GROWTH AND REPRODUCTION OF LUMO(Labiobarbusocellatus) FROM TULANG BAWANG RIVER, LAMPUNG POLA PERTUMBUHANDAN REPRODUKSI IKAN LUMO (Labiobarbus ocellatus) DI SUNGAI TULANG BAWANG, LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

GROWTH AND REPRODUCTION OF LUMO(Labiobarbusocellatus) FROM TULANG BAWANG RIVER, LAMPUNG

By Alwan Tholifin

Lumo (Labiobarbus ocellatus) is one of consumption fish thatavailable throughout the year at Tulang Bawang river.The increased in Lumocatches might reduce fish populations. Information about growth and reproduction of Lumo is needed to support the management of fish resources. The research was conducted on April until Desember 2013. The sampleswere collected from 4 stations in Tulang Bawang river. The parameters that were measured includedof the length and weight, the gonado somatic level, the gonado somatic index, and fecundity. Fish samples were893 fish. The result shows that Lumo spawned on November until Desember. The gonado maturity index varied from 2,22 to 7,27%, fecundity ranged from 424 to 24.491 eggs,the sex ratioof lumo unbalanced andlumo is total spawner. The growth were positive allomatric. Condition factor is <1 which shows lumo flat or thin.


(2)

ABSTRAK

POLA PERTUMBUHANDAN REPRODUKSI IKAN LUMO (Labiobarbus ocellatus) DI SUNGAI TULANG BAWANG, LAMPUNG

Oleh Alwan Tholifin

Lumo (Labiobarbus ocellatus) merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang terdapat sepanjang tahun di Sungai Tulang Bawang.Dengan meningkatnya usaha penangkapan dikhawatirkan akan menurunkan populasi ikan Lumo. Informasi mengenai pola pertumbuhan dan reproduksi dibutuhkan untuk menjadi dasar bagi pengelolaan berkelanjutan. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013. Sampel ikan dikumpulkan dari 4 stasiun di Sungai Tulang Bawang. Parameter penelitian mencakup pengukuran panjang dan berat, tingkat kematangan gonad, indek kematangan gonad, dan fekunditas. Sampel ikan berjumlah 893 ekor.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lumo bertelur pada bulan November sampai Desember. Indeks kematangan gonadantara 2,22-7,27%,fekunditas berkisar antara 424-24.491 butir. Rasio kelamin tidak seimbang. lkan ini termasuk totalspawner. Pola pertumbuhan allometrik positif. Faktor kondisi <1 menunjukkan bahwa Lumo relatif pipih.


(3)

(4)

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN LUMO (Labiobarbus ocellatus) DI SUNGAI TULANG BAWANG, LAMPUNG

Skripsi

Oleh

ALWAN THOLIFIN

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Qencono, Way Bungur, Lampung Timur pada 18 April 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan dari pasangan Bapak Abdul Muntholib dan Ibu Sartini.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Tanjung Qencono pada tahun 2002. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 1 Way Bungur diselesaikan pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Purbolinggo diselesaikan pada tahun 2008, dan terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif dalam organisasi Korps Muda Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lampung. Pada periode 2010-2011 penulis menjadi pengurus organisasi Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Universitas Lampung (HIDRILA) menjabat sebagai Ketua Bidang Minat dan Bakat. Pada tahun 2011 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kelurahan Ganjar Asri Kota Metro. Pada tahun 2012, penulis melakukan Praktik Umum di Balai Riset Pengembangan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor dengan Judul“Pembenihan Ikan Nila BEST di BRPBAT, Bogor”. Tahun 2014 penulis menyelesaikan tugas akhir dengan menulis skripsi yang berjudul “Pola Pertumbuhan Dan Reproduksi Ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) Di Sungai Tulang Bawang, Lampung”.


(9)

MOTO

Kebanggan besar adalah bukan karena kita

tidak pernah gagal, tetapi saat bangkit kembali


(10)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim…

Tak terasa fase-fase sulit selama empat tahun telah terlewati, hingga akhirnya aku sampai di penghujung jalan untuk perlahan-lahan melanjutkan perjuangan ini,

perjuangan untuk membahagiakan orang-orang yang aku sayangi.

Sembah sujudku dan rasa syukurku kepada ALLAH SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya kepadaku, sehingga Skripsi ini dapat kuselesaikan.

Sebagai tanda ucapan syukur dan terima kasihku, ku persembahkan sebuah hasil karya ku teruntuk :

Ayahhandaku (Abdul Muntholib) dan Ibundaku (Sartini) yang selalu memberikan semangat dan juga dukungan berupa materi dan non materi dan yang tak pernah

lupa untuk mendoakan anak-anaknya dalam setiap sholatnya.

Adikku (Andre Yulianto) yang telah mendampingiku disetiap langkahku dan selalu memberikan pijaran semangat untuk menjadi labih baik.

Seluruh keluarga besarku.

Keluarga besar Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Sahabat-sahabatku Angkatan 2008, Sahabat Hatiku,


(11)

i SANWACANA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) Di Sungai Tulang Bawang, Lampung” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas Lampung.

Selama proses penyelesain skripsi, penulis telah memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua ku, Bapak Abdul Muntholib dan Ibu Sartini tersayang untuk doa, semangat, materi, dan jerih payah sebagai motivasiku untuk menyelesaikan perkuliahanku.

2. Adik ku Andre Yulianto serta Keluarga besar ku, untuk setiap doa, dukungan, kebersamaan, dan semangat yang menjadikan motivasi terbesar dalam hidupku.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(12)

ii

5. Ibu Berta Putri, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing, memberi saran dan kritikan dengan penuh keuletan dan kesabaran dari awal hingga akhir demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Rara Diantari, S.Pi., M.Sc., selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing dan mengarahkan serta saran dan kritiknya selama proses penyusunan skripsi.

7. Bapak Eko Efendi, S.T., M.Si., selaku dosen pembahas yang memberikan masukan serta kritik dan saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi.

8. Bapak Indra Gumay Yudha, S.Pi., M.Si., selaku dosen pembimbing lapang yang telah mengarahkan, memberi kritik dan saran, serta memfasilitasi penulis selama proses penelitian.

9. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Pertanian, khususnya Program Studi Budidaya Perairan, serta staf Administrasi dan Laboratorium Budidaya Perairan Ibu Ismini, Mas Bambang, dan Mba Nanda yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan.

10.Sahabat Hatiku “Suliswati”, terimakasih banyak untuk setiap doa, pengertian, perhatian, kasih sayang dan semangat yang begitu berarti bagiku.

11.Sahabat-sahabatku angkatan 2008 yang masih berjuang dengan skripsinya Hendara Pamungkas (Mbh. Man), Lagen Bagus Rolando (Mang Ewok), M. Yusuf Arif (Ucup), Agus Solihin (Komti), Ari Pratama, Nasyir Husain, Ajeng Angrum Ningsih, Eva Arnis, dan Novita, semoga mendapat hidayah untuk dapat segera menyelesaikan skripsinya.


(13)

iii

12.Sahabat-sahabatku angkatan 2008 yang terlebih dahulu mendapatkan gelar sarjana, Resto Windarto (Ketum), Fredi Wintoko (Boy), Afat Abdiguna (Epet), Basis, Hendra, Okta Rinaldi (Otoy), Selpiana, Septi Yolanda, Romaria Sara N, Nadisa Theresia P, Okta Bakara, Dahlia Mubarokah, Yayu Saskia, Rinda Ariani P, Lisa Novalia, Qori Astria, Ria Hindra S, Nurma Jana H, Nur Ani O, Sri Susilowati, Ica, Nindri, Rosdinar, terimakasih kebersamaan dan semangatnya, kalian semua luar biasa. 13.Sahabat terbaik ku dalam mengejar mimpi, kawan yang tepat untuk

sharing hal-hal kecil, dan yang terlebih dahulu mendapatkan gelar yang kelak semua orang akan mendapatkannya Muhammad Deni Ferdian (Alm), terimaksih kawan atas kebersamaannya selama ini, engkau adalah miliknya dan kepadanyalah engkaukau akan kembali, sampai bertemu brother di alam sana nanti.

14.Sahabat Jl Bumi Manti II No. 116 Bung Supra, Andrian Dwi A, Danang, Rahmat, Bintang, Okta Purnama (Gembel), Beni, Sandi, Agus Culik, dan yang lainnya atas dukungan dan bantuan serta kebersamaannya selama ini. 15.Rekan tim peneliti di Sungai Tulang Bawang Agus Tri M (Tomang), Indah

Octarista, Megawati Wijaya terimakasih atas bantuannya.

16.Seluruh mahasiswa Budidaya Perairan angkatan 2004-2013 yang tidak dapat kusebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan dan motivasi yang diberikan kepadaku.

Bandar Lampung, Juni 2014 Penulis


(14)

iv DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Kerangka Pikir ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus ... 5

2.2. Habitat dan Tingkah laku Ikan Lumo ... 6

2.3. Musim Penangkapan ... 7

2.4. Aspek Biologi Reproduksi dan Ekologi untuk Budidaya Perikanan . 8 2.4.1. Hubungan Panjang - Berat ... 8

2.4.2. Faktor Kondsi... 9

2.4.3. Reproduksi ... 10

2.4.4. Rasio Kelamin ... 11

2.4.5. Tingkat Kematangan Gonad ... 11

2.4.6. Indeks Kematangan Gonad ... 13

2.4.7. Fekunditas ... 14

2.5. Musim Pemijahan ... 15

2.6. Keadaan umum Sungai Tulang Bawang ... 15

2.7. Sifat Fisika-Kimia Air ... 16

2.7.1. Suhu ... 16

2.7.2. Kecerahan ... 16

2.7.3. Oksigen Terlarut ... 17

2.7.4. Amonia ... 17

2.7.5. Derajat Keasaman (pH)... 17

2.7.6. Kedalaman Sungai ... 18


(15)

v III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat ... 19

3.2. Alat dan Bahan ... 19

3.3. Prosedur Penelitian ... 20

3.3.1. Persiapan ... 20

3.3.2. Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.4. Parameter yang Diamati ... 21

3.4.1. Identifikasi Morfologi dan Morfometri ... 21

3.4.2. Sebaran Jumlah Sampel ... 21

3.4.3. Pertumbuhan Panjang dan Berat ... 21

3.4.4. Hubungan Panjang-Berat ikan ... 22

3.4.5. Faktor Kondisi ... 22

3.4.6. Nisbah Kelamin ... 23

3.4.7. Tingkat Kematangan Gonad ... 23

3.4.8. Indeks Kematangan Gonad ... 23

3.4.9. Fekunditas ... 24

3.4.10. Kualitas Air ... 24

3.5. Analisis Data ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Identifikasi Ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) ... 26

4.2. Sebaran Jumlah Sampel ... 27

4.2.1. Sebaran Frekuensi Tangkapan Ikan Lumo ... 27

4.2.2. Komposisi Tangkapan Ikan Lumo ... 29

4.3. Aspek Pertumbuhan ... 32

4.3.1. Pertumbuhan Panjang dan Berat ... 32

4.3.2. Hubungan Panjang Berat ... 33

4.3.3. Faktor Kondisi ... 37

4.4. Aspek Reproduksi ... 39

4.4.1. Nisbah Kelamin ... 39

4.4.2. Tingkat Kematangan Gonad ... 40

4.4.3. Indeks Kematangan Gonad ... 42

4.4.4. Fekunditas ... 44

4.4.5. Musim Pemijahan ... 46

4.5. Kondisi Umum dan Stasiun Penelitian ... 47

4.6. Karakteristik Kualitas Air Sungai Tulang Bawang... 50

4.7. Keadaan Sungai Tulang Bawang Berdasarkan Nilai Baku Mutu Kualitas Air Tawar ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 55

5.2. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA


(16)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ciri morfologis gonad Ikan Cyprinidae ... 13 2. Pengamatan kualitas air ... 24 3. Hubungan panjang dan berat Ikan Lumo pada bulan April – Desember ... 34 4. Nisbah kelamin Ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) ... 39 5. Sebaran jumlah Ikan Lumo berdasarkan tingkat kematangan

gonad pada bulan pengambilan sampel ... 40 6. Nilai IKG berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad ... 44


(17)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pikir penelitian ... 4

2. Ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) ... 5

3. Lokasi pengambilan sampel ... 19

4. Sketsa morfologi Ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) ... 26

5. Perbedaan jantan dan betina... 27

6. Distribusi jumlah sampel Ikan Lumo yang tertangkap dari bulan April – Desember 2013 ... 28

7. Komposisi tangkapan Ikan Lumo jantan dan betina setiap kelas ukuran (a) panjang dan (b) berat pada bulan April – Desember ... 30

8. Komposisi rerata (a) panjang dan (b) berat Ikan Lumo selama penelitian ... 31

9. Pertumbuhan panjang Ikan Lumo setiap bulan ... 32

10. Pertumbuhan berat Ikan Lumo setiap bulan ... 32

11. Hubungan panjang berat Ikan Lumo keseluruhan (total) di Sungai Tulang Bawang ... 36

12. Faktor kondisi Ikan Lumo selama penelitian April-Desember ... 37

13. Faktor kondisi Ikan lumo keseluruhan (total) di Sungai Tulang Bawang ... 38

14. Nilai Indeks Kematangan Gonad selama penelitian ... 43

15. Hubungan fekunditas dengan berat tubuh (a) dan panjang tubuh (b) ... 46

16. Stasiun pengamatan ... 49

17. Parameter kualitas air selama periode penelitian ... 50


(18)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data kualitas air ... 62

2. Perhitungan hubungan panjang dan berat ... 63

3. Perhitungan faktor kondisi ... 64

4. Perhitungan pertumbuhan panjang ... 65

5. Perhitungan pertumbuhan berat ... 68

6. Perhitungan nisbah kelamin ... 71

7. Perhitungan Chi-square ... 72

8. Perhitungan indeks kematangan gonad ... 73

9. Perhitungan fekunditas ... 74

10. Prosedur penelitian lapang ... 75

11. Prosedur penelitian Laboratorium ... 76

12. Foto penelitian ... 77


(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tulang Bawang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi perikanan yang besar di Indonesia baik pelagis maupun demersal. Tulang Bawang terletak di Sumatera bagian selatan yang dibatasi oleh garis bujur 104,55 – 105,50° Bujur

Timur (BT) dan garis lintang 3,55 – 4,40° Lintang Selatan (LS) yang membentang

dari Mesuji di bagian utara hingga Kabupaten Lampung Tengah di bagian selatan. Luas wilayah Tulang Bawang keseluruhan mencapai 7.770,84 km2 (Hasyim dan Nurbaya, 1997).

Tulang Bawang memiliki sungai dengan panjang ± 136 km dan daerah aliran sepanjang 884,5 km dengan catchment area 1.285 km2. Sungai tersebut merupakan salah satu sungai terpanjang di Lampung (Hasyim dan Nurbaya, 1997). Dengan panjang dan luas sungai yang ada di Tulang Bawang, maka dapat dipastikan terdapat berbagai macam jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi.

Ekosistem Sungai Tulang Bawang, kompleks dengan sungai, anak sungai dan rawa yang mempunyai fungsi sebagai habitat ikan. Bagian pinggir anak sungai dan lubuk digunakan ikan sebagai tempat berlindung dan mencari makan serta digunakan ikan sebagai tempat memijah (Hartoto et al., 1998).


(20)

2 Diantara ikan yang terdapat di sungai Tulang Bawang terdapat beberapa jenis ikan dari genus Labiobarbus famili Cyprinidae yang secara umum dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai ikan Lumo. Ikan Lumo dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai ikan konsumsi dan dapat pula digunakan sebagai ikan hias akuarium.

Penangkapan yang berlebihan, penggunaan alat tangkap yang tidak selektif, serta adanya pencemaran perairan dikawatirkan dapat mengancam populasi ikan. Usaha konservasi sangat perlu dilakukan dalam upaya pemanfaatan sumber daya perairan sungai yang berkelanjutan. Usaha tersebut akan lebih terarah dan berhasil secara maksimal, apabila informasi mengenai ikan Lumo dikaji lebih rinci. Salah satu informasi yang sangat diperlukan adalah pola pertumbuhan dan reproduksi ikan Lumo.

Reproduksi merupakan upaya makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan dan menurunkan sifat kepada generasi selanjutnya agar tetap berkelanjutan. Sedangkan pertumbuhan adalah perubahan panjang atau berat pada suatu individu atau populasi yang merupakan respon terhadap perubahan makanan yang tersedia. Informasi tentang pola pertumbuhan dan reproduksi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, sehingga diharapkan kelestarian tetap terjaga dan menjadi dasar dalam pengelolaan berkelanjutan.


(21)

3 1.2 Perumusan Masalah

Sungai Tulang Bawang merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial dengan sumberdaya ikan yang cukup melimpah. Salah satu potensi ikan yang terdapat di perairan ini adalah ikan Lumo. Kajian tentang aspek bioekologi ikan ini belum ada sehingga informasi penting yang berguna bagi pengembangan sumberdaya ikan ini masih sangat terbatas. Salah satu informasi penting yang dibutuhkan yaitu mengenai aspek pertumbuhan dan reproduksi.

Pengelolaan dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kelestarian sumberdaya perikanan sehingga diperlukan berbagai imformasi dasar, diantaranya ukuran ikan saat pertama kali matang gonad, pola pemijahan, potensi reproduksi, musim pemijahan dan ekologi alamiah. Informasi tersebut sangat berguna bagi pengelolaan ikan Lumo, sehingga pemanfaatan ikan Lumo dapat dilakukan secara bertanggung jawab seperti pengaturan ukuran mata jaring dan pembatasan waktu penangkapan dan jumlah yang boleh ditangkap.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan dan reproduksi ikan Lumo.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat tentang pertumbuhan dan reproduksi ikan Lumo, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan di sungai Tulang Bawang.


(22)

4 1.5 Kerangka Pikir

Tulang Bawang merupakan daerah yang dialiri oleh salah satu sungai terpanjang di Lampung. Eksploitasi yang berlebihan dikhawatirkan akan menurunkan populasi ikan yang ada di sungai Tulang Bawang. Salah satu ikan yang terancam keberadaannya adalah ikan Lumo. Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan usaha konservasi. Salah satu parameter yang dibutuhkan adalah pola pertumbuhan dan reproduksi.

Parameter reproduksi yang diamati adalah nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, dan fekunditas. Parameter pertumbuhan yang diamati adalah panjang dan berat, hubungan panjang dan berat, serta faktor kondisi. Perlunya mengungkap informasi mengenai pola pertumbuhan dan reproduksi yang akan menjadi dasar sebagai proses domestikasi.

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Pencemaran

Lingkungan

Penangkapan Berlebihan

Populasi ikan menurun

Kepunahan

I k a n L u m o

Eksploitasi Konservasi

Analisis Pertumbuhan

Domestikasi

Ketersediaan ikan di alam terjaga Reproduksi


(23)

5 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus

Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/ Labiobarbus-ocellatus.html adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Family : Cyprinidae Genus : Labiobarbus

Species : Labiobarbus ocellatus


(24)

6 Ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut: tubuh relatif panjang yaitu 100 – 219 mm. Jumlah sisik linea lateralis ± 40 – 44 buah, jari-jari sirip punggung berjumlah ± 25-26 buah, sisik sirip punggung bagian depan berjumlah ± 12-13 buah, setiap gill rakers memiliki helai insang ± 35-45 buah, jumlah sisik pada sirip ekor bagian bawah ± 22 buah, dan memiliki ciri yang sangat khas yaitu ada bercak hitam di ujung depan dan belakang linea lateralis. Memiliki sirip punggung, sirip dada, sirip perut dan sirip dubur. Rahang bawah lebih pendek daripada rahang atas dan memiliki 2 pasang sungut. Mulut kecil dan kedua rahang tidak memiliki gigi. Ikan Lumo bersifat herbivor (Rainboth, 1996).

Genus Labiobarbus terdiri atas 4 spesies yaitu Labiobarbus ocellatus, Labiobarbus leptocheilus, Labiobarbus kuhlii, dan Labiobarbus lineatus. Ikan dari Genus Labiobarbus memiliki ciri tubuh yang relatif sama, yang membedakan adalah ukuran sisik dan bintik hitam di bagian depan atau belakang linea lateralis.

2.2 Habitat dan Tingkah laku Ikan Lumo

Habitat ikan Lumo adalah perairan sungai dengan kedalaman sekitar 2-3 m dan dasar berlumpur. Ikan Lumo merupakan spesies ikan pelagis terutama di daerah sungai. Ketika musim hujan dan sungai mengalami banjir Lumo juga ditemukan di rawa atau tempat yang tergenang air selama musim hujan. Pada lokasi tersebut banyak ditemukan berbagai jenis pakan alami, berupa fitoplankton, perifiton, alga bentik, dan beberapa zooplankton.


(25)

7 Lumo berenang dengan tubuh hampir sepenuhnya vertikal dan kepala berada di sebelah atas. Habitat ikan Lumo meliputi perairan air tawar, muara dan hulu sungai, rawa, rawa banjiran sampai di danau. Populasi ikan Lumo lebih banyak tertangkap di perairan sungai yang dangkal. Distribusinya tersebar dari Semenanjung Malaysia dan kepulauan Sunda Besar Sumatera dan Kalimantan di mana telah didata dari beberapa daerah aliran sungai utama, termasuk Pahang, Batang Hari, dan Kapuas (http://fishbase.org).

2.3 Musim Penangkapan

Berdasarkan hasil tangkapan nelayan di Sungai Tulang Bawang, musim penangkapan ikan dapat digolongkan dalam tiga kelompok yaitu :

1. Musim banyak ikan (Mei-September)

2. Musim sedang ikan (Januari-Mei dan Oktober-November) 3. Musim kurang ikan (Desember-Februari).

Perbedaan hasil tangkapan yang diperoleh dapat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, jumlah upaya penangkapan, tingkat keberhasilan operasi penangkapan, dan keberadaan ikan.

Nelayan disekitar Sungai Tulang Bawang menyatakan bahwa ikan Lumo yang banyak tertangkap di Perairan Sungai Tulang Bawang memiliki ciri-ciri sirip dorsal panjang yang tergolong dalam genus Labiobarbus ocellatus, selain itu ada juga ikan Lumo yang memiliki sirip dorsal pendek yang merupakan genus Thynnichthys thynnoides.


(26)

8 Penangkapan ikan Lumo di Sungai Tulang Bawang menggunakan perangkap yang dirancang khusus dan diletakkan di bibir sungai, warga sekitar menyebutnya dengan nama waring. Ada juga yang menggunakan jaring insang dan beberapa alat tangkap lain seperti sero, pancing, jermal, dan bubu, namun pada umumnya kebanyakan nelayan sekitar sungai Tulang Bawang menangkap ikan menggunakan waring. Pada umumnya masyarakat sekitar sungai Tulang Bawang memanfaatkan ikan Lumo sebagai bahan untuk membuat umpan pancing, ada juga yang memanfaatkan ikan Lumo untuk dikonsumsi dan ikan hias.

2.4 Aspek Biologi Reproduksi dan Ekologi untuk Budidaya Perikanan

Parameter biologi reproduksi dan ekologi alamiah ikan-ikan lokal sangat penting digunakan sebagai acuan dalam kegiatan budidaya. Beberapa parameter biologi reproduksi yang akan diamati adalah hubungan panjang-berat, faktor kondisi, reproduksi, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, diameter telur, dan musim pemijahan. Parameter ekologi alamiah yang akan diamati adalah keanekaragaman pakan alami, fluktuasi kualitas air, mikroorganisme dasar perairan dan kondisi vegetasi habitat.

2.4.1 Hubungan Panjang-Berat

Analisis hubungan panjang berat ikan dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan. Selanjutnya dapat diketahui bentuk tubuh ikan tersebut gemuk atau kurus (Effendie, 1997). Walpole (1993) menyatakan bahwa jika nilai koefisien korelasi mendekati -1 atau 1 maka terdapat hubungan yang kuat antara kedua variabel.


(27)

9 Effendie (1997) mengemukakan hubungan panjang – berat ikan dinyatakan dalam bentuk rumus W = aLb dimana W adalah berat (gram), L adalah panjang total (mm), sedangkan a dan b adalah konstanta yang didapatkan dari perhitungan regresi. Apabila nila b sama dengan 3 maka pola pertumbuhannya isometrik dimana pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat, apabila nilai b < 3 maka pola pertumbuhannya allometrik negatif dimana pertumbuhan panjang lebih dominan, sedangkan jika nilai b > 3 maka pola pertumbuhannya allometrik positif dimana pertumbuhan berat lebih dominan (Bal dan Rao, 1984).

2.4.2 Faktor Kondisi

Faktor kondisi adalah keadaan atau kemontokan ikan yang dinyatakan dengan angka-angka berdasarkan data panjang dan berat (Lagler, 1961 dalam Effendie, 1979). Menurut Effendie (1997), faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Tingkat kematangan gonad dan jenis kelamin mempengaruhi nilai faktor kondisi. Nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan, hal tersebut menunjukkan bahwa ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik dengan mengisi sel kelamin untuk proses reproduksinya dibandingkan ikan jantan.

Faktor kondisi dapat dilakukan sebagai indikator kondisi pertumbuhan ikan di perairan. Faktor dalam dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, dan ukuran ikan serta kematangan gonad (Effendie, 1997).


(28)

10 Faktor kondisi digunakan untuk menentukan kesesuaian lingkungan dan membandingkan berbagai tempat hidup. Apabila kondisi kurang sesuai kemungkinan dikarenakan populasinya terlalu padat, dan apabila kondisinya sesuai kemungkinan terjadi pengurangan populasi atau tersedia makanan yang mendadak. Variasi faktor kondisi bergantung pada kepadatan populasi, tingkat kematangan gonad, makanan, jenis kelamin dan umur (Effendie, 1979). Faktor kondisi secara tidak langsung menunjukkan kondisi fisiologis ikan yang menerima pengaruh dari faktor intrinsik (perkembangan gonad dan cadangan lemak) dan faktor ekstrinsik (ketersediaan sumberdaya makanan dan tekanan lingkungan) (Rahardjo dan Simanjuntak, 2002).

2.4.3 Reproduksi

Reproduksi merupakan kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya (Fujaya, 2004). (Nikolsky, 1963 dalam Rizal, 2009) menyatakan bahwa reproduksi merupakan mata rantai dalam siklus hidup yang berhubungan dengan mata rantai yang lain untuk menjamin keberlanjutan spesies. Sebagian besar organisme akuatik menghabiskan sebagian besar hidup dan energinya untuk bereproduksi (Royce, 1972 dalam Ambarwati, 2008).

Ikan memiliki variasi strategi reproduksi agar keturunan yang dihasilkan mampu bertahan hidup. Ada tiga strategi reproduksi yang paling utama: 1) memijah hanya jika energi (lipid) cukup tersedia; 2) memijah dalam proporsi ketersediaan energi; dan 3) memijah dengan mengorbankan semua fungsi yang lain, jika sesudah itu individu tersebut mati.


(29)

11 Berdasarkan strategi reproduksi yang dimiliki oleh ikan maka dikenal tipe reproduksi seksual dengan fertilisasi internal dan reproduksi seksual dengan fertilisasi eksternal (Fujaya, 2004).

2.4.4 Rasio Kelamin

Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies (Ball dan Rao, 1984). Di alam perbandingan rasio kelamin tidak mutlak, hal tersebut dipengaruhi oleh pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Effendie, 1997).

Menurut Ball dan Rao (1984), penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku ikan, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina.

2.4.5 Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Pengetahuan mengenai kematangan gonad diperlukan untuk menentukan atau mengetahui perbandingan antara ikan yang matang gonad dengan ikan yang belum matang gonad dari stok yang ada di perairan, selain itu dapat diketahui ukuran atau umur ikan pertama kali matang gonad, mengetahui waktu pemijahan,


(30)

12 lama pemijahan dan frekuensi pemijahan dalam satu tahun (Effendie, 1979). Pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad ikan diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari pengetahuan tahap perkembangan gonad juga dapat diketahui bagaimana ikan tersebut akan memijah, baru memijah atau selesai memijah Effendie (1997).

Ukuran matang gonad untuk setiap spesies ikan berbeda, demikian pada ikan yang sama spesiesnya jika tersebar pada lintang yang berbeda lebih dari lima derajat akan mengalami perbedaan ukuran dan umur pertama kali matang gonad (Effendie, 1997). Lagler et al, (1977) dalam Rizal, (2009) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi saat pertama kali ikan matang gonad yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yang mempengaruhinya adalah suhu dan arus, sedangkan faktor dalam seperti perbedaan spesies, umur, ukuran, serta sifat – sifat fisiologis ikan tersebut seperti kemampuan beradaptasi dengan lingkungan.

Ciri-ciri morfologis ikan Cyprinidae matang gonad dapat dilihat dengan mengamati bentuk, warna, dan ukuran testis serta ovarinya (Tabel 1) (Effendi, 1997).


(31)

13 Tabel 1. Ciri morfologis gonad ikan Cyprinidae.

TKG Jantan Betina

I

II

III

IV

V

Testis seperti benang, lebih pendek dan terlihat ujungnya di rongga tubuh dengan warna jernih.

Ukuran testis lebih besar, warna putih, seperti susu, bentuk lebih jelas daripada TKG 1.

Permukaan testis lebih bergerigi, warnanya semakin putih, dan semakin besar.

Lebih seperti TKG III namun sudah tampak lebih jelas dan testis berbentuk pejal.

Gonad bagian anterior kempis dan bagian posterior mulai terisi.

Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh, warna jernih dan permukaan licin.

Ukuran ovari lebih besar, warna lebih gelap kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas tanpa kaca pembesar.

Ovari berwarna kuning, secara morfoogi butir-butir telur mulai keliatan dengan mata.

Ovari bertambah besar mengisi sebagian rongga perut. Butir telur semakin berwarna kuning dan mudah dipisahkan.

Ovari berkerut, dinding tebal butir telur sisa terdapat di bagian posterior.

Sumber : (Effendi, 1997).

2.4.6 Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad adalah persentase perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan. Indeks tersebut menunjukkan perubahan gonad terhadap kondisi ikan secara morfologis. Indeks Kematangan gonad akan meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan.


(32)

14 Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie, 1997). Sebelum terjadi pemijahan, sebagian besar hasil metabolisme tubuh dipergunakan untuk perkembangan gonad sehingga berat gonad terus bertambah dengan semakin matangnya gonad tersebut (Soenanthi, 2006).

Nilai IKG dapat dihubungkan dengan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad. (Effendie, 1997). Sejalan dengan pertumbuhan gonad, gonad akan mencapai maksimum saat ikan memijah, kemudian menurun dengan cepat selama berlangsung sampai selesai pemijahan. Pemantauan IKG dilakukan untuk mengetahui ukuran ikan pada saat memijah (Soenanthi, 2006).

2.4.7 Fekunditas

Ada beberapa pengertian fekunditas antara lain fekunditas individu, fekunditas relatif, dan fekunditas total. Menurut (Nikolsky 1963 dalam Rizal 2009) fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang dikeluarkan pada tahun itu pula. Sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur persatuan berat atau panjang ikan. Fekunditas total diartikan sebagai fekunditas ikan selama hidupnya. Ikan-ikan yang tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih kecil. Umumnya fekunditas relatif lebih tinggi dibanding dengan fekunditas individu. Fekunditas relatif akan menjadi maksimum pada golongan ikan yang masih muda (Nikolsky 1963 dalam Rizal 2009).


(33)

15 2.5 Musim Pemijahan

Belum banyak diketahui masa-masa pemijahan ikan Lumo, namun penelitian-penelitian lain mengindikasikan pemijahan ikan cyprinidae terjadi pada Mei - Juni dan November - Desember (Tampi et al. 1971; Narasimham 1976 dalam Bal dan Rao (1984)

2.6 Keadaan umum Sungai Tulang Bawang

Sungai Tulang Bawang dimanfaatkan baik oleh masyarakat maupun oleh industri. Pemanfaatan oleh masyarakat antara lain untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci, mandi, memasak, sebagai daerah perikanan, dan sebagai prasarana transportasi sungai yang menghubungkan Masyarakat Tulang Bawang dengan daerah terpencil lainnya dan penghubung menuju perkebunan tempat mata pencaharian Masyarakat di bantaran sungai Tulang Bawang.

Sungai Tulang Bawang yang memiliki panjang ± 136 km (Hasyim dan Nurbaya, 1997), menyimpan kekayaan ikan air tawar yang besar. Menurut penelitian Noor et al pada tahun 1994, Sungai Tulang Bawang memiliki sekitar 74 spesies ikan air tawar. Riset terbaru Yudha pada tahun 2011 hanya menemukan sekitar 21 spesies ikan. Jumlah spesies ikan yang ditemukan menurun disebabkan oleh tercemarnya sungai Tulang Bawang oleh limbah pabrik dan limbah rumah tangga. Selain itu alat tangkap yang tidak ramah lingkungan merupakan faktor utama yang menyebabkan jumlah spesies ikan di sungai Tulang Bawang menurun.


(34)

16 2.7 Sifat Fisika-Kimia Air

Faktor fisika dan kimia air merupakan parameter untuk menentukan kualitas suatu sungai. Parameter fisika berupa suhu, kecepatan arus, kekeruhan, warna, bau dan rasa, sedangkan parameter kimia berupa DO, CO2, dan pH (Effendi, 2003). Suatu

ekosistem dikatakan baik jika faktor biotik dan abiotiknya saling mendukung. Menurut Djuanda (1981) dan Subardja et al., (1989) faktor utama yang mempengaruhi perkembangbiakan ikan adalah oksigen terlarut, makanan, suhu, kedalaman, kecepatan arus dan organisme lain yang terdapat disekitarnya.

2.7.1 Suhu

Pada umumnya suhu permukaan perairan Indonesia berkisar antara 28-31°C (Monoarfa, 2002). Menurt Boyd (1991) suhu yang baik untuk kehidupan ikan di sungai berkisar antara 25 – 30ºC.

2.7.2 Kecerahan

Menurut Effendi (2003) menjelaskan bahwa kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual menggunakan secchi disk, dimana nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi. Kecerahan merupakan faktor penting bagi proses fotosintesis dan produksi primer dalam suatu perairan.


(35)

17 2.7.3 Oksigen Terlarut

Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga jika ketersediaannya dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan, maka segala aktivitas dan proses pertumbuhan ikan akan terganggu, bahkan akan mengalami kematian (Sutimin, 2005). Menurut Odum (1996), oksigen merupakan salah satu unsur utama dalam metabolisme ikan. Oksigen terlarut dibutuhkan untuk pernafasan dan pelepasan energi dari makanan. Menurut Yustina dan Arnetis (2002), kadar oksigen terlarut yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih dari 4 ppm.

2.7.4 Amonia

Amonia merupakan produk akhir katabolisme protein yang dieksresikan ke luar tubuh ikan berupa urine melalui urogenital. Amonia ikut berperan dalam regulasi ion melalui pertukaran dengan ion Na+ (Boyd,1990). Konsentrasi amonia di dalam lingkungan perairan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu seberapa baik perairan tersebut terhindar dari limbah, baik limbah rumah tangga maupun limbah pabrik (Makhija et al, 2004). Boyd (1990) melaporkan bahwa amonia berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan, yaitu penggunaan energi yang lebih akibat stres yang ditimbulkan.

2.7.5 Derajat Keasaman (pH)

Irianto (2005) melaporkan bahwa ikan dapat hidup pada pH yang berkisar antara 5,0 – 9,5. Nilai pH dalam suatu perairan sungai dipengaruhi oleh jenis substrat, feses, dan hasil metabolisme (Sumpeno 2005). Nilai pH air sungai yang normal berkisar antara 6,0-8,0 (Kristanto, 2002).


(36)

18 Perairan yang memiliki nilai pH rendah akan menggangu kelangsungan hidup ekosistemnya, tanaman air akan sulit tumbuh sedangkan ikan akan rentan terhadap serangan penyakit dan parasit.

2.7.6 Kedalaman Sungai

Kedalaman sungai juga berpengaruh besar terhadap populasi ikan. Semakin dalam sungai maka semakin banyak pula ikan yang menempati. Menurut Wardoyo (1989), kedalaman suatu perairan dapat berpengaruh terhadap jumlah organisme yang ada. Naik turunnya permukaan air dan kecepatan arus sungai dapat menyebabkan substrat yang ada di sungai rusak dan terbawa arus, sehingga tingkat kecerahan menjadi berkurang atau sungai menjadi lebih keruh.

2.7.6 Kecepatan Arus

Kecepatan arus setiap aliran air sungai berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan kondisi fisik dan lokasi sungai yang berbeda. Arus sebagai faktor pembatas mempunyai peranan sangat penting dalam perairan lotik (mengalir) maupun lentik (menggenang), karena arus berpengaruh terhadap distribusi organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air (Barus, 2004).


(37)

19 III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan di empat titik sepanjang sungai Tulang Bawang yaitu Cakat Nyenyik (S 4°26’-33°7. E 105°16’-5°2), Ujung Gunung (S 4°27’-35’. E 105°12’- 47°4’),

Rawa Bungur (S 4°27’ - 3°94’. E 105°12’ – 17) dan Pagar Dewa (S 4°27’ -

14°,2’. E 105°10’ - 3°,9).

Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel (http://arkeologilampung.blogspot.com) 3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah baki, penggaris dengan ketelitian 1 mm, satu set alat bedah, timbangan digital, kertas label, alat tulis, mikroskop,


(38)

20 alat tangkap ikan (jaring insang dengan ukuran mata jaring 0.5; 1; 1.5; dan 2 inci), pH meter, DO meter, termometer, TAN kit, secchidisk, current meter, bathymetri sounder, botol film, GPS, jarum pentul, tisu, freezer box dan kamera digital.

Bahan yang digunakan adalah ikan Lumo, aquades, formalin 10%.

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Persiapan

Persiapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

a. Konsultasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulang Bawang. b. Survey lokasi untuk menentukan titik stasiun penelitian.

3.3.2 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan di dua tempat yaitu penelitian yang dilakukan di lapang dan penelitian yang dilakukan di laboratorium Jurusan Budidaya Perikanan Universitas Lampung.

a. Pengambilan Sampel

Penelitian dilakukan dengan cara pengambilan sampel ikan di sepanjang titik atau stasiun menggunakan jaring insang dengan ukuran mata jaring 0.5, 1, 1.5, dan 2 inci di sepanjang titik atau stasiun yang ditebar memanjang mengikuti bibir sungai dengan kedalamam 0,5 sampai 2 m. Jaring dipasang pelampung dan pemberat sehingga dapat merentang di dalam air dan dapat menjerat ikan yang melewati jaring tersebut. Ikan yang tertangkap diukur panjang total dan beratnya, kemudian preservasi menggunakan formalin 10%.


(39)

21 b. Analisis Sampel

1) Preservasi sampel gonad menggunakan formalin 10%.

2) Analisis aspek reproduksi ikan meliputi: nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas.

3) Analisis pertumbuhan panjang dan berat, hubungan panjang dan berat, serta faktor kondisi.

4) Pencatatan hasil pengamatan sebagai data hasil penelitian.

3.4 Parameter yang diamati

3.4.1 Identifikasi Morfologi dan Morfometri

Pengamatan morfologi dan morfometri dengan cara mengamati dan mengukur bagian tubuh menggunakan alat ukur yang meliputi bentuk, warna, dan ciri-ciri khusus dari tubuh ikan Lumo, serta pengukuran panjang, berat, dan tinggi badan ikan Lumo.

3.4.2 Sebaran Jumlah Sampel

Pengamatan dengan cara menjumlah keseluruhan sampel yang di dapat setiap bulan dan membandingkan antara jantan dan betina serta mengelompokkan sampel ikan kedalam selang kelas ukuran panjang dan berat yang sudah di tentukan.

3.4.3 Pertumbuhan Panjang dan Berat

Pengamatan pertumbuhan panjang dan berat menggunakan model Von Bartalanffy plot (VBP). Rumus yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan panjang dan berat adalah:

Σ kelas = 1 + 3.32 log n dan


(40)

22 Keterangan:

n = Jumlah keseluruhan data. Lk = Lebar kelas

Data yang diperoleh kemudian di masukkan kedalam tabel frekuensi dari selang kelas yang sudah diperoleh.

3.4.4 Hubungan Panjang – Berat Ikan

Hubungan panjang – berat ikan dinyatakan dalam bentuk rumus yang dikemukakan oleh Effendie (1997) :

W = aLb Keterangan :

W = Berat total ikan (gram) L = Panjang total ikan (mm) a dan b konstanta

3.4.5 Faktor Kondisi

Berdasarkan Effendi (1997), Faktor kondisi (K) berdasarkan pada panjang dan berat ikan contoh dapat dihitung dengan rumus :

Kn =

Keterangan :

Kn = faktor kondisi

W = berat rata-rata ikan satu kelas (gram) L = panjang total rata-rata satu kelas (mm) a dan b = konstanta dari regresi


(41)

23 3.4.6 Nisbah Kelamin

Pengamatan nisbah kelamin ikan lumo dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina, dengan rumus (Effendie, 1997);

X = Keterangan : X = Nisbah kelamin

J = Jumlah ikan kelamin jantan (ekor) B = Jumlah ikan kelamin betina (ekor)

Selanjutnya dilakukan uji keseimbangan nisbah kelamin menggunakan uji Chi-square (α = 95%), dengan rumus :

χ

2

=

χ2

= Nilai hitung perubahan acak χ2

oi = jumlah frekuensi ikan jantan dan betina ke-i

ei = jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina ke-i Hipotesis : H1 = Jumlah ikan jantan dan betina berbeda nyata

H0 = Jumlah ikan jantan dan betina tidak berbeda nyata

3.4.7 Tingkat Kematangan Gonad

Ciri-ciri morfologis ikan Cyprinidae matang gonad dapat dilihat dengan mengamati bentuk, warna, dan ukuran testis serta ovarinya (Tabel 1).

3.4.8 Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan dihitung dengan membandingkan bobot gonad dan bobot ikan (Effendie, 1997);

IKG % =


(42)

24 Keterangan ;

IKG = Indeks kematangan gonad Bg = Berat gonad ikan (gram)

Bt = Berat tubuh ikan (gram)

3.4.9 Fekunditas

Fekunditas ikan ditentukan dengan metode gravimetrik dan dihitung dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1997):

F =

× N

Keterangan : F = fekunditas

G = berat gonad total (gram) g = berat gonad contoh (gram) N = jumlah telur contoh (butir)

3.4.10 Kualitas Air.

Tabel 2. Pengamatan kualitas air

Parameter

Fisika

 Kecerahan

 Kecepatan Arus

 Kedalaman

Kimia

 Suhu

 pH

 DO


(43)

25 3.5 Analisis Data

Penelitian data biologi perikanan berupa identifikasi morfologi; pertumbuhan panjang dan berat; hubungan panjang dan berat; faktor kondisi serta biologi reproduksi meliputi nisbah kelamin; TKG; IKG; fekunditas, serta ekologi berupa kualitas air dianalisis secara deskriptif.


(44)

55

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa aspek pola pertumbuhan dan reproduksi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) di Sungai Tulang Bawang, maka dapat disimpulkan bahwa:

 Hasil regresi hubungan panjang dan berat ikan lumo menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan ikan lumo adalah Allometrik Positif, dan faktor kondisi ikan lumo menunjukkan relatif kurus atau pipih.

 Nisbah kelamin ikan Lumo yang tertangkap di Sungai Tulang Bawang adalah 1,2 : 1. Berdasarkan uji Chi-square nisbah kelamin ikan lumo berbeda nyata setiap bulan.

 Ikan Lumo memasuki musim puncak pemijahan pada bulan Oktober – Desember (Gambar 14 dan Tabel 5) dan memiliki siklus pemijahan tahunan dimana masa kematangan gonad selama sembilan bulan.


(45)

56 5.2 Saran

Alternatif pengelolaan perikanan yang disarankan adalah tidak melakukan penangkapan pada saat musim puncak ikan memijah yang diperkirakan pada bulan Oktober - Februari, ukuran ikan yang boleh ditangkap setelah ikan berukuran lebih besar dari 180 mm bertujuan memberikan kesempatan ikan lumo untuk memijah terlebih dahulu, ukuran mata jaring yang diperbolehkan adalah lebih dari 1,5 inch. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu dilakukan penelitian yang sama namun pada waktu yang berbeda agar didapat siklus hidup ikan Lumo secara keseluruhan.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, D. S. 2008. Studi Biologi Reproduksi Ikan Layur (Superfamili Trichiuroidea) di Perairan Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Ball, D. V. dan K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 250 hal.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan, Medan: USU Press.

Boyd, C.T. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Birmingham. Publ.Co. Alabama. P:25-186.

Djuanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico, Bandung. 190 halaman. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri, Bogor.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hal.

Fatimah L. 2006. Beberapa Aspek Reproduksi Ikan Kresek (Thryssa mystax) Pada Bulan Januari-Juni di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm.

Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843). Dalam http://www.fishbase.org/summary/Labiobarbus-ocellatus.html (Di akses 4 April 2013, pukul 19.00)

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Cetakan pertama. Rineka Putra. Jakarta.

Hartoto L, Judoamidjojo RM, dan Said EG. 1998. Biokonversi. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi.


(47)

Hasyim, H. dan Nurbaya, S. 1997. Menyelami Tulang Bawang. Tulang Bawang Enterprise bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Lampung. Lampung.

http://arkeologilampung.blogspot.com/2009/01/keletakan-antara-tiyuh-dan-umbul-pada.html (Di akses 27 Mei 2013, pukul 15.18).

http://www.fishbase.org/summary/Labiobarbus-ocellatus.html (Di akses 4 April 2013, pukul 19.00)

Irianto Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Iqbal, B.A. 2008. Ikhtiologi Ikan dan Aspek Kehidupannya. Yayasan Citra Emulsi. Makassar.

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Mahida, U.N. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Edisi II. Penerbit CV. Rajawali Press. Jakarta.

Makhija K. K, Ray Arabinda, dan Patel RM. (2004). Indiumoxide Thin Film Based Ammonia Gas and Ethanol Vapour Sensor. Department of Electronics, Department of Chemistry. India

Monoarfa, W. 2002. Dampak Pembangunan bagi Kualitas Air di Kawasan pesisir pantai Losari, Makssar. ISSN; 1411- 4674. Vol. 3 No.3: Hal 37-44.

Merta, I.G.S. 1993. Hubungan panjang – berat dan faktor kondisi ikan lemuru, Sardinella lemuru BLEEKER, 1853 dari perairan Selat Bali. Jur. Pen. Per. Laut ( 73 ) : 35 - 44.

Nasution, H. S. 2004. Karakteristik Reproduksi Ikan Endemik Rainbow Selebensis (Telmatherine celebensis B). Makalah pengantar falsafa sains. Institut Pertanian Bogor.

Nikolsky GV. 1963. The ecology of fishes. Academic Press. New York. 325 p. Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar ekologi (Diterjemahkan Oleh Tjahjono

Samingan) Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hal.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP.RI). No 82. 2001. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Presiden Republik Indonesia

Rahardjo MF & Simanjuntak PH. 2002. Studi Makanan Ikan Tembang Sardinella fimbriata (PISCES:CLUPEIDAE) di Perairan Mangrove Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Ikhtiologi Indonesia 2(1): 29-33.


(48)

Rainboth, W.J. 1996. Fishes of the Cambodian Mekong. Rome. 109-110.

Rizal, D. A. 2009. Studi Biologi Reproduksi Ikan Senggiringan (Puntius johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut dan Kebutuhan Oksigen untuk Penentuan Kualitas Perairan. Diakses dari http//repository.usu.ac.id pada 26 Agustus 2014.

Saputra, H.K. 2009. Karakteristik Kualitas Air Muara Sungai Cisadane Bagian Tawar dan Payau di Kabupaten Tangerang, Banten. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Sjafei, S.D., Rahardjo, M.F., Affandi, R., Brojo, M. dan Sulistiono. 1993. Fisiologi Ikan II. Reproduksi ikan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Soenanthi, K.D. 2006. Studi Reproduksi Ikan Lidah (Cynoglossus lingua Hamilton-Buchanan) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Sofiah, S. 2003. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Ikan Butini (Glossgobius matanensis Weber) di Danau Towuti, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Utara. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Sparre, P., E. Ursin and S.C. Venema. 1989. Introduction to tropical fish stock assessment. Part 1 – Manual. FAO Fish. Tech. Pap.(306/1) :337 pp.

Subardja, D.S., M.F. Rahardjo., R. Affandi., M. Brodjo. 1989. Sistematika Ikan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor. Bogor. 125 p.

Sumpeno Dedi. 2005. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp), Pada Penebaran 15, 20, 25, dan 30 Ekor/Liter dalam Pendederan Secara Indor dengan Sistem Resirkulasi. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Sutimin. 2005. Model Matematika Konsentrasi Oksigen Terlarut Pada Ekosistem Perairan Danau. Bioma, 7 (1). ISSN 1410-8801.

Sutisna, D.H dan R. Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius, Yogyakarta. Hal 37 – 39.

Wahyuningsih, H dan T. A. Barus. 2006. Buku Ajar Iktiologi. Departemen Biologi FMIFA USU. Sumatera Utara. 149 hal.


(49)

Wardoyo, S. T. H. 1989. Kriteria Kualitas Air untuk Pertanian dan Perikanan. Makalah pada Seminar Pengendalian Pencemaran Air. Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. Bandung.

Walpole, R. V. E. 1993. Pengantar Statistik. Terjemahan Bambang Sumatri (Edisi Ketiga). PT. Gramedia. Jakarta. 521 hal.

Weatherley, A.H., dan H.S. Gill. 1987. The Biology of fish growth. Academic Press, London, U.K. 443p

Yudha, I.G. 2011. Keanekaragaman jenis dan karakteristik ikan-ikan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang. Prosiding Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Yustina dan Arnentis. 2002. Aspek Reproduksi Ikan Kapiek (Punitius schwanefeldi bleeker) di Sungai Rangau-Riau, Sumatra. Jurnal Matematika dan Sains. ITB 7:5-14,


(1)

55 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa aspek pola pertumbuhan dan reproduksi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) di Sungai Tulang Bawang, maka dapat disimpulkan bahwa:

 Hasil regresi hubungan panjang dan berat ikan lumo menunjukkan bahwa tipe pertumbuhan ikan lumo adalah Allometrik Positif, dan faktor kondisi ikan lumo menunjukkan relatif kurus atau pipih.

 Nisbah kelamin ikan Lumo yang tertangkap di Sungai Tulang Bawang adalah 1,2 : 1. Berdasarkan uji Chi-square nisbah kelamin ikan lumo berbeda nyata setiap bulan.

 Ikan Lumo memasuki musim puncak pemijahan pada bulan Oktober – Desember (Gambar 14 dan Tabel 5) dan memiliki siklus pemijahan tahunan dimana masa kematangan gonad selama sembilan bulan.


(2)

56 5.2 Saran

Alternatif pengelolaan perikanan yang disarankan adalah tidak melakukan penangkapan pada saat musim puncak ikan memijah yang diperkirakan pada bulan Oktober - Februari, ukuran ikan yang boleh ditangkap setelah ikan berukuran lebih besar dari 180 mm bertujuan memberikan kesempatan ikan lumo untuk memijah terlebih dahulu, ukuran mata jaring yang diperbolehkan adalah lebih dari 1,5 inch. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu dilakukan penelitian yang sama namun pada waktu yang berbeda agar didapat siklus hidup ikan Lumo secara keseluruhan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, D. S. 2008. Studi Biologi Reproduksi Ikan Layur (Superfamili Trichiuroidea) di Perairan Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Ball, D. V. dan K. V. Rao. 1984. Marine Fisheries. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 250 hal.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan, Medan: USU Press.

Boyd, C.T. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Birmingham. Publ.Co. Alabama. P:25-186.

Djuanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico, Bandung. 190 halaman. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri, Bogor.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hal.

Fatimah L. 2006. Beberapa Aspek Reproduksi Ikan Kresek (Thryssa mystax) Pada Bulan Januari-Juni di Perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm.

Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843). Dalam http://www.fishbase.org/summary/Labiobarbus-ocellatus.html (Di akses 4 April 2013, pukul 19.00)

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Cetakan pertama. Rineka Putra. Jakarta.

Hartoto L, Judoamidjojo RM, dan Said EG. 1998. Biokonversi. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi.


(4)

Hasyim, H. dan Nurbaya, S. 1997. Menyelami Tulang Bawang. Tulang Bawang Enterprise bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Lampung. Lampung.

http://arkeologilampung.blogspot.com/2009/01/keletakan-antara-tiyuh-dan-umbul-pada.html (Di akses 27 Mei 2013, pukul 15.18).

http://www.fishbase.org/summary/Labiobarbus-ocellatus.html (Di akses 4 April 2013, pukul 19.00)

Irianto Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Iqbal, B.A. 2008. Ikhtiologi Ikan dan Aspek Kehidupannya. Yayasan Citra Emulsi. Makassar.

Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Mahida, U.N. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Edisi II. Penerbit CV. Rajawali Press. Jakarta.

Makhija K. K, Ray Arabinda, dan Patel RM. (2004). Indiumoxide Thin Film Based Ammonia Gas and Ethanol Vapour Sensor. Department of Electronics, Department of Chemistry. India

Monoarfa, W. 2002. Dampak Pembangunan bagi Kualitas Air di Kawasan pesisir pantai Losari, Makssar. ISSN; 1411- 4674. Vol. 3 No.3: Hal 37-44.

Merta, I.G.S. 1993. Hubungan panjang – berat dan faktor kondisi ikan lemuru, Sardinella lemuru BLEEKER, 1853 dari perairan Selat Bali. Jur. Pen. Per. Laut ( 73 ) : 35 - 44.

Nasution, H. S. 2004. Karakteristik Reproduksi Ikan Endemik Rainbow Selebensis (Telmatherine celebensis B). Makalah pengantar falsafa sains. Institut Pertanian Bogor.

Nikolsky GV. 1963. The ecology of fishes. Academic Press. New York. 325 p. Odum, E. P. 1996. Dasar-Dasar ekologi (Diterjemahkan Oleh Tjahjono

Samingan) Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hal.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP.RI). No 82. 2001. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Presiden Republik Indonesia

Rahardjo MF & Simanjuntak PH. 2002. Studi Makanan Ikan Tembang Sardinella fimbriata (PISCES:CLUPEIDAE) di Perairan Mangrove Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Ikhtiologi Indonesia 2(1): 29-33.


(5)

Rainboth, W.J. 1996. Fishes of the Cambodian Mekong. Rome. 109-110.

Rizal, D. A. 2009. Studi Biologi Reproduksi Ikan Senggiringan (Puntius johorensis) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, Sumatera Selatan. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut dan Kebutuhan Oksigen untuk Penentuan Kualitas Perairan. Diakses dari http//repository.usu.ac.id pada 26 Agustus 2014.

Saputra, H.K. 2009. Karakteristik Kualitas Air Muara Sungai Cisadane Bagian Tawar dan Payau di Kabupaten Tangerang, Banten. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Sjafei, S.D., Rahardjo, M.F., Affandi, R., Brojo, M. dan Sulistiono. 1993. Fisiologi Ikan II. Reproduksi ikan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Soenanthi, K.D. 2006. Studi Reproduksi Ikan Lidah (Cynoglossus lingua Hamilton-Buchanan) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Sofiah, S. 2003. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Ikan Butini (Glossgobius matanensis Weber) di Danau Towuti, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Utara. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Sparre, P., E. Ursin and S.C. Venema. 1989. Introduction to tropical fish stock assessment. Part 1 – Manual. FAO Fish. Tech. Pap.(306/1) :337 pp.

Subardja, D.S., M.F. Rahardjo., R. Affandi., M. Brodjo. 1989. Sistematika Ikan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor. Bogor. 125 p.

Sumpeno Dedi. 2005. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp), Pada Penebaran 15, 20, 25, dan 30 Ekor/Liter dalam Pendederan Secara Indor dengan Sistem Resirkulasi. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Sutimin. 2005. Model Matematika Konsentrasi Oksigen Terlarut Pada Ekosistem Perairan Danau. Bioma, 7 (1). ISSN 1410-8801.

Sutisna, D.H dan R. Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius, Yogyakarta. Hal 37 – 39.

Wahyuningsih, H dan T. A. Barus. 2006. Buku Ajar Iktiologi. Departemen Biologi FMIFA USU. Sumatera Utara. 149 hal.


(6)

Wardoyo, S. T. H. 1989. Kriteria Kualitas Air untuk Pertanian dan Perikanan. Makalah pada Seminar Pengendalian Pencemaran Air. Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. Bandung.

Walpole, R. V. E. 1993. Pengantar Statistik. Terjemahan Bambang Sumatri (Edisi Ketiga). PT. Gramedia. Jakarta. 521 hal.

Weatherley, A.H., dan H.S. Gill. 1987. The Biology of fish growth. Academic Press, London, U.K. 443p

Yudha, I.G. 2011. Keanekaragaman jenis dan karakteristik ikan-ikan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang. Prosiding Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat UNILA - 21 September 2011. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Yustina dan Arnentis. 2002. Aspek Reproduksi Ikan Kapiek (Punitius schwanefeldi bleeker) di Sungai Rangau-Riau, Sumatra. Jurnal Matematika dan Sains. ITB 7:5-14,