1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses tindakan pemerintah untuk mengatur dan mengelola sistem yang berlaku, kemudian kebijakan publik
diartikan dengan suatu hukum yang mengatur dan mengikat masyarakat dalam berjalannya suatu sistem. Abdullah, dkk 2009: 29 mengungkapkan bahwa
kebijakan publik adalah sebagai suatu sistem pembuatan, pelaksanaan, dan pengendalian keputusan-keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat
luas. Pengembangan dan studi kebijakan publik yang bermaksud untuk
menggambarkan, menganalisis dan menjelaskan secara detail berbagai permasalahan, sebab akibat dari tindakan pemerintah menurut Thomas R Dye
sebagai yang dikutip Sholichin Abdul Wahab dalam Suharno, 2010: 14 menyatakan sebagai berikut :
“Studi kebijakan publik mencangkup menggambarkan upaya kebijakan publik, penilaian mengenai dampak dari kekuatan lingkungan
terhadap isi kebijakan analisis mengenai akibat berbagai pernyataan kelembagaan dan proses proses politik terhadap kebijakan publik, peneliti
mendalami mengenai akibat-akibat dari berbagai kebijakan publik pada masyarakat. baik berupa dampak kebijakan publik pada masyarakat, dan
berupa dampak yang diharapkan direncanakan maupun dampak yang tidak diharapkan”
Kebijakan dalam sistem politik Indonesia yang berupa undang-undang UU merupakan peraturan tertinggi setelah UUD untuk itu UU memiliki peran
strategis dalam rangka merawat demokrasi yang tengah tumbuh.
2 Pelaksanaan kebijakan publik dalam sistem pemerintahan demokrasi yang
berlaku pada negara Indonesia bersifat mengikat, namun tidak permanen dan dapat diperbaharui, kebijakan dapat berganti sesuai dengan kebutuhankeadaan
masyarakat dan masa jabatan kepemerintahan. Kebijakan publik yang ditetapkan oleh pihak berwenang harus bersifat demokratis dengan mengikut sertakan
masyarakat dalam pengambilan keputusannya. Negara yang menganut sistem demokrasi sebagai ruh pemersatu bangsa
memiliki salah satu hak yang di lindungi oleh negara, yaitu hak menyampaikan pendapat yang berupa dukungan, saran atau bahkan penolakan pada sebuah
keputusan kebijakan sekalipun. Berjalannya demokrasi terdapat peran warga negara dalam ikut serta atau berpartisipasi dalam sistem politik.
Pilkada langsung diharapkan membangun demokrasi dengan memberikan kesempatan yang sama pada setiap warga negara yang memenuhi persyaratan
untuk memilih dan dipilih. Demokrasi tumbuh seiring dimulainya Pemilihan Kepala Daerah pilkada secara langsung dipilih oleh rakyat. Kembali dibahas
secara hangat tahun 2012, pemerintah melalui Kementrian Dalam Negri mengajukan usulan revisi UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dengan mengajukan tiga RUU yang merupakan pecahan dari UU nomor 32 tahun 2004, ketiga RUU tersebut adalah RUU tentang Desa, RUU Pemda dan RUU
Pilkada BBC Berita Indonesia, 20 Januari 2015. RUU pilkada menjadi pembahasan dengan berbagai pro dan kontra terkait
mekanisme pemilihan kepala daerah, Mayoritas fraksi di DPR menghendaki agar pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPRD atau pemilihan kepala daerah
3 akan dilaksanakan secara tidak langsung dipilih oleh rakyat. Sementara ada
dorongan kuat dari publik agar Pilkada tetap digelar secara langsung, Pemerintah pun didesak menarik diri dari pembahanasan RUU Pilkada detiknews: 20 Januari
2015. Pengajuan RUU pilkada dianggap peraturan yang bertentangan dengan
sistem demokrasi. Pembahasan RUU pilkada yang secara langsung merampas suara rakyat untuk memilih pemimpin, menarik masyarakat untuk bersuara dan
berpartisipasi dalam pembahasan RUU. 26 September 2014, UU Pilkada melalui DPRD disahkan DPR rumahpemilu, 2015. UU tersebut mengatur tugas dan
wewenang DPRD memilih Kepala Daerah dipilih langsung melalui DPRD Provinsi dan PDRD KabupatenKota. Hal tersebut tertulis pada Undang-Undang
No.22 Tahun 2014 BAB X tentang Pemungutan suara, penghitingan suara dan penetapan hasil suara pemilihan pada pasal 28 ayat 1 yang menyatakan
“Pemungutan suara, perhitungan suara, dan penetapan hasil pemungutan suara dalam pemilihan dilaksanakan dalam rapat paripurna DPRD Provinsi dan DPRD
KabupatenKota”.
Pengesahan RUU yang mengatur mekanisme Pemilihan Kepala Daerah pada UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang pemilihan GubernurBupatiWalikota
mengacu pada pemilihan Kepala Daerah tak langsung oleh DPRD dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Tugas dan wewenang DPRD memilih Kepala Daerah,
Pengesahan RUU tersebut menimbulkan banyak gerakan masyarakat yang muncul menentang pengesahan undang-undang ini. Hilangnya prinsip demokrasi,
terbatasnya hak politik perempuan dan hak konstitusional rakyat dengan
4 pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan kebijakan sepihak tanpa
melibatkan masyarakat. Masyarakat semakin menyadari bahwa kebijakan dapat mempengaruhi
keseluruhan proses kebijakan Abidin 2012; 8. Aksi demonstrasi, keikutsertaan dalam pemilihan umum, serta penandatanganan petisi adalah wujud dari bentuk
partisipasi masyarakat dalam bidang politik yang kemudian akan disebut sebagai bentuk partisipasi politik. Melihat konteks tersebut partisipasi politik merupakan
keterlibatan warga negara dalam segala tahapan kebjakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputuasan, termasuk juga
peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan Bentuk partisipasi politik yang terjadi diberbagai negara dapat dibedakan
menjadi kegiatan politik dalam bentuk konvensial dan non-konvensional, termasuk yang mungkin legal maupun ilegal. Bentuk bentuk dan frekuensi
partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, dan tingkat kepuasan warga negara
Munawir, 2012. RUU Pilkada memperlihatkan bahwa kebijakan tersebut dinilai kurang
ideal oleh masyarakat, timbulnya penolakan dan kecewaan masyarakat terhadap suatu keputusan pemerintah, Pengajuan pendapat atau point-point tuntutan
dajukan melalui petisi guna tercapainya aktivitas advokasi. Budiyanto 2003: 92 menegaskan bahwa pengertian petisi DPR adalah hak DPR untuk mengajukan
pertanyaan atas kebijaksanaan yang diambil PemerintahPresiden.
5 Pelaksanaan petisi penolakan RUU Pilkada tidak langsung bertujuan untuk
menyampaikan pernyataan kepada Pemerintah terhadap suatu kebijakan. Penyampaian pernyataan menggunakan petisi akan membutuhkan waktu, tenaga
dan anggaran yang tidak sedikit. Sebagai pembaharuan dalam perkembangan teknologi dan informasi, memperkenalkan masyarakat dengan penyelenggaraan
petisi secara online. Platform petisi online sebagai wujud pembaharuan sarana komunikasi dan
informasi, memberikan kemudahan individu dan kelompok untuk mengadakan petisi secara online, platform ini menawarkan kepada masyarakat pada jangkauan
akses yang lebih luas dalam periode waktu yang lebih singkat. Melihat penggunaan internet dan media sosial saai ini meningkat berdasarkan data riset
nasional yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia APJII bekerjasama dengan Puskakom UI di tahun 2014, jumlah pengguna
internet mencapai 88,1 Juta, dengan jumlah penetrasi sebesar 34,9 APJII, 2015.
Gambar 1.1. Jumlah Penetrasi Internet di Indonesia
Sumber : ICT Wacth dan Stikom LSPR: 2016 Presentase penggunaan internet masyarakat Indonesia menepati angka
yang cukup tinggi, sehingga media sosial dapat membantu memenuhi tujuan
POPULASI NITIZEN
PENETRASI
6 advokasi kebijakan untuk membangun jejaring. Dengan penggunaan media sosial
memiliki keuntungan diantaranya untuk memfasilitasi komunikasi secara lanjut serta menciptakan situasi yang kolaboratif Antara platform dengan jejaring media
sosial sebagai sarana kampanye suatu petisi oleh masyarakat. Kemudian aktivitas tersebut merupakan gerakan demokrasi digital masyarakat untuk menciptakan
perubahan pada kebijakan tertentu. Gerakan demokrasi digital dalam kehidupan masyarakat mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat dalam wujud
partisipasi masyarakat yang beragam wilayah Kompas.com: 21 Desember 2015. Change.org Indonesia kerap digunakan oleh warga dunia, untuk
menyampaikan petisi dan kampanye sosial secara online. Change.org telah membuka kantor perwakilan di Indonesia dan menyediakan bahasa Indonesia
pada halaman situs website-nya. Sebagai wadah petisi online, Change.org memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam menyampaikan saran, ide,
gagasan dan tuntutan masyarakat terhadap suatu kebijakan. Tata cara kerja Change.org yang tidak keluar dari fungsi petisi
sebelumnya, Change.org menggunakan jejaring media sosial sebagai sarana kampanye petisi untuk mendukung dan menandatangani petisi, karena dengan
menggunakan media sosial secara tidak langsung akan memobilisasi massa yang memiliki tujuan yang sama Kompas Tekno: 15 Oktober 2012.
Petisi online akan efektif digunakan sebagai media advokasi kebijakan publik, Menurut Nia Ashton Destrity 2014 dalam penelitiannya menyatakan
bahwa petisi online Change.org adalah sarana advokasi kebijakan yang efektif, menggunakan sistem petisi secara online dapat menjangkau pendukung dalam
7 wilayah luas. Selain efektif dalam penggunaannya, petisi online juga
memudahkan masyarakat untuk mengakses dan mendaftarkan suatu petisi. Mekaisme pengadaan dan penendatanganan petisi dengan mendaftarkan
diri pada platform secara online dengan menyertakan email yang valid digunakan, pada tahap ini pendaftar akan resmi sebagai anggota Change.org yang
berpertisipasi dalam petisi yang akan atau sedang dilaksanakan, Aggota Change.org yang tercatat website Change.org 2016 mencapai angka
145.686.858 orang. Anggota tersebut akan mendapatkan email dari Change.org ketika ada petisi yang baru diadakan, untuk memberikan dukungan dan
memobilisasi petisi dengan jaringan yang dimiliki pendukung. Change.org platform digital yang memiliki berbagai fungsi yaitu: 1
sebagai penyelenggaraan petisi online sebagai wujud solusi masyarakat dalam penyederhanaan konsep dari petisi manual yang ada, hanya berbeda pada pola
komunikasi antara penyelenggara dan pendukung petisi, pola komunikasi pada penyelenggaraan petisi ini dilaksanakan melalui platform petisi secara online,
menggalang dukungan secara online, dan mendukung petisi secara online. 2 dengan adanya petisi online ini memberikan banyak manfaat untuk masyarakat
dalam menyampaikan aspirasi terkait kebijakan publik, menjadi sarana advokasi kebijakan serta menjadi penghubung antara masyarakat dengan lembaga
pemerintah dan korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. 3 Change.org sebagai penghubung antara masyarakat dan pembuat kebijakan guna menemukan
kebijakan yang selaras dengan kebutuhan warga negara. Selain itu platform petisi online menjadi suatu alat yang pendukung terjadinya proses demokrasi.
8 Aktivitas platform petisi online ini diawali oleh penyelenggara petisi yang
secara deskriptif
menyampaikan keresahan
terhadap masalah
publik, menyebarkan petisi tersebut secara online melalui email dan media sosial sebagai
ajang kampanye petisi guna menggalang dukungan, kemudian tandatangan pendukung secara otomatis akan mengirimkan email kepada target petisi yang
dituju yaitu pembuat kebijakan. Implikasi petisi online pada suatu permasalahan kebijakan publik menjadi
solusi pada pelaksana advokasi kebijakan didalamnya, argumentasi serta saran publik akan tersampaikan secara langsung kepada pembuat kebijakan, guna
terciptanya suatu kebijakan baru yang sesuai harapan warga negara demokrasi. Karena pada dasarnya kebijakan publik akan dilaksanakan oleh masayarakat dan
berdampak pada masyarakat pula maka pemilihan kepala daerah yang akan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD menjadi keresahan masyarakat
ketika pemimpin yang terpilih tidak berdasarkan kepercayaan rakyat dan hanya memiliki kepentingan pribadi pada masa kepemimpinannya.
Petisi online dengan judul “Pilkada langsung, berlanjut Selamatkan rakyat
Indonesia ” yang diselenggarakan oleh organisasi PERLUDEM Perkumpulan
Untuk Pemilu Dan Demokrasi dalam platform Change.org. Mengambarkan wujud protes masyakat dalam penolakan RUU pilkada dalam alenia sebelum akhir
isi petisi mengatakan : “jangan sampai hak rakyat dirampok kembali oleh para politikus penghianat amanah rakyat”. Dalam alenia tersebut masyarakat
menginginkan hak suara rakyat untuk dikembalikan kepada rakyat.
9 Proses panjang dalam pembahasan RUU Pilkada tidak langsung terkait
mekanisme Pemilihan Kepala Daerah pada UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan GubernurBupatiWalikota mengacu pada pemilihan Kepala Daerah tak
langsung oleh DPRD dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Tugas dan wewenang DPRD memilih Kepala Daerah yang diajukan oleh pemerintahan
tersebut melibatkan organisasi swasta, yaitu: antara lain Organisasi PERLUDEM Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi sebagai penggerakinisiator dari
kelompok yang mendukung Pilkada langsung oleh rakyat untuk bergerak menyelamatkan suara rakyat, kemudian terdapat peran platform Change.org
sebagai wadah petisi online sebagai media advokasi kebijakan publik. Rapat paripurna DPR RI 20 Januari 2015 mengesahkan dua peraturan
pemerintah pengganti Undang-undang Perppu menjadi Undang-Undang. Perppu No.1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No.22 Tahun 2014 tentang
Pemilihan GubernurBupatiWalikota mengacu pada pemilihan tak langsung melalui DPRD, serta perppu No.2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No.23
Tahun 2014 tentang tugas dan wewenang DPRD memilih Kepala Daerah BBC Berita Indonesia, 20 Januari 2015. Berikut adalah bukti implikasi petisi online
dan masifnya gerakan kampanye pada media sosial dan aksi nyata demonstrasi, yang dilaksanakan oleh Change.org dan organisasi PERLUDEM sebagai
penggerak petisi, dan memberikan pelajaran baru bahwa Gerakan demokrasi ini tak bisa berjalan mulus tanpa ikut bergerak diplatform digital, sebaliknya
demokrasi digital akan berhenti tanpa gerakan dunia nyata. Penelitian ini akan mengkaji secara mendalam tentang Implikasi Petisi
Online Terhadap Advokasi Kebijakan Publik, dengan berbagai gerakannya
10 PERLUDEM dan Change.org dapat mengubah kebijakan RUU Pilkada
Langsung, dengan studi kasus platform Change.org Indonesia yang kemudian akan di sebut Change.org
dan fokus petisi yaitu “Pilkada langsung, berlanjut Selamatkan
rakyat Indonesia
” yang diselenggarakan oleh organisasi PERLUDEM.
Aktivitas petisi online yang digerakkan oleh penyelenggara petisi akan menjadi sorotan peneliti guna melihat implikasi petisi online terhadap proses
advokasi kebijakan publik. Kemudian penelitian akan menjawab bagaimana petisi online tersebut dapat berperan sebagai wadah advokasi kebijakan politik.
B. Identifikasi Masalah