KINERJA PRODUKSI, NILAI TAMBAH, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI EMPING MELINJO DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

KINERJA PRODUKSI, NILAI TAMBAH, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI EMPING MELINJO DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

I.Rani Mellya Sari

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis kinerja produksi dan kesempatan kerja agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung (2) menganalisis nilai tambah agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung, dan (3) menyusun strategi pengembangan agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan (1) Kinerja agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung menguntungkan. Produktivitas agroindustri emping di Kelurahan Rajabasa dan Sukamaju tergolong berkinerja baik dengan kapasitas sebesar 86 persen dan 84 persen. Agroindustri emping melinjo mampu memberikan kesempatan kerja sebesar 62,92 HOK di Rajabasa dan 42,49 HOK di Sukamaju. (2)Kelurahan Rajabasa memberikan nilai tambah sebesar Rp 6.838,69/kg melinjo (45,95 persen), dan di Kelurahan Sukamaju sebesar Rp 8.238,75/kg melinjo (48,63 persen), dan (3) Strategi pengembangan emping melinjo di Kota Bandar Lampung yaitu (a) meningkatkan kualitas produk sehingga memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap produk emping yang semakin meningkat (b) pemberian nama merek dagang agar memperluas jaringan pasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat (c) memanfaatkan produk emping yang berkualitas untuk menghadapi pesaing antar industri pengolahan lainnya (d) memperluas jaringan pasar sehingga agroindustri dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap produk.


(2)

ABSTRACT

PRODUCTION PERFORMANCE,VALUE ADDED, AND DEVELOPMENT STRATEGY OF EMPING MELINJO

AGROINDUSTRY IN BANDAR LAMPUNG CITY

By

I.Rani Mellya Sari

The purpose of this research are to analyze the production performance, employment opportunity, value-added, and development strategies of ‘emping melinjo’ agroindustry in Bandar Lampung City. Primary and secondary data were collected. The methods of data analysis used in this research were descriptive qualitative and quantitative analysis. The results showed that (1) ‘Emping melinjo’ agroindustry in Bandar Lampung city is profitable. Productivity of emping melinjo agroindustry in Rajabasa and Sukamaju Villages is considered good with a capacity of 86 percent and 84 percent. Employment opportunity of emping melinjo agroindustry was 62.92 person-days (HOK) in Rajabasa and 42.49 HOK in Sukamaju. (2) Agroindustry of ‘emping melinjo’ in Rajabasa village provides value-added of Rp 6,838.69/kg of melinjo (45.95 percent), and in Sukamaju Rp 8.238,75/ kg of melinjo (48,63 percent). (3) Development Strategy of Emping Melinjo in Bandar Lampung city are the followings: (a) improving the quality of the products to fulfill increasing demand, (b) determining a trademark of the product in order to expand the market network, (c) utilizing the product quality to deal with competitors among other processing industries, and (d) expanding the market network.

Keywords: ‘emping melinjo’, production performance, value-added, development strategy.


(3)

KINERJA PRODUKSI, NILAI TAMBAH, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI EMPING MELINJO

DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

I.RANI MELLYA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memcapai gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Agustus 1992. Penulis adalah anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Wan Abdurrahman, S.H, M.H. dan Ibu Dra.Mike Elly Rose M,Pd. Penulis

menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Rawa Laut tahun 2004, SMPN 18 Bandar Lampung tahun 2007, SMAN 1 Bandar lampung tahun 2010. Penulis diterima di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi anggota Himpunan

Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himaseperta) bidang IV Kewirausahaan dan Pendanaan. Penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang PPD Lampung pada tahun 2013. Penulis melakukan kegiatan KKN pada periode Januari-Februari 2013 di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Teluk Betung Timur, Kota Bandar Lampung. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada beberapa mata kuliah, yaitu Landasan Perdagangan Internasional,


(7)

SANWACANA

Bismillaahirrohmaanirrohim.

Alhamdulillaahirobbill’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap

kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Skripsi yang berjudul “Kinerja Produksi, Nilai Tambah, dan Strategi

Pengembangan Agroindustri Emping Melinjo di Kota Bandar Lampung”

telah diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak yang telah memberikan sumbangsih, nasehat, saran dan kritik yang membangun. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung sekaligus Dosen Pembimbing Pertama atas bimbingan, masukan, arahan dan nasehat yang telah diberikan.

2. Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Kedua sekaligus Pembimbing Akademik atas bimbingan, masukan, arahan dan nasehat yang telah diberikan.


(8)

4. Dr. Ir. F.E. Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas arahan dan bantuan dalam penyelesaian skripsi.

5. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis atas semua ilmu yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas Lampung.

6. Karyawan-karyawan di Jurusan Agribisnis, Mba Iin, Mba Ayi, Mas Bukhari, Mas Sukardi dan Mas Boim atas semua bantuan yang telah diberikan.

7. Orang tuaku tercinta Ayahanda Wan Abdurrahman, S.H, M.H., dan Ibunda Dra. Mike Elly Rose, M.Pd., untuk setiap doa, nasihat, dukungan, kasih sayang, dan semua yang telah diberikan, abangku tercinta Wan Ahmad Fahreiza Rahman, S.H., dan kakak Betty Astriva Sari, S.K.G., serta adikku tercinta I.Ratna Novalia Sari dan I.Rahmallya Sari atas doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini. 8. Seseorang yang senantiasa memberikan doa, semangat, pengertian, motivasi

kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan di S1 Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung Lina Febri Yanti, Raisa Diti, Kurnisa Ayi Pertiwi, Devi Ariantika, Annisa Incamila, Ellis Nurhidayati, Madumita Hapsari, Andini Fitria, Susi Susanti, Terisia Muharam, Ike Patrisia, Silvya Dara, Sastra Delila, Nisya Prita, Fitria Meriza, Tati Musoleha, Ita Musliha, Meitri, Yuni Elmita, Erisa W, Ayu, Novita, Dwi Rizky, M. Rifki, Doni, Riza, David, Hasan, Kholis, Bara, Hendra, Roche, Altri, Cherry, Dion, Pram, Ajus, Chandra, Yudha, Maryadi, Wahyu,


(9)

10.Kakak senior Agribisnis angkatan 2008 dan 2009 (Yunica Safitri, Peni Rosepa, dan Inke Kusuma), adik-adik angkatan 2011 (Niken Wiandhani, Desta Imansari, Nadia Ariantika dan Ratu Apriliani) serta adik-adik angkatan 2012 dan 2013 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

11.Keluarga KKN tercinta, Bapak Witra, Marianun, Sekar, Dani, Mentari, Nana, Dwi, Cindy, Yuki, Ega, Mail, Viki, Nur, dan Idon.

12.Ibu-ibu pengrajin emping di Kelurahan Rajabasa dan Sukamaju Kota Bandar Lampung atas ilmu dan kerjasamanya sehingga skripsi dapat terselesaikan. 13.Semua pihak yang telah membantu dalam proses penelitian dan penyelesaian

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis berharap semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bandar Lampung, 16 Januari 2015 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Kegunaan Penelitian ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... 14

1. Konsep Agribisnis dan Agroindustri ... 14

2. Industri Kecil/Usaha Kecil (UMKM)... 15

3. Agroindustri Emping Melinjo ... 17

3.1. Ciri khas tanaman melinjo ... 17

3.2. Emping melinjo ... 19

3.3. Pohon agroindustri melinjo ... 25

4. Kinerja ... 26

5. Kesempatan Kerja ... 28

6. Analisis Nilai Tambah ... 31

7. Strategi Pengembangan ... 33

8. Focus Group Discussion (FGD) ... 44

B. Penelitian Terdahulu ... 46

C. Kerangka Pemikiran ... 53

III. METODALOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 57

B. Lokasi, Waktu dan Sampel Penelitian ... 62

C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 65

D. Metode Analisis Data ... 65

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur ... 79

1. Keadaan umum ... 79


(11)

B. Keadaan Umum Kelurahan Sukamaju ... 80

1. Keadaan umum... 80

2. Letak geografi dan luas kelurahan ... 81

3. Topografi ... 83

4. Potensi demografi... 83

5. Sarana dan prasarana ... 85

C. Keadaan Umum Kecamatan Rajabasa ... 85

1. Keadaan umum... 85

2. Letak geografi dan luas kecamatan ... 86

3. Topografi ... 86

D. Keadaan Umum Kelurahan Rajabasa... 87

1. Keadaan umum... 87

2. Letak geografi dan luas kelurahan ... 87

3. Potensi demografi... 90

4. Sarana dan prasarana ... 91

E. Gambaran Agroindustri ... 91

1. Bahan baku... 91

2. Tenaga kerja ... 93

3. Produksi ... 94

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden ... 95

1. Umur responden ... 95

2. Tingkat pendidikan responden ... 96

3. Pengalaman usaha ... 98

B. Keragaan Agroindustri Emping Melinjo ... 99

1. Pengadaan bahan baku ... 99

2. Modal awal ... 101

3. Tenaga kerja ... 103

4. Peralatan ... 104

5. Proses pembuatan emping melinjo ... 105

6. Produksi ... 107

7. Pemasaran ... 108

C. Kinerja Produksi ... 110

1. Produktivitas ... 110

2. Kapasitas ... 111

3. Kualitas ... 113

4. Kecepatan pengiriman ... 115

5. Fleksibilitas ... 115

6. Kecepatan proses ... 116

D. Analisis Kesempatan Kerja ... 117

E. Analisis Nilai Tambah ... 119

F. Strategi Pengembangan ... 125

1. Analisis Lingkungan Internal ... 125

a. Produksi ... 125

b. Manajemen dan pendanaan ... 126


(12)

e. Pemasaran ... 129

2. Analisis Lingkungan Eksternal ... 130

a. Ekonomi, sosial, dan budaya ... 130

b. Pesaing ... 131

c. Bahan baku ... 131

d. Iklim dan cuaca ... 132

e. Kebijakan pemerintah ... 132

3. Analisis SWOT di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung 133 a. Matriks faktor internal di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 134

b. Matriks faktor eksternal di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 135

c. Strategi prioritas di Kelurahan Rajabasa ... 141

4. Analisis SWOT di Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung144 a. Matriks faktor internal di Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 145

b. Matriks faktor eksternal di Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 146

c. Strategi prioritas di Kelurahan Sukamaju ... 152

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 156

B. Saran ... 157 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai Tukar Petani nasional tahun 2013 ... 2

2. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung, 2010-2012 (Juta Rupiah) ... 3

3. Realisasi pertumbuhan industri kecil Kota Bandar Lampung, 2011-2012 ... 5

4. Kandungan gizi biji melinjo dan emping melinjo (100 gr) ... 6

5. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman melinjo Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota Tahun 2012 ... 7

6. Persebaran agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung ... 8

7. Kriteria Usaha UMKM menurut UU No. 20 Tahun 2008 ... 17

8. Penelitian terdahulu dengan metode penelitian yang serupa ... 46

9. Penelitian terdahulu mengenai produk emping melinjo ... 49

10. Stratum berdasarkan kinerja agroindustri Di Kelurahan Sukamaju dan Rajabasa Kota Bandar Lampung... 64

11. Prosedur perhitungan nilai tambah Metode Hayami ... 70

12. Matrik faktor internal ... 74

13. Matrik faktor eksternal ... 76

14. Sebaran penggunaan lahan di Kelurahan Sukamaju ... 81

15. Luas tanaman pangan dan tanaman sayuran/buah-buahan menurut komoditas di Kelurahan Sukamaju ... 82

16. Jumlah penduduk menurut kelompok umur Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung, tahun 2013 ... 83

17. Tingkat pendidikan di Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung, tahun 2013 ... 84


(14)

komoditas di Kelurahan Rajabasa ... 89 20. Jumlah penduduk menurut kelompok umur Kelurahan Rajabasa Kota

Bandar Lampung, tahun 2012 ... 90 21. Tingkat pendidikan di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung

tahun 2013 ... 91 22. Jumlah tanaman dan produksi tanaman melinjo di Provinsi Lampung .... 92 23. Jumlah responden menurut kelompok umur ... 95 24. Jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 97 25. Lama berusaha agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung .. 98 26. Sebaran responden berdasarkan jumlah modal awal agroindustri emping

melinjo di Kota Bandar Lampung ... 102 27. Penggunaan tenaga kerja dalam agroindustri emping melinjo ... 103 28. Biaya rata-rata penyusutan peralatan dalam agroindustri emping

melinjo ... 104 29. Kesempatan kerja pada agroindustri emping melinjo di Kota Bandar

Lampung per Bulan ... 117 30. Analisis nilai tambah agroindustri emping melinjo di kelurahan

Rajabasa Kota Bandar Lampung... 119 31. Matrik faktor internal untuk kekuatan (strenghts) dan kelemahan

(weaknesses) agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa

Kota Bandar Lampung ... 134 32. Matrik faktor eksternal untuk peluang (opportunities) dan ancaman

(threats) emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota

Bandar Lampung ... 136 33. Pembobotan untuk diagram SWOT faktor internal dan eksternal emping

melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 137 34. Strategi prioritas yang dapat dilakukan agroindustri emping melinjo di


(15)

Lampung ... 145 36. Matrik faktor eksternal untuk peluang (Opportunities) dan ancaman

(threats) emping melinjo di Kelurahan Sukamaju Kota Bandar

Lampung ... 147 37. Pembobotan untuk diagram SWOT faktor internal dan eksternal emping

melinjo di Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 148 38. Strategi prioritas yang dapat dilakukan agroindustri emping melinjo di

Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 155 39. Identitas responden agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa

Kota Bandar Lampung ... 163 40. Identitas responden agroindustri emping melinjo di Kelurahan

Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 163 41. Biaya investasi agroindustri emping melinjo di Rajabasa ... 164 42. Biaya investasi agroindustri emping melinjo di Sukamaju ... 166 43. Biaya produksi agroindustri emping melinjo per bulan di Kelurahan

Rajabasa Kota Bandar Lampung... 168 44. Biaya produksi agroindustri emping melinjo per bulan di Kelurahan

Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 169 45. HOK agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota

Bandar Lampung ... 170 46. HOK agroindustri emping melinjo di Kelurahan Sukamaju Kota

Bandar Lampung ... 173 47. Kinerja agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota

Bandar Lampung ... 176 48. Kinerja agroindustri emping melinjo di Kelurahan Sukamaju Kota

Bandar Lampung ... 177 49. Nilai tambah agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota

Bandar Lampung ... 178 50. Nilai tambah agroindustri emping melinjo di Kelurahan Sukamaju Kota


(16)

53. Rekap evaluasi faktor internal dan eksternal Kelurahan Rajabasa ... 184

54. Rekap peringkat faktor internal dan eksternal Kelurahan Rajabasa ... 185

55. Penyusunan strategi di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 186

56. Strategi prioritas agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 190

57. Hasil evaluasi faktor internal di Kelurahan Sukamaju ... 197

58. Hasil evaluasi faktor eksternal di Kelurahan Sukamaju ... 199

59. Rekap evaluasi faktor internal dan eksternal di Kelurahan Sukamaju ... 201

60. Rekap peringkat faktor internal dan eksternal di Kelurahan Sukamaju .... 202

61. Penyusunan strategi di Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 203

62. Strategi prioritas agroindustri emping melinjo di Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 207

63. Kinerja, nilai tambah dan strategi pengembangan agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung ... 214


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses pembuatan emping melinjo... 23

2. Pohon agroindustri emping melinjo ... 26

3. Kurva permintaan tenaga kerja jangka pendek dan jangka panjang ... 30

4. Aktivitas utama dan pendukung dalam rantai nilai Porter ... 34

5. Lima faktor kekuatan Porter... 36

6. Diagram analisis SWOT ... 43

7. Kerangka pemikiran kinerja produksi, nilai tambah dan strategi pengembangan agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung ... 56

8. Bentuk matrik SWOT ... 77

9. Persedian bahan baku dalam satu tahun (2014) pada masing-masing wilayah penelitian ... 101

10. Proses pembuatan emping melinjo di Kelurahan Rajabasa dan Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 107

11. Rantai pemasaran agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung ... 109

12. Produk emping kualitas tinggi ... 114

13. Produk emping kualitas rendah ... 114

14. Diagram SWOT agroindustri emping melinjo pada Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 138

15. Analisis SWOT agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 140

16. Diagram SWOT agroindustri emping melinjo pada Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 149

17. Analisis SWOT agroindustri emping melinjo di Kelurahan Sukamaju Kota Bandar Lampung ... 151


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi struktural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), industri pengolahan atau manufaktur merupakan sektor yang mampu memberikan kontribusi terbesar (1,42 persen) dalam Produk Domestik Bruto(PDB) Nasional pada Tahun 2012.

Sektor Industri Pertanian merupakan suatu sistem pengelolaan secara terpadu antara Sektor Pertanian dengan Sektor Industri guna mendapatkan nilai tambah produk hasil pertanian. Agroindustri merupakan usaha untuk

meningkatkan efisiensi sektor pertanian hingga menjadi kegiatan yang sangat produktif melalui proses modernisasi pertanian. Modernisasi di sektor industri dalam skala nasional dapat meningkatkan penerimaan nilai tambah sehingga pendapatan ekspor akan lebih besar (Saragih, 2004).


(19)

Agroindustri diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, maupun stabilitas nasional. Hal ini karena subsektor tanaman pangan memiliki kemampuan terbatas dalam meningkatkan pendapatan petani yang ditunjukkan oleh dasar nilai tukar petani tanaman pangan di Indonesia pada Tahun 2013 yang keseluruhannya dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Tukar Petani Nasional Tahun 2013.

Rincian Jan-13 Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13 Indeks Diterima Petani

NAS

150.60 150.78 150.81 150.86 151.44 Indeks Dibayar Petani NAS 142.52 143.34 144.27 144.30 144.29 Konsumsi RumahTangga 146.73 147.70 148.82 148.79 148.75 Bahan Makanan 155.55 157.15 159.17 158.81 158.42 Makanan Jadi 144.95 145.43 145.91 146.30 146.72 Perumahan 146.22 146.78 147.20 147.52 147.73 Sandang 141.36 141.60 141.70 141.75 141.78 Kesehatan 131.23 131.72 132.08 132.26 132.46 Pendidikan,Rekreasi &

Olahraga

126.88 137.14 127.26 127.42 127.63 Transportasi dan

Komunikasi

116.35 116.41 116.56 116.65 116.83 BPPBM 130.04 130.38 130.69 130.95 131.08 Bibit 132.25 132.50 133.02 133.02 133.17 Obat-obatan & pupuk 128.84 129.02 129.21 129.21 129.30 Transportasi 125.12 125.33 125.46 125.62 125.70 Sewa Lahan, Pajak &

Lainnya

125.65 125.94 126.35 126.68 126.75 Penambahan Barang Modal 133.20 133.54 133.88 134.19 143.32 Upah Buruh Tani 130.22 130.71 131.16 131.51 131.66 NTP NAS 105.67 105.19 104.53 104.55 104.95 Sumber : Direktorat Pangan dan Pertanian, 2013.

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari Bulan Januari-Mei Tahun 2013 nilai tukar petani nasional cenderung mengalami penurunan. Penurunan nilai tukar petani tersebut menyebabkan banyak petani yang beralih dari sektor pertanian ke sektor industri pengolahan, karena pendapatan di sektor industri


(20)

Di Provinsi Lampung, sektor agroindustri atau industri pengolahan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam kontribusinya terhadap PDRB. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu masyarakat dalam kurun waktu satu tahun yang berada di daerah atau regional tertentu. Berdasarkan perhitungan PDRB, maka laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dihitung. PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung, 2010-2012 (Juta Rupiah). No Lapangan Usaha/ Sektor 2010 2011 2012

1 Pertanian, Perternakan, Kehutanan dan Perikanan

39.917.414 45.478.685 51.927.562 2 Pertambangan dan

Penggalian

2.161.754 2.672.150 2.840.577 3 Industri Pengolahan 17.120.714 20.555.157 22.841.435 4 Listrik dan Air Bersih 595.503 691.203 788.597 5 Bangunan 3.968.970 4.397.009 4.855.562 6 Perdagangan, Restoran dan

Hotel

16.503.762 20.481.520 22.930.103 7 pengangkutan dan

Telekomunikasi

11.011.468 14.716.358 16.676.478 8 Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan

6.844.990 7.633.617 8.892.445 9 Jasa-jasa 10.252.694 11.282.562 13.168.600 PDRB 108.404.270 127.908.260 144.561.358 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013.

Tabel 2 menunjukkan bahwa selama tahun 2010-2012 lapangan usaha

masyarakat Provinsi Lampung masih didominasi oleh tiga sektor utama yaitu, sektor pertanian, sektor perdagangan, restoran dan hotel dan sektor industri pengolahan. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB tahun 2012 adalah 35,92 persen diikuti sektor


(21)

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 15,86 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 15,55 persen.

Kota Bandar Lampung merupakan kota terbesar di Provinsi Lampung. Perekonomiannya yang maju dan berkembang pesat, disumbangkan oleh peranan signifikan sektor industri pengolahan. Jumlah industri di Bandar Lampung secara kuantitas sangat banyak dan beraneka ragam, mulai dari industri makanan, barang-barang plastik, pengepakan, olahan kayu, hingga industri alat-alat/mesin, baik industri kecil dan rumah tangga hingga industri berskala besar. Industri pengolahan atau manufaktur tersusun atas industri berskala besar, sedang, dan kecil, dimana pelaku dari masing-masing skala industri memiliki potensi untuk saling mendukung keberlangsungan industri yang lain (Bank Indonesia, 2012).

Kota Bandar Lampung sebagai pusat pemerintahan Provinsi Lampung mempunyai potensi industri kecil dari sektor pertanian dan non-pertanian yang baik jika dilihat dari perkembangannya hingga saat ini. Realisasi pertumbuhan industri kecil di Kota Bandar Lampung pada tahun 2011-2012 dilihat dari unit usaha, tenaga kerja, investasi dan nilai produksi dapat dilihat pada Tabel 3.


(22)

Tabel 3. Realisasi pertumbuhan industri kecil Kota Bandar Lampung, 2011-2012

Uraian Satuan Jumlah Pertumbuhan

2011 2012 %

Unit Usaha Buah 2.035 2.175 6,88

IKAH Buah 1.169 1.238 5,90

ILMEA Buah 866 937 8,20

Tenaga Kerja Orang 13.116 13.842 5,54

IKAH Orang 7.513 7.882 4,91

ILMEA Orang 5.603 5.960 6,37

Investasi Milyar Rp 115.615 130.727 13,07 IKAH Milyar Rp 59.217 74.410 25,66 ILMEA Milyar Rp 56.398 56.317 -0,14 Nilai Produksi Milyar Rp 742.795 1.128.125 51,88 IKAH Milyar Rp 313.022 642.124 105,14 ILMEA Milyar Rp 429.773 486.001 13,08 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 2012 industri kecil mengalami peningkatan sebesar 6.88 persen, diikuti dengan peningkatan tenaga kerja sebesar 5.54 persen. Peningkatan secara tidak langsung juga terjadi pada peningkatan investasi yang masuk di Kota Bandar Lampung sebesar 13.07 persen serta tingginya nilai produksi yang mencapai 51.88 persen. Industri kecil dibedakan menjadi golongan IKAH (Industri Kimia, Agro & Hasil hutan) dan golongan ILMEA (Industri Logam, Mesin, Elektro, & Aneka barang). ILMEA cenderung merupakan industri yang padat karya.

Salah satu produk pengolahan hasil pertanian yang dikenal di masyarakat adalah industri emping melinjo. Emping melinjo sebagai makanan pelengkap mempunyai kandungan yang baik bagi kesehatan, namun sebaiknya emping melinjo tidak dikonsumsi secara berlebihan terutama penderita asam urat atau darah tinggi. Tanaman melinjo sebagai bahan baku emping melinjo


(23)

merupakan salah satu subsektor perkebunan yang dinilai cukup strategis dalam mendukung perekonomian Indonesia.

Melinjo banyak manfaatnya, dimana hampir seluruh bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Daun muda yang disebut dengan so, bunga yang disebut dengan kroto, kulit biji tua dapat digunakan sebagai bahan sayuran yang cukup populer di kalangan masyarakat. Bahkan kulit biji yang sudah tua setelah diberi bumbu dan kemudian digoreng akan menjadi makanan ringan yang disebut dengan gangsir yang cukup lezat. Buah yang sudah tua

merupakan bahan baku pembuatan emping melinjo yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Semua bahan makanan yang berasal dari tanaman melinjo mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi (Sunanto, 1997). Macam-macam zat gizi yang terkandung di dalam biji melinjo dan emping melinjo dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi biji melinjo dan emping melinjo (100 gr)

No Kandungan Biji Melinjo (100 gr) Emping melinjo (100 gr) 1. Kalori 66,00 Kalori 345,00 Kalori

2. Protein 5,00 gr 12,00 gr

3. Lemak 0,70 gr 1,50 gr

4. Karbohidrat 13,30 gr 71,50 gr

5. Kalsium 163,00 mg 100,00 mg

6. Fosfor 75,00 mg 400,00 mg

7. Besi 2,80 mg 5,00 mg

8. Vitamin A 1000,00 SI -

9. Vitamin B1 0,10 mg 0,20 mg

10. Vitamin C 100,00 mg -

11. Air 80,00 gr 13,00 gr

Sumber: Haryoto, 1998.

Tabel 4 menunjukkan bahwa di dalam biji melinjo maupun yang sudah diolah dalam bentuk emping terdapat kandungan karbohidrat, lemak, protein,


(24)

vitamin, dan mineral yang cukup tinggi. Di mana zat-zat gizi tersebut sangat diperlukan oleh tubuh. Kandungan zat gizi tertinggi tiap 100 gr emping melinjo adalah karbohidrat sebesar 71,50 gr. Melinjo juga mengandung kalori yang cukup tinggi yaitu sebesar 345 kalori tiap 100 gr emping melinjo.

Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi emping melinjo. Agroindustri emping melinjo di Lampung mempunyai potensi untuk

dikembangkan, jika dilihat dari jumlah pasokan bahan baku tanaman melinjo yang mencukupi serta adanya agroindustri emping melinjo di Provinsi Lampung. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman melinjo di

Provinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota tahun 2012 dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas panen, produksi dan produktivitas tanaman melinjo Provinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

No Kota / Kabupaten Luas Panen (ha)

Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) 1 Lampung Barat 13.072 58.190 4,45

2 Tanggamus 18.646 95.570 5,12

3 Lampung Selatan 54.935 248.980 4,53 4 Lampung Timur 11.896 61.090 5,13 5 Lampung Tengah 16.298 89.110 5,46 6 Lampung Utara 5.738 42.970 7,48

7 Way Kanan 6.391 21.100 3,30

8 Tulang Bawang 11.165 42.930 3,84

9 Pesawaran 47.131 222.220 4,71

10 Pringsewu 2.747 5.180 1,88

11 Mesuji 2.337 6.630 2,83

12 Tulang Bawang Barat 350 1.090 3,11 13 Bandar Lampung 9.436 53.400 5,65

14 Metro 577 1.980 3,43

Provinsi Lampung 200.719 950.440 4,73 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi

Lampung, 2013.

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada tahun 2012 produktivitas tanaman melinjo sebesar 4,73 ton/ha yang tersebar di 14 kabupaten Provinsi Lampung (Dinas


(25)

Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, 2013). Produksi dan produktivitas tanaman melinjo di Kota Bandar Lampung menepati urutan ke dua setelah Kabupaten Lampung Utara, sebesar 53.400 ton produksi dan 5,65 ton/ha produktivitas, sedangkan untuk Kabupaten Lampung Utara sebesar 42.970 ton produksi dan 7,48 ton/ha produktivitas. Produksi dan produktivitas melinjo di Kota Bandar Lampung masih harus ditingkatkan, karena industri pengolahan emping melinjo menjadi salah satu komoditas unggulan Kota Bandar Lampung sehingga ketersediaan bahan bakunya harus ditingkatkan.

Kota Bandar Lampung berpotensi untuk dikembangkan agroindustri emping melinjo. Ketersediaan bahan baku menjadi pertimbangan bahwa agroindustri emping melinjo dapat dikembangkan di Kota Bandar Lampung. Ketersediaan bahan baku akan mempengaruhi proses produksi. Persebaran agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persebaran agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung No Kelurahan Kecamatan Jenis Usaha Rata-rata

produksi emping (kg/hari) 1 Sukamaju Teluk Betung Timur 149 20 kg 2 Langkapura Kemiling 54 36 kg 3 Rajabasa Rajabasa 15 60 kg Sumber : Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota

Bandar Lampung, 2013.

Tabel 6 menunjukkan bahwa sentra industri emping melinjo terletak di Kelurahan Sukamaju namun masih memiliki tingkat produktivitas per hari yang rendah. Adapun agroindustri emping dengan tingkat produktivitas


(26)

tinggi terletak di Kelurahan Rajabasa. Hal ini karena di Kelurahan Rajabasa ketersediaan bahan baku per unit usaha melinjo relatif lebih banyak

dibandingkan dengan Kelurahan Sukamaju dan Langkapura. Fakta ini tentunya akan mempengaruhi kinerja produksi dan nilai tambah yang dihasilkan.

Hasil wawancara kepada Kepala Bidang Perindustrian Dinas Koperindag Kota Bandar Lampung, 2013 diperoleh informasi bahwa relatif lebih

banyaknya produsen emping melinjo di Kecamatan Teluk Betung Timur, hal ini disebabkan oleh seringnya masyarakat mendapat pelatihan, bimbingan dan bantuan peralatan serta penerbitan izin gratis sejak Tahun 2006. Dari segi harga, emping melinjo ditingkat produsen dijual dengan harga Rp 30.000,00 – Rp 33.000,00/kg, sedangkan emping melinjo ditingkat pedagang pasar dijual dengan harga Rp 33.000,00 – Rp 34.000,00/kg.

Hasil pengamatan pendahuluan diketahui bahwa harga melinjo ditingkat produsen di Kelurahan sebesar Rp 8.000,00 - Rp 10.000,00/kg. Adapun harga emping melinjo di sentra produksi sebesar Rp 30.000,00 – Rp

33.000,00/kg. Sedangkan harga emping melinjo di tingkat pasar sebesar Rp 33.000,00 – Rp 34.000,00/kg. Terdapat selisih harga emping melinjo di masing-masing saluran pemasaran, yaitu pada tingkat produsen dan tingkat pasar.

Pada umumnya setiap unit usaha agroindustri seperti emping melinjo membutuhkan tenaga kerja dua sampai empat orang, sehingga semakin banyaknya unit usaha agroindustri emping melinjo maka semakin banyak


(27)

tenaga kerja yang dibutuhkan. Ini menunjukkan bahwa nilai tambah emping melinjo cukup besar, namun demikian jika pangsa harga emping melinjo di tingkat produsen bisa dinaikkan berarti peluang nilai tambah masih terbuka luas. Untuk mengetahui strategi pengembangan pada agroindustri emping melinjo sangat penting dilakukan. Pengembangan agroindustri diikuti

pengembangan lapangan kerja, untuk itu strategi pengembangan harus dicari.

B. Perumusan Masalah

Kinerja agroindustri emping melinjo ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal dalam suatu agroindustri. Faktor internal meliputi produksi, manajemen dan pendanaan, sumber daya manusia, lokasi agroindustri dan pemasaran. Faktor eksternal meliputi ekonomi, sosial budaya, pesaing, bahan baku, iklim dan cuaca, serta kebijakan pemerintah. Faktor-faktor tersebut merupakan peluang kerja yang mampu diciptakan agroindustri, ditambah dengan tenaga kerja di bidang pemasaran.

Penilaian terhadap perkembangan agroindustri menjadi sangat penting untuk perencanaan suatu tujuan di masa yang akan datang. Penilaian ini mengukur kinerja agroindustri agar dapat terus berkembang di masa yang akan datang. Kinerja agroindustri merupakan salah satu faktor internal dari agroindustri yang sangat diperlukan demi kemajuan agroindustri itu sendiri. Penilaian kinerja agroindustri dapat dilihat dari sisi teknis dan non-teknis. Secara teknis kinerja dapat dilihat dari produktivitas, kapasitas, dan kualitasnya, sedangkan secara non teknis dapat dilihat dari informasi keuangan dan pendapatan serta nilai tambah. Penilaian kinerja agroindustri secara teknis


(28)

dilihat dari produkstivitas lebih dari 7,2 kg/HOK dan kapasitas lebih dari 0,5 persen maka agroindustri telah berproduksi dengan baik.

Dinamika faktor internal (produksi, manajemen dan pendanaan, sumber daya manusia, lokasi agroindustri dan pemasaran), sedangkan faktor eksternal (ekonomi, sosial budaya, pesaing, bahan baku, iklim dan cuaca, serta kebijakan pemerintah) yang terjadi akan menentukan kinerja agroindustri tersebut. Berdasarkan penilaian tersebut maka dapat ditentukan bagaimana kinerja usaha dari agroindustri tersebut.

Agroindustri emping melinjo di Kelurahan Sukamaju dan Rajabasa masih menggunakan teknologi rendah. Teknologi yang digunakan masih

menggunakan tenaga manusia. Peralatan yang digunakan berupa palu, wayan, marmer, tungku dan plastik. Teknologi yang rendah akan memberikan kontribusi yang sedikit terhadap peningkatan nilai tambah. Penggunakan teknologi dan penyerapan tenaga kerja akan berpengaruh terhadap besarnya nilai tambah yang akan diperoleh. Oleh karena itu perlu diketahui apakah nilai tambah yang dihasilkan sudah cukup memberikan kontribusi yang layak atau tidak terhadap agroindustri emping melinjo.

Ketersediaan bahan baku yang menunjang proses produksi akan mempengaruhi keberlangsungan suatu agroindustri. Bahan baku yang diperoleh dari agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung diperoleh dari daerah sekitar lokasi agroindustri. Satu kilogram bahan baku melinjo akan menghasilkan 0,5 kilogram emping yang siap di pasarkan. Besarnya produktivitas emping melinjo di dua kelurahan yaitu Kelurahan


(29)

Sukamaju dan Kelurahan Rajabasa ditentukan dari ketersediaan bahan baku yang mamadai dalam proses produksi. Fakta menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat produktivitas emping melinjo antara Kelurahan Sukamaju dan Kelurahan Rajabasa. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada besaran nilai tambah dan kinerja agroindustri emping.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana kinerja produksi agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung ?

2. Berapa besar nilai tambah yang dihasilkan oleh agroindustri emping di Kota Bandar Lampung ?

3. Bagaimana strategi pengembangan agroindustri emping di Kota Bandar Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini memiliki tujuan antara lain :

1. Menganalisis kinerja produksi dan kesempatan kerja agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung

2. Menganalisis nilai tambah agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung

3. Menyusun strategi pengembangan agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung


(30)

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai :

1. Pertimbangan bagi pelaku agroindustri dalam menjalankan dan mengembangkan kegiatan usahanya

2. Pertimbangan bagi intansi terkait dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan program pengembangan agroindustri emping melinjo di Bandar Lampung


(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Agribisnis dan Agroindustri

Agribisnis didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan mulai proses produksi, panen, pasca panen, pemasaran dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pertanian tersebut (Soekartawi, 2001).

Agribisnis sebagai suatu sistem merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Agribisnis terdiri dari berbagai sub sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas.

Agribisnis dalam arti luas mencangkup tiga hal, yaitu : agribisnis hulu, on-farm agribisnis dan agribisnis hilir. Agribisnis hulu meliputi industri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian. On-farm agribisnis meliputi pertanian tanaman pangan, tanaman hortikultura, obat-obatan, perkebunan, perternakan, serta perairan. Agribisnis hilir meliputi kegiatan industri mengolah hasil pertanian menjadi produk-produk olahan. Ke tiga hal ini mempunyai hubungan yang erat, sehingga jika terjadi gangguan pada salah satu kegiatan akan berpengaruh terhadap kelancaran seluruh kegiatan dalam bisnis.


(32)

Pengertian agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu pertama, agroindustri adalah industri yang usaha utamanya dari produk pertanian. Studi

agroindustri pada konteks ini adalah menekankan pada food processing

management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan bakunya

adalah produk pertanian. Arti yang ke dua adalah bahwa agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri (Soekartawi, 2000).

Agroindustri merupakan suatu sistem pengolahan secara terpadu antara sektor pertanian dengan sektor industri sehingga akan diperoleh nilai tambah dari hasil pertanian. Agroindustri merupakan bagian dari agribisnis hilir. Agroindustri merupakan usaha meningkatkan efisiensi faktor pertanian hingga menjadi kegiatan yang sangat produktif melalui proses modernisasi pertanian. Melalui modernisasi di sektor agroindustri dalam skala nasional, penerimaan nilai tambah dapat di tingkatkan sehingga pendapatan ekspor akan lebih besar lagi (Saragih, 2004).

2. Industri Kecil/Usaha Kecil (UMKM)

Usaha Mikro Kecil Menengah merupakan usaha yang memiliki peran yang cukup tinggi terutama di indonesia yang masih tergolong negara

berkembang. Peran UMKM menciptakan kesempatan kerja bagi para pengangguran. UMKM dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan khususnya didaerah pedesaan dan rumah tangga berpendapatan rendah. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, UMKM adalah


(33)

kelompok industri kecil modern, industri tradisional, dan industri kerajinan yang mempunyai investasi modal untuk mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp 70.000.000,00 ke bawah dan usahanya dimiliki oleh warga Negara Indonesia (Deperindag, 2013).

Menurut Badan Pusat Statistik Tahun 2003, Usaha kecil adalah usaha yang mempunyai tenaga kerja sebanyak 5 sampai 9 orang tenaga kerja. Industri rumah tangga adalah industri yang memperkerjakan kurang dari 5 orang. UMKM adalah usaha yang mempunyai modal awal yang kecil atau nilai kekayaan (aset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil (terbatas), nilai modal (aset) atau jumlah pekerjaannya sesuai definisi yang diberikan oleh pemerintah atau intitusi lain dengan tujuan tertentu. Definisi usaha kecil yang dilihat dari omset usahanya adalah usaha yang mempunyai aset tetap kurang dari Rp 200.000.000,00 dan omset per tahun kurang Rp

1.000.000.000,00.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang

perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil (Undang-Undang RI No. 20, 2008). Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menurut UU digolongkan berdasarkan jumlah aset dan omset yang dimiliki oleh sebuah usaha.


(34)

Tabel 7. Kriteria Usaha UMKM menurut UU No. 20 Tahun 2008

No Usaha Kriteria

Asset Omset

1 Usaha Mikro Maks. 50 juta Maks. 300 juta 2 Usaha Kecil >50 juta - 500 juta >300 juta – 2,5 Milyar 3 Usaha Menengah >500 juta – 10M >2,5 Milyar – 50 M Sumber : UU No.20 Tahun 2008.

Industri dapat digolongkan berdasarkan pada jumlah tenaga kerja, jumlah investasi dan jenis komoditi yang dihasilkan. Berdasarkan jumlah pekerja, industri dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok, yaitu :

a) Jumlah pekerja 1 hingga 4 orang untuk industri rumah tangga b) Jumlah pekerja 5 hingga 19 orang untuk industri kecil

c) Jumlah pekerja 20 hingga 99 orang untuk industri menengah

d) Jumlah pekerja lebih atau sama dengan 100 orang untuk industri besar

3. Agroindustri Emping melinjo 3.1 Ciri khas tanaman melinjo

Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi hanya terbungkus kulit luar. Tanaman melinjo bercabang banyak dan pada seluruh bagian batang, cabang, dan rantingnya, tampak ruas-ruas bekas tempat tumbuh tangkai daun, ranting, dan cabang. Ranting dan cabang tanaman melinjo tidak berhubungan kuat dengan batang tanaman, sehingga mudah lepas (Sunanto, 1991). Tanaman melinjo dapat tumbuh pada tanah-tanah liat atau lempung, berpasir dan berkapur, tetapi tidak tahan terhadap


(35)

tanah yang tergenang air atau yang berkadar asam tinggi dan dapat tumbuh dari ketinggian 0 - 1.200 mdpl. Lahan yang akan ditanami melinjo harus terbuka atau terkena sinar matahari.

Menurut Sukarman (2002), melinjo merupakan tanaman serbaguna, dan hampir seluruh bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Bijinya dapat diolah menjadi emping dan sangat digemari oleh masyarakat luas. Tanaman ini sangat ekonomis, karena apabila sudah dewasa setiap pohon dapat menghasilkan 20-25 kg.

Mengingat prospeknya yang cukup cerah maka usaha pengembangan tanaman ini dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif seperti cangkok, setek, dan sambung pucuk. Pengembangan secara generatif dan sambung pucuk sangat diperlukan benih bermutu, mengingat masa dormansi benih melinjo cukup lama (3-7). Taksonomi tanaman melinjo adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Class : Dicotiledoneae

Ordo : Gnetales

Familia : Gnetaceae

Genus : Gnetum


(36)

3.2 Emping melinjo

Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari biji melinjo yang telah tua. Proses pembuatan emping tidak sulit dan dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana. Emping melinjo merupakan salah satu komoditi pengolahan hasil pertanian yang memiliki nilai tinggi, baik karena harga jual yang relatif tinggi.

Emping melinjo dapat dibagi menjadi beberapa jenis tergantung kualitas emping. Jenis emping melinjo yang dimaksud adalah emping mentah. Jenis emping melinjo mentah, diantaranya yaitu:

1. Emping biji 2-3, yaitu emping yang terbuat dari 2 – 3 biji melinjo. Emping jenis ini merupakan jenis emping yang paling banyak diproduksi dan yang umumnya kita kenal di pasaran.

2. Emping Remaja, yaitu emping yang terbuat dari 7 – 10 biji melinjo. Emping jenis ini jarang diproduksi, biasanya diproduksi kalau ada pesanan khusus saja seperti pesanan untuk rumah-rumah makan.

3. Emping Benggol yaitu emping yang terbuat dari >10 biji melinjo. Emping jenis ini juga jarang sekali diproduksi, biasanya diproduksi kalau ada permintaan khusus saja.

Emping yang bermutu tinggi adalah emping yang sesuai dengan standar (SNI 01-3712-1995) yaitu emping yang tipis sehingga

kelihatan agak bening dengan diameter seragam kering sehingga dapat digoreng langsung. Emping dengan mutu yang lebih rendah


(37)

mempunyai ciri lebih tebal, diameter kurang seragam, dan kadang-kadang masih harus dijemur sebelum digoreng (Rahayu, 2012).

Emping melinjo adalah salah satu jenis makanan ringan yang terbuat dari buah melinjo yang sudah tua dan berbentuk pipih bulat. Emping digunakan sebagai pelengkap makanan. Proses pembuatan emping melinjo juga sangat mudah dan sederhana yaitu dengan menyangrai biji melinjo kemudian biji melinjo yang sudah disangrai dipukul-pukul sampai tipis dan dijemur sampai kering. Biasanya emping melinjo dipasarkan dalam keadaan masih mentah (Munawir, 2013).

Menurut Sunanto (1997) varietas melinjo ada tiga yaitu varietas kerikil, ketan dan gentong. Biji melinjo terbungkus 3 lapisan kulit. Lapisan pertama, kulit luar yang lunak, lapisan ke dua agak keras berwarna kuning bila biji muda, dan coklat ke hitaman bila biji tua dan lapisan ketiga berupa kulit tipis berwarna putih kotor. Daging biji terletak di bawah lapisan kulit ketiga, sebagai persediaan makanan, bagi lembaga biji bila akan berkecambah.

Kualitas melinjo sangat menentukan emping yang dihasilkan. Biji melinjo yang kualitasnya paling baik adalah biji melinjo yang

ukurannya terbesar dan sudah tua benar. Biji melinjo yang sudah tua benar dapat diketahui dengan cara :

1) Apabila masih berkulit luar, maka warna kulit luarnya merah tua. Sangat baik bila biji melinjo yang berkulit luar merah tua tersebut jatuh dari pohon sendiri.


(38)

2) Apabila sudah tidak berkulit luar, maka biji melinjo itu mempunyai kulit luar yang keras, berwarna cokelat kehitam-hitaman, dan mengkilat. Hal ini penting, karena pada umumnya produsen emping mendapatkan biji-biji melinjo dari pedagang sudah dalam keadaan sudah tidak berkulit.

Ada dua cara yang dikenal dalam proses pembuatan emping melinjo, yaitu biji-biji melinjo sebelum dipipihkan dipanaskan dahulu dengan cara digoreng sangan yaitu digoreng pada wajan alumunium atau wajan yang terbuat dari tanah (layah, kuali) tanpa diberi minyak goreng atau direbus biji melinjonya. Pada umumnya proses pembuatan emping melinjo itu menggunakan cara menggoreng

sangan. Penggorengan dilengkapi dengan pasir, maka biji-biji melinjo yang digoreng sangan akan dapat masak secara merata karena pasir sifatnya cepat menerima panas (dari api tungku atau kompor) dan dengan mencampurkan biji-biji melinjo berbaur dengan pasir yang panas sambil dibolak-balik, maka kemasakan biji melinjo dapat merata.

Penggorengan emping dengan cara menggoreng sangan maka aroma dan zat-zat yang terkandung di dalam biji melinjo itu tidak hilang, sehingga akan diperoleh emping melinjo yang rasanya lezat. Lain halnya bila direbus, aroma dan zat-zat yang tekandung dalam biji melinjo akan larut dalam air rebusan. Akibatnya, rasa empingnya


(39)

kurang lezat dan aromanya yang khas itu banyak berkurang (Sunanto, 1997 ) dalam Yuni (2010).

Proses pembuatan emping melinjo memerlukan kesabaran untuk memperoleh hasil yang berkualitas. Tenaga kerja produksi, yang sering disebut pengrajin, umumnya adalah perempuan, yang biasanya berumur paruh baya (ibu-ibu). Tidak ada keterampilan khusus yang diperlukan dalam industri emping. Keahlian membuat emping biasanya didapatkan dari turun-temurun. Tenaga kerja yang

digunakan dalam industri emping biasanya tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga.

Bagi pengerajin emping, pekerjaan membuat emping merupakan pekerjaan sampingan dari pekerjaan utamanya yaitu bertani. Ketersediaan bahan baku melinjo juga mempengaruhi pengrajin emping dalam membuat emping. Untuk menghasilkan emping yang berkualitas baik diperlukan bahan baku yang berkualitas. Biji melinjo yang berkualitas baik adalah biji melinjo yang sudah tua, yang secara fisik dapat diketahui dari kulit luar yang berwarna merah dan relatif segar (tidak disimpan terlalu lama). Proses pembuatan emping melinjo dapat dilihat pada Gambar 1.


(40)

Gambar 1. Proses pembuatan emping melinjo Sumber : Sunanto (1997) dalam Yuni (2010)

Biji Melinjo Gelondong

Pemilihan

Pengelupasan Kulit Luar

Kulit Melinjo Biji Melinjo

Klathak

Diangin –anginkan

minimal 3 hari

Penggorengan Sangrai

Pengelupasan Kulit Keras Untuk Bahan

Bakar

Kulit Keras

Biji Melinjo Tanpa Kulit

Pemipihan

Pengeringan


(41)

Proses pembuatan emping melinjo adalah sebagai berikut :

1) Tahap pertama pembuatan emping yaitu pengupasan kulit luar biji melinjo. Kulit luar biji melinjo dikupas dengan menggunakan pisau. Biji melinjo yang sudah dikupas kulit luarnya dan sudah dikeringkan selama beberapa waktu seperti yang telah disebutkan di atas, kemudian disangrai.

2) Jika pasirnya sudah panas, biji melinjo dimasukkan dan diaduk-aduk bersama pasir hingga panasnya merata. Pasir yang digunakan adalah pasir bangunan yang telah dicuci bersih

sebelumnya. Agar menghasilkan emping yang berkualitas bagus (rasanya gurih dan warna empingnya bening) maka selama proses penyangraian, waktunya tidak boleh terlalu cepat maupun terlalu lama.

Apabila terlalu lama, maka biji melinjo akan hangus dan ini akan membuat rasa emping menjadi kurang enak/pahit serta warnanya kuning gelap/gosong. Apabila terlalu cepat, biji melinjo kurang matang, akan mengakibatkan kulit keras (cangkang) biji melinjo sulit untuk dilepaskan (dipecahkan) Waktu yang diperlukan proses penyangraian ini biasanya ± 2 menit.

3) Biji melinjo yang sudah dipanaskan segera diangkat. Dalam keadaan masih panas tersebut biji melinjo dipukul agar kulit keras dapat terlepas. Biji melinjo yang kulit kerasnya telah terlepas segera diletakkan diatas batu landasan. Dalam keadaan masih


(42)

panas atau hangat, biji dipukul dengan palu dan pipihkan hingga rata.

Hal ini merupakan prinsip pembuatan emping untuk satu buah biji melinjo. Apabila ingin membuat emping dengan ukuran yang lebih besar, maka pemukulan biji berikutnya diusahakan agar berdekatan dengan biji pertama.

4) Proses selanjutnya adalah emping di jemur sehingga kandungan air dalam emping berkurang. Emping yang telah diangkat dari umpak, kemudian diletakkan di atas anyaman bambu/rigen. 5) Selanjutnya emping dikemas dan siap untuk dipasarkan.

3.3 Pohon Agroindustri Melinjo

Tanaman melinjo (Gnetum gnemon L), termasuk jenis tanaman yang telah dikenal sejak ratusan tahun silam. Tanaman ini sampai sekarang belum dikembangkan secara serius. Keistimewaan tanaman ini, selain memberikan keuntungan seumur hidup bagi petani, juga dapat

menjadi tanaman warisan dan hampir seluruh bagian tanaman melinjo dapat dimanfaatkan dan tanaman ini usianya bisa sampai ratusan tahun (Rahayu, 2012).

Melinjo merupakan bahan baku yang penting untuk industri emping melinjo, kayu tanaman melinjo dapat digunakan untuk bahan baku kertas, serat tali bahan papan atau alat rumah tangga sederhana, daun dan buah melinjo sering dipakai untuk bahan campuran sayur. Pohon agroindustri emping melinjo dapat dilihat pada Gambar 2.


(43)

Gambar 2. Pohon agroindustri emping melinjo Sumber : Rahayu (2012)

4. Kinerja

Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009). Menurut Prasetya dan Fitri (2009), ada enam tipe pengukuran kinerja yaitu produktivitas, kapasitas, kualitas, kecepatan pengiriman, fleksibel dan kecepatan proses.

a. Produktivitas

Produktivitas adalah suatu ukuran seberapa naik kita mengonversi input dari proses transformasi ke dalam output

Melinjo

Emping Melinjo Daun / bunga

Biji

Ranting Batok Buah

Melinjo Kayu

Kulit Buah Melinjo

Bahan campuran untuk sayur

1. Bahan baku kertas

2. Serat tali

3. Bahan papan/alat rumah

tangga

Pupuk organik

Bahan campuran untuk sayur


(44)

Produktivitas = Output Input b. Kapasitas

Kapasitas adalah suatu ukuran yang menyangkut kemampuan output dari suatu proses.

Capacity Utilization = Actual Output Design Input c. Kualitas

Kualitas dari proses pada umumnya diukur dengan tingkat ketidaksesuaian dari produk yang dihasilkan.

d. Kecepatan Pengiriman

Kecepatan pengiriman ada dua ukuran dimensi, pertama jumlah waktu antara produk ketika dipesan untuk dikirimkan ke pelanggan, kedua adalah variabilitas dalam waktu pengiriman.

e. Fleksibel

Fleksibel yaitu mengukur bagaimana proses transformasi menjadi lebih baik dengan membutuhkan kinerja disini. Ada tiga dimensi dari

fleksibel, pertama bentuk dari fleksibel menandai bagaimana kecepatan proses dapat masuk dari memproduksi satu produk atau keluarga produk untuk yang lain. Ke dua adalah kemampuan bereaksi untuk berubah dalam volume. Ke tiga adalah kemampuan dari proses produksi yang lebih dari satu produk secara serempak.


(45)

f. Kecepatan Proses

Kecepatan proses adalah perbandingan nyata melalui waktu yang diambil dari produk untuk melewati proses yang dibagi dengan nilai tambah waktu yang dibutuhkan untuk melengkapi produk atau jasa.

5. Kesempatan Kerja

Menurut Badan Pusat Statistik (2003) yang dimaksud kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu organisasi atau perusahaan. Kesempatan kerja ini akan menampung semua tenaga kerja apabila lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang ada.

Kesempatan kerja merupakan kesempatan bagi angkatan kerja untuk menciptakan lapangan pekerjaan dengan harapan untuk mendapat imbalan dari usaha yang telah dilakukannya dan dikerjakannya. Usaha perluasan kesempatan kerja tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, faktor-faktor tersebut antara lain : kependudukan, letak geografis dan sumber daya alam, kondisi ekonomi, kondisi politik dan kondisi sosial dan budaya

Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakat yang

dimilikinya. Permintaan tenaga kerja di dasarkan dari permintaan


(46)

produksi. peningkatan permintaan tenaga kerja oleh produsen, tergantung dari peningkatan permintaan barang dan jasa oleh konsumen. Dengan demikian permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari permintaan output.

Dalam kerangka makro ekonomi, permintaan output agregat seringkali diukur berdasarkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi (PDB/PDRB) suatu perekonomian (Mankiw, 2003). Karena itu, permintaan tenaga kerja agregat selain dipengaruhi oleh upah, juga ditentukan oleh berbagai variabel sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, seperti konsumsi masyarakat, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor, impor.

Kemajuan teknologi, peningkatan produktivitas tenaga kerja seringkali dianggap bersifat mereduksi kesempatan kerja. Menurut Siregar (2006), peningkatan teknologi pada sektor padat karya (seperti pertanian dan agroindustri) justru meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Kenaikan permintaan ini pada gilirannya meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

Kurva permintaan menunjukkan hubungan antara jumlah kesempatan kerja yang akan digunakan oleh suatu perusahaan pada saat upah tenaga kerja berubah, dengan asumsi modal tidak berubah. Kurva permintaan tenaga kerja ditentukan oleh kurva nilai produk fisik marjinal karena nilai produk fisik marjinal tenaga kerja menurun pada saat lebih banyak pekerja yang disewa, maka penurunan tingkat upah akan meningkatkan permintaan tenaga kerja. Kurva permintaan tenaga kerja jangka pendek dan panjang dapat dilihat pada Gambar 3.


(47)

Wage ($)

W2

W1 D

LT (VMPPL)

ST

0 L3 L2 L1 Jumlah tenaga kerja

Keterangan :

Long-Term : jangka panjang Short-Term : jangka pendek

Gambar 3. Kurva permintaan tenaga kerja jangka pendek dan jangka panjang

Sumber : Siregar (2006).

Dalam jangka pendek, faktor produksi modal dianggap tetap sebesar K0.

Dasar pengusaha untuk menambah atau mengurangi pekerja adalah dengan memperkirakan tambahan output yang diperoleh pengusaha sehubungan dengan penambahan seorang pekerja (marginal physical product of labor=MPPL). Selain itu, pengusaha perlu menghitung nilai dari produk

fisik marjinal. Nilai produk fisik marjinal tenaga kerja (valuemarginal physical product of labor=VMPPL)adalah tambahan penerimaan dalam

dolar yang dihasilkan oleh tambahan pekerja, ceteris paribus. Nilai produk fisik marjinal tenaga kerja sama dengan produk fisik marjinal tenaga kerja dikalikan dengan harga output.

Perubahan permintaan tenaga kerja merupakan pergeseran garis

permintaan. Pertama pergeseran ini disebabkan oleh pertambahan hasil produksi secara besar-besaran, peningkatan produktivitas kerja karyawan dan penggunaan teknologi baru. Ke dua,pergeseran ini disebabkan oleh


(48)

produktivitas kerja. Ke tiga, pergeseran ini dikarenakan perubahan dalam metode produksi. Gambar 3 dalam kurva permintaan tenaga kerja jangka pendek dan jangka panjang, sebagai reaksi terhadap naiknya tingkat upah dari W1 ke W2, perusahaan dalam jangka pendek akan mengurangi

penggunaan tenaga kerja dari L1 ke L2. Dalam jangka panjang, sementara

perusahaan menggantikan tenaga kerja dengan modal, perusahaan selanjutnya mengurangi tenga kerja sampai L3.

6. Analisis Nilai Tambah

Nilai Tambah adalah pertambahan nilai yang terjadi karena suatu komoditi mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi (penggunaan/pemberian input fugsional). Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan faktor non teknis. Informasi atau keluaran yang diperoleh dari hasil analisis nilai tambah adalah besarnya nilai tambah, rasio nilai tambah, marjin dan balas jasa yang diterima oleh pemilik-pemillk faktor produksi (Hayami 1987 dalam Nurhayati, 2004). Nilai tambah menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan pendapatan disuatu wilayah. Nilai tambah juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran masyarakat setempat dengan asumsi seluruh pendapatan itu dinikmati masyarakat setempat (Tarigan, 2004).

Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Nilai tambah secara kuantitatif dihitung dari


(49)

peningkatan produktivitas, sedangkan nilai tambah secara kualitatif adalah nilai tambah dari meningkatnya kesempatan kerja, pengetahuan dan keterampilan SDM.

Sudiyono (2002), menyatakan nilai tambah dapat dilihat dari dua sisi yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Nilai tambah untuk pengolahan dipengaruhi oleh faktor teknis yang meliputi kapasitas produksi, jumlah bahan baku, dan tenaga kerja, serta faktor pasar yang meliputi harga output, harga bahan baku, upah tenaga kerja dan harga bahan baku lain selain bahan bakar dan tenaga kerja. Besarnya nilai tambah suatu hasil pertanian karena proses pengolahan adalah merupakan pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja.

Menurut Suprapto (2006), perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan suatu produk dapat menggunakan Metode Hayami. Kelebihan dari analisis nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami adalah pertama, dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas, kedua, dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi, serta ketiga, prinsip nilai tambah menurtu Hayami dapat diterapkan untul subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran.

Suatu agroindustri diharapkan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi selain mampu untuk memperoleh keuntungan yang berlanjut. Nilai tambah yang diperoleh lebih dari 50 persen maka nilai tambah dikatakan


(50)

besar, jika nilai tambah yang diperoleh kurang dari 50 persen maka nilai tambah dikatakan kecil (Sudiyono, 2004). Perhitungan nilai tambah pada agroindustri lebih sesuai menggunakan metode analisis nilai tambah (Metode Hayami) karena menghasilkan produk sebagai berikut : a) Perkiraan nilai tambah (rupiah)

b) Rasio nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan (persen) c) Imbalan terhadap jasa tenaga kerja

7. Strategi Pengembangan

Strategi adalah bakal tindakan yang menuntut keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk

merealisasikannya. Disamping itu, strategi juga mempengaruhi kehidupan organisasi dalam jangka panjang, paling tidak selama lima tahun. Oleh karena itu, sifat strategi adalah berorientasi ke masa depan. Strategi mempunyai fungsi multifungsional atau multidimensional dan dalam perumusannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal yang dihadapi perusahaan (David, 2004).

Rantai Nilai (Value Chain) berpengaruh dalam menentukan strategi yang diperlukan bagi suatu perusahaan. Konsep Rantai Nilai yang

dikembangkan oleh Michael Porter memandang suatu perusahaan sebagai rangkaian dari aktivitas dasar atau rantai yang menambah nilai kepada produk dan jasanya untuk mendukung pencapaian suatu keuntungan. Di dalam konsep rantai nilai terdiri dari beberapa aktivitas bisnis yang merupakan aktivitas utama sedangkan aktivitas yang lain merupakan


(51)

aktivitas pendukung. Aktivitas-aktivitas dari rantai nilai ini dilaksanakan oleh suatu perusahaan akan sangat menentukan biaya dan keuntungan dari perusahaan tersebut. Aktivitas utama dan pendukung dapat dilihat pada Gambar 4 (Porter,2000).

Gambar 4. Aktivitas utama dan pendukung dalam rantai nilai Porter Sumber : Porter (2000).

Aktivitas utama adalah semua aktivitas yang secara langsung berhubungan dengan penambahan nilai terhadap masukan-masukan dan

menginformasikannya menjadi produk atau jasa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Aktivitas utama terdiri dari :

1. Inbound Logistics : adalah semua aktivitas yang diperlukan untuk menerima, menyimpan, dan mendistribusikan masukan-masukan yang berhubungan dengan pemasok.

2. Operations : semua aktivitas yang diperlukan untuk


(52)

3. Outbound Logistics : sema aktivitas yang diperlukan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mendistribusikan keluaran

4. Marketing and Sales : kegiatan yang dimulai dari menginformasikan para calon pembeli mengenai produk/jasa dan mempengaruhi mereka agar membelinya dan memfasilitasi pembelian mereka.

5. Services : semua aktivitas yang diperlukan agar produk/jasa yang telah dibeli konsumen tetap berfungsi dengan baik setelah produk/jasa tersebut terjual dan sampai ditangan konsumen.

Aktivitas pendukung adalah semua aktivitas yang mendukung atau memungkinkan aktivitas utama berfungsi dengan efektif. Aktivitas pendukung terdiri dari :

1. Pengadaan : pengadaan berbagai masukan atau sumber daya untuk suatu perusahaan atau organisasi.

2. Manajemen Sumber Daya Manusia : segala aktivitas yang menyangkut perekrutan, pemecatan, pemberhentian, penentuan upah, pengelolaan, pelatihan dan pengembangan SDM.

3. Pengembangan teknologi : menyangkut masalah pengetahuan teknis yang digunakan dalam proses transformasi dari masukan menjadi keluaran dealam suatu perusahaan.

4. Infrastruktur : diperlukan untuk mendukung keperluan suatu perussahaan dan menyelaraskan kepentingan dari berbagai bagian seperti hukum, keuangan, perencanaan,dan bagian umum.


(53)

Rantai nilai berpengaruh dalam mendukung strategi bisnis dalam suatu perusahaan. Kekuatan-kekuatan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuannya untuk melayani pelanggan dan memperoleh keuntungan. Perubahan dalam salah satu kekuatan mengharuskan perusahaan untuk menilai ulang pasarannya. Kondisi bisnis perusahaan menurut Harvard Michael E. Porter yang menjelaskan bahwa sifat dan derajat persaingan dalam suatu industri bergantung pada lima faktor atau kekuatan. Lima faktor kekuatan Porter dapat dilihat dalam Gambar 4.

Daya Tawar-menawar Ancaman pendatang

Pemasok baru

Ancaman produk atau Daya tawar-menawar

Jasa subsitusi pembeli

Gambar 4. Lima faktor kekuatan Porter Sumber : Porter (2000).

1. Ancaman produk pengganti

semua perusahaan dalam suatu industri bersaing dalam arti yang luas dengan industri yang menghasilkan produk pengganti. Produk pengganti membatasi laba potensial dari industri dengan menetapkan harga yang dapat diberikan dalam industri.

Pendatang Baru

Pemasok

Pesaing Industri

Produk Subsitusi


(54)

2. Ancaman pesaing

pesaingan terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Beberapa bentuk persaingan, khususnya harga sangat tidak stabil dan sangat mungkin membuat keadaan industri memburuk.

3. Ancaman pendatang baru

pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar, serta seringkali juga sumberdaya yang besar. Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh pendatang baru. 4. Daya tawar pemasok

pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar menawar terhadap para peserta industri dengan mengancam dan menaikan harga atau

menurunkan mutu produk yang akan dibeli. 5. Daya tawar konsumen

konsumen bersaing dengan industri dengan cara memaksa harga turun, tawar menawar untuk mutu yang lebih tinggi dan pelayanan yang lebih baik, serta berperan sebagai pesaing satu sama lain.

Analisis lima kekuatan Michael Porter ini biasanya dilakukan dengan kombinasi dengan analisis SWOT. (Porter, 2000).

Perumusan strategi didasarkan pada analisis yang menyeluruh terhadap pengaruh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal perusahaan. Lingkungan eksternal perusahaan setiap saat berubah dengan cepat


(55)

sehingga melahirkan berbagai peluang dan ancaman yang datang dari pesaing utama maupun dari iklim bisnis yang senantiasa berubah. Konsekuensi perubahan faktor eksternal tersebut juga mengakibatkan perubahan faktor internal perusahaan seperti perubahan terhadap kekuatan maupun kelemahan yang dimiliki perusahaan tersebut (Rangkuti, 2006). a. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2006).

Analisis ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :

1. Strength (S), adalah karakterisitik positif internal yang dapat dieksploitasi organisasi untuk meraih sasaran kinerja stratgeis. 2. Weakness (W), adalah karakteristik internal yang dapat menghalangi

atau melemahkan kinerja organisasi.

3. Opportunity (O), adalah karakteristik dari lingkungan eksternal yang memiliki potensi untuk membantu organisasi meraih atau melampui sasaran strategiknya.

4. Threat (T), adalah adalah karakteristik dari lingkungan eksternal yang dapat mencegah organisasi meraih sasaran strategis yang ditetapkan.


(56)

Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengambilan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, peluang, ancaman dan kelemahan) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling popular untuk menganalisis situasi adalah analisis SWOT.

Analisis SWOT yang digunakan untuk mendapatkan serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja

perusahaan dalam jangka panjang, dengan jalan mengamati lingkungan eksternal untuk melihat kesempatan dan ancaman dan mengamati lingkungan internal untuk melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan.

b. Komponen Lingkungan Internal dan Eksternal Analisis SWOT Lingkungan internal adalah lingkungan yang terdiri dari variabel kekuatan dan kelemahan dalam kontrol manajemen perusahaan. Menurut Kotler (2009), pengidentifikasian faktor internal dapat

memberikan gambaran kondisi suatu perusahaan, yaitu faktor kekuatan dan kelemahan. Perusahaan menghindari ancaman yang berasal dari faktor eksternal melalui kekuatan yang dimilikinya dari faktor internal. Sedangkan kelemahannya dari faktor internal dapat diminimalkan dengan melihat peluang dan faktor eksternalnya. Pengkategorian analisis lingkungan internal sering diarahkan pada lima aspek.


(57)

Aspek-aspek tersebut meliputi produksi, keuangan atau permodalan, sumber daya manusia, lokasi dan pemasaran.

1. Pemasaran

Pengertian pemasaran menurut Kotler (2009) adalah suatu

prosessosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dengan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

2. Keuangan atau permodalan

Kondisi keuangan perusahaan menjadikan ukuran dalam melihat posisi bersaing dan daya tarik keseluruhan bagi investor.

Menentukan kekuatan dan kelemahan keuangan dalam suatu organisasi sangat penting agar dapat merumuskan strategi secara efektif (David, 2009).

3. Produksi

Fungsi produksi/operasi mencakup semua aktivitas yang mengubah input menjadi barang atau jasa. Kegiatan produksi dan operasi perusahaan paling tidak dapat dilihat dari keteguhan prinsip efisiensi, efektivitas dan produktifivas (Umar, 2008).

4. Sumber daya manusia

Manusia merupakan sumber daya terpenting bagi perusahaan. Oleh karena itu, manajer perlu berupaya agar terwujud perilaku positif dikalangan karyawan perusahaan. Berbagai faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah : langkah-langkah yang jelas mengenai


(58)

manajemen SDM, keterampilan dan motivasi kerja, produktivitas dan sistem imbalan (Umar, 2008).

5. Lokasi Industri

Aktivitas ekonomi suatu perusahaan/industri akan sangat dipengaruhi oleh lokasi industri yang ditempatinya. Keputusan lokasi yang dipilih merupakan keputusan tentang bagaimana perusahaan-perusahaan memutuskan dimana lokasi pabriknya atau fasilitas-fasilitas produksinya secara optimal

Lingkungan eksternal meliputi variabel peluang dan ancaman di luar kontrol manajemen perusahaan. Audit eksternal terfokus pada upaya mengidentifikasi dan menilai trend, serta peristiwa di luar kendali suatu perusahaan. Tujuan audit eksternal adalah membuat daftar terbatas mengenai berbagai peluang yang dapat menguntungkan perusahaan dan berbagaian caman yang harus dihindari (David, 2009). Lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi sosial dan budaya, pesaing, bahan baku, iklim dan cuaca, serta kebijakan pemerintah.

1. Pesaing

Pesaing adalah pihak yang menawarkan kepada pasar produk sejenis atau sama dengan produk yang dikeluarkan oleh perusahaan atau produk substitusinya, di wilayah tertentu.

2. Ekonomi, sosial dan budaya

Merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli dan pola pembelanjaan konsumen. Daya beli ini diukur dari tingkat


(59)

pendapatan masyarakat dan perkembangan tingkat harga-harga umum.

3. Kebijakan pemerintah

Maksudnya adalah lembaga yang mengawasi perusahaan seperti badan pemerintah, kelompok penekan yang mempengaruhi dan membatasi ruang gerak organisasi dan individu dalam masyarakat. 4. Bahan baku

Ketersediaan bahan baku mendukung keberlangsungan suatu perusahaan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. 5. Iklim dan cuaca

Iklim dan cuaca akan mempengaruhi harga pembelian bahan baku sehingga dapat mempengaruhi biaya produksi dalam perusahaan.

c. Tahap analisis SWOT

Menurut David (2009), matriks SWOT merupaka alat analisa yang penting untuk mengembangkan strategi dari kombinasi faktor internal perusahaan, terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang ada di

perusahaan dan faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan. Matriks analisis SWOT dibentuk melalui tahapan sebagai berikut :

1. Menentukan aspek mempengaruhi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan

2. Menghubungkan antara aspek kekuatan dan kelemahan sehingga menghasilkan strategi kekuatan dan peluang (SO)


(60)

3. Menghubungkan antara aspek kelemahan dan peluang sehingga menghasilkan strategi kekuatan dan peluang (WO)

4. Menghubungkan antara aspek kekuatan dan ancaman sehingga menghasilkan strategi kekuatan dan peluang (ST)

5. Menghubungkan antara aspek kelemahan dan ancaman sehingga menghasilkan strategi kekuatan dan peluang (WT)

Analisis SWOT merupakan identifikasi sistematis dari faktor internal maupun eksternal serta strategi yang digambarkan dengan keterkaitan antara aspek-aspek didalamnya. Hal ini dengan asumsi bahwa suatu perusahaan dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang serta meminimumkan kelemahan dan ancaman. Kinerja suatu perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. Kombinasi tersebut dapat diterangkan pada Gambar 5.

3. mendukung strategi turn around 1. Mendukung strategi agresif

4. mendukung strategi defensif 2. Mendukung strategi diversifikasi

Gambar 5. Diagram Analisis SWOT Sumber : Rangkuti, 2006.

Berbagai peluang

Kekuatan internal Kelemahan internal


(61)

Keterangan gambar :

Kuadran 1 : ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif.

Kuadran 2 : meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : perusahaan menghadapi peluang pasaryang sangat besar, tetapi dilain pihak, perusahaan menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan hingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 : merupakan situasi yang tidak menguntungkan,

perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

8. Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion (FGD) adalah suatu kegiatan diskusi kelompok yang diadakan untuk mendiskusikan suatu masalah tertentu melalui curah pendapat dengan peserta terfokus bersifat homogen ( Munir, 2004). Focus


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kinerja agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung secara keseluruhan menguntungkan. Produktivitas agroindustri emping di Kelurahan Rajabasa sudah berkinerja baik dengan kapasitas sebesar 86 persen. Produktivitas agroindustri emping di Kelurahan Sukamaju sudah berkinerja baik dengan kapasitas sebesar 84 persen. Agroindustri emping melinjo mampu memberikan kesempatan kerja sebesar 62,92 HOK di Rajabasa dan 42,49 HOK di Sukamaju.

2. Agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung memberikan nilai tambah. Kelurahan Rajabasa memberikan nilai tambah sebesar 45,95 persen, sedangkan di Kelurahan Sukamaju sebesar 48,63 persen.

3. Strategi pengembangan emping melinjo di Kota Bandar Lampung yaitu (a) meningkatkan kualitas produk sehingga memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap produk emping yang semakin meningkat (b) pemberian nama merek dagang agar memperluas jaringan pasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat (c) memanfaatkan produk emping


(2)

yang berkualitas untuk menghadapi pesaing antar industri pengolahan lainnya (d) memperluas jaringan pasar sehingga agroindustri dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap produk.

B. Saran

1. Pelaku agroindustri diharapkan meningkatkan kinerja agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung melalui upaya meningkatkan jumlah produksi, meningkatkan kualitas, meningkatkan modal usaha, dan memperluas jaringan pemasaran agar dapat meningkatkan pendapatan dari agroindustri tersebut sehingga kinerja agroindustri itu makin meningkat dan mampu bersaing dengan industri lainnya

2. Pihak pemerintah daerah, melalui Dinas Koperasi, UMKM,

Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung dan Provinsi Lampung diharapkan dapat meningkatkan pembinaan kepada agroindustri emping melinjo melalui pelatihan-pelatihan karyawan, bantuan terkait permodalan dan alat-alat pendukung usaha, serta peningkatan pengetahuan tentang pengembangan produk emping sehingga memberikan nilai jual yang tinggi dan dapat meningkatkan kinerja agroindustri emping melinjo

3. Peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan penelitian sejenis yang terkait dengan analisis nilai tambah pengolahan emping melinjo skala kecil, skala menengah dan skala besar.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Andika, Septia Mike. 2013. Kinerja usaha, nilai tambah dan strategi pengembangan agroindustri skala kecil kopi bubuk di Kota Bandar Lampung. Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Bank Indonesia, 2012. Laporan pengembangan komoditas produk jenis usaha unggulan UMKM 2012 Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI.) 2002-2003.

. 2013. Lampung Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar lampung.

. 2013. Profil Industri Mikro Dan Kecil. Bandar Lampung : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

David, Fred R. 2002. Manajemen Strategis KonsepEdisi Ke tujuh. Jakarta : Pearson Education Asia Pte. Ltd. Dan PT. Prenhallindo. Jakarta.

. 2004. Konsep Manajemen Strategis Edisi Ke sembilan. Jakarta : PT. Prehalindo.

. 2009. Konsep Manajemen Strategis Edisi 12. Jakarta : Salemba Empat.

Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2005. Revitalisasi Pertanian,

Perikanan, Dan Kehutanan (RPPK). www.deptan.go.id. Diakses tanggal 5 Februari 2014.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung, 2013. Data Luas panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Melinjo Provinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. Kota Bandar Lampung. Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung,

2013. Data Persebaran Agroindustri Emping Melinjo di Kota Bandar Lampung. Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung.


(4)

Direktorat Pangan dan Pertanian. 2013. Analisis Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai bahan penyusunan RPJM Tahun 2015-2019. Direktorat Pangan dan Pertanian Bappenas. Jakarta.

Ginn dan Charles. 2000. Selecting the Right Aplicant. The Journal of Accountancy. November :102-106.

Haryoto. 1998. Membuat Emping Melinjo. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Hasibuan, Malayu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan ketujuh.

Jakarta : PT Bumi Aksara.

Hayami, Yujiro. Toshihiko Kawagoe, Yoshinori Marooka and Masdjidin Siregar, 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java. A

Perspective From A Sunda Village. CGPRT Center. Bogor. 75 p.

Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya, Edisi Pertama. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Iriyanti, Dina. 2010. Analisis Kinerja, Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Agroindustri Kecil Kelanting (Studi Kasus di Desa Gantiwarno

Kecamatan Pekalongan Kab. Lampung Timur). Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung, 2012. Data

Monografi Kelurahan Rajabasa. Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung.

Kelurahan Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung, 2013. Data Monografi Kelurahan Sukamaju. Kelurahan Sukamaju

Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung. Bandar Lampung. Kotler, Philip. 2009. Manajemen Pemasaran. Jakarta : Erlangga.

Kresno, Ella Nurlaela, Endah Wuryaningsih, Iwan Ariawan. 1999. Aplikasi Penelitian Kualitatif dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Jakarta.

Maharani, Cahya Nisa Diach. 2013. Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Pengolahan Limbah Padat Ubi Kayu (Onggok) di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: PT. Refika Aditama

Mankiw, Grerory. 2003. Teori Makro Ekonomi Edisi Kelima . Jakarta : Penerbit Erlangga.


(5)

Marimin dan Maghfiroh, Nurul. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bandung : IPB Press.

Moerdiyanto. 2011. Pengaruh Tingkat Pendidikan Manajer terhadap Kinerja Perusahaan Go Public (Kasus BEI). Cakrawala Pendikan 2011. ISSN: 0216-1370.

Munawir Fitria, Affandi Muhammad Irfan, dan Nugraha Adia. 2013. Analisis Finansial Dan Sensitivitas Agroindustri Emping Melinjo Skala Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (UMKM). Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis. Vol 1: No 2 Tahun 2013 : 1-8. Nurhayati, Popong. 2004. Nilai Tambah Produk Olahan Perikanan Pada Industri

Perikanan Tradisonal 01 DKI Jakarta. Skripsi. Sosial Ekonomi Perikanan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Paramitha, Astridya. 2013. Teknik Focus Group Discussion Dalam Penelitian Kualitatif(Focus Group Discussion Tehnique In Qualitative Research). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol 16 : No. 2 April 2013: 117–127 Porter, Michael. 2000. Strategi Bersaing. Jakarta : Erlangga.

Prasetya, Hery dan Fitri, Lukiastuti. 2009. Manajemen Operasi. Yogyakarta : Media Pressindo.

Putri, Ryan Noviana Eka. 2010. Analisis Nilai Tambah, Kelayakan Financial, dan Strategi Pengembangan Agroindustri Kopi Bubuk Organik di Desa Gunung Terang Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat (Studi Kasus Pada Perusahaan Warung Organik). Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rahayu, Ira. 2012. Analisis keragaan agroindustri emping melinjo di Kecamatan Cikedal Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Skripsi. Sosial

Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar lampung

Rahmana, Arief. 2008. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

http://infoukm.wordpress.com/2008/08/. Diakses tanggal 13 februari 2014. Rangkuti. Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.

Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Render, Barry dan Heizer, Jay. 2001. Prinsip-prinsip Manajemen Operasi. Jakarta : PT. Salemba Emban Patria.

Riastuti, Iryani. 2008. Analisis Pemasaran Emping Melinjo di Kabupaten Sragen. Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Rinaldi Munir. 2004. Pengolahan Citra Digital. Bandung : Informatika

Sagala Imelda Castarica, Affandi Muhammad Irfan, dan Ibnu Muhammad. 2013. Kinerja Usaha Agroindustri Kelanting Di Desa Karang Anyar Kecamatan


(6)

Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis. Volume 1 : Nomor 1 Tahun 2013 : 1-8.

Saragih, Bungarai. 2004. Membangun Pertanian Perspektif Agribisnis.dalam Pertanian Mandiri. Jakarta : Penebar Swadaya.

Sari, Maria. 2005. Analisis Financial dan Prospek Pengembangan agroindustri Emping Melinjo di Kecamatan T.Betung Barat Bandar Lampung. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2011. Metode Penelitian Survai. Jakarta : Penerbit LP3ES.

Siregar. 2006. Perbaikan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi: Mendorong Investasi dan Menciptakan Lapangan Kerja. Jurnal Ekononomi Politik dan Keuangan, INDEF. Jakarta.

Soekarman. 2002. Pengelolaan dan Penanganan Benih Aneka Tanaman Perkebunan, Kasus Jambu Mete, Makadamia, Kemiri, Melinjo dan Tamarin. Jurnal Perspektif. Vol. 1 : No. 2.

Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. . 2001. Agribisnis, Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sudiyono, Armand. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang : UMM Press Malang. . 2004. Pemasaran Pertanian. Malang : UMM Press Malang. Sunanto, Hatta. 1991. Budidaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping.

Yogyakarta : Kanisius.

. 1997. Budidaya Melinjo dan Usaha Produksi Emping. Yogyakarta : Kanisius.

Suprapto. 2006. Proses Pengolahan dan Nilai Tambah. Jakarta : Penebar Swadaya.

Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional. Jakarta : Bumi Aksara.

Umar, Husein. 2008. Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan, Seri Desain Penelitian Bisnis – No 1. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah (UMKM).

Yuni, Ika Wahyu. 2010. Analisis Usaha Industri Emping Melinjo Skala Rumah Tangga Di Kabupaten Magetan. Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.