HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN TINDAK KRIMINAL PENCURIAN DI BANDAR LAMPUNG

(1)

RELATIONS WITH THE ECONOMIC AND SOCIAL STATUS OF CRIMINAL THEFT CRIME IN BANDAR LAMPUNG.

By

FAXY MANDALA PUTRA

This study aimed to see whether there is a relationship between socio-economic status with crime criminal theft that occurred in Bandar Lampung, the object of the study was the inmates with a theft case in on prison Raja Basa Bandar Lampung. The method used is quantitative research, informants determination determined snowball sampling on inmates with cases of theft in on prison Raja Basa Bandar Lampung. Data collection is done by distributing questionnaires to prisoners with a theft case. Results of this study prove that; (1) Socio-Economic Status inmates who commit crimes of theft on average lower. (2) Crime Theft of inmates at the Correctional Institution Rajabasa Bandar Lampung is high.


(2)

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN TINDAK KRIMINAL PENCURIAN DI BANDAR LAMPUNG

OLEH

FAXY MANDALA PUTRA

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan tindak kejahatan kriminal pencurian yang terjadi di Bandar Lampung, objek dari penelitian ini adalah para narapidana dengan kasus pencurian yang ada di lembaga permasyarakatan Raja Basa Bandar Lampung. Metode yang di gunakan adalah penelitian Kuantitatif, Penentuan informan ditentukan secara snowball sampling pada narapidana dengan kasus pencurian yang ada di lembaga permasyarakatan Raja Basa Bandar Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuisioner kepada narapidana dengan kasus pencurian. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa; (1) Status Sosial Ekonomi para narapidana yang melakukan tindak kejahatan pencurian rata-rata rendah. (2) Tindak Kejahatan Pencurian narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa Bandar Lampung tergolong tinggi.


(3)

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN TINDAK KRIMINAL PENCURIAN DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

FAXY MANDALA PUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DENGAN TINDAK KRIMINAL PENCURIAN DI BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

FAXY MANDALA PUTRA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...ii

ABSTRACT ...ii

HALAMAN JUDUL DALAM ...iii

HALAMAN PERSETUJUAN ...iv

HALAMAN PENGESAHAN ...v

PERNYATAAN ...vi

RIWAYAT HIDUP ...vii

MOTTO ...viii

PERSEM BAHAN ...ix

SANWACANA ...x

DAFTAR ISI ...xiv

DAFTAR TABEL ...xvi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Perumusan Masalah ...13

1.3 Tujuan dan Kegunaan ...13

1.3.1 Tujuan Penelitian ...13

1.3.2 Kegunaan Penelitian ...13

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep Status Sosial Ekonomi ...15

2.1.1 Pengertian Tingkat Pendidikan ...16

A. Pengertian Pendidikan ...16

B. Bentuk-bentuk dan Tingkat Pendidikan ...17

2.1.2 Pengertian Pendapatan ...18

A. Pengertian Tingkat Pendapatan ...19

2.2Pengertian Tindak Kejahatan ...20

2.2.1Pengertian Tindak Kejahatan Pencurian ...23

2.3Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan Tindak Kejahatan Pencurian ...36

2.4Hipotesis ...38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ...39

3.2 Lokasi Penelitian ...40

3.3 Devinisi Oprasional Variabel ...40

3.3.1 Status Sosial Ekonomi ...40

3.3.2 Tingkat Pendidikan ...40

3.3.3 Tingkat Pendapatan ...40

3.3.3 Tindak Kejahatan Pencurian ...41


(6)

3.5 Tehnik Pengumpulan Data ...42

3.6 Tehnik Pengolahan Data ...43

3.7 Analisa Data ...44

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ...46

4.1.1 Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Karang ...46

4.1.2 Luas Dan Tata Guna Tanah ...46

4.1.3 Fasilitas Sosial Budaya ...47

A. Fasilitas Peribadatan ...47

B. Fasilitas Pendidikan ...48

C. Fasilitas Olah Raga ...49

4.1.4 Keaadan Demografi ...49

A. Keadaan Narapidana Menurut Usia dan Jenis Kelamin ...49

B. Keadaan Narapidana Menurut Tingkat Pendidikan ...50

C. Keadaan Narapidana Menurut Agama dan Kepercayaan ...51

D. Keadaan Narapidana Mata Pencarian ...52

E. Keadaan Narapidana Menurut Jenis Tindak Kejahatan ...52

4.2 Gambaran Umum Responden ...53

A. Jenis Kelamin Responden ...53

B. Umur Responden ...54

C. Agama Responden ...54

D. Status Perkawinan Responden ...55

E. Tingkat Pendidikan Responden ...55

F. Jenis Pekerjaan Responden ...56

G. Tingkat Pendapatan dan Beban Tanggungan Responden 56 H. Jenis Barang Curian Responden ...58

I. Nilai Harga Barang Curian Responden ...58

J. Sasaran Pencurian Responden ...59

K. Tehnik Responden Melakukan Pencurian ...59

L. Lama Hukuman Responden ...60

M. Frekwensi Responden Melakukan Kejahatan dan Dihukum ...61

4.3 Status Sosial Ekonomi Para Narapidana ...61

4.4 Tindak kejahatan Pencurian ...63

4.5 Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan Tindak Kejahatan Pencurian ...64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...70

5.2 Saran ...71 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

NOHalaman

1. Daftar Jenis Kejahatan dan Pelanggaran ...7

2. Tingkat Pendidikan Narapidana Pelaku Kejahatan Pencurian ...12

3. Luas dan Tata Guna Tanah diLembaga Pemasyarakatan Tanjung Karang ...47

4. Fasilitas Ibadah di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Karang ...47

5. Fasilitas Pendidikan di Lembaga Pemasyarakan Tanjung Karang ...48

6. Fasilitas Olah Raga di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Karang ...49

7. Komposisi Narapidana Menurut Usia dan Jenis Kelamin di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Karang ...50

8. Keaadaan Narapidana Menurut Tingkat Pendidikan ...51

9. Komposisi Narapidana Menurut Agama dan Kepercayaan di Lembaga Pemasyarakatan tanjung Karang ...51

10. Komposisi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Karang ...52

11. Keadaan Narapidana Menurut Jenis Tindak Kejahatan ...53

12. Umur Responden ...54

13. Agama Responden ...54

14. Status Perkawinan Responden ...55

15. Tingkat Pendidikan Responden ...55

16. Jenis Pekerjaan Responden ...56

17. Tingkat Pendidikan Responden ...57

18. Tingkat Pendapatan Dan Beban Tanggungan Responden ...58

19. Jenis Barang Curian Responden ...58

20. Nilai/Harga Barang Curian Responden ...59

21. Sasaran Pencurian Responden ...59

22. Teknik Responden Melakukan Pencurian...60

23. Lama Hukuman Responden ...61

24. Frekwensi Responden Melakukan Kejahatan dan Dihukum ...62

25. Status Sosial Ekonomi Para Pelaku TindaK Kejahatan Pencurian di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Bandar Lampung Tahun 1996 ...63

26. Tindak Kejahatan Pencurian yang Dilakukan Oleh Respondendi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Bandar Lampung ...65

27. Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Tindak Kejahatandi Lembaga Pemasyarakatan Bandar Lampung ...66


(8)

MOTO

Stop dreaming and start doing

“The best revenge for the people who have insulted you is the success that you can show them later

”Melihat Kedepan Lebih Baik Dari Pada Terus Menengok Kebelakang”


(9)

(10)

(11)

(12)

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan skripsi ini untuk :

Ayahanda dan Ibunda tersayang Syahrir dan Munani.S.Kep.MM

Terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, kesabaran, motivasi, keikhlasan, dan do’a yang tiada henti

dalam menanti keberhasilanku

Para pendidik yang telah membimbing dan mendidik dengan ketulusannya

Sahabat, teman, dan almamater tercinta yang mendewasakanku dalam berpikir dan bertindak serta


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Faxy Mandala Putra. Lahir di Bandar Lampung, pada tanggal 24 September 1992. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Syahrir dan Ibu Munani.

Penulis berkebangsaan Indonesia dan beragama Islam. Penulis beralamat di Jalan Bunga Sepatu No.12 Blok 4J Perumnas Way kandis Bandar Lampung. Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis :

1. Taman Kanak-kanak (TK) Al-Kautsar diselesaikan Tahun 1998 2. Sekolah Dasar Al-Kautsar yang diselesaikan pada tahun 2004. 3. SMP Negeri 4 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007. 4. SMA Negeri 9 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi. Pada Januari 2015 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Negri Mulya, Kabupaten Way Kanan. Pada semester akhir tahun 2015 penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Status Sosial Ekonomi Terhadap Tindak Kriminal Pencurian Di Bandar


(14)

SANWACANA

Bismilahirrohmannirohim,

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dah hidayat-Nya, Tuhan semesta alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya, serta hakim yang maha adil dihari akhir kelak. Berkat daya dan upaya serta kekuatan yang dianugerahkan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Tindak Kriminal Pencurian Di Bandar Lampung”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis menyampaikan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Ibu Dra. Anita Damayantie, M.H., selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Gunawan Budi Kahono., selaku dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih telah meluangkan banyak waktu, terima kasih atas semua arahan dan


(15)

bimbingannya selama pembuatan skripsi ini dari awal hingga akhir. Terima kasih atas semua ilmu yang bapak berikan, semoga dapat berguna kelak.

5. Ibu Dra. Yuni Ratnasari. M.Si., selaku dosen Pembahas. Penulis menyadari begitu banyak kekurangan dalam skripsi ini. Terima kasih atas kritik dan saran yang ibu berikan sehingga menjadikan skripsi ini lebih baik.

6. Bapak Drs. Pairulsyah, M.H., selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan arahan.

7. Seluruh Dosen di Jurusan Sosiologi FISIP Unila. Terimakasih atas semua ilmu yang sudah Bapak dan Ibu Dosen berikan, semoga ilmu yang diberikan selama penulis berkuliah di FISIP Sosiologi bermanfaat di masa depan serta bermanfaat bagi banyak orang.

8. Seluruh Staf Administrasi dan karyawan di FISIP Unila yang telah membantu melayani urusan administrasi perkuliahan dan skripsi.

9. Terima kasih kepada seluruh masyarakat yang berada di lembaga permasyarakatan Raja Basa yang telah bersedia menjadi responden penelitian skripsi ini.

10. Kedua orangtua ku, bapak dan mama yang selalu memberikan nasihat, motivasi, mendukung secara materil, dan tentunya pencapaian ini berkat do’a kalian yang tak pernah putus. Faxy belum bisa memberi apa-apa untuk bapak sama mama, rasanya sulit untuk membalas semua yang sudah kalian berikan. Semoga karya kecil ini bisa membuat kalian bangga. Kalian adalah sosok yang luar biasa. Terima kasih bapak dan mama.


(16)

12. Terima kasih untuk temen-temen yang selalu bantuin dalam tugas kuliah maupun yang lain sering-sering kumpul bareng lagi ya sama kulineran buat Nanda, Angga, Hafiz, Eri, kalo bisa nambah Moran sama Gede Arye biar makin rame.

13. Teman-teman yang sering kumpul di kosan Dimas, Anas, Agung, Aris makin asik ya jangan keseringan bangun siang bray terimakasih untuk inspirasi dan alaminya.

14. Teman-teman Sosiologi angkatan 2011, Hengki, Fachri, Andre, Mahardika, Tomi, Windu, Yoga, Agus, Rama, Fahru, Nora, Wilfrida, Yossi, Marlina dan semua teman-teman Sosiologi yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terima kasih untuk kebersamaanya selama ini.

15. Teman-teman Big Five Niko, Fajar, Sukma,Adit ayo kapan bergerak lagi.

16. Teman-teman Akamsi Asep, Anton, Eko, Malik, Surya, Andika, Tebe, Seril, Ega, dan lain-lain terima kasih untuk kopinya.

17. Teman-Teman dari SMA sampai sekarang Riadh, Rido, Marsel, Kurnia, Ciqo, Soleh Ardo, Soleh Rafsan, Dicky, Rizky, Hilman dan lain-lain sering-sering kumpul lagi ya.

18. Teman-teman KKN Desa Negri Mulya. Nanda, Anggun, Dyra, Fita, Salman, Tiara, Yuda terima kasih untuk kalian.

19. Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih. Semoga kesuksesan bersama kita dan senantiasa menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya.


(17)

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 27 Agustus 2015 Penulis

Faxy Mandala Putra


(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

A. Masalah Kriminalitas di Perkotaan

Diasumsikan bahwa di daerah perkotaan kriminalitas berkembang terus sejalan dengan bertambahnya penduduk, pembangunan, modernisasi dan urbanisasi. Sehingga dikatakan bahwa perkembangan kota selalu disertai dengan perkembangan kualitas dan kuantitas kriminalitas. Akibatnya perkembangan keadaan ini menimbulkan keresahan masyarakat dan pemerintah di kota tersebut.

Sebagai suatu kenyataan sosial masalah kriminalitas ini tidak dapat dihindari dan memang selalu ada. Sehingga wajar bila menimbulkan keresahan, karena kriminalitas dianggap sebagai suatu gangguan terhadap kesejahteraan penduduk daerah perkotaan serta lingkungannya. Sehubungan dengan keadaan ini penduduk dan pemerintah membuat reaksi untuk memberantas masalah kriminalitas. Tetapi sayang sekali kerap kali usaha ini tidak memuaskan. Hal ini dapat dicontohkan, misalnya: Suatu penguasa yang dalam keadaan panik menghadapi kriminalitas tertentu, mengambil tindakan-tindakan yang drastis dan merugikan yang ditindak.

Tetapi akibat yang diderita adalah lebih besar nilainya daripada nilai kerugian yang ditimbulkan si pelaku. Dengan demikian timbullah ketidakadilan. Hal ini dapat menurunkan wibawa hukum dan penguasa telah melakukan tindakan-tindakan


(19)

2

yang tidak bijaksana. Sehingga akibatnya yang negatif, menimbulkan kecemasan dan apatisme, dan kriminalitas berkembang terus. Kenyataan ini perlu dicegah/dikurangi demi kepentingan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan nasional.

Usaha untuk mengemukakan masalah kriminalitas di daerah perkotaan patut disambut gembira, oleh karena penyajian masalah ini merupakan salah satu keinginan untuk melihat masalah kriminalitas menurut proporsi yang sebenarnya. Sehubungan dengan itu penulis ingin menyumbangkan beberapa pandangan dan persoalan yang berkaitan dengan masalah kriminalitas dihubungkan dengan daerah perkotaan dan lingkungan, dengan harapan masalah ini dapat dikembangkan dan diteliti lebih lanjut.

Masalah kriminalitas sebagai suatu kenyataan sosial tidak berdiri sendiri. Tetapi berkaitan dengan masalah sosial ekonomi, politik dan budaya sebagai fenomena yang ada dalam masyarakat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam pembahasan ini penulis hanya bertitik tolak dari pendapat, bahwa kriminalitas adalah suatu hasil interaksi karena adanya interrelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Oleh sebab itu dalam membuat kebijaksanaan tentang perencanaan dan pengelolaan kota perlu diperhitungkan semua fenomena yang dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap perkembangan kota dan lingkungan, yang merupakan faktor kriminogen. Masalah kriminalitas adalah suatu kenyataan sosial yang tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu perlu kita terima adanya masalah kriminalitas ini dan menghadapi masalah ini menurut proposi yang sebenarnya. Yang penting sebenarnya bukanlah naik turunnya jumlah kriminalitas


(20)

3

di daerah perkotaan, tetapi adanya kriminalitas tersebut yang kualitasnya dapat naik turun berhubungan dengan situasi dan kondisi tertentu.

B. Beberapa Sebab Perkembangan Kriminalitas di Daerah Perkotaan.

Seperti telah dikatakan semula, bahwa kriminalitas itu adalah suatu hasil interaksi karena adanya interrelasi antara yang ada dan saling mempengaruhi. Demikian juga perkembangan kriminalitas yang terjadi di daerah perkotaan. Peserta-peserta interaksi sebagai fenomena yang ikut serta dalam terjadinya kriminalitas mempunyai hubungan fungsional satu sama lain. Ada kemungkinan malahan ada yang bertanggungjawab fungsional terhadap terjadinya kriminalitas tersebut. Adapun yang disebut peserta-peserta dalam timbulnya kriminalitas tadi adalah antara lain: para pelaku, para korban, pembuat undang-undang serta undang-undang, pihak kepolisian, pihak kejaksaan, kehakiman dan lembaga-lembaga sosial lain dan para penyaksi (mereka yang menyaksikan/membiarkan berlangsungnya suatu kriminalitas). Jadi termasuk juga di sini sebagai lingkungan yang abstrak maupun yang kongkrit (berdasarkan teori interaksi). Dengan kata lain, semua fenomena, baik maupun yang buruk yang dapat merupakan faktor kriminogen (yang dapat menimbulkan kriminalitas) harus diperhatikan dalam meninjau dan menganalisa terjadinya suatu kriminalitas atau penyimpangan lain. Tindakan ini adalah untuk mencegah pencarian kambing hitam pada satu atau beberapa fenomena saja, kosentrasi perhatian hanya pada si pelaku atau kelompoknya saja. misalnya. Sehingga tidak didapatkan sebab hakekatnya, karena tidak melihat masalahnya menurut proprorsi yang sebenarnya secara dimensional.


(21)

4

Dalam mencari sebab musabab perkembangan kriminaUtas di daerah perkotaan perlu diperhatikan adanya kenisbian faktor kriminogen di berbagai macam kota. Faktor kriminogen, fenomena tertentu, di kota tertentu, tidak selalu merupakan faktor kriminogen di kota yang lain. Faktor ini sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, taman-taman yang luas, jumlahtenaga kepolisian, banyaknya tempat yang gelap/kurang penerangan lampu, dan sebagainya.

Selain ini perlu diperhatikan dan diperhitungkan fenomena/faktor-faktor di daerah perkotaan dan daerah pedesaan yang berkaitan satu sama lain dan yang dapat mempengaruhi terjadi-nya kriminalitas. Sebetulnya sebab-musabab terjadinya kriminalitas di daerah perkotaan dan di daerah pedesaan pada hakekatnya tidak ada perbedaannya, karena kriminalitas merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial. Apalagi diperhatikan akibatnya, maka meskipun suatu kriminalitas dilakukan di kota tnaupun di desa, akibatnya akan berpengaruh secara luas (makro), langsung atau tidak langsung, jelas atau tidak jelas, dan menimbulkan keresahan di mana saja secara nyata pada masyarakat. Misalnya: penipuan orang kota yang dilakukan terhadap orang desa; hasil penadahan orang kota yang disimpan di desa; kerjsa sama dalam melakukan kriminalitas antara orang kota dan orang desa, dan lain-lain sebagainya.

Hal ini penting untuk diperhatikan dan diperhitungkan perkembangan kriminalitas dan penyimpangan lain. Diharapkan supaya kita tidak segan untuk berdaya upaya mencari hakekat sebab kriminalitas demi keadilan dan menjauhi salah sikap dan tindak, agar tindakan kita melawan kriminalitas, jangan sampai sendiri merupakan tindakan kriminal, Tindakan sarana komunikasi dan transportasi memungkinkan


(22)

5

hal tersebut. Pelaku dan korban dapat berada di jarak yang dekat atau jauh, di kota atau di desa. Yang penting untuk diperhatikan sebetulnya adalah akibatnya dan kesempatan dilakukannya tindakan kriminal yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan orang memenuhi keperluan fisik, mental dan sosialnya, dan juga tindakan-tindakan yang tidak dapat digolongkan dalam tindakan kriminal karena beberapa hal, tetapi mempunyai akibat yang sama atau lebih hebat lagi dibandingkan dengan suatu tindakan kriminal. Dikatakan bahwa frekuensi kesempatan ini di daerah perkotaan itu lebih besar dari pada di daerah pedesaan. Hal ini sebetulnya adalah tidak mutlak, karena bergantung pada interaksi antar fenonlena, kepribadian para peserta (mental) dan kesempatan yang diberikan oleh lingkunganpara peserta.Yang menjadi masalah sekarang adalah faktor-faktor fenomena yang berhubungan dengan kesempatan terjadinya kriminalitas yang dapat berupa persiapan, pembiaran, pendorong atau pendukung adanya suatu tindakan kriminal yang mempunyai perwujudan yang bermacam-macam. Masalah ini antara lain mempunyai aspek-aspek sosial, ekonomi, yuridis, religius dan politis.

Sistem ekonomi masyarakat tertentu tidak memungkinkan suatu golongan sosial dalam masyarakat tertentu memenuhi aspirasi dan keperluan fisik, mental dan sosial secara tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Keperluan golongan tersebut dapat bersifat dan berakibat positif maupun negatif. Maka ada kemungkinan besar karena perhitungan mendesak, yang bersangkutan dari golongan sosial tersebut (yang mampu maupun tidak mampu) dan adanya kesempatan bagi orang yang bersangkutan akan tidak segan-segan melakukan tindakan kriminal demi pemenuhan kepentingannya dan menanggung segala


(23)

6

akibatnya. Di kota yang besar, yang banyak penduduknya ada kemungkinan keadaan yang tidak sehat ini, yang memberikan kesempatan atau dapat mendorong atau membiarkan orang bertindak sehat kriminal, sering dapat dijumpai. Misalnya karena tidak meratanya kesempatan untuk mendapatkan uang secara legal secukupnya untuk membeli obat, maka seorang ayah akan mencuri bila ada kesempatan, demi kepentingan hidup anaknya yang sakit parah.

Sebelum mengeluarkan suatu undang-undang hukum pidana, harus diingat bahwa undang-undang hukum pidana lah yangmemberikan kualitas kriminalpada suatu perilaku. Perlu juga dipertimbangkan, bahwa setiap kali dikeluarkan suatu undang-undang hukum pidana yang baru, maka perilaku orang yang sebelumnya adalah sesuai dengan undang-undang karena perumusan undang-undang tersebut lalu menjadi kriminal. Semua tindakan kriminal adalah fungsi suatu struktur sosial, sedikitnya dalam hubungan bahwa kriminalitas diciptakan dengan dikeluarkannya suatu undang-undang. Banyak undang-undang merefleksikan nilai-nilai sosial, lembaga sosial dan norma-norma suatu masyarakat tertentu, tetapi banyak juga yang tidak.

Suatu struktur sosial beroperasi sedemikian rupa sehingga pada kenyataannya mengembangkan residivisme. Mereka yang memakai cap bekas hukuman disalurkan oleh suatu struktur sosial untuk berhubungan dengan orang yang mempunyai cap yang sama, dan kerap kali mereka hampir selalu dipaksa untuk kembali melakukan tindakan kriminaluntuk hidup. Residivisme bukan merupakan masalah kepribadian atau suatu kerusakan karakter, akan tetapi lebih merupakan cara suatu struktur sosial beroperasi. Tidak adanya tanda kesediaan menerima


(24)

7

masyarakat dan biasanya juga adanya kesukaran mendapatkan pekerjaan, para bekas hukuman mengharapkan sedikitnya pada dua persoalan yang penting, yaitu: 1) Mereka memerlukan sarana bantuan/dukungan dan

2) Mereka memerlukan teman-teman seperti kita semua.

Mereka yang telah dibebaskan dari penjara untuk hari-hari pertama hidup kembali dan menyesuaikan diri dalam masyarakat memerlukan bantuan material dan moral dari anggota masyarakat dan instansi pemerintah dan swasta, untuk hidup dan menyesuaikan diri. Kalau tidak maka ada kemungkinan besar mereka terpaksa melakukan lagi hal-hal yang tercela dan merugikan masyarakat.

Dapat dikatakan sebab-sebab sosial, terjadinya kriminilitas antara lain terdapat pada pola-pola nilai, sistem-sistem normatif, pola-pola perilaku-perilaku yang bertentangan, standar-standar berbagai macam pengaruh Idas sosial, pengaruh keluarga dan kelompok sebaya, bentuk-bentuk sosial yang dapat diidentifikasikan, lingkungan yang abstrak dan kongkrit dan variabel-variabel lain. Dalam rangka mengurangi peningkatan kriminalitas, maka salah satu usaha yang terbaik adalah usaha pencegahan kriminalitas, terutama sebelum kriminalitas tersebut dilakukan.

Kejahatan merupakan masalah yang senantiasa menarik untuk dibahas, karena kejahatan selalu berkaitan dengan ketertiban, ketentraman, dan kedamaian dalam masyarakat.

Tindakan kejahatan dapat dikatakan sebagai bentuk tingkah lakuseseorang atau sekelompok orang yang melanggar ketentuan-ketentuan,hukum dan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.Sebagai salah satu bentuk tingkah


(25)

8

laku, perbuatan ini senantiasa melekat dan akan selalu hadir dalam kehidupan masyarakat dan sulit untuk di lenyapkan hal ini sejalan dengan pendapat Abdulsyani (1989:69) yang menyatakan bahwa:

“Adanya tingkah laku kejahatan menurut kenyataannya dapat diterima sebagai fakta sosial bagi masyarakat, baik masyarakat yang masih bersahaja maupun masyarakat yang tergolong modern. Sebagai alasannya ialah karena kejahatan akan selalu dijumpai dalam kehidupan ini kendatipun aparat ketertiban sudah semakin ditingkatkan. Artinya memang kejahatan merupakan bagian dari bantuk kehidupan masyarakat.

Walaupun perbuatan tarsebut melekat dan akan selalu hadir dalam masyarakat akan tetapi kejahatan tetap harus dipelajari dalam rangka upaya mempersempit ruang geraknya disamping agar kemungkinan perkembangannya dapat di minimalisir.

Pada dasarnya tindak kejahatan tidak hanya terjadi pada masa sekarang, tetapi jugu dimasa silam.Ini terbukti dengan adanya ahli pikir atau ilmu yang berusaha memecahkan masalah kejahatan pada pada abad-abad sebelum masehi seperti; Aristoteles (383-322 SM) dalam bukunya politik mengemukakan bahwa: "Kemiskinanmenimbulkan kejahatan dan pemberontakan". Dari pendapat Aristoteles tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam keadaan yang serba kekurangan/terjepit seseorang cenderung melakukan tindakan negatif yang merugikan masyarakat.

Seiring dengan proses globalisasi yang diakselerasikan oleh kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat pesat ini, tidak saja menbawa manfaat bagi kepentingan umat manusia tetapi juga meninbulkan berbagai efek sampingan yang negatif. Karena teknologi nanusia menjadi manja, bisa menjadi konsumtif sehingga manusia dikuasai oleh teknologi.Dengan demikian ada kecenderungan orang akanmenilai


(26)

9

sesuatu berdasarkan bentuk lahirnya saja, dan sedikit sekaliyang-gunakan nilai-nilai manusiawinya sendiri. Maka timbullahanggapan bahwa seolah-olah yang namanya masyarakat modern harus memiliki barang-barang hasil teknologi baru itu.Artinya, seseorang akannganggep dirinya modern jika ia mampu mengikuti dan memilikisetiap ciptaan baru. Jika ingin untuk memiliki kebutuhan modern itu tidak terpenuhi maka seakan-akan dirinya tidak berfungsidalam masyarakat.

Hal ini merupakan akibat dari rasa gengsi, tidak sanggup bekerja keras (karena sudah terbuai oleh gemerlapnya hasilteknologi canggih) dan sebagainya. Dalam keadaan demikian maka tidak mustahil timbul hasrat dalam dirimanusia untuk menghalalkan segala carademi tercapainya apa yang diinginkan dalam rangka menaikkan gengsi menyesuaikan diri, mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya ditengah kehidupan yang modern inisehingga semakin meningkatkan kejahatan itu baikdari segi jumlah (kuantitas) maupun segi kualitas atau pola melakukannya menurut Moch Sanusi (1987:1) bahwa:

“Kejahatan adalah fenomena sosial yang timbul dan berkembang dalam masyarakat, sehingga yang pada hakekatnya ketua budaya manusia, sebagai akibat perkembangan ilmu dan teknologi modern maka kejahatan dewasa ini berkembang semodern budaya manusia itu sendiri”.

Selanjutnya kejahatan yang terjadi pada masyarakat selalu hadir dengan ciri-ciri dan pola-pola yang selalu berubah-ubah sesuaidengan perkembangan masyarakat, saperti yang dikatakan oleh Sudarto (1986: 107) bahwa: “Kejahatan itu berubah dari waktu ke waktu dan berbeda dari tempat ke tempat”. Begitu pula halnya dengan daerah Lampung sebagai pintu gerbang penyangga Ibukota mempunyai arti


(27)

10

yang strategis baik didang ekonomi maupun pertahanan keamanan banyak terjadi tindak kejahatan dan pelanggaran seperti tarlihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 1: Daftar Jenis Kejahatan dan Pelanggaran

No Jenis Kejahatan dan

Pelanggan

Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nov 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Politik

Terhadap Kepala Negara Terhadap Ketertiban Pembakaran Penyuapan Mata Uang Memalsu Materai Kesusilaan Penjudian Penculikan Pembunuhan Penganiayaan Pencurian Perampokan (Curas) Memeras dan Mengancam Penggelapan Penipuan Pengrusakan Senjata Tajam Penadahan Lalu Lintas Narkotika Ekonomi Subversi Lain-lain/Merusak Liak - - - 1 - - - 28 - 6 49 51 201 112 11 8 7 - 8 6 4 3 - 1 - - - - 1 - - - 25 - 3 47 49 194 108 9 7 7 - 7 3 2 3 - 1 - - - - 1 - - - 24 - 3 47 46 196 111 8 5 8 - 5 2 2 3 - 1 - - - - 1 - - - 29 - 4 44 39 185 102 5 3 4 - 3 2 1 3 - 1 - - - - 1 - - - 20 - 3 48 42 191 107 4 3 3 - 4 2 1 4 - 1 - - - - 1 - - - 21 - 2 46 44 190 106 3 4 3 - 5 2 2 4 - 1 - - - - 1 - - - 20 - 2 50 45 192 107 2 5 3 - 6 2 1 4 - 1 - - - - 1 - - - 22 - 3 52 52 152 116 2 5 3 - 8 4 1 4 - 1 - - - - 1 - - - 22 - 3 81 53 134 119 2 5 3 - 9 4 - 4 - 1 - - - - 1 - - - 23 - 3 52 50 98 98 2 5 3 - 12 4 7 6 - 1 - - - - 1 - - - 30 - 3 50 48 120 110 7 5 8 - 14 4 11 6 - 1 - Jumlah 496 463 463 426 434 434 441 426 441 457 418 Sumber: Lembaga Pernasyarakatan Rajabasa Bandar Lampung pada Bulan Januari.

Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November 2014.


(28)

11

Pencurian yang paling sering terjadi yakni sebanyak 120 kasus pencurian pada bulan November 2014.

Berdasarkan hasil prasurvei terhadap beberapa narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa Bandar Lampung yang melakukan kejahatan pencurian diduga pendapatan mereka rendah dan jumlah tanggungan mereka banyak sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhannya.Sedangkan kemajuan zaman yang diikuti dengan perkembangan perekonomian dewasa ini, mengakibatkan tumbuhnya persaingan bebas serta adanya iklan-iklan dan sebagainya membuat seseorang cenderung ingin memiliki uang / barang sebanyak-banyaknya. Bagi mereka yang berpenghasilan tinggi dan jumlah tanggungan sedikit tidak menjadi persoalan, tetapi lain halnya bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan sedangkan tanggungan mereka banyak menjadi masalah, karena mmereka cenderung mengambil jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan tanpa mempertimbangkan dan memperhitungkan akibat dari perbuatan tersebut.

Selanjutnya disamping para narapidana pelaku kejahatan pencurianmelakukan kejahatan didorong oleh kondisi ekonomiyang relatif rendah juga diduga tingkat pendidikan mereka rendah, sehingga mereka tidakmampu berpikir secara jernih dalam bersikap / bertindak sehinggatidak mustahil dapat merugikan orang lain, untuk lebih jelasnyadapat dilihat dalam tabel berikut ini


(29)

12

Tabel 2. Tingkat Pendidikan Narapidana Pelaku Kejahatan Pencurian

Kategori Tingkat Pendidikan Jumlah %

Rendah Menengah

Tinggi

TK/SD SMP/SMA Universitas /Akademi

150 80

-

65, 2 34, 8

-

Jumlah 230 100

Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa Bandar Lampung Pada Bulan November 2014.

Dari tabel 2 Tingkat Pendidikan tersebut diketahui bahwa 150 (65,2) para Narapidana yang melakukan kejahatan pencurian berpendidikan rendah atau hanya tamat Sekolah Dasar, sehingga Cakrawala pandang mereka sempit dan di dalam bertindak lebih di dominasi oleh dorongan nafsu serta cenderung bertindak spekulatif, tanpa berpikir lagi tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat merusak dirinya sendiri/merugikan orang lain, bahkan dapat mengakibatkan resahnya masyarakat.

Tindakan kejahatan pencurian merupakan salah satu kejahatan yang sering dilakukan akibat dari rendahnya pendidikan tersebut, terutama pendidikan formal.Pada umumnya mereka tidak mampu berfikir panjang, sehingga secara spekulatif mereka tidakakan segan-segan melakukan kejahatan pencurian.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada kecenderungan orang yang berpendidikan rendah lebih mudah terdorong untuk melakukan kejahatan dalam setiap upaya memenuhi kebutuhan/kepentingannya. Hal ini sejalan dengan pendapat H. Hari Saturodji yang dikutip oleh AbdulSyani dalam bukunya Sosiologi Kriminalitas (1989) yang menyatakan bahwa


(30)

13

“Faktor-faktor yang mempengaruhi kejahatan ada dua yaitu faktor dari luar diri individu dan faktor dari dalam diri individu.Faktor dari dalam diri individu ini termasuk didalamnya pendidikan individu, Sedangkan Faktor dari luar diri termasuk di dalamnya lingkungan tempat tinggal dan ekonominya, karena hal ini mempengaruhi tingkah laku terutama intelegensinya.

Dari pernyataan diatas maka dari itu peneliti tertarik mengkaji lebih dalam mengenai status sosial ekonomi terhadap tindak pencurian di Bandar Lampung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikandiatas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan status sosial ekonomi dengan tindak kejahatan pencurian?

2. Bagaimanakah hubungan status sosial ekonomi dengan tindak kejahatan pencurian?

1.3 Tujuan dan Kegunaan

1.3.1 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan status sosial ekonomi dengan tindak kejahatan pencurian.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis diharapkan dapat menambah dan meningkatkan wawasan llmiah yang berkaitan dengan ruang lingkup soslologi khususnya sosiologi kriminalitas.


(31)

14

2. Secara praktis diharapkan berguna sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum untuk mengantisipasi berbagai kesenjangan yang dapat timbul sehingga dapat mengurangi tindak kejahatan pencurian.

3. Diharapkan berguna bagi sesama Mahasiswa dan pihak lain yang ingin mengetahui tindak kejahatan pencurian dalam hubungannya dengan status sosial ekonomi.


(32)

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Status Sosial Ekonomi

Untuk mengemukakan pengertian tentang status sosial ekonomi terlebihdahulu dikemukakan tentang status.

Status Sosial menurut Soerjono Soekanto (1990: 265) adalah:

"Menunjuk pada kedudukan sosial yang diartikan sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya".

Pernyataan diatas memperlihatkan bahwa status sosial menunjuk kedudukan yang menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam suatu kelompok sosial. Dengan kata lain, kedudukan seseorang memilikihubungan dengan kedudukan orang-orang lain didalam kelompok sosial tersebut.

Lebih lanjut FS. Chaplin (1982) dalam buku diferensiasi sosial memberikan pengertian Status Sosial Ekonomi sebagai berikut:

"Status sosial ekonomi sebagai posisi yang ditempati individu atau keluarga berkenaan dengan ukuran rata-rata yang umum terjadi tentang pemilikan struktural, pendapatan efektif, pemilikan berang-barang dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dalam komunitasnya". Kaare Svalastoga, 2005: 26).

Dan menurut Hanasee Malo (1985: 75) berpendapat bahwa status sosial ekonomi adalah kedudukan suatu keluarga dalam struktur sosial masyarakat dilihat dari


(33)

16

tingkat pendidikan dan pendapatan.Pendapat tersebut diatas juga dipertegas oleh Duncan yang dikutip oleh Kaare Svalastoga dalam bukunya Diferensiasi Sosial yakni di dalam skala status sosial ekonomi Duncan menggunakan dua komponen, yakni Pendapatan dan Pendidikan (Kaare Svalastoga, 2005: 37).

Dari pengertian dan ruang lingkup status sosial ekonomi tersebut, maka yang dimaksud status sosial ekonomi dalam penelltian ini adalah: Suatu Tempat atau posisi sosial masyarakat. Tempat atau posisi sosial ekonomi tersebut diketahui melalui tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan. Bagi seseorang atau golongan yang mempunyai pemilikan atas sumber ekonomi dan tingkat pendidikan, maka ia akan diperhitungkan dalam strata tertentu dalam masyarakat.

2.1.1 Pengertian Tingkat Pendidikan

A. Pengertian Pendidikan

Henurut Zahara Idris (1983: 11) Pendidikan adalah:

"Serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka supaya menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab.Potensi disini adalah potensi fisik, emosi, sosial, sikap moral, pengetahuan dan keterampilan.

Menurut H. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991: 69) dalam bukunyaIlmu Pendidikan mengatakan bahwa:

"Pendidikan adalah suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan.


(34)

17

Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas mengenai .pendidikan maka dapat dislmpulkan bahwa pendidikan adalah:

Serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sadar/interaksi yang disengaja, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta pengalaman, keterampilan, dan sikap individu sehingga terjadi perubahan jasmani dan rohani menuju pengembangan kedewasaan. Proses pendewasaan ini berbeda satu dengan yang lain karena pengaruh pendidikan itu, artinya semakin tinggi pendidikan saseorang akan semakin tinggi pula pengetahuan keterampilan dan sikapnya.

B. Bentuk-bentuk dan Tingkat Pendidikan

Menurut Philip Coombs yang dikutip oleh Zahara Idris (1983:58) dalam bukunya dasar-dasar kependidikan menyatakan bahwa pendidikan itu dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu:

1. Pendidikan Informal

Pendidikan Informal ialah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengelaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis, sejak seorang lahir sampai mati seperti didalam keluarga, tetangga, pekerjaan, didalam pergaulan sehari-hari.

2. Pendidikan Formal

Pendidikan Formal yang kita kenal dengan pendidikan sekolah, yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan yang dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlangsung dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.


(35)

18

3. Pendidikan Non Formal

Pendidikan Non Formal ini sering disebut juga dengan pendidikan diluar sekolah, ialah pandidikan yang diperoleh seseorang secara teratur, terarah, disengaja, tetapi tidak terlalu mengikuti "peraturan yang ketat.

Dalam pasal 12 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (1989) menyatakan bahwa:

"Tingkat pendidikan adalah jenjang atau tingkat dari suatu pendidikan yang ada dinegara kita adalah pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan dasar terdiri dari (TK/SD), Pendidikan Menengah (SMP/SMA), dan Pendidikan

tinggi (Universitas/Akademi)”.

Berdasarkan pengertian diatas dalam penelitian ini tingkat pendidikan yang dimaksud adalah jenjang pendidikan formal teraknir yang pernah ditempuh dan di tamatkan oleh seseorang yang berijazah.

2.1.2 Pengertian Pendapatan

Pengertian pendapatan menurut Mulyanto sumardi dan Hans Dieter Evers (1982: 9) yaitu:

"Pendapatan adalah jumlah penerimaan yang diperoleh suatu keluarga yang bersumber dari pekerjaan pokok termasuk juga pekerjaan tambahan.Pendapatan ini berkaltan erat dengan jenis pekerjaan seseorang, karena pendapatan ini adalah merupakan imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan seseorang.Jadi dapat dikatakan bahwa pekerjaan merupakan alat untuk memperojeh pendapatan dan biasanya imbalan yang diberikan berupa barang atau uang".

Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi (1987:24) mengatakan bahwa pendapatan adalah gambaran yang paling tepat tentang posisi ekonomi keluarga dalam masyarakat.


(36)

19

Menurut Winardi (1984:136) menyatakan bahwa pendapatan adalah berupa equivalen (sederajat) dengan uang selama periode tertentu, yaitu berupa penghasilan seseorang seperti gaji biaya sewa / honorarium.

Kemudian menurut Biro Pusat Statistik (2012), pengertian pendapatan dan penerimaan dapat dibedakan 2 jenis:

1. Pendapatan Faktor yang Didistribusikan

Pendapatan faktor golongan ini dapat dibagi lagi menurut sumbernya menjadi: a. Penghasilan sebagai upah.

b. Penghasilan dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas. c. Penghasilan dari pemilikan harta.

2. Transfer yang bersifat Redistributif

Golongan ini, terutama terdiri dari transfer pendapatan yang tidak bersifat mengikat biasanya bukan merupakan imbalan atas penyerahan barang/jasa/harta milik.

A. Pengertian Tingkat Pendapatan

Adapun yang dimaksud dengan tingkat pendapatan adalah tingkat nidup yang dinikmati oleh seseorang individu atau keluarga yang didasarkan atas penghasilan mereka atas sumber-sumber penghasilan lainnya. (Winardi, 1984: 248)

Dari pendapatan tersebut dapat dinyatakan bahwa tingkat pendapatan adalah jenjang penghasilan yang diterima atau diperoleh keluarga dalam satu bulan baik berupa uang atau barang dimana yang berupa barang dikonversikan kedalam rupiah, yang bersumber dari pekerjaan pokok dan pekerjaan tambahan dan dengan melihat jumlah tanggungan keluarga.


(37)

20

2.2 Pengertian Tindak Kejahatan

Menurut J.E Sahetapy dan Mardjono Reksodipuroi menyatakan bahwa:

“Kejahatan adalah setiap perbuatan (termasuk kelaiaian) dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi sanksi berupa pidana oleh negara.Perbuatan tersebut diberi hukum pidana penjara karena perbuatan tersebut meianggar norma-norma masyarakat, yaitu harapan masyarakat mengenai tingkah laku yang patut dari seseorang warga negaranya". (AbdulSyani, 1989: 12)

Selanjutnya W.A Bonger (1981) mengatakan bahwa:

“Kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosiai yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukum atau tindakan)”.(AbdulSyani, 1989: 12)

Dari pendapat-pendapat tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa tindakan kejahatan, merupakan perbuatan yang menyimpang dari ketentaan-ketentuan umum, atau suatu perbuatan itu menyimpang jika perbuatan itu bertentangan dengan hukum, dan norma masyarakat. Tindakan Kejahatan dapat ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut:

1. Kejahatan ditinjau dari aspek yuridis yaitu: Jika seseorang melanggar peraturan atau undang-undang pidana dan ia dinyatakan bersalah oleh pengadilan serta dijatuhi hukuman. Dalam hal ini jika seseorang belum dijatuhi hukuman, berarti orang tersebut belum dikatakan sebagai penjahat.

2. Kejahatan ditinjau dari aspek sosial ialah: Jika seseorang mengalami kegagalan dan menyesuaikan diri atau berbuat menyimpang densen sadar atau tidak sadar dari norma-norma yang berlaku didalam masyarakat sehingga perbuatannya tidak dibenarkan oleh masyarakat yang bersangkutan.


(38)

21

3. Kejahatan ditinjau dari aspek ekonomis ialah: Jika seseorang atau lebih dianggap merugikan orang lain dengan membebankan kepentingan ekonominya kepada orang lain/ masyarakat sekelilingnya sehingga ia dianggap sebagai penghambat atas kebahagian pihak lain. (AbdulSyani, 1989: 12)

Selain aspek-aspek tersebut diatas, masih banyak lagi aspek lain seperti aspek intelegensia, aspek agama, aspek fiisafat, dan sebagainya. Ini menunjukkan kepada kita bahwa betapa rumit dan kompleksnya tindakan kejahatan. (AbdulSyani: 1989: 12) Menurut Djamaludin Nurdin Hamid dalam makalahnya yang berjudul "Peran Legislatif Mengawasi dan Ikut Menanggulangi Kriminalitas, Prostitusi, dan Perjudian" menyatakan Bahwa"Penyebab tindakan kejahatan antara lain adalah : 1. Anomali moral (kelainan moral) atau degenarasi ethis/susila adanya relasi

antara proses degenarasi dengan kriminalitas. 2. Kemiskinan dan Kesengsaraan.

3. Pengaruh Eksternal yang jahat. 4. Lingkungan Sosial yang buruk.

5. Situasi dan kondisi kenegarain dan pemerintah.

Selanjutnya AbdulSyani menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan tindakan kejahatan terdiri atas dua bagian yaitu faktor bersumber dari luar diri individu (ekstern). Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri individu:

1. Sifat khusus dalam diri individu, ini ada hubungannya dengan keadaan psikologis diri individu. Adapun sifat-sifat khusus yang dapat menimbulkan tindakan kejahatan antara lain :


(39)

22

A. Sakit Jiwa B. Daya Emosional C. Rendahnya Mental D. Anomi

2. Sifat umum dalam diri individu.

Sifat umum dapat dikatagorikan atas beberapa macam, yaitu: A. Umur

B. Sex

C. Kedudukan individu didalam masyarakat D. Masalah rekreasi atau hlburan individu

Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri individu: 1. Faktor ekonomi

A. Tentang perubahan-perubahan harga B. Pengangguran

C. Urbanisasi D. Faktor agama

E. Faktor film (termasuk televisi)(Abdul Syani, 1989:44)

Sejalan dengan pendapat tersebut diatas, Robert K. Merton dalam teori Anominya mengemukakan:

"Anomiterjadi dimana penekanan berlebihan diletakan pada satu pilihan dengan pengorbanan lainnya, penekanan pada hal yang berlebihan menyebabkan "orang mengambil cara apapun syah maupun tidak".


(40)

23

2.2.1 Pengertian Tindak Kejahatan Pencurian

Pengertian dan ketentuan mengenai kejahatan pencurian diatur dalam buku kedua Bab XXII Undang-undang Hukum Pidana yaitu sebagai berikut:

1. Pencurian dalam bentuk yang pokok 2. Pencurian dalam bentuk pemberatan 3. Pencurian ringan

4. Pencurian dalam keluarga

1. Pencurian Dalam Bentuk Yang Pokok

Pencurian dalam bentuk yang pokok ini diatur dalam pasal 362Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagai berikut:

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah", (Moeljatna: 1992:154)

Dari pengertian diatas terdapat unsur-unsur: Subyektif:

 Mengambil

 Barang sesuatu Sifat status benda itu:

 Seluruh kepunyaan orang lain

 Sebagian kepunyaan orang lain

 Obyektif

 Maksud


(41)

24

2. Pencurian Dengan Pemberatan

Pencurian dengan pemberatan adalah perbuatan pencurian yang memiliki unsur-unsur pencurian dalam bentuk yang pokok karena ditambah unsur-unsur yang lain sehingga hukumannya diperberat. Pencurian dengan pemberatan ini diatur dalam pasal 363 dan 365 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Pasal 363 (1) diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: Ke-1.

Ke-2.

Ke-3.

Ke-4. Ke-5.

Pencurian Ternak

Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan gempa bumi atau gempa laut,banjir, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atan banyak perang.

Pencurian diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak.

Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih denganbersekutu, Pencurian yang untuk masuk ketempat melakukan kejahatan atauuntuk sampai pada barang yang diambil dilakukan dengan marusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

Pasal 362 (2) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan ke-5 maka dikenakan pidana paling lama sembilan tahun.

Pasal 365 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atan ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiap atau mernpermudah pencurlan atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. (2). Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:


(42)

25

Ke-1.

Ke-2. Ke-3.

Ke-4. (3). (4).

Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumahatau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dijalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih denganbersekutu. Jika masuknya ketempat melakukan kejahatan, dengan merusakatau memargat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

Jika perbuatan mengaklbatkan luka-luka berat.

Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjarapaling lama lima belas tahun.

Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atauselama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan mati atau luka berat dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3

3. Pencurian Ringan

Pencurian ringan adalah: perbuatan pencurian yang memiliki uiisur-unsur pencurian dalam bentuk yang pokok karena ditambah unsur-unsur yang lain sehingga hukumannya diperingan. Pencurian ringan ini diatur dalam pasal 364 Kitab Undang-undang Kukum Pidana.

Pasal 364. Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 Ke- 4 begitupun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 Ke- 5, Apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, dikenai karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

4. Pencegahan Kriminalitas

A. Alasan mengutamakan pencegahan kriminalitas

Sebelum dilakukan pembahasan masalah pencegahan kriminalitas dan penyimpangan lain, maka ingin terlebih dahulu diajukan beberapa alasan mengapa


(43)

26

mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pencegahan sebelum kriminalitas dan penyimpangan lain dilakukan.

Adapun alasannya adalah antara lain sebagai berikut:

1. Tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan represif dan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokrasi, yang dapat menjurus ke arah birokratisme yang merugikan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan dengan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak dan tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan sendiri-sendiri dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai mengunci rumah/kendaraan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain. 2. Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti antara

lain; stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum/dibina), pengasingan, penderitaan-penderitaan dalam berbagai bentuk, pelanggaran hak asasi, permusuhan/kebencian terhadap satu sama lain yang dapat menjurus ke arah residivisme. Viktimisasi struktural (penimbulan korban struktur tertentu dapat diku-rangi dengan adanya usaha pencegahan tersebut, misalnya korban suatu sistem penghukuman, peraturan tertentu sehingga dapat mengalami penderitaan mental, fisik dan sosial).

3. Usaha pencegahan dapat pula mempererat persatuan, kerukunan dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota masyarakat.


(44)

27

Dengan demikian usaha pencegahan dapat membantu orang mengembangkan orang bernegara dan bermasyarakat lebih baik lagi, Oleh karena mengamankan dan mengusahakan stabilitas dalam masyarakat, yang diperlukan demi pelaksanaan pembangunan Nasional untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Usaha pencegahan kriminalitas dan penyimpangan lain dapat merupakan suatu usaha menciptakan kesejahteraan mental, fisik dan sosial seseorang.

B. Arti Pencegahan

Dalam usaha pencegahan kriminalitas, kata pencegahan dapat berarti antara lain mengadakan usaha perubahan yang positif. Sehubungan dengan pemikiran ini, maka dalam rangka merubah perilaku kriminal, kita harus merubah lingkungan (abstrak dan kongkrit) dengan mengurangi hal yang mendukung perbuatan kriminal yang ada dan menambah risiko yang dikandung pada suatu perbuatan kriminal(tidak merehabilitasi si pelaku kriminil). Usaha pencegahan kriminalitas bergantung pada dua aspek perbaikan lingkungan tersebut di atas, terutama yang pertama. Ilmu pengetahuan dan tekonologi sehubungan dengan perilaku akan dikembangkan sampai suatu titik di mana perilaku menyimpang yang utama dapat diawasi. Nilai yang sesungguhnya dari ilmu pengetahuan tadi adalah apabila ia dapat mendesain suatu lingkungan di mana orang dapat berkembang sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi perilaku menyimpang (dikuatkan).

Dikatakan bahwa manusia itu adalah suatu hasil dari lingkungannya. Menurut pandangan seorang biolog susunan fisik seseorang adalah suatu adaptasi terhadap pengaruh lingkungan.


(45)

28

Seorang psikolog menunjukkan pentingnya pengkondisian lingkungan. Para sosiolog dan antropolog telah merifer pada kultur dan masyarakat sebagai respons adaptasi dari situasi lingkungan. Dapat dikatakan perilaku kriminaladalah suatu perilaku yang beradaptasi pada atau hasil kondisi lingkungan tertentu. Dengan demikian kita sampai pada perhatian adaptasi pada suatu lingkungan sebagai suatu proses yang menentukan. Dikatakan bahwa perilaku kriminalitu mengandung beberapa unsur lain seperti:

a. Unsur pendukung pada suatu perbuatan kriminil,

b. Risiko yang dikandung dalam pelaksanaan suatu kriminalitas, c. Masa lampau yang mengkondisikan seorang individu terlibat, d. Struktur kemungkinan untuk melakukan suatu kriminalitas.

Unsur yang terakhir kemungkinan/kesempatan untuk melakukan kriminalitas juga ada hubungannya dengan pola-pola respons yang berbeda-beda karena seorang individu tidak akan berlaku kriminaldan menimbulkan korban sampai ada suatu ke-sempatan untuk berbuat kriminalmuncul dengan sendirinya dalam suatu lingkungan. Lokasi kriminalitas ada pada suatu lingkungan dan tidak ada pada seorang individu. Suatu sturuktur lingkungan yang yang sesuai bagi seorang akan memungkinkan orang tersebut menjadi kriminalatau tidak kriminil. Misalnya: Sistem pengawasan lemah dan lingkungan yang sepi, gelap, berdesak-desakan.

Perilaku adalah suatu proses penentuan keputusan, didasarkan pada pengalaman masa lampau dan kini, seseorang yang dipergunakan untuk beradaptasi pada lingkungan yang akan datang dengan merubah lingkungan. Perilaku adalah suatu hasil interaksi suatu organisme dan lingkungan. Organisme itu dibentuk sedemikian rupa untuk dapat menerimatanda-tandaatau pesan-pesan dari


(46)

29

lingkungan dan untuk berrespons terhadap tanda-tanda ini melalui perilaku. Perilaku adalah suatu proses yang menghubungkan atau merupakan sarana suatu organisme menyesuaikan diri atau beradaptasi pada suatu lingkungan. Jadi perilaku adalah adaptasi suatu organisme pada suatu lingkungan. Organisme manusia merupakan suatu input-output proses yang mempunyai tiga aspek hakiki yaitu: 1. Input atau reseptor

2. Organisasi atau koneksi, 3. Output atau efektor.

Perilaku suatu organisme adalah hasil dari kondisi-kondisi lingkungan masa lampau dan kondisi masa depan yang diubah oleh atau sebagai akibat suatu perilaku. Titik beratnya adalah pada akibat masa depan perilaku dan tidak pada yang dari masa lampau. Perilaku dilihat sebagai suatu proses adaptif pada kondisi-kondisi lingkungan. Perilaku berorientasi pada masa dan tidak pada masa lampau, Untuk merubah perilaku yang menyimpang kita harus secara langsung menghilangkan lingkungan pendukungnya yang mempertahankan perilaku kriminaltersebut. Dengan demikian pengertian pencegahan itu dapat berarti luas dan memperhitungkan perkembangan hidup manusia yang berhubungan erat dengan lingkungan (yang abstrak dan kongkrit) dengan titik berat pada hari ini dan hari kemudian seseorang.

Tujuan pencegahan kriminalitas akan mempengaruhi penentuan kebijaksanaan pelaksanaannya. Adapun tujuan dari suatu usaha pencegahan kriminalitas adalah antara lain mencapai masyarakat yang adil dan makmur (material dan spiritual). Dengan demikian maka tujuan tadi dapat meliputi:


(47)

30

1) Pemeliharan kelestarian hidup bersama manusia,

2) Penjaminan kepastian hidup dan rasa aman tentram setiap warganegara, 3) Mempertahankan ketertiban dan keamanan masyarakat,

4) Pengurangan penyimpangan perilaku warga negara dan yang berkuasa (politis, ekonomis, religius).

Usaha pencegahan kriminalitas yang disamping memperhatikan perbaikan lingkungan juga memperhitungkan pembinaan mental dapat dianggap sebagai satu cara yang paling baik, meskipun pemantapannya adalah tidak mudah dan makan waktu. Tetapi apabila berhasil, ini akan merupakan pemberian perlengkapan hidup, yang dapat membantu orang mampu berdiri sendiri dalam menghadapi tantangan hidup yang negatif dan yang menjurus kepada melakukan hal-hal yang negatif. Pemberian kelengkapan hidup ini akan lebih berhasil lagi apabila para anggota suatu masyarakat certentu dapat mendukung dan memberikan kesempatan pada yang telah dibina tersebut, mengembangkan dan mencapai cita-citanya untuk memenuhi keperluan fisik, mental dan sosiainya secara halal, dan agar selanjutnya dapat menolong orang lain dan mengabdi pada masyarakat.

Misalnya; orang yang selesai mengalami hukuman penjara setelah dibina di Lembaga Pemasyarakatan dan ditolong oleh anggota masyarakat atau suatu organisasi pembinaan kemudianmenolong sesamanya dan meniadi orang yang berguna bagi masyarakat di kemudian hari.


(48)

31

5. Pencurian Dalam Keluarga

Pencurian dalam keluarga ini diatur dalam pasal 367 (1).

(2).

(3).

Jika pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami (istri) dari orang yang terkena kejahatan, dan tidak terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu, tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.

Jika dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia keluarga sedarah atau semanda, baik dalam garis lurus, maupun garis menyimpang dari derajat kedua, maka terhadapnya hanya mungkin diadakan penuntutan jika pengaduan yang terkena kejahatan.

Jika menurut lembaga matriarikhal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain daripada bapak kandungnya maka aturan tersebut ayat diatas, berlaku bagi orang itu.

Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan tindak kejahatanpencurian pada penelitian ini adalah jika seseorang/sekelompok orang mengambil barang atau sesuatu kepunyaan/milik orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum dan perbuatannya telah diputuskan oleh hakim.

6. Pencegahan Kriminalitas

A. Alasan mengutamakan pencegahan kriminalitas

Sebelum dilakukan pembahasan masalah pencegahan kriminalitas dan penyimpangan lain, maka ingin terlebih dahulu diajukan beberapa alasan mengapa mencurahkan perhatian yang lebih besar pada pencegahan sebelum kriminalitas dan penyimpangan lain dilakukan.

Adapun alasannya adalah antara lain sebagai berikut:

4. Tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada tindakan represif dan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokrasi, yang dapat menjurus ke arah birokratisme yang merugikan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang. Usaha pencegahan adalah lebih


(49)

32

ekonomis bila dibandingkan dengan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak dan tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan sendiri-sendiri dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai mengunci rumah/kendaraan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain. 5. Usaha pencegahan tidak perlu menimbulkan akibat yang negatif seperti antara

lain; stigmatisasi (pemberian cap pada yang dihukum/dibina), pengasingan, penderitaan-penderitaan dalam berbagai bentuk, pelanggaran hak asasi, permusuhan/kebencian terhadap satu sama lain yang dapat menjurus ke arah residivisme. Viktimisasi struktural (penimbulan korban struktur tertentu dapat diku-rangi dengan adanya usaha pencegahan tersebut, misalnya korban suatu sistem penghukuman, peraturan tertentu sehingga dapat mengalami penderitaan mental, fisik dan sosial).

6. Usaha pencegahan dapat pula mempererat persatuan, kerukunan dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota masyarakat. Dengan demikian usaha pencegahan dapat membantu orang mengembangkan orang bernegara dan bermasyarakat lebih baik lagi, Oleh karena mengamankan dan mengusahakan stabilitas dalam masyarakat, yang diperlukan demi pelaksanaan pembangunan Nasional untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Usaha pencegahan kriminalitas dan penyimpangan lain dapat merupakan suatu usaha menciptakan kesejahteraan mental, fisik dan sosial seseorang.


(50)

33

B. Arti Pencegahan

Dalam usaha pencegahan kriminalitas, kata pencegahan dapat berarti antara lain mengadakan usaha perubahan yang positif. Sehubungan dengan pemikiran ini, maka dalam rangka merubah perilaku kriminil, kita harus merubah lingkungan (abstrak dan kongkrit) dengan mengurangi hal yang mendukung perbuatan kriminalyang ada dan menambah risiko yang dikandung pada suatu perbuatan criminal (tidak merehabilitasi si pelaku kriminil). Usaha pencegahan kriminalitas bergantung pada dua aspek perbaikan lingkungan tersebut di atas, terutama yang pertama. Ilmu pengetahuan dan tekonologi sehubungan dengan perilaku akan dikembangkan sampai suatu titik di mana perilaku menyimpang yang utama dapat diawasi. Nilai yang sesungguhnya dari ilmu pengetahuan tadi adalah apabila ia dapat mendesain suatu lingkungan di mana orang dapat berkembang sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi perilaku menyimpang (dikuatkan).

Dikatakan bahwa manusia itu adalah suatu hasil dari lingkungannya. Menurut pandangan seorang biolog susunan fisik seseorang adalah suatu adaptasi terhadap pengaruh lingkungan

Seorang psikolog menunjukkan pentingnya pengkondisian lingkungan. Para sosiolog dan antropolog telah merifer pada kultur dan masyarakat sebagai respons adaptasi dari situasi lingkungan. Dapat dikatakan perilaku criminal adalah suatu perilaku yang beradaptasi pada atau hasil kondisi lingkungan tertentu. Dengan demikian kita sampai pada perhatian adaptasi pada suatu lingkungan sebagai suatu proses yang menentukan. Dikatakan bahwa perilaku kriminalitu mengandung beberapa unsur lain seperti:


(51)

34

e. Unsur pendukung pada suatu perbuatan kriminil,

f. Risiko yang dikandung dalam pelaksanaan suatu kriminalitas, g. Masa lampau yang mengkondisikan seorang individu terlibat, h. Struktur kemungkinan untuk melakukan suatu kriminalitas.

Unsur yang terakhir kemungkinan/kesempatan untuk melakukan kriminalitas juga ada hubungannya dengan pola-pola respons yang berbeda-beda karena seorang individu tidak akan berlaku kriminaldan menimbulkan korban sampai ada suatu kesempatan untuk berbuat criminal muncul dengan sendirinya dalam suatu lingkungan. Lokasi kriminalitas ada pada suatu lingkungan dan tidak ada pada seorang individu. Suatu sturuktur lingkungan yang yang sesuai bagi seorang akan memungkinkan orang tersebut menjadi criminal atau tidak kriminil. Misalnya: Sistem pengawasan lemah dan lingkungan yang sepi, gelap, berdesak-desakan.

Perilaku adalah suatu proses penentuan keputusan, didasarkan pada pengalaman masa lampau dan kini, seseorang yang dipergunakan untuk beradaptasi pada lingkungan yang akan datang dengan merubah lingkungan. Perilaku adalah suatu hasil interaksi suatu organisme dan lingkungan. Organisme itu dibentuk sedemikian rupa untuk dapat menerimatanda-tandaatau pesan-pesan dari lingkungan dan untuk berrespons terhadap tanda-tanda ini melalui perilaku. Perilaku adalah suatu proses yang menghubungkan atau merupakan sarana suatu organisme menyesuaikan din atau beradaptasi pada suatu lingkungan. Jadi perilaku adalah adaptasi suatu organisme pada suatu lingkungan. Organisme manusia merupakan suatu input-output proses yang rriempunyai tiga aspek hakiki yaitu:


(52)

35

1. Input atau reseptor 2. Organisasi atau koneksi, 3. Output atau efektor.

Perilaku suatu organisme adalah hasil dari kondisi-kondisi lingkungan masa lampau dan kondisi masa depan yang diubah oleh atau sebagai akibat suatu perilaku. Titik beratnya adalah pada akibat masa depan perilaku dan tidak pada yang dari masa lampau. Perilaku dilihat sebagai suatu proses adaptif pada kondisi-kondisi lingkungan. Perilaku berorientasi pada masa dan tidak pada masa lampau, Untuk merubah perilaku yang menyimpang kita harus secara langsung menghilangkan lingkungan pendukungnya yang mempertahankan perilaku kriminaltersebut. Dengan demikian pengertian pencegahan itu dapat berarti luas dan memperhitungkan perkembangan hidup manusia yang berhubungan erat dengan lingkungan (yang abstrak dan kongkrit) dengan titik berat pada hari ini dan hari kemudian seseorang.

Tujuan pencegahan kriminalitas akan mempengaruhi penentuan kebijaksanaan pelaksanaannya. Adapun tujuan dari suatu usaha pencegahan krimii, litas adalah antara lain mencapai masyarakat yang adil dan makmur (material dan spiritual). Dengan demikian maka tujuan tadi dapat meliputi:

5) Pemeliharan kelestarian hidup bersama manusia,

6) Penjaminan kepastian hidup dan rasa aman tentram setiap warganegara, 7) Mempertahankan ketertiban dan keamanan masyarakat,

8) Pengurangan penyimpangan perilaku warga negara dan yang berkuasa (politis, ekonomis, religius).


(53)

36

Usaha pencegahan kriminalitas yang disamping memperhatikan perbaikan lingkungan juga memperhitungkan pembina-an mental dapat dianggap sebagai satu cara yang paling baik, meskipun pemantapannya adalah tidak mudah dan makan waktu. Tetapi apabila berhasil, ini akan merupakan pemberian perlengkapan hidup, yang dapat membantu orang mampu berdiri sendiri dalam menghadapi tantangan hidup yang negatif dan yang menjurus kepada melakukan hal-hal yang negatif. Pemberian kelengkapan hidup ini akan lebih berhasil lagi apabila para anggota suatu masyarakat tertentu dapat mendukung dan memberikan kesempatan pada yang telah dibina tersebut, mengembangkan dan mencapai cita-citanya untuk memenuhi keperluan fisik, mental dan sosiainya secara halal, dan agar selanjutnya dapat menolong orang lain dan mengabdi pada masyarakat.

Misalnya; orang yang selesai mengalami hukuman penjara setelah dibina di Lembaga Pemasyarakatan dan ditolong oleh anggota masyarakat atau suatu organisasi pembinaan kemudianmenolong sesamanya dan menjadi orang yang berguna bagi masyarakat di kemudian hari.

2.3 Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Tindak Kejahatan

Pencurian

Berdasarkan pendapat H. Hari Saherodji yang dikutip oleh Abdul Syani (1989) menyatakan bahwa:

"Faktor-faktor yang mempengaruhi kejahatan ada dua yaitu faktor dari luar diri individu dan faktor dari dalam diri individu.Faktor dari dalam diri individu ini termasuk didalamnya pendidikan individu, karena hal ini mempengaruhi tingkah laku, terutama intelegensinya".


(54)

37

Dari pendapat tersebut diatas, pendidikan berpengaruh terhadap kejahatan, karena akan mempengaruhi tingkah laku terutama intelegensianya, Jika seseorang intelegensianya rendah maka cakrawala pandang mereka sempit dan didalam bertindak lebih didominasi oleh dorongan nafsu serta cenderung spekulatif tanpa berpikir dalam tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi yang dapat merugikan oranglain bahkan diri sendiri, sehingga mereka yang kurang mendapat pendidikan formal, canderung tidak segan-segan melakukan kejahatan. Begitu pula halnya dengan pendapatan, jika kebutuhan hidup cukup banyak sedangkan tingkat pendapatan rendah/ekonomi lemah maka, akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan kejahatan pencurian.

Kemajuan zaman yang diikuti dengan perkembangan dibidang ekonomi dewasa ini mengakibatkan persaingan bebas serta dengan adanya iklan-iklan diberbagai media dan sebagainya membuat orang cenderung ingin memiliki uang/barang sebanyak-banyaknya bagi yang berpenghasilan hingga tidak menjadi suatu persoalan, tapi bagi yang berpenghasilan keci1/ekonominya lemah menjadi suatu persoalan karena mereka cenderung mencari jalan pintas dengan mengambil barang/sesuatu milik orang lain tanpa memikirkan dan memperhitungkan akibat dari perbuatan tersebut.Dari uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan yang merupakan tindak kejahatan pencurian. Karena intelegensinya rendah, kondisi miskin akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan pemenuhan kebutuhan mereka melalui cara-cara yang dianggap mereka lebih praktis.


(55)

38

Skematika Hubungan Antar Variabel

2.4 Hipoteis

Menurut Sutrisno Hadi. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang perlu dibuktikan kebenarannya, bias benar atau salah.Dapat diterima jika benar dan ditolak bila salah melalui penyelidikan data yang dikumpulkan.

Berdasarkan pengertian diatas maka untuk mengetahui jawaban yang benar untuk dinyatakan kebenarannya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha : Ada hubungan antara Status Sosial Ekonomi denganTindak Kejahatan Pencurian.

H0 : Tidak ada hubungan antara Status Sosial Ekonomi denganTindak Kejahatan Pencurian.

STATUS SOSIAL EKONOMI Y


(56)

39

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah eksplanasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk menyoroti hubungan antar variabel-variabel dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Menurut Sanapiah (2010), objek telaah penelitian ekplanasi (explanatory research)adalah untuk menguji hubungan antar variabel yang dihipotiskan. Pada tipe penelitian ini, jelas ada hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis itu sendiri menggambarkan hubungan antar dua atau lebih variabel, untuk mengetahui apakah suatu variabel berasosiasi atau tidak dengan variabel lainnya, dan apakah suatu variabel disebabkan/dipengaruhi ataukah tidak oleh variabel lain.

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan suatu pola penyajian dari sebuah analisis mengenai fenomena yang disusun dengan data kuantitatif serta membuat ketepatan pengukurannya dengan metode statistika sebagai alat ukurnya.

Dalam penelitian ini, penulis meneliti dan menggambarkan fakta dan data dengan sistematis secara faktual dan akurat.Penggambaran tersebut dilakukan berdasarkan analisis dari fenomena yang disusun dengan data kuantitatif mengenai hubungan status sosial ekonomi dengan tindak kriminal pencurian di Bandar Lampung.


(57)

40

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Lembaga Permasyarakatan RajabasaKota Bandar Lampung karena di lembaga permasyarakatan raja basa terdapat banyak Narapidana Tindak Kejahatan Pencurian dengan latar belakang status sosial ekonomi.

3.3Difinisi Operasional Variabel

3.3.1 Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi adalah suatu tempat posisi seseorang atau keluarga dalam suatu struktur sosial masyarakat tempat atau posisi ekonomi tersebut diketahui malalui tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan.

3.3.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir berijazah. Selanjutnya tingkat pendidikan diukur berdasarkan ijazah terakhir yang dimiliki, tingkat pendidikan dikatagorikan sebagai berikut:

a. Pendidikan rendah, yaitu Tamat Sekolah Dasar/ Tidak Tamat. b. Pendidikan sedang, yaitu Tamat SLTP/SLTA.

c. Pendidikan tinggi, yaitu Akademi/Universitas.

3.3.3 Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah jenjang pendapatan/penghasilan yang diterima atau diperoleh keluarga dalam sebulan baik berupa uang maupun barang, dimana yang berupa barang dikonversikan kadalam rupiah yang bersumber dari pekerjaan pokok dan tambahan dan dengan melihatjumlah tanggungan keluarga.Hasil dari


(58)

41

pendapatan masing-masing responden di Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa Bandar lampung kemudian diperingkatkan atau dikatagorikan pendapatan rendah, pendapatan sedang, dan pendapatan tinggi.

3.3.4 Tindak Kejahatan Pencurian

Tindak Kejahatan Pencurian adalah jika seseorang atau sekelompok orang mengambil barang atau sesuatu kepunyaan/milik orang lain dengan maksud untuk memilkinya secara melawan hukum dan perbuatan tersebut telah diputuskan oleh hakim. Tindak kejahatan diukur berdasarkan kriteria sebagai berikut:

a. Jenis barang curian; batasannya yaitu jenis barang curian yangdikatagorikan : Tinggi : Kendaraan, Hewan (Sapi)

Sedang : Televisi, Radio,Tape Recorder Rendah : Uang/Perhiasan

b. Nilai barang curian yakni dengan melihat nilai uangnya dari hasil curian tersebut, dengan katogri :

Tinggi : Rp. 2.500.000,-

Sedang : Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 2.500.000,- Rendah : 1 Rp. 1.000.000,-

c. Sasaran pencurian, yakni dengan melihat sasaran pelaku dalam melakukan kejahatan tersebut dengan katogori

Tinggi : Pria Muda Sedang : Wanita

Rendah : Orang Tua/ Anak-Anak

d. Teknik pencurian, yakni bagaimana cara pelaku dalam melakukan kejahatan tersebut dengan katagori

Tinggi : Merusak Disertai Dengan Kekerasan Sedang : Mendobrak/Merusak

Rendah : Mencari Peluang

e. Lamanya hukuman, yakni dengan me1ihat lamanya sipelaku tindak kejahatan dijatuhi hukuman dengan katagori

Tinggi : 2 Tahun Lebih Sedang : 1 Sampai 2 Tahun Rendah : <. 1 Tahun

f. Frekuensi melakukan kejahatan, hal ini berkaitan dengan sering tidaknya seseorang melakukan kejahatan dan dikenakan hukuman dengan katagori Tinggi : 4 Kali Lebih

Sedang : 2 Sampai 3 Kali Rendah : 1 Kali


(59)

42

3.4 Populasi Dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2004), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Narapidana yang melakukan kejahatan pencurian yang barjumlah 195 orang dan berada di Lambaga Pemasyarakatan Rajabasa-Bandar Lampung (2015).

2. Sampel

Menurut Notoatmodjo (2002), sampel adalah bagian-bagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil antara 25% sampai dengan 40% dari populasi, dengan pertimbangan jumlah sampel sebesar itu dapat mewakili dari populasi.Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Snow Ball Sampling. Dalam penelitian kuisioner yang dapat dianalisa sejumlah 39 responden dari 48 responden yang berhasil di wawancarai.

3.5Teknik Pengumpulan Data

Adapun cara yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini: 1. Kuesioner

Kuesioner merupakan suatu metode penyelidikan dengan manggunakan daftar pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang menjadi sasaran dari penelitian.


(60)

43

2. wawancara

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang akan diperoleh. Dalam melakukan wawancara, peneliti telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya sudah disiapkan.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara mengadakan pencatatan terhadap dokumen berkenaan denganpermasalahan yang sedang diteliti. teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan literature yang dapat mendukung dan memberikan informasi bagi pelaksaan penelitian iniseperti buku-buku atau arsip-arsip yang terikat dengan kegiatan penelitian.

3.6 Tehnik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh selanjutnya diolah melalui tahap-tahapsebagai berikut: 3. Tahap Editing, dalam tahap ini perlu diperhatikan adalah :

a. Lengkap tidaknya pengisian alat ukur. b. Keterbabatasan tulisan.

c. Kesesuaian jawaban. d. Kejelasan makna jawaban. e. Relevansi jawaban.

f. Keseragaman satuan data.

4. Tahap Koding, yaitu tahap dimana peneliti mengkatagorikan data yang terkumpul dari lapangan alu memberi kode.


(61)

44

6. Interpretasi yaitu tahap dari penelitian yang berupa data diinterpretasikan agar lebih mudah dipahami yang kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam penulisan ini menggunakan analisa kuantitatif untuk mengetahui hubungan sosial ekonomi dengan tindak kejahatan pencurian digunakan rumus product moment sebagai berikut:

=

Keterangan :

rxy = koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y

XY = hasil perkalian variabel bebas dengan variabel terikat X = hasil skor variabel X

Y = hasil skor variabel Y

X2 = hasil perkalian kuadrat dari hasil variabel X Y2 = hasil perkalian kuadrat dari hasil variable Y N = jumlah sampel penelitian

Korelasi product moment merupakan alat uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif (uji hubungan) dua variable bila datanya berskala ratio atau interval. Korelasi person dapat dilihat dengan tingkat kepercayaan 95% (a = 0,05) dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing item dengan skor totalnya

Setelah perhitungan per item pertanyaan dengan menggunakan rumus korelasi product moment diperoleh maka angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan


(62)

45

dengan angka kritik table korelasi nilai r. jika nilai hitung korelasi product moment lebih besar atau diatas angka kritik table korelasi nilai r maka pertanyaan valid, sebaliknya jika nilai hitung korelasi product moment lebih kecil atau di bawah angka kritik table korelasi nilai r, pertanyaan tidak valid

Untuk mengetahui tinggi rendahnya hubungan variable yang menggunakan rumus yang dipakai oleh Arikunto (2000:20) adalah:

0,801 sampai dengan 1,000 korelasi sangat kuat 0,601 sampai dengan 0,800 korelasi kuat 0,401 sampai dengan 0,600 korelasi sedang 0,201 sampai dengan 0,400 korelasi lemah 0,001 sampai dengan 0,200 hampir sangat lemah


(63)

70

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1KESIMPULAN

1. Tindak Kejahatan Pencurian narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa Bandar Lampung tergolong tinggi yaitu; jenis barang yang mereka curi; televisi, radio, tape recorder (alat-alat elektonik) dengan nilai barang curian diatas Rp. 5.000.000,-tehnik yang mereka gunakan dalam melakukan pencurian dengan merusak dan bahkan disertai dengan kekerasan, lamanya hukuman mereka lebih dari dua tahun dan frekwensi mereka lakukan kejahatan dan dihukum rata-rata baru pertama kali.

2. Hubungan Status Soslal Ekonomi Dengan Tindak Kejahatan Pencurian menunjukan koefisien kroreiasi r Mtung =-0,715 sedang r tabal (n=39) dan taraf signifikansi (5%) =0,316 dengan demlkian r hitung hubungan yang negatlf dan tergolong kriteria tinggi antara Status Soslal Ekonomi Dengan Tindak Kejahatan Pencurian, dengan demikian hipotesis dlterima yaitu semakln rendah status sosial ekonomi seseorang maka semakin tinggi tindak kejahatan pencurian.


(1)

6. Interpretasi yaitu tahap dari penelitian yang berupa data diinterpretasikan agar lebih mudah dipahami yang kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam penulisan ini menggunakan analisa kuantitatif untuk mengetahui hubungan sosial ekonomi dengan tindak kejahatan pencurian digunakan rumus product moment sebagai berikut:

=

Keterangan :

rxy = koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y XY = hasil perkalian variabel bebas dengan variabel terikat X = hasil skor variabel X

Y = hasil skor variabel Y

X2 = hasil perkalian kuadrat dari hasil variabel X Y2 = hasil perkalian kuadrat dari hasil variable Y N = jumlah sampel penelitian

Korelasi product moment merupakan alat uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif (uji hubungan) dua variable bila datanya berskala ratio atau interval. Korelasi person dapat dilihat dengan tingkat kepercayaan 95% (a = 0,05) dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor masing-masing item dengan skor totalnya

Setelah perhitungan per item pertanyaan dengan menggunakan rumus korelasi


(2)

45

dengan angka kritik table korelasi nilai r. jika nilai hitung korelasi product moment lebih besar atau diatas angka kritik table korelasi nilai r maka pertanyaan valid, sebaliknya jika nilai hitung korelasi product moment lebih kecil atau di bawah angka kritik table korelasi nilai r, pertanyaan tidak valid

Untuk mengetahui tinggi rendahnya hubungan variable yang menggunakan rumus yang dipakai oleh Arikunto (2000:20) adalah:

0,801 sampai dengan 1,000 korelasi sangat kuat 0,601 sampai dengan 0,800 korelasi kuat 0,401 sampai dengan 0,600 korelasi sedang 0,201 sampai dengan 0,400 korelasi lemah 0,001 sampai dengan 0,200 hampir sangat lemah


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1KESIMPULAN

1. Tindak Kejahatan Pencurian narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa Bandar Lampung tergolong tinggi yaitu; jenis barang yang mereka curi; televisi, radio, tape recorder (alat-alat elektonik) dengan nilai barang curian diatas Rp. 5.000.000,-tehnik yang mereka gunakan dalam melakukan pencurian dengan merusak dan bahkan disertai dengan kekerasan, lamanya hukuman mereka lebih dari dua tahun dan frekwensi mereka lakukan kejahatan dan dihukum rata-rata baru pertama kali.

2. Hubungan Status Soslal Ekonomi Dengan Tindak Kejahatan Pencurian menunjukan koefisien kroreiasi r Mtung =-0,715 sedang r tabal (n=39) dan taraf signifikansi (5%) =0,316 dengan demlkian r hitung hubungan yang negatlf dan tergolong kriteria tinggi antara Status Soslal Ekonomi Dengan Tindak Kejahatan Pencurian, dengan demikian hipotesis dlterima yaitu semakln rendah status sosial ekonomi seseorang maka semakin tinggi tindak kejahatan pencurian.


(4)

71

5.2SARAN

Setelah diketahui bahwa tindak kejahatan pencurian dipengaruhi oleh Status Soslal Ekononi maka untuk mengurangi Tindak Kejahatan tersebut penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Pendidikan masyarakat perlu ditingkatkan baik melalui jenjang pendidikan formal maupun pendidikan non formal, caranya yaitu melalui kegiatan kelompok / kelembagaan kemasyarakatan.

2. Harus disadari bahwa mengurangi tindak kejahatan khususnya kejahatan khususnya kejahatan pencurian bukan hanya dengan memperhatikan pada aparat yang ada, tetapi tanggung jawab masyarakat yang kesemuanya selalu berkaitan satu dengan yang lain.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syani,1989. Sosiologi Kriminalitas. Bandung, CV Rajawali.

Arikunto, Suharsimi,1982. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta, Bina Aksara.

Berry David, Disunting Dan Diantar Oleh Drs. Paulus Wirutomo, M.Sc,1982. Pokok-Pokok pikiran dalam Sosiologi. Jakarta.

Hadi, Sutrisno,1986. Statistik II. Yogyakarta, Psikologi UGM, 1986.

H. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyanti,1991. Ilmu Pendidikan. Rideka Cipta.

Idris, Zahara,1983. Dasar-dasar Kependidikan. Bandung, Angkasa Raya.

Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Ever,1987. Kemiskinan dan kebutuhan pokok. Jakarta, LP3ES.

Malo, Mannase,1992. Metode Penelitian Survai. Modul 1-5 Jakarta, Kurnia.

Moeljatna.1992. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jakarta, Bumi Aksara.

Soekarto, Soerjono,1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, Rajawali Pers.


(6)

Undang-undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional. (UU RI No.2 Th 1989) dan Peraturan Pelaksanaanya. Jakarta, Sinas Grafika, 1992.

Sanapiah, Faisal,2010. Format-format penelitian Sosial. Jakarta. Rajawali Pers