EVALUASI KINERJA SEISMIK STUKTUR BETON DENGAN ANALISIS PUSHOVER PROSEDUR A MENGGUNAKAN PROGRAM ETABS V 9.50 Studi Kasus Gedung B Apartemen Tuning di Bandung

(1)

commit to user

EVALUASI KINERJA SEISMIK STUKTUR BETON

DENGAN ANALISIS PUSHOVER PROSEDUR A

MENGGUNAKAN PROGRAM ETABS V 9.50

Studi Kasus : Gedung B Apartemen Tuning di Bandung Evaluation of Seismic Performance of Concrete Stuctures

With Pushover Analysis Method Prosedure A Using ETABS V 9.50 Program

( Case Study of Building B Apartment Tuning in Bandung)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh :

ANINDITYO BUDI P

I 0106031

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

LEMBAR PERSETUJUAN

EVALUASI KINERJA SEISMIK STUKTUR BETON

DENGAN ANALISIS PUSHOVER PROSEDUR A

MENGGUNAKAN PROGRAM ETABS V 9.50

Studi Kasus : Gedung B Apartemen Tuning di Bandung Evaluation of Seismic Performance of Concrete Stuctures

With Pushover Analysis Method Prosedure A Using ETABS V 9.50 Program

(Case Study of Building B Apartment Tuning in Bandung)

Disusun oleh :

ANINDITYO BUDI P

I 0106031

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan Dosen Pembimbing

Dosen Pembimbing I

Edy Purwanto, ST, MT NIP. 19680912 199702 1 001

Dosen Pembimbing II

Wibowo, ST, DEA NIP. 19681007 199502 1 001


(3)

EVALUASI KINERJA SEISMIK STUKTUR BETON

DENGAN ANALISIS PUSHOVER PROSEDUR A

MENGGUNAKAN PROGRAM ETABS V 9.50

Studi Kasus : Gedung B Apartemen Tuning di Bandung Evaluation of Seismic Performance of Concrete Stuctures

With Pushover Analysis Method Prosedure A Using ETABS V 9.50 Program

(Case Study of Building B Apartment Tuning in Bandung)

SKRIPSI

Disusun oleh :

ANINDITYO BUDI P

I 0106031

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Jumat, 18 Maret 2011 :

1. Edy Purwanto, ST, MT ---

NIP. 19680912 199702 1 001

2. Wibowo, ST, DEA --- NIP. 19681007 199502 1 001

3. Ir. Munawar HS --- NIP. 19470828 197603 1 001

4. Setiono, ST, MSc ---

NIP. 19720224 199702 1 001 Mengetahui,

a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Pembantu Dekan I

Disahkan, Ketua Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik UNS

Ir. Noegroho Djarwanti, MT NIP. 19561112 198403 2 007

Ir. Bambang Santosa, MT NIP. 19590823 198601 1 001


(4)

commit to user

MOTTO

”Persiapan adalah kunci awal untuk mencapai kesuksesan”

“Anda jangan mengaku kaya apabila anda tidak mempunyai suatu harta yang tidak bisa dibeli dengan uang”


(5)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk :

1. Alloh SWT

2. Ibu dan Bapak yang selalu mendoakan saya, mendukung, dan mendidik saya

selama ini.

3. Baskoro Bayu Aji, Nugroho Indira Hapsari, dan Heri Prayitno, yang

menyemangati saya selama ini.

4. Budhe Waluyo dan Mas Dono yang mendukung saya.

5. Ari Wibowo, dan Mas Rahmad yang telah membantu saya.

6. Teman – teman KP ( Ermis Vera M, Vivi Delima, Yan Anggitia F ) yang

menghibur saya saat suka maupun duka, teman curhat saya.

7. Teman – teman kost ( Mas antok, Olon, Bojone Olon, Eko, Bagas, Warjo,

Nopek, Paskas, Badak, One2, Welly, Yoga, Prima Jaya, tidak dikenal 1, tidak dikenal 2, Husein, Danika, Agus Sriyana ), Anung London.

8. Dewi Sulastri, Dinar Irmawati, dan Ana Mutiara.

9. Teman – teman teknik sipil 2006.

10. Almamaterku

11. Sampoerna A Mild ( Go a head gan!!!!)


(6)

commit to user

ABSTRAK

Anindityo Budi, 2011. Evaluasi Perilaku Seismik Struktur Beton Dengan Analisis Pushover Prosedur A Menggunakan Program Etabs V 9.50 (Studi Kasus : Gedung B Apartemen Tuning di Bandung)

Posisi Indonesia yang berada diwilayah jalur gempa Pasifik danjalur gempa Asia, serta diapit lempeng Indo Australia dengan Indo Asia memunculkan potensi besar

terjadinya gempa. Bencana gempa menyebabkan terjadi kerusakan struktur

bangunan. Saat terjadi gempa, diharapkan bangunan mampu menerima gaya gempa pada level tertentu tanpa terjadi kerusakan yang signifikan pada strukturnya atau apabila struktur bangunan harus mengalami keruntuhan mampu memberikan perilaku nonlinear pada kondisi pasca-elastik sehingga tingkat keamanaan bangunan terhadap gempa dan keselamatan jiwa penghuninya lebih terjamin. Kenyataan bahwa perilaku runtuhnya gedung berperilaku inelastis, maka dibutuhkan metode untuk memperkirakan perilaku inelastis akibat gempa untuk menjamin kinerja bangunan. Evaluasi kinerja dapat dilakukan dengan analisis static nonlinier pushover yang mengacu pada ATC-40 & FEMA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja gedung berdasarkan mekanisme

terbentuknya sendi plastis pada balok kolom serta hubungan base shear dengan

displacement pada kurva pushover dan kurva seismic demand. Metode yang

digunakan adalah analisis statik nonlinier pushover dengan menggunakan

program ETABS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya geser dari evaluasi pushover pada arah

x sebesar 5453,453 ton. Gaya geser dasar tersebut lebih besar dari gaya geser

rencana 2077,265 ton. Maksimum total drift adalah 0,0017 m, Sehingga gedung

termasuk dalam level kinerja Immediate Occupancy (IO). Nilai displacement

adalah 0,089 m. Displacement pada gedung tidak melampaui displacement

maksimal, sehingga gedung aman terhadap gempa rencana.


(7)

ABSRACT

Anindityo Budi, 2011. Evaluation of Seismic Performance of Concrete Stuctures With Pushover Analysis Method Prosedure A Using ETABS V 9.50 Program (Case Study: Building B, Apartment Tuning in Bandung)

The position of Indonesia is earthquake-Pacific region path and lane line Asian earthquake, and flanked by the Australian plate with the Indonesian-Asia raises the potential for large earthquake. The earthquake caused structural damage to buildings. When an earthquake happens, the building is expected to be able to accept a certain level of earthquake force without significant damage to the structure or if the collapsing structures must be able to give non-linear behavior in the post-elastic so that the level seismic safety buildings against earthquakes and safety of its inhabitant’s lives more secure. In fact that the behavior of the collapse is the behavior inelastic, then the required method for estimating the inelastic behavior caused by the earthquake to ensure construction performance. Performance evaluation can be performed with a nonlinear static pushover analysis which refers to the ATC-40 & FEMA.

The aims of this study is to determine the performance of buildings based on the mechanism of formation plastic hinge at the beam column and the relationship with the base shear displacement pushover curve and the curve on the seismic demand. The method used is a nonlinear static pushover analysis using ETABS program.

The results showed that the shear force of the x-direction pushover evaluation of 5453.453 ton. Base shear force is greater than the shear force plan 2769.686 ton. Maximum total drift is 0.0017 m, so the buildings included in the Immediate Occupancy performance levels (IO). Displacement value is 0.089 m. Displacement on the building does not exceed the maximum displacement, so that the building is safe against earthquake plan.


(8)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan judul “Evaluasi Perilaku Seismik Struktur Beton Dengan Analisis Pushover Prosedur A Menggunakan Program Etabs V 9.50

(Studi Kasus : Gedung B Apartemen Tuning di Bandung)

Pada penyusunan skripsi, penulis telah banyak mendapatkan bantuan baik fasilitas, bimbingan maupun kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih kepada :

1. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

2. Edy Purwanto, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing I.

3. Wibowo, ST, DEA, selaku Dosen Pembimbing II.

4. Ir. Munawar HS, selaku Dosen Penguji.

5. Setiono, ST, MSc, selaku Dosen Penguji.

6. Ir. Agus P Saido, Msc selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Saudara Ari Wibowo, Rahmad, dan Hayu yang telah membantu penelitian.

8. Teman-teman teknik sipil 2006.

9. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata penyusun berharap agar Skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Maret 2011


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Batasan Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Konsep Dasar Mekanisme Gempa ... 9

2.1.1 Proses Gempa ... 9

1.2 Ketentuan Umum Bangunan Gedung Dalam Pengaruh Gempa ... 11

2.2 Gaya Statik ... 17

2.2.1 Analisis Gaya ... 17

2.2.2 Analisis Gaya Gravitasi ... 18

2.3 Analisis Respons Struktur ... 21

2.3.1 Sendi Plastis ... 21

2.4 Pushover Analisis Dengan Metode Capacity Spectrum ... 23

2.4.1 Kurva Kapasitas ... 24


(10)

commit to user

2.4.3 Performance Point ... 29

2.5 Kriteria Struktur Tahan Gempa ... 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 33

3.1 Data Struktur Gedung ... 33

3.2 Tahapan Analisis ... 35

3.2.1 Studi Literatur ... 35

3.2.2 Pengumpulan data ... 35

3.2.3 Pemodelan 3D ... 36

3.2.4 Perhitungan Pembebanan ... 38

3.2.5 Analisa Respon Spektrum ... 38

3.2.6 Perhitungan Beban Gempa ... 39

3.2.7 Penentuan Sendi Plastis ... 40

3.2.8 Analisis Pembebanan Nonlinier Pushover ... 40

3.2.9 Analisis Kinerja Struktur Dari Hasil Analisis Pushover ... 41

3.2.10 Pembahasan Hasil Analisis Pushover Dari Program ETABS V 9.5 ... ... 41

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Perhitungan Berat Sendiri Bangunan ... 44

4.1.1 Data Struktur Bangunan Gedung ... 44

4.1.2 Beban Pada Gedung ... 47

4.1.3 Perhitungan Pembebanan Pada Struktur ... 47

4.1.4 Peritungan Beban Mati Diluar Berat Sendiri Per m2 ... 48

4.2 Perhitungan Beban Akibat Tekanan Tanah Pasif ... 49

4.2.1 Tekanan Tanah Arah Horisontal Pada Dinding Penahan Tanah ... 49

4.2.2 Tekanan ke Atas (Uplift) Pada Lantai dan Pondasi ... 50

4.3 Analisis Statik Ekivalen ... 51

4.3.1 Perhitungan Periode Getar Pada Wilayah Gempa 3 ... 51

4.3.2 Perhitungan Gaya Geser Nominal... 52

4.4 Pemodelan Gedung Pada Etabs V 9.50 ... 53

4.4.1 Pembebanan Elemen ... 54


(11)

4.5 Hasil Analisis Pushover ... 58

4.5.1 Kurva Kapasitas ... 58

4.5.2 Kurva Kapasitas Spektrum... 59

4.6 Pembahasan ... 59

4.7 Perhitungan Performance Point Menurut ATC-40 Dalam Format ADRS .... 60

4.7.1 Perhitungan Kurva Kapasitas Menjadi Kurva Spektrum ... 60

4.7.2 Demand Spectrum ... 63

4.7.3 Menentukan Nilai dy dan ay ... 65

4.7.4 Persamaan Garis Linier Pada Kurva Kapasitas ... 66

4.7.5 Perhitungan Demand Spektrum Baru ... 66

4.7.6 Performa Level ... 69

4.8 Skema Distribusi Sendi Plastis ... 70

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(12)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor Keutamaan I Untuk Berbagai Kategori Gedung dan Bangunan 11

Tabel 2.2 Parameter Daktilitas Struktur Gedung ... 12

Tabel 2.3 Kooefisien Lokasi (Fv) Untuk Menentukan Nilai S1 ... 14

Tabel 2.4 Kooefisien lokasi (Fa) Untuk Menentukan Uilai Ss ... 14

Tabel 2.5 Jenis-Jenis Tanah Berdasar SNI 1726-2010 ... 15

Tabel 2.6 Koefisien ζ Yang Membatasi Waktu Getar Alami Fundamental Struktur Gedung... 16

Tabel 2.7 Berat Sendiri Bahan Bangunan ... 18

Tabel 2.8 Berat Sendiri Komponen Gedung ... 19

Tabel 2.9 Beban Hidup Pada Lantai Gedung ... 20

Tabel 2.10 Value For Damping Modification Factor K ... 28

Tabel 2.11 Minimum Allowable SRA and SRV Value ... 29

Tabel 2.12 Batasan rasio drift atap menurut ATC-40 ... 32

Tabel 2.13 Batasan Tipe bangunan pada Capacity Spectrum Method ... 32

Tabel 3.1 Deskripsi Gedung ... 33

Tabel 4.1 Konfigurasi Gedung ... 45

Tabel 4.2 Tipe Balok ... 46

Tabel 4.3 Tipe Kolom ... 46

Tabel 4.4 Berat Struktur Perlantai ... 47

Tabel 4.5 Distribusi Beban Lateral Tiap Lantai ... 53

Tabel 4.6 Nilai Performance Point ... 59

Tabel 4.7 Nilai Displacement Tiap Lantai ... 60

Tabel 4.8 Faktor

α

dan MPF ... 61

Tabel 4.9 Perhitungan Kurva Kapasitas Dalam Format ADRS ... 62

Tabel 4.10 Tingkat Kerusakan Struktur Akibat Terbentuknya Sendi Plastis ... 75


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerusakan gempa Yogyakarta tahun 2006 ... 2

Gambar 1.2 Kerusakan gempa Padang tahun 2009 ... 2

Gambar 1.3 Kerusakan gempa Padang ( Sumatra Barat ) tahun 2009 ... 3

Gambar 1.4 Intensitas gempa Indonesia ... 4

Gambar 1.5 Tampak Apartemen Tuning ... 5

Gambar 2.1 Skema pergerakan permukaan tanah ... 9

Gambar 2.2 Skema pergeseran/benturan antar plat tektonik ... 10

Gambar 2.3Pembagian wilayah gempa di Indonesia untuk S1 ... 13

Gambar 2.4 Pembagian wilayah gempa di Indonesia untuk SS ... 13

Gambar 2.5 Respons struktur ... 21

Gambar 2.6 Posisi sumbu lokal balok struktur pada program ETABS V 9.50 ... 22

Gambar 2.7 Posisi sumbu lokal kolom struktur pada program ETABS V 9.50 .. 22

Gambar 2.8 Sendi plastis yang terjadi pada balok dan kolom ... 23

Gambar 2.10 Modifikasi Capacity Curve menjadi Capacity Spectrum ... 25

Gambar 2.11 Perubahan format respons percepatan menjadi ADRS ... 26

Gambar 2.12 Reduksi Respon Spektrum ... 27

Gambar 2.13 Reduksi Respon Spectrum Elastic menjadi Demand Spectrum .... 27

Gambar 2.14 Penentuan Performance Point ... 29

Gambar 2.15 Kurva kriteria kinerja ... 31

Gambar 2.16 Ilustrasi keruntuhan gedung ... 31

Gambar 3.1 Tampak Apartemen Tuning ... 34

Gambar 3.2 Denah Apartemen Tuning ... 34

Gambar 3.3 Sistem koordinat yang digunakan dalam program ETABS ... 37

Gambar 3.4 Diagram alir analisis Pushover prosedur A ... 43

Gambar 4.1 Tampak Apartemen Tuning Gedung B ... 44

Gambar 4.2 Gambar denah lantai 2 dan lantai 2’ ... 44

Gambar 4.3 Gambar 3D Gedung B Apartemen Tuning ... 45

Gambar 4.4 Data tanah ... 49

Gambar 4.5 Beban tekanan tanah ... 50

Gambar 4.6 Beban uplift ... 50


(14)

commit to user

Gambar 4.8 Statistic Load Case Names ... 55

Gambar 4.9 Identitas analisis gravitasi dan pushover ... 55

Gambar 4.10 Properti data grav ... 56

Gambar 4.11 Properti data push ... 56

Gambar 4.12 Properti sendi ... 57

Gambar 4.13 Analisis grave ... 57

Gambar 4.14 Analisis push ... 57

Gambar 4.15 Kurva kapasitas ... 58

Gambar 4.16 Kurva kapasitas spektrum ... 59

Gambar 4.17 Kurva kapasitas spektrum ... 63

Gambar 4.18 Kurva demand spektrum ... 64

Gambar 4.19 Penggambungan antara Kurva Kapasitas Spektrum dan Demand Spektrum... 65

Gambar 4.20 Garis bantu untuk menentukan nilai ay dan dy ... 65

Gambar 4.21 Persamaan garis ... 66

Gambar 4.22 Performa poin ... 69

Gambar 4.23 Gambar portal as 9 sendi plastis step 0 ... 70

Gambar 4.24 Gambar 3D Sendi Plastis Step 0 ... 70

Gambar 4.25 Gambar portal as 9 sendi plastis step 1 ... 71

Gambar 4.26 Gambar 3D sendi plastis step 1 ... 71

Gambar 4.27 Gambar portal as 9 sendi plastis step 2 ... 72

Gambar 4.28 Gambar 3D sendi plastis step 2 ... 72

Gambar 4.29 Gambar portal as 9 sendi plastis step 6 ... 73

Gambar 4.30 Gambar 3D sendi plastis step 6 ... 73

Gambar 4.31 Gambar portal as 9 sendi plastis step 15 ... 74

Gambar 4.32 Gambar 3D sendi plastis step 15 ... 74


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Berat Tiap Lantai Lampiran A Displacement tiap lantai

Lampiran B Tabel hasil analisis pushover


(16)

commit to user

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

B = Panjang gedung pada arah gempa yang ditinjau (m)

Ca = Koefisien akselerasi

Cv = Faktor respons gempa vertikal

C = Faktor respons gempa dari spektrum respons

Ct = Koefisien pendekatan waktu getar alamiah untuk gedung beton

bertulang menurut UBC 97

CP = Collapse Pervention

Dt = Displacement total

D1 = Displacement pertama

e = Eksentrisitas antara pusat masa lantai dan pusat rotasi

ed = Eksentrisitas rencana

f’c = Kuat tekan beton

Fi = Beban gempa nominal statik ekuivalen (ton)

fy = Mutu baja

fys = Mutu tulangan geser/sengkang

Hn = Tinggi gedung

I = Faktor keutamaan

IO = Immediate Occupancy

k = Kekakuan struktur

LS = Life Safety

m = Massa gedung

M = Momen

Mn = Momen nominal

M3 = Momen pada sumbu 3

n = Jumlah tingkat

N = Nomor lantai tingkat paling atas

PMM = Hubungan gaya aksial dengan momen (diagram interaksi P-M)

R = Faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang

bersangkutan


(17)

Teff = Waktu getar gedung effektif (dt)

T1 = Waktu getar alami fundamental (dt)

V = Gaya geser dasar (ton)

V i = Gaya geser dasar nominal (ton)

Vn = Gaya geser gempa rencana (ton)

V2 = Gaya geser pada sumbu 2 (ton)

Wi = Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai (ton)

Wt = Berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai (ton)

Zi = Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral (m)

βeff = Indeks kepercayaan effektif

∆sdof = Displacement SDOF

∆roof = Displacement atap

θyield = Rotasi pada saat leleh

ζ = Koefisien pengali dari jumlah tingkat struktur gedung yang

membatasi waktu getar alami fundamental struktur gedung, bergantung pada wilayah gempa


(18)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang berada di wilayah jalur gempa pasifik (Circum

Pasific Earthquake Belt) dan jalur gempa asia (Trans Asiatic Earthquake Belt)

sehingga sangat berpotensi mengalami gempa. Dalam konteksnya terhadap ruang

lingkup kerja teknik sipil, kondisi tersebut di atas berpengaruh besar dalam

perencanaan desain struktur bangunan.

Desain struktur bangunan merupakan perencanaan bangunan yang melalui berbagai

tahapan perhitungan dengan mempertimbangkan berbagai variabelnya sehingga

didapatkan produk yang berdaya guna sesuai fungsinya. Suatu perencanaan struktur

disamping meninjau aspek struktural juga meninjau aspek ekonomi dan estetika.

Dalam hal ini desain struktural merupakan substansi dari suatu perencanaan

bangunan sebab menentukan apakah suatu bangunan dengan rancangan tertentu

mampu berdiri atau tidak. Rencana pembebanan merupakan data utama sebagai

informasi untuk perencanaan elemen struktural seperti beban mati, beban hidup,

beban angin, beban mekanikal elektrikal, dan beban gempa.

Peristiwa tahun 2006 lalu terjadi gempa dengan kekuatan besar di daerah

Yogyakarta, pada tahun 2009 terjadi di Tasikmalaya serta di Padang, dan tahun 2010

terjadi di Mentawai yang banyak menimbulkan kerusakan fatal pada bangunan

dengan berbagai macam pola keruntuhan. Hal ini menegaskan pentingnya tinjauan


(19)

2

beban gempa rencana dalam perencanaan desain struktur sebagai antisipasi apabila

terjadi gempa.

Saat terjadi gempa, diharapkan bangunan mampu menerima gaya gempa pada level

tertentu tanpa terjadi kerusakan yang signifikan pada strukturnya atau apabila struktur

bangunan harus mengalami keruntuhan (disebabkan beban gempa melebihi beban

gempa rencana), mampu memberikan perilaku nonlinear pada kondisi pasca-elastik

sehingga tingkat keamanaan bangunan terhadap gempa dan keselamatan jiwa

penghuninya lebih terjamin. Kerusakan akibat gempa tersebut dapat dilihat dalam

gambar di bawah ini.

Gambar 1.1 Kerusakan gempa Yogyakarta tahun 2006.

Sumber : WordPress.com, Blogs mengenai : Gempa Yogyakarta

.

Gambar 1.2 Kerusakan gempa Padang tahun 2009.


(20)

commit to user

3

Gambar 1.3 Kerusakan gempa Padang ( Sumatra Barat ) tahun 2009.

Sumber : WordPress.com, Blogs mengenai : Gempa Padang.

Re-evaluasi kinerja seismik terhadap struktur bangunan, merupakan hal urgen sebagai

bagian langkah konkret dalam penanggulangan dampak dari bencana gempa. Potensi

runtuhnya struktur akan membahayakan keselamatan dari penghuni atau pemakai

struktur tersebut. Oleh karena itu para insinyur dituntut mendesain struktur dengan

kemampuan tahan gempa. Desain gedung tahan gempa haruslah memperhatikan

kriteria-kriteria dan pendetailan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pada gambar dibawah ini digambarkan seringnya gempa yang terjadi di wilayah

Indonesia. Akibat adanya potensi gempa yang tinggi, maka penentuan desain struktur

yang tepat sangat penting. Gambar ini menggambarkan intensitas gempa yang terjadi

di Indonesia yang sesuai dengan tempat kejadian dan besarnya gempa.


(21)

4

Gambar 1.4 Intensitas gempa Indonesia

Sumber : WordPress.com, Blogs mengenai : Dongeng Geologi.

Konsep terbaru untuk rekayasa gempa adalah Performance Based Earthquake

Engineering (PBEE). PBEE terbagi menjadi dua, yaitu Performance Based Seismic

Design (PBSD) dan Performance Based Seismic Evaluation (PBSE). Evaluasi pada

PBSD salah satunya adalah dengan analisis nonlinier pushover yang bertujuan untuk

menentukan nilai Damping Modification Factor K dan Minimum Allowable SRA dan

SRV.

Yosafat Aji Pranata (2006) menyatakan pushover analysis adalah suatu analisis

statik nonlinier dimana pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung

dianggap sebagai beban-beban statik yang menangkap pada pusat massa

masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui

pembebanan yang menyebabakan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di

dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut


(22)

commit to user

5

mengalami perubahan bentuk pasca-elastik yang besar sampai mencapai kondisi

elastik. Kemudian disusul pelelehan (sendi plastis) dilokasi yang lain distruktur

tersebut.

Perkembangan teknologi sangat membantu civil engineer dalam perencanaan dan

analisis terhadap kinerja suatu struktur bangunan. Tersedianya program SAP 2000

dan ETABS mampu menyederhanakan persoalan dalam bentuk pemodelan yang

sebelumnya sangat kompleks apabila dikerjakan secara konvensional. Oleh sebab itu

penulis melakukan penelitian evaluasi kinerja seismik bangunan gedung dengan

analisis pushover menggunakan bantuan program ETABS V 9.50 yang kemudian

mengkaji dan membahas output yang dihasilkan program tersebut.

Judul yang penulis pilih sebagai judul laporan Tugas Akhir ini adalah “Evaluasi

Kinerja Seismik Struktur Beton Dengan Analisis Pushover Prosedur A Menggunakan

Program ETABS V 9.50” dengan studi kasus Gedung B Apartemen Tuning di

Bandung. Adapun alasan pemilihan judul tersebut di atas adalah karena pembahasan

dalam tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui hasil analisa pushover dari

Apartemen Tuning yang berlokasi di Bandung. Apartemen Tuning merupakan hasil

Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Gambar 1.5 Tampak Apartemen Tuning


(23)

6

Apartemen Tuning direncanakan pada tapak di Jl. Soekarno-Hatta, Kecamatan

Rancasari, WP Gedebage, Bandung. Apartemen Tuning ini terdiri dari tiga gedung,

dengan ketinggian masing-masing 16 lantai, 3 lantai, dan 10 lantai. Ketiga bangunan

tersebut berdiri di atas 3 lantai basement. Fungsi utama bangunan adalah sebagai

tempat hunian dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukungnya.

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis mencoba untuk mendesain struktur yang

merupakan substansi dari suatu perencanaan bangunan untuk menentukan performa

suatu bangunan. Rencana pembebanan merupakan data utama sebagai informasi

untuk perencanaan elemen struktural seperti beban mati, beban hidup, beban angin,

beban mekanikal elektrikal, dan beban gempa.

1.2

Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah :

1.

Bagaimana perbandingan performance point antara struktur gedung yang ditinjau

dengan menggunakan program ETABS V. 9.50 dengan prosedur A analisis

pushover ?

2.

Bagaimana hasil output analisis pushover pada penggunaan ETABS V. 9.50?

3.

Bagaimana pola keruntuhan gedung setelah dianalisis dengan pushover ?

4.

Apakah hasil analisis pushover menunjukkan bahwa struktur gedung mampu

berperilaku linear menjadi nonlinear saat terjadi keruntuhan?

1.3

Batasan Masalah

Dalam analisis pushover ini permasalahan dibatasi pada segi teknik sipil saja, yaitu

berupa perencanaan konfigurasi struktur yang digunakan, pembebanan yang terjadi,

pemodelan struktur, dan analisa struktur.


(24)

commit to user

7

Dengan batasan masalah sebagai berikut :

1.

Struktur gedung yang berfungsi sebagai hunian, dengan ketinggian 10 lantai, 3

lantai basement dengan dinding geser.

2.

Struktur gedung merupakan gedung beton bertulang yang tidak beraturan, struktur

daktail penuh, terletak di kota Bandung dengan wilayah gempa 3, tanah sedang.

3.

Struktur yang digunakan adalah struktur beton, meliputi :

a.

Struktur portal beton bertulang.

b.

Pelat lantai beton bertulang.

c.

Komponen non struktural seperti lift dan tangga.

d.

Dinding geser.

4.

Pembebanan gedung meliputi :

a.

Beban mati ( berupa berat sendiri stuktur ).

b.

Beban hidup ( berupa beban akibat fungsi bangunan ).

c.

Beban lateral ( berupa beban gempa sesuai dengan SNI 03-1726-2002, RSNI

03-1726-2010, dan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Gedung).

d.

Peraturan pembebanan berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk

Rumah dan Gedung SNI 03-1727- 1989.

5.

Kriteria kinerja menggunakan ATC-40.

6.

Perilaku struktur dianalisis dengan menggunakan metode pushover prosedur A

dengan bantuan program ETABS V 9.50.

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan dari dalam penelitian ini adalah :

1.

Memperlihatkan kurva kapasitas, hubungan base shear dengan displacement,

pada kurva pushover sebagai representasi tahapan perilaku struktur saat dikenai

gaya geser dasar pada level tertentu serta performance point.

2.

Menentukan kriteria kinerja seismik struktur Gedung B Apartemen Tuning dari


(25)

8

3.

Memperlihatkan skema kelelehan (distribusi sendi plastis) yang terjadi dari hasil

perhitungan program ETABS V. 9.50

4.

Mengetahui pola keruntuhan bangunan sehingga dapat diketahui joint-joint yang


(26)

commit to user

9

 

BAB 2

LANDASAN TEORI

DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep Dasar Mekanisme Gempa

2.1.1 Proses Gempa

Gempa bumi adalah pelepasan energi pada muka bumi, merambat melalui permukaan tanah. Terjadinya gempa bumi disebabkan oleh benturan/gesekan antara plat tektonik ( lempeng bumi ). Lempeng samudera yang rapat massanya lebih besar bertumbukkan dengan lempeng benua di zona tumbukan ( subduksi ) akan menyusup ke bawah. Gerakan lempeng itu akan mengalami perlambatan akibat gesekan dari selubung bumi. Perlambatan gerak itu menyebabkan penumpukkan energi di zona subduksi dan zona patahan. Akibatnya zona-zona itu terjadi tekanan, tarikan dan geseran. Pada batas elastisitas lempeng terlampui maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbulkan getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang gempa.

Pergeseran/benturan antar plat tektonik menyebabkan plat tektonik bergerak. Pergerakan plat tektonik mengakibatkan permukaan tanah bergeser, sebagaimana pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skema pergerakan permukaan tanah.


(27)

10  

Mekanisme pergeseran/benturan antar plat tektonik adalah sebagai berikut : 1. Subduction, yaitu plat tektonik yang satu membelok ke bawah, sedangkan plat

tektonik yang lainnya sedikit terangkat.

2. Extrusion, yaitu kedua plat tektonik saling bergerak keatas kemudian saling menjauh.

3. Intrusion, yaitu kedua plat tektonik saling mendekat dan saling bergerak kebawah.

4. Transcursion, yaitu plat tektonik yang satu bergerak vertikal/horisontal terhadap yang lain.

Ilustrasi pergeseran/benturan antar plat tektonik sebagaimana pada gambar 2.2

Subduction Extrusion

Intrusion Transcursion

Gambar 2.2 Skema pergeseran/benturan antar plat tektonik.

Sumber : WordPress.com, Blogs mengenai : Dongeng Geologi.

Bila gempa bumi terjadi, maka struktur bangunan akan ikut terpengaruh oleh getaran gempa. Selanjutnya struktur bangunan akan merespons gempa tersebut. Struktur akan beresonansi memberikan gaya-gaya dalam. Apabila gaya gempa lebih kecil dari gaya dalam struktur, maka struktur akan kuat dan aman menahan beban gempa. Sebaliknya bila gaya gempa lebih besar dari gaya dalam struktur, maka struktur tidak kuat dan tidak aman menahan beban gempa selanjutnya terjadi keruntuhan struktur.


(28)

commit to user

11  

2.1.2 Ketentuan Umum Bangunan Gedung Dalam Pengaruh Gempa.

1. Faktor Keutamaan

Untuk berbagai kategori gedung bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung yang diharapkan. Pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan I menurut persamaan :

I = I1.I2 ( 2.1 )

Di mana :

I1 = faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan

dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung.

I2 = faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan

dengan penyesuaian umur gedung tersebut.

Tabel 2.1 Faktor Keutamaan I Untuk Berbagai Kategori Gedung dan Bangunan

Kategori Gedung Faktor Keutamaan

I1 I2 I

Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran

1.0 1.0 1.0

Monumen dan bangunan monumental 1.0 1.6 1.6

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi.

1.4 1.0 1.4

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.

1.6 1.0 1.6

Cerobong, tangki di atas menara 1.5 1.0 1.5

Catatan : Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya diterbitkan sebelum berlakunya Standar ini maka Faktor Keutamaam, I, dapat dikalikan 80%.

Sumber : Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung (Standar Nasional Indonesia03-1726,2002.hal.15)

2. Daktilitas Struktur Bangunan.

Faktor daktilitas struktur gedung ( µ ) adalah rasio antara simpangan maksimum gedung akibat pengaruh gempa rencana saat mencapai ambang keruntuhan dan


(29)

12  

simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama. Faktor daktilitas struktur gedung dipengaruhi dengan faktor reduksi gempa ( R ).

Tabel 2.2 Parameter daktilitas struktur gedung

Taraf kinerja struktur gedung µ R

Elastik penuh 1 1.6

Daktail parsial 1.5

2 2.5

3 3.5

4 4.5

5

2.4 3.2 4 4.8 5.6 6.4 7.2 8

Daktail penuh 5.3 8.5

Sumber : Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung (Standar Nasional Indonesia03-1726,2002,tabel 2,hal.10)

3. Wilayah Gempa

Menurut RSNI Gempa 2010 wilayah Indonesia dibagi dalam 15 wilayah gempa (WG). Wilayah gempa disusun berdasarkan respon spektra percepatan 0,2 detik

di batuan dasar SB untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun (redaman

5%). Wilayah gempa dicirikan oleh nilai Percepatan Puncak Efektif Batuan Dasar (PPEBD) di masing-masing wilayah dan dinyatakan dalam fraksi dari konstanta gravitasi (g). Wilayah Gempa 1 adalah wilayah kegempaan paling rendah dengan respon spektra kurang dari 0,05 g sedangkan Wilayah Gempa 15 menyandang


(30)

commit to user

13  

Gambar 2.3 Pembagian wilayah gempa di Indonesia untuk S1

Gambar 2.4 Pembagian wilayah gempa di Indonesia untuk SS

S1 adalah parameter respon spektra percepatan pada periode 1 detik, sedangkan Ss adalah parameter respon spektra percepatan pada periode pendek. Untuk


(31)

14  

Tabel 2.3 Kooefisien Lokasi (Fv) Untuk Menentukan Nilai S1

Kelas

lokasi Parameter respon spektra gempa tertimbang maksimum untuk periode

1,0 detik, S1

S1 ≤0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.2 S1 = 0.4 S1 ≥ 0.5

A 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

B 1 1 1 1 1

C 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3

D 2.4 2 1.8 1.6 1.5

E 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4

F Pasal 11.4.7

(ASCE 7-10)

Catatan : Gunakan Interolasi linier untuk menentukan nilai antara S1

Tabel 2.4 Kooefisien Lokasi (Fa) Untuk Menentukan Nilai Ss

Kelas

lokasi Parameter respon spektra gempa tertimbang maksimum untuk periode

pendek,Ss

Ss ≤0.25 Ss = 0.5 Ss = 0.75 Ss = 1 Ss ≥ 1.25

A 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

B 1 1 1 1 1

C 1.2 1.2 1.1 1 1

D 1.6 1.4 1.2 1.1 1

E 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9

F Pasal 11.4.7

(ASCE 7-10)

Catatan : Gunakan Interolasi linier untuk menentukan nilai antara Ss

4. Jenis Tanah Setempat

Perambatan gelombang Percepatan Puncak Efektif Batuan Dasar (PPEBD) melalui lapisan tanah di bawah bangunan diketahui dapat memperbesar gempa rencana di muka tanah tergantung pada jenis lapisan tanah. Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan dasar ke muka tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan dengan percepatan puncak untuk batuan dasar (SNI 1726). RSNI Gempa 2010 menetapkan jenis-jenis tanah menjadi 4 kategori, yaitu Tanah Keras, Tanah Sedang, Tanah Lunak, dan Tanah Khusus yang identik dengan Jenis Tanah versi UBC berturut-turut SC, SD, SE, dan SF.


(32)

commit to user

15  

Tabel 2.5 Jenis-Jenis Tanah Berdasar SNI 1726-2010

5. Waktu Getar Alami

Perhitungan waktu getar alami diatur dalam SNI 1726 dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Nilai waktu getar alami fundamental struktur gedung untuk penentuan faktor

respons gempa ditentukan dengan rumus-rumus empirik.

b. Nilai waktu getar alami harus lebih kecil dari ξ.n untuk mencegah

penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel.

Waktu getar alami struktur gedung dapat dihitung dengan rumus-rumus pendekatan menurut PPKGURG 1987 sebagai berikut :

a. Untuk struktur-struktur gedung berupa portal-portal tanpa unsur pengaku

yang dapat membatasi simpangan :

T = 0.085 x H0.75 untuk portal baja (2.2)

T = 0.060 x H0.75 untuk portal beton (2.3)

b. Untuk struktur gedung yang lain :

T = 0.090 x H. B(-0.5) (2.4)

dimana :

T : waktu getar gedung pada arah yang ditinjau, dt B : panjang gedung pada arah gempa yang ditinjau, m Kelas

Lokasi

Profil Tanah (deskrpsi umum)

Sifat tanah rata-rata untuk 30 m teratas Kecepatan rambat gelombang (m/s) N SPT (cohesionles soil layers) Kuat geser niralir (KPa)

A Hard Rock >1500 Diasumsikan tidak ada di

Indonesia

B Rock 760 – 1500

C

Very Dense Soil and Soft Rock

(Tanah Keras)

360 – 760

(≥ 350) > 50 > 100

D Stiff Soil Profile

(Tanah Sedang)

180-360

(175-350) 15 - 50

50 - 100

E Soft Soil Profile

(Tanah Lunak)

< 180

(<175) < 15 < 50

F Membutuhkan evaluasi khusus


(33)

16  

H : tinggi puncak bagian utama struktur, m

Waktu getar alami struktur gedung dapat dihitung dengan rumus-rumus menurut

Federal Emergency Management Agency -356 ( FEMA-356) sebagai berikut :

T = ( C

t

. H

n

. )

β (2.5)

Dimana T = Waktu Getar Alami Fundamental

Ct = 0.035 untuk sistem bangunan baja.

= 0.018 untuk sistem bangunan beton.

= 0.030 untuk sistem bracing bangunan baja.

= 0.060 untuk sistem bangunan kayu.

= 0.020 untuk semua sistem bangunan selain bangunan di atas (selain bangunan beton, baja ,bracing baja dan kayu).

β = 0.80 untuk sistem bangunan baja.

= 0.90 untuk sistem bangunan beton.

= 0.075 untuk semua sistem bangunan selain bangunan diatas (selain banguan beton dan baja).

Hn = Tinggi puncak bagian utama struktur

Pembatasan waktu getar alami fundamental adalah sebagai berikut :

T1 < ζ n , dimana n adalah jumlah tingkatnya (2.6)

Tabel 2.6 Koefisien ζ Yang Membatasi Waktu Getar Alami Fundamental

Struktur Gedung.

Sumber : Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung (Standar Nasional Indonesia 03-1726,2002.hal.26)

Wilayah gempa ζ

1 0.20 2 0.19 3 0.18 4 0.17 5 0.16 6 0.15


(34)

commit to user

17  

6. Arah pembebanan gempa

Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan.

Untuk mensimulasikan arah pengaruh gempa rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%.

2.2

Gaya Statik

2.2.1 Analisis Gaya

Menurut Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung (SNI 01-1726-2002), dalam perencanaan struktur gedung arah pembebanan gempa harus ditentukan sedemikian rupa agar memberikan pengaruh terhadap struktur gedung secara keseluruahan. Pengaruh pembebanan gempa harus efektif 100% pada arah sumbu utama dan bersamaan dengan arah tegak lurus sumbu utama sebesar 30%. Struktur harus dirancang agar mampu menahan gaya geser dasar akibat gempa sesuai SNI 03-1726-2002 pasal 7.1.3, dengan rumus :

t

W R

I C

V = 1. (2.7)

Dimana :

V : Gaya geser dasar nominal

C1 : Faktor respons gempa dari spektrum respons

I : Faktor keutamaan

R : Faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan


(35)

commit to user

18  

Dilanjutkan Beban geser dasar nominal V menurut persamaan 2.7 harus dibagikan sepanjang

tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi

yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :

V Z W Z W F n i i i i i i

= = 1 . . (2.8)

Dimana : Wi : Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai

Zi : Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral

n : Nomor lantai tingkat paling atas V : Gaya geser dasar nominal

2.2.2 Analisis Gaya Grafitasi

1. Beban Mati

Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan-peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahakan dari gedung itu.

Tabel 2.7 Berat Sendiri Bahan Bangunan

No Bahan bangunan Beban Satua

n

1 Baja 7850 Kg/m3

2 Batu alam 2600 Kg/m3

3 Batu belah, batu bulat, batu gunug ( berat tumpuk ) 1500 Kg/m3

4 Batu karang ( berat tumpuk ) 700 Kg/m3

5 Batu pecah 1450 Kg/m3

6 Besi tuang 7250 Kg/m3

7 Beton ( 1 ) 2200 Kg/m3

8 Beton bertulang ( 2 ) 2400 Kg/m3

9 Kayu ( kelas 1 ) ( 3 ) 1000 Kg/m3

10 Kerikil, koral (kering udara sampai lembab, tanpa

diayak) 1650 Kg/m

3

11 Pasangan bata merah 1700 Kg/m3

12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200 Kg/m3

13 Pasangan batu cetak 2200 Kg/m3


(36)

commit to user

19  

Lanjutan

15 Pasir ( kering udara sampai lembab ) 1600 Kg/m3

16 Pasir ( jenuh air ) 1800 Kg/m3

17 Pasir kerikil, koral ( kering udara sampai lembab ) 1850 Kg/m3

18 Tanah, lempung dan lanau (kering udara sampai

lembab) 1700 Kg/m

3

19 Tanah, lempung dan lanau ( basah ) 2000 Kg/m3

20 Timah hitam ( timbel ) 11400 Kg/m3

Sumber : Peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan gedung (Standar Nasional Indonesia 1983.hal.11)

Tabel 2.8 Berat Sendiri Komponen Gedung

No Komponen gedung Beban Satuan

1 Adukan, per cm tebal :

¾ Dari semen

¾ Dari kapur, semen merah atau tras

21 17

Kg/m2

Kg/m2

2 Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm

tebal

14 Kg/m2 

3 Dinding pasangan bata merah :

¾ Satu batu

¾ Setengah batu

450 250

Kg/m2

Kg/m2

4 Dinding pasangan batako :

¾ Berlubang :

ƒ Tebal dinding 20 cm ( HB 20 )

ƒ Tebal dinding 10 cm ( HB 10 )

¾ Tanpa lubang

ƒ Tebal dinding 15 cm

ƒ Tebal dinding 10 cm

200 120 300 200 Kg/m2 Kg/m2 Kg/m2 Kg/m2

5 Langit-langit dan dinding ( termasuk rusuk-rusuknya,

tanpa penggantung langit-langit atau pengaku ), terpadu dari :

¾ Semen asbes ( eternity dan bahan lain sejenis ),

dengan tebal maksimum 4mm.

¾ Kaca, dengan tebal 3-4 mm.

11 10

Kg/m2

Kg/m2

6 Penggantung langit-langit ( dari kayu ), dengan bentang

maksimum 5 m dan jarak s.k.s. minimum 0,80 m. 40 Kg/m2

7 Penutup atap genting dengan reng dan usuk / kaso per m2

bidang atap. 50 Kg/m2

8 Penutup atap sirap dengan reng dan usuk / kaso, per m2

bidang atap. 40 Kg/m2

9 Penutup atap seng gelombang ( BWG 24 ) tanpa gording 10 Kg/m2

10 Penutup lantai dari ubin semen Portland, teraso dan

beton, tanpa adukan, per cm tebal. 24 Kg/m2

11 Semen asbes gelombang ( tebal 5 mm ) 11 Kg/m2


(37)

20  

2. Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan gedung dan di dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah sehingga dapat mengakibatkat perubahan dalam pembebanan lantai atau atap.

Tabel 2.9 Beban Hidup Pada Lantai Gedung

No Lantai gedung Beban Satuan

1. Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut dalam no 2.

200 Kg/m2

2. Lantai tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak penting yang bukan untuk took, pabrik atau bengkel.

125 Kg/m2

3. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, took, toserba, restoran, hotel, asrama, dan rumah sakit.

250 Kg/m2

4. Lantai ruang olah raga. 400 Kg/m2

5. Lantai dansa. 500 Kg/m2

6. Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan yang lain dari yang disebut dalam no 1 s/d 5, seperti masjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton dengan tempat duduk tetap.

400 Kg/m2

7. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton berdiri.

500 Kg/m2

8. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam no 3.

300 Kg/m2

9. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam no 4,5,6 dan 7.

500 Kg/m2

10. Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam no 3,4,5,6 dan 7.

250 Kg/m2

11. Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, took buku, took besi, ruang alat-alat dan ruang mesin harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri dengan minimum.

400 Kg/m2

12. Lantai gedung parkir bertingkat :

¾ Untuk lantai bawah

¾ Untuk lantai tinggkat lainnya

800 400

Kg/m2

Kg/m2

13. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap beban hidup dari lantai yang berbatasan dengan minimum.

300 Kg/m2


(38)

commit to user

21  

2.3

Analisis Respon Struktur

Struktur gedung saat menerima beban gempa, maka akan memikul base shear.

Base shear tiap lantai merupakan fungsi dari massa (m) dan kekakuan (k) dari tiap

lantai tersebut. Base shear mengakibatkan tiap lantai bergeser / displacement dari

kedudukan semula. Apabila sifat geometri struktur simetris maka simpangan yang terjadi hanya pada satu bidang (2-dimensi) yaitu simpangan suatu massa pada setiap saat hanya mempunyai posisi / ordinat tunggal sehingga dapat dianggap

sebagai satu kesatuan Single Degree of Freedom (SDOF) dengan parameter

displacement yang diukur adalah pada atap. Saat gaya gempa bekerja, maka gedung akan merespon beban gempa tersebut dengan memberikan gaya-gaya dalam. Apabila gaya-gaya dalam tersebut melebihi kemampuan / kapasitas gedung, maka gedung akan berperilaku in-elastis apabila sifat struktur cukup daktail tetapi langsung hancur apabila kurang daktail.

Gambar 2.5 Respons struktur

Sumber : Jurnal tentang Evaluasi Kinerja Bangunan Baja Tahan Gempa dengan SAP 2000, Wiryanto Dewobroto.

2.3.1 Sendi Plastis

Struktur gedung apabila menerima beban gempa pada tingkatan / kondisi tertentu,

akan terjadi sendi plastis (hinge) pada balok pada gedung tersebut (Gambar 2.8).

Sendi plastis merupakan bentuk ketidakmampuan elemen struktur (balok dan kolom) menahan gaya dalam. Perencanaan suatu bangunan harus sesuai dengan

konsep desain kolom kuat balok lemah. Apabila terjadi suatu keruntuhan struktur,

maka yang runtuh adalah baloknya dahulu. Apabila kolomnya runtuh dahulu, maka struktur langsung hancur.


(39)

22  

S u m b u L o kal 3 S u m b u L o k al 2 S u m b u L o k al 1

1. Hinge propertis balok

Data hinge properties dimasukkan pada penampang daerah tumpuan balok yaitu lokasi dimana sendi plastis diharapkan terjadi. Masing-masing penampang balok dimodelkan dengan pilihan model moment M3, yang artinya sendi plastis hanya terjadi karena momen searah sumbu lokal 3. Posisi sumbu lokal 3 dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Posisi sumbu lokal balok struktur pada program ETABS V 9.50

Sumber : Aplikasi Rekayasa Konstruksi, Wiryanto Dewobroto.

2. Hinge Propertis Kolom

Data hinge properties untuk kolom adalah Model P-M2-M3, yang mempunyai arti bahwa sendi plastis terjadi karena interaksi gaya aksial (P) dan momen (M) Sumbu lokal 2 dan sumbu lokal 3. Dalam studi ini setiap kolom pada bangunan yang ditinjau memiliki momen sumbu lokal 2 yang sama dengan kapasitas momen sumbu lokal 3, hal ini disebabkan karena dimensi kolom berbentuk persegi dan tulangan kolom yang ada tersebar pada keempat sisinya secara merata. Posisi sumbu lokal 2 dan sumbu lokal 3 pada kolom struktur dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Posisi sumbu lokal kolom struktur pada program ETABS V 9.50

Sumber : Aplikasi Rekayasa Konstruksi, Wiryanto Dewobroto.

Sumbu Lokal 1 Sumbu Lokal 3


(40)

commit to user

23  

3. Penentuan letak sendi plastis

Setelah pendefinisian data hinge propertis balok dan kolom adalah penentuan latak tarjadinya sendi plastisyang diinginkan. Posisi 0 menyatakan posisi awal dari panjang bersih balok, sedangkan posisi 1 menyatakan posisi akhir dari panjang bersih balok. Kedua ini terletak dimuka kolom.

Sama halnya dengan kolom, posisi 0 menyatakan posisi awal dari panjang bersih kolom, sedangkan posisi 1 menyatakan posisi akhir dari panjang bersih kolom. Kedua posisi ini terletak pada tepi muka balok.

Gambar 2.8 Sendi plastis yang terjadi pada balok dan kolom

Sumber : Jurnal tentang Evaluasi Kinerja Bangunan Baja Tahan Gempa, Wiryanto Dewobroto.

2.4

Pushover

Analysis

Dengan Metode

Capacity Spectrum

Capacity Spectrum Method (CSM) merupakan salah satu cara untuk mengetahui

kinerja suatu struktur. Konsep dasar dari analisis statis pushover nonlinier adalah

memberikan pola pembebanan statis tertentu dalam arah lateral yang ditingkatkan

secara bertahap ( incremental ). Penambahan beban statis ini dihentikan sampai

struktur tersebut mencapai simpangan target atau beban tertentu. Dari analisis statis pushover nonlinier ini didapatkan kurva kapasitas yang kemudian diolah

lebih lanjut dengan metode tertentu, salah satunya adalah Capacity Spectrum

Method ( CSM ) [ ATC-40, 1996;ATC-55,2005 ]. Berikut ini adalah teori yang digunakan dalam studi ini.


(41)

24  

2.4.1 Kurva Kapasitas

Hasil analisis statis pushover nonlinier adalah kurva yang menunjukkan hubungan

antara gaya geser dasar ( Base Shear ) dan simpangan atap ( Roof Displacement )

seperti ditujukkan pada gambar 2.9. Hubungan tersebut kemudian dipetakan menjadi suatu kurva yang dinamakan kurva kapasitas struktur.

Gambar 2.9 Ilustrasi Pushover dan Capacity Curve

Sumber : Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings, Report ATC-40, (Redwood City: ATC,1996).

Metode ini sederhana namun informasi yang dihasilkan sangat berguna karena

mampu menggambarkan respons inelastic bangunan. Analisis ini memang bukan

cara yang terbaik untuk mendapatkan jawaban terhadap masalah analisis dan desain, tetapi relative sederhana untuk mendapatkan respons nonlinier struktur.

Capacity curve hasil pushover diubah menjadi capacity spectrum seperti gambar 2.10 melalui persamaan 2.11 sampai 2.14 ( ATC-40,1996).

Sa =

(2.13)


(42)

commit to user

25  

PF=

(2.15)

α

1=

(2.16)

Di mana :

Sa = Spectral acceleration

Sd = Spectral displacement

PF1 = modal participation untuk modal pertama

α

1

=

modal mass coefficient untuk modal pertama

i1 = amplitude of first untuk level i V = gaya geser dasar

W = berat mati bangunan di tambah beban hidup ∆roof = roof displacement

wi ⁄g = massa pada level i

a. Capacity Curve ( format standar ) b.Capacity Spectrum (format ADRS)

Gambar 2.10 Modifikasi Capacity Curve menjadi Capacity Spectrum.

Sumber : Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings, Report ATC-40, (Redwood City: ATC,1996), p.8-12


(43)

26  

2.4.2 Demand Spectrum

Respons spectrum elastic adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara koefisien gempa ( C ) dengan waktu getar struktur ( T ) yang nilainya ditentukan

oleh koefisien Ca ( percepatan tanah puncak , peak ground acceleration ) dan Cv

(nilai koefisien gempa pada waktu periode struktur tanah adalah 1 detik ). Nilai Ca

dan Cv ini berbeda-beda untuk masing-masing jenis tanah.

Agar dapat dibandingkan dengan kurva kapasitas, maka respons spectrum perlu

dirubah formatnya menjadi Acceleration Displacement Response Spectrum

(ADRS) melalui persamaan

Sd =

(2.17)

Di mana T adalah waktu getar alami dari struktur bangunan. Perubahan format ini dapat dilihat pada gambar 2.11.

a. Response Spectrum

( Format Standart )

b. Response Spectrum

(Format ADRS)

Gambar 2.11 Perubahan format respons percepatan menjadi ADRS

Sumber : Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings, Report ATC-40, (Redwood City: ATC,1996), p.8-12

Karena pada saat gempa besar telah terjadi plastifikasi di banyak tempat, maka

perlu dibuat spektrum demand dengan memperhatikan redaman (damping) yang

terjadi karena plastifikasi tersebut. Gambar 2.12 memberikan penjelasan mengapa

terjadi reduksi pada respon inelastis. Titik 1 menunjukkan demand elastis. Jika

terjadi reduksi kekuatan struktur akibat perilaku inelastis, periode efektif struktur menjadi semakin besar seperti pada titik 2. Pada kondisi ini, perpindahan bertambah sebesar ”a” dan percepatan berkurang sebesar ”b”. Jika struktur

T1 T2  T3 

T1 

T2 

T3 

S p e k tr a l   p e rc e p a ta n ,   

Spektrum tradisional  Spektrum ADRS Periode, T (detik) 

S p e k tr a l   p e rc e p a ta n ,   


(44)

commit to user

27  

berperilaku inelastis (nonlinier), pada periode yang sama dengan titik 2, demand

berkurang menjadi spektrum respon inelastis pada titik 3. Jadi, kembali terjadi pengurangan percepatan sebesar ”c” dan pengurangan perpindahan sebesar ”d”. Total pengurangan percepatan sebesar ”b+c” dan perpindahan perlu dimodifikasi sebesar ”a-d”. Jika besarnya ”a” diperkirakan sama dengan ”d”, maka perpindahan inelastis sama dengan perpindahan elastis (Gambar 2.12a). Jika ”a” lebih besar daripada ”d” maka perpindahan inelastis menjadi lebih kecil daripada perpindahan elastis (Gambar 2.12b).

Gambar 2.12 Reduksi Respon Spektrum

Respons spectrum dalam format ADRS ini mempunyai tingkat redaman (damping) sebesar 5%. Setelah struktur leleh, nilai redaman ini perlu direduksi

dengan konstanta agar sesuai dengan effective viscous damping dari struktur.

(gambar 2.12)

Gambar 2.13 Reduksi Respon Spectrum Elastic menjadi Demand Spectrum.

Sumber : Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood City;ATC,1996),Figure 8-14,p.8-16 b c elasti inelastis 

Spektral perpindahan, Sd

S p e kt ra l   p e rc e p a ta n ,  

Sa 

a. Reduksi spektrum respon

a

d 1 2

3

Spektral perpindahan, Sd

S p e kt ra l   p e rc e p a ta n ,  

Sa 


(45)

28  

Untuk respons spectrum dengan percepatan yang konstan direduksi dengan SRA ,

sedangakan untuk respons spectrum dengan kecepatan yang konstan direduksi

dengan SRV dimana

SRA =

(2.18)

SRV =

(2.19)

atau dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana :

SRA =

(2.20)

SRV =

(2.21)

Dimana :

ay , dy = Koordinat titik leleh efektif dari kurva kapasitas api, dpi = Koordinat percobaan titik perfoma

K = Faktor modifikasi redaman

βeff = Rasio redaman efektif akibat perubahan kekakuan struktur setelah

terjadi sendi plastis(dalam %)

Tabel 2.10 Value For Damping Modification Factor K.

Struktur Behavior Type Βo K

Type A ≤ 16.25 > 16.25

1.0 1.13 –

Type B ≤ 25

> 25

0.67 0.845 –

Type C Any value 0.33

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood City:ATC,1996),Table 8-1,p.8-17


(46)

commit to user

29  

Tabel 2.11 Minimum Allowable SRA and SRV Value.

Struktur Behavior Type SRA SRV

Type A 0.33 0.50

Type B 0.44 0.56

Type C 0.56 0.67

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood City:ATC,1996),Table 8-2,p.8-17

2.4.3 Performance Point

Perfomance point adalah titik dimana capacity curve berpotongan dengan

response sprectrum curve seperti yang dipergunakan dalam capacity spectrum method ( ATC-40,1996). Untuk memperoleh gambaran lebih jelas, dapat dilihat pada gambar 2.14.

Pada performance point dapat diperoleh informasi mengenai periode bangunan

dan redaman efektif akibat perubahan kekakuan struktur setelah terjadi sendi plastis. Berdasarkan informasi tersebut respons-respons struktur lainnya seperti nilai simpangan tingkat dan posisi sendi plastis dapat diketahui.

Gambar 2.14 Penentuan Performance Point.

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood City:ATC,1996),Figure 8-28,p.8-12


(47)

30  

Untuk mengetahui informasi yang didapatkan dari performance point, diperlukan beberapa prosedur yaitu prosedur A, prosedur B, dan prosedur C. Disini penulis menggunakan prosedur A dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Buat persamaan elastic demand spectrum dengan 5% damping (βeq).

2. Buat capacity spectrum dari capacity curve hasil pushover analisis.

3. Hitung (dpi,api) untuk iterasi pertama gunakan equal displacement method

atau titik potong antara demand spectrum dan capacity spectrum.

4. Hitung βeq, SRA, SRV.

5. Hitung demand spectrum baru menggunakan data dari step 4.

6. Hitung dpi baru dari perpotongan antara capacity spectrum dan demand

spectrum baru dari step 5.

7. Hitung api baru dari capacity spectrum.

8. Cek konvergensi.

9. Ulangi step 4 jika tidak konvergen, gunakan (api, dpi) yang didapat dari

step 6 dan step 7.

2.5

Kriteria Struktur Tahan Gempa

Menurut ATC-40, kriteria-kriteria struktur tahan gempa adalah sebagai berikut : 1. Immediate Occupancy (IO)

Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gempa tersebut, struktur tidak mengalami kerusakan struktural dan tidak mengalami kerusakan non struktural. Sehingga dapat langsung dipakai.

2. Life Safety (LS)

Bila gempa terjadi, struktur mampu menahan gempa, dengan sedikit kerusakan struktural, manusia yang tinggal / berada pada bangunan tersebut terjaga keselamatannya dari gempa bumi.

3. Collapse Pervention (CP)

Bila gempa terjadi, struktur mengalami kerusakan struktural yang sangat berat, tetapi belum runtuh.


(48)

commit to user

31  

Gambar 2.15 Kurva kriteria kinerja.

Sumber : Jurnal tentang Evaluasi Kinerja Bangunan Baja Tahan Gempa, Wiryanto Dewobroto.

Bila struktur mengalami gempa atau gaya geser dasar (Vb), dengan kondisi gempa tersebut < gempa rencana (Vn), maka komponen struktur masih dalam keadaan elastik (A-B). Titik B menunjukkan keadaan leleh pertama. ketika Vb > Vy, struktur dalam keadaan plastis (B-C). Titik C merupakan batasan maksimum struktur dalam menahan gempa (Vb). Vb terus meningkat, maka terjadi degradasi pada struktur (C-D). Titik D menandakan bahwa struktur tidak mampu menahan gempa (Vb), tetapi masih mampu menahan beban gravitasi. Bila beban ditingkatkan, struktur akan runtuh (Gambar 2.15).

Gambar 2.16 Ilustrasi keruntuhan gedung.


(49)

32  

Menurut ATC-40, batasan rasio drift adalah sebagai berikut :

Tabel 2.12 Batasan rasio drift atap menurut ATC-40.

Parameter

Perfomance Level

IO Damage Control LS Structural Stability

Maksimum

Total Drift 0.01 0.01 s.d 0.02 0.02 0.33

Maksimum Total Inelastik

Drift

0.005 0.005 s.d 0.015 No

limit No limit

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood City:ATC,1996),Table 8-4,p.8-19

Tabel 2.13 Batasan Tipe bangunan pada Capacity Spectrum Method.

Shaking duration

Essentially new building

Average exiting building

Poor exiting building

Short A B C

long B C C

Sumber :Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,Report ATC-40,(Redwood City:ATC,1996),Table 8-4,p.8-19

Wiryanto Dewobroto (2006) menyatakan Analisis pushover dapat digunakan

sebagai alat bantu perencanaan tahan gempa, asalkan menyesuaikan dengan keterbatasan yang ada, yaitu :

1. Hasil analisis pushover masih berupa suatu pendekatan, karena bagaimanapun

perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu

siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisis pushover adalah

statik monotonik.

2. Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisis adalah sangat

penting.

3. Untuk membuat model analisis nonlinier akan lebih rumit dibanding model

analisis linier. Analisis nonlinier harus memperhitungkan karakteristik


(50)

commit to user

33  

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Data Struktur Gedung

Pada penelitian ini dilakukan pada Apartemen Tuning Gedung B yang berada di Bandung. Struktur gedung beton bertulang dengan ketinggian 10 lantai.

Bangunan tersebut berdiri di atas basement sedalam tiga lapis. Fungsi utama

bangunan adalah sebagai tempat hunian dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukungnya yaitu. Lokasi gedung di daerah Bandung dengan wilayah gempa 3 (SNI 03-1726-2002) yang berdiri pada kondisi tanah sedang.

Tabel 3.1. Deskripsi Gedung

Gedung B Sistem Struktur

Dual System

Wall-frame beton bertulang

Fungsi gedung apartemen

Jumlah Lantai 10

Luas lantai tipikal 1305.9202 m2

Tinggi lantai tipikal 5 m

Tinggi Maksimum

gedung 52.5 m

Jumlah lantai basemen 3

Tinggi lantai tipikal

basemen 4 m

Kedalaman basemen 12 m

Luas Basemen 1 6702.8641 m2

Luas Basemen 2 9246.1794 m2

Luas Basemen 3 9246.1794 m2

Luas total gedung

termasuk besmen 80665.9889 m


(51)

34  

Tampak Apartemen Tuning dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 3.1 Tampak Apartemen Tuning

Denah gedung dapat dilihat pada gambar dibawah ini

 

Gambar 3.2 Denah Apartemen Tuning

GEDUNG A

GEDUNG B

GEDUNG C

A

B


(52)

commit to user

35  

3.2

Tahapan Analisis

Metode penelitian ini menggunakan analisis nonlinier pushover. Analisis

menggunakan program ETABS V 9.5.0 Untuk mewujudkan uraian diatas maka langkah analisis yang hendak dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

3.2.1 Studi Literatur

Studi literatur dari jurnal dan buku yang terkait dalam analisis nonlinier pushover.

Mempelajari semua yang berhubungan dengan analisis nonlinier pushover. Buku

acuan yang dipakai antara lain SNI 1726 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Gedung, Peraturan pembebanan berdasarkan Peraturan Pembebanan

Indonesia untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1727- 1989, Applied Technology

Council for Seismic evaluation and retrofit of concrete buildingsvolume-1

(ATC-40), Federal Emergency Management Agency for Prestandard And Commentary

For The Seismic Rehabilitation Of Buildings ( FEMA-356), Uniform Building Code for Earthquake Design volume-2(UBC,1997) dan jurnal-jurnal yang

berkaitan dengan analisis pushover.

3.2.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi bangunan Apartemen Tuning yang diteliti, baik

data sekunder maupun data primer. Data yang didapat adalah Shop Drawing

Apartemen Tuning. Data ini digunakan untuk pemodelan struktur 3D yang selanjutnya dianalisis dengan bantuan ETABS V 9.50. Data tanah yang digunakan berdasarkan data tanah yang sudah ada (Tugas Akhir Perancangan Apartemen Tuning).

Shop Drawing digunakan untuk tahapan pemodelan yang sesuai dengan gambar yang ada sehingga analisis ini tidak menyimpang dari gambar yang ada. Semua

struktur yang dimodelkan harus sesuai dengan Shop Drawing, untuk bangunan

non striktural tidak dimodelkan karena tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pemodelan 3D ini.


(53)

36  

Data tanah digunakan untuk menentukan besarnya gaya tanah yang menekan dinding basement. Besarnya gaya tekan tanah mempengaruhi struktur bagunan yang akan dianalisis, oleh sebab itu besarnya gaya tekan tanah ini perlu diperhatikan dalam pemodelan 3D.

3.2.3 Pemodelan 3D

Pembuatan model struktur bangunan dengan pemodelan 3D sesuai dengan data

dan informasi dari shop drawing apartemen tuning.

1. System koordinat global dan lokal

Pemodelan ini dibuat sesuai dengan Shop Drawing yang ada. Perlu diketahui

pembuatan model 3D yang ada pada program ETABS V 9.50 mempunyai aturan sistem koordinat global dan lokal. Sistem koordinat global adalah sistem koordinat 3 dimensi yang saling tegak lurus dan perjanjian tanda yang digunakan memenuhi kaidah aturan tangan kanan. Sistem ini memiliki 3 sumbu yang saling tegak lurus yaitu sumbu X,Y,Z. Arah koordinat dalam model struktur yang digunakan munggunakan nilai ± X, ± Y dan ± Z. Semua sistem koordinat dalam model struktur yang digunakan selalu didefinisikan dengan koordinat global baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

ETABS V 9.50 mengasumsikan bahwa sumbu global Z selalu merupakan sumbu vertikal, dimana sumbu global +Z merupakan sumbu vertikal yang memiliki arah ke atas. Bidang X-Y merupakan suatu bidang horizontal.

Komponen-komponen struktur seperti joint, element, dan constraint memiliki

sumbu lokal tersendiri untuk mendefinisikan properties, beban dan respon dari bagian struktur tersebut. Sumbu dari sistem koordinat lokal ini dinyatakan dengan sumbu 1, 2 dan 3. Secara umum sistem koordinat lokal dapat bervariasi untuk setiap joint, element, dan constraint.

Dalam pemodelan ini, sistem koordinat lokal yang digunakan untuk joint,

constraint dan nonlinier hinge properties sama dengan sistem koordinat global X, Y, dan Z.


(54)

commit to user

37  

Sumbu Lokal 3 Sumbu Lokal 2 Sumbu Lokal 1

Sumbu Z Global Sumbu Y Global

Sumbu X Global Arah Putar Sumbu

Sistem koordinat lokal elemen yang dipakai pada penelitian ini dinyatakan dengan sumbu lokal 1, sumbu lokal 2, dan sumbu lokal 3 di mana :

a. Sumbu lokal 1 adalah arah aksial.

b. Sumbu lokal 2 searah sumbu global +Z untuk balok dan searah sumbu

global +X untuk kolom.

c. Sumbu lokal 3 mengikuti kaidah aturan tangan kanan, di mana sumbu 3

tegak lurus dengan sumbu lokal 1 dan sumbu lokal 2. Sistem sumbu lokal elemen dapat disimak pada gambar 3.3

Gambar 3.3 Sistem koordinat yang digunakan dalam program ETABS.

Sumber : Aplikasi Rekayasa Konstruksi Edisi Baru 2007, Wiryanto Dewobroto.

2. Elemen-elemen portal dan pelat lantai

Tahapan awal yang dilakukan adalah mendefinisikan semua jenis dan ukuran penampang elemen portal yang digunakan. Setelah tahapan ini selesai, masing-masing elemen portal harus disesuaikan dengan jenis dan ukuran penampang yang dibuat. Tahapan kedua adalah pembuatan pelat yang merupakan satu kesatuan struktur bangunan.

3. Diaphragm constraint

Tahapan ini dilakukan secara manual dalam ETABS V 9.50. Diaphragm

Constraint ini menyebabkan semua joint pada satu lantai diberi batasan constraint bergerak secara bersamaan sebagai diafragma planar yang bersifat kaku (rigid)

terhadap semua deformasi yang mungkin terjadi. Asumsi Diaphragm constraint

sangat tepat untuk fenomena terbentuknya rigid floor di mana lantai struktur

bergerak bersamaan ketika suatu struktur mengalami gempa. Sumbu Lokal 1

Sumbu Lokal 3


(55)

38  

3.2.4 Perhitungan Pembebanan

Menghitung beban-beban yang bekerja pada struktur berupa beban mati, beban hidup. Beban mati yang dihitung berdasar pemodelan yang ada dimana beban

sendiri didalam Program ETABS V 9.50 dimasukkan dalam load case DEAD,

sedangkan berat sendiri tambahan yang tidak dapat dimodelkan dalam program

ETABS V 9.50 dalam load case Super Dead. Perhitungan berat sendiri ini dalam

program ETABS V 9.50 yang untuk dead adalah 1, sedangkan super dead adalah

0, dimana beban untuk dead telah dihitung secara otomatis oleh program ETABS

V 9.50, sedangkan untuk beban Super dead bebannya perlu dimasukkan secara

manual sesuai dengan data yang ada.

Beban hidup yang dimasukkan dalam program ETABS V 9.50 dinotasikan dalam

live. Beban hidup ini mendapatkan reduksi beban gempa. Beban hidup

disesuaikan dengan peraturan yang ada. Perhitungan beban hidup ini dalam

program ETABS V 9.50 yang untuk live adalah 0, di mana beban hidup perlu

dimasukkan secara manual sesuai dengan data yang ada.

3.2.5 Analisa Respon Spektrum

Menganalisis Model struktur dengan Respon Spektrum untuk mendapat kurva respon spectrum sesuai wilayah gempa yang dianalisis dengan bantuan program ETABS V 9.50. Data yang dibutuhkan dalam analisa respon spectrum adalah nilai

Ca dan nilai Cv. Dimana nilai Ca ( Peak Ground Acceleration ) didapat dari

percepatan muka tanah maksimum pada suatu wilayah.

Am = 2.5 Ao

Untuk waktu getar alami sudut Tc (tanah sedang : 0.6) faktor respons gempa C

ditentukan dengan persamaan berikut : Untuk T < Tc


(56)

commit to user

39  

3.2.6 Perhitungan Beban Gempa

Dalam menganalisis elemen struktur bangunan yang ditinjau, beban gempa dianggap sebagai beban statik ekuivalen pada tiap lantainya. Dalam subbab ini diuraikan mengenai prosedur statis ekuivalen untuk mendapatkan distribusi gaya lateral gempa tiap lantainya.

1. Perhitungan waktu getar alami struktur ( T ).

Perhitungan waktu getar struktur ini dihitung secara empiris dengan rumus :

T = Ct . (Hn )β

Dimana Ct = 0.018 untuk struktur beton bertulang.

Hn = tinggi puncak bagian utama struktur ( m ) .

β = 0.90 untuk bangunan beton.

2. Pembatasan waktu getar alami fundamental ( T1 ).

Untuk mencegah penggunaan struktur yang fleksibel, nilai waktu getar alami

fundamental dari struktur gedung harus dibatasi bergantung pada koefisien ζ

untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya ( n ) dirumuskan sebagai :

T1 < ζ n

Dimana T1 = waktu getar alami fundamental dari struktur gedung.

ζ = koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur gedung

= 0.18 ( wilayah 3)

n = 16, 3, dan 10 ( jumlah tingkat).

3. Distribusi gaya geser dasar horizontal

Struktur harus dirancang agar mampu menahan gaya geser dasar akibat gempa yang dihitung dengan rumus :

t W R

I C


(57)

40  

Dimana : V : Gaya geser dasar nominal

C1 : C (Faktor respons gempa dari spektrum respons)

I : Faktor keutamaan ( 1.0 untuk bangunan hunian)

R : Faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan senilai 8.5 karena bangunan daktail penuh.

Wt : Berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.

Gaya geser dasar horizontal akibat gempa ( V ) harus dibagikan kesepanjang gedung menjadi beban-beban horizontal yang bekerja pada masing-masing tingkat dengan rumus :

V Z W Z W F n i i i i i i

= = 1 . .

Dimana : Wi : Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai

Zi : Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral

n : Nomor lantai tingkat paling atas V : Gaya geser dasar nominal

3.2.7 Penentuan Sendi Plastis

Pemasukan data sendi plastis pada model struktur bangunan sesuai dengan penentuan tempat terjadinya sendi plastis. Sendi plastis diharapkan terjadi pada balok utama dan kolom. Untuk balok dikenakan beban momen arah sumbu lokal 3 ( M3 ), sedangkan pada kolom dikenakan beban gaya aksial (P) dan momen (M) Sumbu lokal 2 dan sumbu lokal 3 (PM2M3).

3.2.8 Analisis Pembebanan Nonlinier Pushover

Pada static pushover case dibuat dua macam pembebanan, dimana yang pertama

adalah pembebanan akibat beban gravitasi. Dalam analisis ini beban gravitasi yang digunakan adalah beban mati dengan koefisien 1 dan beban hidup dengan koefisien 1 ( dianggap analisis tanpa dipengaruhi koefisien apapun ). Setelah kondisi pertama selesai dijalankan, pembebanan bangunan dilanjutkan dengan kondisi kedua yakni akibat beban lateral. Pola beban lateral yang mewakili gaya inersia akibat gempa pada tiap lantai, yang diperoleh dari pembebanan dengan


(58)

commit to user

41  

pola beban mengikuti mode pertama struktur. Arah pembebanan lateral dilakukan

searah dengan sumbu utama bangunan.

Pada static pushover case untuk beban gravitasi, dipilih push to load level defined

by pattern, karena beban gravitasi yang bekerja sudah diketahui besarnya melalui

perhitungan. Pada analisis ini pushover case untuk beban gravitasi diberi nama

GRAV.

Untuk beban lateral digunakan push to displacement magnitude yang artinya

proses pushover dilakukan hingga target displacement tercapai. Pola pembebanan

yang diberikan secara berangsur-angsur adalah sesuai dengan mode pertama struktur. Keadaan awal untuk kondisi pembebanan ini diambil dari kondisi pushover sebelumnya yaitu pushover case GRAV. Hasil pushover disimpan secara multiple states dengan jumlah minimum 5 steps dan maksimum 1001 steps. Pada

penelitian ini pushover case untuk beban lateral akibat gempa diberi nama PUSH.

3.2.9 Analisis Kinerja Struktur Dari Hasil Analisis Pushover

Pada program ETABS V 9.50, hasil analisis didapat Pushover Kurva kapasitas

yang menunjukkan perilaku struktur saat dikenai gaya geser pada level tertentu, kurva respon spektrum yang sesuai dengan wilayah gempa yang ada, diagram leleh sendi plastis pada balok dan kolom.

Respon spektrum dalam format ADRS yang diplotkan dengan kurva kapasitas

didapatkan Performance point. Proses konversi dilakukan sepenuhnya oleh

program ETABS V 9.50.

3.2.10 Pembahasan Hasil Analisis Pushover Dari Program ETABS V 9.50

Dari performance point didapatkan nilai displacement efektif, gaya geser dasar,

waktu getar efektif dan damping efektif. Dari nilai displacement akan diketahui


(59)

42  

data dan pembahasan, maka dapat dibuat kesimpulan yang sesuai dengan tujuan

penelitian.                                                 Mulai

Pengumpulan data dan informasi truktur berupa Shop Drawing, data

Pengumpulan data dan

informasi struktur berupa Shop

Drawing, data tanah

Membuat model geometri sruktur 3D sesuai data yang ada

Perhitungan Pembebanan :

1. Beban gravitasi berupa beben mati dan beban

hidup

2. Beban gempa statik lateral

Hasil analisis struktur drift/displacement, kurva kapasitas,

kurva spectrum respon, performance point momen gaya geser, dan gaya aksial pada struktur portal

Analisis struktur dengan program ETABS

Menganalisis kapasitas kurva dari hasil out put ETABS dengan prosedur A untuk mengetahui perfoma point.


(60)

commit to user

43  

               

   

       

   

Gambar 3.4 Diagram alir analisis Pushover prosedur A.

B

Mengubah capacity curve dari hasil etabs (V dan d menjadi Sa

dan Sd)

Membuat persamaan garis capacity spektrum

Membuat demand spektrum dari wilayah gempa dan

menggubahnya dalam satuan yang sama dengan capacity

spektrum

Menggabungkan capacity spektrum dan demand spektrum dalam

format ADRS

Menarik garis lurus untuk mendapatkan nilai api dan dpi, selain itu nilai api dan dpi dapat diketahui dengan menggabungkan

antara persamaan kapasita spektrum dan demand spektrum. 

Menggembangkan garis billinear untuk menentukan garis ay dan dy 

Hitung βeq, SRA, dan SRV

Menghitung demand spektrum baru (dengan memasukan SRA untuk garis linier dan SRV untuk garis lengkung pada demand spektrum, sehingga diperoleh grafik demand spektrum yang baru). 

Menentukan nilai perpotongan antara kapasitas spektrum dengan demand spektrum yang baru sehingga diperoleh nilai

performa poin. 


(61)

44  


(62)

commit to user

44

  KORIDOR + 7.75 TURUN 9.80 BALKON + 7.70 R. MAKAN & PANTRY + 7.75 R. TIDUR & R. DUDUK + 7.75 KM/WC + 7.70 10.00 10.00 TURUN 5.00 10.00 10.00 10.00 10.00 5.00 NAIK TURUN R. AHU + 5.00 TURUN 2.03 9.80 10.00 10.00

5.00 10.00 10.00 10.00 10.00 5.00 NAIK R. TIDUR & R. DUDUK + 5.00 BALKON + 4.95 KM/WC + 4.95 R. MAKAN & PANTRY + 5.00 KORIDOR + 5.00 NAIK NAIK R. AHU + 5.00 NAIK TURUN KM/WC +4.95 TURUN

LANTAI 2 LANTAI 2'

BAB 4

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1.

Perhiungan Berat Sendiri Bangunan

4.1.1.

Data Struktur Bangunan Gedung

Gambar 4.1. Tampak Apartemen Tuning Gedung B

Gambar 4.2. Gambar denah lantai 2 dan lantai 2’


(1)

2. Pada step 2 sebagian balok dan kolom pada portal terjadi sendi palstis dengan level B, menunjukan batas linier yang kemudian diikuti terjadinya pelelehan pertama pada struktur dan menunjukan level C, menunjukan batas maksimum gaya geser yang masih mampu ditahan gedung.

Gambar 4.27. Gambar portal as 9 sendi plastis step 2 Sumber : Gambar simulasi 3D pada program ETABS V 9.50

Gambar 4.28. Gambar 3D sendi plastis step 2 Sumber : Gambar simulasi 3D pada program ETABS V 9.50


(2)

commit to user

73 

 

3. Pada step 6 sebagian balok dan kolom pada portal terjadi sendi palstis dengan level B, menunjukan batas linier yang kemudian diikuti terjadinya pelelehan pertama pada struktur, menunjukan level C, menunjukan batas maksimum gaya geser yang masih mampu ditahan gedung, dan menunjukan level E yaitu struktur sudah tidak mampu menahan gaya geser dan hancur.

Gambar 4.29. Gambar portal as 9 sendi plastis step 6 Sumber : Gambar simulasi 3D pada program ETABS V 9.50

Gambar 4.30 Gambar 3D sendi plastis step 6 Sumber : Gambar simulasi 3D pada program ETABS V 9.50


(3)

4. Pada step 15 sebagian balok dan kolom pada portal muncul sendi plastis dengan level B, level IO yaitu terjadi kerusakan yang kecil atau tidak berarti pada struktur, kekakuan struktur hampir sama pada saat belum terjadi gempa, level LS dengan kerusakan mulai dari kecil sampai tingkat sedang, kekakuan struktur berkuarang, tetapi masih mempunyai ambang yang cukup besar terhadap keruntuhan, level C yaitu batas maksimum gaya geser yang masih mampu ditahan gedung, dan level E. Pada tahap ini nilai D = 0,089 m dan V = 5453,453 ton.

Gambar 4.31. Gambar portal as 9 sendi plastis step 15 Sumber : Gambar simulasi 3D pada program ETABS V 9.50

Gambar 4.32 Gambar 3D sendi plastis step 15 Sumber : Gambar simulasi 3D pada program ETABS V 9.50


(4)

commit to user

75 

 

Tabel 4.10 Tingkat Kerusakan Struktur Akibat Terbentuknya Sendi Plastis

Keterangan Simbol Penjelasan

Menunjukan batas linier yang kemudian diikuti terjadinya pelelehan pertama pada struktur

Terjadi kerusakan yang kecil atau tidak berarti pada struktur, kekakuan struktur hampir sama pada saat belum terjadi gempa Terjadi kerusakan mulai dari kecil sampai tingkat sedang. Kekakuan struktur berkuarang, tetapi masih mempunyai ambang yang cukup besar terhadap keruntuhan

Terjadi kerusakan yang parah pada struktur sehingga kekuatan dan kekakuanya berkurang banyak.

Batas maksimum gaya geser yang masih mampu ditahan gedung

 

Terjadinya degradasi kekuatan struktur yang besar, sehingga kondisi struktur tidak stabil dan hampir collapse

  Struktur sudah tidak mampu menahan gaya geser dan hancur


(5)

commit to user 76  

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah menganalisis dan mengevaluasi, sebagaimana pada bab 4, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

Setelah melakukan pushover analysis, penulis dapat menyimpulkan :

1. Performance point gedung adalah sebagai berikut :

βeff(%) Sd Sa Performance

Level

Hasil Etabs 6.7 0.056 0.417 Immidiate

Occupancy

Prosedur A 12,226 0.056 0.382 Immidiate

Occupancy

2. Hasil output analisis pushover menggunakan ETABS V 9.50


(6)

commit to user

77  

 

3. Dari kurva kapasitas tinjauan arah X memberikan gambaran perilaku struktur

mulai dari tahap kondisi elastis, in-elastis kemudian mengalami keruntuhan

yang ditunjukkan kurva dengan penurunan tajam. Gedung termasuk dalam

level kinerja Immediate Occupancy (IO).

4. Dari hasil grafik analisis pushover struktur gedung berperilaku linier.Konsep

desain strong colum weak beam tidak terpenuhi. Hal ini ditunjukkan

terbentuknya sendi plastis diawali dari elemen kolom yang kemudian pada saat

mencapai performance point mayoritas elemen kolom dan balok terbentuk

sendi plastis kemudian pada sebagian elemen balok mencapai kondisi batas

in-elastis. Sehingga Gedung B Apartemen Tuning tidak aman.

5.2 Saran

Penulis mempunyai beberapa saran, bila dimasa depan dilakukan penelitian lanjutan :

1. Analisis pushover perlu dicoba dengan menggunakan referensi FEMA 356.

2. Membandingkan hasil evaluasi kinerja gempa struktur metode distribusi statik

ekuivalen dengan metode analisis responriwayat waktu.

3. Analisis pushover perlu dicoba pada gedung-gedung tinggi lainya untuk

mendalami perilaku seismik gedung bertingkat banyak