanenan karena tanah yang lembek tidak dilewati oleh operator.
Kondisi lahan sangat mempengaruhi kerja operator dalam mengoperasikan paddy
mower. Kondisi lahan yang lembek dapat menghambat pergerakan operator
sehingga kapasitas lapang efektif pemanenan akan menurun dan mempengaruhi
susut pemanenan. Kadar air gabah yang terukur saat akan dilakukan pemanenan
adalah 24%.
Kapasitas Lapang dan Efisiensi Lapang Pemanenan
Pemanenan padi di Kelurahan Situ Gede, Kota Bogor, dilakukan dengan
memotong rumpun padi dengan jarak 5-10 cm dari permukaan tanah. Hal tersebut
dilakukan karena kegiatan perontokan gabah masih dilakukan dengan cara manual
yaitu gebot.
Pemotongan malai padi dengan menggunakan sabit bergerigi dilakukan
tanpa memberikan ayunan pada sabit. Pemanen memegang rumpun padi dengan
tangan kiri di atas tempat irisan kemudian menggesekan sabit bergerigi untuk
memotong rumpun padi. Pemanen biasanya melakukan dua kali pemotongan
rumpun padi sebelum menyimpannya dan beralih ke rumpun padi selanjutnya.
Sabit bergerigi yang digunakan mempunyai panjang total sebesar 320 mm,
diameter gagang 30 mm, panjang kepala sabit 160 mm dan kerapatan gerigi 16
gerigi per inchi. Gambar sabit bergerigi yang digunakan dapat dlihat pada Gambar
6.
12
Gambar 6 Sabit bergerigi
Pada pemanenan mekanis menggunakan paddy mower dilakukan dengan
cara mengayunkan pisau pemotong secara teratur pada lebar kerja sepanjang 1 m.
Lintasan yang ditempuh oleh pisau pemotong berupa busur (arc) 60.5o dengan
jari-jari 998.5 mm seperti yang disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Kecepatan sudut pemotongannya adalah 0.528 - 0.660 rad/s.
Gambar 7 Analisis sudut kerja operasi paddy mower
13
Gambar 8 Analisis kecepatan sudut pemotongan
Mesin pemanen padi ini dioperasikan pada kisaran kecepatan putar pisau
5700-6000 rpm dengan arah putaran pisau berlawanan jarum jam (counterclockwise) digerakan oleh motor bensin 2 tak 42.7 cc berpendingin udara dengan
daya maksimum 1.25 kW pada 6500 rpm. Pisau yang digunakan adalah pisau
bergerigi dengan diameter total 25.5 mm dan tebal 1.5 mm. Spesifikasi dan
gambar teknik paddy mower secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1 dan
Lampiran 3.
Hasil unjuk kerja pemanenan mekanis dan manual dapat dilihat pada Tabel
2. Pada pemanenan manual, alat yang digunakan adalah sabit bergerigi dengan
kapasitas lapang efektif (KLE) pemanenan manual yang terukur sebesar 0.012
ha/jam.orang dengan efisiensi lapang mencapai rata-rata 87.1%, nilai tersebut
tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Departemen Pertanian dan
UGM (1987) dalam Suismono (1990) yakni kapasitas panen dengan sabit
bergirigi yang mencapai 87-98 jam/ha atau 0.010-0.011 ha/jam. Efisiensi lapang
pemanenan (ELP) manual dipengaruhi oleh waktu efektif pemanenan dan waktu
tidak efektif pemanenan yang diperlukan oleh tenaga pemanen untuk memanen
padi pada luasan tertentu, sedangkan pada pemanenan mekanis efisiensi lapang
pemanenan dihitung berdasarkan perbandingan kapasitas lapang efektif (KLE)
pemanenan terhadap kapasitas lapang teoritis (KLT).
Kapasitas lapang efektif pemanenan mekanis pada penelitian ini sebesar
0.041 ha/jam dengan efisiensi lapang pemanenan rata-rata mencapai 91.35%.
Nilai KLE yang didapat tidak jauh berbeda dengan KLE minimum yang
disyaratkan pada SNI 7600:2010 yaitu sebesar 0.04 ha/jam dengan ELP minimum
90%. Besarnya kapasitas lapang pemanenan mekanis sangat dipengaruhi oleh
lebar kerja dan kecepatan kerja.
14
Tabel 2 Kapasitas lapang dan efisiensi lapang pemanenan manual dan mekanis
Manual
(ha)
0.01
0.01
0.01
Waktu
Lapang
Total
(jam)
0.909
0.714
1.000
Mekanis
0.01
0.01
0.01
0.248
0.243
0.240
Luas
lahan
Waktu
Efektif
(jam)
0.769
0.667
0.833
rata-rata
rata-rata
KLT
KLE
(ha/jam.orang) (ha/jam.orang)
0.013
0.011
0.015
0.014
0.012
0.010
0.013
0.012
0.045
0.045
0.045
0.045
0.040
0.041
0.042
0.041
ELP
(%)
84.6
93.4
83.3
87.1
89.6
91.1
93.3
91.3
Keterangan :
KLT : Kapasitas Lapang Teoritis
KLE : Kapasitas Lapang Efektif
ELP : Efisiensi Lapang Pemanenan
Kecepatan maju (v) = 0.125 m/detik
Lebar kerja (l)
= 1 meter
Kapasitas Lapang Teoritis (KLT) = v x l x 0.36
= 0.125 m/detik x 1 m x 0.36
= 0.045 ha/jam
Pola kerja pemanenan mekanis menggunakan pola circuitous seperti yang
disajikan pada Gambar 9. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu tidak
efektif pemanenan karena arah rebahan padi yang satu arah (arah kiri). Pada saat
operasi, operator memanen padi dengan cara menyusuri pinggir lahan untuk
kemudian memutari lahan sampai ke tengah. Oleh karena itu, pada saat
pengoperasian terdapat waktu belok yang termasuk kedalam waktu tidak efektif.
Adapun waktu tidak efektif lainnya yang terjadi di lahan adalah waktu istirahat
operator dan waktu penyetelan atau pengisian bahan bakar. Pola kerja pemanenan
manual berbeda dengan pemanenan mekanis. Pada umumnya, tenaga tebang akan
menebang terlebih dahulu suatu luasan pada lahan yang akan dipanen sebagai
tempat untuk mengumpulkan hasil penebangan dan untuk merontokkan.
Pemanenan selanjutnya dilakukan dengan pola tidak beraturan. Pola kerja yang
tidak beraturan tersebut menjadi salah satu faktor kapasitas lapang dan efisiensi
lapang pemanenan manual lebih rendah dibandingkan pemanenan mekanis yang
memiliki pola kerja yang teratur dan kontinu.
15
Gambar 9 Pola kerja circuitous pemanenan mekanis
Menurut Sulistiadji (2007), terdapat dua pilihan
lebar kerja pada
pemanenan mekanis menggunakan paddy mower, yaitu lebar kerja 3 baris (75 cm)
dan lebar kerja 4 baris (100 cm). Pada penggunaan lebar kerja 4 baris, kapasitas
lapang pemanenan dapat mencapai 0.057 ha/jam dengan kecepatan kerja
mencapai 9.07 m/menit atau 0.152 m/detik. Pada penelitian ini, kecepatan kerja
yang terukur adalah 0.125 m/detik, oleh karena itu peningkatan KLE pemanenan
mekanis masih dapat dilakukan dengan cara meningkatkan keterampilan operator
untuk mencapai KLE maksimum 0.057 ha/jam. Nilai KLE maksimum tersebut
sangat berarti untuk mengatasi kekurangan tenaga pemanen dan mengurangi biaya
pokok pemanenan. Pemanenan mekanis dengan KLE maksimum 0.057 ha/jam,
dapat menurunkan biaya pokok pemanenan sebesar 18% menjadi Rp452,448/ha
dan memperpendek hari panen yang dibutuhkan menjadi 2 hari panen/musim pada
lahan dengan luasan 1 ha.
Susut Saat Panen
Pada pemanenan manual, alat yang biasa digunakan adalah sabit bergerigi.
Menurut Suismono et. al. (1990), penggunaan sabit bergerigi telah diketahui dapat
menurunkan susut pemanenan sebesar 1 sampai 2% menjadi 8.89%. Nilai susut
saat panen kedua metode pemanenan dapat dilihat pada Gambar 10 dan Lampiran
3. Secara umum, rata-rata susut dari pemanenan manual masih lebih besar
dibandingkan pemanenan mekanis, masing-masing sebesar 7.89% dan 4.25%.
Namun nilai susut saat panen mekanis menggunakan paddy mower masih lebih
tinggi dibandingkan dengan persyaratan mutu pada SNI 7600:2010 yang
mensyaratkan nilai susut lebih rendah dari 1.2 % (Lampiran2), sedangkan
menurut Sulistiadji (2007), nilai kehilangan hasil pemanenan atau susut saat
panen mekanis menggunakan paddy mower sebesar 0.35%. Perbedaan nilai susut
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya perbedaan kondisi tanaman
pada saat pemanenan, jarak tanam yang kurang sesuai, kemampuan operator, dan
perbedaan metode pengukuran susut pemanenan. Kedua hasil susut panen tersebut
16
diukur menggunakan metode 9 papan, sedangkan pada penelitian ini susut diukur
dengan membandingkan produktivitas pada petak perlakuan dan petak kontrol.
Pengukuran susut dengan menggunkan metode 9 papan selalu
menghasilkan nilai susut yang jauh lebih rendah dari metode perbandingan petak
kontrol dan perlakuan. Namun masing-masing metode tersebut memiliki
kelemahan dan kelebihan. Kelebihan metode 9 papan diantaranya menghindari
bias dalam pengukuran petakan maupun dalam pemilihan keseragaman kesuburan
tanaman, tidak akan terjadi angka negatif karena perbedaan produksi antara petak
kontrol dan petak perlakuan. Namun metode 9 papan membatasi gerak para
pemanen dan pengaruh metodologi tersebut memaksa para pemanen
melakasanakan pemanenan secara sangat hati-hati, sedangkan secara realita di
lapangan, perilaku para pemanen merupakan penyebab kehilangan hasil yang
terbesar sehingga metode 9 papan ini belum tepat digunakan untuk memprediksi
kekurangan hasil panen nasional. Di lain pihak, metode pembandingan memiliki
kekurangan diantaranya masalah ketidakseragaman areal tanaman yang menjadi
sampling, faktor ketepatan dalam plotting dan faktor psikologis tenaga pemanen.
Namun hal ini dapat dihindari dengan cara pemilihan kondisi tanaman yang
seragam, teknik sampling yang tepat dan tidak memengaruhi perilaku pemanen
(Nugraha 2009).
9.00
8.00
8.24
7.89
7.21
Susut Panen (%)
7.00
6.00
5.00
4.39
4.22
4.14
4.00
Susut saat panen manual
3.00
Susut saat panen mekanis
2.00
1.00
0.00
1
2
Ulangan
3
Gambar 10 Perbandingan susut saat panen pemanenan manual dan mekanis
Produktivitas pemanenan hanya mencapai 2.2 ton/ha. Rendahnya
produktivitas disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi cuaca yang
tidak mendukung, hama dan penyakit tanaman. Pada produktivitas tersebut, losses
yang terjadi akibat pemanenan manual mencapai 171.6 kg/ha dan 93.5 kg/ha
untuk pemanenan mekanis, sedangkan pada produktivitas normal yang mencapai
5 ton/ha, losses yang dihasilkan oleh pemanenan manual dan mekanis masingmasing sebesar 390kg/ha dan 212.5 kg/ha.
Hasil pemanenan mekanis oleh paddy mower berupa malai padi yang
tersusun di sebelah kiri di sepanjang jalur kerja operator seperti yang disajikan
pada Gambar 11. Sistem tanam yang digunakan dengan jarak tanam (50 x 25 x 20
17
cm) membuat pengoperasian paddy mower sulit dilakukan terutama pada saat
memotong barisan dengan jarak tanam 20 cm. Hal tersebut disebabkan oleh
diameter pisau (25 cm) yang lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam.
Kondisi tersebut menyebabkan adanya tanaman di luar lebar kerja pengoperasian
yang ikut terpotong (Gambar 12) sehingga meningkatkan susut saat panen.
Gambar 11 Hasil pemotongan pemanenan mekanis
Gambar 12 Bagian tanaman di luar lebar kerja yang terpotong
Analisis Pemanenan
Biaya Pokok Pemanenan
Analisis biaya pemanenan diperlukan sebagai salah satu dasar pemilihan
atau penggunaan alat dan mesin pertanian. Analisis dapat dilakukan berdasarkan
pendekatan nilai ekonomi, yaitu keuntungan dan biaya. Pada kasus pemilihan dua
metode pemanenan, pemilihan dapat dilakukan dengan menganalisis biaya pokok
pemanenan dalam satuan Rp/ha.
Berikut data mengenai biaya pokok pemanenan kedua metode pemanenan
ditampilkan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Pada penelitian ini, analisis biaya hanya
18
dilakukan terhadap kegiatan pemanenan (pemotongan padi) untuk kegiatan
perontokan padi dilakukan analisisi biaya tersendiri Tabel 5.
Analisis biaya pemanenan dilakukan dengan memberikan beberapa asumsi
yang diperlukan, seperti umur ekonomis alat/mesin dan bunga modal. Luasan
lahan panen pada analisis biaya di atas adalah sebesar 1 ha. Untuk luasan lahan
panen yang lebih besar, ditampilkan pada Gambar 13 yang juga merupakan
analisis break event point dari penggunaan paddy mower sebagai alat panen.
Tabel 3 Rincian biaya pemanenan manual
Parameter/Variabel
Satuan
Kapasitas lapang efektif pemanenan
Jam kerja
Upah tenaga panen per hari
Upah tenaga panen
Biaya Pemanenan
ha/jam.orang
jam/hari
Rp/orang
Rp/jam.orang
Rp/ha
Nilai
0.012
8
50,000
6250
520,833
Tabel 4 Rincian biaya pokok pemanenan mekanis
Parameter/Variabel
Satuan
Harga awal
Harga akhir
Umur ekonomi
Jam kerja
Hari kerja
Waktu operasional
Kapasitas lapang efektif
Tingkat bunga modal
Biaya penyusutan
Biaya bunga modal
Harga bensin premium
harga oli 2 tak
harga bahan bakar (25:1)
Konsumsi bahan bakar
Biaya bahan bakar
Upah tenaga kerja
Biaya tetap
Biaya tidak tetap
Biaya total
Biaya pokok pemanenan
Rp
Rp
Tahun
jam/hari
hari/tahun
jam/tahun
ha/jam
%
Rp/tahun
Rp/tahun
Rp/liter
Rp/liter
Rp/liter
liter/jam
Rp/jam
Rp/jam
Rp/tahun
Rp/jam
Rp/jam
Rp/ha
Nilai
1,850,000
500,000
5
8
7
49
0.041
10
270,000
111,000
6,500
25000
7211.54
1.2
8,654
6,250
381,000
14,904
22,714
552,559
19
Tabel 5 Rincian biaya perontokan
Parameter
Kapasitas Perontokan
KLE perontokan
Upah tenaga perontok
Biaya pokok perontokan
Satuan
Jumlah
kg/jam.orang
ha/jam.orang
Rp/jam.orang
Rp/ha
53
0.023
6,250
270,272
Gambar 13 Analisis titik impas metode pemanenan mekanis terhadap
pemanenan manual
Setiap tahunnya, di kelurahan Situ Gede, kota Bogor, terdapat dua kali
musim panen. Sehingga untuk setiap hektar lahan memerlukan setidaknya 7 hari
panen per tahun atau 3-4 hari panen per musim dengan jam kerja 8 jam per hari
menggunakan paddy mower, sedangkan pemanenan manual memerlukan tenaga
pemanen sebanyak 4 orang tenaga pemanen untuk menyelesaikan pemanenan
dalam 7 hari panen per tahun atau 3-4 hari per musim.
Pada kondisi di lapangan, sistem pembayaran tenaga pemanen dilakukan
berdasarkan hasil produksi panen yang didapat dengan sistem pembagian 1:10.
Sistem pembayaran seperti itu menyulitkan pembandingan metode pemanenan
manual dengan metode mekanis karena besarnya biaya pemanenan bergantung
kepada hasil panen yang tidak pasti. Oleh karena itu pada penelitian ini
diasumsikan sistem pembayaran tenaga pemanen dilakukan berdasarkan jam kerja
yakni sebesar Rp50,000/hari per orang dengan 8 jam kerja per hari. Nilai upah
harian tersebut merupakan nilai upah buruh tani rata-rata.
Pada luas panen sebesar 1 ha per musim tanam, biaya pokok pemanenan
dari pemanenan mekanis lebih kecil dibandingkan pemanenan manual, yaitu
masing-masing sebesar Rp552,559 dan Rp520,833. Kegiatan perontokan yang
menggunakan metode gebot memiliki kapasitas perontokan hingga 53
kg/jam.orang dengan biaya pokok pemanenan sebesar Rp270,272/ha sawah. Pada
pemanenan mekanis, biaya pokok pemanenan dipengaruhi oleh biaya tetap, biaya
20
tidak tetap dan waktu operasional. Semakin lama waktu operasional paddy mower
per tahun (jam/tahun), akan menurunkan biaya pokok pemanenan (Rp/ha).
Lamanya waktu operasional tersebut bergantung kepada luas panen per tahun
(Gambar 13). Adapun batasan waktu operasional per tahun atau luas panen per
tahun dibatasi oleh waktu panen optimum.
Titik impas atau break even point suatu metode pemanenan dapat membantu
pengambil keputusan untuk melihat luasan panen minimal yang harus dikerjakan
oleh pemanenan mekanis untuk mendapatkan biaya pokok pemanenan yang lebih
kecil atau sama dengan biaya pokok pemanenan manual. Pada Gambar 13, dapat
dilihat titik impas penggunaan paddy mower sebagai pemanen padi terhadap
pemanenan manual adalah pada luasan panen 2.42 ha/tahun (1.21 ha/musim) atau
59.07 jam kerja pemanenan per tahun (29.5 jam/musim) dengan asumsi terdapat
dua kali panen dalam satu tahun. Nilai titik impas tersebut dapat bergeser apabila
sistem pembayaran upah tenaga panen didasarkan kepada sistem pembagian.
Paddy Mower sebagai barang modal dapat disewakan untuk usaha
mendapatkan nilai ekonomis. Pertimbangan penentuan harga sewa ditentukan
berdasarkan biaya tetap yang nilainya tidak berubah setiap tahunnya dan jam kerja
yang dikehendaki, sedangkan biaya tidak tetap menjadi tanggungan penyewa.
Pada penelitian ini, biaya tetap penggunaan paddy mower adalah Rp381,000/tahun,
jika jam kerja sewa yang diinginkan minimal 56 jam/musim atau 7 hari
kerja/musim maka harga sewa minimumnya adalah Rp27,300/hari.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pemanenan mekanis menggunakan paddy mower memiliki unjuk kerja yang
lebih baik dibandingkan dengan pemanenan manual. Kapasitas lapang efektif
pemanenan mekanis mencapai 0.041 ha/jam dengan efisiensi lapang 91.35%,
lebih besar dibandingkan pemanenan manual yang hanya mencapai 0.012
ha/jam.orang dengan efisiensi lapang 87.1%. Kapasitas lapang pemanenan
mekanis masih bisa ditingkatkan menjadi 0.057 ha/jam dengan meningkatkan
keterampilan operator yakni dengan meningkatkan kecepatan kerja sampai
0.152 m/detik.
2. Pemanenan mekanis menggunakan paddy mower dapat mengatasi masalah
kekurangan tenaga pemanen karena 1 unit paddy mower yang dioperasikan
oleh 1 orang operator dapat menggantikan 3 sampai 4 orang tenaga pemanen
(tebang).
3. Berdasarkan nilai susut saat panen kedua metode pemanenan, susut saat
panen dengan menggunakan paddy mower (4.25%) lebih rendah
dibandingkan susut saat panen manual menggunakan sabit (7.89%). Susut
saat panen yang lebih rendah dapat meningkatkan produksi GKP dengan
mengurangi gabah yang tertinggal di lahan akibat kegiatan pemanenan.
4. Biaya pokok pemanenan dengan luas panen minimal 2.42 ha/tahun atau 1.21
ha/musim (asumsi setiap tahun terdapat 2 musim tanam) mencapai titik impas
dengan biaya pokok pemanenan manual. Hal tersebut sangat menguntungkan
bagi petani karena dapat mengurangi pengeluaran biaya dan mempercepat
21
waktu panen. Untuk mencapai luas panen minimum yang disyaratkan, petani
yang rata-rata hanya mempunyai lahan dibawah 1 ha dapat menggunakan
paddy mower secara berkelompok melalui Kelompok Tani atau memiliki
sendiri alat tersebut dengan pilihan disewakan untuk mencapai jam kerja atau
luas panen minimum per tahun paddy mower. Semakin besar luas panen yang
dikerjakan per tahunnya dapat menurunkan biaya pokok pemanenan sehingga
lebih menguntungkan.
Saran
1. Kekurangan tenaga pemanen padi dapat diatasi salah satunya dengan
menggunakan paddy mower terutama untuk lahan-lahan yang tidak bisa
dijangkau oleh mesin pemanen padi lainnya.
2. Penelitian mengenai penggunaan paddy mower masih harus dilakukan
terutama mengenai lebar kerja pada lahan yang ditanami padi dengan jarak
tanam legowo yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Alizadeh MR dan Allameh A. 2013. Evaluating rice losses in various harvesting
practices. International Research Journal of Applied and Basic Sciences
[Internet]. [diunduh 2014 Jan 20]; 4 (4): 894-901. Tersedia pada:
http://www.irajabs.com.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Tanaman Pangan [Internet]; [diunduh 2013
Des 8]. Tersedia pada : www.bps.go.id.
Daywin JF, Sitompul G, Hidayat I. 1992. Mesin-mesin Budidaya Pertanian.
Bogor (ID): IPB Press.
[Deptan dan UGM] Departemen Pertanian dan UGM. 1987. Laporan Akir Pilot
Proyek Penerapan Peralatan Pascapanen. Di dalam Suismono, Djoko SD,
Sutrisno dan Udin SN. 1990. Studi Susut Panen dan Perontokan dengan
Menggunakan Beberapa Jenis Sabit di Sukamandi. Reflektor [Internet],
[diunduh 2014 Jan 15]; Vol. 3 No. 1-2. Tersedia pada:
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id.
[GTI] Garuda Tasco International. 2008. Tasco Paddy Reaper. [Internet];
[diunduh 2014 21 Januari]. Tersedia pada: http://www.tactasco.com.
Hasbi. 2012. Perbaikan teknologi pascapanen padi di lahan suboptimal. Jurnal
Lahan Suboptimal [Internet]. [diunduh 2014 Agu 13]. ISSN: 2302-3015.
Vol. 1, No.2: 186-196, Oktober 2012. Tersedia pada: www.pur-plsounsri.org/upload_file/25-80-1-PB.pdf.
Hindiani L. 2013. Studi kapasitas kerja dan susut pemanenan rice combine
harvester di Desa Sukamandi, Subang, J