Analisis Rantai Pasok dan Nilai Tambah Agroindustri Kopi Luwak di Provinsi Lampung

(1)

Oleh

Khairunnisa Noviantari ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui nilai tambah, (2) mengetahui pola alir rantai pasok, dan (3) mengetahui strategi pengembangan untuk agroindustri kopi luwak di Provinsi lampung. Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus untuk mewakili Provinsi Lampung. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 35 orang yang terdiri dari dari 9 orang petani kopi, 7 orang pelaku agroindustri kopi luwak, 3 orang pedagang pengumpul buah kopi, 1 orang pedagang besar buah kopi , 5 orang pedagang kopi luwak dan 10 orang konsumen kopi luwak. Untuk menjawab tujuan pertama digunakan metode deskriptif, untuk menjawab tujuan kedua digunakan analisis nilai tambah Hayami, dan untuk menjawab pertanyaan ketiga digunakan metode analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan: (1) pihak-pihak yang terkait dalam rantai pasok agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung ini adalah terdiri dari petani kopi, pedagang pengumpul, pedagang buah kopi, agroindustri kopi luwak, pedagang besar, pedagang pengecer, eksportir, dan konsumen, (2) nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram buah kopi menjadi kopi luwak biji rata-rata sebesar Rp 61.997,86, nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram kopi luwak biji menjadi kopi luwak bubuk rata-rata sebesar Rp 20.554,53, dan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram buah kopi menjadi kopi luwak bubuk rata-rata sebesar Rp 41.373,61, dan (3) strategi pengembangan untuk agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung adalah menghasilkan kopi luwak berkualitas balik untuk meningkatkan harga jual kopi luwak.

Kata Kunci: Agroindustri, Kopi Luwak, Nilai Tambah, Rantai Pasok, Strategi Pengembangan


(2)

By

Khairunnisa Noviantari ABSTRACT

This research aims to (1) determine the flow pattern of supply chain, (2) determine the value added, and (3) determine development strategy of luwak

coffee Agroindustry in Lampung Province. This research was conducted on West Lampung and Tanggamus Region as the representative of Lampung Province. Purposive methods is done to decide the location of this research. The respondents who involved in this research were 35 people that consist of 9 coffee farmers, 7 owner of luwak coffee agroindustry, 3 merchants of coffee, 1 big seller of coffee, 5 retailers of luwak coffee and 10 consumers of luwak coffee. The first objective was analyzed by a descriptive method, the second objective by Hayami value added analysis method, and the last objective was analyzed by SWOT analysis method. The results proved that (1) the stakeholders who involved in this supply chain of luwak coffee agroindustry in Lampung Province were consist of coffee farmers, merchants, sellers of raw coffee beans, agroindustry of luwak coffee, wholesalers, retailers, exporters, and consumers; (2) value added of one kilogram raw coffee beans processing became luwak coffee gained an average 61.997,86 IDR, one kilogram raw coffee beans became a powder of luwak coffee gained an average 20.554,53 IDR, and one kilogram raw coffee beans became the powder of luwak coffee gained an average 41.373,61 IDR,(3)development strategy of luwak coffee agroindustry was produce good quality of luwak coffee to increase the selling price.

Key words: luwak coffee agroindustry, strategy development, , supply chain, value added


(3)

Oleh

Khairunnisa Noviantari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada hari Kamis pukul 03.15 WIB tanggal 28 November 1991 dari pasangan Bapak Hasnawi Hasanuddin, S.H. dan Ibu Dra. Dewi Wasturi, M.M.Pd., terlahir sebagai anak pertama dari 3 bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat sekolah dasar di SD Negeri 1 Sukarame pada tahun 2003, tingkat sekolah menengah pertama di SMP Negeri 12 Bandar

Lampung pada tahun 2006, dan tingkat sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Natar pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Lampung Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian melalui jalur PKAB.

Selama menjadi mahasiswa Universitas Lampung penulis melakukan kegiatan Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (PPM) pada bulan Januari 2010 di Desa Bandar Sribawono Kabupaten Lampung Timur. Pada bulan Januari 2012 penulis melaksanakan Praktek Umum di Perum Bulog Divre Lampung, dilanjutkan Kuliah Kerja Nyata di Desa Negeri Agung Kecamatan Marga Tiga Kabupaten Lampung Timur pada bulan juli 2012. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian.


(7)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin. Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, kuasa atas segala kehendak, keinginan, dan wujud

kesempurnaan, karena atas limpahan rahmat, berkah, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Muhammad Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Rantai Pasok dan Nilai

Tambah Agroindustri Kopi Luwak di Provinsi Lampung”, banyak pihak yang

telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang

membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga nilainya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S.selaku dosen pembimbing pertama, atas bimbingan serta arahannya selama penulis melakukan turun lapang dan penyusunan skripsi.

2. Novi Rosanti, S.P, M.E.P. selaku pembimbing kedua yang tanpa lelah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi.


(8)

4. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S. selaku Pembimbing Akademik dan Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, terimakasih atas segala arahan serta bantuannya.

6. Kedua orangtuaku tercinta, Hasnawi Hasanuddin, S.H. dan Dra. Dewi Wasturi, MM.Pd. serta kedua adikku tersayang, Devina Octarrum dan Muhammad Arif Kurniawan yang selalu memberikan kasih sayang, doa, semangat, dukungan, dan pengertiannya selama ini yang tak akan tergantikan oleh apapun.

7. Petani kopi, pedagang pengumpul, pedangang besar buah kopi, pedagang kopi luwak, dan konsumen kopi luwak yang telah bersedia memberikan informasi kepada penulis

8. Seluruh pelaku agroindustri kopi luwak, khususnya Bapak Gunawan, Bapak Sapri dan Bapak Nurdin, yang telah banyak membantu penulis dalam perolehan data.

9. Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Peternakan, dan Kehutanan (BP4K) Kecamatan Pulau Panggung, terimakasih atas segala bantuan yang

mempermudah penulis dalam mendapatkan responden.

10. Sahabat-sahabat yang telah banyak membantu selama turun lapang, Peni Rosepa, S.P., Maftuhatul Hidayah, S.P., Anita Noviana, S.P., Meilia


(9)

11. Sahabat seperjuangan selama perkuliahan, Febriyanti, Feby Liestya, dan Yunica Safitri, S.P.

12. Sahabat sekaligus saudaraku yang selalu ada saat suka dan duka, Amalia Karina, S.P., Denisa Ratu Balqis, S.P., Gama Ayu Siswandari, S.P., Verika, Aad Dwi Putra, Yunus Sanjaya, dan Yudi.

13. Tim “EO” Agribisnis 2009: Beb Veronica Lia, Ocing, Citra Dara, Pepi Bakti, Wayan Pastike, Willy Akbar (termasuk Arin dan Denisa) semoga kelak kita bisa jadi EO sesungguhnya, Aamiin..

14. Teman-teman Agribisnis 2009: Wirda Eka, Ully Kartika, Mutiara Putri, Yesica Veronika, Novi Kurniawati, Monica, Desty Rizana, Reni Mardiana, Riska Bogel, Abdul Mutolib, Meyka, Queen, Edi Tsu, Adam, Mamet, Rendi, Rama, Rinaldy, Saut, Inke, Adriez, Ongki, Hilman, Dedeh, Atika, Feli, Melisa, Riska, Zia, Oni, Tasya, Rani, Syani, Firjen, Vina, Anisa, Ari dan seluruh Agribisnis 2009 lainnya.

15. Mbak Ayi, Mbak Iin, Mas Buchori, Mas Boim, Mas Kardi, serta rekan-rekan SOSEK 2007 – 2010 terima kasih atas segala bantuannya.

16. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian selama ini.

Bandar Lampung, Februari 2015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 8

C. Manfaat Penelitian... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Tanaman Kopi ... 9

2. Kopi Luwak ... 12

3. Konsep Agroindustri ... 16

4. Manajemen Rantai Pasok ... 18

5. Analisis Nilai Tambah ... 22

6. Strategi Pengembangan ... 23

7. Lingkungan Internal dan Eksternal ... 24

8. Analisis SWOT ... 25

9. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 29

B. Kerangka Pemikiran ... 33

III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 36

B. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 41

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 42


(11)

1. Sistem Rantai Pasok ... 43

2. Analisis Nilai Tambah ... 44

3. Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities, Threats) ... 46

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat ... 50

1. Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik ... 50

2. Demografi ... 51

3. Perekonomian Daerah... 52

B. Kabupaten Tanggamus ... 53

1. Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik ... 53

2. Demografi ... 54

3. Perekonomian Daerah... 55

C. Gambaran Agroindustri Kopi Luwak ... 56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden ... 58

1. Usia ... 58

2. Pendidikan ... 59

3. Pengalaman Usaha ... 60

4. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 61

B. Agroindustri Kopi Luwak ... 62

1. Pengadaan Bahan Baku ... 62

2. Modal Awal ... 63

3. Tenaga Kerja... 64

4. Sumbangan Input Lain ... 65

5. Bauran Pemasaran ... 65

6. Proses Produksi Kopi Luwak ... 67

C. Sistem Rantai Pasok ... 70

1. Petani ... 72

2. Pengepul Buah Kopi ... 73

3. Pedagang Buah Kopi ... 74


(12)

5. Eksportir ... 77

6. Pedagang ... 78

7. Konsumen ... 79

D. Analisis Nilai Tambah ... 83

1. Pengolahan Buah Kopi Menjadi Kopi Luwak Biji ... 85

2. Pengolahan Kopi Luwak Biji Menjadi Kopi Luwak Bubuk ... 88

3. Pengolahan Buah Kopi Menjadi Kopi Luwak Bubuk ... 91

E. Analisis SWOT ... 95

Matriks IFAS ... 96

Matriks EFAS ... 103

VI. KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 116 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Volume Ekspor Komoditas Perkebunan Indonesia ... 2

2. Rata-Rata Produksi Kopi Oleh Negara-Negara Produsen Kopi Terbesar Dunia Tahun 2007-2011 ... 3

3. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Kopi Robusta di Provinsi Lampung Tahun 2011 ... 4

4. Bentuk Matriks SWOT ... 26

5. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami ... 45

6. Tabel Model Matriks IFAS ... 47

7. Tabel Model Matriks EFAS ... 48

8. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Barat Tahun 2008 – 2012 ... 52

9. Jumlah Penduduk Kabupaten Tanggamus Tahun 2008 – 2013 ... 55

10. Sebaran Usia Responden Pelaku Agroindustri Kopi Luwak di Provinsi Lampung ... 58

11. Sebaran Tingkat Pendidikan Pelaku Agroindustri Kopi Luwak di Provinsi Lampung ... 60

12. Sebaran Pengalaman Usaha Responden Pelaku Agroindustri Kopi Luwak di Provinsi Lampung ... 61


(14)

13. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Pelaku Agroindustri Kopi

Luwak di Provinsi Lampung ... 62

14. Efisiensi Pemasaran Kopi Luwak ... 83

15. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Kopi Luwak di Provinsi Lampung . 84

16. Matriks Faktor Internal untuk Kekuatan ... 101

17. Matriks Faktor Internal untuk Kelemahan ... 102

18. Matriks Faktor Eksternal untuk Peluang ... 108

19. Matriks Faktor Eksternal untuk Ancaman ... 109

20. Pembobotan untuk diagram SWOT faktor internal dan eksternal ... 110

21. Sepuluh Strategi Prioritas yang Dapat Dilakukan Agroindustri Kopi Luwak di Provinsi Lampung ... 114


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pohon Agroindustri Kopi ... 11

2. Diagram Analisis SWOT ... 26

3. Paradigma Analisis Rantai Pasok dan Nilai Tambah Kopi Luwak di Provinsi Lampung ... 35

4. Bentuk Matriks SWOT ... 49

5. Proses Pengolahan Kopi Luwakdi Kabupaten Lampung Barat ... 68

6. Proses Pengolahan Kopi Luwak di Kabupaten Tanggamus ... 69

7. Pola Alir Rantai Pasok Kopi Luwak Bubuk di Provinsi Lampung ... 71

8. Pola Alir Rantai Pasok Kopi Luwak Biji di Provinsi Lampung ... 72

9. Saluran 1 Distribusi Kopi Luwak di Provinsi Lampung ... 80

10. Saluran 2 Distribusi Kopi Luwak di Provinsi Lampung ... 81

11. Saluran 3 Distribusi Kopi Luwak di Provinsi Lampung ... 81

12. Saluran 4 Distribusi Kopi Luwak di Provinsi Lampung ... 82

13. Diagram SWOT Agroindustri Kopi Luwak di Provinsi Lampung ... 110


(16)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor terbesar penyumbang pendapatan penduduk di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian dalam sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengalami

peningkatan dari tahun 2011 sebesar 14,72% menjadi 15,14% pada tahun 2012. Selain itu investasi sektor pertanian yang cenderung meningkat setiap

tahunnya, dimana pada tahun 2011 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp. 8,2 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 1,03 miliar. Serapan tenaga kerja sektor pertanian juga menempati urutan pertama yaitu sebesar 38,88 juta orang pada Agustus 2012 (Badan Pusat Statistik, 2013).

Salah satu subsektor dari sektor pertanian yang memiliki peran penting adalah subsektor perkebunan. Perkebunan memiliki peranan penting dalam

menyumbang nilai yang cukup tinggi bagi devisa Indonesia. Sumbangan subsektor perkebunan pada devisa negara dapat dilihat melalui orientasi pasar ekspornya. Pada tahun 2009-2011 subsektor perkebunan secara konsisten menyumbangkan rata-rata hasil produksinya lebih dari 27 juta ton setiap

tahunnya, dengan nilai ekspor mencapai lebih dari US$ 30 miliar (Kementerian Pertanian, 2012).


(17)

Kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang menyumbangkan sekitar 67% produksinya untuk kegiatan ekspor (Departemen Pertanian, 2012). Meskipun tidak menempati urutan pertama dalam sumbangan volume ekspor, sumbangan kopi dalam ekspor masih dapat dikatakan besar karena mengalami peningkatan volume ekspor dari tahun 2009 hingga 2011. Volume ekspor komoditas perkebunan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Volume Ekspor Komoditas Perkebunan Indonesia (ton)

No. Komoditas 2009 2010 2011

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kelapa Karet Kelapa Sawit Kopi Teh Lada Tembakau Kakao Cengkeh Kapas Tebu Pinang Lainnya 957.517 2.067.312 21.669.489 507.968 91.929 45.293 110.107 559.799 4.994 27.061 599.690 194.967 1.028.684 1.045.960 2.420.716 20.394.174 433.594 87.101 62.599 117.158 552.892 6.008 36.584 485.031 213.601 1.161.888 2.400.412 5.276.763 41.944.765 692.985 150.899 72.974 198.970 820.513 10.793 50.721 1.088.594 374.219 2.644.881

Total 27.864.810 27.017.306 55.727.489

Sumber : Kementrian Pertanian, 2012.

Pada tahun 2011 volume ekspor tanaman kopi adalah sebesar 692.985 ton dengan nilai ekspor lebih dari US$ 1 miliar. Sumbangan kopi dalam kegiatan ekspor di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun 2009 sebesar 507.968 ton menjadi 692.985 ton pada tahun 2011. Produksi tanaman kopi di Indonesia sendiri merupakan salah satu penyumbang kopi terbesar di dunia. Rata-rata produksi kopi oleh negara-negara produsen kopi terbesar di dunia dapat dilihat pada Tabel 2.


(18)

Tabel 2. Rata-Rata Produksi Kopi Oleh Negara-Negara Produsen Kopi Terbesar Dunia Tahun 2007-2011

No. Negara Jumlah (ton) Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 Brazil Vietnam Colombia Indonesia Ethiopia India Meksiko Guatemala 2.500.000 1.100.000 560.000 560.000 400.000 280.000 270.000 230.000 34,00 14,00 7,00 7,00 4,50 3,70 3,40 3,10 Sumber: Fairtrade Foundation, 2012

Rata-rata produksi kopi Indonesia yang sebesar 560.000 ton telah

menyumbangkan 7% produksi kopi dunia dari jumlah total produksi dunia rata-rata 7,6 juta ton per tahun pada tahun 2007 hingga 2011. Indonesia menempati urutan ke-4 produsen kopi terbesar di dunia setelah negara Brazil, Vietnam, dan Colombia. Tingginya nilai produksi kopi Indonesia di dunia ini membuat tanaman kopi menjadi salah satu tanaman perkebunan yang memegang peranan penting sebagai penunjang perekonomian di Indonesia.

Provinsi Lampung dapat dikatakan salah satu daerah penghasil biji kopi terbesar di Indonesia dengan kualitas yang baik dan telah diakui oleh dunia. Tingginya produksi kopi di Provinsi Lampung tidak membuat Provinsi Lampung menjadi sentra agroindustri kopi di Indonesia. Hal ini disebabkan 67% hasil produksi kopi diekspor dalam bentuk biji kopi dan hanya 33% yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Departemen Pertanian, 2012).

Produksi kopi di Provinsi Lampung mengalami peningkatan produksi sejak 5 tahun terakhir. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung menyebutkan bahwa


(19)

produksi kopi di Lampung pada tahun 2007 adalah sebesar 140.049 ton telah mengalami peningkatan sebesar 4.500 ton pada tahun 2012 menjadi 144.516 ton. Produksi kopi tersebut hampir seluruhnya merupakan produksi kopi robusta.

Secara agronomis wilayah Lampung lebih cocok membudidayakan kopi robusta daripada kopi arabika. Kopi robusta berkembang lebih baik

dibandingkan dengan kopi arabika, sehingga resiko gagal panen petani kopi robusta lebih kecil bila dibandingkan dengan apabila petani menanam kopi arabika. Selain itu juga kopi robusta lebih mudah untuk dibudidayakan meskipun kualitas kopi robusta di bawah kopi arabika, akan tetapi kualitasnya masih lebih baik dibandingkan dengan jenis kopi liberika. Luas lahan dan jumlah produksi serta produktivitas kopi robusta di Provinsi Lampung disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Kopi Robusta di Provinsi Lampung Tahun 2011

Kabupaten/Kota Luas (ha) Produksi (ton) Produktivitas (kg/ha) Persentase (%) Lampung Selatan Pesawaran Lampung Tengah Lampung Timur Lampung Utara Way Kanan Lampung Barat Tulang Bawang Tulang Bawang Barat Mesuji Tanggamus Pringsewu Bandar Lampung 1280 4818 1603 911 16590 16590 60326 91 156 379 44522 8788 224 911 3819 870 545 12217 19427 61229 39 76 225 36810 8325 23 938 821 658 660 872 963 1095 750 950 748 986 1008 221 0,63 2,64 0,60 0,38 8,45 13,44 42,31 0,03 0,05 0,16 25,47 5,76 0,02

Jumlah 161622 144516 10670 100


(20)

Berdasarkan Tabel 3. terdapat dua kabupaten yang memproduksi biji kopi robusta terbesar di Provinsi Lampung, yaitu Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus. Kabupaten Lampung Barat merupakan kabupaten yang memproduksi kopi robusta tertinggi di Provinsi Lampung dengan total produksi sebesar 61.229 ton dengan persentase produksi sebesar 42,31 % dari total produksi kopi di Lampung. Pada urutan kedua adalah Kabupaten

Tanggamus yang memiliki total produksi sebesar 36.810 ton dengan persentase produksi sebesar 25,47% dari total produksi kopi di Lampung pada tahun 2011.

Kopi di Provinsi Lampung khususnya jenis kopi robusta merupakan salah satu bahan baku yang banyak digunakan dalam kegiatan agroindustri. Agroindustri menurut Soekartawi (2000) adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan,

usahatani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana, dan pembinaan.

Saat ini semakin banyak pengusaha di Lampung yang mengolah biji kopi mentah menjadi sebuah komoditi yang memiliki nilai jual tinggi di pasar internasional, yaitu kopi luwak. Kopi luwak merupakan salah satu olahan dari biji kopi yang telah mengalami proses fermentasi di dalam perut musang atau yang biasa dikenal oleh masyarakat dengan sebutan luwak. Dengan adanya proses fermentasi dalam perut musang, kopi luwak ini memiliki beberapa kelebihan dan harga jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kopi bubuk biasa. Kelebihan dari kopi luwak adalah memiliki rasa yang lebih nikmat dan tidak asam bagi lambung.


(21)

Adanya pengolahan kopi terlebih dahulu sebelum dipasarkan akan memberikan nilai tambah bagi petani. Para pengusaha ini tertarik karena nilai tambah yang diperoleh dari kopi luwak jauh lebih tinggi daripada nilai tambah yang

diperoleh dari kopi bubuk biasa, apalagi bila dibandingkan dengan nilai kopi biji yang langsung dipasarkan. Dengan demikian, apabila kopi tersebut diekspor maka nilai tambah yang seharusnya masuk dalam pendapatan petani Lampung menjadi masukan bagi negara asing yang mengimpor biji kopi dari Indonesia.

Kelebihan yang dimiliki kopi luwak membuat kopi luwak cukup diminati oleh masyarakat, khususnya masyarakat dari luar negeri, meskipun harga yang ditawarkan cukup tinggi. Tingginya penawaran menjadikan bertambahnya pelaku aroindustri yang tertarik untuk melakukan kegiatan agroindustri kopi luwak, dengan demikian permintaan kopi sebagai bahan baku utama ikut meningkat. Hal ini akan berpengaruh terhadap produksi di tingkat petani. Hubungan antara pemasok bahan baku industri, agroindustri dan konsumen akan membentuk sebuah rantai pasok.

Rantai pasok merupakan suatu sistem yang menghubungkan antara pemasok bahan baku, agroindustri, dan konsumen akhir. Hubungan tersebut bertujuan agar buah kopi sebagai bahan baku utama dapat masuk ke dalam suatu

agroindustri sehingga hasil akhir produksi berupa kopi luwak dari agroindustri dapat sampai kepada konsumen akhir dengan baik dan efisien. Tujuan dari rantai pasok ini agar sebuah material yang dalam hal ini adalah kopi dapat terus mengalir dengan baik dari produsen hingga ke konsumen akhir.


(22)

Pelaku agroindustri tentu harus memiliki sistem manajemen rantai pasok yang baik agar kegiatan agroindustri kopi luwak dapat berkoordinasi dengan baik pula dan mengurangi resiko dalam kegiatan rantai pasok. Manajemen rantai pasok dapat mengurangi ketidakpastian dalam jumlah permintaan kopi luwak maupun ketidakpastian dari pemasok buah kopi. Adanya ketidakpastian dalam sistem rantai pasok dapat mengakibatkan agroindustri tidak dapat berproduksi secara optimal.

Kegiatan rantai pasok kopi luwak di Provinsi Lampung ini tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor internal dan faktor eksternal. Faktor yang mempengaruhi tersebut tidak semuanya dapat mendukung perkembangan agroindustri dan sistem rantai pasok kopi luwak di Provinsi Lampung. Beberapa faktor dapat berupa kelemahan agroindustri yang dapat mengancam keberlangsungan agroindustri kopi luwak. Akan tetapi dari faktor internal dan eksternal yang ada dapat dibuat beberapa strategi untuk

meningkatkan kinerja agroindustri dan sistem rantai pasok kopi luwak dengan menggunakan analisis SWOT (Strenghths, Weakness, Opportunity, Threats).

Analisis SWOT menurut Rangkuti (2000) merupakan intensifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Tujuan utama dilakukan perencanaan strategi ini adalah agar agroindustri kopi luwak dapat meningkatkan kinerja agroindustri dan ratai pasok sehingga agroindustri dapat memperoleh keunggulan, keuntungan, dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Perumusan strategi ini didukung dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada.


(23)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. bagaimana sistem rantai pasok pada agroindustri kopi luwak di Provinsi

Lampung?

2. berapa besar nilai tambah pada agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung?

3. bagaimana strategi pengembangan agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung?

B.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. mengetahui pola alir rantai pasok pada agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung

2. mengetahui nilai tambah pada agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung 3. merumuskan strategi pengembangan pada agroindustri kopi luwak di

Provinsi Lampung

C.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan:

1. sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah sebagai penentuan kebijakan pengembangan usaha agroindustri kopi luwak.

2. sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi pihak yang berkepentingan yang berkaitan dengan komoditas kopi luwak di Provinsi Lampung.

3. sebagai bahan referensi bagi penelitian lain yang melakukan penelitian sejenis.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A.Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Kopi

Kopi (Coffea spp.) merupakan jenis tanaman pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae. Tinggi pohon ini dapat mencapai hingga 12 m, tumbuh tegak, dan bercabang. Tanaman kopi memiliki beberapa golongan kopi, akan tetapi yang paling dikenal adalah jenis kopi arabika, robusta, dan liberika. a. Kopi arabika

Beberapa sifat penting kopi arabika adalah:

1) menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700 – 1700 m dpl dan suhu 16 – 20oC,

2) menghendaki daerah yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3 bulan / tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman,

3) peka terhadap serangan penyakit HV, terutama apabila ditanam di dataran rendah atau dengan ketinggian kurang dari 500 m dpl,

4) rata-rata produksi sedang akan tetapi memiliki kualitas dan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kopi lainnya,


(25)

b. Kopi liberika

Beberapa sifat penting kopi liberika yaitu:

1) ukuran daun, cabang, bunga, buah, dan pohon lebih besar dibandingkan dengan kopi arabika dan robusta,

2) cabang primer dapat bertahan lebih lama, dan dalam satu buku dapat keluar bunga atau buah lebih dari satu kali,

3) agak peka terhadap penyakit HV, 4) kualitas buah relatif rendah,

5) produksi sedang dengan rendemen ±12%,

6) berbuah sepanjang tahun,

7) ukuran buah tidak merata atau tidak seragam, 8) tumbuh baik di dataran rendah.

c. Kopi robusta

Beberapa sifat penting kopi robusta yaitu: 1) resisten terhadap penyakit HV,

2) tumbuh sangat baik pada ketinggian 400 – 700 m dpl, tetapi masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl dengan temperatur 21 – 24oC,

3) menghendaki daerah yang mempunyai bulan kering 3 - 4 bulan secara berturut-turut, dengan 3 – 4 kali hujan kiriman,

4) produksi lebih tinggi daripada kopi arabika dan kopi liberika, dengan rendemen ±22%,

5) kualitas buah lebih rendah daripada kopi arabika, tetapi lebih tinggi daripada kopi liberika (Najiyati dan Damarti, 1999).


(26)

Gambar 1. Pohon Agroindustri Kopi Sumber: Ahmad dan Sutrisno, 2008

Kopi berkafein kadar rendah Kopi sangrai Kopi bubuk Kopi ekstrak

Kopi celup

Ulin Arang Asam fosfat

Enzim pektat

Anggur Protein sel

tunggal Pektin Etanol

Cuka makan Silase Kopi biji

(coffee bean) -Arabika (10-18%) -Robusta (20-30%)

Kulit tanduk dan kulit ari (6-10%)

Kulit dan daging buah (77-88%) Buah kopi


(27)

2. Kopi Luwak

Kopi luwak adalah kopi yang telah dipilih dan dimakan oleh luwak

(Paradoxorus hermaproditus) atau dikenal juga sebagai musang, pada beberapa daerah. Luwak memilih buah kopi yang mempunyai tingkat kematangan yang optimum berdasarkan rasa dan aroma serta memakannya dengan mengupas kulit luarnya dengan mulut, lalu menelan lendir serta bijinya. Biji kopi yang masih terbungkus kulit ari yang keras (kulit tanduk/parchment) tidak hancur dalam pencernaan luwak karena sistem pencernaan luwak yang sederhana sehingga saat keluar bersama feses biji kopi masih utuh terbungkus kulit tanduk.

Pada saat biji berada dalam sistem pencernaan luwak, terjadi proses fermentasi secara alami selama kurang lebih 10 jam. Fermentasi pada pencernaan luwak meningkatkan kualitas kopi karena selain barada pada suhu fermentasi optimal 24 - 260 Celcius juga dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada pada

pencernaan luwak. Kandungan protein kopi luwak lebih rendah ketimbang kopi biasa karena perombakan protein melalui fermentasi lebih optimal. Protein ini berperan sebagai pembentuk rasa pahit pada kopi saat disangrai sehingga kopi luwak tidak sepahit kopi biasa karena kandungan proteinnya rendah.

Berikut cara pembuatan kopi luwak :

a. Proses awal, Para petani memetik kopi yang sudah matang dan berwarna merah dari pohonnya.


(28)

b. Semua kopi yang sudah dipetik, diambil yang paling bagus, kemudian diberikan kepada Luwak.

c. Biasanya, luwak akan memilih kopi terbaik dari yang sudah dipilih petani untuk dimakan. Luwak hanya akan memakan kulit kopinya saja, dan biji kopinya akan dikeluarkan secara utuh oleh si luwak dalam bentuk kotoran. d. Biji kopi yang sudah dikeluarkan dalam kotoran luwak tadi, dibersihkan

dengan air mengalir hingga betul-betul bersih, kemudian dijemur hingga kering. Biji kopi tersebut akan menjadi gabah yang masih ada kulit tanduknya dan ari dengan kadar air kurang lebih 20%.

e. Setelah biji kopi tadi benar-benar kering, biji kopi tersebut dikupas kulit tanduknya. Cara mengupas kulitnya dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan menumbuknya, tidak perlu ditumbuk dengan kuat, cukup agar kulit biji kopinya terkelupas, karena jika ditumbuk terlalu kuat maka biji kopi luwak bisa hancur atau tidak utuh lagi.

f. Dengan cara manual, biji kopi dipilih satu per satu untuk memisahkan biji yang masih berkulit tanduk dan yang sudah terkelupas, hasilnya akan didapatkan biji kopi dengan kulit ari yang berwarna perak.

g. Setelah itu, biji kopi diroasting dan digiling kemudian dikemas (Siregar, 2014).

Pengolahan secara alami dalam perut musang tersebut membuat kopi luwak memiliki berbagai keistimewaan, diantaranya:

a. Kopi luwak berasal dari biji kopi terbaik. Naluri hewan luwak akan memilih biji kopi paling matang yang biasanya berwarna merah. Bisa dipastikan, 90 persen biji kopi yang dihasilkan oleh hewan luwak adalah


(29)

yang benar-benar matang, bukan yang mentah. Ini memberi keuntungan, karena pada kopi biasa kemungkinan ada pencampuran antara biji kopi yang mentah dan matang, yang tentunya bisa mengurangi kualitas kopi.

b. Kopi luwak sudah mengalami proses fermentasi secara alami di dalam pencernaan hewan luwak. Proses fermentasi alami dalam perut luwak memberikan perubahan komposisi kimia pada biji kopi dan dapat

meningkatkan kualitas rasa kopi, karena selain berada pada suhu fermentasi optimal, juga dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada pada pencernaan luwak. Oleh sebab itu, rasanya kopi luwak beda dengan kopi biasa. Kopi luwak mempunyai aroma yang khas tiada duanya, rasanya nikmat, dan mengandung khasiat menambah energi.

c. Kopi luwak mengandung kafein yang sangat rendah, hanya sekitar 0,5% – 1%. Rendahnya kadar kafein kopi luwak ini disebabkan oleh proses fermentasi dalam sistem pencernaan luwak yang mampu mengurangi kadar kafein kopi sehingga dapat menciptakan kenikmatan pada kopi luwak dan aroma yang sangat harum, atau dengan kata lain, kopi tersebut menjadi murni.

d. Kopi luwak bisa meningkatkan stamina tubuh dan mencegah penyakit diabetes, sebab kopi yang dikeluarkan oleh hewan luwak telah mengalami proses fermentasi alami dan sudah diolah oleh orang-orang yang

berpengalaman serta menyulapnya menjadi kopi berkhasiat.

e. Kopi luwak mengandung protein yang lebih rendah dan lemak lebih tinggi. Protein terkait dengan rasa pahit pada kopi, semakin rendah protein, maka rasa kopi menjadi semakin tidak pahit.


(30)

f. Kopi luwak bebas dari pestisida, karena pestisida yang terdapat pada kopi telah dibersihkan secara alami di dalam perut luwak, sehingga kopi yang keluar bersamaan dengan feses luwak telah bebas dari kandungan pestisida yang berbahaya.

Kopi luwak juga memiliki beberapa kelebihan, khususnya manfaatnya untuk kesehatan yaitu:

a. Mencegah penyakit saraf

Peminum kopi berkafein cenderung tidak akan mengembangkan penyakit Alzheimer dan Parkinson. Kandungan antioksidan di dalam kopi akan mencegah kerusakan sel yang dihubungkan dengan Parkinson. Sedangkan kafein akan menghambat peradangan di dalam otak, yang kerap dikaitkan dengan Alzheimer.

b. Melindungi gigi

Kopi yang mengandung kaein memiliki kemampuan antibakteri dan

antilengket, sehingga dapat menjaga bakteri penyebab lubang menggerogoti lapisan gigi. Minum kopi secangkir setiap hari terbukti dapat mencegah risiko kanker mulut hingga separuhnya. Senyawa yang ditemukan di dalam kopi juga dapat membatasi pertumbuhan sel kanker dan kerusakan DNA. c. Menurunkan risiko kanker payudara

Menjelang masa menopause, wanita yang mengonsumsi 4 cangkir kopi sehari mengalami penurunan risiko kanker payudara sebesar 38 persen, demikian menurut sebuah studi yang dipublikasikan di The Journal of Nutrition. Kopi melepaskan phytoestrogen dan flavonoid yang dapat


(31)

menahan pertumbuhan tumor. Namun konsumsi kurang dari 4 cangkir tidak akan mendapatkan manfaat ini.

d. Mencegah batu empedu

Batu empedu tumbuh ketika lendir di dalam kantong empedu memerangkap kristal-kristal kolesterol. Xanthine, yang ditemukan di dalam kafein, akan mengurangi lendir dan risiko penyimpanannya. Dua cangkir kopi atau lebih setiap hari akan membantu proses ini.

e. Melindungi kulit

Konsumsi 2-5 cangkir kopi setiap hari dapat membantu menurunkan risiko kanker kulit nonmelanoma hingga 17 persen. Kafein dapat memacu kulit untuk membunuh sel-sel prakanker, dan juga menghentikan pertumbuhan tumor.

f. Mencegah diabetes

Orang yang mengonsumsi 3-4 cangkir kopi reguler atau kopi decaf (dengan kadar kafein yang dikurangi) akan menurunkan risiko mengembangkan diabetes tipe II hingga 30 persen. Asam klorogenik dapat membantu mencegah resistensi insulin, yang merupakan pertanda adanya penyakit ini (Ngabidin, 2013).

3. Konsep Agroindustri

Pengertian agroindustri menurut Manalili dan Sajise (1996) dalam Soekartawi (2000) adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian tetapi sebelum pembangunan tersebut memulai ke tahapan pembangunan industri. Sedangkan menurut Soekartawi (2000), agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan


(32)

karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsintem penyediaan sarana produksi dan

peralatan, usahatani, pengolahan hasil (agroindustri), pemasaran, sarana, dan pembinaan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka diperoleh

kesimpulan bahwa agroindustri merupakan industri yang menggunakan produk pertanian sebagai bahan baku utama (minimal 20% dari keseluruhan bahan baku), selain itu agroindustri merupakan suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian sebelum mencapai tahap pembangunan industri.

Pentingnya agroindustri sebagai suatu pendekatan pembangunan pertanian dapat dilihat dari kontribusinya terhadap:

a. mempunyai kegiatan agroindustri untuk meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis;

b. mampu menyerap banyak tenaga kerja; c. mampu meningkatkan perolehan devisa; d. mampu mendorong industri yang lain.

Meskipun demikian dalam pembangunan agroindustri di dalam negeri, dihadapkan pada beberapa tantangan dan masalah. Masalah tersebut antara lain:

a. beragamnya masalah agroindustri di pedesaan berdasarkan jenis usahanya terutama dalam pemenuhan bahan baku;

b. peran agroindustri pedesaan yang dirasakan masih kurang nyata karena lebih fokus pada agroindustri di perkotaan;


(33)

d. kurangnya fasilitas permodalan, meskipun ada prosedurnya amat ketat; e. keterbatasan pasar;

f. lemahnya infrastruktur;

g. kurang perhatian terhadap penelitian dan pengembangan; h. lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir;

i. kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing; dan j. lemahnya enterpreneurship (Soekartawi, 2000).

4. Manajemen Rantai Pasok

Menurut Indrajit dan Pranoto (2002), rantai pasokan adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu

menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Model rantai pasokan yaitu suatu gambaran mengenai hubungan mata rantai dari pelaku-pelaku tersebut yang dapat membentuk seperti mata rantai yang terhubung satu dengan yang lain. Salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan rantai pasok adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan kepuasan maksimal pada para

pelanggan. Manajemen rantai pasokan merupakan strategi alternatif yang memberikan solusi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi dan perbaikan pelayanan konsumen dan kepuasan konsumen. Manajemen rantai


(34)

pasokan menawarkan suatu mekanisme yang mengatur proses bisnis, meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya operasional perusahaan (Annatan dan Ellitan, 2008).

Rantai pasokan mencakup semua bagian diantaranya supplier, produsen, distributor dan pelanggan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan. Rantai pasokan meliputi tidak hanya pada pembuat dan supplier tetapi juga pengangkut, gudang, pengecer, dan bahkan pelanggan itu sendiri.

Rantai pasokan menimbulkan gambaran atas pergerakan produk atau pasokan dari supplier kepada pembuat produk, distributor, pengecer, pelanggan sepanjang rantai. Supply chain biasanya melibatkan variasi dari tingkat-tingkat. Tingkat-tingkat ini meliputi:

1. Pelanggan 2. Pengecer 3. Distributor 4. Pembuat produk

5. Komponen atau supplier bahan baku

Tiap-tiap tingkat dari rantai pasokan dihubungkan melalui aliran produk, informasi, dan keuangan. Aliran ini biasanya terjadi secara langsung dan mungkin diatur oleh satu tingkat atau perantara. Rancangan rantai pasokan yang tepat tergantung pada kebutuhan pelanggan dan peran yang dijalankan oleh tiap-tiap tingkat yang terlibat. Tujuan dari tiap rantai pasokan pada umumnya untuk memaksimumkan keseluruhan nilai. Nilai dari rantai pasokan


(35)

berbeda antara hasil akhir tersebut berharga bagi pelanggan dan biaya rantai pasokan yang terjadi dalam pengisian permintaan pelanggan.

Ruang lingkup manajemen rantai pasok meliputi:

1. Rantai pasokan yang mencakup seluruh kegiatan arus dan transformasi barang mulai dari bahan mentah, sampai penyaluran ketangan konsumen termasuk aliran informasinya. Bahan baku dan aliran informasi adalah rangkaian dari rantai pasokan.

2. Rantai pasokan sebagai suatu sistem tempat organisasinya menyalurkan barang produksi dan jasa kepada para pelanggannya (Siagian, 2005).

Manajemen rantai pasok (supply chain management) adalah sebuah proses dimana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Sebuah supply chain (rantai pasok) merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan yang mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen.

Tujuan dalam rantai suplai ialah memenuhi permintaan pelanggan melalui efisien menggunakan sebagian besar sumber daya, termasuk distribusi,

kapasitas persediaan dan tenaga kerja serta memastikan material terus mengalir dari sumber ke konsumen akhir. Bagian-bagian yang bergerak didalam rantai suplai haruslah berjalan secepat mungkin.

Tahap-tahap dalam pembuatan keputusan rantai pasokan: a. Rancangan Rantai Pasokan.

Perusahaan membuat rencana pemasaran dan penentuan harga bagi produk baik pada saat ini atau pada masa yang akan datang.


(36)

b. Perencanaan Rantai Pasokan.

Menyusun rantai pasokan dengan menggunakan fase strategik yang telah pasti.

c. Operasi Rantai Pasokan

Waktu yang digunakan adalah mingguan atau harian, dan selama fase ini perusahaan membuat keputusan berdasarkan order pelanggan individual.

Manajemen rantai pasok dapat juga diartikan sebagai koordinasi dari bahan, informasi dan arus keuangan antara perusahaan yang berpartisipasi.

Manajemen rantai pasok bisa juga berarti seluruh jenis kegiatan komoditas dasar hingga penjualan produk akhir ke konsumen untuk mendaur ulang produk yang sudah dipakai. Menurut Siagian (2005) terdapat 3 macam komponen rantai pasok, yaitu:

a. Rantai Pasok Hulu/Upstream Supply Chain.

Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu

perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya meliputi manufaktur, assembler dan koneksi kedua faktor tersebut kepada para penyalur (para penyalur second-trier).

b. Rantai Pasok Internal /Internal Supply Chain Management.

Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu.

c. Segmen Rantai Pasok Hilir/Downstream Supply Chain Segment. Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Didalam


(37)

downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.

5. Analisis Nilai Tambah

Nilai tambah menurut Hardjanto (1991) didefinisikan sebagai pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut dapat berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun proses penyimpanan (time utility). Faktor yang mempengaruhi nilai tambah pada sistem pengolahan adalah faktor teknis dan non teknis.

Menurut Hardjanto (1991), faktor teknis meliputi unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan input penyerta. Faktor ini mempengaruhi harga jual produk, sedangkan faktor non teknis (faktor pasar) meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, informasi pasar, modal investasi

teknologi, dan nilai input lainnya. Faktor non teknis dapat mempengaruhi faktor konversi (banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari satu satuan bahan baku) dan biaya produksi.

Menurut Hayami (1987), tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk menaksir balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja langsung dan pengelola. Analisis nilai tambah metode Hayami memperkirakan perubahan bahan baku setelah mendapatkan perlakuan. Analisis nilai tambah menurut Hayami mempunyai kelebihan, yaitu :


(38)

a. Produktivitas produksi, di mana rendemen, pangsa ekspor dan efisiensi tenaga

kerja dapat diestimasi.

b. Balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi

Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah metode Hayami pada subsistem pengolahan adalah:

a. Faktor konversi, menunjukkan banyaknya keluaran (output) yang dihasilkan

dari satu satuan masukan (input).

b. Koefisien tenaga kerja, menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang

diperlukan untuk mengolah satu satuan masukan

c. Nilai keluaran, menunjukkan nilai keluaran yang dihasilkan dari satu satuan

masukan.

6. Strategi Pengembangan

Menurut David (2003), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya. Stretegi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing. Hal tersebut membuktikan bahwa diperlukannya suatu analisis untuk membuktikan apakah strategi tersebut tepat diterapkan pada agroindustri kopi luwak sehingga agroindustri tersebut tidak mengalami kemunduran.

Menurut David (2003), analisis SWOT adalah intensifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan


(39)

kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengambilan misi, tujuan, strategi dan

kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada pada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT.

Kinerja suatu perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam perusahaan yang mempengaruhi kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar perusahaan/agroindustri yang mempengaruhi kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Faktor internal dan faktor eksternal tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) serta lingkungan eksternal peluang

(opportunities) dan ancaman(threats) yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses).

7. Lingkungan Internal dan Eksternal

Menurut Umar (2008), lingkungan dapat dibagi atas dua lingkungan, yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Lingkungan eksternal dibagi ke dalam dua kategori, yaitu lingkungan jauh dan lingkungan industri, sedangkan


(40)

lingkungan internal merupakan aspek-aspek yang ada di dalam perusahaan. Lingkungan jauh dapat dikaji melalui faktor-faktor Politik, Ekonomi, Sosial, dan Teknologi (PEST), sedangkan lingkungan industri dapat dikaji dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam Konsep Strategi Bersaing dari Michael R. Porter (1995). Lingkungan internal dapat dikaji dengan beberapa pendekatan, salah satunya adalah pendekatan fungsional. Aspek yang

diperhatikan adalah aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek operasi, aspek sumberdaya manusia.

8. Analisis SWOT

Analisis SWOT dapat diterapkan dengan menganalisis berbagai aspek yang ada di dalam lingkungan. Tahapan dalam melakukan audit internal dan eksternal adalah memasukan data dan informasi dari lingkungan yang dianalisis ke dalam Matriks faktor internal IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) dan matriks faktor eksternal EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary). Matriks IFAS dan EFAS merupakan salah satu teknik perumusan strategi yang penting dan merupakan langkah awal dari kerangka kerja perumusan yang disebut tahapan input (Input Stage), yaitu tahap meringkas informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi. Matriks ini berisi pernyataan misi dan menyediakan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi pemasaran secara sukses dengan syarat alat ini harus disertai dengan penilaian kualitatif (dalam hal ini intuitif) yang baik (David, 2003).


(41)

Penggunaan bentuk analisis lingkungan internal dan ekternal meliputi langkah-langkah antara lain: (1) daftarkan item-item EFAS dan IFAS yang paling penting dalam kolom faktor strategis, (2) tinjaulah bobot yang diberikan untuk faktor-faktor dalam tabel EFAS dan IFAS mencapai 1,00, (3) masukkan pada kolom peringkat, peringkat yang diberikan manajemen perusahaan terhadap setiap faktor dari tabel EFAS dan IFAS, (4) kalikan bobot dengan peringkat untuk menghasilkan jumlah pada kolom skor berbobot.

Menurut Gaspersz (2012), hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, kemudian dipetakan ke dalam kuadran SWOT, seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.

STRENGHT (S) WEAKNESSES (W)

OPPORTUNITIES (O)

Strategi SO :

Menggunakan kekuatan untuk menciptakan kesempatan

Strategi WO:

Menciptakan kesempatan dengan menghilangkan kelemahan

THREATS (T) Strategi ST:

Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman

Strategi WT: Menghilangkan kelemahan-kelemahan dan menghindari ancaman

Tabel 4. Bentuk matrik SWOT

Apabila strategi dalam Tabel 4 dikaitkan dengan strategi bisnis, maka pilihan-pilihan strategi bisnis yang perlu dilakukan sebagai berikut :

1. Strategi SO (Strenghts-Opportunities), dalam situasi ini perusahaan perlu melakukan pengembangan bisnis yang agresif, yaitu memanfaatkan kekuatan yang substansial untuk menciptakan bisnis baru atau


(42)

mengembangkan bisnis yang ada. Strategi dalam kuadran SO disebut sebagai strategi agresif.

2. Strategi ST (Strengts-Threats), dalam situasi ini perusahaan perlu melakukan diversifikasi produk atau bisnis, melalui mengembangkan produk-produk unggul. Strategi dalam kuadran ST disebut sebagai strategi diversifikasi.

3. Srategi WO (Weaknesses-Opportunities), dalam situasi ini manajemen harus melakukan analisis terhadap kelemahan sehingga mampu menghilangkan kelemahan utama itu. Strategi dalam kuadaran WO disebut sebagai strategi balik arah.

4. Strategi WT (Weaknesses-Threats), dalam situasi ini manajemen harus melakukan analisis terhadap kelemahan utama yang ada sekaligus

menghindari ancaman. Strategi pada kuadran WT disebut sebagai strategi bertahan. Setelah menganalisis keseluruhan variabel di atas, kemudian faktor strategi internal dan strategi faktor eksternal dituangkan dalam diagram Analisis SWOT seperti disajikan pada Gambar 2.

3. Mendukung strategi 1. Mendukung strategi turn around agresif

4. Mendukung strategi 2. Mendukung strategi defensif diversivikasi

Gambar 2. Diagram Analisis SWOT KELEMAHAN

INTERNAL

BERBAGAI ANCAMAN

KEKUATAN

INTERNAL


(43)

Keterangan gambar :

Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat

memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih mamiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus

diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi

(produk/pasar).

Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak ia menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Kondisi bisnis pada kuadran ini mirip dengan question Mark pada BCG matrik. Focus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Menurut Tisnawati (2005), untuk melakukan strategi dilakukan proses penyusunan strategi yang didasarkan pada 3 fase, yaitu :


(44)

a. Penilaian keperluan penyusunan strategi

Sebelum strategi disusun, perlu dipertanyaan apakah penyususnan strategi perlu dilakukan atau tidak. Kaitannya yaitu apakah strategi yang akan dilakukan memang sesuai dengan tuntutan perubahan di lingkungan ataukah sebaliknya lebih baik mempertahankan strategi yang ada.

b. Analisis situasi

Berdasarkan analisis ini perusahaan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman dari perusahaan. Analisis ini biasanya dikenal dengan analisis SWOT. Berdasarkan analisis SWOT, kekuatan dan

kelemahan berhubungan dengan faktor internal dari perusahaan sedangkan peluang dan ancaman berdasarkan faktor eksternal perusahaan.

c. Pemilihan strategi

Setelah dilakukan analisis terhadap faktor internal dan juga eksternal maka dilakukan pemilihan strategi dari analisis tersebut manakah yang paling baik digunakan.

9. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Menurut Stevenson dan Spring (2007) dalam jurnal yang berjudul “Flexibility From A Supply Chain Perspective: Definition and Review”, untuk

menghasilkan suatu jaringan yang fleksibel dan mengurangi

mengurangi ketidakpastian, maka penting untuk membangun hubungan yang kolaboratif diseluruh sistem rantai pasok. Agar hal tersebut dapat dilakukan maka dibutuhkan kepercayaan dan komitmen, dimana komitmen akan


(45)

rantai pasok menjadi kurang fleksibel. Hubungan jangka panjang maka menyebabkan terbentuknya sistem rantai pasok yang kuat sehinga

ketidakpastian akan berkurang, namun menjadi tidak fleksibel. Sedangkan hubungan jangka pendek akan menyebabkan suatu sistem rantai pasok mudah di re-configure yang dapat meningkatkan fleksibilitas. Ini menunjukkan bahwa terdapat trade-off antara fleksibilitas dan ketidakpastian. Hal ini bertentangan dengan pernyataan bahwa fleksibilitas merupakan respon terhadap

ketidakpastian dimana bila fleksibilitas meningkat maka ketidakpastian berkurang.

Menurut Suharjito (2010) dalam jurnal yang berjudul “Identifikasi dan Evaluasi Risiko Manajemen Rantai Pasok Komoditas Jagung dengan Pendekatan Logika Fuzzy”, dalam rantai pasok produk/komoditas jagung petani mempunyai risiko yang paling tinggi jika dibandingkan risiko pada tingkat pedagang pengumpul, risiko agroindustri, risiko distributor dan risiko konsumen. Risiko petani dalam manajemen rantai pasok komoditas jagung adalah risiko rendahnya mutu karena proses pasca panen yang kurang baik sehingga menimbulkan penurunan harga jual dan juga karena kurangnya akses informasi pasar sehingga petani tidak mempunyai posisi tawar yang tinggi.

Menurut Setiawan (2011) dalam jurnal yang berjudul “Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Di Jawa Barat”, pengukuran kinerja rantai pasok komoditi lettuce dengan teknik DEA

menunjukkan bahwa kinerja efisiensi petani belum mencapai 100 %. Kinerja efisiensi perusahaan pada kasus komoditi lettuce dan sayuran segar potong


(46)

telah mencapai 100%. Analisa SWOT merekomendasikan strategi untuk peningkatan kinerja rantai pasok lettuce sebagai berikut: 1) penggunaan teknologi hidroponik dan pengurangan penggunaan pestisida, 2) optimasi penjadwalan penanaman dan pemanenan dengan memperhatikan iklim, 3) peningkatan fleksibilitas dalam pemenuhan pesanan, dan 4) penerapan standar manajemen penjaminan kualitas untuk menjamin konsistensi kualitas produk dan penerimaan produk oleh konsumen.

Menurut Hadi (2012) pada penelitiannya yang berjudul “Analisis Nilai Tambah, Kelayakan Finansial dan Prospek Pengembangan pada Agroindustri Kopi Luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat” bahwa agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat memberikan nilai tambah sebesar 28,66% dan secara finansial layak dijalankan dengan nilai NPV 3.052.843.716,56, IRR 52,35%, Net B/C 4,73, Gross B/C 2,01 dan Pp 4,07. Selain itu juga hasil penelitiannya menunjukkan bahwa agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat merupakan usaha yang memiliki prospek pengembangan yang sangat baik karena secara finansial usaha kopi luwak layak dijalankan dan dilihat dari aspek pasar dan pemasaran kopi luwak diminati diberbagai daerah baik di dalam Propinsi Lampung maupun diluar Propinsi Lampung.

Menurut Mujiburrohman (2011) dalam jurnal yang berjudul “Sistem Jaringan Pasok dan Nilai Tambah Ekonomi Kopi Organik (Study Kasus di KBQ Baburrayan Kabupaten Aceh Tengah)”, jaringan pasok bahan baku Koperasi


(47)

Baitul Qiradh Baburrayyan berasal dari Kolektor yang dibina dengan prinsip kemitraan. Kolektor tersebut menerima bahan baku dari masing – masing petani dalam setiap kluster, yang menjadi tanggung jawabnya dan mendapat pengawasan oleh Koperasi Baitul Qiradh Baburrayyan. Saluran pemasaran beras kopi pada Koperasi Baitul Qirald Baburrayyan ada dua saluran, yaitu: (a) saluran dalam negeri dan (b) saluran ekspor. Untuk saluran dalam negeri beras kopi di lelang di tempat dengan cara mengundang pembeli local (local buyer). Nilai tambah ekonomi yang diperoleh KBQ Baburrayan jauh lebih besar dibandingkan pada kolektor. Hal ini karena peran yang dilaksanakan oleh KBQ Baburrayyan ini lebih kompleks dari yang lainnya, sehingga nilai tambah yang diperoleh juga lebih besar.

Menurut Siregar (2012) dalam jurnal yang berjudul “Analisis Nilai Tambah Pengolahan Salak (Studi Kasus : Industri Kecil Pengolah Buah Salak Agrina, Desa Parsalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan)”, nilai tambah (value added) yang diperoleh dari pengolahan salak menjadi dodol salak adalah Rp 11.270/kg, dengan rasio nilai tambah sebesar 56,35%. Nilai tambah pengolahan salak menjadi kurma salak adalah Rp 56.853,39/kg dengan rasio nilai tambah 77,46%. Nilai tambah (value added) yang diperoleh dari pengolahan salak menjadi keripik salak adalah Rp 5.326,67/kg dengan rasio nilai tambah sebesar 6,81%. dan Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan salak menjadi sirup salak adalah Rp 15.963,76/kg dengan rasio nilai tambah sebesar 66,51%.


(48)

B.Kerangka Pemikiran

Agroindustri merupakan suatu kegiatan dimana memanfaatkan hasil pertanian dalam kegiatannya yang kemudian dirancang dan diolah sedemikian rupa, yang dalam pengerjaannya juga menyediakan alat dan jasa untuk kegiatan pengolahan tersebut. Agroindustri dalam hal ini berarti melakukan proses produksi dengan menggunakan berbagai input produksi antara lain: modal/investasi, tenaga kerja, bahan baku, teknologi dan faktor pendukung lainnya.

Pengembangan agroindustri ke wilayah pedesaan dalam pembangunan pertanian diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif penggerak untuk meningkatkan perekonomian masyarakat khusus masyarakat pedesaan. Salah satu contoh agroindustri yang berkembang di masyarakat Lampung adalah agroindustri kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus. Agroindustri kopi luwak ini merupakan kegiatan pengolahan yang berbahan baku buah kopi.

Kegiatan agroindustri kopi luwak dalam pelaksanaannya perlu memiliki persediaan buah kopi sebagai bahan baku untuk menjamin agar proses

produksinya tidak akan terhambat akibat kekurangan supply. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus berhati-hati mempertimbangkan secara matang tentang berapa besarnya jumlah buah kopi yang harus ada dalam perusahaan dan jumlah kopi luwak yang akan dipasarkan. Setiap industri harus mempunyai

kebijaksanaan persediaan yang jelas untuk mengatur agar persediaan bahan baku yang ada dapat tetap menjaga kontinuitas proses produksi. Dengan asumsi bahwa kebijaksanaan persediaan bahan baku yang tepat akan dapat menjamin kelancaran


(49)

proses produksi hingga output dipasarkan yaitu dengan menganalisis efisiensi rantai pasok pada agroindustri kopi luwak.

Lancarnya sistem rantai pasok berpengaruh pada ketersediaan kopi sebagai bahan baku. Bahan baku tersebut kemudian melalui proses pengolahan dengan tujuan agar buah kopi dapat bertransformasi menjadi produk kopi luwak, baik kopi luwak biji maupun kopi luwak bubuk, yang kemudian akan dipasarkan ke berbagai daerah. Kopi luwak tersebut beberapa dipasarkan langsung dari

agroindustri kepada konsumen dan sebagian besar pemasaran kopi luwak melalui pedagang hingga akhirnya sampai ke tangan konsumen.

Kopi luwak yang telah dihasilkan diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi pelaku agroindustri, terutama agroindustri yang menanam sendiri bahan baku untuk pengolahan kopi luwak. Untuk mengetahui apakah agroindustri kopi luwak memberikan nilai tambah atau tidak, maka dapat diketahui melalui selisih antara nilai produksi dikurangi nilai bahan baku dan nilai input lainnya selain tenaga kerja. Nilai tambah ini diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Keseluruhan sistem dalam kegiatan pengolahan kopi luwak, mulai dari pengadaan bahan baku hingga pemasaran, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor internal agroindustri kopi luwak adalah sumber daya dan sarana yang ada dalam agroindustri kopi luwak dimana secara langsung dapat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan agroindustri. Faktor internal agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung meliputi produk, persediaan, bahan baku, lokasi, investasi. Faktor eksternal agroindustri kopi luwak adalah sumber daya dan sarana yang berada di luar agroindustri kopi luwak


(50)

dimana secara tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan agroindustri. Faktor eksternal agroindustri kopi luwak meliputi faktor ekonomi, sosial, dan budaya, iklim dan cuaca, pasar, pesaing, serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Variabel tersebut kemudian diringkas dan dijabarkan dalam matriks IFAS dan matriks EFAS. Matriks IFAS untuk mengidentifikasi faktor internal sedangkan matriks EFAS untuk faktor eksternal, dan hasil dari kedua matriks tersebut dimasukkan ke dalam diagram SWOT. Selanjutnya dari hasil analisis SWOT dapat ditentukan strategi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Alur kerangka pemikiran yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat seperti pada Gambar 3.

AGROINDUSTRI KOPI LUWAK

Gambar 3. Paradigma Analisis Nilai Tambah dan Rantai Pasok Kopi Luwak di Provinsi Lampung

Petani Buah Kopi

Pedagang Buah Kopi

Pengolahan

Output Kopi Luwak:

 Gumpalan kotoran

 Biji kopi mentah

 Biji kopi matang

 Kopi luwak bubuk

Nilai Tambah Pasar

Rantai pasok Input

 Buah Kopi

 Bahan Penolong

 Modal

 Teknologi

 Tenaga Kerja

Faktor Internal Faktor Eksternal

Analisis SWOT


(51)

III. METODE PENELITIAN

A.Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan penelitian.

Data sekunder adalah data yang didapat dari lembaga atau instansi tertentu yang mendukung tujuan penelitian, dalam bentuk data publikasi mengenai kopi atau kopi luwak.

Data primer adalah data yang didapat melalui wawancara dengan responden yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu petani kopi, pedagang pengumpul, pedagang buah kopi, pelaku agroindustri kopi luwak, pedagang kopi luwak, dan konsumen kopi luwak.

Agroindustri adalah suatu industri yang mentransformasikan hasil pertanian menjadi produk industri dalam rangka meningkatkan nilai tambahnya, dengan demikian merupakan suatu sistem terintegrasi yang melibatkan sumberdaya hasil pertanian, manusia, ilmu dan teknologi, uang, dan informasi.


(52)

Industri adalah adalah kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan.

Agroindustri kopi luwak adalah suatu sistem yang terdiri dari subsistem pengadaan bahan baku kopi, fermentasi oleh luwak, pengolahan, dan pemasaran hasil produksi kopi luwak.

Kopi luwak adalah jenis kopi dari biji kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan binatang luwak atau musang. Biji kopi ini diyakini

memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak.

Rantai pasok kopi luwak adalah suatu sistem organisasi, teknologi, informasi, kegiatan dan sumber daya yang terlibat dalam pemindahan bahan baku dari pemasok hingga menjadi kopi luwak dan disalurkan kepada pelanggan.

Manajemen rantai pasok kopi luwak adalah sebuah proses dimana produk kopi luwak dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural.

Analisis faktor internal agroindustri kopi luwak adalah sumber daya dan sarana yang ada dalam agroindustri kopi luwak dimana secara langsung dapat

mempengaruhi perkembangan dan kemajuan agroindustri. Faktor internal agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung meliputi produk, persediaan, bahan baku, lokasi, investasi.


(53)

Analisis faktor eksternal agroindustri kopi luwak adalah sumber daya dan sarana yang berada di luar agroindustri kopi luwak dimana secara tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan agroindustri. Faktor eksternal agroindustri kopi luwak meliputi faktor ekonomi, sosial, dan budaya, iklim dan cuaca, pasar, pesaing, serta ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Kekuatan agroindustri kopi luwak adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau yang ingin dilayani oleh agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung.

Kelemahan agroindustri kopi luwak adalah keterbatasan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung.

Peluang agroindustri kopi luwak adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung.

Ancaman agroindustri kopi luwak adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung.

Nilai tambah kopi luwak merupakan selisih antara nilai produksi kopi luwak dikurangi nilai bahan baku dan nilai input lainnya selain tenaga kerja yang di ukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).


(54)

Output adalah jumlah kopi luwak yang dihasilkan dalam satu bulan yang diukur dalam satuan kilogram (Kg).

Bahan baku produk kopi luwak adalah buah kopi atau kopi luwak biji yang dipakai untuk memulai produksi kopi luwak yang akan menghasilkan produk kopi luwak bubuk yang diukur dalam satuan kilogram (Kg).

Tenaga kerja adalah banyaknya HOK yang terlibat langsung pada produksi kopi luwak dalam satu bulan (HOK).

Faktor konversi adalah hasil pembagian dari biaya output dengan bahan baku dalam menghasilkan kopi luwak.

Koefisien tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu kilogram kopi luwak.

Harga kopi luwak adalah harga jual produk kopi luwak per satu kilogram yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Upah rata – rata tenaga kerja adalah biaya upah yang dikeluarkan agroindustri kopi luwak untuk tenaga kerja per satu hari orang kerja (HOK), yang diukur dalam satuan Rp/HOK.

Harga bahan baku kopi luwak adalah harga beli bahan baku buah kopi yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Sumbangan input lain adalah biaya pemakaian input lain per satu kilogram produk yang diukur dalam satuan kilogram (Kg).


(55)

Nilai output adalah nilai satu kilogram kopi luwak yang dihasilkan dari proses produksi yang diukut dalam satuan rupiah (Rp).

Rasio nilai tambah adalah perbandingan antara nilai tambah dengan nilai produk diukur dalam satuan persen (%).

Imbalan tenaga kerja adalah hasil kali antara koefisien tenaga kerja dan upah tenaga kerja langsung yang diukur dalam satuan Rp/Kg.

Bagian tenaga kerja adalah persentase pendapatan tenaga kerja agroindustri kopi luwak dari nilai tambah kopi luwak yang diukur dalam satuan persen (%).

Keuntungan agroindustri kopi luwak adalah nilai tambah dikurangi imbalan tenaga kerja yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Marjin adalah selisih antara nilai kopi luwak dengan bahan baku atau besarnya kontribusi pemilik faktor-faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi kopi luwak.

Marjin keuntungan agroindustri kopi luwak adalah persentase keuntungan agroindustri kopi luwak terhadap marjin yang diukur dalam satuan persen (%).

Marjin tenaga kerja agroindustri kopi luwak adalah persentase imbalan tenaga kerja terhadap marjin yang diukur dalam satuan persen (%).

Marjin input lain adalah persentase sumbangan input lain terhadap marjin yang diukur dalam satuan persen (%).


(56)

B.Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian

Pada penelitian ini, untuk mewakili Provinsi Lampung maka diambil dua kabupaten sebagai sampel. Kabupaten yang diambil adalah dua kabupaten yang memiliki nilai produksi kopi terbesar di Provinsi Lampung yang keduanya juga merupakan daerah yang memproduksi kopi luwak, kedua kabupaten itu adalah Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus. Kabupaten Lampung Barat penelitian dilaksanakan di Kecamatan Balik Bukit, sedangkan pada Kabupaten Tanggamus penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pulau Panggung. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tanggamus merupakan sentra produksi kopi di Provinsi Lampung.

Pengambilan sampel pelaku agroindustri kopi luwak dilakukan dengan cara sensus. Metode pemilihan responden secara sensus yaitu semua populasi agroindustri kopi luwak yang melakukan kegiatan budidaya buah kopi dijadikan responden dalam penelitian. Menurut Arikunto (2002), apabila subjek penelitian kurang dari 100 unit (orang), maka lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Pelaku agroindustri kopi luwak yang menjadi responden berjumlah 7 orang pelaku agroindustri yang terdiri dari 6 orang dari Kabupaten Lampung Barat dan 1 orang dari Kabupaten Tanggamus.

Pengambilan sampel untuk pelaku rantai pasok kopi luwak yang meliputi petani kopi, pedagang buah kopi, pedagang kopi luwak, dan konsumen


(57)

merupakan metode pengambilan sampel dengan cara berantai dengan cara menemukan satu sampel untuk kemudian dari sampel tersebut dicari

keterangan mengenai keberadaan sampel lain. Metode ini digunakan karena populasi pelaku rantai pasok agroindustri kopi luwak tidak jelas keberadaannya dan tidak pasti jumlahnya. Setelah dilakukan penelitian diperoleh 28

responden yang digunakan untuk mengetahui pola alir rantai pasok yang terdiri dari 9 orang petani kopi, 3 orang pedagang pengumpul buah kopi, 1 orang pedagang besar buah kopi , 5 orang pedagang kopi luwak dan 10 orang konsumen kopi luwak.Pengumpulan data dalam penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Agustus 2014.

C.Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan untuk wilayah Provinsi Lampung dengan

menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani kopi, pengumpul buah kopi, pedagang besar buah kopi, pelaku agroindustri kopi luwak, pedagang kopi luwak, dan konsumen kopi luwak dengan menggunakan daftar pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi terkait seperti Badan Pusat Stastistik dan Dinas Perkebunan mengenai produksi dan produktivitas tanaman kopi di Provinsi Lampung, Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan mengenai jumlah pelaku agroindustri, identitas agroindustri, laporan-laporan, publikasi, dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(58)

D.Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitiatif dan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis mekanisme rantai pasok dan analisis SWOT, sedangkan analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis nilai tambah yang diperoleh dari kegiatan agroindustri kopi luwak.

1. Sistem Rantai Pasok

Analisis sistem rantai pasok digunakan untuk menjawab tujuan pertama, yaitu untuk mengetahui pola alir rantai pasok pada agroindustri kopi luwak. Rantai pasok merupakan sebuah sistem yang menghubungkan antara pemasok bahan baku, agroindustri, pedagang dan konsumen. Hubungan tersebut diharapkan agar kegiatan agroindustri dapat berjalan lancar dan efisien hingga kopi luwak sampai kepada konsumen.

Metode analisis data untuk mengidentifikasi sistem rantai pasok kopi luwak

pada penelitian ini digunakan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan

merupakan metode statistik yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau

memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau

populasi. Data yang telah terkumpul akan dianalisis untuk mengetahui keadaan

agroindustri kopi luwak, mengidentifikasi rantai pasok kopi luwak, serta

mengidentifikasi aktifitas yang dilakukan tiap pelaku dalam sistem rantai pasok

kopi luwak.

Pengujian tingkat efisiensi pemasaran juga dilakukan untuk mengetahui apakah sistem rantai pasok kopi luwak di Provinsi Lampung efisien atau


(59)

tidak. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan konsep efisiensi pemasaran dimana efisiensi pemasaran menurut Soekartawi (1989)

merupakan perbandingan antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan, dengan rumus sebagai berikut:

EP = TNPTB x 100 Keterangan :

EP = efisiensi pemasaran (%) TB = total biaya (rupiah) TNP = total nilai produk (rupiah)

Tingkat efisiensi pemasaran sistem rantai pasok dapat dilihat dari besarnya persentase efisiensi pemasaran (EP). Rantai pasok yang memiliki tingkat efisiensi yang lebih tinggi adalah rantai pasok yang memiliki nilai EP lebih kecil.

2. Analisis Nilai Tambah

Metode analisis nilai tambah digunakan untuk menjawab tujuan pertama yaitu untuk mengetahui nilai tambah pada agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung. Nilai tambah dihitung untuk mengetahui seberapa besar selisih harga antara buah kopi dan kopi luwak yang diperoleh pelaku agroindustri kopi luwak. Selisih harga tersebut yang akan menambah pendapatan pelaku agroindustri kopi luwak.

Menurut Hayami (1987), nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya perlakuan yang diberikan pada komoditi yang


(60)

bersangkutan. Kegiatan mengolah kopi menjadi kopi luwak bubuk

mengakibatkan bertambah nilai komoditi tersebut. Untuk menjawab tujuan pertama mengenai besarnya nilai tambah dari kopi menjadi kopi luwak bubuk pada agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung dapat dilakukan dengan menggunakan metode nilai tambah Hayami pada seperti Tabel 5.

Tabel 5. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

No. Variabel Nilai

I. Output, Input, dan Harga 1 2 3 4 5 6 7 Output (Kg/Bulan) Bahan baku (Kg/Bulan) Tenaga kerja (HOK/Bulan) Faktor Konversi

Koefisien Tenaga Kerja Harga output (Rp/Kg)

Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK)

A B C D = A/B E = C/B

F G II. Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg)

8 9 10 11 12 13

Harga bahan baku (Rp/Kg) Sumbangan input lain (Rp/Kg) Nilai output

a. Nilai tambah b. Rasio nilai tambah a. Imbalan tenaga kerja b. Bagian tenaga kerja a. Keuntungan

b. Tingkat keuntungan

H I J = D x F K = J-I-H L% = (K/J) x 100%

M = E x G N% = (M/K) x 100%

O = K – M P% = (O/K) x 100% III. Balas Jasa Untuk Faktor Produksi

14 Margin

a. Keuntungan b. Tenaga kerja c. Input lain

Q = J – H R = O/Q x 100% S = M/Q x 100% T = I/Q x 100% Sumber: Hayami, 1987

Keterangan :

A = Output/total produksi kopi yang dihasilkan oleh industri rumah tangga B = Input/bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kopi luwak

bubuk yaitu kopi

C = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi kopi luwak dihitung dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja) dalam satu periode analisis F = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis

G = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu periode produksi,yang dihitung berdasarkan upah per HOK


(61)

H = Harga input bahan baku utama kopi per kilogram (kg) pada saat periode analisis

I = Sumbangan/biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku penolong, biaya penyusutan, dan biaya pengemasan.

Kriteria nilai tambah adalah :

1. Jika NT > 0, berarti pengembangan agroindustri kopi luwak memberikan nilai tambah hasilnya positif

2. Jika NT < 0, berarti pengembangan agroindustri kopi luwak tidak memberikan nilai tambah hasilnya negatif

3. Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) Analisis SWOT digunakan untuk menjawab tujuan yang terakhir, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung. Berdasarkan penjelasan tersebut, ditemukan beberapa variabel yang akan menentukan strategi pengembangan agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung. Proses penyusunan strategi pengembangan melalui beberapa tahapan analisis, adalah sebagai berikut:

a. Daftarkan item- item faktor strategis eksternal (EFAS) dengan faktor strategis internal (IFAS) yang paling penting dalam kolom faktor strategis.

b. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 0 (tidak penting) sampai 100 (paling penting). Perhitungan bobot masing-masing point faktor dilaksanakan secara saling ketergantungan. Artinya, penilaian terhadap satu point faktor adalah dengan membandingkan


(62)

tingkat kepentingannya dengan point faktor lainnya. Berdasarkan pengaruh komponen-komponen faktor tersebut terhadap posisi strategi. c. Agroindustri kopi luwak (semua bobot tersebut harus berjumlah 100%

yang akan menjadi bobot untuk keseluruhan lima faktor yang akan di analisis).

d. Menghitung rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 sampai dengan 1, berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung.

e. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh total skor dalam kolom 4.

f. Kalikan bobot dengan peringkat untuk menghasilkan jumlah pada kolom skor berbobot. Matrik evaluasi internal dan ekternal analisis SWOT untuk mengetahui kondisi peternakan sapi dapat dilihat pada Tabel 6 dan tabel 7.

Tabel 6. Tabel Model Matriks IFAS

Komponen Faktor

Internal Bobot Rating Skor Rangking Kekuatan

(Strenghts) 1.

2. 3.

Kelemahan (Weakness) 1.

2. 3.


(1)

57

Lampung Barat maka berdirilah pengolahan kopi luwak ini hingga sekarang yang kemudian diikuti dengan tumbuhnya agroindustri kopi luwak lainnya.

Pada Kabupaten Tanggamus kegiatan pengolahan kopi luwak berada pada dua kecamatan, yaitu Kecamatan Pulau Panggung dan Kecamatan Ulu Belu. Kegiatan agroindustri kopi luwak di kedua kecamatan tersebut pertama kali dilakukan pada tahun 2011. Berbeda dengan di Kabupaten Lampung Barat, kegiatan agroindustri kopi luwak di Kabupaten Tanggamus tidak berjalan lancar sehingga banyak pelaku agroindustri yang berhenti berproduksi. Hal ini disebabkan karena rendahnya akses pasar di Kabupaten Tanggamus dan kecamatan tersebut sangat sulit dijangkau oleh konsumen. Pada saat ini hanya ada satu pelaku agroindustri kopi luwak di Kecamatan Pulau Panggung yang tetap menjalankan kegiatan pengolahan kopi luwak.


(2)

115

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pihak-pihak yang terkait dalam rantai pasok agroindustri kopi luwak di

Provinsi Lampung ini adalah terdiri dari petani kopi, pedagang

pengumpul, pedagang buah kopi, agroindustri kopi luwak, pedagang besar, pedagang pengecer, eksportir, dan konsumen. Saluran distribusi yang paling efisien adalah saluran 1, yaitu penyaluran langsung produk kopi luwak kepada konsumen dengan nilai efisiensi pemasaran sebesar 36,72%. 2. Produk yang dihasilkan oleh kedua Kabupaten sampel berbeda, pada

Kabupaten Lampung Barat menghasilkan kopi luwak bubuk dan

Kabupaten Tanggamus menghasilkan kopi luwak biji. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram buah kopi menjadi kopi luwak biji, kopi luwak biji menjadi kopi luwak bubuk, dan buah kopi menjadi kopi luwak bubuk masing-masing sebesar Rp 67.123,95, Rp 78.887,87, Rp 42.666,01 dengan rasio nilai tambah sebesar 72,97 persen, 19,08 persen, dan 28,79 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa agroindustri kopi luwak tersebut menguntungkan dan memiliki prospek yang baik untuk dilanjutkan.


(3)

116

3. Strategi pengembangan agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung adalah menghasilkan kopi luwak berkualitas baikdan meningkatkan penjualan, menghasilkan kopi luwak berkualitas tanpa campuran kopi biasa untuk menghadapi pesaing usaha kopi luwak lainnya, dan

menggunakan teknologi untuk mempermudah kegiatan produksi sehingga dapat menghasilkan banyak kopi luwak setiap harinya.

B. SARAN

1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaku agroindustri kopi luwak merasa kesulitan sulitnya mendapatkan izin ekspor, sedangkan pasar kopi luwak banyak datang dari luar negeri. Oleh karena itu,

sebaiknya pelaku agroindustri lebih fokus untuk memperbanyak kerjasama dengan eksportir.

2. Kendala yang dihadapi pelaku agroindustri kopi luwak adalah pelaku agroindustri kopi luwak merasa kesulitan untuk memasarkan produknya karena kecilnya minat masyarakat lokal untuk mengonsumsi kopi luwak, sehingga persediaan kopi luwak yang ada terkadang tidak habis terjual dalam satu tahun. Oleh karena itu diharapkan kepada instansi terkait agar dapat membantu mengenalkan kopi luwak kepada masyarakat.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai aspek-aspek produksi dan pengadaan bahan baku pada agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, U. dan Sutrisno. 2008. Pengolahan Kopi. Departemen Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor. http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/elearning/

media/Teknik%20Pasca%20Panen/tep440_files/Pengolahankopi.htm. Diakses Tanggal 13 Mei 2013.

Anatan, L. dan Ellitan, L. 2008. Supply Chain Management, Teori dan Aplikasi. Alfabeta. Bandung.

Anwar, S. N. 2011. Manajemen Rantai Pasokan (Supply Chain Manajemen): Konsep dan Hakikat”. Jurnal Dinamika Informatika Volume 3 No.2. Universitas Islam Bandung. http://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/ fti2/article/view/1315/531. Diakses Tanggal 5 Mei 2014.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Lampung Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik No. 35/05/Th. XVI, 6 Mei 2013. http://www.bps.go.id/brs_file/naker_06mei13.pdf. Diakses Tanggal 26 Januari 2013.

Badan Pusat Statistik. 2013. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Lampung.

David, F.R. 2003. Strategic Management Concepts and Cases Ninth Edition. Prentice Hall. New Jersey.

Departemen Pertanian. 2012. Peluang Besar Industri Kopi Indonesia.

http://pphp.deptan.go.id/mobile/?content=informasi_mobile&id=1&sub=1& kat=0&fuse=1397. Diakses tanggal 12 April 2012.

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2012. Luas Areal, Produksi PN per Kecamatan dan Kabupaten. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. Lampung.

Emhar, dkk. 2014. Analisis Rantai Pasokan (Supply Chain) Daging Sapi di Kabupaten Jember. Jurnal Berkala Ilmiah Pertanian. Volume 1 No.3 hlm 53-61. Universitas Jember


(5)

Fairtrade Foundation. 2012. Fairtrade and Coffe –Commodity Briefing May 2012. http://www.fairtrade.org.uk/includes/documents/cm_docs/2012/F/FT_Coffe e_Report_May2012.pdf. Diakses tanggal 26 januari 2013.

Hadi, R. A. 2012. Analisis Nilai Tambah, Kelayakan Finansial, dan Prospek Pengembangan pada Agroindustri Kopi Luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten lampung Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

Hardjanto, W. 1991. Sistem Komoditi Dalam Agribisnis. Sebuah Konsep Pengantar Diskusi LP3UK IPB. Bogor.

Hayami dkk. 1987. Agricultural Marketing and Processing In Upland Java; Perspektif From a Sunda Vilage. Vilage The CGPRT. Bogor.

Indrajit, R.E, Djokopranoto R. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Kementrian Pertanian. 2012. Laporan Kinerja Kementrian Pertanian Tahun 2011.

http://www.deptan.go.id/pengumuman/berita/2012/Laporan-kinerja-kementan2011.pdf. Diakses Tanggal 5 Maret 2012.

Kementrian Pertanian. 2012. Statistik Makro Sektor Pertanian Volume 4 No.2 Tahun 2012. http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/e_makro/tw2-2012/buku-saku-tw2-2012.pdf . Diakses Tanggal 5 Maret 2012. Mantra, I.B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Utama. Yogyakarta.

Mujiburrohman. 2011. Sistem Jaringan Pasok dan Nilai Tambah Ekonomi Kopi Organik (Study Kasus di KBQ Baburrayan Kabupaten Aceh Tengah). Jurnal Jurnal Agrisep ISSN: 1411-3848 Volume 12 No.1. Universitas Syiah Kuala. http://jurnal.unsyiah.ac.id/agrisep/article/view/209/195. Diakses Tanggal 5 Mei 2014.

Najiyati, S. dan Danarti. 1999. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ngabidin. 2013. Manfaat dan Efek Samping Minum Kopi. http://www.ngabidin. web.id/2013/02/manfaat-dan-efek-samping-minum-kopi.html. Diakses Tanggal 4 Februari 2014.

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. 2012. Buku Putih Sanitasi (BPS) – Pokja Sanitasi Kabupaten Lampung Barat. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. Lampung.

Pemerintah Kabupaten Tanggamus. 2013. Buku Putih Sanitasi (BPS) – Pokja Sanitasi Kabupaten Tanggamus. Pemerintah Kabupaten Tanggamus. Lampung.


(6)

Porter, M.E. 1995. Strategi Bersaing. Erlangga. Jakarta.

Setiawan, A. 2011. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi di Jawa Barat. Jurnal Teknologi Pertanian Volume 31 No. 1. Universitas Gajah Mada. http://www.jurnal-agritech.tp.ugm.ac.id/

ojs/index.php/agritech/article/view/81/76. Diakses Tanggal 5 Mei 2014. Siagian Y.M. 2005. Aplikasi Suplply Chain Management Dalam Dunia Bisnis.

Grasindo. Jakarta.

Siregar, A. A. 2012. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Salak (Studi Kasus: Industri Kecil Pengolahan Buah Salak Agrina, Desa Persalakan, Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan. Journal on Social Economic of Agriculture and Agribusiness Volume 1 No. 1. Universitas Sumatera Utara. http://jurnal.usu.ac.id/index.php/ceress/article/view/549/331. Diakses Tanggal 5 Mei 2014.

Siregar, T. 2014. Cara Membuat Kopi Luwak. http://www.jpwcoffee.com/ cara-membuat-kopi-luwak-yang-enak-dan-praktis. Diakses Tanggal 15 Mei 2014.

Soekartawi. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Rajawali. Jakarta.

_________. 2000. Pengantar Agroindustri. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. Stevenson, M. dan Spring. 2007. Flexibility From A Supply Chain Perspective:

Definition and Review. International Journal of Operations & Production Management Vol. 27 (7), 685-713. http://www.centerscm.org/?p=332. Diakses Tanggal 18 Desember 2013.

Suharjito. 2010. Identifikasi Dan Evaluasi Risiko Manajemen Rantai Pasok Komoditas Jagung dengan Pendekatan Logika Fuzzy. Jurnal Manajemen dan Organisasi Volume 1 No. 2 Agustus 2010. Institut Pertanian Bogor. http://manajemen.fem.ipb.ac.id/images/uploads/5._Identifikasi_dan_Evaluas i_Risiko.pdf. Diakses Tanggal 5 Mei 2011.

Umar, H. 2008. Management Strategic in Action. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.