PROSPEK PENGEMBANGAN EMPING MELINJO SKALA USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

PROSPEK PENGEMBANGAN EMPING MELINJO

SKALA UMKM DI PROVINSI LAMPUNG

( Skripsi )

Oleh

Fitria Munawir

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ABSTRACT

THE PROSPECT OF MELINJO CHIPS DEVELOPMENT

FOR MICRO, SMALL, AND MEDIUM ENTERPRISES (UMKM SCALE) IN LAMPUNG PROVINCE

By

Fitria Munawir 1, Muhammad Irfan Affandi 2, dan Adia Nugraha 2

This research was aimed to: (1) analyze the financial feasibility of melinjo chips agroindustry for UMKM scale, (2) analyze the added value of melinjo chips agroindustry for UMKM scale, and (3) analyze the prospects of melinjo chips development in agroindustry for UMKM scale.

The research was conducted in Bernung village of Gedong Tataan district in Pesawaran Regency and Rajabasa village of Rajabasa district in Bandar Lampung City. The locations were selected by purposily with consideration of these lands agroindustry and the villages were supported by the melinjo materials stock. The research used primary and secondary data. 37 respondent were taken by cencus method. Data was collected in July to August 2012. This research analyzed was: (1) financial feasibility, using the NPV, IRR, Net B/C, Gross B/C, Payback Period, BEP and sensitivity, (2) Added value, using the method of Hayami, and (3) the business development prospect using qualitative descriptive analysis. The result showed: (1) melinjo chips agroindustry in Bernung village and in Rajabasa village was feasible and financially profitable, with NPV 90.605.605,92 and 25.974.416,60, IRR of 50,84% and 38,20%, Net B/C 7,34 and 3,66, Gross B/C 1,13 and 1,22, and PP 5,36 and 5,41, (2) processing of raw materials into melinjo chips provide added value for the ratio 53,3 % and 45 %, and (3) melinjo chips agroindustry has excellent prospects of market and marketing aspect as the product has high demand in many areas both inside and outside Lampung

province.

Keyword : melinjo chips, feasibility, financial feasibility, added value, agroindustry

1 Scholar of Social Economic Department, Faculty of Agriculture, the University of Lampung 2 Lecturers of Social Economic Department, Faculty of Agriculture, the University of Lampung


(3)

ABSTRAK

PROSPEK PENGEMBANGAN EMPING MELINJO SKALA USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

DI PROVINSI LAMPUNG Oleh

Fitria Munawir1, Muhammad Irfan Affandi2, dan Adia Nugraha2 Penelitian bertujuan untuk : (1) menganalisis kelayakan finansial usaha

agroindustri emping melinjo skala UMKM, (2) menganalisis nilai tambah dari usaha agroindustri emping melinjo skala UMKM, dan (3) menganalisis prospek pengembangan agroindustri emping melinjo skala UMKM.

Penelitian dilakukan di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan daerah tersebut adalah daerah agroindustri dan didukung suply bahan baku yang mencukupi. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. 37 responden diambil dengan metode sensus. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2012. Penelitian ini menganalisis : (1) kelayakan finansial, menggunakan NPV, IRR, Net B/C, Gross B/C, Payback Period, titik impas, dan sensitifitas, (2) nilai tambah, menggunakan metode Hayami, dan (3) prospek pengembangan usaha, menggunakan analisis kualitatif deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) agroindustri emping melinjo di Desa Bernung dan Kelurahan Rajabasa secara finansial layak dijalankan dengan nilai NPV 90.605.605,92 dan 25.974.416,60, IRR 50,84 % dan 38,20 %, Net B/C 7,34 dan 3,66, Gross B/C 1,13 dan 1,22 dan Pp 5,36 dan 5,41, (2) proses pengolahan bahan baku menjadi emping melinjo memberikan rasio nilai tambah sebesar 53,3 % dan 45 %, dan (3) agroindustri emping melinjo memiliki prospek usaha yang sangat baik dari aspek pasar dan pemasaran, karena emping melinjo

memiliki permintaan yang tinggi di berbagai daerah baik di dalam maupun di luar provinsi.

Kata Kunci : emping melinjo, kelayakan, kelayakan finansial, nilai tambah, agroindustri

Keterangan :

1 Mahasiswa Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung 2 Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung


(4)

PROSPEK PENGEMBANGAN EMPING MELINJO SKALA UMKM DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh

Fitria Munawir

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

Judul Skripsi : PROSPEK PENGEMBANGAN EMPING MELINJO SKALA UMKM DI PROVINSI LAMPUNG

Nama Mahasiswa :

Fitria Munawir

Nomor Pokok Mahasiswa : 0814023017

Jurusan : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M.Si. Ir. Adia Nugraha, M.S NIP. 19640724 198902 1 002 NIP. 19620613 198603 1 022

2. Ketua JurusanAgribisnis,

Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. NIP. 19620623 198603 1 003


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M. Si. ...

Sekretaris : Ir. Adia Nugraha, M. S. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. F. E. Prasmatiwi, M. S. ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang tanggal 7 Mei 1989 dari pasangan Bapak Munawir Somad dan Ibu Elis Aini. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SD Fransiskus 1 pada tahun 2002, tingkat SLTP di SMP Fransiskus 1 Bandar Lampung pada tahun 2005, tingkat SLTA di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2008. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis pada tahun 2008 melalui jalur PKAB

(Penelusuran Keterampilan Minat dan Bakat).

Pada tahun 2009, penulis pernah menjadi panitia pelaksanaan kegiatan Sosek English

Club-Great Competition (SEC-GC) dan aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa

Sosial Ekonomi Pertanian (Himaseperta) sebagai anggota bidang I, yaitu Pengembangan Akademik dan Profesi. Penulis juga pernah melakukan kegiatan Pembelajaran

Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pesawaran Indah Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran pada tahun 2009. Pada tahun 2011, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Adi Karya Mulya Kecamatan Panca Jaya Kabupaten Mesuji dan Praktik Umum (PU) di PT Andalas Mekar sentosa. Penulis memiliki pengalaman menjadi Asisten Dosen pada mata kuliah Manajemen Strategi pada semester ganjil tahun 2012, operator entri dalam pengolahan sensus penduduk Badan Pusat Statistik tahun 2010, dan surveyor dalam survei konsumen BI tahun 2012.


(8)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, Kuasa atas segala kehendak, keinginan, dan wujud kesempurnaan, karena atas limpahan rahmat, berkah, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Muhammad Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Prospek Pengembangan Emping Melinjo Skala UMKM”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada :

1. Dr. Ir. M. Irfan Affandi, M. Si, sebagai Pembimbing Pertama, atas bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

2. Ir. Adia Nugraha, M.S sebagai Pembimbing Kedua, atas bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

3. Dr. Ir.F.E.Prasmatiwi, M.S, sebagai Dosen Penguji Skripsi ini, atas masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.


(9)

5. Ir. Hurip Santoso, M.S, selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan dorongan, bantuan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas bantuan dan arahan yang telah diberikan. 7. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis atas semua ilmu yang telah

diberikan selama Penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.

8. Karyawan-karyawan di Jurusan Agribisnis, Mba Iin, Mba Ayi, Mas Bukhari, Mas Sukardi, Pak Margono, dan Mas Boim, atas semua bantuan yang telah diberikan. 9. Orang tuaku tercinta, Ibunda Elis Aini dan Ayahanda Munawir Somad yang selalu

senantiasa mendoakan, memberikan motivasi, semangat, canda tawa, dukungan moral dan material sehingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini.

10. Abang Wirya Filly, uni Amrina M, dan adek Billy atas semua limpahan kasih sayang, dukungan, doa, dan bantuan yang telah diberikan sehingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini.

11. Sahabat-sahabatku tercinta, Vientika Anggraini, Eka Fitriani, Kartini, Devi Chandra, Bella, Lika Masesah, Handini, Ega,yang senantiasa memberikan

pengertian,canda tawa, dorongan, semangat, doa, dan kebersamaan kita selama ini. 12. Teman-temanku, Agribisnis 2008 (Inong, Alin, Tika, Misri, Zahra, Mike, Elpa,

Melda, Raon, Evi, bang Dedy, mba Ayu, Niken, Achi, Tutik, Iwan, Ucup, Ony, Otip, Pinco, Nyomen, Rizky, Yanti ) atas segala semangat, doa, dan kebersamaan selama ini.


(10)

14. Semua pihak yang telah membantu demi terselesainya skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah

diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Penulis,


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Konsep Agroindustri... 10

2. Usaha Mikro ... 12

3. Prospek Pengembangan ... 17

4. Manfaat Tanaman Melinjo ... 20

5. Proses Produksi Emping Melinjo ... 20

6. Analisis Kelayakan Finansial ... 25

7. Analisis Sensitivitas ... 29

8. Analisis Titik Impas (Break Event Point) ... 31

9. Konsep Nilai Tambah ... 32

10.Kajian Penelitian Terdahulu ... 34

B. Kerangka Pemikiran ... 37

III.METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 40

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 44

C. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data ... 45


(12)

xii

c. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) ... 47

d. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) ... 48

e. Payback Periode ... 49

2. Analisis Sensitivitas ... 49

3. Analisis Titik Impas/ Break Event Point (BEP) ... 51

4. Analisis Nilai Tambah ... 52

5. Analisis Prospek Pengembangan ... 53

IV.GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 56

A. Letak Geografis Daerah Penelitian ... 56

1. Letak Geografis Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan .... 56

2. Letak Geografis Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa ... 57

B. Potensi Demografi Daerah Penelitian ... 58

1. Potensi Demografi Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan 58

2. Potensi Demografi Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa . 60

C. Gambaran Agroindustri... 61

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Keadaan Umum Responden... 63

1. Umur dan Tingkat Pendidikan Responden ... 63

2. Pengalaman Berusaha Responden. ... 65

B. Agroindustri Emping Melinjo ... 66

1. Lokasi Usaha ... 66

2. Bahan Baku ... 67

3. Bahan Penunjang ... 68

4. Tenaga kerja ... 69

5. Proses Pengolahan Emping Melinjo ... 69

C. Analisis Finansial Agroindustri Emping Melinjo ... 72

1. Biaya Investasi ... 73

2. Biaya Operasional ... 75

3. Produksi dan Penerimaan ... 77

4. Titik Impas Agroindustri Emping Melinjo ... 79

5. Analisis Finansial ... 80

a. Analisis Net Present Value (NPV)... 81

b. Analisis Internal Rate of Return (IRR) ... 81

c. Analisis Net B/C Ratio ... 82


(13)

xiii

D. Analisis Nilai Tambah……….… ... 89

E. Analisis Prospek Pengembangan Agroindustri Emping Melinjo ... 97

1. Aspek Pasar dan Pemasaran ... 97

2. Aspek Teknis dan Produksi ... 99

3. Aspek Manajemen dan Organisasi ... 101

4. Aspek Lingkungan ... 102

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(14)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan gizi biji melinjo dan emping melinjo (100 gr) ... 3

2. Jumlah perusahaan, tenaga kerja, investasi dan nilai produksi menurut kelompok industri di Kabupaten Pesawaran tahun 2011 ... 5

3. Persebaran agroindustri emping melinjo pada Kota Bandar Lampung 6 4. Ragam pengertian umum usaha mikro ... 15

5. Kriteria jenis usaha ... 16

6. Tahapan perhitungan nilai tambah metode Hayami ... 53

7. Sebaran penggunaan lahan di Desa Bernung ... 57

8. Sebaran penggunaan lahan di Kelurahan Rajabasa... 58

9. Sebaran penduduk di Desa Bernung menurut mata pencaharian ... 59

10. Sebaran penduduk Kelurahan Rajabasa menurut mata pencaharian ... 60

11. Sebaran umur pengrajin emping melinjo di Desa Bernung Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung tahun 2012 ... 63

12. Sebaran pengrajin emping melinjo berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Bernung Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung tahun 2012 ... 64

13. Sebaran pengrajin emping melinjo berdasarkan lama usaha emping melinjo di Desa Bernung Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung tahun 2012 ... 65

14. Biaya investasi dan penyusutan agroindustri emping melinjo di Desa Bernung Kabupaten Pesawaran tahun 2012 ... 74


(15)

xv 16. Biaya operasional agroindustri emping melinjo di Desa Bernung dan

Kelurahan Rajabasa... 76 17. Jumlah produksi dan total penerimaan per tahun agroindustri emping

melinjo di Desa Bernung Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung... 78 18. Analisis finansial agroindustri emping melinjo pada tingkat suku

bunga 12% (cf=12%) di Desa Bernung dan Kelurahan Rajabasa tahun 2012 ... 80 19. Analisis sensitivitas agroindustri emping melinjo di Desa Bernung

dan Kelurahan Rajabasa tahun 2012 ... 88 20. Analisis nilai tambah produk agroindustri emping melinjo di Desa

Bernung Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 91


(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pohon industri melinjo ... 20 2. Kerangka pemikiran prospek pengembangan emping melinjo skala

UMKM ( studi kasus perbandingan di Kelrahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung dan di Desa Bernung

Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran ) ... 39 3. Kerangka operasional prospek pengembangan emping melinjo skala

UMKM ... 55 4. Rantai pemasaran emping melinjo ... 97


(17)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Perkembangan jumlah tanaman melinjo dan produksi melinjo per

kabupaten/ kota di Provinsi Lampung tahun 2010... 109 2. Identitas responden agroindustri emping melinjo di Desa Bernung

Kabupaten Pesawaran ... 110 3. Kapasitas produksi responden agroindustri emping melinjo di Desa

Bernung ... 111 4. Data biaya operasional agroindustri emping melinjo di Desa Bernung

Kabupaten Pesawaran ... 112 5. Penerimaan agroindustri emping melinjo di Desa Bernung Kabupaten

Pesawaran ... 113 6. Investasi dan penyusutan alat per produksi agroindustri emping

melinjo di Desa Bernung Kabupaten Pesawaran ... 114

7. Investasi dan penyusutan agroindustri emping melinjo di Desa

Bernung Kabupaten Pesawaran ... 122 8. Biaya investasi agroindustri emping melinjo di Desa Bernung ... 123 9. Data cashflow rata-rata 20 responden agroindustri emping melinjo

di Desa Bernung ... 125 10. Analisis finansial agroindustri emping melinjo di Desa Bernung

Kabupaten Pesawaran ... 129 11. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya produksi 5,38 %... 130 12. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku

sebanyak 4,3 % ... 131 13. Laju kepekaan agroindustri emping melinjo ... 132


(18)

xviii 15. Identitas responden agroindustri emping melinjo di Kelurahan

Rajabasa Kota Bandar Lampung... 136

16. Kapasitas produksi responden agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa ... 137

17. Data biaya operasional agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung... 138

18. Penerimaan agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 139

19. Investasi dan penyusutan alat per produksi agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 140

20. Investasi dan penyusutan agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung... 147

21. Biaya investasi agroindustri emping melinjo ... 148

22. Data cashflow rata-rata 17 responden agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 149

23. Analisis finansial agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 153

24. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya produksi 5,38 %... 154

25. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku sebanyak 5,1 % ... 155

26. Laju kepekaan agroindustri emping melinjo ... 156

27. Analisis nilai tambah per tahun agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa Kota Bandar Lampung ... 157

28. Tingkat inflasi Bank Indonesia (BI) tahun 2011 ... 160

29. Diagram alir proses pembuatan emping melinjo tahun 2012 ... 161

30. Bahan baku emping melinjo ... 162

31. Gambar proses penyangraian ... 162


(19)

xix 35. Proses penjemuuran emping melinjo ... 164


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Agroindustri

Menurut Downey dan Erickson (1989), agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi,

pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertaniaan dalam arti luas. Agribisnis dapat dibagi menjadi tiga sektor yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan sektor keluaran (output). Sektor masukan menyediakan perbekalan kepada para

pengusaha tani untuk dapat memproduksi hasil tanaman dan ternak. Termasuk ke dalam masukan ini adalah bibit, makanan ternak, pupuk, bahan kimia, mesin pertanian, bahan bakar dan banyak perbekalan lainnya. Sektor usahatani

memproduksi hasil tanaman dan hasil ternak yang diproses dan disebarkan kepada konsumen akhir oleh sektor keluaran.

Sistem agribisnis terdiri dari lima subsistem, yaitu: (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian, (2) subsistem usaha tani, (3) subsistem pengolahan hasil pertanian ( agroindustri), (4) subsistem pemasaran, dan (5) subsistem lembaga penunjang. Suryana (2005) menyatakan bahwa agroindustri merupakan bagian atau subsistem dari agribisnis yang memproses dan


(21)

mentransformasikan produk mentah hasil pertanian menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang dapat langsung dikonsumsi atau dapat langsung digunakan dalam proses produksi. Komponen-komponen produksi terdiri dari bahan mentah, bahan pembantu, tenaga kerja, menejemen, teknologi, dan fasilitas penunjang yang dipengaruhi oleh kebijakan yang ada dalam pelaksanaan sistem agroindustri. Agroindustri merupakan suatu kegiatan atau usaha yang mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman atau hewan melalui proses tranformasi dengan menggunakan perlakuan fisik dan kimia, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Ciri penting dari agroindustri adalah kegiatannya tidak tergantung musim, membutuhkan manajemen usaha yang modern, pencapaian skala usaha yang optimal dan efisien, serta mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Zakaria, 2007). Hal ini berarti agroindustri merupakan mesin pertumbuhan dalam sistem agribisnis yang pada akhirnya akan menyumbang secara positif pada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.

Menurut Soekartawi (2000), agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu pertama, agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Studi agroindustri pada konteks ini adalah menekankan pada food processing

management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya

adalah produk pertanian. Arti yang kedua adalah agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri. Kemudian, pentingnya agroindustri sebagai suatu

pendekatan pembangunan pertanian dapat dilihat dari kontribusinya yaitu kegiatan agroindustri mampu meningkatkan pendapatan pelaku agroindustri, mampu


(22)

menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mampu mendorong tumbuhnya industri yang lain.

Saragih (2001) menyatakan, agroindustri adalah industri yang memiliki

keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Keterkaitan tidak langsung berupa keterkaitan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dan lain-lain beserta kegiatan ekonomi yang memasarkan dan memperdagangkannya.

Menurut Austin (1981), ruang lingkup agroindustri adalah industri yang mengolah hasil-hasil pertanian termasuk didalamnya tanah dan tanaman sebagai sumber daya modal. Industri pengolahan biasanya didirikan tidak jauh dari pusat-pusat produksi pertanian. Hal ini dilakukan untuk memperoleh tenaga kerja dari daerah pedesaan sehingga dapat membuat biaya produksi rendah. Penempatan

agroindustri hilir di daerah pedesaan sangat penting artinya karena dapat

menciptakan lapangan kerja bagi pengumpul produk pertanian atau bahan baku, pengolah produk pertanian, pembuat kemasan produk pertanian, penyalur, sektor angkutan, dan sektor perdagangan.

2. Usaha Mikro

Definisi mengenai usaha mikro di Indonesia beranekaragam. Beberapa lembaga bahkan Undang- Undang di Indonesia memberikan definisi sendiri mengenai


(23)

usaha mikro. Biasanya usaha mikro didefinisikan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan omzet penjualan. Undang- Undang nomor 20 Tahun 2008 memuat tentang ketentuan umum, asas, prinsip dantujuan pemberdayaan, kriteria, penumbuhan iklim usaha, pengembanganusaha, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan, dan koordinasipemberdayaan, sanksi administratif dan ketentuan pidana UMKM. Menurut Undang- Undang nomor 20 Tahun 2008 pasal 1 mengenai ketentuan umum UMKM, usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorang atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang- undang ini.

Kriteria usaha mikro menurut Undang- Undang nomor 20 tahun 2008 pasal 6 mengenai kriteria UMKM adalah sebagai berikut:

(1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 ( lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

(2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 300.000.000,00 ( tiga ratus juta rupiah).

Usaha mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/ KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp. 50.000.000,00.

Ciri- ciri usaha mikro:

(1) Jenis barang/ komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu- waktu dapat berganti.


(24)

(2) Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu- waktu dapat pindah tempat. (3) Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak

memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha.

(4) Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai.

(5) Tingkat pendidikan rata- rata relatif sangat rendah.

(6) Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank.

(7) Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

Usaha mikro merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, usaha mikro adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan

pengembangan seluas- luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan badan usaha milik pemerintah. Usaha mikro berdasarkan perdagangan dan investasi dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

(1) Usaha mikro yang sudah go global, yaitu usaha mikro yang telah

menjalankan kegiatan internasional secara sangat luas, meliputi kawasan global seperti Asia, Eropa, atau Amerika Utara.


(25)

(2) Usaha mikro yang sudah internationalized, yaitu usaha mikro yang telah menjalankan satu kegiatan internasional, misalnya ekspor.

(3) Usaha mikro potensial, yaitu usaha mikro yang memiliki potensi menjalankan kegitan internasional.

(4) Usaha mikro yang berorientasi domestik, yaitu usaha mikro dan kecil yang menjalankan usaha secara domestik.

Usaha mikro menurut Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) adalah usaha yang memiliki kurang dari 5 orang tenaga kerja. Hal yang sama juga didefinisikan oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mendefinisikan usaha mikro sebagai usaha yang memiliki tenaga kerja 1-4 orang. Ragam pengertian umum usaha mikro dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Ragam pengertian umum usaha mikro

Lembaga Pengertian Umum

UU. No.20/2008 Tentang UMKM

Aset≤ Rp 50.000.000

Omzet≤ Rp 300.000.000 per tahun BPS

Depnaker

Pekerja < 5 orang Pekerja < 5 orang

Bank Indonesia Usaha mikro adalah usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau dekat miskin, bersifat usaha keluarga, menggunakan sumber daya lokal, menerapkan teknologi sederhana, dan mudah keluar masuk industri

Pekerja < 5 orang Bank Dunia Pekerja < 10 orang

Aset < S 3 juta

Omzet < S 3 juta per tahun Keputusan Menteri keuangan

No. 40/KMK.06’2003 Omzet ≤ Rp 100.000.000 per tahunPinjaman ke Bank ≤ Rp 50.000.000 Kementerian Negara Koperasi

dan UMKM

Usaha produktif milik orang perorang atau badan usaha perorangan. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termask tanah dan bangunan dan memiliki hasil


(26)

Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 pasal 6 tentang kriteria perbedaan usaha mikro, kecil dan menengah:

(1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorang atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.

(2) Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorang atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini.

(3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahuan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.

Kemudian kriteria ke 3 kategori tersebut di atas disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria jenis usaha

No Uraian Kriteria

Asset Omzet

1. Usaha mikro Max 50 juta Max 300 juta

2. Usaha kecil >50 juta - 500 juta >300 juta - 2,5 M 3. Usaha menengah >500 juta - 10 M >2,5 M-50 M


(27)

3. Prospek Pengembangan

Peluang pengembangan industri kecil dan rumah tangga di bidang pangan di Indonesia terbuka sangat luas, hal ini dimungkinkan karena adanya dukungan faktor internal yang kuat. Faktor internal yang memperkuat pengembangan industri pangan adalah (Masyhuri, 2000) :

(1) Besarnya jumlah penduduk yang menjadi pasar produk industri pangan. (2) Tingkat pendapatan masyarakat yang semakin meningkat yang mendorong

permintaan akan produk pangan olahan.

(3) Cukup tersedianya sebagian besar bahan baku produksi di dalam negeri. (4) Cukup tersedianya tenaga kerja dengan upah yang relatif rendah.

(5) Kapasitas produksi beberapa usaha industri pangan yang masih dapat ditingkatkan

Prospek adalah peluang, kemungkinan dan harapan yang akan terjadi di masa yang akan datang dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Suprapto (2006) menjelaskan bahwa dalam kerangka pembangunan pertanian, agroindustri

merupakan penggerak utama perkembangan sektor pertanian, terlebih dalam masa yang akan datang, di mana posisi pertanian merupakan sektor andalan dalam pembangunan nasional sehingga peranan agroindustri akan semakin besar. Dengan kata lain, dalam upaya mewujudkan sektor pertanian yang tangguh, maju dan efisien sehingga mampu menjadi leading sector dalam pembangunan

nasional, maka harus ditunjang oleh pengembangan agroindustri, menuju agroindustri yang tangguh, maju dan efisien.


(28)

Pengembangan agroindustri diyakini akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan. Pengembangan agroindustri yang dapat ditempuh harus disesuaikan dengan karakteristik dan permasalahan agroindustri yang

bersangkutan. Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri adalah: (a) sifat produk pertanian yang mudah rusak dan bulky,

sehingga diperlukan teknologi pengemasan dan transportasi yang mampu

mengatasi masalah tersebut; (b) sebagian besar produk pertanian bersifat musiman dan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, sehingga aspek kontinuitas produksi agroindustri menjadi tidak terjamin; (c) kualitas produk pertanian dan agroindustri yang dihasilkan pada umumnya masih rendah, sehingga mengalami kesulitan dalam persaingan pasar, baik pasar dalam negeri maupun pasar internasional, dan (d) sebagian besar agroindustri berskala kecil dengan teknologi yang rendah (Suprapto, 2006).

Studi kelayakan agroindustri perlu dikaji untuk melihat prospek pengembangan suatu komoditas agroindustri. Husnan dan Suwarsono (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa aspek yang dinilai dalam studi kelayakan, yakni: aspek pasar, aspek teknis, aspek keuangan, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan aspek sosial. Banyak dan sedikitnya aspek yang dinilai serta kedalaman analisa tergantung pada besar kecilnya proyek yang akan dilakukan, sehingga tidak semua aspek perlu diteliti.

Aspek pasar dan pemasaran berkaitan dengan permintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan. Aspek


(29)

teknis dan produksi berkaitan dengan studi dan pengujian pendahuluan, keoptimalan skala produksi, proses produksi yang dipilih, ketepatan dalam

memilih dan menggunakan mesin dan perlengkapan, perlengkapan-perlengkapan tambahan dan pekerjaan-pekerjaan teknis tambahan yang dilakukan, penanganan limbah produksi, tata letak fasilitas produksi, pemilihan lokasi dan site produksi, skedul kerja dan kesesuaian dalam pemilihan teknologi. Aspek finansial

(keuangan) berkaitan dengan faktor-faktor penting, yakni: (1) dana yang diperlukan untuk investasi, baik untuk aktiva tetap maupun modal kerja, (2) sumber-sumber pembelanjaan yang akan digunakan, yakni berapa banyak modal sendiri dan berapa banyak pinjaman jangka pendek dan jangka panjang, (3) taksiran penghasilan, biaya dan rugi/laba pada berbagai tingkat operasi, termasuk tentang break event point, (4) manfaat dan biaya dalam artian finansial, seperti

rate of return on investment, Net Present Value, internal rate of return,

profitability index dan Payback Period, estimasi risiko proyek, baik risiko dalam artian total atau sistematis, serta taksiran aliran kas untuk menghitung

profitabilitas finansial proyek, dan (5) proyeksi keuangan berupa proyeksi neraca, sumber dana dan penggunaan dana.

Aspek manajemen, meliputi manajemen dalam masa pembangunan proyek dan manajemen dalam operasi. Aspek hukum yakni mengenai bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang dapat disediakan untuk

menggunakan sumber dana pinjaman, dan berbagai akta, sertifikat, serta izin yang diperlukan. Aspek ekonomi dan sosial meliputi pengaruh proyek terhadap peningkatan penghasilan negara dan terhadap devisa yang bisa dihemat dan diperoleh, penambahan kesempatan kerja, pemerataan kesempatan kerja, dan


(30)

pengaruh proyek listrik dan sebagainya. Aspek sosial merupakan manfaat dan pengorbanan sosial yang mungkin dialami oleh masyarakat, tetapi sulit

dikuantifikasi, dan bisa disepakati secara bersama, serta manfaat dan pengorbanan tersebut dirasakan ada.

4. Manfaat Tanaman Melinjo

Melinjo merupakan bahan baku utama dalam proses pembuatan emping melinjo. Melinjo banyak manfaatnya, dimana hampir seluruh bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Daun muda yang disebut dengan so, bunga yang disebut dengan kroto, kulit biji tua dapat digunakan sebagai bahan sayuran yang cukup populer di kalangan masyarakat. Kayunya dapat dipakai sebagai bahan papan dan alat rumah tangga sederhana. Sedangkan, buah yang sudah tua merupakan bahan baku pembuatan emping melinjo yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi.

Gambar 1. Pohon industri melinjo

5. Proses Produksi Emping Melinjo

Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari biji melinjo yang telah tua. Proses pembuatan emping tidak sulit dan dapat dilakukan dengan

menggunakan alat-alat sederhana. Emping melinjo merupakan salah satu

Melinjo

Batang

Daun

Biji

Kayu bakar dan kayu rumah Bahan sayuran untuk di masak

Kulit biji Biji

Bahan Emping


(31)

komoditas pengolahan hasil pertanian yang memiliki nilai tinggi dan dapat dibagi menjadi beberapa jenis tergantung kualitas emping. Jenis emping melinjo yang dimaksud adalah emping mentah. Jenis emping melinjo mentah, diantaranya yaitu:

(1) Emping biji 2-3, yaitu emping yang terbuat dari 2 – 3 biji melinjo. Emping jenis ini merupakan jenis emping yang paling banyak diproduksi dan umumnya kita kenal di pasaran. Pengusaha emping di daerah ini biasanya hanya memproduksi jenis emping kualitas 1 dan 2 saja. Perbedaan antara jenis emping kualitas 1 dan 2 yaitu kalau emping kualitas 1 itu isinya lebih banyak karena emping jenis ini bentuknya lebih rata dan sangat tipis sekali, lebih bersih dibandingkan dengan emping kualitas 2.

(2) Emping Remaja, yaitu emping yang terbuat dari 7 – 10 biji melinjo. Emping jenis ini jarang diproduksi, biasanya diproduksi jika ada pesanan khusus saja seperti pesanan untuk rumah-rumah makan.

(3) Emping Benggol yaitu emping yang terbuat dari >10 biji melinjo. Emping jenis ini juga jarang sekali diproduksi, biasanya diproduksi jika ada

permintaan khusus saja misalnya untuk diekspor.

Emping yang bermutu tinggi adalah emping yang sesuai dengan standar (SNI 01-3712-1995) yaitu emping yang tipis sehingga kelihatan agak bening dengan diameter seragam kering sehingga dapat digoreng langsung. Emping dengan mutu yang lebih rendah mempunyai ciri lebih tebal, diameter kurang seragam, dan kadang-kadang masih harus dijemur sebelum digoreng. Emping melinjo adalah salah satu jenis makanan ringan yang terbuat dari buah melinjo yang sudah tua dan berbentuk pipih bulat. Biasanya emping digunakan sebagai pelengkap


(32)

makanan. Proses pembuatan emping melinjo juga sangat mudah dan sederhana yaitu dengan menyangrai biji melinjo kemudian biji melinjo yang sudah disangrai dipukul-pukul sampai tipis dan dijemur sampai kering. Biasanya emping melinjo dipasarkan dalam keadaan masih mentah (Alqadrie, 2009).

Menurut Nurcahyo dan Wahyuni (1993), prinsip dasar pembuatan emping melinjo adalah pengupasan kulit buah, pemanasan biji, pengupasan kulit biji, pemukulan dan pemipihan biji, pelepasan emping dari batu, penjemuran, dan sortasi emping. (1) Pengupasan kulit buah

Biji melinjo yang sudah tua dikupas kulitnya dengan pisau. Kulit melinjo dikeret memanjang kemudian dilepas. Kulit luar ini masih biasa dipasarkan untuk sayuran.

(2) Pemanasan biji

Ada tiga cara pemanasan biji melinjo dalam pembuatan emping, yaitu: (a) Penyangraian tanpa pasir, mula-mula wajan dipanaskan diatas kompor

atau pemanas lainnya. Usahakan agar nyala api konstan. Kemudian biji melinjo dimasukkan sedikit demi sedikit (kira- kira satu genggam tangan), lalu diaduk agar panasnya merata. Pemanasan ini jangan sampai hangus. (b) Penyangraian dengan pasir. Wajan yang telah diisi pasir dipanaskan diatas

pemanas hingga panas pasirnya merata. Pasir yang digunakan adalah pasir bangunan yang telah dicuci bersih sebelumnya. Jika pasir telah panas, biji melinjo dimasukkan dan diaduk-aduk bersama pasir hingga panasnya merata.

(c) Perebusan, biji melinjo direbus dalam panci yang berisi air mendidih. Menurut para pengrajin emping, pemanasan biji melinjo dengan cara


(33)

direbus ini akan menghasilkan emping yang rasanya kurang gurih. Oleh karena itu, para pengrajin emping cenderung memilih pemanasan dengan cara menyangrai biji melinjo.

Hal yang harus diperhatikan pada tahap pemanasan biji adalah lamanya pemanasan. Waktu pemanasan sebaiknya tidak terlalu lama atau tidak terlalu cepat. Waktu yang tepat adalah saat biji melinjo cukup matang. Biji melinjo yang terlalu matang akan menghasilkan emping yang rasanya kurang enak dan warnanya kekuningan. Jika pemanasan terlalu cepat, maka kulit kerasnya sulit dilepaskan dan emping yang dihasilkan berwarna putih keruh.

(3) Pengupasan kulit biji

Biji melinjo yang sudah dipanaskan segera diangkat. Dalam keadaan masih panas tersebut biji melinjo dipukul agar kulit keras dapat terlepas.

(4) Pemukulan dan pemipihan biji

Biji melinjo yang kulit kerasnya telah terlepas segera diletakkan diatas batu landasan. Dalam keadaan masih panas atau hangat, biji dipukul dengan palu dan pipihkan hingga rata. Hal ini merupakan prinsip pembuatan emping untuk satu buah biji melinjo. Apabila ingin membuat emping dengan ukuran yang lebih besar, maka pemukulan biji berikutnya diusahakan agar

berdekatan dengan biji pertama. Demikianlah seterusnya sambil dibentuk bundar, sehingga jadilah emping yang berukuran lebih besar. Prinsip pembuatan emping dari biji yang direbus sama saja dengan emping dari biji yang disangrai. Untuk menjaga agar tetap panas sebelum dipukul, sebaiknya biji melinjo yang sudah direbus itu dikukus.


(34)

(5) Pelepasan emping dari batu

Emping yang telah berbentuk bundar dan rata dilepaskan dari batu landasan dengan menggunakan sosok. Pelepasan harus dilakukan dengan hati- hati agar emping tidak sobek atau cacat. Untuk memudahkan pelepasan emping dari batu landasan adalah dengan mengoleskan sedikit minyak goreng di batu landasan sebelum biji melinjo diletakkan di atasnya. Meskipun cara ini banyak dilakukan pengrajin emping melinjo, namun sebenarnya mengandung resiko. Pengolesan minyak akan mempercepat tumbuhnya jamur dan daya simpan emping menjadi berkurang karena minyak yang telah menempel pada emping sulit terserap. Hal ini menyebabkan emping menjadi basah, sehingga mudah ditumbuhi jamur.

(6) Penjemuran emping

Emping yang telah dipipihkan masih dalam keadaan basah. Untuk mengeringkannya, emping disusun diatas rigen kemudian dijemur.

Penyusunannya diatur sedemikian rupa supaya tidak bertumpuk. Penjemuran dilakukan hingga emping kering benar agar dapat disimpan.

(7) Sortasi emping

Setelah kering emping dikumpulkan dan dipilih. Pemilihan hanya untuk membedakan kualitas emping. Adakalanya pedagang emping langsung menjualnya tanpa disortasi lebih dahulu. Namun biasanya harga emping campuran ini lebih murah.


(35)

6. Analisis Kelayakan Finansial

Menurut Nitisemito (2004), studi kelayakan pada hakikatnya adalah untuk menetapkan layak atau tidaknya suatu gagasan usaha. Dengan kata lain, studi kelayakan harus dapat memutuskan apakah suatu gagasan usaha perlu diteruskan atau tidak. Pada umumnya ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Net B/C Ratio, Gross B/C Ratio, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return (Kadariah, 2001).

(1) Net B/C Ratio

Net benefit cost ratio (Net B/C Ratio) merupakan perbandingan antara net benefit

yang telah didiscount faktor positif dengan net benefit yang telah didiscount negatif. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai:

n t t n t t i Bt Ct i Ct Bt CRatio NetB 0 0 1 1 / ) 1 ....( ... ... ... ... ... di mana:

Net B/C Ratio = net benefit cost ratio

Bt =benefit/ penerimaan bersih tahun t

Ct = cost/biaya pada tahun t

I = tingkat bunga

T = tahun

Kriteria pada pengukuran Net B/C Ratio adalah :

(a) Jika Net B/C Ratio > 1, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan (b) Jika Net B/C Ratio < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan


(36)

(2) Gross B/C Ratio

Gross benefit cost ratio(Gross B/C Ratio) merupakan perbandingan antara jumlah

present value dari benefit kotor dengan jumlah present value dari biaya kotor. Secara matematis Gross B/C Ratio dapat dirumuskan sebagai :

n t t n t t i Ct i Bt CRatio GrossB 0 0 1 1 / ) 2 ...( ... ... ... ... ... ...

di mana :

Gross B/C Ratio = gross benefit cost ratio

Bt =benefit/ penerimaan bersih tahun t Ct = cost/biaya pada tahun t

i = tingkat bunga t = tahun

Kriteria pada pengukuran Gross B/C Ratio adalah :

(a) Jika Gross B/C Ratio > 1, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan. (b) Jika Gross B/C Ratio < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk

dilaksanakan

(c) Jika Gross B/C Ratio = 1, maka kegiatan usaha dalam break event point

(3) Payback Period

Payback Period (PP)merupakan penilaian investasi suatu proyekyang didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari suatu proyek. Secara matematis Payback Period dapat dirumuskan sebagai :

Ab Ko

PP 1 tahun ... (3)

di mana :


(37)

Ab = manfaat bersih yang diperoleh dari setiap periode

Kriteria :

(a) Jika Payback Period lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut layak untuk dijalankan

(b) Jika Payback Period lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan

(4) Net present value (NPV)

NPV menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Nilai sekarang dapat dihitung dengan menentukan tingkat bunga terlebih dahulu. Pada dasarnya, tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga pada saat kita menganggap keputusan investasi masih terpisah dari keputusan pembelanjaan ataupun waktu kita mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan. Pengertian lainnya adalah perhitungan net present value (NPV) merupakan nilai benefit yang telah didiskon dengan social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai :

n

t

t

t

Ct

Bt

NPV

1

1

……… …….. (4) di mana :

NPV = net present value

T = waktu

Bt = benefit (manfaat)

Ct = cost (biaya)


(38)

Dengan kriteria :

(a) Jika NPV > 0, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan (b) Jika NPV < 0, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan (c) Jika NPV = 0, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point

(5) Internal rate of return (IRR)

Internal rate of return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau dengan kata lain metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa mendatang, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan net present value (NPV) sama dengan nol (0). Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan. Apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka proyek dikatakan menguntungkan atau layak dan sebaliknya bila nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka proyek dikatakan merugikan atau tidak layak untuk dijalankan. Secara matematis IRR dapat dirumuskan sebagai :

1 2 2 1

1

1 i i

NPV NPV

NPV i


(39)

di mana :

NPV1 = net present value positif

NPV2 = net present value negatif

i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1

i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2

Dengan kriteria:

(a) Jika IRR > i, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan (b) Jika IRR < i, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan (c) Jika IRR = i, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point

7. Analisis Sensitivitas

Analisis kepekaan (sensitivity analysis) membantu menemukan unsur yang sangat menentukan hasil proyek. Analisis tersebut dapat membantu mengarahkan perhatian pada variabel-variabel yang penting untuk memperbaiki perkiraan-perkiraan dan memperkecil ketidakpastian. Pada penelitian ini, analisis tersebut digunakan dengan mengubah besarnya variabel-variabel yang penting dengan suatu persentase dan menentukan berapa pekanya hasil perhitungan tersebut terhadap perubahan-perubahan tersebut (Kadariah, 2001).

Husnan dan Suwarsono (2000) menyatakan bahwa terdapat dua kelemahan dalam metode analisis sensitivitas, yakni sebagai berikut:

(1) Setiap orang bisa saja mempunyai taksiran yang berbeda dalam menentukan taksiran pesimistis dan optimistis. Taksiran pesimistis adalah probabilitas untuk tidak bisa mencapai angka penjualan tertentu (dalam kasus penjualan). Taksiran optimistis adalah probabilitas untuk mencapai angka penjualan yang diharapkan dapat memberikan keuntungan.


(40)

(2) Sangat mungkin antara variabel-variabel tersebut ternyata berkaitan. Dengan demikian, penggunaan asumsi bahwa suatu variabel berada dalam nilai pesimis, sedangkan lainnya berada dalam keadaan yang diharapkan mungkin sekali tidak tepat. Sebagai misal apabila market size ternyata melebihi apa yang diharapkan, boleh jadi permintaan akan produk tersebut menguat, sehingga harga jual mungkin lebih besar dari yang diharapkan.

Menurut Gittinger (1993), analisis sensitivitas adalah suatu kegiatan menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat apakah yang akan terjadi pada proyek

tersebut apabila suatu proyek tidak berjalan sesuai rencana. Analisis sensitivitas mencoba melihat realitas suatu proyek yang didasarkan pada kenyataan bahwa proyeksi suatu rencana proyek sangat dipengaruhi unsur-unsur ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Semua proyek harus diamati melalui analisis sensitivitas. Gittinger (1993) menyatakan bahwa dalam bidang pertanian, proyek sensitif untuk berubah, yang diakibatkan oleh empat masalah utama, yaitu :

(1) Perubahan dalam harga hasil produksi yang disebabkan oleh turunnya harga dipasaran.

(2) Keterlambatan pelaksanaan proyek. Dalam proyek pertanian dapat terjadi keterlambatan pelaksanaannya karena ada kesulitan-kesulitan secara teknis atau inovasi baru yang diterapkan, atau karena keterlambatan dalam

pemesanan dan penerimaan peralatan.

(3) Kenaikan biaya, baik dalam biaya konstruksi maupun biaya operasional, yang diakibatkan oleh perhitungan-perhitungan yang terlalu rendah.


(41)

Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apakah yang akan terjadi pada analisis usaha jika terdapat suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya maupun manfaat atau penerimaan. Analisis kepekaan dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan usaha agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat adanya keadaan yang berubah atau kesalahan dalam perhitungan. Hal ini terjadi karena dalam menganalisis kelayakan suatu usaha, biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang.

8. Analisis Titik Impas (Break Event Point)

Suatu usaha dapat dikatakan dalam keadaan BEP bila penghasilan yang diterima sama dengan biaya yang dikeluarkan. Melalui analisis titik impas dapat menutupi semua biaya yang dikeluarkan selama berproduksi dan bagaimana kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Menurut Kasmir (2003), analisis titik impas

(break event point) adalah suatu titik kembali modal di mana pengurangan penerimaan total dengan biaya total sama dengan nol (0). Suatu perusahaan dikatakan dalam keadaan impas apabila setelah disusun laporan perhitungan laba rugi untuk suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapatkan

keuntungan dan sebaliknya juga tidak menderita kerugian.

Analisis titik impas diperlukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, dan biaya lainnya, baik yang bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau rugi. Data yang diperlukan dalam menghitung titik impas adalah (Kasmir, 2003) :


(42)

(1) Hasil keseluruhan penjualan atau harga jual per unit. (2) Biaya variabel keseluruhan.

(3) Jumlah biaya tetap keseluruhan.

Secara matematis titik impas dapat dirumuskan sebagai : (a) Titik impas penjualan (unit) adalah :

BEP unit = ………...(6)

(b) Titik impas produksi (rupiah) adalah :

BEP produksi (rupiah) = ...………...(7) di mana :

FC = biaya tetap (rupiah) VC = biaya variabel (rupiah) S = penerimaan (rupiah) P = harga (rupiah)

AVC = rata-rata biaya variabel (rupiah)

9. Konsep Nilai Tambah

Gittinger (1986) menyatakan nilai tambah adalah selisih harga penjualan barang dan jasa dengan biaya bahan dan pengeluaran untuk jasa-jasa. Gittinger

membedakan nilai tambah atas nilai tambah kotor dan nilai tambah bersih. Nilai tambah kotor merupakan selisih antara harga jual dengan pembayaran untuk pajak, bunga modal, sewa tanah, laba, penyusutan, manajemen, asuransi, jaminan social lainnya, dan upah karyawan. Nilai tambah bersih adalah nilai tambah kotor dikurangi dengan biaya penyusutan.

Pengertian nilai tambah (added value) adalah penambahan nilai suatu komoditas karena komoditas tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan,


(43)

atau penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut Hardjanto (1991), nilai tambah didefinisikan sebagai pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya

input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input

fungsional tersebut dapat berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun proses penyimpanan (time utility).

Faktor yang mempengaruhi nilai tambah pada sistem pengolahan adalah faktor teknis dan non teknis. Faktor teknis meliputi unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan input penyerta. Faktor ini mempengaruhi harga jual produk, sedangkan faktor non teknis (faktor pasar) meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, informasi pasar, modal investasi teknologi, dan nilai input lainnya. Faktor non teknik ini dapat mempengaruhi faktor konversi (banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari satu satuan bahan baku) dan biaya produksi.

Analisis nilai tambah berfungsi sebagai salah satu indikator dalam keberhasilan sektor agribisnis. Menurut Hardjanto (1991), kegunaan dari menganalisis nilai tambah adalah untuk mengetahui:

(1) Besar nilai tambah yang terjadi akibat perlakuan tertentu yang diberikan pada komoditas pertanian.

(2) Distribusi imbalan yang diterima pemilik dan tenaga kerja.

(3) Besarnya kesempatan kerja yang diciptakan dari kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi.


(44)

(4) Besar peluang serta potensi yang dapat diperoleh dari suatu sistem komoditas di suatu wilayah tertentu dari penerapan teknologi pada suatu atau beberapa subsistem di dalam sistem komoditas.

Nilai tambah suatu produk dapat dianalisis melalui metode Hayami. Metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan (Tunggadewi, 2009). Kelebihan dari metode Hayami antara lain adalah :

(1) Dapat diketahui besarnya nilai tambah dan output

(2) Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, modal, sumbangan input lain dan keuntungan

(3) Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat digunakan untuk subsistem lain selain pengolahan, seperti analisis nilai tambah pemasaran.

Kelemahan dari metode Hayami adalah :

(1) Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk dari satu jenis bahan baku

(2) Tidak dapat menjelaskan nilai output produk sampingan

(3) Sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk menyatakan apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi sudah layak atau belum.

10. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang dipilih menjadi literatur adalah hasil penelitian yang memiliki beberapa kaitan penting dengan penelitian yang dilaksanakan. Kaitan tersebut antara lain mengenai subjek penelitian yang dianalisis dan mengenai alat analisis yang digunakan pada penelitian. Kaitan mengenai subjek penelitian pernah diteliti oleh Sari (2005) tentang analisis


(45)

finansial dan prospek pengembangan industri rumah tangga emping melinjo di Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung. Hasil analisis menunjukan bahwa (1) Industri rumah tangga emping melinjo di Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung merupakan industri yang menguntungkan dan layak dikembangkan. Terlihat keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 3.879.037,05,-/ tahun. Investasi diperhitungkan selama umur ekonomis 5 tahun menghasilkan nilai lini penerimaan bersih sebesar Rp 4,8 juta dengan B/C Rasio 1,12, IRR 48,7 %, dengan tingkat pengembalian modal selama 4 tahun 7 bulan. (2) Kenaikan harga jual 8 % dan penurunan harga jual 8% tetap memberikan keuntungan terhadap industri rumah tangga emping melinjo di kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung. (3) Industri rumah tangga emping melinjo di Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan karena tingginya permintaan emping melinjo sehingga peningkatan produksi dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

Kaitan mengenai alat analisis yang digunakan pada penelitian pernah diteliti oleh Sembiring (2006) tentang kelayakan finansial agroindustri tapioka di Kecamatan Negeri Katon Lampung Selatan, menghasilkan kesimpulan bahwa usaha

agroindustri tersebut layak diteruskan. Pada tingkat bunga 18% diperoleh NPV sebesar Rp 564.887.693,00 untuk usaha Semangat Jaya, Rp 113.029.931,00 untuk usaha Maju Jaya, dan Rp 54.236.790,00 untuk usaha Sarbini. Nilai IRR diperoleh sebesar 686,48% untuk usaha Semangat Jaya, 273,57% untuk usaha Maju Jaya, dan 167,97% untuk usaha Sarbini. Payback Period adalah 3,37 tahun untuk usaha Semangat Jaya, 3,78 tahun untuk usaha Maju Jaya, dan 3,31 tahun untuk usaha Sarbini.


(46)

Perhitungan sensitivitas menggunakan tingkat suku bunga 18% dengan indikator perubahan harga jual tapioka turun sebesar 4%, biaya produksi naik sebesar 100,2%, dan harga bahan baku naik sebesar 3%. Hasil perhitungan sensitivitas tersebut menunjukkan bahwa usaha agroindustri tapioka di Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Lampung Selatan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap perubahan faktor yang diasumsikan. Meskipun hasil sensitivitas

berbeda-beda, agroindustri tapioka masih layak untuk diteruskan secara finansial. Hal ini disebabkan oleh hasil perhitungan menunjukkan nilai NPV >0, nilai Net

B/C Ratio > 1, nilai IRR > tingkat suku bunga, dan Payback Period < umur ekonomis.

Hasil penelitian Sari (2011) tentang analisis nilai tambah, kelayakan finansial, dan prospek pengembangan agroindustri marning skala rumah tangga menunjukkan bahwa agroindustri marning: (1) memiliki rasio nilai tambah yang baik yakni 29% dengan marjin keuntungan antara pemilik agroindustri dan tenaga kerja hampir merata serta bagian margin terbesar terletak pada sumbangan input lain, (2) layak secara finansial pada tingkat bunga 22 % dan dapat tetap layak pada saat kenaikan biaya produksi sebesar 9,17%, penurunan harga jual sebesar 9,61% dan penurunan jumlah produksi sebesar 8,17% dan (3) memiliki prospek yang baik khususnya di daerah tersebut jika dilihat dari aspek pasar dan pemasaran, teknis dan produksi, manajemen dan organisasi serta lingkungan.

Rahayu (2012), melakukan penelitian tentang analisis keragaan agroindustri emping melinjo di Kecamatan Cikedal Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Sistem pengadaan dan persediaan bahan


(47)

baku yang dilakukan agroindustri emping melinjo di Kecamatan Cikedal Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten belum mampu menyediakan jumlah persediaan yang ekonomis, (2) faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan pengusaha untuk membeli bahan baku adalah harga bahan baku, kapasitas olah, dan tenaga kerja bagian pengolahan sedangkan musim tidak mempengaruhi keputusan pengusaha dalam pembelian, (3) nilai tambah emping matang di Kecamatan Cikedal Kabupaten Pandeglang sebesar sebesar Rp 14.855,86, (4) pengusaha emping melinjo di Kecamatan Cikedal Kabupaten Pandeglang sebagian besar memiliki alur distribusi pemasaran dengan pola 1, 2, 3, 6 dan 7 berawal dari produsen sampai konsumen akhir.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu dalam penelitian ini akan dilakukan secara mendalam mengenai perhitungan nilai tambah, kelayakan finansial, dan prospek pengembangan emping melinjo yang dilakukan pada 2 daerah agroindustri emping melinjo yang berbeda, sehingga dapat diketahui perbandingan besarnya nilai tambah, kelayakan finansial, dan prospek pengembangan untuk masing – masing daerah.

B. Kerangka Pemikiran

Industri pengolahan merupakan salah satu cara dalam mempertahankan produk pertanian agar dapat tahan lebih lama. Agroindustri lebih bersifat padat karya dan membutuhkan banyak sumberdaya alam lokal. Hal itu berarti disamping dapat memanfaatkan sumberdaya alam lokal secara optimal, agroindustri juga

membutuhkan banyak tenaga kerja yang tidak harus memiliki keterampilan khusus. Selain itu, agroindustri merupakan industri pengolahan hasil pertanian


(48)

untuk menghasilkan suatu barang agar berdaya guna dan memiliki nilai tambah melalui proses pengolahan yang harus terus dikembangkan, karena sebagian besar diolah terlebih dahulu menjadi bentuk dan jenis lain. Agroindustri emping

melinjo merupakan sistem agribisnis yang melakukan pengolahan melinjo menjadi emping melinjo. Agroindustri ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan nilai tambah dari komoditas melinjo.

Sebagai langkah awal dalam pengembangan agroindustri emping melinjo,

diperlukan analisis mengenai nilai tambah dan kelayakan usaha berkaitan dengan aspek-aspek yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha sesuai jenis dan kapasitas produksi usaha. Nilai tambah akan dianalisis dengan metode Hayami. Sedangkan aspek-aspek yang diteliti adalah aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan produksi, aspek finansial, aspek manajemen dan organisasi, serta aspek lingkungan. Penelitian ini juga menekankan penelitian aspek finansial secara mendalam. Penilaian investasi dianalisis melalui metode Payback Period, metode

Net Present Value (NPV), metode Internal Rate of Return (IRR) dan metode

Benefit and Cost Ratio (B/C Ratio).

Selain itu, digunakan pula beberapa metode untuk memasukkan faktor ketidakpastian dalam analisis investasi tersebut yakni analisis titik impas dan analisis sensitivitas. Analisis-analisis tersebut dilakukan sehingga dapat diketahui apakah usaha agroindustri emping melinjo skala UMKM di Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung dan di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran layak atau tidak layak. Dengan demikian dapat diketahui prospek pengembangan usaha pengolahan melinjo menjadi


(49)

emping melinjo tersebut. Paradigma berfikir di dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka pemikiran prospek pengembangan emping melinjo skala UMKM di Provinsi Lampung

Harga masukan

Tidak Layak

Prospek

Pengembangan Kondisi Usaha

Agroindustri Biaya

Produksi Pendapatan

Layak

Harga keluaran

Penerimaan Agroindustri Emping Melinjo

keluaran

Emping masukan

- Bahan Baku - Bahan

Penunjang - Tenaga Kerja

Proses pengolahan

Analisis Nilai Tambah


(50)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Sumber daya alam tersebut merupakan faktor utama untuk tumbuh kembangnya sektor pertanian di Indonesia. Pertanian di Indonesia hingga saat ini masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya penduduk yang hidup dari sektor pertanian dan hasil produk yang bahan baku utamanya berasal dari pertanian. Mengingat sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

perekonomian Indonesia, maka salah satu strategi pembangunan yang harus dimiliki Indonesia melalui kebijaksanaan pembangunan yang menjaga keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri yaitu dalam bentuk agroindustri (Soekartawi, 1999).

Agroindustri adalah kegiatan agribisnis yang membutuhkan bahan baku dalam proses kegiatannya dan merupakan penggerak utama (leading sector) dalam memodernisasi sistem agribisnis. Dikatakan demikian, sebab agroindustri memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang relatif tinggi dan angka pengganda tenaga kerja dan nilai tambah yang relatif tinggi pula sehingga dapat menjadi lokomotif yang menggerakkan sistem dan perekonomian secara


(51)

keseluruhan (Saragih, 2007). Perkembangan agroindustri ini erat hubungannya dengan keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja, memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, berperan dalam proses

pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, UMKM adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara. UMKM sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang

semakin seimbang, berkembang, dan berkeadilan sudah seharusnya diberdayakan (Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2008).

Kontribusi UMKM terhadap perekonomian menunjukkan bahwa jumlah pelaku UKM sebanyak 51,3 juta unit usaha atau 99,91 persen dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia. Jumlah tenaga kerjanya mencapai 90,9 juta pekerja atau sebanding dengan 97,1 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Nilai investasi UKM mencapai Rp 640,4 triliun atau 52,9 persen dari total investasi.

Menghasilkan devisa sebesar Rp 183,8 triliun atau 20,2% dari jumlah devisa Indonesia. Pertumbuhan kredit yang disalurkan kepada UMKM sering lebih tinggi dari yang disalurkan ke non-UMKM, sampai dengan November 2010 pertumbuhan kredit UMKM mencapai 25,1%, lebih tinggi dari non-UMKM yang


(52)

hanya 18,9%. Artinya, kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi 2010 tidak dapat diabaikan (Hatta Rajasa, 2011).

Saat ini berbagai jenis UMKM telah bermunculan dan bahkan banyak yang telah berkembang. Agroindustri skala UMKM sebagai penarik pembangunan sektor pertanian diharapkan mampu berperan dalam menciptakan pasar hasil-hasil pertanian melalui berbagai produk olahannya. Salah satu komoditas pertanian yang berpotensi besar untuk dikembangkan adalah melinjo. Berbagai bagian tanaman melinjo seperti daun muda, bunga, kulit biji yang sudah tua dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan sayuran yang cukup populer di

kalangan masyarakat. Selain itu, biji melinjo yang sudah tua dapat diolah menjadi emping melinjo. Emping melinjo merupakan sejenis makanan ringan yang

banyak digemari masyarakat karena harganya yang terjangkau serta merupakan jenis makanan ringan yang mempunyai nilai ekonomi dan kandungan gizi yang cukup tinggi.

Tabel 1. Kandungan gizi biji melinjo dan emping melinjo (100 gr)

No. Kandungan Biji Melinjo (100 gr) Emping Melinjo ( 100 gr)

1. Kalori 66,00 Kalori 345,00 Kalori

2. Protein 5,00 gr 12,00 gr

3. Lemak 0,70 gr 1,50 gr

4. Karbohidrat 13,30 gr 71,50 gr

5. Kalsium 163,00 mg 100,00 mg

6. Fosfor 75,00 mg 400,00 mg

7. Besi 2,80 mg 5,00 mg

8. Vitamin A 1000,00 SI -

9. Vitamin B1 0,10 mg 0,20 mg

10. Vitamin C 100,00 mg -

11. Air 80,00 gr 13,00 gr


(53)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa di dalam biji melinjo maupun yang sudah diolah dalam bentuk emping terdapat kandungan karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral yang cukup tinggi. Zat-zat gizi tersebut sangat diperlukan oleh tubuh. Kandungan zat gizi tertinggi tiap 100 gr emping melinjo adalah karbohidrat sebesar 71,50 gr dan kalori sebesar 345 kalori. Emping melinjo merupakan komoditas agroindustri yang potensial dan berprospek cukup cerah dalam pengembangan ekspor non migas. Negara tujuan ekspor emping melinjo Indonesia saat ini adalah Singapura, Malaysia, Jepang, Amerika, Timur Tengah dan beberapa Negara di Eropa (Bank Indonesia, 2008).

Sentra agroindustri emping melinjo di Indonesia adalah Kecamatan Limpung Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah dan Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Namun salah satu populasi tanaman melinjo terbanyak berada di pulau Sumatera. Melinjo Sumatera ini lebih dikenal dengan melinjo Lampung karena pintu keluar melinjo Sumatera berada di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung merupakan daerah yang strategis karena pusat transit kegiatan perekonomian antara Pulau Sumatera dan Jawa. Perkembangan produksi melinjo per kabupaten/ kota di Provinsi Lampung tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa Provinsi Lampung mempunyai produksi melinjo yang cukup baik. Total produksi melinjo Provinsi Lampung pada tahun 2010 sebesar 104.398 kuintal. Produksi melinjo tiap triwulannya per kabupaten/kota di Provinsi Lampung pada tahun 2010 berfluktuatif. Tiga kabupaten penghasil melinjo terbanyak pada tahun 2010 adalah Lampung Selatan sebanyak 21.368


(54)

kuintal, diikuti Kabupaten Pesawaran sebanyak 17.192 kuintal dan terakhir Kabupaten Lampung Timur sebanyak 11.075 kuintal.

Agroindustri emping melinjo di Lampung mempunyai potensi untuk

dikembangkan mengingat jumlah pasokan bahan baku melinjo yang cukup banyak dan didukung dengan keberadaan agroindustri emping melinjo. Agroindustri emping melinjo skala UMKM di Provinsi Lampung merupakan salah satu strategi untuk menghidupkan perekonomian rakyat karena agroindustri emping melinjo tersebut sangat padat karya. Pesawaran merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang memiliki cukup banyak UMKM. Hal ini terlihat dari banyaknya perusahaan, tenaga kerja, investasi dan nilai produksi menurut kelompok industri di Pesawaran tahun 2011 yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah perusahaan, tenaga kerja, investasi dan nilai produksi menurut kelompok industri di Kabupaten Pesawaran tahun 2011

Kelompok industri Jumlah perusahaan Tenaga kerja ( orang) Investasi (milyar rupiah) Nilai produksi (milyar rupiah) Industri kecil formal

46 230 0,230 0,023

Industri kecil informal

115 210 0,210 0,012

Industri

menengah/sedang

25 150 3,100 1,700

Industri besar - - - -

Jumlah 186 590 3,540 1,735

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Pesawaran, 2011

Industri kecil informal di Kabupaten Pesawaran secara keseluruhan telah diusahakan sebanyak 115 unit usaha industri dari jumlah total industri di Kabupaten Pesawaran sebesar 186. Hal ini menunjukkan bahwa industri kecil


(55)

informal di kabupaten tersebut telah menjadi jenis industri yang banyak

diusahakan. Industri kecil tersebut hanya memerlukan investasi yang relatif lebih rendah dari investasi yang digunakan pada kelompok industri menengah dan besar. Skala usaha yang lebih rendah dari industri kecil adalah kelompok agroindustri skala mikro. Pengrajin emping melinjo yang berada pada Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran merupakan salah satu agroindustri emping melinjo yang sudah pernah terpilih untuk mewakili Provinsi Lampung dalam rangka lomba HARGANAS (Hari Keluarga Nasional) ke 15 dan BBGRM (Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat) ke 5 pada tanggal 18 Juni 2008. Dalam perlombaan tingkat Nasional tersebut pengrajin emping melinjo di Desa Bernung memperoleh peringkat ke 4.

Selain Pesawaran, dilihat dari ketersediaan bahan baku melinjo dan keberadaan agroindustri emping melinjo maka agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung berpotensi untuk dikembangkan. Persebaran agroindustri emping melinjo pada Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persebaran agroindustri emping melinjo di Kota Bandar Lampung

No. Kelurahan Jumlah usaha

1 Rajabasa 17 2 Sukamaju 24

3 Negeri Olok Gading 4 4 Bakung 8

5 Keteguhan 5 Sumber: Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar

Lampung, 2011

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa persebaran agroindustri emping melinjo terbanyak berada pada Kelurahan Sukamaju dan di urutan kedua berada pada Kelurahan Rajabasa yang kemudian diikuti dengan Kelurahan Bakung,


(56)

Keteguhan, dan Negeri Olok Gading. Kelurahan Sukamaju, Negeri Olok Gading, Bakung, dan Keteguhan merupakan bagian dari Kecamatan Teluk Betung Barat. Pengrajin emping melinjo yang berada di Kecamatan Teluk Betung Barat

tergolong lebih maju dibandingkan dengan pengrajin emping melinjo yang berada di Kelurahan Rajabasa. Hal ini disebabkan pengrajin emping melinjo di

Kecamatan Teluk Betung Barat sering mendapatkan bantuan dana dan penyuluhan mengenai peningkatan keterampilan dan pengembangan agroindustri emping melinjo. Oleh karena itu dipilihlah Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung sebagai agroindustri emping melinjo yang akan

dibandingkan dengan agroindustri emping melinjo di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

B. Perumusan Masalah

Pengrajin emping melinjo yang berada pada Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan pengrajin emping melinjo skala mikro yang berada di Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung dalam menjalankan usahanya menghadapi beberapa masalah, antara lain masalah

pertama mengenai harga biji melinjo yang berfluktuatif serta teknologi yang digunakan masih sederhana, sehingga akan memberikan kontribusi yang sedikit terhadap peningkatan nilai tambah. Dengan adanya masalah tersebut akan mempengaruhi kelangsungan usaha emping melinjo. Untuk itu, perlu diketahui apakah nilai tambah yang dihasilkan sudah cukup memadai untuk memberikan keuntungan yang layak bagi masyarakat setempat.


(57)

Masalah kedua yakni bahwa skala usaha agroindustri emping melinjo yang diusahakan di masing- masing daerah tersebut adalah skala mikro. Skala mikro umumnya memiliki pangsa pasar yang jauh lebih sedikit daripada skala industri menengah dan besar, sebab daya produksi dan daya jangkau pemasaran yang jauh lebih terbatas. Tingkat kelayakan dan seberapa besar kepekaan usaha terhadap perubahan harga jual, biaya produksi, dan produksi yang terjadi pada agroindustri emping melinjo di masing- masing daerah tersebut sangat penting untuk

diketahui. Tingkat kelayakan juga digunakan untuk mengetahui apakah agroindustri emping melinjo yang dilakukan memiliki prospek pengembangan yang baik atau tidak.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diidentifikasikan masalah penelitian, yaitu (1) Bagaimana kelayakan usaha agroindustri emping melinjo skala UMKM di

Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?

(2) Berapa nilai tambah usaha agroindustri emping melinjo skala UMKM di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?

(3) Bagaimana prospek pengembangan agroindustri emping melinjo skala UMKM di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung?


(58)

C. Tujuan Penelitian

(1) Menganalisis kelayakan usaha agroindustri emping melinjo skala UMKM di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. (2) Menganalisis nilai tambah dari usaha agroindustri emping melinjo skala

UMKM di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung. (3) Menganalisis prospek pengembangan agroindustri emping melinjo skala

UMKM di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai :

(1) Pertimbangan bagi pelaku agroindustri emping melinjo dalam menjalankan kegiatan usahanya.

(2) Pertimbangan bagi instansi terkait dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan.


(59)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional

Konsep dasar dan batasan operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, dan atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.

Emping melinjo adalah salah satu hasil olahan berbahan baku biji melinjo sudah tua yang diolah dengan cara disangrai terlebih dahulu kemudian diproses lebih lanjut sampai dilakukan penjemuran sebagai tahap akhir

Aspek-aspek kelayakan pengembangan usaha yakni aspek pasar, aspek teknis, aspek produksi, aspek finansial (keuangan), serta aspek manajemen dan organisasi.

Agroindustri mikro adalah industri pengolahan hasil pertanian yang termasuk ke dalam usaha mikro sebab memiliki tenaga kerja < 5 orang.

Analisis finansial adalah analisis yang digunakan untuk melihat aspek keuangan dalam studi kelayakan suatu usaha. Pada penelitian ini, analisis tersebut terdiri dari analisis investasi, analisis titik impas dan analisis kepekaan.


(60)

Analisis Investasi adalah metode untuk mengambil keputusan investasi barang modal. Pada penelitian ini analisis tersebut terdiri dari Payback Period, NPV, IRR dan B/C Ratio.

Tingkat Bunga (i) adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh para pemilik modal dengan memperhatikan resiko usaha.

Discount factor (df) adalah suatu bilangan yang lebih kecil dari satu yang dapat digunakan mengalikan dan mengurangi suatu jumlah di waktu yang lalu sehingga diketahui berapa nilai saat ini.

Present values (nilai sekarang) adalah nilai yang menunjukkan berapa nilai uang pada saat ini untuk nilai tertentu pada masa yang akan datang atau merupakan perkalian antara jumlah uang yang diinginkan pada waktu tahun tertentu dengan

discount factor pada waktu tahun tertentu.

Benefit cost ratio adalah perbandingan present value benefit kotor dan present value biaya kotor (gross B/C) serta perbandingan jumlah present value yang positif dengan jumlah present value yang negatif (Net B/C).

Payback period adalah metode untuk mengukur seberapa cepat suatu investasi

dapat kembali yang didasarkan pada pelunasan biaya investasi oleh manfaat bersih satu proyek.

Net present value adalah alat analisis yang menghitung setiap pengeluaran dan penerimaan pada tahun-tahun bersangkutan yang semuanya dinilai sekarang, atau di-present value-kan/ nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh


(1)

sebagai pupuk untuk tanaman (dengan cara dibakar). Limbah cangkang biji melinjo yang tidak dipergunakan dapat dijadikan pupuk kompos. Pupuk kompos tersebut salah satunya dapat berguna untuk budidaya tanaman melinjo. Tanaman melinjo yang diberi pupuk kompos tersebut akan menghasilkan biji melinjo yang lebih berlimpah. Biji melinjo yang berlimpah mempermudah agroindustri emping melinjo dalam segi pengadaan bahan baku.

Dilihat dari aspek sosial keberadaan agroindustri emping melinjo memberikan dampak sosial yang positif terhadap masyarakat sekitar. Salah satu dampak positif yang ditimbulkan adalah menyediakan lapangan tenaga kerja bagi masyarakat sekitar karena proses pembuatan emping melinjo yang masih

tradisional dan padat karya mampu menyerap banyak tenaga kerja. Agroindustri tersebut terbukti mampu mengurangi jumlah pengangguran di daerah tersebut. Jumlah pengangguran yang semakin berkurang tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar.


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Agroindustri emping melinjo di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan di Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung secara finansial layak dijalankan dengan tingkat suku bunga pinjaman sebesar 12% serta dapat tetap layak pada saat kenaikan biaya

produksi sebesar 5,38 %, dan kenaikan harga bahan baku sebesar 4,3 dan 5,1. 2. Agroindustri emping melinjo di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan

Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung memberikan rasio nilai tambah masing- masing sebesar 53,3 % dan 45 %.

3. Agroindustri emping melinjo di Desa Bernung Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Kelurahan Rajabasa Kecamatan Rajabasa Kota Bandar Lampung memiliki prospek pengembangan karena dari aspek pasar dan pemasaran emping melinjo banyak diminati di berbagai daerah di dalam maupun di luar provinsi.


(3)

adalah sebagai berikut:

1. Pengrajin emping melinjo agar terus meningkatkan keterampilannya dalam mengolah emping melinjo sehingga produk emping melinjo yang dihasilkan lebih berinovasi dari segi pengolahan emping dan pengemasan yang nantinya berpengaruh terhadap kualitas dan nilai tambah yang akan diperoleh.

2. Bagi instansi terkait sebaiknya dapat memberian bantuan modal dan pelatihan mengenai kegiatan produksi yang efektif dan efisien, sehingga agroindustri emping melinjo yang rendah penggunaan teknologi ini dapat lebih

berkembang.

3. Bagi peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian lanjutan mengenai pengadaan bahan baku pada agroindustri emping melinjo di Kelurahan Rajabasa dan Desa Bernung untuk mengetahui sistem pengadaan bahan baku, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun kontinuitasnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alex S, Nitisemito. 2004 . Ekonomi Perusahaan. Ghalia Indonesia. Jakarta. Alqadrie, S. F dan B. Perkasa. 2009. Penanaman Melinjo Sebagai Alternatif

Penghijauan Perekonomian. http://rhythmnationindonesia.org. Diakses pada

tanggal 15 Februari 2012.

Austin, JE. 1981. Agroindustrial Project Analysis Critical Design factor. EDI Series in Economic Development. The John University Press. Baltimore and London.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2011. Lampung Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Bank Indonesia. 2008 . Pola Pembiayaan Usaha Kecil ( PPUK ). Bank Indonesia. Jakarta

Disperindag. 2011. Monitoring UMKM di Kota Bandar Lampung. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung. Lampung. Downey, W.D dan Erickson, S.P. 1989. Manajemen Agribisnis . Erlangga.

Jakarta.

Gittiinger, J. Price. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Universitas Indonesia. Jakarta.

Gittinger, J.P. 1993. Analisa Proyek-proyek Pertanian. UI Press. Jakarta. Hardjanto, W. 1991. Sistem Komoditi Dalam Agribisnis. LP3UK IPB. Bogor. Hayami, Y. 1987. Agricultural Marketing and Processing In Upland Java. The

CGPRT Center. Bogor.

Haryoto. 1998. Membuat Emping Melinjo. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Husnan dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN.


(5)

Kasmir. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Prenada Media. Jakarta. Mantra, I. B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Maria Sari.2005. Analisis Finansial dan Prospek Pengembangan Industri Rumah Tangga Emping Melinjo di Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar

Lampung. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Masyhuri. 2000. Pengembangan Agroindustri Melalui Penelitian dan

Pengembangan Produk Yang Intensif dan Berkesinambungan. Jurnal

AgroEkonomi, Vol VII no. 1 Juni 2000. Yogyakarta.

Mulia Sari, Dewi.2011.Analisis Nilai Tambah, Kelayakan Finansial, Prospek

Pengembangan Agroindustri Marning Skala Rumah Tangga. Skripsi.

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Mulyadi. 1990. SistemPerencanaan dan Pengendalian Manajemen Edisi 3. Salemba Empat. Yogyakarta.

Rahayu, Ira. 2012 . Analisis Keragaan Agroindustri Emping Melinjo di

Kecamatan Cikedal Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Skripsi.

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rajasa, Hatta. 2011 . Peran Tantangan Microfinance Dalam Membangun Bangsa

Indonesia Melalui Kebangkitan UMKM.http://www.ekon.go.id. Diakses

pada tanggal 29 Juni 2012

Saragih, B. 2007. Membangun Pertanian dalam Perspektif Agrobisnis dalam

Ruang. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Saragih, B. 2001. Membangun Sistem Agribisnis. Sucofindo. Jakarta. Sembiring, F. 2006. Analisis Finansial Agroindustri Tapioka di Kecamatan

Negeri Katon Lampung Selatan. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian


(6)

Soekartawi. 1999. Agribisnis Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suprapto. 2006. Karakteristik, Penerapan, Dan Pengembangan Agroindustri

Hasil Pertanian Di Indonesia.

http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/PENERAPAN_DAN_PENGEM BANGAN_AGROINDUSTRIAL.pdf. Diakses pada tanggal 16 Februari 2012.

Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2005-2009. Departemen Pertanian. Jakarta.

Tunggadewi, A.T. 2009. Analisis Profitabilitas Serta Nilai Tambah Usaha Tahu Dan Tempe Studi Kasus di Kecamatan Tegal Gundil dan Cilendek Timur Kota

Bogor (Skripsi).

http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11579/2/H09att.pdf. Diakses pada tanggal 16 Februari 2012.

Wahyuni, S dan E. M Nurcahyo. 1993. Budidaya dan Pengolahan Melinjo. Penebar Swadaya. Jakarta.

Zakaria, W.A. 2007. Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Financial

Agroindustri Tahu dan tempe di Kota Metro. Jurnal Sosio Ekonomika, Vol.