xxix
100 200
300 400
500 600
700
0P0 5P1
10P2 15P3
Penggunaan BBK dalam total ransum K
o n
su m
si b
a h
a n
o r
g a
n ik
g r
a m
e k
o r
h a
r i
477,9 565,9
597,2 584,5
Gambar 2. Pengaruh penggunaan BBK terhadap konsumsi bahan organik pada domba lokal jantan
Konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik ini saling berkaitan karena berdasarkan komposisi kimianya, suatu bahan pakan
dibedakan menjadi bahan organik dan bahan anorganik abu. Menurut Tillman et. al., 1998, bahan organik merupakan bahan yang hilang pada saat
pembakaran terdiri dari lemak kasar, protein kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen BETN. Menurut Sutardi 1981, bahan anorganik
merupakan sisa pembakaran dalam oven pada suhu 500-600
o
C, sehingga bahan organik diperoleh dari selisih antara bahan kering dan bahan anorganik.
C. Kecernaan Bahan Kering
Pengaruh penggunaan bungkil biji kapuk dalam ransum terhadap kecernaan kecernaan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata kecernaan bahan kering pada deomba lokal jantan Ulangan
Perlakuan 1
2 3
4 Rata-rata
P0 61,4
55,3 70,7
58,0 61,4
P1 61,9
52,3 59,3
68,1 60,4
P2 62,6
63,5 63,4
64,2 63,4
P3 66,9
62,4 66,2
64,8 65,1
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata kecernaan bahan kering selama penelitian berturut-turut dari P0, P1, P2 dan P3 adalah 61,4; 60,4; 63,4;
dan 65,1 persen.
xxx Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering
ransum pada domba lokal jantan berbeda tidak nyata P0,05 diantara perlakuan penggunaan bungkil biji kapuk dalam ransumnya. Artinya,
penggunaan bungkil biji kapuk sampai taraf 15 persen dalam ransum tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering pada domba lokal jantan. Rata-rata
kecernaan bahan kering pada domba lokal jantan yang mendapat ransum perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3.
10 20
30 40
50 60
70 80
0P0 5P1
10P2 15P3
Penggunaan BBK dalam total ransum K
ec er
n a
a n
Ba h
a n
k er
in g
61,4 60,4
63,3 65,1
Gambar 3. Pengaruh penggunaan BBK terhadap kecernaan bahan kering pada domba lokal jantan.
Kecernaan pakan berhubungan erat dengan komposisi kimianya dan serat kasar mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap daya cerna ternak
Tillman et al., 1991. Pada keempat macam perlakuan mempunyai kandungan serat kasar yang hampir sama yaitu berturut-turut P0, P1, P2 dan
P3 adalah 21,18; 21,39; 21,59 dan 21,80 persen, sehingga menyebabkan laju aliran pakan dan waktu tinggal di dalam rumen yang relatif sama sehingga
kecernaan pakan pada masing-masing perlakuan juga relatif sama. Bungkil biji kapuk memiliki zat anti nutrisi berupa gosipol dan asam
lemak siklopropinoid yang bersifat racun dan berbahaya bagi ternak yang memakannya. Didalam bungkil biji kapuk, gosipol berikatan dengan asam
amino bebas lisin membentuk ikatan protein komplek. Protein komplek tersebut tidak dapat didegradasi oleh enzim protease sehingga tidak dapat
dicerna oleh tubuh. Adanya asam lemak siklopropinoid dalam tubuh akan berpengaruh terhadap proses metabolisme lemak dimana komposisi lemak
xxxi berubah yaitu lebih banyak asam lemak yang mengandung stearat daripada
oleat. Akhirnya asam lemak stearat ini sulit terdegradasi dan diserap usus yang mengakibatkan penimbunan lemak yang tinggi, sehingga menyebabkan
penyerapan zat-zat makanan menjadi lambat Widodo, 2005. Namun penggunaan BBK dalam ransum sampai taraf 15 belum memberikan efek
negatif berupa penurunan kecernaan dan bahaya keracunan. Widodo 2005, menyatakan bahwa penggunaan BBK yang dibatasi sampai tingkat tertentu
dapat mencegah atau mengurangi bahaya keracunan pada ternak. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kiroh 1992, bahwa penggunaan
bungkil biji kapuk sampai taraf 20 total ransum pada sapi jantan kastrasi ACC tidak memberikan efek negatif.
D. Kecernaan Bahan Organik