PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PENGELOLAAN GULMA TERHADAP KELIMPAHAN DAN KERAGAMAN NEMATODA TANAH PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI LABORATORIUM LAPANGAN TERPADU FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(1)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PENGELOLAAN GULMA TERHADAP KELIMPAHAN DAN KERAGAMAN NEMATODA TANAH

PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea maysL.) DI LABORATORIUM LAPANGAN TERPADU FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

WIKAMA’RIFATUL FITRIYAH

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(2)

ii

ABSTRAK

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PENGELOLAAN GULMA TERHADAP KELIMPAHAN DAN KERAGAMAN NEMATODA TANAH

PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea maysL.) DI LABORATORIUM LAPANGAN TERPADU FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG Oleh

Wika Ma’rifatul Fitriyah

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah dan pengelolaan gulma serta interaksinya terhadap kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Lapangan Terpadu Universitas Lampung dari bulan Januari sampai dengan Juli 2014. Satuan Percobaan berupa petak 4 m x 4 m disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) faktorial (2x2) dengan faktor pertama sistem olah tanah dan faktor kedua pengelolaan gulma dengan empat ulangan

(kelompok). Sistem olah tanah terdiri dari dua taraf yaitu Olah Tanah Intensif dan Olah Tanah Minimum. Pengelolaan gulma terdiri dari dua taraf yaitu pengelolaan gulma dengan aplikasi herbisida yang berbahan aktif glifosat dan 2,4-D dan gulma dibabat (tanpa herbisida). Sampel tanah diambil ketika tanaman jagung berumur 10 hst dan 98 hst dengan menggunakan metode sampling acak sistematik menurut arah diagonal. Ekstraksi nematoda tanah menggunakan metode penyaringan bertingkat, sentrifugasi dengan larutan gula dan fiksasi nematoda tanah


(3)

iii

menggunakan larutan Golden X dengan komposisi 90:8:2 bagian. Nematoda tanah diidentifikasi sampai dengan tingkat genus berdasarkan ciri morfologinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 52 genus nematoda tanah yang berasosiasi dengan pertanaman jagung yang terbagi dalam lima kelompok makan yaitu nematoda parasit tumbuhan, nematoda pemakan bakteri, nematoda

omnivora, nematoda pemakan jamur dan nematoda predator. Berdasarkan proporsinya genusHelicotylenchusdanRhabditisselalu tinggi sedangkan genus Aphelenchustinggi ketika tanaman jagung berumur 10 hst dan genusMeloidogyne tinggi ketika tanaman jagung berumur 98 hst. Sistem olah tanah tidak nyata mempengaruhi keragaman nematoda tanah, namun nyata berpengaruh terhadap kelimpahan nematoda pemakan bakteri ketika tanaman jagung berumur 10 hst dan 98 hst. Sistem olah tanah nyata berpengaruh terhadap kelimpahan seluruh

nematoda, nematoda parasit tumbuhan, dan nematoda omnivora ketika tanaman jagung berumur 98 hst. Pengelolaan gulma dan interaksinya dengan sistem olah tanah tidak nyata mempengaruhi keragaman dan kelimpahan kelompok makan komunitas nematoda tanah ketika tanaman jagung berumur 10 hst maupun 98 hst.

Kata kunci: Sistem olah tanah, pengelolaan gulma, keragaman dan kelimpahan nematoda.


(4)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PENGELOLAAN GULMA TERHADAP KELIMPAHAN DAN KERAGAMAN NEMATODA TANAH

PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI LABORATORIUM LAPANGAN TERPADU FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

WIKA MA’RIFATUL FITRIYAH Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur pikir pengaruh sistem olah tanah dan pengelolaan gulma terhadap kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada

pertanaman jagung. ... 8 2. Tata letak petak percobaan. ... 20 3. Tata letak pengambilan sampel tanah pengambilan pertama (A),

tata letak pengambilan sampel tanah pengambilan kedua (B). ... 23 4. Komposisi kelompok makan komunitas nematoda tanah pada

pertanaman jagung berumur 10 hst dan 98 hst. ... 33 5. Beberapa nematoda yang ditemukan pada lahan pertanaman jagung

Rhabditis(A),Mononchus(B),Criconemoides(C),Helicotylenchus

(D),Hoplolaimus(E), danTylenchus(F). ... 51 6. Beberapa nematoda yang ditemukan pada lahan pertanaman jagung

Xhipinemabagian anterior (A),Xhipinemabagian posterior (B), Longidorusbagian anterior (C), danLongidorusbagian posterior


(6)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL. ... xv

DAFTAR GAMBAR. ... xviii

I. PENDAHULUAN. ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah. ... 1

1.2. Tujuan Penelitian. ... 4

1.3. Kerangka Pemikiran. ... 5

1.4. Hipotesis. ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 10

2.1. Tanaman Jagung. ... 10

2.1.1 Sejarah Singkat Tanaman Jagung. ... 10

2.1.2 Morfologi Tanaman Jagung. ... 11

2.1.3 Syarat Tumbuh. ... 12

2.2. Sistem Olah Tanah. ... 12

2.3. Nematoda. ... 13

2.3.1 Morfologi. ... 14

2.3.2 Habitat. ... 14

2.3.3 Sistem Reproduksi. ... 15

2.4. Herbisida. ... 16

III. BAHAN DAN METODE. ... 18

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 18


(7)

xiv

3.3. Metode Penelitian ... 19

3.4. Pelaksanaan Penelitian... 21

3.4.1 Persiapan Lahan ... 21

3.4.2 Penanaman Jagung ... 21

3.4.3 Pemupukan, Pemeliharaan Tanaman dan Panen ... 22

3.4.4 Pengambilan Sampel Tanah ... 23

3.4.5 Metode Ekstraksi dan Fiksasi Nematoda Tanah. ... 24

3.4.6 Perhitungan Populasi dan Identifikasi Nematoda Tanah. .. 25

3.5. Analisis Data. ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 28

4.1. Keragaman Nematoda. ... 28

4.2. Kelimpahan Nematoda. ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN. ... 44

5.1. Kesimpulan. ... .. 44

5.2. Saran. ... 45

DAFTAR PUSTAKA. ... . 46


(8)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kombinasi perlakuan penelitian dan keterangannya. ... 19 2. Genus nematoda, kelompok makan, dan proporsi (%) nematoda

tanah yang ditemukan pada lahan tanaman jagung. ... 29 3. Nilai F Hitung analisis ragam kelimpahan nematoda tanah pada

sistem olah tanah dan pengelolaan gulma pada pertanaman jagung.

... 38 4. Pengaruh olah tanah terhadap kelimpahan kelompok makan

Nematoda tanah pada pertanaman jagung berumur 98 hst dengan

perlakuan pengolahan tanah yang bebeda. ... 40 5. Genus nematoda yang ditemukan pada pertanaman jagung ketika

berumur 10 hst. ... 53 6. Genus nematoda yang ditemukan pada pertanaman jagung ketika

berumur 98 hst. ... 56 7. Komposisi komunitas nematoda pada pertanaman jagung berumur

10 hst dan 98 hst. ... 58 8. Sidik ragam jumlah genus nematoda pada pertanaman jagung

ketika berumur 10 hst. ... 58 9. Sidik ragam Indeks Keragaman Shannon pada nematoda ketika

jagung berumur 10 hst. ... 58 10. Sidik ragam Indeks Keragaman Simpson’s pada nematoda ketika

jagung berumur 10 hst. ... 59 11. Sidik ragam jumlah genus nematoda pada pertanaman jagung

ketika berumur 98 hst. ... 59 12. Sidik ragam Indeks Keragaman Shannon pada nematoda ketika


(9)

xvi

13. Sidik ragam Indeks Keragaman Simpson’s pada nematoda ketika

jagung berumur 98 hst. ... 60 14. Sidik ragam populasi seluruh nematoda pada pertanaman jagung

ketika berumur 10 hst. ... 60 15. Sidik ragam populasi seluruh nematoda pada pertanaman jagung

ketika berumur 98 hst. ... 61 16. Sidik ragam populasi seluruh nematoda yang ditransformasi

dengan (√x+1) pada pertanamanjagung ketika berumur 98 hst. ... 61 17. Sidik ragam populasi nematoda parasit tumbuhan pada pertanaman

jagung ketika berumur 10 hst. ... 62 18. Sidik ragam populasi nematoda parasit tumbuhan yang

ditransformasi dengan (√x+1) pada pertanaman jagung ketika

berumur 10 hst. ... 62 19. Sidik ragam populasi nematoda parasit tumbuhan pada pertanaman

jagung ketika berumur 98 hst. ... 62 20. Sidik ragam populasi nematoda parasit tumbuhan yang

ditransformasi dengan (√x+1) pada pertanaman jagung ketika

berumur 98 hst. ... 63 21. Sidik ragam populasi nematoda pemakan bakteri pada pertanaman

jagung ketika berumur 10 hst. ... 63 22. Sidik ragam populasi nematoda pemakan bakteri yang

ditransformasi dengan (√x+1) pada pertanaman jagung ketika

berumur 10 hst. ... 64 23. Sidik ragam populasi nematoda pemakan bakteri pada pertanaman

jagung ketika berumur 98 hst. ... 64 24. Sidik ragam populasi nematoda omnivora pada pertanaman jagung

ketika berumur 10 hst. ... 65 25. Sidik ragam populasi nematoda omnivora yang ditransformasi

dengan (√x+1) pada pertanaman jagung ketika berumur 10 hst. ... 65 26. Sidik ragam populasi nematoda omnivora pada pertanaman jagung

ketika berumur 98 hst. ... 66 27. Sidik ragam populasi nematoda omnivora yang ditransformasi


(10)

xvii

28. Sidik ragam populasi nematoda pemakan jamur pada pertanaman

jagung ketika berumur 10 hst. ... 67 29. Sidik ragam populasi nematoda pemakan jamur pada pertanaman

jagung ketika berumur 98 hst. ... 67 30. Sidik ragam populasi nematoda predator pada pertanaman

jagung ketika berumur 10 hst. ... 68 31. Sidik ragam populasi nematoda predator pada pertanaman

jagung ketika berumur 98 hst. ... 68 32. Sidik ragam populasi nematoda predator yang ditransformasi

dengan (√x+1) pada pertanaman jagung ketika berumur 98 hst. ... 68 33. Data Berat Sampel Tanah 300 ml dan kadar airnya yang diambil


(11)

(12)

(13)

MOTO

“Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).”

(QS Al-Insyirah: 5-8)

“Allah akan meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah

Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadillah: 11)

“Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah.” (HR.Turmudzi)

“Barang siapa menginginkan kebahagiaan di dunia maka haruslah dengan ilmu, barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di akhirat haruslah dengan ilmu,

dan barang siapa yang menginginkan kebahagiaan pada keduanya maka haruslah dengan ilmu.”


(14)

(15)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillahirobbil’alamin..

Sujud syukurku bersimpuh kepada-Mu Tuhan Yang Maha Kuasa atas takdir-Mu telah kau jadikan aku manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.

Sebagai tanda bakti, hormat, dan terima kasih yang tiada terhingga

kupersembahkan karya kecil ini untuk keluargaku tercinta terutama untuk ayahku (Junaidi) dan ibundaku tersayang (Siti Aminah) yang selalu melimpahkan kasih sayang yang tak terhingga, doa, dukungan dan selalu memberikan yang terbaik untukku, namun tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan, serta adikku tercinta (Elis Syahidah) yang selalu mewarnai hariku dan mengajariku indahnya persaudaraan.

Terima kasih kepada para sahabat setia dan seperjuanganku (Tika Mutiasari, Susi Susanti, Dwi Risca Septiani, Widiana Ekawati, Senja Akhlirinhua, Tiya Oviana, Tri Purnamasari, Sri Mulyani, Nurrul Aslichah), dan semua sahabat-sahabatku yang melukis hariku dengan warna crayonnya yang indah selama penulis masih kuliah. Serta untuk seseorang yang masih dalam misteri yang dijanjikan Ilahi yang siapapun itu, terimakasih telah menjadi baik dan bertahan di sana.

Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk sebuah harapan, agar hidup jauh lebih bermakna. Aku akan terus belajar, berusaha, dan berdoa untuk menggapainya.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi orang banyak. Amin.


(16)

(17)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulisbernama lengkap Wika Ma’rifatul Fitriyah, lahir di Desa Uman Agung, Kecamatan Bandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah pada tanggal 02 April 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putri dari pasangan Bapak Junaidi dan Ibu Siti Aminah.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Al-Mubarok Seputih Mataram pada tahun 1998. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Sendang Agung Seputih Mataram selesai pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Bandar Mataram selesai pada tahun 2007, dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Metro selesai pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Pada tahun 2013, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT Great Giant Pineapple (PT GPP) Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah dan pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Gunung Sugih, Kecamatan Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis bergabung dalam UKM Organisasi Pecinta Alam GUMPALAN FP Unila dan menjabat sebagai Kepala Divisi Pengkaderan periode


(18)

viii

2012-2014. Penulis pernah bergabung dalam program Upaya Khusus

Peningkatan Padi, Jagung dan Kedelai (UPSUS PAJALE) di Kecamatan Seputih Mataram periode April-Juli 2015.


(19)

xi

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat, Karunia dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh proses penelitian

yang dituangkan dalam karya ilmiah (Skripsi) dengan judul “Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pengelolaan Gulma Terhadap Kelimpahan dan Keragaman Nematoda Tanah Pada Pertanaman Jagung (Zea maysL.) di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung”.

Melalui tulisan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam melakukan penulisan skripsi maupun dalam melaksanakan penelitian, yaitu kepada :

1. Tim peneliti kerjasama FP Unila-Yokohama National University Jepang yang telah memfasilitasi penelitian ini.

2. Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S., selaku Pembimbing I, yang selalu sabar membimbing, dan telah banyak memberikan motivasi, masukan serta petunjuk dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Ir. Solikhin, M.P., selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan saran, masukan dan nasehat kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 4. Prof. Dr. Ir. F.X. Susilo, M.Sc., selaku penguji atas kritik, saran, dan nasehat


(20)

xii

5. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku dosen pembimbing akademik dan Ketua Bidang Proteksi Tanaman atas bimbingan, dukungan, saran, nasihat, dan motivasinya kepada penulis.

8. Seluruh Dosen Program Studi Agroteknologi atas bantuan, bimbingan dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa. 9. Keluargaku (bapak, ibu, dan adik tercinta) atas doa, kasih sayang, kesabaran

dan dukungan kepada penulis untuk menggapai cita-cita.

10. Keluarga besar GUMPALAN FP Unila dan teman-teman Agroteknologi yang telah mendukung dan membantu penulis.

Semoga Allah SWT dapat membalas semua bantuan, bimbingan, do’a dan nasihat yang telah diberikan kepada penulis, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Januari 2016


(21)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu sumber bahan pangan, jagung menjadi komoditas utama setelah beras. Bahkan, di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain sebagai bahan pangan jagung juga ditanam sebagai pakan ternak, diambil minyaknya, dibuat tepung dan digunakan sebagai bahan baku industri lainnya. Dalam bidang kesehatan jagung yang telah direkayasa genetiknya digunakan sebagai penghasil bahan farmasi (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Produksi jagung di Indonesia masih rendah dan mengalami fase fluktuatif. Data Badan Pusat Statistik (2014), menunjukkan bahwa produksi jagung di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 18,3 juta ton. Pada tahun 2011 produksi komoditi ini mengalami penurunan menjadi 17,6 juta ton, tetapi mengalami peningkatan kembali pada tahun 2012 yaitu menjadi 19,3 juta ton, dan pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 18,5 juta ton. Dilihat dari data tersebut produksi jagung di Indonesia tidak sebanding dengan kebutuhan jagung dalam negeri. Menurut Anonim (2012) kebutuhan jagung di dalam negeri pada tahun 2012 mencapai 22 juta ton dan terus mengalami kenaikan setiap tahunnya karena


(22)

2

permintaan pasar yang tinggi. Akibatnya, pemerintah melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional.

Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi jagung adalah penerapan sistem olah tanah. Sistem olah tanah yang masih banyak diterapkan dalam budidaya jagung di Indonesia adalah olah tanah intensif (OTI). OTImerupakan sistem pengolahan tanah dengan cara membolak balikkan tanah dengan alat-alat

pertanian. OTIdimaksudkan untuk menciptakan media tanam yang gembur agar baik untuk pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, ditinjau dari segi konservasi tanah dan air tindakan ini perlu dikaji lebih mendalam.

Pengolahan tanah harus diupayakan tanpa menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan maupun menurunkan kualitas sumber daya lahan, dan diarahkan pada perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Salah satu upaya tersebut yaitu penerapan olah tanah konservasi (OTK). OTK merupakan teknologi pengelolaan lahan yang memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air dengan cara

memanipulasi gulma dan residu tanaman sedemikian rupa sebagai mulsa untuk menjamin pertumbuhan tanaman budidaya dan produktivitas optimal (Utomo, 2012). Menurut Rachman dkk. (2004), beberapa kelebihan penerapan OTK yaitu dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, diantaranya

meningkatkan kandungan bahan organik tanah, meningkatkan ketersediaan air di dalam tanah, meningkatkan porositas tanah, mengurangi erosi tanah dan


(23)

3

Di dalam tanah, biota tanah memainkan peran penting dalam ekosistem, terutama terkait dengan aliran energi dan siklus unsur hara (Handayanto dan Hairiah, 2007). Salah satu biota tanah ini adalah nematoda tanah. Peran nematoda tanah sangat penting terutama dalam jaring-jaring makanan mikro di dalam tanah. Menurut Handayanto dan Hairiah (2007), beberapa peran ekologi nematoda tanah di dalam tanah yaitu membantu proses siklus hara, penyebaran mikroba, sumber makanan bagi predator dan penekanan penyakit tanaman. Berdasarkan peran tersebut, nematoda tanah dapat dijadikan sebagai indikator kualitas tanah karena diversitasnya tinggi dan partisipasinya dalam berbagai fungsi dalam rantai makanan tanah (soil food web). Nematoda tanah merupakan indikator yang bermanfaat, biota ini dapat dijadikan sebagai gambaran perubahan dalam

lingkungan tanah karena populasi nematoda yang relatif stabil dalam menghadapi perubahan temperatur dan kelembaban di dalam tanah.

Selain sistem olah tanah, penggunaan herbisida juga perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman jagung. Herbisida yang digunakan sebagai pengendali populasi gulma menjadi salah satu faktor dalam peningkatan hasil pertanian. Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma dinilai lebih praktis dan ekonomis.

Beberapa herbisida mampu mengendalikan gulma sejak pertumbuhan awal sehingga populasi gulma dapat ditekan. Namun dalam jangka panjang, pengelolaan gulma menggunakan herbisida juga diketahui membawa dampak negatif bagi tanaman dan lingkungan. Menurut Metusala (2006dalam Listyobudi, 2011) penggunaan herbisida sejenis secara terus-menerus dalam waktu yang lama dapat menyebabkan resistensi gulma, kerusakan struktur tanah, pencemaran lingkungan dan menimbulkan keracunan pada tanaman pokok.


(24)

4

Penggunaan herbisida yang mematikan seluruh tubuh gulma perlu mendapat perhatian. Keberadaan gulma dapat berarti penting karena eksudat akar gulma menjadi sumber energi berbagai jenis mikroba tanah yang dimakan nematoda hidup bebas di dalam tanah.

Sampai saat ini informasi mengenai pengaruh penerapan teknologi konservasi (OTK) dan pengelolaan gulma dengan cara pembabatan terhadap komunitas nematoda tanah pada pertanaman jagung belum banyak dipublikasikan sehingga masih sangat relevan untuk diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak dari sistem olah tanah dan pengelolaan gulma terhadap komunitas nematoda tanah pada pertanaman jagung.

1.2 Tujuanpenelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui jenis-jenis nematoda tanah pada pertanaman jagung (Zea mays L.),

2. Mempelajari pengaruh sistem olah tanah terhadap kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung (Zea maysL.),

3. Mempelajari pengaruh pengelolaan gulma terhadap kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung (Zea maysL.), 4. Mempelajari pengaruh interaksi antara sistem olah tanah dan pengelolaan

gulma terhadap kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung (Zea maysL.).


(25)

5

1.3 KerangkaPemikiran

Pengolahan tanah adalah suatu tindakan atau perlakuan terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Teknologi pengolahan tanah yang masih banyak diterapkan dalam penyiapan lahan adalah teknologi olah tanah intensif (OTI). OTI adalah suatu kegiatan pengolahan tanah dengan tujuan menggemburkan tanah, memperbaiki daerah perakaran, aerasi tanah, infiltrasi, dan mengendalikan pertumbuhan gulma. Penerapan sistem OTI mempengaruhi perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Menurut Utomo (2012), penerapan OTI dalam jangka panjang membawa dampak buruk terhadap lingkungan, salah satunya adalah degradasi lahan (kerusakan tanah) yang

mempengaruhi kelimpahan dan keragaman biota tanah seperti komunitas nematoda tanah.

Komunitas nematoda tanah terdiri dari dua kelompok besar yaitu nematoda hidup bebas dan nematoda parasit tumbuhan, yang masing-masing kelompok berperan penting di dalam tanah. Nematoda hidup bebas meliputi nematodapemakan bakteri, pemakan jamur, omnivora dan predator. Nematoda hidup bebas bersifat menguntungkan yaitu salah satunya berperan dalam proses perombakan bahan organik menjadi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Sedangkan nematoda parasit tumbuhan bersifat merugikan. Nematoda parasit tumbuhan menginfeksi langsung akar tanaman. Akar tanaman yang terinfeksi akan rusak sehingga penyaluran unsur hara dan air yang dibutuhkan tanaman dari akar ke tanaman menjadi terhambat. Aktivitas nematoda di dalam tanah dipengaruhi oleh perubahan-perubahan kondisi tanah, yaitu perubahan sifat fisika dan sifat kimia tanah, diantaranya residu pestisida.


(26)

6

Salah satu jenis pestisida adalah herbisida. Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan gulma. Penggunaan herbisida dalam jangka panjang dapat menyebabkan

perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Herbisida bersifat anorganik sehingga tidak mudah terdegradasi. Menurut Arsyad (2010,dalamBanuwa, 2013) herbisida yang diaplikasikan secara kontinyu akan menyebabkan residu Fe, Al, Zn dan lain-lain yang bersifat sangat asam yang dapat membunuh organisme di dalam tanah. Residu logam berat yang ditinggalkan herbisida di dalam tanah mungkin juga mempengaruhi aktivitas nematoda tanah.

Sistem olah tanah minimum (OTM) dan pengelolaan gulma dengan pembabatan diperkirakan dapat meningkatkan aktivitas biota tanah dan keragaman nematoda tanah baik nematoda hidup bebas maupun nematoda parasit tumbuhan. Sistem OTM merupakan sistem pengolahan tanah yang dilakukan seminimal mungkin agar kerusakan terhadap tanah lebih rendah. Menurut Freckman dan Ettema (1993) pada tanah yang diolah minimum atau yang kurang terusik keragaman nematoda lebih tinggi dibandingkan dengan OTI. Tanah yang diolah minimum beserta keberadaan gulma dapat menjaga stabilitas iklim mikro di dalam tanah, stabilitas kadar air tanah dan menjadi sumber nutrisi untuk biota tanah.

Vegetasi gulma pada sistem OTM mempengaruhi nematoda tanah melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama yaitu tutupan gulma mempengaruhi stabilitas iklim mikro di dalam tanah, dan mekanisme kedua yaitu akar gulma berperan dalamsoil food web.


(27)

7

Vegetasi gulma sebagai tutupan tanah yang dapat menjaga stabilitas iklim mikro di dalam tanah dibutuhkan oleh nematoda tanah. Menurut Swibawa dan Oktarino (2010) apabila tingkat kerapatan tutupan tanah rendah atau tidak ada maka

intensitas cahaya yang sampai ke tanah lebih banyak sehingga terjadi peningkatan suhu dan penurunan kadar air tanah. Peningkatan suhu dan penurunan kadar air tanah berpengaruh terhadap kelangsungan hidup nematoda tanah. Menurut Sastrosuwignyo (1990), hilangnya kadar air tanah secara bertahap di dalam tanah yang sedang mengering akan menekan kehidupan nematoda tanah yang harus tetap mempertahankan cairan tubuhnya. Aktivitas nematoda tanah tergantung pada pori-pori tanah dan lapisan tipis air dalam jumlah yang cukup. Menurut Swibawa dan Oktarino (2010) kadar air tanah optimal yang dibutuhkan untuk nematoda tanah di dalam tanah sekitar 70 % dari kapasitas lapang karena nematoda tanah merupakan hewan aerob yang membutuhkan O2dalam aktivitasnya (Lavelle dan Spain, 2001dalamSwibawa dan Oktarino, 2010). Di dalam tanah akar gulma berperan dalamsoil food web. Daerah di sekitar akar (rhizosfer) sangat kaya akan nutrisi bagi mikroba tanah. Nutrisi tersebut

diantaranya berupa asam amino,gula, asam organik, asam lemak, enzimdan lain-lain (Soemarno, 2010). Dengan adanya berbagai senyawa yang menstimulir pertumbuhan mikroba, menyebabkan jumlah mikroba di lingkunganrhizosfer sangat tinggi.

Pada umumnya daerahrhizosferlebih banyak dihuni oleh bakteri daripada jamur atau aktinomisetes dengan rasio bakteri dibandingkan jamur antara 10-20

(Handayanto dan Hairiah, 2007). Keberadaan bakteri sebagai sumber nutrisi bagi nematoda pemakan bakteri. Sedangkan jamur yang berasosiasi dengan akar


(28)

8

gulma menjadi nutrisi bagi nematoda pemakan jamur. Akar gulma dimakan langsung oleh nematoda parasit tumbuhan. Dropkin (1991dalamSitompul 2003) menyatakan bahwa rumput-rumputan dapat berperan sebagai inang alternatif bagi nematoda parasit tumbuhan sepertiHelicotylenchussp.

Dengan demikian komunitas nematoda tanah pada sistem OTM dan pengelolaan gulma dengan pembabatan diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan OTI. Adapun alur pikir pengaruh sistem olah tanah dan pengelolaan gulma terhadap kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.Alur pikir pengaruh sistem olah tanah dan pengelolaan gulma terhadap kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung (Swibawa, 2013; Komunikasi Pribadi).


(29)

9

1.4 Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

1. Sistem OTM dapat meningkatkan kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung (Zea maysL.),

2. Pengelolaan gulma tanpa menggunakan herbisida dapat meningkatkan kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung (Zea maysL.),

3. Interaksi antara sistem OTM dan pengelolaan gulma tanpa menggunakan herbisida dapat meningkatkan kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung (Zea mays L.).


(30)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TanamanJagung

2.1.1 Sejarah Singkat Tanaman Jagung

Tanaman jagung (Zea maysL.) merupakan salah satu tanaman pangan biji-bijian yang berasal dari Amerika. Jagung tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Secara umum tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika (Taksonomi) tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida Subclass : Commelinidae Order : Cyperales Family : Poaceae Genus :ZeaL.


(31)

11

2.1.2 Morfologi Tanaman Jagung

Tanaman jagung terbagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu akar, batang, daun, bunga dan buah (tongkol). Jagung mempunyai tiga macam akar serabut, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Akar adventif adalah akar yang berkembang dari buku di ujung mesokotil. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau lebih buku di atas permukaan tanah (Subekti dkk., 2013). Batang jagung tegak, tidak bercabang, terdiri atas beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi tanaman jagung pada umumnya berkisar antara 60–300 cm, tergantung dari varietas (Purwono dan Hartono, 2011). Daun jagung

memanjang, mempunyai ciri bangun pita (ligulatus), ujung daun runcing (acutus), tepi daun rata (integer). Diantara pelepah dan helai daun terdapat ligula (Subekti dkk., 2013). Menurut Purwono dan Hartono (2011), fungsi ligula adalah

mencegah air masuk ke dalam kelopak daun dan batang. Bunga jantan dan bunga betina pada jagung terpisah dalam satu tanaman (monoecious). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun (Subekti dkk., 2013).


(32)

12

2.1.3 Syarat Tumbuh

Jagung merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropik maupun sub tropik dan tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang intensif. Jagung dapat tumbuh di lahan kering, sawah dan pasang surut. pH tanah yang dibutuhkan antara 5,6–7,5. Suhu yang ideal bagi tanaman jagung antara 27–32˚C dan apabila suhu > 32˚C pertumbuhan jagung terhambat. Pada lahan yang tidak beririgasi, curah hujan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah 85– 200 mm/bulan yang merata selama masa pertumbuhan. Kemiringan tanah untuk tanaman jagung < 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan > 8 % kurang sesuai untuk penanaman jagung (Purwono dan Hartono, 2011).

2.2 SistemOlah Tanah

Dalam budidaya tanaman tindakan pengolahan tanah selalu diperlukan. Pengolahan tanah meliputi berbagai kegiatan fisik dan mekanik tanah yang bertujuan untuk membuat media perakaran tanaman lebih baik. Dalam menghasilkan teknologi pengolahan tanah yang efisien, berbagai macam alat mesin pertanian untuk mengolah tanah terus dikembangkan (Rachman dkk., 2004).

Sistem olah tanah dibagi menjadi dua yaitu sistem olah tanah intensif (OTI) dan sistem olah tanah konservasi (OTK). Sistem olah tanah konservasi (OTK) adalah suatu sistem olah tanah yang bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi optimum, dengan tetap memperhatikan konservasi tanah dan air (Utomo dkk., 2012). Sistem OTK diantaranya 1) olah tanah intensif


(33)

13

bermulsa (OTIB), 2) olah tanah minimum (OTM) dan 3) tanpa olah tanah (TOT) (Utomo, 1990dalamUtomo dkk., 2012).

Pada OTIB pengolahan tanah dilakukan seperti pada OTI yaitu tanah dibajak minimal dua kali lalu permukaan tanah diratakan. Permukaan lahan pada OTIB menggunakan mulsa sisa tanaman bertujuan untuk konservasi tanah dan air (Utomo dkk., 2012). Sistem OTM adalah teknik konservasi tanah yaitu gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit mungkin. Dengan cara ini kerusakan struktur tanah dapat dihindari sehingga aliran permukaan dan erosi berkurang. Pengolahan tanah minimum cukup efektif dalam mengendalikan erosi. OTM dapat dilakukan pada tanah-tanah yang berpasir dan rentan terhadap erosi.

2.3 Nematoda

Nematoda merupakan biota tanah yang mempunyai ciri khas yaitu berbentuk gilik memanjang seperti cacing, tidak bersegmen dan ukuran panjang antara 0,5–4 mm dengan lebar 50 µm–250 µm (Jenkins and Taylor, 1967). Nematoda sangat aktif pada pori-pori tanah yang cukup besar, dan biasanya hampir dijumpai pada tanah bertekstur kasar yang lembab (Handayanto dan Hairiah, 2007). Filum nematoda merupakan kelompok besar kedua setelah serangga apabila didasarkan atas keanekaragaman jenisnya.

Baik ahli zoologi maupun nematologi sepakat bahwa nematoda menempati kingdom hewan. Tidak ada aturan yang menentukan kelompok tertentu

organisme harus diklasifikasikan sebagai filum, kelas, atau ordo. Oleh karena itu, penempatan nematoda dalam klasifikasinya masih subjektif dan tergantung pada pendapat sistematis tersebut. Beberapa ahli menempatkan nematoda dalam filum


(34)

14

terpisah, Nemata atau Nematoda. Namun, beberapa ahli lainnya menempatkan nematoda kedalam kelas Nematoda atau dimasukkan ke dalam filum

Nemathelminthes atau Aschelminthes (Jenkins dan Taylor, 1967).

Nematoda di dalam tanah dijumpai sebagai parasit tumbuhan maupun nematoda hidup bebas. Nematoda parasit tumbuhan adalah nematoda pemakan akar tumbuhan. Menurut Yeateset al. (1993) nematoda hidup bebas dapat

dikelompokkan menjadi empat kelompok utama atas dasar makanannya yaitu (a) pemakan bakteri (Bacterial-feeders), (b) pemakan jamur (Fungal- feeders), (c) sebagai predator (Predatory nematodes) dan (d) omnivora. Menurut Luc dkk. (1995), nematoda parasitik (nematoda parasit tumbuhan) dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu (a) tylench, (b) longidorid, dan (c) trichodorid.

2.3.1 Morfologi

Tubuh nematoda tidak bersegmen. Beberapa spesies terlihat seperti mempunyai segmen, tetapi segmen ini hanya terbatas pada kutikulanya. Bentuk tubuh nematoda simetri bilateral. Dinding tubuh nematoda terdiri atas kutikula,

hipoderm, dan otot tubuh. Pergantian kulit nematoda sampai dewasa berlangsung sampai dengan empat kali (Sastrosuwignyo, 1990).

2.3.2 Habitat

Menurut Jenkins dan Taylor (1967), pada dasarnya nematoda adalah hewan air karena nematoda dapat ditemukan di hampir semua habitat lembab. Nematoda dapat ditemukan di danau, sungai, lautan, dan tanah. Nematoda bersifat

kosmopolitan. Tanah tropis di huni oleh beragam spesies nematoda. Nematoda dapat ditemukan di hampir setiap kaki kubik tanah. Tidak hanya pada lapisan


(35)

15

tanah atas (top soil), nematoda juga dapat ditemukan sampai kedalaman lebih dari 2 m.

Nematoda pada umumnya tidak mampu hidup dalam waktu yang lama pada suhu dibawah 10oC namun beberapa dapat hidup pada suhu tanah 50oC apabila

nematoda cukup waktu untuk mempersiapkan masuk ke dalam kondisi anhidrobiosis. Nematoda parasit tumbuhan memerlukan sedikit air untuk memudahkan gerakan dan semua spesies nematoda bagian besar atau kecil dari hidupnya berada di dalam tanah, kandungan air tanah merupakan faktor ekologi yang utama (Luc dkk., 1995).

2.3.3 Sistem Reproduksi

Nematoda pada umumnya biseksual yaitu jenis kelamin jatan dan betina terpisah. Nematoda jantan biasanya lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan nematoda betina. Ciri spesifik nematoda jantan ditandai dengan adanya alat kopulasi yaitu sirip ekor, spikula, papilla genital dan struktur perkembangan kopulasi lainnya. (Sastrosuwignyo, 1990).

Siklus hidup nematoda hidup bebas dan parasit tumbuhan pada umumnya berlangsung sederhana dan langsung. Telur dihasilkan dalam sistem reproduksi betina, dan diletakkan sebelum terjadinya pembelahan embrio. Telur diletakkan secara tersendiri di dalam tanah atau bagian dari tanaman terparasit. Telur diselubungi oleh cluster (gugus) yang dikelilingi oleh matriks gelatin. Embrio mengalami pembelahan sel dan berkembang melalui tahap blastula dan gastrula. Kemudian, embrio memanjang untuk membentuk tahap bentuk seperti cacing (Jenkins dan Taylor, 1967).


(36)

16

2.4 Herbisida

Herbisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan tumbuhan pengganggu (gulma) tanpa mengganggu tanaman pokok (Sukman dan Yakup, 1995). Herbisida masuk ke dalam tubuh tumbuhan melalui cara difusi, osmose, imbibisi dan lain-lain. Absorbsi atau penyerapan herbisida kedalam tumbuhan melalui akar, batang dan daun (Moenandir, 1990).

Menurut Asthon dan Crafts (1981dalamSukman dan Yakup, 1995) herbisida digolongkan berdasarkan sifat kimia, berdasarkan sifat selektifitas, dan

berdasarkan cara pengendalian. Penggolongan herbisida ini bertujuan untuk mempermudah pengenalan suatu jenis herbisida dari berbagai macam jenis herbisida. Menurut Sukman dan Yakup (1995), berdasarkan cara kerja herbisida terbagi menjadi dua yaitu herbisida kontak dan herbisida sistemik. Herbisida kontak merusak bagian tumbuhan terkena langsung teraplikasi herbisida. Herbisida kontak terdiri dari herbisida kotak selektif yang cara kerjanya hanya membunuh satu atau beberapa spesies gulma dan hebisida kontak non selektif yang dapat membunuh semua jenis gulma yang terkena aplikasi herbisida. Herbisida sistemik meresap ke dalam jaringan tumbuhan dan ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma sehingga gulma tersebut mengalami kematian total.

Selektivitas herbisida adalah kemampuan herbisida untuk menghambat

pertumbuhan normal dari beberapa gulma dan tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pokok. Herbisida menghambat proses photosintesis, respirasi,

perkecambahan gulma dan pertumbuhan gulma. Selektivitas herbisida


(37)

17

Perlakuan aplikasi herbisida berulang kali mengakibatkan resistensi tumbuhan (gulma) terhadap herbisida. Residu herbisida yang tersisa dalam tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan selanjutnya (Moenandir, 1990).

Menurut Sukman dan Yakup (1995) beberapa macam sifat herbisida dan

pengaruhnya terhadap lingkungan diantaranya toksisitas herbisida, sifat herbisida di dalam tumbuhan dan sifat herbisida di dalam tanah. Toksisitas merupakan respon yang ditimbulkan tampak pada tumbuhan, tanah dan jasad sasaran yang lain akibat dari aplikasi herbisida. Toksisitas herbisida terhadap suatu tumbuhan tergantung pada dosis herbisida, sifat fisik dan fisika herbisida yang diaplikasikan. Sifat herbisida di dalam tumbuhan dapat mematikan tumbuhan yang terkena aplikasi herbisidaapabila jumlah molekul sampai pada titik “side of action” dalam jumlah yang cukup mematikan (Kishimoto, 1981dalamSukman dan Yakup, 1995).

Sifat herbisida di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya proses dekomposisi oleh mikroorganisme, jumlah herbisida yang terabsorpsi oleh koloid tanah, pencucian, dekomposisi dan volatility. Faktor-faktor tersebut yang menentukan lamanya herbisida berada di dalam tanah. Dekomposisi herbisida oleh mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh mineral nutrien, temperatur, pH, air, dan oksigen. Jika aerasi jelek, tanahnya kering dan dingin maka proses

dekomposisi akan berjalan lambat. Herbisida terdekomposisi di dalam tanah berlangsung cepat atau lambat sangat tergantung pada jenis herbisidanya (Sukman dan Yakup, 1995).


(38)

18

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempatdan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama Universitas Lampung dengan Yokohama National University Japan (UNILA-YNU) yang percobaannya dilaksanakan di Kebun Percobaan Lapangan Terpadu dan ekstraksi nematoda dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit

Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian berlangsung dari bulan Januari sampai dengan Juli 2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah, larutan Golden X yaitu campuran aquades, formalin dan gliserin dengan komposisi 90:8:2 bagian, larutan gula, dan air. Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah adalah tembilang, kantung plastik, sekop kecil, pisau, dan ember. Alat yang digunakan dalam tahap ekstraksi dan fiksasi nematoda adalah timbangan elektrik, ember, saringan (1 mm, 38 µm, dan 53 µm), botol semprot,centrifuge, tabung centrifuge, stopwatch, gelas ukur, botol suspensi dan label. Alat yang digunakan dalam pengamatan nematoda adalah mikroskopstereo binoculerdan mikroskop compound, cawan petri, pengait nematoda,hand counter,beaker glass, kaca preparat, dancover glass.


(39)

19

3.3 Metode Penelitian

Satuan percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial (2 x 2). Faktor pertama adalah pengolahan tanah meliputi dua taraf, yaitu olah tanah intensif (OTI) dan olah tanah minimun (OTM). Faktor kedua adalah pengelolaan gulma meliputi dua taraf, yaitu pengelolaan gulma dengan pembabatan (tanpa herbisida) dan pengelolaan gulma dengan herbisida. Kombinasi perlakuan tersebut disajikan dalam Tabel 1 (Lumbanraja, 2013; Komunikasi Pribadi).

Tabel 1. Kombinasi perlakuan penelitian dan keterangannya No Kombinasi Perlakuan Keterangan 1 P1 = OTI + Pengelolaan gulma

dengan dibabat

Tanah diolah sempurna dengan menggunakan cangkul dan pengelolaan gulma dilakukan dengan cara dibabat (pemangkasan)

2 P2 = OTI + Pengelolaan gulma dengan herbisida

Tanah diolah sempurna dengan menggunakan cangkul dan pengelolaan gulma dilakukan dengan cara aplikasi herbisida yang berbahan aktif glifosat dan 2,4 D dengan konsentrasi 100 ml/160 l air dengan dosis 1 l/ha.

3 P3 = OTM + Pengelolaan gulma dengan herbisida

Tanah diolah seperlunya saja (minimum) yaitu denganmembuat lubang tanam benih jagung menggunakan tugaldan pengelolaan gulma dilakukan dengan cara aplikasi herbisida yang berbahan aktif glifosat dan 2,4 D dengan

konsentrasi 100 ml/160 l air dengan dosis 1 l/ha. 4 P4 = OTM + Pengelolaan

gulma dengan dibabat

Tanah diolah seperlunya saja (minimum) yaitu denganmembuat lubang tanam benih jagung menggunakan tugaldan pengelolaan gulma dilakukan dengan cara dibabat (pemangkasan) Keterangan: - OTI = olah tanah intensif ; OTM = olah tanah minimum

Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 16 petak satuan percobaan. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan kemiringan tanah, mengikuti kontur lahan dan penempatan satuan percobaan dalam kelompok dilakukan secara acak. Adapun tata letak satuan percobaan seperti pada Gambar 2.


(40)

20

4 m

Keterangan :

Gambar 1. Tata letak petak percobaan.

D

C

B

A

P3

P4

P1

P2

P1

P2

P3

P4

P1=OTI + Pengelolaan gulma dengan dibabat

P2=OTI + Pengelolaan gulma dengan herbisida

P3=OTM + Pengelolaan gulma dengan herbisida

P4=OTM + Pengelolaan gulma dengan dibabat

P2

P4

P3

P1

A=Blok I

B= Blok II C= Blok III D= Blok IV

P3

P1

P2

P4


(41)

21

3.4 PelaksanaanPenelitian 3.4.1 Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan oleh Petugas Kebun Percobaan Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tanggal 27 Desember 2013 dengan membagi lahan menjadi 16 petak percobaan. Lahan dibagi menjadi 4 blok dan diberi simbol A, B, C, dan D. Tiap blok dibagi menjadi 4 petak satuan percobaan dengan ukuran tiap petak 4 m x 4 m antar petak percobaan dibuat pembatas dari semen. Sesuai dengan letak perlakuan yang dicobakan,pada petak percobaan dilakukan olah tanah minimum (OTM) dan olah tanah intensif (OTI). Pada petak OTM dilakukan pengolahan tanah seperlunya saja, yaitu berupa lubang tanam benih jagung menggunakan tugal, sedangkan pada petak OTI dilakukan

pengolahan tanah secara penuh sampai kedalaman 20 cm menggunakan cangkul (Lumbanraja, 2013; Komunikasi Pribadi).

3.4.2 Penanaman Jagung

Penanaman jagungdilakukan oleh Petugas Kebun Percobaan Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampungpada tanggal 30 Desember 2013 dengan menggunakan benih jagung hibrida BISI 18. Tanaman jagung ditanam dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm. Penanaman jagung dilakukan dengan memasukkan dua benih jagung ke dalam setiap lubang tanam yang sebelumnya ditugal. Selanjutnya penjarangan tanaman dilakukan setelah 7 hst (hari setelah tanam) yaitu pada tanggal 6 Januari 2014, sehingga tersisa satu tanaman yang tumbuh sehat (Lumbanraja, 2013; Komunikasi Pribadi).


(42)

22

3.4.3 Pemupukan, Pemeliharaan Tanaman dan Panen

Pemupukan, pemeliharaan tanaman dan panen dilakukan oleh Petugas Kebun Percobaan Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pemberian pupuk dasar dilakukan sebelum penanaman yaitu pupuk kompos dengan dosis 10 ton/ha pada tanggal 10 Januari 2014. Pemberian pupuk ini bersamaan dengan pemberian pupuk anorganik dengan dosis Urea 300 kg/ha, TSP 100 kg/ha, KCl 200 kg/ha. Pemberian pupuk urea dilakukan dua kali, yaitu setengah dosis urea (150 kg/ha) ketika tanaman berumur 11 hst (10 Januari 2014) dan setengah dosis urea ketika tanaman 48 hst (16 Februari 2014). Pupuk SP36 dan KCl diberikan bersamaan pada saat aplikasi pupuk urea pertama.

Setiap plot percobaan tidak diaplikasi insektisida maupun fungisida. Pengelolaan gulma dilakukan dengan aplikasi herbisida dan pemangkasan (dibabat) gulma sesuai dengan perlakuan setiap satuan percobaan. Penyiangan gulma pada petak pengelolaan gulma dengan dibabat (P1 dan P4) dilakukan pada tanggal 28 Januari 2014 yaitu pada saat tanaman jagung berumur 29 hst. Aplikasi herbisida pada petak perlakuan herbisida (P2 dan P3) dilakukan ketika tanaman jagung berumur 32 hst (31 Januari 2014) dengan menggunakan herbisida 100 ml Bimastar/160 l air–1 l Bimastar/ha. Jagung dipanen ketika tanaman telah berumur 108 hst yaitu pada tanggal 17 April 2014.


(43)

23

3.4.4 Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada tanggal 09 Januari 2014 (ketika

tanaman jagung berumur 10 hst) dan pada tanggal 07 April 2014 (ketika tanaman berumur 98 hst yaitu 10 hari menjelang panen). Kegiatan diawali dengan

pengambilan sampel tanah dengan metode sampling secara acaksistematik mengikuti arah kedua diagonal petak satuan percobaan. Dari setiap petak satuan percobaan sampel tanah diambil pada 5 titik sub sampel menurut arah kedua diagonal petak dengan menggunakan tembilang. Sampel tanah diambil sampai kedalaman±20 cm dan kemudian dikomposit. Masing-masing sub sampel dari setiap titik pengambilan sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik menjadi sampel komposit ± 500 gr kemudian diberi label. Sampel tanah yang didapat kemudian diangkut ke Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung untuk diproses. Adapun tata letak titik pengambilan sampel pada setiap petak satuan percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.

(A) (B)

Gambar 2. Tata letak pengambilan sampel tanah pengambilan pertama (A), Tata letak pengambilan sampel tanah pengambilan kedua (B); = titik pengambilan sampel tanah (Swibawa, 2013; Komunikasi Pribadi).


(44)

24

3.4.5 Metode Ekstraksi dan Fiksasi Nematoda Tanah

Metode ekstraksi nematoda tanah yang digunakan yaitu metode penyaringan bertingkat (saringan 1 mm, 53 µm, 38 µm) dan sentrifugasi dengan larutan gula. Larutan gula disiapkan dengan cara melarutkan 500 gr gula dalam air sampai dengan volume larutan menjadi 1000 ml (500 gr gula dalam 1 l larutan) (Gafur dan Swibawa, 2004).

Sampel tanah 300 cc ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam ember kecil pertama, ditambahkan air sebanyak 2 l, dihancurkan atau diremas-remas sambil diaduk sampai terlarut dan didiamkan selama 1 menit. Suspensi disaring dengan menggunakan saringan I (1 mm), suspensi tanah ditampung pada ember kedua dan didiamkan 3 menit. Suspensi tanah pada ember kedua disaring kembali dengan saringan II (53 µm) dan filtratnya ditampung dalam ember ketiga. Tanah hasil saringan II (53 µm) diambil dan ditampung dalambeaker glass.Suspensi tanah pada ember ketiga disaring kembali dengan saringan III (38 µm), tanah hasil saringan III (38 µm) diambil dan dicampur dengan tanah hasil saringan II (53 µm) tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan disentrifius dengan kecepatan 3000 rpm selama 3 menit. Setelah itu, airnya dibuang dan endapannya ditambahkan larutan gula sebanyak 2 kali tinggi endapan dan diaduk merata kemudian disentrifius kembali dengan kecepatan 1500 rpm selama 1,5 menit. Suspensi yang dihasilkan adalah suspensi nematoda. Suspensi nematoda yang sudah tercampur dengan larutan gula dibilas dengan menggunakan saringan 38 µm. Suspensi nematoda yang ada di dalam saringan dibilas dengan air untuk


(45)

25

menghilangkan larutan gula dan kemudian suspensi nematoda pada saringan 38 µm dimasukkan ke dalam botol suspensi dan diberi label (Gafur dan Swibawa, 2004).

Fiksasi dilakukan untuk mengawetkan nematoda hasil ekstraksi. Suspensi nematoda didiamkan selama 1 malam agar nematoda mengendap kemudian dijadikan 10 ml dengan cara pengambilan suspensi nematoda di dalam botol menggunakan pipet tetes. Nematoda dimatikan dengan cara memanaskan botol suspensi hingga mencapai suhu 70oC, kemudian didiamkan sampai dingin, setelah dingin suspensi dimasukkan ke dalam botol sentri. Suspensi nematoda didiamkan kembali selama 1 malam, kemudian dijadikan 3 ml dengan cara memipet secara hati-hati dari bagian teratas. Ke dalam tabung tersebut

ditambahkan larutan Golden X (formalin 1,15 ml, glycerin 0,28 ml, aquades 8,6 ml) sehingga suspensi menjadi 10 ml, kemudian dikocok, dipindahkan ke dalam botul suspensi 20 ml dan diberi label.

3.4.6 Perhitungan Populasi dan Identifikasi Nematoda Tanah

Dalam perhitungan nematoda tanah, kelimpahan nematoda tanah dihitung dengan cara mengambil suspensi dengan menggunakan pipet tetes sebanyak ± 3 ml dari 10 ml kemudian dituang ke dalam cawan petri bergaris, perhitungan dilakukan berulang 3 x sampai seluruh suspensi habis. Nematoda tanah dihitung di bawah mikroskop stereo pada perbesaran 40 kali dengan bantuanhand counter.

Identifikasi nematoda tanah sampai tingkat genus dilakukan terhadap 100

nematoda yang diambil secara acak. Satu persatu nematoda dikait, sebanyak ± 20 nematoda diletakkan pada kaca preparat yang sebelumnya ditetesi larutan


(46)

26

Golden X dan selanjutnya ditutup dengancover glass. Nematoda tanah yang didapat kemudian diamati morfologinya di bawah mikroskop majemuk dengan perbesaran 100-400 x, kemudian dicocokkan dengan bantuan buku identifikasi bergambar Mai dan Lyon (1975), Goodey (1963) dan Smart dan Nguyen (1988) kemudian dikonfirmasi kepada Bapak Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S. selaku pembimbing utama. Identifikasi dilakukan sampai tingkat takson genus. Berdasarkan nama genusnya, nematoda tanah yang diamati kemudian

dikelompokkan ke dalam nematoda hidup bebas dan nematoda parasit tumbuhan. Nematoda hidup bebas dikelompokkan kembali ke dalam beberapa kelompok utama atas dasar makanannya yaitu (a) pemakan bakteri (bacterial-feeders), (b) pemakan jamur (fungal- feeders), (c) predator (predatory nematodes) dan (d) omnivora (Yeates dkk., 1993).

3.5 AnalisisData

Data yang diperoleh adalah kelimpahan nematoda yaitu jumlah individu seluruh nematoda dan kelimpahan relatif setiap genus yaitu jumlah individu genus nematoda dari 100 nematoda yang diidentifikasi. Keragaman nematoda diukur dengan indeks keragaman Shannon dan indeks keragamanSimpson’s (Huangdan Cares, 2004).

Rumus Indeks Keragaman Shannon sebagai berikut: H’ =-∑ pi ln pi

Keterangan:

H’ = Indeks keragaman Shannon pi = Kelimpahan relatif dari genus ke i


(47)

27

Rumus Indeks Keragaman Simpson’s sebagai berikut: Ds = 1 -∑ (pi)2

Keterangan:

Ds = Indeks keragaman Simpson’s pi = Kelimpahan relatif dari genus ke i

Keragaman dan kelimpahan nematoda setiap kelompok makan yang diperoleh kemudian dianalisis ragam dengan menggunakan uji F (α = 0,05). Uji lanjut BNT pada taraf 5 % tidak dilakukan karena pengaruh interaksi antar perlakuan sistem olah tanah dan pengelolaan gulma tidak nyata terhadap komunitas nematoda tanah.


(48)

44

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ditemukan 52 genus nematoda tanah yang berasosiasi dengan tanaman jagung yang terbagi dalam lima kelompok makan yaitu nematoda parasit tumbuhan, nematoda pemakan bakteri, nematoda omnivora, nematoda pemakan jamur dan nematoda predator. Dalam komunitas nematoda tanah, genusHelicotylenchusdanRhabditisselalu tinggi, genusAphelenchustinggi ketika tanaman jagung berumur 10 hst dan genusMeloidogynetinggi ketika tanaman jagung berumur 98 hst.

2. Sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap keragaman nematoda tanah, namun berpengaruh terhadap kelimpahan nematoda pemakan bakteri ketika jagung berumur 10 hst dan 98 hst, dan berpengaruh terhadap kelimpahan seluruh nematoda, nematoda parasit tumbuhan, dan nematoda omnivora ketika tanaman jagung berumur 98 hst.

3. Kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung tidak dipengaruhi oleh perlakuan pengelolaan gulma.

4. Interaksi antara sistem olah tanah dan pengelolaan gulma tidak berpengaruh terhadap kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung.


(49)

45

5.2 Saran

Dalam penelitian ini pengaruh herbisida terhadap komunitas nematoda tanah tidak tampak karena kemungkinan perlakuan herbisida baru berlangsung satu musim tanam yaitu sekitar 3 bulan. Dapat disarankan untuk melakukan pengamatan pada lahan yang diterapkan aplikasi herbisida secara kontinyu pada setiap musim tanam. Dalam penelitian ini belum ada pengamatan mengenai komposisi gulma yang dikaitkan dengan nematoda tanah, sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya perlu adanya pengamatan terhadap komposisi gulma pada lahan jagung.


(50)

46

PUSTAKA ACUAN

Adnan. 2007. Nematoda parasit pada tanaman sorgum. Dalam Prosiding Seminar Ilmiah dan PertemuanTahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel. Balai Penelitian Tanaman Serealian, Maros. Sulawesi Selatan. Hlm 150-155. Anonim. 2012. Upaya meningkatkan produksi dan pemasaran luar negeri. Dalam

Redaksi: Warta Ekspor Edisi Mei 2012, hlm 1-20. Ditjen PEN RI. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2014. Data produktivitas jagung indonesia. (on line).

http://webbeta. bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3&id_subyek=53&notab=0. Diakses tanggal 23 Mei 2014.

Baliadi, Y. 2008. Identifikasi karakter morfologi nematoda sista pada tanaman jagung (Heterodera zeae) di Indonesia.Berk. Penel. Hayati14 : 1–5. Banuwa, I. S. 2013.Erosi. Kencana. Jakarta.

Bongers, T., R. Alkemade, dan G. W. Yeates. 1991. Interpretation of disturbance-induced maturity decrease in marine namtode assemblages by means of the maturity index.Marine Ecology Progress Series76 : 135-142. Freckman, D. W. dan C. H. Ettema. 1993. Assesing nematode communities in

agroecosystems of varying human intervention.Agriculture Ecosystem and Environment45 : 239-261.

Gafur, A. dan I G. Swibawa. 2004. Methods in Nematodes and Soil Microbe Research for Belowground Biodiversity AssessmentinF.X Susilo, A. Gafur, M. Utomo, R. Evizal, S. Murwani, I G. Swibawa (eds.),

Conservation and Sustainable Management of Below-Ground Biodiversity in Indonesia, Universitas Lampung.

Goodey, J. B. 1963.Soil and Freshwater Nematodes.Methuen CO. LTD. London.

Handayanto, E. dan K. Hairiah, 2007.Biologi Tanah, Landasan Pengelolaan Lahan Sehat.Pustaka Adipura. Yogyakarta.


(51)

47

Huang, S. P. dan J. E. Cares. 2004. Methodology for Soil Nematode Diversity EvaluationinCares, J. E. Nematode Taxonomy Training. National Museums of Kenya. Kenya, December 6-12, 2004. Hlm 1-7.

Jenkins, W. R. dan D. P. Taylor. 1967.Plant Nematology. Reinhold Publishing Corporation. New York.

Listyobudi, V. R. 2011. Perlakuan Herbisida pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Kualitas Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharataSturt.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Yogyakarta.

Luc, M., D. J Hunt, dan J. E. Machon. 1995.Morfologi, Anatomi dan Biologi Nematoda Parasitik Tumbuhan–Sinopsis. Dalam M. Luc, R.A Sikora, dan J.Bridge (Editor). Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Subtropik dan Tropik. Diterjemahkan oleh Supratoyo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 1-49.

Mai, W. F., dan H. H. Lyon. 1975.Pictorial Key to Genera of Plant Parasitic Nematodes.Comstock Publishing Associates, Cornell University Press. Moenandir, J. 1990.Fisiologi Herbisida. CV Rajawali. Jakarta.

Ngawit, I K. dan V. F. A. Budianto. 2011. Uji kemempanan beberapa jenis herbisida terhadap gulma pada tanaman kacang tanah dan dampaknya terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri rhizobium di dalam tanah. Crop Agro 4(2): 27-36.

Novita, E., N. Nurhadi dan R. Widiana. 2013. Pengaruh herbisida paraquat

terhadap fekunditas dan daya tetas telur cacing tanah (Lumbricus rubellus). Jurnal Mahasiswa Pendidikan Biologi 2(2) : 1-6.

Nurjannah, U. 2003. Pengaruh dosis herbisida glifosat dan 2,4-D terhadap

pergeseran gulma dan tanaman kedelai tanpa olah tanah.Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 5(1): 27-33.

Purwono dan R. Hartono. 2011.Bertanam Jagung Unggul.Penebar Swadaya. Jakarta.

Rachman, A., U. Kurnia, dan A. Dariah. 2004.Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng.Pusat Penelitian dan Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak). Jawa Barat.

Sagita, L., B. Siswanto, dan K. Hairiah. 2014. Studi keragaman dan kerapatan nematoda pada berbagai sistem penggunaan lahan di Sub Das Konto. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan I(1): 53-63.


(52)

48

Sitompul, Y. F. 2003. Nematoda Parasit pada Gulma Padi Sawah di Desa Karyasari, Kecamatan Rengas Dengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. hlm 1-48.

Smart, G. C. dan K. B. Ngunyen. 1988.Illustrated Key for The Identification of Common Nematodes in Florida.University of Florida. Florida.

Soemarno. 2010. Ekologi Tanah. Bahan kajian MK. Manajemen Agroekosistem FPUB. (on line).http://marno.lecture.ub.ac.id/files/. Diakses pada 31 Maret 2014.

Subekti, N. A., Syafruddin, R. Effendi, dan S. Sunarti. 2013. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. (on-line).http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/empat.pdf/. Diakses tanggal 06 Juni 2014.

Sukman, Y. dan Yakup. 1995.Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Swarup, G. dan C. Sosa-Moss. 1995.Nematoda Parasitik pada Serealia. Dalam M. Luc, R.A Sikora, dan J.Bridge (Editor). Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Subtropik dan Tropik. Diterjemahkan oleh Supratoyo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 138-175.

Swibawa, I G. 2001. Keanekaragaaman nematoda dalam tanah pada berbagai tipe tataguna lahan di ASB-BENCHMARK area Way Kanan.Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika1 (2): 54-59.

Swibawa, I G. 2010. Komunitas nematoda tanah pada lahan jagung setelah 23 tahun penerapan sistem budidaya tanpa olah tanah secara terus-menerus. Dalam Prosiding Seminar Nasional Keragaman Hayati Tanah–I : Pengelolaan Keragaman Hayati Tanah untuk Menunjang Keberlanjutan Produksi Pertanian Tropika. 2010. Universitas Lampung. Bandar Lampung, 29-30 Juni 2010. Hlm 147-161.

Swibawa, I G. dan H. Oktarino. 2010. Pengaruh kadar air tanah terkontrol terhadap kelimpahan nematoda parasit tumbuhan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi–III : Peran Strategis Sains dan Teknologi Dalam Mencapai Kemandirian Bangsa. Universitas Lampung. Bandar Lampung, 18-19 Oktober 2010. Hlm 213–219.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010.Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia. Bandung.

USDA. 2014. Classification ofZea mays L. (on line).


(53)

49

Utomo, M. 2012.Tanpa Olah Tanah: Teknologi pengelolaan pertanian lahan kering. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Utomo, M., H. Buchari, dan I. S. Banuwa. 2012.Olah Tanah Konservasi:

teknologi mitigasi gas rumah kaca pertanian tanaman pangan. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Yeates, G. W., T. Bonger, R. G. M. De Goe, D. W. Freckman dan S. S.

Georgieva. 1993. Feeding habits in soil nematode families and genera-an outline for soil ecologists.Journal of Nematology25(3): 315-331.

Widyati, E. 2013. Dinamika komunitas mikroba di rizosfir dan kontribusinya terhadap pertumbuhan tanaman hutan.Tekno Hutan Tanaman06 (2): 55-64.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ditemukan 52 genus nematoda tanah yang berasosiasi dengan tanaman jagung yang terbagi dalam lima kelompok makan yaitu nematoda parasit tumbuhan, nematoda pemakan bakteri, nematoda omnivora, nematoda pemakan jamur dan nematoda predator. Dalam komunitas nematoda tanah, genusHelicotylenchusdanRhabditisselalu tinggi, genusAphelenchustinggi ketika tanaman jagung berumur 10 hst dan genusMeloidogynetinggi ketika tanaman jagung berumur 98 hst.

2. Sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap keragaman nematoda tanah, namun berpengaruh terhadap kelimpahan nematoda pemakan bakteri ketika jagung berumur 10 hst dan 98 hst, dan berpengaruh terhadap kelimpahan seluruh nematoda, nematoda parasit tumbuhan, dan nematoda omnivora ketika tanaman jagung berumur 98 hst.

3. Kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung tidak dipengaruhi oleh perlakuan pengelolaan gulma.

4. Interaksi antara sistem olah tanah dan pengelolaan gulma tidak berpengaruh terhadap kelimpahan dan keragaman nematoda tanah pada pertanaman jagung.


(2)

tanam yaitu sekitar 3 bulan. Dapat disarankan untuk melakukan pengamatan pada lahan yang diterapkan aplikasi herbisida secara kontinyu pada setiap musim tanam. Dalam penelitian ini belum ada pengamatan mengenai komposisi gulma yang dikaitkan dengan nematoda tanah, sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya perlu adanya pengamatan terhadap komposisi gulma pada lahan jagung.


(3)

PUSTAKA ACUAN

Adnan. 2007. Nematoda parasit pada tanaman sorgum. Dalam Prosiding Seminar Ilmiah dan PertemuanTahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel. Balai Penelitian Tanaman Serealian, Maros. Sulawesi Selatan. Hlm 150-155. Anonim. 2012. Upaya meningkatkan produksi dan pemasaran luar negeri. Dalam

Redaksi: Warta Ekspor Edisi Mei 2012, hlm 1-20. Ditjen PEN RI. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2014. Data produktivitas jagung indonesia. (on line).

http://webbeta. bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3&id_subyek=53&notab=0. Diakses tanggal 23 Mei 2014.

Baliadi, Y. 2008. Identifikasi karakter morfologi nematoda sista pada tanaman jagung (Heterodera zeae) di Indonesia.Berk. Penel. Hayati14 : 1–5. Banuwa, I. S. 2013.Erosi. Kencana. Jakarta.

Bongers, T., R. Alkemade, dan G. W. Yeates. 1991. Interpretation of disturbance-induced maturity decrease in marine namtode assemblages by means of the maturity index.Marine Ecology Progress Series76 : 135-142. Freckman, D. W. dan C. H. Ettema. 1993. Assesing nematode communities in

agroecosystems of varying human intervention.Agriculture Ecosystem and Environment45 : 239-261.

Gafur, A. dan I G. Swibawa. 2004. Methods in Nematodes and Soil Microbe Research for Belowground Biodiversity AssessmentinF.X Susilo, A. Gafur, M. Utomo, R. Evizal, S. Murwani, I G. Swibawa (eds.),

Conservation and Sustainable Management of Below-Ground Biodiversity in Indonesia, Universitas Lampung.

Goodey, J. B. 1963.Soil and Freshwater Nematodes.Methuen CO. LTD. London.

Handayanto, E. dan K. Hairiah, 2007.Biologi Tanah, Landasan Pengelolaan Lahan Sehat.Pustaka Adipura. Yogyakarta.


(4)

Corporation. New York.

Listyobudi, V. R. 2011. Perlakuan Herbisida pada Sistem Tanpa Olah Tanah Terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Kualitas Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharataSturt.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Yogyakarta.

Luc, M., D. J Hunt, dan J. E. Machon. 1995.Morfologi, Anatomi dan Biologi Nematoda Parasitik Tumbuhan–Sinopsis. Dalam M. Luc, R.A Sikora, dan J.Bridge (Editor). Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Subtropik dan Tropik. Diterjemahkan oleh Supratoyo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 1-49.

Mai, W. F., dan H. H. Lyon. 1975.Pictorial Key to Genera of Plant Parasitic Nematodes.Comstock Publishing Associates, Cornell University Press. Moenandir, J. 1990.Fisiologi Herbisida. CV Rajawali. Jakarta.

Ngawit, I K. dan V. F. A. Budianto. 2011. Uji kemempanan beberapa jenis herbisida terhadap gulma pada tanaman kacang tanah dan dampaknya terhadap pertumbuhan dan aktivitas bakteri rhizobium di dalam tanah. Crop Agro 4(2): 27-36.

Novita, E., N. Nurhadi dan R. Widiana. 2013. Pengaruh herbisida paraquat

terhadap fekunditas dan daya tetas telur cacing tanah (Lumbricus rubellus). Jurnal Mahasiswa Pendidikan Biologi 2(2) : 1-6.

Nurjannah, U. 2003. Pengaruh dosis herbisida glifosat dan 2,4-D terhadap

pergeseran gulma dan tanaman kedelai tanpa olah tanah.Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 5(1): 27-33.

Purwono dan R. Hartono. 2011.Bertanam Jagung Unggul.Penebar Swadaya. Jakarta.

Rachman, A., U. Kurnia, dan A. Dariah. 2004.Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng.Pusat Penelitian dan Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak). Jawa Barat.

Sagita, L., B. Siswanto, dan K. Hairiah. 2014. Studi keragaman dan kerapatan nematoda pada berbagai sistem penggunaan lahan di Sub Das Konto. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan I(1): 53-63.


(5)

Sitompul, Y. F. 2003. Nematoda Parasit pada Gulma Padi Sawah di Desa Karyasari, Kecamatan Rengas Dengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. hlm 1-48.

Smart, G. C. dan K. B. Ngunyen. 1988.Illustrated Key for The Identification of Common Nematodes in Florida.University of Florida. Florida.

Soemarno. 2010. Ekologi Tanah. Bahan kajian MK. Manajemen Agroekosistem FPUB. (on line).http://marno.lecture.ub.ac.id/files/. Diakses pada 31 Maret 2014.

Subekti, N. A., Syafruddin, R. Effendi, dan S. Sunarti. 2013. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. (on-line).http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/empat.pdf/. Diakses tanggal 06 Juni 2014.

Sukman, Y. dan Yakup. 1995.Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Swarup, G. dan C. Sosa-Moss. 1995.Nematoda Parasitik pada Serealia. Dalam M. Luc, R.A Sikora, dan J.Bridge (Editor). Nematoda Parasitik Tumbuhan di Pertanian Subtropik dan Tropik. Diterjemahkan oleh Supratoyo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 138-175.

Swibawa, I G. 2001. Keanekaragaaman nematoda dalam tanah pada berbagai tipe tataguna lahan di ASB-BENCHMARK area Way Kanan.Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika1 (2): 54-59.

Swibawa, I G. 2010. Komunitas nematoda tanah pada lahan jagung setelah 23 tahun penerapan sistem budidaya tanpa olah tanah secara terus-menerus. Dalam Prosiding Seminar Nasional Keragaman Hayati Tanah–I : Pengelolaan Keragaman Hayati Tanah untuk Menunjang Keberlanjutan Produksi Pertanian Tropika. 2010. Universitas Lampung. Bandar Lampung, 29-30 Juni 2010. Hlm 147-161.

Swibawa, I G. dan H. Oktarino. 2010. Pengaruh kadar air tanah terkontrol terhadap kelimpahan nematoda parasit tumbuhan. Dalam Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi–III : Peran Strategis Sains dan Teknologi Dalam Mencapai Kemandirian Bangsa. Universitas Lampung. Bandar Lampung, 18-19 Oktober 2010. Hlm 213–219.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010.Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia. Bandung.

USDA. 2014. Classification ofZea mays L. (on line).


(6)

Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Yeates, G. W., T. Bonger, R. G. M. De Goe, D. W. Freckman dan S. S.

Georgieva. 1993. Feeding habits in soil nematode families and genera-an outline for soil ecologists.Journal of Nematology25(3): 315-331.

Widyati, E. 2013. Dinamika komunitas mikroba di rizosfir dan kontribusinya terhadap pertumbuhan tanaman hutan.Tekno Hutan Tanaman06 (2): 55-64.